KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM

advertisement
KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT
INDIGENOUS DADIAH SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK
PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro
SKRIPSI
DEWI SUNARYO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
Dewi Sunaryo. D14061004. 2011. Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam
Laktat Indigenous Dadiah sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran
Pencernaan in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA.
Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi.
Dadiah merupakan makanan tradisional khas Sumatra Barat yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional, bila ditunjang dengan
adanya kandungan bakteri probiotik. Dadiah diperoleh dengan cara memfermentasikan susu kerbau secara tradisional dalam bambu dan ditutup dengan daun pisang.
Isolasi bakteri asam laktat (BAL) indigenous dadiah dari susu kerbau mendapatkan
Lactobacillus plantarum D-01 dan Lactococcus lactis D-01 (Maheswari, 2008)
yang berpotensi sebagai bakteri probiotik, sehingga dapat digunakan dalam
pembuatan dadiah untuk menghasilkan pangan fungsional. Bakteri probiotik harus
memiliki sifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam
empedu, tahan terhadap antibiotik, mampu menempel pada epitel dinding saluran
pencernaan, serta mampu memproduksi substansi antimikroba termasuk asam
organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Apabila kedua kultur starter dadiah
tersebut tidak terbukti sebagai bakteri probiotik, maka Bifidobacterium longum
Y-01 dan Lactobacillus acidophilus Y-01 yang merupakan hasil isolasi dari produk
olahan susu sapi (Maheswari, 2008) dapat ditambahkan untuk menghasilkan kultur
starter campuran, sehingga sangat menarik untuk diteliti juga peluangnya sebagai
bakteri probiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi L. plantarum D-01,
L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 sebagai bakteri probiotik
melalui kemampuannya untuk dapat bertahan pada kondisi keasaman lambung yang
berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2), toleransi pada garam empedu di usus halus,
bertahan terhadap antibiotik serta menghasilkan antimikroba yang menankan
pertumbuhan bakteri patogen (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028). Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan
Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Kimia Analitik,
Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret 2010
sampai bulan Agustus 2010.
Penelitian ini didahului dengan persiapan kultur starter yang terdiri atas
pengujian morfologi melalui pewarnaan Gram, uji katalase dan standardisasi
populasi bakteri asam laktat. Penelitian utama melaksanakan pengujian ketahanan
BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap berbagai kondisi
keasaman lambung, keberadaan garam empedu atau antibiotik berbeda dan
pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri patogen. Data yang
diperoleh dianalisis dengan uji-t dan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan dan toleransi bertahan
hidup pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, adanya garam empedu dan
antibiotik ditunjukkan oleh jumlah bakteri yang hidup adalah lebih dari 75%.
Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 selain mampu bertahan, juga
mampu mengalami peningkatan jumlah populasi pada kondisi keasaman lambung
yang berbeda, adanya garam empedu dan antibiotik. Keempat BAL yang diujikan
lebih tahan terhadap antibiotik kloramfenikol daripada amoksisilin.
Pengujian aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan olahan susu
sapi menunjukkan kemampuannya dalam menghambat bakteri patogen indikator.
Diameter zona penghambatan yang dihasilkan nyata dipengaruhi oleh filtrat bebas
sel dari spesies BAL yang dikonfrontasikan terhadap Escherichia coli ATCC 25922
dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028 (P<0,01) atau Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (P<0,05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa L. plantarum D-01,
L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memenuhi kriteria sebagai
bakteri probiotik yaitu mampu bertahan (>75% bakteri yang hidup) di dalam
kondisi keasaman lambung yang berbeda, toleransi terhadap garam empedu atau
antibiotik dan menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat antagonistik
terhadap bakteri patogen indikator.
Kata-kata kunci : BAL, dadiah, probiotik, kondisi saluran pencernaan
ii
ABSTRACT
Resistency of Lactic Acid Bacteria Indigenous Dadiah as Probiotics Candidate
at in vitro Gastrointestinal Tract Conditions
Sunaryo, D., R.R.A. Maheswari and I.I. Arief
Probiotic bacteria defined as living microorganisms which will confer health benefit
to the host when administered in adequate amounts. The aims of this research were to
study the potential of Lactobacillus plantarum D-01, Lactococcus lactis D-01,
Bifidobacterium longum Y-01, and Lactobacillus acidophilius Y-01 as probiotic
bacteria through its ability to survive in gastrointestinal conditions (acid conditions
of stomach and the presence of bile salts in the small intestine), its resistance to
antibiotics, and its antimicrobial properties against pathogen bacterias. This study
initiated with assays of four tested Lactic Acid Bacterias for its ability to grow and
survive in acid conditions and the presence of bile salts or antibiotics, also its
antagonistic activities against indicator strains of pathogen bacterias (Escherichia
coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Salmonella
Thypimurium ATCC 14028). Result showed the ability of L. plantarum D-01,
L. lactis D-01, B. longum Y-01 and L. acidophilus Y-01 to grow in acid conditions
and tolerance at the presence of bile salts and antibiotics (t-test). Research found that
difference species LABs tested influenced diameter of the inhibition zone against
pathogen indicator bacterias (P<0.01). L. acidophilus Y-01 had the largest inhibition
zone against S. Thypimurium ATCC 14028 and E. coli ATCC 25922, while
B. longum Y-01 was able to produce the largest inhibition zone against S. aureus
ATCC 25923 (P<0,05). Based on the characterization of four species LAB, it could
be concluded that L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, and
L. acidophilius Y-01 can be used as probiotic.
Keywords: probiotic, LAB, gastrointestinal conditions, antibiotics, antimicrobial
KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT
INDIGENOUS DADIAH SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK
PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro
DEWI SUNARYO
D14061004
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul
: Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Dadiah
sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro
Nama
: Dewi Sunaryo
NIM
: D 14061004
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari, DEA.)
NIP. 19620504198703 2 002
(Irma Isnafia Arief, S. Pt. MSi.)
NIP. 19750304199903 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212198603 1 004
Tanggal Ujian : 17 Desember 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 11 Juli 1987 dari
pasangan yang sangat berbahagia Bapak Djoni Junianto Sunaryo dan Ibu Velly
Folandia. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis
mengenal pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Regina Pacis Bogor pada
tahun 1992-1994, kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar pada tahun 19942000 di SD Regina Pacis Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama ditempuh
pada tahun 2000-2003 di SMP Mardi Waluya Bogor dan pendidikan lanjutan
menengah atas pada tahun 2003-2006 di SMU Budi Mulia Bogor. Penulis diterima
sebagai mahasiswa dengan mayor Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, dan minor Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi asisten
praktikum pada mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun ajaran
2008/2009 dan 2010/2011, asisten praktikum pada mata kuliah Teknik Pengolahan
Susu pada tahun ajaran 2009/2010, dan asisten praktikum pada mata kuliah
Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran 2009/2010.
Penulis adalah penerima Beasiswa BRI pada tahun 2008-2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan nikmat dan rahmat-Nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga
skripsi yang berjudul “Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat
Indigenous Dadiah sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran
Pencernaan in vitro” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian ini didasarkan pada pentingnya konsumsi pangan fungsional yang
mampu meningkatkan status kesehatan manusia. Produk susu fermentasi yang
mengandung bakteri probiotik dianggap sebagai pangan fungsional. Salah satu
produk susu fermentasi tradisional yang memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai pangan fungsional adalah dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau).
Dadih merupakan makanan tradisional khas Sumatra Barat. Dadiah memiliki tekstur
semi padat yang diakibatkan oleh proses fermentasi bakteri asam laktat indigenous
berbahan baku susu kerbau. BAL yang berhasil diisolasi dari dadiah susu kerbau
yaitu bakteri L. plantarum dan L. lactis (Maheswari, 2008). Kedua bakteri tersebut
memiliki peluang sebagai bakteri probiotik dengan persyaratan harus memenuhi
beberapa kriteria diantaranya mampu bertahan atau berkembang di dalam saluran
pencernaan. Produk probiotik dapat mengandalkan kultur starter tunggal untuk
menghasilkan produk probiotik ataupun dapat juga dikombinasikan dengan kultur
indigenous lainnya seperti L. acidophilus dan B. longum. Terciptanya dadiah
probiotik akan meningkatkan status produk tidak hanya untuk memenuhi rasa lapar,
tetapi mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan produk-produk pangan fungsional
melalui penggunaan bakteri probiotik.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan .............................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Dadih ...............................................................................................
Bakteri Asam Laktat ........................................................................
Bifidobacterium longum .......................................................
Lactobacillus acidophilus .....................................................
Lactobacillus plantarum .......................................................
Lactococcus lactis ................................................................
Mikroflora Usus Manusia ................................................................
Probiotik ..........................................................................................
Antibiotik ........................................................................................
Kloramfenikol ......................................................................
Amoksisilin ..........................................................................
Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat .....................................
Bakteri Patogen ................................................................................
Escherichia coli ....................................................................
Staphylococcus aureus .........................................................
Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium .......................
3
3
4
5
5
5
5
7
9
10
10
11
12
12
13
13
METODE ....................................................................................................
15
Waktu dan Lokasi ............................................................................
Materi ..............................................................................................
Prosedur ...........................................................................................
Persiapan Kultur Bakteri ......................................................
Penentuan Populasi BAL Indigenous Dadiah ........................
15
15
16
16
17
Metode Hitungan Cawan ......................................................
Metode Turbidimetrik ..........................................................
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah
terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda ...........
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah
terhadap Garam Empedu ......................................................
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah
terhadap Antibiotik Berbeda .................................................
Pengujian Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah
terhadap Bakteri Patogen ......................................................
Diagram Alir Penelitian ...................................................................
Rancangan Percobaan ......................................................................
17
18
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
24
Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri
Patogen Indikator .............................................................................
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi
Keasaman Lambung yang Berbeda ..................................................
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam
Empedu ...........................................................................................
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik
Berbeda ...........................................................................................
Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri
Patogen ............................................................................................
18
19
19
20
22
22
24
28
34
39
46
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
51
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ...............................................................................................
51
51
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
53
LAMPIRAN ................................................................................................
57
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Persamaan Linier BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan
Susu Sapi .........................................................................................
18
2. Karakteristik Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan
Bakteri Patogen Indikator .................................................................
25
3. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda .....................
29
4. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi Keasaman Lambung
yang Berbeda ...................................................................................
30
5. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu .......................
35
6. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan
Penambahan Garam Empedu ...........................................................
36
7. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik ...............................
40
8. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan
Penambahan Antibiotik ....................................................................
42
9. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ...............
46
10. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 ..............................
47
11. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 ..........................
48
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Waktu yang Dibutuhkan Makanan dan Panjang Saluran
Pencernaan Manusia .....................................................................
6
2. Populasi Bakteri pada Berbagai Saluran Pencernaan
Manusia .......................................................................................
7
3. Cara Pengukuran Zona Hambat Antimikroba .....................................
21
4. Diagram Alir Penelitian ......................................................................
22
5. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah
dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung
yang berbeda ................................................................................
32
6. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah
dan Produk Olahan Susu Sapi dalam Garam Empedu dan
Kontrol .........................................................................................
37
7. Grafik Kurva Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous
Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi dalam Antibiotik Berbeda
dan Kontrol ..................................................................................
43
8. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan
Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 .......................
47
9. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan
Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 .......................................
48
10. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan
Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 ..................................
49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
pH 2 ............................................................................................
58
2. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2 ....
58
3. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
pH 2 ............................................................................................
58
4. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
pH 2. ............................................................................................
58
5. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2 ..........
58
6. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
pH 2,5 .........................................................................................
59
7. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2,5 .
59
8. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
pH 2,5 .........................................................................................
59
9. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
pH 2,5 .........................................................................................
59
10. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2,5 ......
59
11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
pH 3,2 .........................................................................................
60
12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
pH 3,2 .........................................................................................
60
13. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
pH 3,2 .........................................................................................
60
14. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
pH 3,2 .........................................................................................
60
15. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 3,2 ..........
60
16. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
pH 7,2 .........................................................................................
61
17. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
pH 7,2 .........................................................................................
61
18. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
pH 7,2 .........................................................................................
61
19. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
pH 7,2 .........................................................................................
61
20. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 7,2 ..........
61
21. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Media tanpa Garam Empedu .......................................................
62
22. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
Media tanpa Garam Empedu .......................................................
62
23. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Media tanpa Garam Empedu .......................................................
62
24. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Media tanpa Garam Empedu .......................................................
62
25. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa
Garam Empedu ...........................................................................
62
26. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Garam Empedu ...........................................................................
63
27. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
Garam Empedu ...........................................................................
63
28. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Garam Empedu ...........................................................................
63
29. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Garam Empedu ...........................................................................
63
30. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup dalam Garam
Empedu ......................................................................................
63
31. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Media tanpa Antibiotik ...............................................................
64
32. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
Media tanpa Antibiotik ...............................................................
64
33. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Media tanpa Antibiotik ...............................................................
64
34. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Media tanpa Antibiotik ...............................................................
64
35. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup dalam Media
tanpa Antibiotik ..........................................................................
65
36. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin ................................................................
65
37. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin ................................................................
65
38. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin ................................................................
65
39. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin ................................................................
66
xiii
40. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan
Antibiotik Amoksisilin ................................................................
66
41. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol ............................................................
66
42. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol ............................................................
66
43. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol ............................................................
66
44. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol ............................................................
67
45. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan
Antibiotik Kloramfenikol ............................................................
67
46. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah
dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 ......
67
47. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah
dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 ..
67
48. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah
dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC
14028 ..........................................................................................
67
49. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB) ...............................
68
50. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA) .....................................
68
51. Komposisi Buffered Peptone Water (BPW) .................................
68
52. Komposisi Nutrient Broth (NB) ..................................................
69
53. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS) ..............................
69
xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penekanan untuk hidup sehat telah banyak dipromosikan oleh industri
pangan melalui produk-produk pangan fungsional yang dihasilkan, salah satunya
adalah produk yang mengandung bakteri probiotik. Penambahan bakteri probiotik
bertujuan untuk mengimbangi komposisi antara bakteri patogen dan bakteri yang
menguntungkan dalam usus manusia. Salah satu pangan fungsional yang sedang
berkembang dan cukup diminati oleh masyarakat adalah produk fermentasi yang
mengandung bakteri probiotik.
Di Indonesia khususnya di Sumatra Barat, terdapat satu produk hasil
fermentasi yang disebut dengan dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau).
Dadiah merupakan pangan tradisional masyarakat Sumatra Barat yang diperoleh
dengan cara memfermentasi susu kerbau secara tradisional dalam bambu dan
ditutup dengan daun pisang. Isolasi bakteri asam laktat indigenous dadiah susu
kerbau mendapatkan Lactobacillus plantarum D-01 dan Lactococcus lactis D-01
(Maheswari, 2008), sehingga dapat digunakan dalam pembuatan dadiah secara
terkontrol. Pembuatan dadiah secara terkontrol dilakukan dengan tujuan khusus
agar masyarakat merasa aman untuk mengkonsumsinya serta mendapatkan produk
dadiah dengan kualitas yang seragam.
Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang jika
dikonsumsi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap fisiologi dan
kesehatan inangnya.
Suatu bakteri dapat dikatakan bakteri probiotik apabila
bersifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam
empedu, mampu menempel pada epitel dinding saluran pencernaan, serta mampu
memproduksi substansi antimikroba termasuk asam organik, hidrogen peroksida
dan bakteriosin. Bakteri asam laktat dari jenis Lactobacillus banyak yang termasuk
sebagai bakteri probiotik sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut potensi isolat
asal dadiah yaitu L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 sebagai probiotik.
Kelompok bakteri lain yang sering digunakan sebagai probiotik adalah
Bifidobacterium spp,
sehingga menarik pula untuk diteliti lebih
lanjut
kemungkinannya Lactobacillus acidophilus Y-01 dan Bifidobacterium longum
Y-01 yang merupakan isolat asal produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008)
digunakan sebagai kultur campuran bila isolat asal dadiah susu kerbau tidak terbukti
sebagai probiotik. Apabila bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terbukti
memenuhi kriteria sebagai bakteri probiotik, maka penggunaannya dalam kultur
campuran akan dihasilkan dadiah probiotik sebagai salah satu pangan fungsional.
Oleh karena itu, keempat BAL tersebut sangat menarik dipelajari karakteristiknya
sebagai bakteri probiotik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara in vitro potensi
L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 yang merupakan isolat asal dadiah susu
kerbau serta B. longum Y-01 dan L. acidophilius Y-01 yang merupakan isolat asal
produk olahan susu sapi sebagai bakteri probiotik melalui kemampuannya untuk
tumbuh pada saluran pencernaan, khususnya pada kondisi keasaman lambung yang
berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2) dan keberadaan garam empedu di usus halus,
ketahanannya terhadap antibiotik dengan spektrum luas yaitu amoksisilin dan
kloramfenikol yang sering digunakan untuk pengobatan masyarakat serta sifat
antimikroba
terhadap
bakteri
patogen
(Escherichia
coli
ATCC
25922,
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Dadih
Dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau) merupakan salah satu makanan
tradisional Sumatra Barat. Suku Minangkabau memproses susu kerbau yang baru
diperah tanpa dimasak, kemudian dimasukkan susu kerbau tersebut ke dalam
potongan tabung bambu kira-kira sebanyak 150 ml, ditutup dengan daun pisang
atau plastik dan didiamkan semalam hingga dua malam pada suhu ruang hingga
menjadi kental menyerupai yogurt (Surono, 2004). Produk dadiah berbentuk semi
padat seperti tahu atau gel yang dapat dengan mudah dipotong atau diiris, berwarna
putih sampai krem, dengan rasa asam dan aroma yang khas (Winarno dan
Fernandez, 2007).
Surono (2004) juga menjelaskan bahwa susu kerbau tersebut bisa menjadi
kental menyerupai yogurt dikarenakan bakteri asam laktat indigenous dalam susu
kerbau berperan dalam fermentasi dadiah dan mengalahkan bakteri kontaminan
yang terkandung dalam susu kerbau mentah tersebut, mengingat bahwa proses
pembuatannya dilakukan secara tradisional, sederhana dan tidak memperhatikan
faktor higienis. Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadiah diantaranya
adalah Lactobacillus casei subsp. casei,
Leuconostoc paramesenteroides,
Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactococcus lactis subsp.
lactis biovar diacetylactis.
Bakteri Asam Laktat
Gibson dan Angus (2000) mengatakan bahwa Bakteri Asam Laktat (BAL)
didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif yang disatukan oleh
berbagai morfologi. BAL secara umum tidak berspora, berbentuk bulat atau batang
yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama
fermentasi karbohidrat. BAL biasa digunakan di dalam industri makanan.
Karthikeyan dan Santosh (2009) mengatakan bahwa bakteri asam laktat mampu
menurunkan pH makanan, sehingga pada pH rendah pertumbuhan sebagian besar
mikroorganisme yang terdapat di dalam makanan termasuk bakteri patogen dapat
terhambat dan mampu memperpanjang umur simpan makanan.
Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa BAL merupakan sebutan umum
untuk bakteri yang memfermentasikan gula seperti laktosa atau glukosa untuk
menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua
kelompok kecil yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir dari
proses metabolisme homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan
produk akhir dari proses metabolisme heterofermentatif adalah asam laktat, etanol,
asam asetat dan CO2. Goldin (1998) menambahkan, bahwa BAL diklasifikasikan
ke dalam beberapa genus antara lain Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus,
Lactobacillus. Diantara genus dan spesies, ada beberapa BAL yang berpotensi
sebagai bakteri probiotik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies BAL
yang berpotensi sebagai bakteri probiotik cukup banyak, diantaranya bakteri
Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus reuteri,
Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactococcus lactis subsp. lactis,
Lactobacillus
fermentum,
Steptococcus
lactis,
Streptococcus
cremoris,
Streptococcus salivarious subsp. thermophilus dan Streptococcus intermedius.
Beberapa bakteri yang diidentifikasikan sebagai bakteri probiotik selain BAL
adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium breve,
Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium dan Saccharomyces boulardii
(Tamime, 2005).
Bifidobacterium longum
B. longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar. B. longum
membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen dengan cara menempel pada
dinding usus dan mendesak bakteri jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam
laktat, asam asetat sehingga menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang
tidak diinginkan. B. longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif, katalase
negatif, non motil, non spora, bersifat anaerobik dan berbentuk batang (Wahyudi
dan Samsundari, 2008). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih
spesifik lagi nenbentuk koloni dalam jumlah banyak, meneyerap nutrisi,
mensekresikan asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba (Tamime dan
Robinson, 1999).
4
Lactobacillus acidophilus
Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan, bahwa L. acidophilus
umumnya ditemukan di dalam usus halus. L. acidophilus termasuk ke dalam famili
Lactobacillaceae. Bakteri ini tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk
batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerob fakultatif, tidak berspora dan
katalase negatif (Ray, 2004).
L. acidophilus merupakan bakteri paling umum
dikenal sebagai bakteri probiotik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Surono
(2004) yang menyatakan bahwa L. acidophilus merupakan BAL yang resisten
terhadap asam lambung dan masih dapat mempertahankan jumlah bakteri hidup
sampai 10 7 koloni/ml.
Lactobacillus plantarum
L. plantarum merupakan salah satu BAL yang penting dalam fermentasi
daging, susu maupun sayuran.
L. plantarum merupakan BAL dari famili
Lactobaciliceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium (Pelczar dan
Chan, 2007). L. plantarum tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk
batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat
anaerob fakultatif (Ray, 2004).
Lactococcus lactis
L. lactis dahulu dikenal sebagai Streptococcus lactis yang mempunyai
kemampuan mensintesis folat dan riboflavin. L. lactis merupakan salah satu jasad
renik yang paling utama digunakan pada industri pengolahan susu karena L. lactis
mampu menghasilkan sejumlah laktat berlimpah (Wahyudi dan Samsundari, 2008).
Bakteri ini termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat
berantai pendek, katalase negatif, tidak berspora, tergolong ke dalam bakteri Gram
postif dan memiliki suhu pertumbuhan optimum 28-310C (Surono, 2004).
Mikroflora Usus Manusia
Mikroflora bakteri pertama kali terbentuk pada saluran pencernaan setelah
beberapa hari bayi lahir. Lebih dari 400 spesies bakteri ada di dalam usus manusia.
Seluruh mikroba tersebut membentuk 100 triliun mikroflora normal saluran
pencernaan yang hidup dari hari ke hari. Jumlah bakteri dominan dikendalikan oleh
beberapa faktor seperti makanan inang, sistem kekebalan tubuh inang, tingkat daya
5
hidup bakteri, adanya infeksi dan dosis konsumsi makanan suplemen probiotik
(Wahyudi dan Samsundari, 2008).
Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan bahwa Lactobacillus
merupakan penghuni normal saluran pencernaan dan saluran reproduksi manusia.
Lactobacillus sebagai penghasil utama asam laktat di dalam saluran pencernaan.
Beberapa jenis BAL yang juga menjadi penghuni saluran pencernaan diantaranya
adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium infantis
(pada bayi), Bifidobacterium adolescentris yang menempati usus besar manusia,
Lactobacillus
acidophilus,
Lactobacillus
johnsonii,
Lactobacillus
Lactobacillus
gasseri,
salivarius,
Lactobacillus
Lactobacillus
crispatus,
ruminis,
Lactobacillus vitulinus dan Lactobacillus reuteri yang hidup dalam usus halus.
Surono (2004) menambahkan, bahwa bakteri yang mendominasi saluran
pencernaan bayi yang diberi ASI adalah Bifidobacterium, sedangkan bayi yang
diberi susu formula adalah L. acidophilus.
Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga rektum. Waktu yang
dibutuhkan makanan dan panjang saluran pencernaan dari mulut sampai rektum
yang harus ditempuh dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Waktu yang Dibutuhkan Makanan dan Panjang Saluran Pencernaan
Manusia (Mitsuoka, 1990)
6
Mikrobiota usus berbeda pada tiap individu tergantung dari nutrisi,
kesehatan, obat yang dimakan dan kondisi lingkungan hidupnya. Mitsuoka (1990)
menjelaskan, bahwa mikrobiota usus lansia yang panjang umur sama dengan pada
orang dewasa sehat. Populasi bakteri dan jenis bakteri yang ada pada saluran
pencernaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Populasi Bakteri pada Berbagai Saluran Pencernaan Manusia (Surono,
2004)
Probiotik
Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) yang
disitir Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam
jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah
satu karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidat probiotik
adalah perlawanan terhadap keasaman lambung dan garam empedu. Salminen et al.
(2004) menambahkan, bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri
probiotik apabila memenuhi beberapa kriteria, yaitu 1) bersifat nonpatogenik dan
mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu serta masih aktif pada kondisi
asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus,
7
2) mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat dan terdapat dalam
jumlah yang banyak dalam usus, 3) dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari
saluran usus untuk sementara, 4) dapat memproduksi asam-asam organik secara
efisien dan memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan, serta 5) mudah
diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar dan hidup selama
kondisi penyimpanan. Widodo (2002) juga menambahkan bahwa salah satu syarat
BAL yang perlu dimiliki oleh bakteri probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap
antibiotik.
Bron et al. (2004) menjelaskan bahwa ketika bakteri probiotik ditelan, maka
bakteri pertama kali akan menghadapi keasaman lambung. Berrada et al. (1991)
menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar
dari lambung sekitar 90 menit. Bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh dengan
lambat pada pH rendah, tetapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga
dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pada pH rendah. Tiap galur memiliki
ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya pada penelitian
yang dilakukan oleh Susanti et al. (2007), sebanyak 20 isolat yang berasal dari galur
yang berbeda-beda memiliki ketahanan yang berbeda-beda pada pH 2,5 selama 90
menit. Keseluruhan isolat yang diteliti ternyata mampu hidup di pH 2,5 namun
isolat yang berasal dari galur feses bayi dan air kelapa penurunan populasinya lebih
rendah daripada isolat yang berasal dari galur dadiah, keju, tape dan moromi kecap.
Bakteri yang mampu bertahan pada kondisi keasaman lambung akan
dialirkan menuju ke usus bagian atas, dimana pada usus bakteri akan menghadapi
tekanan yang berhubungan dengan ketersediaan O2 yang rendah, garam empedu dan
persaingan dengan mikrobiota (mikroorganisme lainnya yang terdapat di dalam
usus). Garam empedu yang terdapat di dalam usus disintesis di dalam hati dengan
cara mengkonjugasi steroid heterosiklik yang berasal dari kolesterol dan disalurkan
ke usus melalui usus dua belas jari. Garam empedu kemudian akan diserap kembali
dari ileum bagian bawah dan kembali ke hati untuk disekresikan lagi ke empedu
(Bron et al., 2004). Lamanya bakteri di dalam usus sekitar 4-6 jam. Bakteri yang
telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus
bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik (Surono, 2004).
8
Seperti halnya ketahanan terhadap asam, menurut Zavaglia et al. (1998)
semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang
ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu.
Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai
yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang resisten terhadap
garam empedu.
Antibiotik
Pelczar dan Chan (2008) mengatakan bahwa kata antibiotik diberikan pada
produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah
amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain, sehingga
antibiotik merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme
yang menghambat mikroorganisme lain. Setiap antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri, ada antibiotika yang
membidik kelompok bakteri Gram negatif, bakteri Gram positif ataupun kedua
kelompok bakteri tersebut. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada
lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.
Siswandono (2000) menambahkan, bahwa antibiotik berdasarkan spektrum
aktivitasnya dibedakan menjadi 6 yaitu 1) antibiotik dengan spektrum luas yang
efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif, contohnya kloramfenikol, turunan
tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida,
rifamfisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin,
karbenisilin, hetasilin, rivampisilin, sulbenisilin dan tikarsilin, dan sebagian besar
turunan sefalosporin, 2) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri
Gram positif, contohnya basitrin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin,
seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenesetin K, metisilin Na,
nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na,
turunan linkoksamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosforin, 3) antibiotik
yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram negatif, contohnya kolistin,
polimiksin B sulfat dan sulfomisin, 4) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan
terhadap mycobacteriae (antituberkulosis), contohnya streptomisin, kanamisin,
rifampisin, viomisin dan kapreomisin, 5) antibiotik yang aktif terhadap jamur,
contohnya gliseofulfin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan
9
kandisidin, 6) antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya
aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin dan mitramisin.
Selain itu, antibiotik juga dibedakan berdasarkan mekanisme kerja antibakteri yaitu
penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan sintesis protein, kerusakan
membran sel dan penghambatan sintesis DNA atau RNA (Volk dan Wheeler,
1993).
Kloramfenikol
Schunack et al. (1990) menjelaskan bahwa kloramfenikol merupakan
antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan
Gram negatif yang bekerja secara bakteriostatik.
Antibiotik kloramfenikol ini
bekerja dengan cara bergabung bersama dengan sub unit-sub unit ribosom sehingga
mengganggu sintesis protein. Kloramfenikol relatif tidak beracun bagi mamalia
bila digunakan secara terapeutik. Namun, apabila pemberiannya berlebihan maka
akan menyebabkan beberapa kelainan yang gawat di dalam darah seseorang.
Penggunaan antibiotik sangat dianjurkan hanya pada kasus-kasus yang tidak dapat
diobati secara efektif dengan antibiotik lain (Pelczar dan Chan, 2008).
Amoksisilin
Amoksisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang aktif terhadap
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Amoksisilin digunakan untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti Streptococcus
pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing Staphylococci, Listeria.
Meskipun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara tunggal
untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streptococcus dan staphylococcal
(Siswandono, 2000).
Volk dan Wheeler (1993) mengatakan bahwa antibiotik amoksisilin bekerja
dengan cara mengeluarkan tindakan mematikan (bakterisida) pada bakteri yang
berada di sekitarnya. Antibiotik ini akan mempengaruhi pembentukan dinding sel.
Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih,
infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga
mulut lainnya (Siswandono, 2000).
10
Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat
BAL memproduksi senyawa asam organik (asam laktat, asam format, dan
asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida dan bakteriosin yang
berpotensi untuk menghambat beberapa mikroorganisme lain termasuk bakteri
pembusuk dan bakteri patogen (Onilude et al., 2005). Antimikroba yang terdapat di
dalam bakteri digunakan untuk inaktivasi bakteri patogen. Mekanisme aktivitas
penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara perusakan dinding sel bakteri.
Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara
penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah
permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam
sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan
cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Chan, 2008).
Hardiningsih et al. (2006) menjelaskan bahwa Lactobacillus yang tergolong
ke dalam bakteri probiotik mampu menghambat pertumbuhan bakteri merugikan
atau patogen, seperti bakteri Streptococcus, Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa Lactococci, Lactobacilli, Pediococci,
Leuconostocs, Carnobacteria, Streptococci dan Enterococci mampu memproduksi
senyawa bakteriosin. Substansi antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri probiotik,
misalnya L. acidophilus menghasilkan acidotin, acidophilin, bakteriosin dan
lactocidin, L. bulgaricus menghasilkan bulgarican, L. plantarum menghasilkan
lactolin, plantacin dan plantaricin (Todorov, 2009), L. brevis menghasilkan
lactobullin dan lactobrevin, L. reuteri menghasilkan reuterin dan L. lactis
menghasilkan nisin (Tamime, 2005).
Obadina et al. (2006) dan Noonpakdee et al. (2009) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa Lactobacillus plantarum mempunyai spektrum luas yang dapat
melawan bakteri patogen dengan cara memproduksi bakteriosin. Noonpakdee et al.
(2009) menjelaskan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. plantarum PMU 33
dapat menghambat sebagian besar bakteri Gram positif seperti Lactobacillus sakei
supsp. sakei JCM 1157, Lactobacillus curvatus ATCC 256011, Leuconostoc
mesenteroides ATCC 10830 dan Leuconostoc cremoris ATCC 19254 serta bakteri
patogen yakni Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus.
Fuller (1997) juga menambahkan bahwa delapan spesies Bifidobacteria termasuk
11
B. longum mampu menghambat secara langsung pertumbuhan bakteri patogen
yakni bakteri yang berasal dari genus Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia,
Vibrio, Campylobacter, Clostridium dan Bacteroides.
Bakteri Patogen
Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan terbagi menjadi bakteri
pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen
penyebab penyakit pada manusia. Bakteri pembusuk pada umumnya lebih dominan
dibandingkan dengan bakteri patogen.
Bakteri patogen secara umum dibagi
menjadi dua yaitu berdasarkan penyebab infeksi dan intoksikasi. Infeksi merupakan
racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam saluran pencernaan manusia, sedangkan
intoksikasi merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri patogen yang
berkembang di dalam makanan. Beberapa contoh bakteri pembusuk dan patogen
yang sering terdapat pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobacteriaceae,
termasuk dari famili Enterobacter, Escherichia, Erwinia, Citrobacter, Salmonella,
Shigella dan Yersinia (Fardiaz, 1992).
Escherichia coli
Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia
dan hewan. Bakteri E. coli merupakan bakteri yang tergolong dalam Gram negatif,
bergerak, berbentuk batang, katalase positif, bersifat fakultatif anaerob dan
termasuk golongan Enterobacteriaceae (Buckle et al., 2007). E.coli mempunyai
kisaran suhu pertumbuhan antara 30-40 C dengan suhu optimum 37 C. Nilai pH
optimum untuk pertumbuhan E.coli adalah 7,0–7,5 dan aw optimum adalah 0,96.
Pertumbuhan bakteri ini meningkat dengan pesat selama 12-18 jam pertama dan
kemudian meningkat perlahan-lahan sampai 48-72 jam masa pertumbuhannya (Ray,
2004).
E. coli bersifat enteropatogenik dan dikenal sebagai penyebab penyakit diare
pada bayi dan orang dewasa. Organisme ini sering berada di dapur dan tempattempat persiapan bahan pangan. Pencemaran makanan yang disebabkan oleh bakteri
E. coli biasanya terjadi melalui tangan, permukaan alat-alat, tempat masakan dan
peralatan lainnya. Masa inkubasi yang diperlukan bakteri E. coli adalah 1-3 hari dan
gejala-gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar
oleh Salmonella atau disentri (Buckle et al., 2007).
12
E. coli dibedakan ke dalam empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu
EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia
coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (E. coli penghasil
verotoksin). EIEC menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri
(Shigella), sedangkan ETEC menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) diare
yang disebabkan oleh Vibrio cholerae. Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC
adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat
sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan
yang mengganggu pertumbuhan. VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan
sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut
dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik
berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua
kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak (Ray, 2004).
Staphylococcus aureus
S. aureus termasuk genus Staphylococcus dan family Micrococcaceae.
Selnya berbentuk bulat, termasuk gram positif, katalase positif, tidak bergerak,
fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl
sampai 16%. Kisaran suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 6,5–46 C, dengan
suhu optimumnya adalah 30–37 C. Nilai pH untuk pertumbuhan bakteri ini adalah
antara 4,2–9,3, dengan pH optimum 7,0–7,5 (Buckle et al., 2007).
Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan enterotoksin
yang mengakibatkan keracunan makanan,
yaitu
apabila
termakan dapat
mengakibatkan serangan mendadak yaitu kejang perut, muntah-muntah yang hebat
dan diare.
Penyembuhan keracunan makanan yang disebabkan oleh S. aureus
relatif cukup cepat dan pada umumnya hanya membutuhkan waktu satu hari
(Buckle et al., 2007).
Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium (S. Typhimurium)
Buckle et al. (2007) mengatakan bahwa S. Typhimurium merupakan bakteri
Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, katalase positif dan bersifat
fakultatif anerobik. S. Typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37 0C. Nilai pH
untuk pertumbuhan S. Typhimurium berkisar antara 4,0–9,0 dan nilai pH optimum
6,5–7,5, bakteri ini akan mati perlahan-lahan pada pH dibawah 4 dan di atas 9.
13
Viabilitas Salmonella akan menurun selama penyimpanan beku (Pelczar dan Chan,
2007).
S. Typhimurium menyebabkan deman tipus yang akan terjadi setelah 7-14
hari terinfeksi dan umumnya penderita penyakit merasakan sakit kepala, kehilangan
nafsu makan, lemah dan demam yang terus menerus. Penyakit yang disebabkan
oleh S. Typhimurium dapat mengakibatkan tingkat kematian sekitar 10%. Makanan
yang pada umumnya dikontaminasi oleh S. Typhimurium adalah telur dan hasil
olahannya,
daging ayam,
serta
daging sapi,
sehingga
untuk mencegah
perkembangbiakan S. Typhimurium bahan pangan tersebut tidak boleh terlalu lama
disimpan di suhu kamar (Buckle et al., 2007).
14
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi
Hasil Ternak serta Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor dan Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan IPA,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai
Agustus 2010.
Materi
Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur
bakteri hasil isolasi dadiah susu kerbau yaitu bakteri L. plantarum D-01 dan
L. lactis D-01, bakteri hasil isolasi dari produk olahan susu sapi yaitu B. longum
Y-01 dan L. acidophilus Y-01 (Maheswari, 2008), serta E. coli ATCC 25922,
S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Semua kultur bakteri
tersebut diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan IPB. Media dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian
ini, diantaranya adalah de-Man’s Rogosa Sharpe Broth (MRSB), Buffer Pepton
Water (BPW), de-Man’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Eosin Methilen Blue Agar
(EMBA), Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrient Agar (NA), Mueller Hinton
Agar (MHA), Phosphate Buffered Saline (PBS), bile salt berbentuk serbuk
(ox gall), HCl, NaOH, NaCl fisiologis 0,85%, metanol p.a, antibiotik amoksisilin
dan kloramphenikol serta larutan buffer pH 4 dan 7. Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah inkubator, tabung reaksi, botol Scott, labu Erlenmeyer,
cawan Petri, pipet, sentrifuse, lemari es, jangka sorong, gelas ukur, pemanas
Bunsen, spektrofotometer, timbangan digital, panci, sendok pengaduk, kompor,
separator, oven, autoklaf, rotary evaporator dan pH meter.
Prosedur
Penelitian Pendahuluan
Persiapan Kultur Bakteri (Pelczar dan Chan, 2007). Kultur bakteri koleksi
Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923
dan S. Typhimurium ATCC 14028 diperiksa sifat morfologi dan biokimianya untuk
mengetahui kemurniaannya. Pengujian morfologi starter dengan bantuan pewarnaan
Gram dan pengamatan dengan mikroskop pada perbesaran 100x.
Pengujian pewarnaan Gram dilakukan dengan cara kultur bakteri dioleskan
pada gelas objek dengan jarum Ose, kemudian ditetesi dengan kristal violet,
dibiarkan selama 1 menit. Preparat selanjutnya dibilas dengan akuadestilata dan
dikeringudarakan. Preparat yang sudah kering ditetesi dengan larutan lugol iodin
dan didiamkan selama ±1 menit, kemudian dibilas kembali dengan akuades dan
preparat selanjutnya ditetesi dengan alkohol 95% sebagai bahan pemucat selama ±5
detik, dibilas kembali dengan akuades dan dikeringudarakan. Pewarnaan terakhir
menggunakan safranin selama ±30 detik dan dibilas kembali dengan akuades, lalu
preparat dikeringudarakan.
mikroskop.
Bakteri yang telah diwarnai diperiksa di bawah
Bakteri dikelompokkan menjadi bakteri Gram positif, bila dapat
mempertahankan zat warna ungu kristal dan tampak berwarna ungu tua. Kelompok
bakteri Gram negatif akan terlihat berwarna merah, karena pada saat dicuci dengan
alkohol tidak dapat mempertahankan warna ungu yang berasal dari kristal violet,
sehingga sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin bakteri
menyerap warna tersebut dan mengakibatkan tampak berwarna merah.
Karakteristik biokimia kultur bakteri salah satunya ditentukan melalui
pengujian katalase dengan cara sebanyak satu jarum Ose bakteri diambil dan
dioleskan pada gelas objek, kemudian ditetesi dengan satu tetes H2O2. Apabila
dihasilkan gelembung-gelembung gas O2, maka bakteri yang diperiksa termasuk
kelompok bakteri katalase positif, sebaliknya apabila tidak ada gelembung gas
maka bakteri tersebut termasuk bakteri katalase negatif
16
Penentuan Populasi BAL Indigenous Dadiah (Waluyo, 2008).
Tahap ini
bertujuan untuk menentukan jumlah populasi BAL selama diberikan perlakuan
(ketahanan terhadap keasaman lambung yang berbeda, keberadaan garam empedu
dan adanya antibiotik) yang dihitung dengan pendekatan dua metode yaitu metode
pour plate (hitungan cawan) dan metode turbidimetrik dengan spektrofotometer.
Metode pour plate digunakan untuk penentuan populasi BAL sebelum dan sesudah
perlakuan, sedangkan metode turbidimetrik digunakan untuk penentuan perubahan
populasi BAL selama perlakuan.
Metode Hitungan Cawan (Bakteriological Analytical Manual, 2001). Tahap ini
diawali dengan pengenceran yang dilakukan dengan cara sebanyak 1 ml sampel
yang sudah homogeny diambil dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml laruran pengencer yaitu BPW, sehingga terbentuk
pengenceran 10-1. Pengenceran terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-9.
Pemupukan dilakukan dengan pipet steril yaitu sebanyak 1 ml pada pengenceran
10-6, 10 -7, 10 -8 dan 10 -9 diambil dan dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara
duplo.
Media agar sebanyak 15 ml ditambahkan ke dalam cawan Petri den
dihomogenkan sampai merata (metode tuang atau pour plate). Cawan tersebut
diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 C selama 24-48 jam.
Koloni mikroba yang terbentuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC)
dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah Populasi (cfu/ml) =
N cawan
(n1 + (0,1 x n2)) x d
Keterangan :
N
= Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (25-250 koloni)
n1
= Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung
n2
= Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung
d
= Pengenceran pertama yang dihitung
17
Metode Turbidimetrik (Waluyo, 2008). Tahap ini diawali dengan penentuan
korelasi antara nilai optical density (OD) dengan populasi bakteri hasil pemupukan
dengan metode pour plate. Semakin tinggi nilai OD maka jumlah populasi bakteri
yang dipupukkan juga semakin banyak, sehingga membentuk persamaan linier
y = a + bx dengan y  jumlah populasi BAL, x  nilai OD BAL sedangkan
a dan b  konstanta persamaan. Persamaan linier yang didapat (Tabel 1) digunakan
untuk konversi OD dalam jumlah populasi dari L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 serta L. acidophilus Y-01 selama pengamatan untuk pengujian
ketahanan terhadap kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu dan
antibiotik yang berbeda.
Tabel 1. Persamaan Linier BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi
No.
Bakteri
Persamaan Linier
R2
1.
L. plantarum D-01
y = 6,873 + 2,522x
0,978
2.
L. lactis D-01
y = 7,074 + 1,169x
0,936
3.
B. longum Y-01
y = 6,684 + 1,093x
0,957
4.
L. acidophilus Y-01
y = 7,205 + 1,812x
0,976
Penelitian Utama
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap
Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda (Chou dan Weimer, 1999). Kultur
starter bakteri segar diperoleh dengan menumbuhkan ke dalam MRSB dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Sel-sel bakteri dipanen dengan cara
disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C, lalu
dipisahkan dari supernatannya. Sel-sel kultur starter bakteri distandarisasi untuk
mendapatkan populasi awal 107 cfu/ml, lalu diinokulasikan ke dalam larutan PBS
(Phosphate Buffer Saline) steril yang telah dikondisikan pada pH 2; 2,5; 3,2; dan
7,2. Kultur starter bakteri dalam larutan PBS diinkubasi pada suhu 37 C selama
180 menit.
Populasi kultur starter bakteri dihitung dengan cara dipupukkan
sebelum diinkubasi (t0) dan sesudah diinkubasi selama 180 menit (t180). Selisih
antara populasi t180 dengan t0 merupakan jumlah BAL yang mampu bertahan pada
kondisi keasaman lambung yang berbeda. Perubahan populasi kultur starter BAL
selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 30 menit untuk
18
diperoleh nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui spektrofotometer
pada panjang gelombang 620 nm.
Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan
melalui konversi nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh
(Tabel 1). Ketahanan bakteri terhadap keasaman lambung yang berbeda ditentukan
berdasarkan jumlah populasi BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara
kultur starter BAL sebelum dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian
bakteri maksimal 50%.
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap
Garam Empedu (Lin et al., 2006).
Uji ketahanan terhadap garam empedu
dilakukan terhadap isolat kultur starter BAL yang dapat tumbuh pada pH 2,0.
Pengujian disesuaikan dengan kadar garam empedu pada saluran pencernaan yaitu
dengan menggunakan bile salt sebanyak 0,3% oxgall b/v dalam media PBS basal
dengan pH 7,2 yang telah disterilisasi pada suhu 121 C selama 15 menit. Kultur
starter bakteri yang sudah distandarisasi dengan populasi awal ± 107 cfu/ml
diinokulasikan pada media PBS steril yang telah ditambahkan garam empedu 0,3%,
lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Populasi kultur starter bakteri
dihitung dengan cara dipupukkan sebelum diinkubasi (t0) dan sesudah diinkubasi
selama 24 jam (t24). Selisih antara populasi t24 dengan t0 merupakan jumlah BAL
yang mampu bertahan pada garam empedu. Perubahan populasi kultur starter BAL
selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 1 jam untuk diperoleh
nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui spektrofotometer pada panjang
gelombang 620 nm. Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan melalui konversi
nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh (Tabel 1).
Ketahanan bakteri terhadap garam empedu ditentukan berdasarkan jumlah populasi
BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara kultur starter BAL sebelum
dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian bakteri maksimal 50%.
Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap
Antibiotik Berbeda (Liasi et al., 2009).
Uji ketahanan terhadap antibiotik
dilakukan terhadap isolat kultur starter BAL yang dapat tumbuh pada pH 2,0 dan
dalam larutan yang mengandung garam empedu 0,3%. Bakteri asam laktat yang
diuji dikarakterisasikan berdasarkan sensitifitasnya terhadap antibiotik amoksisilin
19
dan kloramfenikol. Kultur starter BAL yang sudah distandarisasi dengan populasi
awal ±107 cfu/ml ditumbuhkan ke dalam media MRSB yang telah ditambahkan
antibiotik sebanyak 30 µg/ml, lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam.
Populasi kultur starter bakteri dihitung dengan cara dipupukkan sebelum diinkubasi
(t0) dan sesudah diinkubasi selama 24 jam (t24). Selisih antara populasi t24 dengan t0
merupakan jumlah BAL yang mampu bertahan pada antibiotik. Perubahan populasi
kultur starter BAL selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 1
jam untuk diperoleh nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui
spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah populasi bakteri dapat
diperkirakan melalui konversi nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang
telah diperoleh (Tabel 1).
Ketahanan bakteri terhadap antibiotik ditentukan
berdasarkan jumlah populasi BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara
kultur starter BAL sebelum dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian
bakteri maksimal 50%.
Pengujian Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri
Patogen (Modifikasi Wiryawan et al., 2009)
Persiapan Filtrat Bebas Sel (FBS) dan FBS Terkonsentrasi. Kultur bakteri yang
sudah disegarkan distandarisasi dengan populasi awal ± 107 cfu/ml. Filtrat bebas sel
(FBS) diperoleh melalui penyaringan steril dengan filter 0,22 m (Millipore). FBS
dikonsentrasikan dengan cara menambahkan ke dalam FBS metanol (MeOH)
dengan rasio 1:1, kemudian dievaporasi dalam rotary evaporator pada suhu
40-45 C selama 60 menit atau hingga mencapai 1/5 volume awal. Pemekatan FBS
bertujuan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari BAL. FBS terkonsentrasi
segera disimpan dalam refrigerator (4 C) sebelum digunakan.
Persiapan Bakteri Indikator.
Bakteri uji (BAL dan bakteri patogen) yang
digunakan adalah bakteri yang berumur 24 jam. Bakteri patogen dengan populasi
awal minimal 108 cfu/ml (standar Mc Farland no.2) dalam media NB terlebih
dahulu diencerkan dalam larutan NaCl fisiologis hingga didapatkan populasi
sebesar 105 cfu/ml.
20
Konfrontasi Filtrat Bebas Sel dengan Bakteri Indikator. Pengujian aktivitas
antimikroba kultur L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan
L. acidophilus Y-01 terhadap bakteri patogen dilakukan dengan metode difusi agar
sumur. Sebanyak masing-masing 1 ml kultur bakteri patogen yang telah diencerkan
dengan populasi 105 cfu/ml dipipet ke dalam cawan Petri, lalu ditambahkan media
Muller Hinton Agar dengan suhu 50 C sebanyak 20 ml/cawan dan dihomogenkan
dengan cara digerakkan membentuk angka delapan. Media MHA berisi bakteri
patogen indikator dibiarkan padat, kemudian dibuat sumur difusi berdiameter 7 mm
dengan alat pelubang atau cork borer, lalu bagian bawah sumur dilapisi dengan
media Bacteriological Agar untuk menghindari filtrat merembes di dasar sumur.
Sebanyak 50 l FBS terkonsentrasi dipipet ke dalam sumur, lalu cawan beserta isi
diletakkan dalam refrigerator untuk memberi kesempatan FBS berdifusi ke dalam
agar. Cawan selanjutnya diinkubasi pada 37

C selama 24 jam. Diameter
penghambatan berupa zona bening yang muncul di sekeliling sumur diukur dengan
jangka sorong pada empat tempat yang berbeda, lalu hasil pengukuran dirataratakan (Gambar 3).
Koloni bakteri patogen indikator
A B
C
Zona Bening
D
Sumur diisi FBS
Keterangan : diameter lubang yang diisi FBS adalah 7 mm
Diameter rata-rata = A+B+C+D
4
Diameter penghambatan (mm) = diameter rata-rata (mm) – 7 mm
Gambar 3. Cara Pengukuran Zona Hambat Antimikroba
21
Diagram Alir Penelitian
Stok Kultur Bakteri
Pemeriksaan Kultur Bakteri
BAL
(L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 dan L. acidophilus
Y-01)
Standardisasi Populasi Kultur Starter
(107 cfu/ml)
Pengujian
Ketahanan
pH
(2; 2,5; 3,2
dan 7,2)
Pengujian
Ketahanan
Garam
empedu
(0,3% oxgall)
Bakteri Patogen Indikator
(S. Typhimurium ATCC 14028,
E. coli ATCC 25922 dan
S. aureus ATCC 25923)
Standardisasi Populasi Bakteri Patogen
Indikator
(standar Mc Farland no.2 yaitu 108 cfu/ml)
Pengujian
Ketahanan
Antibiotik
(Amoksisilin
dan
Kloramfenikol)
Persiapan
FBS dan
FBS
Terkonsentrasi 5x
Konfrontasi
(difusi agar sumur)
Tidak Tahan
Tahan
Menghasilkan zona
penghambatan
Tidak menghasilkan
zona penghambatan
Bakteri Probiotik
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
Rancangan Percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t dan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Analisis uji t digunakan untuk analisis ketahanan BAL indigenous dadiah
terhadap 1) kondisi keasaman lambung yang berbeda, 2) garam empedu dan
3) antibiotik berbeda. Data dianalisis dengan uji t untuk membandingkan dua
perlakuan yaitu sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan untuk
melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dengan masing-masing
22
perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Rumus yang digunakan menurut Walpole (1995)
sebagai berikut :
Keterangan :
µi
= rata-rata perlakuan ke-i
µj
= rata-rata perlakuan ke-j
s
= simpangan baku
n
= jumlah data
Rancangan Acak Lengap dengan dua kali pengulangan untuk analisis
aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen serta tiga kali pengulangan untuk
analisis persentase bakteri yang hidup pada kondisi keasaman lambung yang
berbeda, garam empedu dan antibiotik berbeda. Model matematika untuk
Rancangan Acak Lengkap berdasarkan Steel dan Torrie (1995) adalah :
Yij = μ + δi + εij
Keterangan :
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan Umum
δi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
 Uji aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen
i = BAL yang berbeda, j = ulangan ke-1 dan 2.
 Uji persentase bakteri yang hidup pada kondisi keasaman lambung yang
berbeda, garam empedu dan antibiotik berbeda
i = BAL yang berbeda, j = ulangan ke-1, 2 dan 3.
Data yang diperoleh diuji asumsi terlebih dahulu, apabila memenuhi asumsi
maka akan dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) sedangkan apabila
tidak memenuhi asumsi maka ditransformasi terlebih dahulu dan apabila masih
tidak memenuhi uji asumsi maka akan dianalisis dengan Kruskal Wallis. Jika pada
analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Tukey (Steel dan Torrie, 1995).
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen
Indikator
Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk
sangatlah penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kultur starter yang
akan digunakan tidak terkontaminasi oleh kapang, khamir ataupun oleh
mikroorganisme lain.
Kemurnian suatu kultur starter dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan morfologi menggunakan pewarnaan Gram dan pengujian sifat katalase
menggunakan hidrogen peroksida (H202).
Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang
paling penting dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian suatu bakteri.
Pada pewarnaan Gram ini, bakteri dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
susunan dinding selnya yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczar
dan Chan, 2007). Pemeriksaan kultur starter yang dilakukan dalam penelitian ini
terdiri atas bakteri L. plantarum (Lp D-01) dan L. lactis (Ll D-01) yang merupakan
isolat asal dadiah susu kerbau, L. acidophilus (La Y-01) dan B. longum (Bl Y-01)
yang merupakan isolat dari produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008) serta bakteri
patogen indikator yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, dan
S. Typhimurium ATCC 14028. Pemeriksaan kultur starter dengan bantuan metode
pewarnaan Gram didapatkan hasil bahwa kultur starter memiliki bentuk yang
seragam (tidak terdapat kontaminasi) dan tergolong ke dalam bakteri Gram positif
untuk kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01,
L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 serta bakteri Gram negatif untuk
kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028.
Karakteristik dan bentuk morfologi masing-masing kultur starter dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen
Indikator
Bakteri
L. plantarum D-01
Pewarnaan
Gram
Positif
Morfologi Bentuk dan Susunan
Batang tunggal dan
Sifat
Katalase
Negatif
berantai pendek
L. lactis D-01
Positif
Bulat berantai
Negatif
pendek
B. longum Y-01
Positif
Batang tunggal dan
Negatif
berantai pendek
L. acidophilus
Positif
Y-01
Batang tunggal dan
Negatif
berantai pendek
S. aureus ATCC
Positif
25923
Bulat tunggal dan
Positif
berbentuk anggur
E. coli ATCC
Negatif
Batang tunggal
Positif
25922
S. Typhimurium
ATCC 14028
Negatif
Batang tunggal dan
Positif
berkoloni
Kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01,
L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 tergolong kedalam bakteri Gram
positif disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan warna ungu yang
berasal dari zat pewarna kristal violet meskipun sudah diberi alkohol 95% dan
setelah diberi pewarna tandingannya yaitu safranin.
Pelczar dan Chan (2007)
25
menjelaskan bahwa bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu
disebabkan ketika ditetesi oleh alkohol 95%, dinding sel mengalami dehidrasi, poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga membuat
zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel dan ketika ditetesi dengan zat
pewarna safranin, warna merah yang berasal dari safranin tidak berpengaruh (tidak
masuk ke dalam dinding sel). Fardiaz (1992) juga menambahkan bahwa bakteri
Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan pada bakteri Gram
positif memiliki dinding sel yang tebal dengan ukuran dari 18 sampai 80 nm. Tebal
dinding sel sangat bergantung pada peptidoglikan asam teikoat yaitu polimer dari
ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N asetilglukosamin. Bakteri Gram postif
tersusun atas dua lapisan dinding selnya yaitu 90% lapisan peptidoglikan yang
dapat mempertahankan warna ungu dan 10% lapisan tipis yakni asam teikoat.
Kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028
tergolong ke dalam bakteri Gram negatif, disebabkan bakteri tersebut tidak dapat
mempertahankan zat pewarna kristal violet ketika diberi alkohol 95%. Pelczar dan
Chan (2007) mengatakan bahwa bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan
zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95%, lipid dari
dinding sel terekstraksi, pori-pori mengembang sehingga membuat zat pewarna
kristal violet keluar dari sel dan membuat sel menjadi tidak berwarna. Sel bakteri
yang tidak berwarna tersebut apabila ditetesi dengan safranin maka sel tersebut
akan menyerap zat pewarna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna
merah ketika dilihat di bawah mikroskop.
Fardiaz (1992) juga menambahkan
bahwa dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari peptidoglikan dengan ukuran 10
sampai 15 nm sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri Gram negatif ini
dikelilingi oleh membran luar yang terpisah dari tubuh bakteri dengan suatu ruang
periplasmik yaitu terdiri atas bagian dalam fosfolipid dan bagian luar
lipopolisakharida.
Pengamatan morfologi terhadap L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan
L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa bakteri tersebut berbentuk batang dan
mempunyai susunan tunggal dan berantai pendek. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Fardiaz (1992) yakni L. plantarum dan L. acidophilus berbentuk batang tunggal
maupun rantai pendek serta pernyataan Wahyudi dan Samsundari (2008) yaitu
26
B. longum berbentuk batang. Hasil pengamatan morfologi L. lactis D-01 didapatkan
hasil bahwa bakteri tersebut berbentuk bulat berantai pendek dan hal ini sesuai
dengan pernyataan Surono (2004) yaitu L. lactis termasuk ke dalam famili
Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek.
Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa bakteri E. coli dan S. Typhimurium
memiliki bentuk morfologi batang, sedangkan bakteri S. aureus memiliki bentuk
morfologi bulat dengan susunan tunggal maupun berbentuk anggur. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan yaitu E. coli ATCC 25922 berbentuk batang dengan
susunan tunggal, S. Typhimurium ATCC 14028 berbentuk batang dengan susunan
tunggal dan berkoloni serta S. aureus ATCC 25923 berbentuk bulat dengan susunan
tunggal dan berbentuk anggur.
Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase
yang terdapat pada kultur starter bakteri. Produksi enzim katalase dapat diketahui
dengan cara larutan H2O2 diteteskan di atas preparat bakteri yaitu apabila terbentuk
gelembung-gelembung gas hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut melepaskan
gas O2 dan dinyatakan sebagai bakteri katalase positif. Bakteri yang tidak
menghasilkan gas O2 setelah ditetesi H2O2 menunjukkan bahwa bakteri tersebut
memiliki enzim peroksidase yang dapat mencegah produksi gas O2 dan bakteri
tersebut dinyatakan sebagai bakteri katalase negatif (Surono, 2004).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kultur starter indigenous dadiah
yakni L. plantarum D-01, L. lactis D-01 serta BAL produk olahan susu sapi yaitu
L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 tidak menghasilkan gelembunggelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H202 sehingga digolongkan sebagai
bakteri katalase negatif sedangkan kultur bakteri patogen indikator yaitu E. coli
ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028
menghasilkan gelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H2O2 sehingga
digolongkan sebagai bakteri katalase positif. Hal ini sesuai dengan Buckle et al.
(2007) yang menyatakan bahwa L. plantarum, L. lactis, L. acidophilus dan
B. longum tergolong ke dalam bakteri katalase negatif sedangkan E. coli, S. aureus
dan S. Typhimurium tergolong ke dalam bakteri katalase positif.
27
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi
Keasaman Lambung yang Berbeda
Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu bakteri dapat dikatakan
sebagai bakteri probiotik apabila bakteri tersebut masih aktif pada kondisi asam
lambung. Stress yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran
pencernaan adalah terpapar pada asam lambung. Pada kondisi pH rendah, BAL
tidak hanya tumbuh lambat tetapi mungkin juga mengalami kerusakan asam dan
menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah. Surono
(2004) mengatakan bahwa pH lambung dalam keadaan istirahat sangatlah rendah
yaitu sekitar 2.
Pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi
terhadap kondisi keasaman lambung in vitro dilakukan pada pH medium 2; 2,5; 3,2
dan 7,2 selama 180 menit. Penentuan nilai pH yang berbeda berdasarkan pada
kondisi keasaman saluran pencernaan pada lambung yang selalu berubah yaitu pH
lambung dalam keadaan istirahat atau kosong sangatlah rendah sekitar 2,0, berubah
menjadi 2,5 ketika enzim pepsin menghidrolisis protein (Surono, 2004), meningkat
menjadi 3,2 ketika asam lambung disekresikan dan berada sekitar 7,2 ketika mulai
memasuki usus (Mitsuoka, 1990). Waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk
sampai keluar lambung adalah sekitar 90 menit (Berrada et al., 1991). Waktu yang
digunakan dalam penelitian ini lebih panjang yaitu 180 menit disebabkan bakteri
untuk mencapai usus halus memerlukan waktu dan selama perjalanan menuju usus
pH pencernaan masih berada pada kondisi yang asam. Kemampuan L. plantarum
D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau
bertahan pada keasaman lambung yang berbeda selama 180 menit dapat dilihat
Tabel 3.
Bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan
populasi ketika berada pada pH 2, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan
L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan beradapatasi ketika berada pada pH 2
(Tabel 3). Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan populasi sebesar 1,51
log10 cfu/ml dan L. lactis D-01 mengalami penurunan sebesar 1,27 log10 cfu/ml
(P<0,01). Meskipun kedua bakteri tersebut mengalami penurunan populasi, kedua
bakteri tersebut masih tetap memiliki ketahanan yang baik dibuktikan dengan
populasi yang mampu hidup sebesar >80%. Menurut Jacobsen et al. (1999) semua
28
bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah, maka bakteri tersebut
dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam, sehingga walaupun penurunan
jumlah koloni lebih dari 1 log cfu/ml bukan berarti bakteri tersebut tidak tahan
terhadap pH 2, kecuali BAL tersebut memang tidak mampu bertahan pada pH 2,
ditunjukkan oleh tidak dijumpai populasi bakteri pada kondisi tersebut.
Tabel 3. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi
pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda
Populasi BAL (log10 cfu/ml)
No.
Lama
inkubasi
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
1
pH 2,0
P0 menit
A
7,98 ± 0,13
B
A
7,15 ± 0,29
7,06 ± 0,12
B
7,72 ± 0,24
P180 menit
6,47 ± 0,09
6,45 ± 0,20
7,31 ± 0,33
7,15 ± 0,13
(P180 - P0)*
-1,51 ±1,07
-1,27 ± 0,90
0,16 ± 0,11
0,09 ± 0,06
2
pH 2,5
a
P0 menit
7,52 ± 0,12
7,24 ± 0,45
7,36a ± 0,09
7,25 ± 0,02
P180 menit
6,01b ± 0,31
6,49 ± 0,30
7,62b ± 0,06
7,54 ± 0,12
(P180 - P0)*
-1,51 ± 1,07
-0,75 ± 0,53
0,26 ± 0,18
0,29 ± 0,21
3
pH 3,2
A
P0 menit
7,81 ± 0,28
7,04 ± 0,12
7,50 ± 0,33
7,12a ± 0,03
P180 menit
6,37B ± 0,23
6,89 ± 0,34
7,92 ± 0,29
7,43b ± 0,08
(P180 - P0)*
-1,44 ± 1,02
-0,15 ± 0,11
0,42 ± 0,30
0,31 ± 0,22
4
pH 7,2
P0 menit
7,93 ± 0,29
7,43 ± 0,08
7,01a ± 0,17
7,45a ± 0,08
P180 menit
8,48 ± 0,13
7,86 ± 0,17
7,45b ± 0,15
7,81b ± 0,14
(P180 - P0)*
0,55 ± 0,39
0,43 ± 0,30
0,44 ± 0,31
0,36 ± 0,25
Keterangan :*hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL
Superskrip (A,B) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01)
Superskrip (a,b) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada menit ke-0 dengan ke-180 menit
Pada perlakuan pH 2,5 (Tabel 3) dapat dilihat bahwa bakteri L. plantarum
D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah koloni, sedangkan bakteri
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kondisi keasaman
29
lambung tersebut. Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan jumlah
populasi sebesar 1,51 log10 cfu/ml pada pH 2,5, sedangkan bakteri B. longum Y-01
mampu tumbuh dan meningkatkan jumlah populasi sebesar 0,26 log10 cfu/ml pada
kondisi yang sama. Bakteri L. plantarum D-01 tetap dikatakan mampu bertahan
hidup di media dengan pH 2,5 meskipun mengalami penurunan populasi
disebabkan bakteri tersebut masih dapat mempertahankan jumlah populasinya
sebesar 79%.
Pada pH 3,2, bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami
penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus
Y-01 mengalami peningkatan jumlah populasi. Bakteri
L. acidophilus Y-01
mengalami peningkatan sebesar 0,31 log10 cfu/ml serta bakteri L. plantarum D-01
mengalami penurunan sebesar 1,44 log10 cfu/ml. Bakteri L. plantarum D-01 tetap
dikatakan mampu bertahan pada pH 3,2 disebabkan sebagian besar bakteri (81%)
mampu bertahan pada pH rendah, meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan
bakteri tersebut tahan terhadap pH (Jacobsen et al., 1999).
Pada pH 7,2, keempat BAL yang diuji dapat tumbuh serta memiliki
ketahanan yang sangat baik dan tidak mengalami penurunan jumlah populasi.
Populasi B. longum Y-01 mampu meningkatkan sebesar 0,44 log10 cfu/ml dan
L. acidophilus sebesar 0,36 log10 cfu/ml ketika ditumbuhkan pada pH 7,2. Bakteri
L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01
memiliki ketahanan yang baik pada kondisi keasaman lambung yang berbeda baik
pada pH 2, 2,5, 3,2 serta 7,2 disebabkan jumlah persentase bakteri yang hidup lebih
dari 75% yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi Keasaman Lambung yang
Berbeda
Perlakuan
Persentase BAL yang Hidup (%)
L. plantarum
D-01
L. lactis
D-01
B. longum
Y-01
L. acidophilus
Y-01
pH 2
81,12b ± 2,31
83,69b ± 3,85
102,32a ± 0,46
101,27 a ± 1,00
pH 2,5
79,91 b ± 3,04
89,76 ab ± 1,42
103,51 ab ± 1,34 104,00 a ± 1,89
pH 3,2
81,61 B ± 4,59
97,97 A ± 6,46
105,67 A ± 4,00 104,36A ± 1,39
pH 7,2
107,01 ± 3,65
105,78 ± 1,13
106,29 ± 3,57
104,83 ± 1,76
Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01)
Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
30
Pada pH 2 dan 2,5, persentase bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni bakteri
B. longum Y-01 mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar pada pH 2
yang nilainya tidak berbeda dengan L. acidophilus Y-01. Pada pH 2,5 jumlah
persentase bakteri hidup terbesar adalah L. acidophilus Y-01 yang nilainya tidak
berbeda dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada pH 3,2, persentase
kemampuan BAL yang hidup secara nyata sangat berbeda yaitu B. longum Y-01
mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda
dengan L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01.
Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki persentase
bakteri hidup lebih besar dibandingkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis
D-01 (Tabel 4) disebabkan Bifidobacteria dan L. acidophilus merupakan mikroba
yang berkarakteristik mampu mencapai dan hidup dalam keadaan utuh di dalam
usus dengan jumlah yang cukup tinggi (Nakazawa dan Hosono, 1992).
Pada
penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat
bertahan dan tumbuh, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang
dapat dilihat pada Gambar 5.
Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki
ketahanan yang baik untuk tumbuh pada kondisi keasaman lambung yang berbeda.
Grafik pertumbuhan L. plantarum D-01 menunjukkan bahwa pada menit ke-0
sampai ke-90 bakteri tersebut mampu tumbuh dan bertahan pada kondisi keasaman
lambung yang berbeda, namun setelah menit ke-90 sampai menit ke-180 bakteri
tersebut secara bertahap mulai mengalami penurunan jumlah populasi pada pH 2;
2,5 dan 3,2 sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut dapat tumbuh normal dan
mengalami peningkatan jumlah populasi sampai pada menit ke-180. Hal ini
menandakan bahwa pada pH 2; 2,5 dan 3,2 bakteri L. plantarum D-01 mampu
bertahan sampai menit ke-90, sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut mampu
tumbuh ditunjukkan oleh populasi akhir yang lebih besar dari populasi awal.
31
,
,
,
,
,
,
=
,
,
,
,
,
,
=
,
,
,
,
,
,
=
,
,
,
,
,
,
=
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda
dengan pH 2 ( ), pH 2,5 (
), pH 3,2 (
) dan 7,2 ( )
32
Grafik bakteri B. longum Y-01 dan L. lactis D-01 menunjukkan pertumbuhan yang statis selama 180 menit. Hal ini menandakan bahwa kedua bakteri tersebut
mampu bertahan pada kondisi asam lambung, namun peningkatan populasinya tidak
nyata terlihat. Grafik bakteri L. acidophilus Y-01 (Gambar 5) menunjukkan
pertumbuhan yang fluktuatif dan pada pengamatan menit ke-180 populasinya
mengalami peningkatan bila dibandingkan pada menit ke-0. Hal ini menandakan
bahwa bakteri L. acidophilus mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi keasaman
lambung yang berbeda.
Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa kondisi yang sangat asam dapat
mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler yang dapat
menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan asam memiliki ketahanan yang lebih
besar terhadap kerusakan membran akibat penurunan pH ekstraseluler dibandingkan
dengan bakteri yang tidak tahan terhadap asam. Toleransi BAL yang cukup tinggi
terhadap asam biasanya juga disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan
pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Pertahanan pH sitoplasma yang
lebih basa, terjadi bila sel memiliki membran yang merupakan barier yang
membatasi pergerakan senyawa/proton. Komposisi asam lemak dan protein
penyusun membran yang beragam di antara spesies bakteri juga diduga
mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah.
Surono (2004) menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki
oleh bakteri Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap asam.
Peptidoglikan merupakan molekul besar yang disusun oleh senyawa gula dan asam
amino.
Dua
gula
penyusunnya
adalah
N-acetylglucosamin
(NAG)
dan
N-acetymuramic acid (NAM). Lapisan peptidoglikan tunggal saling berikatan
dengan lapisan lainnya melalui bagian rantai asam aminonya, sehingga membentuk
suatu ikatan silang yang kuat menutupi seluruh sel. Masuknya asam ke dalam sel
dapat melalui beberapa cara antara lain melalui asam teikoat yang hanya ditemui
pada dinding sel dan membran dinding sel dari Gram positif. Asam teikoat
diketahui mempunyai muatan negatif sehingga dapat membatasi macam substansi
yang akan diikat dan diteruskan dalam sel. Selain itu dapat melalui adsorbsi yang
mempengaruhi permeabilitas dan porositas dinding sel yang menyebabkan
terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna
33
karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi
membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis apalagi
bakteri Gram negatif yang kandungan peptidoglikannya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan bakteri Gram positif, sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan kematian sel.
Nannen dan Hutkins (1991) juga menjelaskan bahwa untuk bertahan di
lingkungan asam, suatu BAL harus mampu mempertahankan pH intraseluler yang
lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler. Bakteri yang tidak tahan terhadap asam
akan menjaga pH intraseluler mendekati netral, sedangkan BAL yang lebih tahan
terhadap asam secara dinamis akan mengubah pH intraseluler seiring dengan
penurunan pH ekstraseluler, sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. BAL
dengan gradien proton yang besar tidak menguntungkan dikarenakan translokasi
proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar
mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik
bagi sel tersebut.
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu
Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu BAL dapat dikatakan
bakteri probiotik apabila mampu bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan
terutama ketika BAL memasuki bagian atas saluran usus yaitu tempat garam
empedu disekresikan di dalam usus. Surono (2004) juga menambahkan bahwa asam
empedu terbentuk dalam hati dan disalurkan ke usus melalui usus dua belas jari.
Asam empedu mengandung padatan seperti garam empedu, terbanyak garam Na
dan segmen empedu seperti bilirubin glukuronida, sulfat steroid dan senyawa racun
lainnya serta mengandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol.
Asam empedu akan diserap kembali dari ileum bagian bawah dan kembali
ke hati untuk disekresikan kembali ke empedu. Asam empedu yang tidak diserap
kembali dan lolos ke usus besar didekonjugasi oleh bakteri usus menjadi asam
empedu sekunder. Semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam
MRSA yang ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam
empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang
kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang
resisten terhadap garam empedu (Zavaglia et al., 1998).
34
Waktu pengamatan ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan
susu sapi terhadap garam empedu dilakukan selama 24 jam. Menurut Surono
(2004), lamanya bakteri hidup di dalam usus adalah sekitar 4-6 jam. Namun, bakteri
yang telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus
bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik, sehingga waktu pengamatan
yang dilakukan dalam penelitian ini diperpanjang hingga 24 jam. Kemampuan
L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh
atau bertahan pada garam empedu selama 24 jam dapat dilihat Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi
tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu
Populasi BAL (log10 cfu/ml)
No.
Lama
inkubasi
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
1.
Kontrol (Tanpa Garam Empedu)
P0 jam
7,31 ± 0,11
7,34A ± 0,05
7,37 ± 0,10
7,92 ± 0,13
P24 jam
7,43 ± 0,11
7,98B ± 0,06
7,62 ± 0,15
8,18 ± 0,06
(P24 - P0)*
0,12 ± 0,09
0,64 ± 0,45
0,25 ± 0,18
0,26 ± 0,18
2.
Garam empedu
A
P0 jam
7,85 ± 0,83
7,99 ± 0,07
8,41a ± 0,03
7,54a ± 0,10
P24 jam
6,37 ± 0,63
6,05B ± 0,12
8,51b ± 0,01
7,78b ± 0,07
(P24 - P0)*
-1,48 ± 1,05
-1,94 ± 1,37
0,10 ± 0,07
0,24 ± 0,17
Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL
Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01)
Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada jam ke-0 dengan ke-24 jam
Keempat BAL yang diuji mampu tumbuh pada media PBS dengan pH 7,2
yang tidak diberi garam empedu (Tabel 5). Bakteri L. lactis D-01 mengalami
peningkatan populasi secara nyata sebesar 0,64 log10 cfu/ml (P<0,05) ketika
ditumbuhkan pada media PBS.
Walaupun tidak terdapat zat penghambat dan
ditumbuhkan pada suhu dan pH yang sesuai, namun di dalam media PBS nutrisi
yang diperlukan oleh BAL tidak terpenuhi sehingga pertumbuhan BAL tidak dapat
meningkat secara maksimal. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba terdiri atas ketersediaan nutrisi, pH,
35
suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba
lainnya. Media PBS tidak terdapat nutrisi disebabkan di dalam media PBS hanya
terdiri dari bahan-bahan kimia yang dapat menstabilkan pH diantaranya NaCl, KCl
dan Na2HP04 x 2 H20.
Bakteri asam laktat indigenous dadiah mengalami penurunan populasi
sebesar ± 1,5 log10 cfu/ml untuk L. plantarum D-01 dan ± 2,0 log10 cfu/ml untuk
L. lactis D-01 (P<0,01) pada kondisi lingkungan saluran pencernaan dengan garam
empedu, sebaliknya bakteri asam laktat asal produk olahan susu sapi yakni
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat bertahan dan meningkat populasinya
(P<0,05). Bakteri L. lactis D-01 tetap memiliki ketahanan yang baik disebabkan
sebagian besar bakteri (75%) mampu bertahan pada garam empedu, sehingga
meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan bakteri tersebut tahan terhadap
garam empedu (Jacobsen et al., 1999). Persentase BAL yang hidup pada media
tanpa atau dengan penambahan garam empedu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan
Garam Empedu
Perlakuan
Persentase BAL yang Hidup (%)
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
B
A
B
Kontrol
101,71 ± 2,49 108,72 ± 0,61
103,39 ± 1,01 103,25B ± 1,19
Garam Empedu
81,22 ab ± 5,71 75,75 b ± 1,42
101,19 ab ± 0,30 103,20 a ± 1,94
Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01)
Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pada perlakuan penambahan garam empedu, persentase bakteri L. plantarum
D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata
berbeda-beda, yakni bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri
hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda dengan L. plantarum D-01 dan
B. longum Y-01. Pada media tanpa penambahan garam empedu, persentase BAL
yang hidup secara nyata sangat berbeda (P<0,01), yaitu bakteri L. lactis D-01
mempunyai jumlah persentase bakteri terbesar. Pada penelitian ini selain
mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan, juga
diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 6.
36
,
,
,
,
=
,
,
,
,
=
,
,
,
,
=
,
,
,
,
=
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu dengan Garam Empedu (
) atau tanpa Garam Empedu
(
)
37
Keempat BAL yang diuji baik L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum
Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik terhadap garam
empedu (Gambar 6).
L. plantarum D-01 dan B. longum Y-01 menunjukkan
pertumbuhan yang fluktuatif pada media tanpa adanya penambahan garam empedu
sedangkan keberadaan garam empedu menyebabkan pertumbuhan yang statis.
Pertumbuhan L. plantarum D-01 pada media tanpa penambahan garam empedu
menunjukkan kurva yang fluktuatif sampai jam ke-17 dan setelah jam ke-17
populasinya secara bertahap mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa
bakteri L. plantarum mampu berkembang biak setelah jam ke-17.
Kurva pertumbuhan L. lactis D-01 (Gambar 6) menunjukkan bahwa tanpa
atau dengan garam empedu bakteri mengalami pertumbuhan yang statis. Hal ini
menandakan bahwa bakteri L. lactis hanya mampu bertahan pada garam empedu
namun tidak dapat tumbuh. Grafik L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa tanpa
atau dengan garam empedu bakteri tersebut mengalami pertumbuhan yang hampir
statis, namun jumlah populasi akhir bakteri tersebut lebih besar daripada populasi
awal. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan
tumbuh pada media tanpa atau dengan garam empedu.
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa L. plantarum
D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan
yang baik terhadap garam empedu. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus
Y-01 memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan bakteri L. plantarum D-01
dan L. lactis D-01 disebabkan kedua bakteri tersebut tidak mengalami penurunan
jumlah populasi ketika diberi perlakuan garam empedu.
Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa garam empedu berpengaruh
terhadap permeabilitas sel bakteri. Pada BAL yang tahan terhadap garam empedu
apabila diinkubasi pada larutan penyangga yang mengandung garam empedu masih
dapat tumbuh dan tidak akan mengalami lisis. Namun, BAL tersebut tetap
mengalami kebocoran materi intraseluler. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
perubahan sifat permeabilitas sel pada membran sel bakteri. Pada bakteri yang
tidak tahan terhadap garam empedu, perubahan permeabilitas sel dan kebocoran
materi intraseluler lebih besar, sehingga sel bakteri akan mati karena lisis.
Perubahan struktur membran sel dan sifat permeabilitas sel dapat terjadi akibat
38
enzim lipolitik yang disekresikan pankreas bereaksi dengan asam lemak pada
membran sitoplasma bakteri. Keragaman struktur asam lemak pada membran
sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya,
sehingga mungkin mempengaruhi ketahanannya terhadap garam empedu. Surono
(2004) juga menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri
Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu.
Bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel tipis akan lebih mudah mengalami
lisis dan mengakibatkan kematian apabila terkena garam empedu, sedangkan
bakteri Gram positif yang memiliki dinding sel lebih tebal dapat mempertahankan
hidupnya dan tidak mengalami lisis apabila terkena garam empedu.
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik
Berbeda
Widodo (2002) menyatakan bahwa salah satu syarat BAL yang bermanfaat
sebagai probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Antibiotik
merupakan musuh paling berbahaya bagi mikroba. Antibiotik akan menyapu bersih
populasi bakteri di dalam usus tanpa pandang bulu, sehingga untuk sesaat usus
menjadi bersih tanpa adanya bakteri. BAL yang memiliki ketahanan terhadap
antibiotik tidak akan mati ketika diberi antibiotik, sehingga di dalam usus manusia
keseimbangan mikrobanya masih dapat terjaga.
Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan
kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Pengujian ketahanan BAL
indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap antibiotik berbeda
dilakukan pada antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol. Antibiotik amoksisilin
dan kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap
banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kedua antibiotik tersebut juga
sering dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga antibiotik tersebut dipilih untuk
diujikan pada penelitian. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum
Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk bertahan dan tumbuh dalam media yang
mengandung antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol selama 24 jam dapat dilihat
Tabel 7.
39
Tabel 7. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi
tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik
Populasi BAL (log10 cfu/ml)
No. Lama
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
inkubasi
1
Kontrol (Tanpa Antibiotik)
P0 jam
7,89 ± 0,03
7,72A ± 0,05
7,79A ± 0,04
7,83A ± 0,03
P24 jam
11,26B ± 0,05
9,59B ± 0,05
9,89B ± 0,02
9,31B ± 0,04
3,37 ± 2,38
1,87 ± 1,32
2,10 ± 1,48
1,48 ± 1,05
(P24 - P0)*
A
2
Antibiotik Amoksisilin
P0 jam
7,86 ± 0,43
7,68A ± 0,22
B
7,65 ± 0,13
7,82 ± 0,79
P24 jam
7,53 ± 0,60
6,10 ± 0,10
7,82 ± 0,10
8,20 ± 0,37
(P24 - P0)*
-0,33 ± 0,23
-1,58 ± 1,12
0,17 ± 0,12
0,38 ± 0,27
3
Antibiotik Kloramfenikol
a
P0 jam
7,89 ± 0,02
7,93a ± 0,02
7,92A ± 0,03
7,73a ± 0,05
P24 jam
8,21b ± 0,06
8,20b ± 0,08
8,12B ± 0,03
8,23b ± 0,11
(P24 - P0)*
0,32 ± 0,23
0,27 ± 0,19
0,20 ± 0,14
0,50 ± 0,35
Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL
Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01)
Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Uji t dilakukan dengan membandingkan jumlah populasi jam ke-0 dengan ke-24 jam
Pertumbuhan bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan
L. acidophilus Y-01 dalam media tanpa antibiotik (Tabel 7) mengalami peningkatan
jumlah populasi dari jam ke-0 sampai jam ke-24. BAL indigenous dadiah dan
produk olahan susu sapi tumbuh dengan baik dan nyata meningkat populasinya
(P<0,01) sebesar 1,5 – 3 log10 cfu/ml selama 24 jam inkubasi dalam media MRSB
tanpa penambahan antibiotik, dengan peningkatan populasi tertinggi didapatkan
pada L. plantarum D-01.
Keempat BAL yang diuji tersebut mampu tumbuh dan berkembang biak
pada media MRSB disebabkan pada media MRSB terdapat nutrisi yang baik untuk
pertumbuhan bakteri diantaranya sumber karbohidrat yaitu dextrose. Selain
mengandung nutrisi, kondisi lingkungan pengujian yang sangat mendukung seperti
pH dan suhu yang sesuai serta tidak terdapat zat penghambat membuat keempat
40
BAL yang diuji mampu tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Buckle et al. (2007) yang mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan nutrisi, pH,
suhu, ketersediaan oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan
mikroba lainnya.
Pada media yang diberi antibiotik amoksisilin, bakteri L. plantarum D-01
dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu mempertahankan jumlah
populasinya (Tabel 7). Bakteri L. lactis D-01 mengalami penurunan populasi
sebesar 1,58 log10 cfu/ml. Bakteri L. lactis D-01 tetap dikatakan mampu hidup pada
media yang telah diberi antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi disebabkan menurut
Jacobsen et al. (1999) semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi yang telah
diberi antibiotik dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap antibiotik meskipun
jumlah populasinya mengalami penurunan.
Hasil penelitian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu
sapi terhadap antibiotik kloramfenikol (Tabel 7) menunjukkan bahwa keempat BAL
yang diuji mampu mempertahankan jumlah populasinya meskipun telah diberi
antibiotik kloramfenikol. BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi
mampu bertahan dan meningkatkan populasi (P<0,05) sebesar 0,32 log10 cfu/ml
untuk L. plantarum D-01, 0,27 log10 cfu/ml untuk bakteri L. lactis D-01, 0,50 log10
cfu/ml untuk bakteri L. acidophilus Y-01 serta meningkatkan populasi (P<0,01)
sebesar 0,20 log10 cfu/ml untuk bakteri B. longum Y-01 pada kondisi lingkungan
saluran pencernaan dengan antibiotik kloramfenikol.
Keempat BAL yang diuji tetap dikatakan tahan terhadap antibiotik
meskipun L. lactis D-01 secara signifikan mengalami penurunan jumlah populasi.
Hal ini disebabkan oleh jumlah persentase bakteri yang hidup masih lebih dari 90%
yang dapat dilihat pada Tabel 8.
41
Tabel 8. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan
Antibiotik
Perlakuan
Kontrol
Amoksisilin
Kloramfenikol
Persentase BAL yang Hidup (%)
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
a
142,70 ± 0,44
ab
ab
124,22 ± 1,19 126,96 ± 0,63 118,88b ± 0,50
95,78 ± 5,39
91,71 ± 13,55
102,23 ± 2,76 105,48 ± 10,29
ab
ab
102,53b ± 0,66 106,45a ± 1,82
104,06 ± 1,06
103,40 ± 0,90
Keterangan : Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pada media tanpa antibiotik, persentase bakteri hidup L. plantarum D-01,
L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda,
yakni persentase bakteri hidup terbesar adalah L. plantarum D-01 yang nilainya
tidak signifikan dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada media dengan
antibiotik kloramfenikol, jumlah bakteri yang mampu hidup secara nyata sangat
berbeda, yaitu bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri hidup
terbesar yang nilainya tidak signifikan dengan L. plantarum D-01 dan L. lactis
Y-01. Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri
yang dapat bertahan, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat
dilihat pada Gambar 7.
Bakteri L. plantarum D-01, L. Lactis D-01, B. longum Y-01, dan
L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada antibiotik
yang berbeda. Kurva kontrol keempat BAL selalu mengalami peningkatan dari jam
ke-0 sampai jam ke-24. Hal ini menandakan bahwa tanpa diberi perlakuan (tanpa
diberi antibiotik) keempat BAL tersebut mampu tumbuh dengan baik.
Pada kurva kontrol (Gambar 7) dapat dilihat fase-fase pertumbuhan bakteri
yaitu fase adaptasi, fase logaritmik dan fase stasioner. Fase adaptasi berlangsung
pada 0-3 jam inkubasi untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 0-2 jam
inkubasi untuk bakteri L. plantarum D-01, serta 0-4 jam inkubasi untuk bakteri
L. acidophilus Y-01. Fase logaritmik terjadi pada 3-10 jam inkubasi untuk bakteri
L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 2-12 jam inkubasi untuk bakteri L. plantarum
D-01, serta 4-12 jam inkubasi untuk bakteri L. acidophilus Y-01. Fase stasioner
berlangsung setelah jam inkubasi ke-10 untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum
42
Y-01 serta setelah jam inkubasi ke-12 untuk bakteri L. plantarum D-01 dan
L. acidophilus Y-01.
.
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
C
B
A
=
C
B
A
=
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
C
B
A
=
C
B
A
=
Keterangan : A = fase adaptasi; B = fase logaritmik; C = fase stasioner
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk
Olahan Susu Sapi dengan Antibiotik Amoksisilin (
), Kloramfenikol
( ) dan tanpa Antibiotik (
)
43
Kecepatan pertumbuhan bakteri berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme dan mekanisme pertumbuhannya.
Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme, semakin lama dibutuhkan oleh
sel untuk membelah. Waktu generasi untuk L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media PBS tanpa antibiotik masingmasing adalah 0,45; 0,15; 0,17 dam 0,34 menit. Buckle et al., (2007) juga
menjelaskan bahwa pada fase logaritmik, sel-sel bakteri akan tumbuh dan
membelah diri sampai jumlah maksimum, sehingga pada fase ini disarankan untuk
dilakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan pada fase logaritmik bertujuan agar
saat menumbuhkan kembali, sel bakteri tidak mengalami fase adaptasi yang terlalu
lama bila ingin digunakan sebagai kultur starter.
Pada
media
dengan
antibiotik
amoksisilin,
pertumbuhan
bakteri
L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami sedikit penurunan. Hal ini berarti
kedua bakteri tersebut kurang bisa tumbuh atau berkembangbiak dengan baik pada
media yang diberi antibiotik amoksisilin disebabkan amoksisilin bekerja dengan
cara bakterisidal. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 pada kondisi
yang sama menunjukkan pertumbuhan yang hampir statis. Hal ini menandakan
bahwa kedua bakteri tersebut dapat hidup pada media yang telah diberi antibiotik
amoksisilin. Namun, perkembangbiakan kedua bakteri tersebut terjadi secara
bertahap disebabkan antibiotik amoksisilin mampu menghambat perkembangbiakan
bakteri.
Pada media dengan antibiotik kloramfenikol, pertumbuhan bakteri L. lactis
D-01 mengalami peningkatan terutama setelah jam ke-11. Hal ini menandakan
bahwa L. lactis D-01 pada jam ke-0 sampai jam ke-11 berusaha melakukan adaptasi
dan setelah jam ke-11 bakteri tersebut mampu berkembang biak secara cepat di
dalam media yang telah diberi antibiotik. Kurva bakteri yang diberi antibiotik
kloramfenikol juga dapat dilihat bahwa bakteri B. longum Y-01 mengalami
pertumbuhan yang statis, sedangkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. acidophilus
Y-01 mengalami peningkatan perlahan-lahan. Hal ini menandakan bahwa bakteri
L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan
hidup dan berkembang biak di dalam media yang diberi antibiotik kloramfenikol,
tetapi perkembangbiakannya terjadi secara bertahap.
44
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa BAL
indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap antibiotik kloramfenikol daripada antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi
disebabkan antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara mengeluarkan tindakan
mematikan (bakterisida) terhadap bakteri yang berada di sekitarnya, sedangkan
antibiotik kloramfenikol bekerja secara bakteriostatis
yakni dengan cara
menghambat pertumbuhan atau pembiakan bakteri, sehingga memungkinkan
bakteri yang telah diberi antibiotik kloramfenikol mampu berkembang biak kembali
(Volk dan Wheeler, 1993).
Antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol sama-sama memiliki spektrum
yang luas. Kedua antibiotik tersebut aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram
negatif. Siswandono (2000) menjelaskan bahwa antibiotik amoksisilin digunakan
untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti
H. Influenza, E. coli, P. mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti : S. pneumoniae, enterococci,
nonpenicilinase-producing
staphylococci,
Listeria.
Antibiotik
kloramfenikol
biasanya hanya digunakan untuk infeksi yang gawat yang disebabkan oleh suatu
bakteri anaerob penyebab meningitis H. influenza dan tifus (Volk dan Wheeler,
1993).
Antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel
yaitu dengan cara mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri
menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel
terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Sitoplasma
yang dilapisi dengan membran sitoplasma terdapat di dalam sel. Sitoplasma tersebut
merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri
dari beberapa lapisan. Pada bakteri Gram tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif
tebal dan dikelilingi lapisan asam teikoat, sedangkan dinding sel bakteri gram negatif
mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis serta dikelilingi lapisan lipoprotein,
lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Perbedaan lapisan peptidoglikan
ini menentukan ketahanan bakteri terhadap tekanan osmotik (Siswandono, 2000).
Antibiotik kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein
yakni dengan cara mengeluarkan efek bakteriostatis yang bereaksi pada ribosom 50S
45
yakni tempat antibiotik menghalangi enzim peptidil transferase. Enzim inilah yang
melaksanakan tiga langkah dengan membentuk ikatan peptida antara asam amino
baru, yang masih melekat pada tRNA-nya dan asam amino terakhir peptida yang
sedang berkembang. Sebagai akibat penghalangan ini, semua sintesis protein terhenti
seketika (Volk dan Wheeler, 1993).
Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen
Salah satu kriteria yang diinginkan dari BAL yang digunakan sebagai kultur
probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri patogen sehingga
mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mempertahankan keseimbangan
mikroflora normal usus (Salminen et al., 2004). Pada penelitian ini digunakan tiga
spesies bakteri patogen yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan
S. Typhimurium ATCC 14028. Ketiga bakteri patogen tersebut digunakan dalam
penelitian ini disebabkan ketiga jenis patogen ini sering menyerang manusia,
sehingga dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui spesies BAL yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen tersebut. Aktivitas antagonistik
BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap S. Typhimurium
ATCC 14028 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028
No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm)
1.
L. plantarum D-01
11,84C ± 0,34
2.
L. lactis D-01
9,73 D ± 0,02
3.
B. longum Y-01
13,13B ± 0,19
4.
L. acidophilus Y-01
15,35A ± 0,28
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01)
Keempat BAL yang diuji memiliki aktivitas antagonistik yang cukup besar
terhadap S. Typhimurium (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fuller (1997)
yakni lactobacilli, bifidobacteria dan L. lactis mampu menghambat secara langsung
bakteri S. Typhimurium. Berdasarkan hasil analisis ragam juga dapat dilihat bahwa
jenis BAL yang berbeda sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap
46
bakteri S. Typhimurium. Pada hasil uji lanjut ditunjukkan bahwa diameter
penghambatan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi berbeda-beda
yakni zona penghambatan terbesar dihasilkan oleh bakteri L. acidophilus Y-01
sebesar 15,35 mm, sedangkan zona penghambatan terkecil dihasilkan oleh bakteri
L. lactis D-01 yaitu sebesar 9,73 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan
BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 8.
a
Gambar 8.
b
c
..
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01,
(c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap
S. Typhimurium ATCC 14028
Pada penelitian ini aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan
produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri E. coli ATCC 25922. Zona
penghambatan yang dihasilkan oleh keempat BAL dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi terhadap E. coli ATCC 25922
No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm)
1.
L. plantarum D-01
12,64B ± 0,28
2.
L. lactis D-01
10,81C ± 0,17
3.
B. longum Y-01
14,72A ± 0,45
4.
L. acidophilus Y-01
15,16A ± 0,32
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01)
Keempat BAL yang diuji memiliki diameter penghambatan yang cukup
besar terhadap bakteri E. coli. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004)
yaitu spesies dan strain dari Lactobacillus sp., Leuconostoc sp., Pediococcus sp.
serta Streptococcus sp. mampu menghambat pertumbuhan E. coli. Fuller (1997)
juga menambahkan bahwa spesies dari Bifidobacteria juga mampu menghambat
secara langsung pertumbuhan bakteri E. coli. Hasil analisis ragam menunjukkan
47
bahwa keempat jenis BAL sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap
bakteri E. coli. Pada uji lanjut dapat dilihat bahwa diameter hambat masing-masing
BAL berbeda-beda kecuali bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01.
Bakteri L. acidophilus Y-01 memiliki diameter penghambatan yang paling
besar yaitu 15,16 mm, namun secara numerik tidak signifikan dengan diameter
penghambatan B. longum Y-01. Diameter penghambatan yang paling kecil
dihasilkan oleh bakteri L. lactis D-01 yakni sebesar 10,81 mm. Penampakan zona
hambat yang dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi
dapat dilihat pada Gambar 9.
a
Gambar 9.
b
c
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01,
(c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC
25922
Pada penelitian aktivitas uji antagonistik BAL indigenous dadiah dan
produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri Gram postif yaitu S. aureus.
Diameter penghambatan yang dihasilkan BAL indigenous dadiah dan produk
olahan susu sapi terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu
Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923
No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm)
11,32ab ± 1,32
1.
L. plantarum D-01
2.
L. lactis D-01
9,40 b ± 0,52
3.
B. longum Y-01
13,80 a ± 0,47
4.
L. acidophilus Y-01
12,53 a ± 0,18
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0,05)
48
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa keempat BAL yang diuji memiliki
diameter penghambatan yang cukup besar terhadap S. aureus ATCC 25923 yaitu
antara 9-12 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu
Lactobacillus dan Lactococcus mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. Fuller
(1997) juga menambahkan bahwa Bifidobacteria memiliki kemampuan untuk
menghambat secara langsung bakteri S. aureus. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa keempat galur BAL yang berbeda mempengaruhi diameter penghambatan
bakteri S. aureus. Pada hasil uji lanjut dapat dilihat bahwa zona penghambatan
yang dihasilkan L. lactis D-01 berbeda dengan zona penghambatan yang dihasilkan
oleh B. longum Y-01. Bakteri B. longum Y-01 memiliki zona penghambatan paling
besar yakni sebesar 13,80 mm, sedangkan L. lactis D-01 memiliki zona
penghambatan paling kecil yakni sekitar 9,40 mm. Penampakan zona hambat yang
dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat
pada Gambar 9.
a
Gambar 10.
b
c
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01,
(c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus
ATCC 25923
Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi mampu
menghambat ketiga bakteri patogen indikator disebabkan BAL tersebut
menghasilkan asam organik. Surono (2004) menjelaskan bahwa efek antimikroba
dari asam organik merupakan akibat dari turunnya nilai pH. Pada hasil penelitian
supernatan BAL yang dihasilkan memiliki pH yang asam yaitu pH supernatan
L. plantarum D-01 sebesar 4,155, L. lactis D-01 sebesar 4,243, B. longum Y-01
sebesar 4,058, serta L. acidophilus Y-01 sebesar 4,277. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dilihat bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh keempat BAL tersebut mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Buckle et al. (2007) yaitu pH optimum bakteri patogen adalah sekitar 6,5 sampai
49
7,5, sehingga dengan pH supernatan yang asam menghasilkan zona penghambatan.
Salminen dan Wright (1998) juga menjelaskan bahwa selain asam organik, BAL
juga menghasilkan beberapa senyawa yang bersifat antimikroba, diantaranya
diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan senyawa protein yang lebih
dikenal dengan sebutan bakteriosin. Asam laktat dan asam asetat merupakan salah
satu senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh BAL. Selain itu, BAL juga
menghasilkan hidrogen peroksida yang cukup besar. Akumulasi senyawa tersebut
terdapat di dalam sel dikarenakan BAL tidak menghasilkan enzim katalase.
Pelczar dan Chan (2008) juga menambahkan bahwa mekanisme aktivitas
penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara merusak dinding sel bakteri.
Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara
penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah
permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam
sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara
menghambat kerja enzim intraseluler. Pembentukan dinding sel dapat terganggu oleh
aktivitas antimikroba disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilat yang
terdapat pada dinding atau membran sel, sehingga mengakibatkan perubahan
komposisi penyusun dinding sel. Akumulasi senyawa antimikroba ini dipengaruhi
oleh bentuk tak terdisosiasi yaitu rendahnya nilai pH. Bentuk tak terdisosiasi suatu
komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel.
Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel akan
semakin banyak, sehingga semakin banyak energi yang diperlukan untuk
mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga apabila bakteri tidak
cukup energi maka akan mengakibatkan kematian. Bakteri Gram positif umumnya
memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri Gram negatif,
disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel lebih tebal, sehingga akumulasi
senyawa antimikroba yang masuk ke dalam membran sel tidak terlalu banyak.
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01 yang merupakan hasil isolasi dari
dadiah susu kerbau serta B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang merupakan
hasil isolasi dari produk olahan susu sapi mampu bertahan hidup (>75% bakteri
yang hidup) di dalam kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu,
antibiotik serta mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri
patogen, sehingga keempat BAL tersebut memenuhi kriteria sebagai probiotik.
Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01
dapat digunakan sebagai kultur starter tunggal atau campuran dalam pembuatan
dadiah secara terkontrol untuk menghasilkan pangan fungsional.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik
senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh L. plantarum D-01, L. lactis D-01,
B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian
mengenai penempelan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi pada
usus secara in vivo, untuk membuktikan bahwa keempat BAL yang masuk ke dalam
saluran pencernaan tidak ikut keluar bersamaan dengan makanan yang keluar
melainkan menempel terlebih dahulu pada usus.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari,
DEA selaku pembimbing utama dan pembimbing akademik serta Irma Isnafia
Arief, S.Pt, M.Si. selaku pembimbing anggota yang senantiasa meluangkan waktu
serta pikirannya guna memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mohammad Baihaqi, S.Pt.
M.Sc., Dr. Ir Dewi Apri Astuti, M.Si dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si selaku
dosen penguji atas masukan saran yang menyempurnakan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua
orang tua Djoni Junianto Sunaryo dan Velly Folandia yang telah memberikan kasih
sayang, semangat, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan
pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada kakak tercinta Helen, George dan Wenny yang telah memberikan motivasi,
masukan dan semangat selama penulis menyelesaikan studinya. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu tim penelitian Yoshefhin
Maharani Rosari, Aip Wiyana, Nur Amanah, Dewi Sumarni, serta terimakasih
kepada rekan-rekan satu perjuangan Besta, Ridha, Isna dan Sofi atas persahabatan,
bantuan dan pengalaman terindah berjuang bersama kalian, juga kepada Pak
Sukma, Pak Dedi, Joni Setiawan S.Pt, Eka Rahmawati S.Pt, Devi Murtini S.Pt, dan
Ifit Rakhmadi S.Pt atas segala bantuan, semangat dan pengarahan selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Vanda, Puput, Desma, Ria, Rika, Ian
dan Justian yang telah memberikan dukungan, semangat kepada penulis sehingga
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada IPTP 43 yang
telah menemani penulis dalam susah dan senang ketika penulis dalam
melaksanakan studinya di Institut Pertanian Bogor. Terakhir penulis mengucapkan
terimakasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun
Psidium guajava l. Bioscientiae. 1: 31-38.
Bacteriological
Analytical
Manual.
2001.
Aerobic
http:/cfsan.Fdagov/abam/bam.Html. [8 Febuari 2010]
Plate
Count.
Berrada, N., J. F. Lemeland, G. Laroch, P. Thouvenot & M. Piaia. 1991.
Bifidobacterium from fermented milks: survival during gastric transit. J.
Dairy Sci. 74: 409–413.
Bron, P. A., M. Marco, S. M. Hoffer, E. V. Mullekom, W. M. de Vos & M.
Kleerebezem. 2004. Genetic characterization of the bile salt response in
Lactobacillus plantarum and analysis of responsive promoters in vitro and
in situ in the gastrointestinal tract. J. Bacteriol. 186: 7829-7835
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan.
Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia, Jakarta.
Burn, P., G. Inderola, A. Binetti, A. Quiberoni, C.G. de los Reyes gavilan & J.
Reinheimer. 2008. Bile resistant derivatives obtained from non intestinal
dairy lactobacilli. Elsevier Appl. Sci. 18: 377-385.
Chou, L. S. & B. Weimer. 1999. Isolation and characterization of acid and bile
tolerant isolates from strains of Lactobacillus acidophilus. J. Dairy Sci. 62:
23-31.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fuller, R. 1997. Probiotics 2 Applications and Practical Aspects. Chapman and
Hall, London.
Gibson, G & F. Angus. 2000. Prebiotics and Probiotics. Leatherhead Publishing,
England.
Goldin, B. R. 1998. Health benefits of probiotics. British J. Nutr. 80. Suppl. 2,
S231-S233.
Hardiningsih, R., N. R. Napitupulu & T. Yulinery. 2006. Isolasi dan uji resistensi
beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Biodiversitas, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI, Bogor.
Karthikeyan, V & S. W. Santosh. 2009. Isolation and partial characterization of
bacteriocin produced from Lactobacillus plantarum. Afric. J. Microbiol.
Res. 5: 233-239.
Jacobsen, C. N., V. R. Nielsen, A. E. Hayford, P. L. Moller, K. F. Michaelsen, A.
Paerregaard, B. Sandstro, M. Tvede & M. Jakobsen. 1999. Screening of
probiotic activities of forty-seven strains of Lactobacillus spp. by in vitro
techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strains
in humans. Appl. Environ. Microbiol. 65 : 4949-4956.
Liasi, S. A., T. I. Azmi, M. D. Hassan, M. Shuhaimi, M. Rosfarizan & A. B. Ariff.
2009. Antimicrobial activity and isolates of lactic acid bacteria from
fermented fish product Budu. Malay J. Microbiol. 5 : 33-37.
Lin, W. H., C. F. Hwang, L. W. Chen & H. Y. Tsen. 2006. Viable counts,
characteristic evaluation for commercial lactic acid bacteria products. J.
Food Microbiol. 23: 74-81.
Maheswari, R. R. A. 2008. Karakteristik Susu Sapi dan Susu Kambing yang
Difermentasi dengan Kultur Starter Indigenous dan Diperkaya dengan
Probiotik dan Prebiotik (Sinbiotik) sebagai Pangan Fungsional. Laporan
Pelaksanaan Kegiatan Hibah Kompetensi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mitsuoka, T. 1990. Profile of intestinal bacteria : our lifelong partners. Yakult
Honsa co. Ltd., Tokyo.
Nakazawa, Y. & A. Hosono. 1992. Functions of Fermented Milk : Challenges for
The Health Science and Technology. Elsevier Science Publisher B. V., New
York.
Nannen, N. L. & R. W. Hutkins. 1991. Intracellular pH effect in lactic acid bacteria.
J. Dairy Sci. 74 : 741-746.
Noonpakdee, W., P. Jumriangrit, K. Wittayakom, J. Zendo, J. Nakayama, K.
Sonomoto & S. Panyim. 2009. Two peptide bacteriocin from Lactobacillus
plantarum PMU 33 strain isolated from som-fak, a Thai low salt fermented
fish product. Asia Pacific J. Mol. Biol. Biotechnol. 17: 19-25.
Obadina, A. O., O. B. Oyewole, L. O. Sanni & K. I. Tomlins. 2006. Biopreservative activities of Lactobacillus plantarum strains in fermenting
cassava fufu. Afric. J. Biotechnol. 5: 620-623.
Onilude, A. A., O. E. Fegade, M. M. Bello & I. F. Fadahunsi. 2005. Inhibition of
alfatoxin-producing aspergilla by lactic acid bacteria isolates from
indigenously fermented cereal gruels. Afric. J. Biotechnol. 12: 1404-1408.
Pelczar, M. J. & E. C. S Chan. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Terjemahan
R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
54
Pelczar, M. J. & E. C. S Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Terjemahan
R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology. 3th edition. CRC Press, Boca
Raton, New York.
Salminen, S. & A. V. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria. Marcell Dekker Inc.,
New York.
Salminen, S., A. V. Wright & A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria:
Microbiology and Functional Aspects. 3th edition. Revised and Expanded.
Marcel Dekker, Inc., New York.
Schunack, W., K. Mayer & M. Haake. 1990. Senyawa Obat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Siswandono. 2000. Kimia Medical. Edisi Revisi. Airlangga University Press,
Surabaya.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B.
Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Tri Cipta Karya,
Jakarta.
Susanti, I., R. W. Kusumaningtyas & F. Illaningtyas. 2007. Uji sifat probiotik
bakteri asam laktat sebagai kandidat bahan pangan fungsional. J. Teknol.
Ind. Pangan. 2: 89-95.
Tamime, A. Y. 2005. Probiotic Dairy Products. Blackwell Publishing, UK.
Tamime, A. & R. K. Robinson. 1999. Yogurt : Science and Technology. 2 nd
Edition. Woodhead Publishing, Ltd Cambridge, England.
Todorov, S. D. 2009. Bacteriocins from Lactobacillus plantarum production,
genetic organization and mode of action. Braz. J. Microbiol. 40: 209-221.
Volk, W. A & M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiogi Dasar. Edisi kelima. PT Gelora
Aksara Pratama, Erlangga.
Wahyudi, A. & S. Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Universitas
Muhammadiyah Malang Press, Malang.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
55
Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan
Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Winarno, F. G. & I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasi. M. Brio
Press, Bogor.
Wiryawan, K. G., A. S. Tjakradidjaja, R. R. A. Maheswari & E. D. Janingrum.
2009. Isolasi bakteri asam laktat penghasil antimikroba. Pusat Studi Ilmu
Hayati, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Zavaglia, A. G., G. Kociubinski, P. Perez & G. de Antoni. 1998. Isolation and
characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J. Food
Protect. 7: 865-873.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,979
0,134
Menit ke-180
3
6,471
0,094
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
1,206 ; 1,810
15,90
0,001
Lampiran 2. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,718
0,235
Menit ke-180
3
6,455
0,202
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
0,693 ; 1,833
7,05
0,006
Lampiran 3. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,147
0,293
Menit ke-180
3
7,313
0,333
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,981 ; 0,649
-0,65
0,563
Lampiran 4. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,059
0,118
Menit ke-180
3
7,149
0,133
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,416 ; 0,239
-0,88
0,444
Lampiran 5. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2
Jenis Bakteri
N
Nilai Tengah
Ranking
Z
L. plantarum D-01
3
81,66
2,7
-2,13
L. lactis D-01
3
84,46
4,3
-1,20
B. longum Y-01
3
102,10
10,3
2,13
L. acidophilus Y-01
3
101,10
8,7
1,20
Total
12
H = 8,95
Db = 3
6,5
P = 0,030
58
Lampiran 6. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2,5
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,518
0,120
Menit ke-180
3
6,010
0,310
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
0,683 ; 2,333
7,86
0,016
Lampiran 7. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2,5
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,237
0,449
Menit ke-180
3
6,491
0,298
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,245 ; 1,736
2,39
0,096
Lampiran 8. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2,5
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,364
0,049
Menit ke-180
3
7,621
0,034
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,447 ; -0,069
-4,34
0,023
Lampiran 9. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2,5
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,249
0,020
Menit ke-180
3
7,539
0,122
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,597 ; 0,018
-4,05
0,056
Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2,5
Jenis Bakteri
N
Nilai Tengah
Ranking
Z
L. plantarum D-01
3
80,29
2,0
-2,50
L. lactis D-01
3
90,51
5,0
-0,83
B. longum Y-01
3
103,60
9,0
1,39
L. acidophilus Y-01
3
103,86
10,0
1,94
Total
12
H = 9,46
Db = 3
6,5
P = 0,024
59
Lampiran 11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 3,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,809
0,279
Menit ke-180
3
6,367
0,232
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
0,776 ; 2,110
6,88
0,006
Lampiran 12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 3,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,038
0,116
Menit ke-180
3
6,891
0,342
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,750 ; 1,045
0,71
0,553
Lampiran 13. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 3,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,503
0,328
Menit ke-180
3
7,923
0,285
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-1,218 ; 0,379
-1,67
0,193
Lampiran 14. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH
3,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,119
0,028
Menit ke-180
3
7,429
0,081
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,522 ; -0,099
-6,32
0,024
Lampiran 15. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 3,2
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
1098,90
Kuadrat
Tengah
366,30
Galat
8
161,62
20,20
Total
11
1260,52
F
P
18,13
0,001
60
Lampiran 16. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 7,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,928
0,285
Menit ke-180
3
8,478
0,132
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-1,330 ; 0,231
-3,03
0,094
Lampiran 17. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 7,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,429
0,080
Menit ke-180
3
7,859
0,167
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,890 ; 0,029
-4,03
0,056
Lampiran 18. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 7,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,011
0,169
Menit ke-180
3
7,449
0,146
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,848 ; -0,028
-3,40
0,043
Lampiran 19. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH
7,2
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Menit ke-0
3
7,449
0,084
Menit ke-180
3
7,809
0,145
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,667 ; -0,053
-3,73
0,034
Lampiran 20. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 7,2
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
7,542
Kuadrat
Tengah
2,514
Galat
8
61,018
7,627
Total
11
68,560
F
P
0,33
0,804
61
Lampiran 21. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media
tanpa Garam Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,310
0,105
Jam ke-24
3
7,433
0,110
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,403 ; 0,157
-1,40
0,256
Lampiran 22. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media
tanpa Garam Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,343
0,047
Jam ke-24
3
7,983
0,058
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,777 ; -0,503
-14,86
0,001
Lampiran 23. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media
tanpa Garam Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,373
0,101
Jam ke-24
3
7,623
0,153
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,587 ; 0,087
-2,36
0,099
Lampiran 24. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Media tanpa Garam Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,920
0,131
Jam ke-24
3
8,177
0,055
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,610 ; 0,097
-3,13
0,089
Lampiran 25. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa
Garam Empedu
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
84,454
Kuadrat
Tengah
28,151
Galat
8
17,999
2,250
Total
11
102,453
F
P
12,51
0,002
62
Lampiran 26. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Garam
Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,854
0,825
Jam ke-24
3
6,367
0,633
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,424 ; 3,398
2,48
0,090
Lampiran 27. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Garam
Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,987
0,070
Jam ke-24
3
6,050
0,121
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
1,680 ; 2,192
24,05
0,000
Lampiran 28. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Garam
Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
8,409
0,030
Jam ke-24
3
8,509
0,008
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,176 ; -0,024
-5,64
0,030
Lampiran 29. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Garam Empedu
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,540
0,099
Jam ke-24
3
7,780
0,067
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,460 ; -0,021
-3,48
0,040
Lampiran 30. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada Media Garam
Empedu
Jenis Bakteri
N
Nilai Tengah
Ranking
Z
L. plantarum D-01
3
78,12
5,0
-0,83
L. lactis D-01
3
76,17
2,0
-2,50
B. longum Y-01
3
101,13
8,0
0,83
L. acidophilus Y-01
3
102,33
11,0
2,50
63
Total
H = 10,38
12
Db = 3
6,5
P = 0,016
Lampiran 31. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media
tanpa Antibiotik
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,889
0,029
Jam ke-24
3
11,259
0,046
Selang
kepercayaan
95%
-3,469 ; -3,269
Nilai
T
Nilai
P
-107,18 0,000
Lampiran 32. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media
tanpa Antibiotik
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,719
0,049
Jam ke-24
3
9,588
0,048
Selang
kepercayaan
95%
-1,995 ; -1,742
Nilai
T
Nilai
P
-47,11 0,000
Lampiran 33. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media
tanpa Antibiotik
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,789
0,042
Jam ke-24
3
9,889
0,022
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-2,187 ; -2,012
-76,19
0,000
Lampiran 34. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Media tanpa Antibiotik
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,830
0,026
Jam ke-24
3
9,308
0,044
Selang
kepercayaan
95%
-1,571 ; -1,385
Nilai
T
Nilai
P
-50,52 0,000
64
Lampiran 35. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa
Antibiotik
Jenis Bakteri
N
Nilai Tengah
Ranking
Z
L. plantarum D-01
3
142,6
11,0
2,50
L. lactis D-01
3
124,1
5,0
-0,83
B. longum Y-01
3
126,8
8,0
0,83
L. acidophilus Y-01
3
119,0
2,0
-2,50
Total
12
H = 10,38
Lampiran 36.
Perlakuan
Db = 3
6,5
P = 0,016
Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,859
0,431
Jam ke-24
3
7,528
0,604
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-1,034 ; 1,694
0,77
0,497
Lampiran 37. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik
Amoksisilin
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,677
0,13
Jam ke-24
3
6,098
0,058
Lampiran 38.
Perlakuan
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
0,977 ; 2,181
11,29
0,008
Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,651
0,130
Jam ke-24
3
7,819
0,096
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,466 ; 0,129
-1,80
0,169
65
Lampiran 39. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Antibiotik Amoksisilin
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,819
0,788
Jam ke-24
3
8,198
0,372
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-2,545 ; 1,787
-0,75
0,530
Lampiran 40. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan
Antibiotik Amoksisilin
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
347,27
Kuadrat
Tengah
115,76
Galat
8
652,86
81,61
Total
11
1000,13
Lampiran 41.
Perlakuan
F
P
1,42
0,307
Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,889
0,023
Jam ke-24
3
8,209
0,060
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,480 ; -0,160
-8,62
0,013
Lampiran 42. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik
Kloramfenikol
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,930
0,016
Jam ke-24
3
8,200
0,085
Lampiran 43.
Perlakuan
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,485 ; -0,055
-5,41
0,032
Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,920
0,028
Jam ke-24
3
8,120
0,029
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,273 ; -0,126
-8,65
0,003
66
Lampiran 44. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam
Antibiotik Kloramfenikol
Perlakuan
N
Nilai
tengah
Standar
deviasi
Jam ke-0
3
7,733
0,054
Jam ke-24
3
8,231
0,108
Selang
kepercayaan
95%
Nilai
T
Nilai
P
-0,798 ; -0,198
-7,15
0,019
Lampiran 45. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan
Antibiotik Kloramfenikol
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
25,361
Kuadrat
Tengah
8,454
Galat
8
11,383
1,423
Total
11
36,743
F
P
5,94
0,020
Lampiran 46. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan
Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
0,241645
Kuadrat
Tengah
0,080548
Galat
4
0,004045
0,001011
Total
7
0,245691
F
P
79,64
0,001
Lampiran 47. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan
Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
0,210265
Kuadrat
Tengah
0,070088
Galat
4
0,022519
0,005630
Total
7
0,232785
F
P
12,45
0,017
Lampiran 48. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan
Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028
Sumber
keragaman
Jenis Bakteri
Derajat
Bebas
3
Jumlah
Kuadrat
0,33298
Kuadrat
Tengah
0,11099
Galat
4
0,00232
0,00058
Total
7
0,33530
F
P
191,28
0,000
67
Lampiran 49. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB)
Peptone 10,0
Lab-lemco’Powder 8,0
Yeast extract 4,0
Glucosa 20,0
Sorbitan mono-oleate 1 ml
Di-potassium hydrogen phosphate 2,0
Sodium acetate 3 H20 5,0
Triammonium citrate 2,0
Magnesium sulphate 7 H20 0,2
Manganese sulphate 4 H20 0,05
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 52 gram MRSB dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai
tercampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam botol Scoot, lalu disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121

C selama 15 menit. Media MRSB dapat langsung
digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7

C) bila tidak segera
digunakan.
pH 6,2 ± 0,2 pada 25C
Lampiran 50. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA)
Beef dehydrated infusion from 300,0
Casein hydrolysate 17,5
Starch 1,5
Agar 17,0
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 38 gram MHA dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai
tercampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam botol Scoot dan direbus hingga
mendidih. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit.
Media MHA disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan dan
dipanaskan kembali dalam waterbath (± 70 C) bila ingin digunakan.
pH 7,3 ± 0,2 pada 25C
Lampiran 51. Komposisi Buffered Peptone Water (BPW)
Peptone 10,0
Sodium chloride 5,0
Di-sodium phosphate 3,5
Potassium dihydrogen phosphate 1,5
68
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 20 gram BPW dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai
tercampur rata, kemudian dimasukkan sebanyak 9 ml ke dalam tabung reaksi, lalu
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media BPW dapat
langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7

C) bila tidak
segera digunakan.
pH 7,2 ± 0,2 pada 25C
Lampiran 52. Komposisi Nutrient Broth (NB)
Beef extract 3,0 g
Peptone 5,0 g
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 8 gram NB dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk rata dan
direbus sampai mendidih, kemudian dimasukkan sebanyak 9 ml ke dalam tabung
reaksi, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media
NB dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila
tidak segera digunakan.
pH 6,8 ±0,2
Lampiran 53. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS)
Sodium chloride 8,0
Potassium chloride 0,2
Di sodium hydrogen phosphate 1,15
Potassium dihydrogen phosphate 0,2
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 1 tablet PBS dicampur ke dalam 100 ml akuadestilata, diaduk sampai
larut, kemudian larutan PBS dikondisikan pada pH yang diinginkan, lalu
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu
115 C selama 10 menit. Media PBS dapat langsung digunakan atau dapat disimpan
dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan.
pH 7,3 ± 0,2 pada 25C
69
Download