KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENOUS DADIAH SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro SKRIPSI DEWI SUNARYO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN Dewi Sunaryo. D14061004. 2011. Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Dadiah sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA. Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi. Dadiah merupakan makanan tradisional khas Sumatra Barat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional, bila ditunjang dengan adanya kandungan bakteri probiotik. Dadiah diperoleh dengan cara memfermentasikan susu kerbau secara tradisional dalam bambu dan ditutup dengan daun pisang. Isolasi bakteri asam laktat (BAL) indigenous dadiah dari susu kerbau mendapatkan Lactobacillus plantarum D-01 dan Lactococcus lactis D-01 (Maheswari, 2008) yang berpotensi sebagai bakteri probiotik, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan dadiah untuk menghasilkan pangan fungsional. Bakteri probiotik harus memiliki sifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam empedu, tahan terhadap antibiotik, mampu menempel pada epitel dinding saluran pencernaan, serta mampu memproduksi substansi antimikroba termasuk asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Apabila kedua kultur starter dadiah tersebut tidak terbukti sebagai bakteri probiotik, maka Bifidobacterium longum Y-01 dan Lactobacillus acidophilus Y-01 yang merupakan hasil isolasi dari produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008) dapat ditambahkan untuk menghasilkan kultur starter campuran, sehingga sangat menarik untuk diteliti juga peluangnya sebagai bakteri probiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 sebagai bakteri probiotik melalui kemampuannya untuk dapat bertahan pada kondisi keasaman lambung yang berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2), toleransi pada garam empedu di usus halus, bertahan terhadap antibiotik serta menghasilkan antimikroba yang menankan pertumbuhan bakteri patogen (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret 2010 sampai bulan Agustus 2010. Penelitian ini didahului dengan persiapan kultur starter yang terdiri atas pengujian morfologi melalui pewarnaan Gram, uji katalase dan standardisasi populasi bakteri asam laktat. Penelitian utama melaksanakan pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap berbagai kondisi keasaman lambung, keberadaan garam empedu atau antibiotik berbeda dan pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri patogen. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan dan toleransi bertahan hidup pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, adanya garam empedu dan antibiotik ditunjukkan oleh jumlah bakteri yang hidup adalah lebih dari 75%. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 selain mampu bertahan, juga mampu mengalami peningkatan jumlah populasi pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, adanya garam empedu dan antibiotik. Keempat BAL yang diujikan lebih tahan terhadap antibiotik kloramfenikol daripada amoksisilin. Pengujian aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan olahan susu sapi menunjukkan kemampuannya dalam menghambat bakteri patogen indikator. Diameter zona penghambatan yang dihasilkan nyata dipengaruhi oleh filtrat bebas sel dari spesies BAL yang dikonfrontasikan terhadap Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028 (P<0,01) atau Staphylococcus aureus ATCC 25923 (P<0,05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memenuhi kriteria sebagai bakteri probiotik yaitu mampu bertahan (>75% bakteri yang hidup) di dalam kondisi keasaman lambung yang berbeda, toleransi terhadap garam empedu atau antibiotik dan menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat antagonistik terhadap bakteri patogen indikator. Kata-kata kunci : BAL, dadiah, probiotik, kondisi saluran pencernaan ii ABSTRACT Resistency of Lactic Acid Bacteria Indigenous Dadiah as Probiotics Candidate at in vitro Gastrointestinal Tract Conditions Sunaryo, D., R.R.A. Maheswari and I.I. Arief Probiotic bacteria defined as living microorganisms which will confer health benefit to the host when administered in adequate amounts. The aims of this research were to study the potential of Lactobacillus plantarum D-01, Lactococcus lactis D-01, Bifidobacterium longum Y-01, and Lactobacillus acidophilius Y-01 as probiotic bacteria through its ability to survive in gastrointestinal conditions (acid conditions of stomach and the presence of bile salts in the small intestine), its resistance to antibiotics, and its antimicrobial properties against pathogen bacterias. This study initiated with assays of four tested Lactic Acid Bacterias for its ability to grow and survive in acid conditions and the presence of bile salts or antibiotics, also its antagonistic activities against indicator strains of pathogen bacterias (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Salmonella Thypimurium ATCC 14028). Result showed the ability of L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 and L. acidophilus Y-01 to grow in acid conditions and tolerance at the presence of bile salts and antibiotics (t-test). Research found that difference species LABs tested influenced diameter of the inhibition zone against pathogen indicator bacterias (P<0.01). L. acidophilus Y-01 had the largest inhibition zone against S. Thypimurium ATCC 14028 and E. coli ATCC 25922, while B. longum Y-01 was able to produce the largest inhibition zone against S. aureus ATCC 25923 (P<0,05). Based on the characterization of four species LAB, it could be concluded that L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, and L. acidophilius Y-01 can be used as probiotic. Keywords: probiotic, LAB, gastrointestinal conditions, antibiotics, antimicrobial KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENOUS DADIAH SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro DEWI SUNARYO D14061004 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Judul : Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Dadiah sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro Nama : Dewi Sunaryo NIM : D 14061004 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Rarah. R. A. Maheswari, DEA.) NIP. 19620504198703 2 002 (Irma Isnafia Arief, S. Pt. MSi.) NIP. 19750304199903 2 001 Mengetahui Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212198603 1 004 Tanggal Ujian : 17 Desember 2010 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 11 Juli 1987 dari pasangan yang sangat berbahagia Bapak Djoni Junianto Sunaryo dan Ibu Velly Folandia. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis mengenal pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Regina Pacis Bogor pada tahun 1992-1994, kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar pada tahun 19942000 di SD Regina Pacis Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama ditempuh pada tahun 2000-2003 di SMP Mardi Waluya Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun 2003-2006 di SMU Budi Mulia Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa dengan mayor Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, dan minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2010/2011, asisten praktikum pada mata kuliah Teknik Pengolahan Susu pada tahun ajaran 2009/2010, dan asisten praktikum pada mata kuliah Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis adalah penerima Beasiswa BRI pada tahun 2008-2010. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga skripsi yang berjudul “Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Dadiah sebagai Kandidat Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini didasarkan pada pentingnya konsumsi pangan fungsional yang mampu meningkatkan status kesehatan manusia. Produk susu fermentasi yang mengandung bakteri probiotik dianggap sebagai pangan fungsional. Salah satu produk susu fermentasi tradisional yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional adalah dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau). Dadih merupakan makanan tradisional khas Sumatra Barat. Dadiah memiliki tekstur semi padat yang diakibatkan oleh proses fermentasi bakteri asam laktat indigenous berbahan baku susu kerbau. BAL yang berhasil diisolasi dari dadiah susu kerbau yaitu bakteri L. plantarum dan L. lactis (Maheswari, 2008). Kedua bakteri tersebut memiliki peluang sebagai bakteri probiotik dengan persyaratan harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya mampu bertahan atau berkembang di dalam saluran pencernaan. Produk probiotik dapat mengandalkan kultur starter tunggal untuk menghasilkan produk probiotik ataupun dapat juga dikombinasikan dengan kultur indigenous lainnya seperti L. acidophilus dan B. longum. Terciptanya dadiah probiotik akan meningkatkan status produk tidak hanya untuk memenuhi rasa lapar, tetapi mempunyai nilai tambah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan produk-produk pangan fungsional melalui penggunaan bakteri probiotik. Bogor, Desember 2010 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................. i ABSTRACT ................................................................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... viii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ............................................................................................. 1 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 Dadih ............................................................................................... Bakteri Asam Laktat ........................................................................ Bifidobacterium longum ....................................................... Lactobacillus acidophilus ..................................................... Lactobacillus plantarum ....................................................... Lactococcus lactis ................................................................ Mikroflora Usus Manusia ................................................................ Probiotik .......................................................................................... Antibiotik ........................................................................................ Kloramfenikol ...................................................................... Amoksisilin .......................................................................... Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat ..................................... Bakteri Patogen ................................................................................ Escherichia coli .................................................................... Staphylococcus aureus ......................................................... Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium ....................... 3 3 4 5 5 5 5 7 9 10 10 11 12 12 13 13 METODE .................................................................................................... 15 Waktu dan Lokasi ............................................................................ Materi .............................................................................................. Prosedur ........................................................................................... Persiapan Kultur Bakteri ...................................................... Penentuan Populasi BAL Indigenous Dadiah ........................ 15 15 16 16 17 Metode Hitungan Cawan ...................................................... Metode Turbidimetrik .......................................................... Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda ........... Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu ...................................................... Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik Berbeda ................................................. Pengujian Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen ...................................................... Diagram Alir Penelitian ................................................................... Rancangan Percobaan ...................................................................... 17 18 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 24 Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator ............................................................................. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda .................................................. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu ........................................................................................... Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik Berbeda ........................................................................................... Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen ............................................................................................ 18 19 19 20 22 22 24 28 34 39 46 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 51 Kesimpulan ...................................................................................... Saran ............................................................................................... 51 51 UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 52 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 53 LAMPIRAN ................................................................................................ 57 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persamaan Linier BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi ......................................................................................... 18 2. Karakteristik Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator ................................................................. 25 3. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda ..................... 29 4. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda ................................................................................... 30 5. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu ....................... 35 6. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu ........................................................... 36 7. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik ............................... 40 8. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik .................................................................... 42 9. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ............... 46 10. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 .............................. 47 11. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 .......................... 48 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Waktu yang Dibutuhkan Makanan dan Panjang Saluran Pencernaan Manusia ..................................................................... 6 2. Populasi Bakteri pada Berbagai Saluran Pencernaan Manusia ....................................................................................... 7 3. Cara Pengukuran Zona Hambat Antimikroba ..................................... 21 4. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 22 5. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang berbeda ................................................................................ 32 6. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi dalam Garam Empedu dan Kontrol ......................................................................................... 37 7. Grafik Kurva Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi dalam Antibiotik Berbeda dan Kontrol .................................................................................. 43 8. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ....................... 47 9. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 ....................................... 48 10. Zona penghambatan BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 .................................. 49 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2 ............................................................................................ 58 2. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2 .... 58 3. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2 ............................................................................................ 58 4. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2. ............................................................................................ 58 5. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2 .......... 58 6. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2,5 ......................................................................................... 59 7. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2,5 . 59 8. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2,5 ......................................................................................... 59 9. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2,5 ......................................................................................... 59 10. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2,5 ...... 59 11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 3,2 ......................................................................................... 60 12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 3,2 ......................................................................................... 60 13. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 3,2 ......................................................................................... 60 14. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 3,2 ......................................................................................... 60 15. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 3,2 .......... 60 16. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 7,2 ......................................................................................... 61 17. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 7,2 ......................................................................................... 61 18. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 7,2 ......................................................................................... 61 19. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 7,2 ......................................................................................... 61 20. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 7,2 .......... 61 21. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media tanpa Garam Empedu ....................................................... 62 22. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media tanpa Garam Empedu ....................................................... 62 23. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media tanpa Garam Empedu ....................................................... 62 24. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Media tanpa Garam Empedu ....................................................... 62 25. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa Garam Empedu ........................................................................... 62 26. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Garam Empedu ........................................................................... 63 27. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Garam Empedu ........................................................................... 63 28. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Garam Empedu ........................................................................... 63 29. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Garam Empedu ........................................................................... 63 30. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup dalam Garam Empedu ...................................................................................... 63 31. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media tanpa Antibiotik ............................................................... 64 32. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media tanpa Antibiotik ............................................................... 64 33. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media tanpa Antibiotik ............................................................... 64 34. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Media tanpa Antibiotik ............................................................... 64 35. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup dalam Media tanpa Antibiotik .......................................................................... 65 36. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Antibiotik Amoksisilin ................................................................ 65 37. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik Amoksisilin ................................................................ 65 38. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Antibiotik Amoksisilin ................................................................ 65 39. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Antibiotik Amoksisilin ................................................................ 66 xiii 40. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan Antibiotik Amoksisilin ................................................................ 66 41. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol ............................................................ 66 42. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol ............................................................ 66 43. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol ............................................................ 66 44. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol ............................................................ 67 45. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan Antibiotik Kloramfenikol ............................................................ 67 46. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 ...... 67 47. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 .. 67 48. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 .......................................................................................... 67 49. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB) ............................... 68 50. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA) ..................................... 68 51. Komposisi Buffered Peptone Water (BPW) ................................. 68 52. Komposisi Nutrient Broth (NB) .................................................. 69 53. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS) .............................. 69 xiv PENDAHULUAN Latar Belakang Penekanan untuk hidup sehat telah banyak dipromosikan oleh industri pangan melalui produk-produk pangan fungsional yang dihasilkan, salah satunya adalah produk yang mengandung bakteri probiotik. Penambahan bakteri probiotik bertujuan untuk mengimbangi komposisi antara bakteri patogen dan bakteri yang menguntungkan dalam usus manusia. Salah satu pangan fungsional yang sedang berkembang dan cukup diminati oleh masyarakat adalah produk fermentasi yang mengandung bakteri probiotik. Di Indonesia khususnya di Sumatra Barat, terdapat satu produk hasil fermentasi yang disebut dengan dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau). Dadiah merupakan pangan tradisional masyarakat Sumatra Barat yang diperoleh dengan cara memfermentasi susu kerbau secara tradisional dalam bambu dan ditutup dengan daun pisang. Isolasi bakteri asam laktat indigenous dadiah susu kerbau mendapatkan Lactobacillus plantarum D-01 dan Lactococcus lactis D-01 (Maheswari, 2008), sehingga dapat digunakan dalam pembuatan dadiah secara terkontrol. Pembuatan dadiah secara terkontrol dilakukan dengan tujuan khusus agar masyarakat merasa aman untuk mengkonsumsinya serta mendapatkan produk dadiah dengan kualitas yang seragam. Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang jika dikonsumsi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya. Suatu bakteri dapat dikatakan bakteri probiotik apabila bersifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam empedu, mampu menempel pada epitel dinding saluran pencernaan, serta mampu memproduksi substansi antimikroba termasuk asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Bakteri asam laktat dari jenis Lactobacillus banyak yang termasuk sebagai bakteri probiotik sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut potensi isolat asal dadiah yaitu L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 sebagai probiotik. Kelompok bakteri lain yang sering digunakan sebagai probiotik adalah Bifidobacterium spp, sehingga menarik pula untuk diteliti lebih lanjut kemungkinannya Lactobacillus acidophilus Y-01 dan Bifidobacterium longum Y-01 yang merupakan isolat asal produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008) digunakan sebagai kultur campuran bila isolat asal dadiah susu kerbau tidak terbukti sebagai probiotik. Apabila bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terbukti memenuhi kriteria sebagai bakteri probiotik, maka penggunaannya dalam kultur campuran akan dihasilkan dadiah probiotik sebagai salah satu pangan fungsional. Oleh karena itu, keempat BAL tersebut sangat menarik dipelajari karakteristiknya sebagai bakteri probiotik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara in vitro potensi L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 yang merupakan isolat asal dadiah susu kerbau serta B. longum Y-01 dan L. acidophilius Y-01 yang merupakan isolat asal produk olahan susu sapi sebagai bakteri probiotik melalui kemampuannya untuk tumbuh pada saluran pencernaan, khususnya pada kondisi keasaman lambung yang berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2) dan keberadaan garam empedu di usus halus, ketahanannya terhadap antibiotik dengan spektrum luas yaitu amoksisilin dan kloramfenikol yang sering digunakan untuk pengobatan masyarakat serta sifat antimikroba terhadap bakteri patogen (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028). 2 TINJAUAN PUSTAKA Dadih Dadih (dadiah dalam bahasa Minangkabau) merupakan salah satu makanan tradisional Sumatra Barat. Suku Minangkabau memproses susu kerbau yang baru diperah tanpa dimasak, kemudian dimasukkan susu kerbau tersebut ke dalam potongan tabung bambu kira-kira sebanyak 150 ml, ditutup dengan daun pisang atau plastik dan didiamkan semalam hingga dua malam pada suhu ruang hingga menjadi kental menyerupai yogurt (Surono, 2004). Produk dadiah berbentuk semi padat seperti tahu atau gel yang dapat dengan mudah dipotong atau diiris, berwarna putih sampai krem, dengan rasa asam dan aroma yang khas (Winarno dan Fernandez, 2007). Surono (2004) juga menjelaskan bahwa susu kerbau tersebut bisa menjadi kental menyerupai yogurt dikarenakan bakteri asam laktat indigenous dalam susu kerbau berperan dalam fermentasi dadiah dan mengalahkan bakteri kontaminan yang terkandung dalam susu kerbau mentah tersebut, mengingat bahwa proses pembuatannya dilakukan secara tradisional, sederhana dan tidak memperhatikan faktor higienis. Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadiah diantaranya adalah Lactobacillus casei subsp. casei, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactococcus lactis subsp. lactis biovar diacetylactis. Bakteri Asam Laktat Gibson dan Angus (2000) mengatakan bahwa Bakteri Asam Laktat (BAL) didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif yang disatukan oleh berbagai morfologi. BAL secara umum tidak berspora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. BAL biasa digunakan di dalam industri makanan. Karthikeyan dan Santosh (2009) mengatakan bahwa bakteri asam laktat mampu menurunkan pH makanan, sehingga pada pH rendah pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme yang terdapat di dalam makanan termasuk bakteri patogen dapat terhambat dan mampu memperpanjang umur simpan makanan. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa BAL merupakan sebutan umum untuk bakteri yang memfermentasikan gula seperti laktosa atau glukosa untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok kecil yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir dari proses metabolisme homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan produk akhir dari proses metabolisme heterofermentatif adalah asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2. Goldin (1998) menambahkan, bahwa BAL diklasifikasikan ke dalam beberapa genus antara lain Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Lactobacillus. Diantara genus dan spesies, ada beberapa BAL yang berpotensi sebagai bakteri probiotik. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies BAL yang berpotensi sebagai bakteri probiotik cukup banyak, diantaranya bakteri Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei, Lactobacillus plantarum, Lactococcus lactis subsp. lactis, Lactobacillus fermentum, Steptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Streptococcus salivarious subsp. thermophilus dan Streptococcus intermedius. Beberapa bakteri yang diidentifikasikan sebagai bakteri probiotik selain BAL adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium breve, Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium dan Saccharomyces boulardii (Tamime, 2005). Bifidobacterium longum B. longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus besar. B. longum membantu mencegah kolonisasi bakteri patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam laktat, asam asetat sehingga menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan. B. longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif, katalase negatif, non motil, non spora, bersifat anaerobik dan berbentuk batang (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi nenbentuk koloni dalam jumlah banyak, meneyerap nutrisi, mensekresikan asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba (Tamime dan Robinson, 1999). 4 Lactobacillus acidophilus Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan, bahwa L. acidophilus umumnya ditemukan di dalam usus halus. L. acidophilus termasuk ke dalam famili Lactobacillaceae. Bakteri ini tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerob fakultatif, tidak berspora dan katalase negatif (Ray, 2004). L. acidophilus merupakan bakteri paling umum dikenal sebagai bakteri probiotik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Surono (2004) yang menyatakan bahwa L. acidophilus merupakan BAL yang resisten terhadap asam lambung dan masih dapat mempertahankan jumlah bakteri hidup sampai 10 7 koloni/ml. Lactobacillus plantarum L. plantarum merupakan salah satu BAL yang penting dalam fermentasi daging, susu maupun sayuran. L. plantarum merupakan BAL dari famili Lactobaciliceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium (Pelczar dan Chan, 2007). L. plantarum tergolong ke dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat anaerob fakultatif (Ray, 2004). Lactococcus lactis L. lactis dahulu dikenal sebagai Streptococcus lactis yang mempunyai kemampuan mensintesis folat dan riboflavin. L. lactis merupakan salah satu jasad renik yang paling utama digunakan pada industri pengolahan susu karena L. lactis mampu menghasilkan sejumlah laktat berlimpah (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bakteri ini termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek, katalase negatif, tidak berspora, tergolong ke dalam bakteri Gram postif dan memiliki suhu pertumbuhan optimum 28-310C (Surono, 2004). Mikroflora Usus Manusia Mikroflora bakteri pertama kali terbentuk pada saluran pencernaan setelah beberapa hari bayi lahir. Lebih dari 400 spesies bakteri ada di dalam usus manusia. Seluruh mikroba tersebut membentuk 100 triliun mikroflora normal saluran pencernaan yang hidup dari hari ke hari. Jumlah bakteri dominan dikendalikan oleh beberapa faktor seperti makanan inang, sistem kekebalan tubuh inang, tingkat daya 5 hidup bakteri, adanya infeksi dan dosis konsumsi makanan suplemen probiotik (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Wahyudi dan Samsundari (2008) menjelaskan bahwa Lactobacillus merupakan penghuni normal saluran pencernaan dan saluran reproduksi manusia. Lactobacillus sebagai penghasil utama asam laktat di dalam saluran pencernaan. Beberapa jenis BAL yang juga menjadi penghuni saluran pencernaan diantaranya adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium infantis (pada bayi), Bifidobacterium adolescentris yang menempati usus besar manusia, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus johnsonii, Lactobacillus Lactobacillus gasseri, salivarius, Lactobacillus Lactobacillus crispatus, ruminis, Lactobacillus vitulinus dan Lactobacillus reuteri yang hidup dalam usus halus. Surono (2004) menambahkan, bahwa bakteri yang mendominasi saluran pencernaan bayi yang diberi ASI adalah Bifidobacterium, sedangkan bayi yang diberi susu formula adalah L. acidophilus. Sistem pencernaan manusia diawali dari mulut hingga rektum. Waktu yang dibutuhkan makanan dan panjang saluran pencernaan dari mulut sampai rektum yang harus ditempuh dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Waktu yang Dibutuhkan Makanan dan Panjang Saluran Pencernaan Manusia (Mitsuoka, 1990) 6 Mikrobiota usus berbeda pada tiap individu tergantung dari nutrisi, kesehatan, obat yang dimakan dan kondisi lingkungan hidupnya. Mitsuoka (1990) menjelaskan, bahwa mikrobiota usus lansia yang panjang umur sama dengan pada orang dewasa sehat. Populasi bakteri dan jenis bakteri yang ada pada saluran pencernaan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Populasi Bakteri pada Berbagai Saluran Pencernaan Manusia (Surono, 2004) Probiotik Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) yang disitir Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah satu karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidat probiotik adalah perlawanan terhadap keasaman lambung dan garam empedu. Salminen et al. (2004) menambahkan, bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri probiotik apabila memenuhi beberapa kriteria, yaitu 1) bersifat nonpatogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus, 7 2) mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat dan terdapat dalam jumlah yang banyak dalam usus, 3) dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara, 4) dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan, serta 5) mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar dan hidup selama kondisi penyimpanan. Widodo (2002) juga menambahkan bahwa salah satu syarat BAL yang perlu dimiliki oleh bakteri probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Bron et al. (2004) menjelaskan bahwa ketika bakteri probiotik ditelan, maka bakteri pertama kali akan menghadapi keasaman lambung. Berrada et al. (1991) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit. Bakteri asam laktat tidak hanya tumbuh dengan lambat pada pH rendah, tetapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pada pH rendah. Tiap galur memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya pada penelitian yang dilakukan oleh Susanti et al. (2007), sebanyak 20 isolat yang berasal dari galur yang berbeda-beda memiliki ketahanan yang berbeda-beda pada pH 2,5 selama 90 menit. Keseluruhan isolat yang diteliti ternyata mampu hidup di pH 2,5 namun isolat yang berasal dari galur feses bayi dan air kelapa penurunan populasinya lebih rendah daripada isolat yang berasal dari galur dadiah, keju, tape dan moromi kecap. Bakteri yang mampu bertahan pada kondisi keasaman lambung akan dialirkan menuju ke usus bagian atas, dimana pada usus bakteri akan menghadapi tekanan yang berhubungan dengan ketersediaan O2 yang rendah, garam empedu dan persaingan dengan mikrobiota (mikroorganisme lainnya yang terdapat di dalam usus). Garam empedu yang terdapat di dalam usus disintesis di dalam hati dengan cara mengkonjugasi steroid heterosiklik yang berasal dari kolesterol dan disalurkan ke usus melalui usus dua belas jari. Garam empedu kemudian akan diserap kembali dari ileum bagian bawah dan kembali ke hati untuk disekresikan lagi ke empedu (Bron et al., 2004). Lamanya bakteri di dalam usus sekitar 4-6 jam. Bakteri yang telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik (Surono, 2004). 8 Seperti halnya ketahanan terhadap asam, menurut Zavaglia et al. (1998) semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang resisten terhadap garam empedu. Antibiotik Pelczar dan Chan (2008) mengatakan bahwa kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain, sehingga antibiotik merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme lain. Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri, ada antibiotika yang membidik kelompok bakteri Gram negatif, bakteri Gram positif ataupun kedua kelompok bakteri tersebut. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Siswandono (2000) menambahkan, bahwa antibiotik berdasarkan spektrum aktivitasnya dibedakan menjadi 6 yaitu 1) antibiotik dengan spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif, contohnya kloramfenikol, turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, rifamfisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, rivampisilin, sulbenisilin dan tikarsilin, dan sebagian besar turunan sefalosporin, 2) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram positif, contohnya basitrin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenesetin K, metisilin Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan linkoksamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosforin, 3) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram negatif, contohnya kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin, 4) antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap mycobacteriae (antituberkulosis), contohnya streptomisin, kanamisin, rifampisin, viomisin dan kapreomisin, 5) antibiotik yang aktif terhadap jamur, contohnya gliseofulfin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan 9 kandisidin, 6) antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contohnya aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, doksorubisin, mitomisin dan mitramisin. Selain itu, antibiotik juga dibedakan berdasarkan mekanisme kerja antibakteri yaitu penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan sintesis protein, kerusakan membran sel dan penghambatan sintesis DNA atau RNA (Volk dan Wheeler, 1993). Kloramfenikol Schunack et al. (1990) menjelaskan bahwa kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif yang bekerja secara bakteriostatik. Antibiotik kloramfenikol ini bekerja dengan cara bergabung bersama dengan sub unit-sub unit ribosom sehingga mengganggu sintesis protein. Kloramfenikol relatif tidak beracun bagi mamalia bila digunakan secara terapeutik. Namun, apabila pemberiannya berlebihan maka akan menyebabkan beberapa kelainan yang gawat di dalam darah seseorang. Penggunaan antibiotik sangat dianjurkan hanya pada kasus-kasus yang tidak dapat diobati secara efektif dengan antibiotik lain (Pelczar dan Chan, 2008). Amoksisilin Amoksisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang aktif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing Staphylococci, Listeria. Meskipun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara tunggal untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streptococcus dan staphylococcal (Siswandono, 2000). Volk dan Wheeler (1993) mengatakan bahwa antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara mengeluarkan tindakan mematikan (bakterisida) pada bakteri yang berada di sekitarnya. Antibiotik ini akan mempengaruhi pembentukan dinding sel. Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000). 10 Aktivitas Antimikroba Bakteri Asam Laktat BAL memproduksi senyawa asam organik (asam laktat, asam format, dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida dan bakteriosin yang berpotensi untuk menghambat beberapa mikroorganisme lain termasuk bakteri pembusuk dan bakteri patogen (Onilude et al., 2005). Antimikroba yang terdapat di dalam bakteri digunakan untuk inaktivasi bakteri patogen. Mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara perusakan dinding sel bakteri. Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Chan, 2008). Hardiningsih et al. (2006) menjelaskan bahwa Lactobacillus yang tergolong ke dalam bakteri probiotik mampu menghambat pertumbuhan bakteri merugikan atau patogen, seperti bakteri Streptococcus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa Lactococci, Lactobacilli, Pediococci, Leuconostocs, Carnobacteria, Streptococci dan Enterococci mampu memproduksi senyawa bakteriosin. Substansi antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri probiotik, misalnya L. acidophilus menghasilkan acidotin, acidophilin, bakteriosin dan lactocidin, L. bulgaricus menghasilkan bulgarican, L. plantarum menghasilkan lactolin, plantacin dan plantaricin (Todorov, 2009), L. brevis menghasilkan lactobullin dan lactobrevin, L. reuteri menghasilkan reuterin dan L. lactis menghasilkan nisin (Tamime, 2005). Obadina et al. (2006) dan Noonpakdee et al. (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Lactobacillus plantarum mempunyai spektrum luas yang dapat melawan bakteri patogen dengan cara memproduksi bakteriosin. Noonpakdee et al. (2009) menjelaskan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. plantarum PMU 33 dapat menghambat sebagian besar bakteri Gram positif seperti Lactobacillus sakei supsp. sakei JCM 1157, Lactobacillus curvatus ATCC 256011, Leuconostoc mesenteroides ATCC 10830 dan Leuconostoc cremoris ATCC 19254 serta bakteri patogen yakni Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa delapan spesies Bifidobacteria termasuk 11 B. longum mampu menghambat secara langsung pertumbuhan bakteri patogen yakni bakteri yang berasal dari genus Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia, Vibrio, Campylobacter, Clostridium dan Bacteroides. Bakteri Patogen Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan terbagi menjadi bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Bakteri pembusuk pada umumnya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri patogen. Bakteri patogen secara umum dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan penyebab infeksi dan intoksikasi. Infeksi merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam saluran pencernaan manusia, sedangkan intoksikasi merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri patogen yang berkembang di dalam makanan. Beberapa contoh bakteri pembusuk dan patogen yang sering terdapat pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobacteriaceae, termasuk dari famili Enterobacter, Escherichia, Erwinia, Citrobacter, Salmonella, Shigella dan Yersinia (Fardiaz, 1992). Escherichia coli Escherichia coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri E. coli merupakan bakteri yang tergolong dalam Gram negatif, bergerak, berbentuk batang, katalase positif, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae (Buckle et al., 2007). E.coli mempunyai kisaran suhu pertumbuhan antara 30-40 C dengan suhu optimum 37 C. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan E.coli adalah 7,0–7,5 dan aw optimum adalah 0,96. Pertumbuhan bakteri ini meningkat dengan pesat selama 12-18 jam pertama dan kemudian meningkat perlahan-lahan sampai 48-72 jam masa pertumbuhannya (Ray, 2004). E. coli bersifat enteropatogenik dan dikenal sebagai penyebab penyakit diare pada bayi dan orang dewasa. Organisme ini sering berada di dapur dan tempattempat persiapan bahan pangan. Pencemaran makanan yang disebabkan oleh bakteri E. coli biasanya terjadi melalui tangan, permukaan alat-alat, tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa inkubasi yang diperlukan bakteri E. coli adalah 1-3 hari dan gejala-gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau disentri (Buckle et al., 2007). 12 E. coli dibedakan ke dalam empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (E. coli penghasil verotoksin). EIEC menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri (Shigella), sedangkan ETEC menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) diare yang disebabkan oleh Vibrio cholerae. Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak (Ray, 2004). Staphylococcus aureus S. aureus termasuk genus Staphylococcus dan family Micrococcaceae. Selnya berbentuk bulat, termasuk gram positif, katalase positif, tidak bergerak, fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl sampai 16%. Kisaran suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 6,5–46 C, dengan suhu optimumnya adalah 30–37 C. Nilai pH untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 4,2–9,3, dengan pH optimum 7,0–7,5 (Buckle et al., 2007). Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan enterotoksin yang mengakibatkan keracunan makanan, yaitu apabila termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak yaitu kejang perut, muntah-muntah yang hebat dan diare. Penyembuhan keracunan makanan yang disebabkan oleh S. aureus relatif cukup cepat dan pada umumnya hanya membutuhkan waktu satu hari (Buckle et al., 2007). Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium (S. Typhimurium) Buckle et al. (2007) mengatakan bahwa S. Typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, katalase positif dan bersifat fakultatif anerobik. S. Typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37 0C. Nilai pH untuk pertumbuhan S. Typhimurium berkisar antara 4,0–9,0 dan nilai pH optimum 6,5–7,5, bakteri ini akan mati perlahan-lahan pada pH dibawah 4 dan di atas 9. 13 Viabilitas Salmonella akan menurun selama penyimpanan beku (Pelczar dan Chan, 2007). S. Typhimurium menyebabkan deman tipus yang akan terjadi setelah 7-14 hari terinfeksi dan umumnya penderita penyakit merasakan sakit kepala, kehilangan nafsu makan, lemah dan demam yang terus menerus. Penyakit yang disebabkan oleh S. Typhimurium dapat mengakibatkan tingkat kematian sekitar 10%. Makanan yang pada umumnya dikontaminasi oleh S. Typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, daging ayam, serta daging sapi, sehingga untuk mencegah perkembangbiakan S. Typhimurium bahan pangan tersebut tidak boleh terlalu lama disimpan di suhu kamar (Buckle et al., 2007). 14 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak serta Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai Agustus 2010. Materi Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur bakteri hasil isolasi dadiah susu kerbau yaitu bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01, bakteri hasil isolasi dari produk olahan susu sapi yaitu B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 (Maheswari, 2008), serta E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Semua kultur bakteri tersebut diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Media dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah de-Man’s Rogosa Sharpe Broth (MRSB), Buffer Pepton Water (BPW), de-Man’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Eosin Methilen Blue Agar (EMBA), Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrient Agar (NA), Mueller Hinton Agar (MHA), Phosphate Buffered Saline (PBS), bile salt berbentuk serbuk (ox gall), HCl, NaOH, NaCl fisiologis 0,85%, metanol p.a, antibiotik amoksisilin dan kloramphenikol serta larutan buffer pH 4 dan 7. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator, tabung reaksi, botol Scott, labu Erlenmeyer, cawan Petri, pipet, sentrifuse, lemari es, jangka sorong, gelas ukur, pemanas Bunsen, spektrofotometer, timbangan digital, panci, sendok pengaduk, kompor, separator, oven, autoklaf, rotary evaporator dan pH meter. Prosedur Penelitian Pendahuluan Persiapan Kultur Bakteri (Pelczar dan Chan, 2007). Kultur bakteri koleksi Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028 diperiksa sifat morfologi dan biokimianya untuk mengetahui kemurniaannya. Pengujian morfologi starter dengan bantuan pewarnaan Gram dan pengamatan dengan mikroskop pada perbesaran 100x. Pengujian pewarnaan Gram dilakukan dengan cara kultur bakteri dioleskan pada gelas objek dengan jarum Ose, kemudian ditetesi dengan kristal violet, dibiarkan selama 1 menit. Preparat selanjutnya dibilas dengan akuadestilata dan dikeringudarakan. Preparat yang sudah kering ditetesi dengan larutan lugol iodin dan didiamkan selama ±1 menit, kemudian dibilas kembali dengan akuades dan preparat selanjutnya ditetesi dengan alkohol 95% sebagai bahan pemucat selama ±5 detik, dibilas kembali dengan akuades dan dikeringudarakan. Pewarnaan terakhir menggunakan safranin selama ±30 detik dan dibilas kembali dengan akuades, lalu preparat dikeringudarakan. mikroskop. Bakteri yang telah diwarnai diperiksa di bawah Bakteri dikelompokkan menjadi bakteri Gram positif, bila dapat mempertahankan zat warna ungu kristal dan tampak berwarna ungu tua. Kelompok bakteri Gram negatif akan terlihat berwarna merah, karena pada saat dicuci dengan alkohol tidak dapat mempertahankan warna ungu yang berasal dari kristal violet, sehingga sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin bakteri menyerap warna tersebut dan mengakibatkan tampak berwarna merah. Karakteristik biokimia kultur bakteri salah satunya ditentukan melalui pengujian katalase dengan cara sebanyak satu jarum Ose bakteri diambil dan dioleskan pada gelas objek, kemudian ditetesi dengan satu tetes H2O2. Apabila dihasilkan gelembung-gelembung gas O2, maka bakteri yang diperiksa termasuk kelompok bakteri katalase positif, sebaliknya apabila tidak ada gelembung gas maka bakteri tersebut termasuk bakteri katalase negatif 16 Penentuan Populasi BAL Indigenous Dadiah (Waluyo, 2008). Tahap ini bertujuan untuk menentukan jumlah populasi BAL selama diberikan perlakuan (ketahanan terhadap keasaman lambung yang berbeda, keberadaan garam empedu dan adanya antibiotik) yang dihitung dengan pendekatan dua metode yaitu metode pour plate (hitungan cawan) dan metode turbidimetrik dengan spektrofotometer. Metode pour plate digunakan untuk penentuan populasi BAL sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan metode turbidimetrik digunakan untuk penentuan perubahan populasi BAL selama perlakuan. Metode Hitungan Cawan (Bakteriological Analytical Manual, 2001). Tahap ini diawali dengan pengenceran yang dilakukan dengan cara sebanyak 1 ml sampel yang sudah homogeny diambil dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml laruran pengencer yaitu BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10-1. Pengenceran terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-9. Pemupukan dilakukan dengan pipet steril yaitu sebanyak 1 ml pada pengenceran 10-6, 10 -7, 10 -8 dan 10 -9 diambil dan dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar sebanyak 15 ml ditambahkan ke dalam cawan Petri den dihomogenkan sampai merata (metode tuang atau pour plate). Cawan tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 C selama 24-48 jam. Koloni mikroba yang terbentuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut : Jumlah Populasi (cfu/ml) = N cawan (n1 + (0,1 x n2)) x d Keterangan : N = Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (25-250 koloni) n1 = Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung n2 = Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung d = Pengenceran pertama yang dihitung 17 Metode Turbidimetrik (Waluyo, 2008). Tahap ini diawali dengan penentuan korelasi antara nilai optical density (OD) dengan populasi bakteri hasil pemupukan dengan metode pour plate. Semakin tinggi nilai OD maka jumlah populasi bakteri yang dipupukkan juga semakin banyak, sehingga membentuk persamaan linier y = a + bx dengan y jumlah populasi BAL, x nilai OD BAL sedangkan a dan b konstanta persamaan. Persamaan linier yang didapat (Tabel 1) digunakan untuk konversi OD dalam jumlah populasi dari L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 serta L. acidophilus Y-01 selama pengamatan untuk pengujian ketahanan terhadap kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu dan antibiotik yang berbeda. Tabel 1. Persamaan Linier BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi No. Bakteri Persamaan Linier R2 1. L. plantarum D-01 y = 6,873 + 2,522x 0,978 2. L. lactis D-01 y = 7,074 + 1,169x 0,936 3. B. longum Y-01 y = 6,684 + 1,093x 0,957 4. L. acidophilus Y-01 y = 7,205 + 1,812x 0,976 Penelitian Utama Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda (Chou dan Weimer, 1999). Kultur starter bakteri segar diperoleh dengan menumbuhkan ke dalam MRSB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Sel-sel bakteri dipanen dengan cara disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C, lalu dipisahkan dari supernatannya. Sel-sel kultur starter bakteri distandarisasi untuk mendapatkan populasi awal 107 cfu/ml, lalu diinokulasikan ke dalam larutan PBS (Phosphate Buffer Saline) steril yang telah dikondisikan pada pH 2; 2,5; 3,2; dan 7,2. Kultur starter bakteri dalam larutan PBS diinkubasi pada suhu 37 C selama 180 menit. Populasi kultur starter bakteri dihitung dengan cara dipupukkan sebelum diinkubasi (t0) dan sesudah diinkubasi selama 180 menit (t180). Selisih antara populasi t180 dengan t0 merupakan jumlah BAL yang mampu bertahan pada kondisi keasaman lambung yang berbeda. Perubahan populasi kultur starter BAL selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 30 menit untuk 18 diperoleh nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan melalui konversi nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh (Tabel 1). Ketahanan bakteri terhadap keasaman lambung yang berbeda ditentukan berdasarkan jumlah populasi BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara kultur starter BAL sebelum dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian bakteri maksimal 50%. Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu (Lin et al., 2006). Uji ketahanan terhadap garam empedu dilakukan terhadap isolat kultur starter BAL yang dapat tumbuh pada pH 2,0. Pengujian disesuaikan dengan kadar garam empedu pada saluran pencernaan yaitu dengan menggunakan bile salt sebanyak 0,3% oxgall b/v dalam media PBS basal dengan pH 7,2 yang telah disterilisasi pada suhu 121 C selama 15 menit. Kultur starter bakteri yang sudah distandarisasi dengan populasi awal ± 107 cfu/ml diinokulasikan pada media PBS steril yang telah ditambahkan garam empedu 0,3%, lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Populasi kultur starter bakteri dihitung dengan cara dipupukkan sebelum diinkubasi (t0) dan sesudah diinkubasi selama 24 jam (t24). Selisih antara populasi t24 dengan t0 merupakan jumlah BAL yang mampu bertahan pada garam empedu. Perubahan populasi kultur starter BAL selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 1 jam untuk diperoleh nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan melalui konversi nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh (Tabel 1). Ketahanan bakteri terhadap garam empedu ditentukan berdasarkan jumlah populasi BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara kultur starter BAL sebelum dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian bakteri maksimal 50%. Pengujian Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik Berbeda (Liasi et al., 2009). Uji ketahanan terhadap antibiotik dilakukan terhadap isolat kultur starter BAL yang dapat tumbuh pada pH 2,0 dan dalam larutan yang mengandung garam empedu 0,3%. Bakteri asam laktat yang diuji dikarakterisasikan berdasarkan sensitifitasnya terhadap antibiotik amoksisilin 19 dan kloramfenikol. Kultur starter BAL yang sudah distandarisasi dengan populasi awal ±107 cfu/ml ditumbuhkan ke dalam media MRSB yang telah ditambahkan antibiotik sebanyak 30 µg/ml, lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Populasi kultur starter bakteri dihitung dengan cara dipupukkan sebelum diinkubasi (t0) dan sesudah diinkubasi selama 24 jam (t24). Selisih antara populasi t24 dengan t0 merupakan jumlah BAL yang mampu bertahan pada antibiotik. Perubahan populasi kultur starter BAL selama diinkubasi diamati dengan cara sampel diambil setiap 1 jam untuk diperoleh nilai turbiditasnya atau optical density (OD) melalui spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah populasi bakteri dapat diperkirakan melalui konversi nilai OD ke dalam persamaan kurva standar yang telah diperoleh (Tabel 1). Ketahanan bakteri terhadap antibiotik ditentukan berdasarkan jumlah populasi BAL yang mampu bertahan, yaitu bila selisih antara kultur starter BAL sebelum dan sesudah pengamatan minimal 50% atau kematian bakteri maksimal 50%. Pengujian Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen (Modifikasi Wiryawan et al., 2009) Persiapan Filtrat Bebas Sel (FBS) dan FBS Terkonsentrasi. Kultur bakteri yang sudah disegarkan distandarisasi dengan populasi awal ± 107 cfu/ml. Filtrat bebas sel (FBS) diperoleh melalui penyaringan steril dengan filter 0,22 m (Millipore). FBS dikonsentrasikan dengan cara menambahkan ke dalam FBS metanol (MeOH) dengan rasio 1:1, kemudian dievaporasi dalam rotary evaporator pada suhu 40-45 C selama 60 menit atau hingga mencapai 1/5 volume awal. Pemekatan FBS bertujuan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari BAL. FBS terkonsentrasi segera disimpan dalam refrigerator (4 C) sebelum digunakan. Persiapan Bakteri Indikator. Bakteri uji (BAL dan bakteri patogen) yang digunakan adalah bakteri yang berumur 24 jam. Bakteri patogen dengan populasi awal minimal 108 cfu/ml (standar Mc Farland no.2) dalam media NB terlebih dahulu diencerkan dalam larutan NaCl fisiologis hingga didapatkan populasi sebesar 105 cfu/ml. 20 Konfrontasi Filtrat Bebas Sel dengan Bakteri Indikator. Pengujian aktivitas antimikroba kultur L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terhadap bakteri patogen dilakukan dengan metode difusi agar sumur. Sebanyak masing-masing 1 ml kultur bakteri patogen yang telah diencerkan dengan populasi 105 cfu/ml dipipet ke dalam cawan Petri, lalu ditambahkan media Muller Hinton Agar dengan suhu 50 C sebanyak 20 ml/cawan dan dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan. Media MHA berisi bakteri patogen indikator dibiarkan padat, kemudian dibuat sumur difusi berdiameter 7 mm dengan alat pelubang atau cork borer, lalu bagian bawah sumur dilapisi dengan media Bacteriological Agar untuk menghindari filtrat merembes di dasar sumur. Sebanyak 50 l FBS terkonsentrasi dipipet ke dalam sumur, lalu cawan beserta isi diletakkan dalam refrigerator untuk memberi kesempatan FBS berdifusi ke dalam agar. Cawan selanjutnya diinkubasi pada 37 C selama 24 jam. Diameter penghambatan berupa zona bening yang muncul di sekeliling sumur diukur dengan jangka sorong pada empat tempat yang berbeda, lalu hasil pengukuran dirataratakan (Gambar 3). Koloni bakteri patogen indikator A B C Zona Bening D Sumur diisi FBS Keterangan : diameter lubang yang diisi FBS adalah 7 mm Diameter rata-rata = A+B+C+D 4 Diameter penghambatan (mm) = diameter rata-rata (mm) – 7 mm Gambar 3. Cara Pengukuran Zona Hambat Antimikroba 21 Diagram Alir Penelitian Stok Kultur Bakteri Pemeriksaan Kultur Bakteri BAL (L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01) Standardisasi Populasi Kultur Starter (107 cfu/ml) Pengujian Ketahanan pH (2; 2,5; 3,2 dan 7,2) Pengujian Ketahanan Garam empedu (0,3% oxgall) Bakteri Patogen Indikator (S. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922 dan S. aureus ATCC 25923) Standardisasi Populasi Bakteri Patogen Indikator (standar Mc Farland no.2 yaitu 108 cfu/ml) Pengujian Ketahanan Antibiotik (Amoksisilin dan Kloramfenikol) Persiapan FBS dan FBS Terkonsentrasi 5x Konfrontasi (difusi agar sumur) Tidak Tahan Tahan Menghasilkan zona penghambatan Tidak menghasilkan zona penghambatan Bakteri Probiotik Gambar 4. Diagram Alir Penelitian Rancangan Percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis uji t digunakan untuk analisis ketahanan BAL indigenous dadiah terhadap 1) kondisi keasaman lambung yang berbeda, 2) garam empedu dan 3) antibiotik berbeda. Data dianalisis dengan uji t untuk membandingkan dua perlakuan yaitu sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dengan masing-masing 22 perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Rumus yang digunakan menurut Walpole (1995) sebagai berikut : Keterangan : µi = rata-rata perlakuan ke-i µj = rata-rata perlakuan ke-j s = simpangan baku n = jumlah data Rancangan Acak Lengap dengan dua kali pengulangan untuk analisis aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen serta tiga kali pengulangan untuk analisis persentase bakteri yang hidup pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu dan antibiotik berbeda. Model matematika untuk Rancangan Acak Lengkap berdasarkan Steel dan Torrie (1995) adalah : Yij = μ + δi + εij Keterangan : Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan Umum δi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Uji aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen i = BAL yang berbeda, j = ulangan ke-1 dan 2. Uji persentase bakteri yang hidup pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu dan antibiotik berbeda i = BAL yang berbeda, j = ulangan ke-1, 2 dan 3. Data yang diperoleh diuji asumsi terlebih dahulu, apabila memenuhi asumsi maka akan dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) sedangkan apabila tidak memenuhi asumsi maka ditransformasi terlebih dahulu dan apabila masih tidak memenuhi uji asumsi maka akan dianalisis dengan Kruskal Wallis. Jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kultur starter yang akan digunakan tidak terkontaminasi oleh kapang, khamir ataupun oleh mikroorganisme lain. Kemurnian suatu kultur starter dapat dibuktikan melalui pemeriksaan morfologi menggunakan pewarnaan Gram dan pengujian sifat katalase menggunakan hidrogen peroksida (H202). Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian suatu bakteri. Pada pewarnaan Gram ini, bakteri dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan susunan dinding selnya yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczar dan Chan, 2007). Pemeriksaan kultur starter yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas bakteri L. plantarum (Lp D-01) dan L. lactis (Ll D-01) yang merupakan isolat asal dadiah susu kerbau, L. acidophilus (La Y-01) dan B. longum (Bl Y-01) yang merupakan isolat dari produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008) serta bakteri patogen indikator yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, dan S. Typhimurium ATCC 14028. Pemeriksaan kultur starter dengan bantuan metode pewarnaan Gram didapatkan hasil bahwa kultur starter memiliki bentuk yang seragam (tidak terdapat kontaminasi) dan tergolong ke dalam bakteri Gram positif untuk kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 serta bakteri Gram negatif untuk kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Karakteristik dan bentuk morfologi masing-masing kultur starter dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Bakteri L. plantarum D-01 Pewarnaan Gram Positif Morfologi Bentuk dan Susunan Batang tunggal dan Sifat Katalase Negatif berantai pendek L. lactis D-01 Positif Bulat berantai Negatif pendek B. longum Y-01 Positif Batang tunggal dan Negatif berantai pendek L. acidophilus Positif Y-01 Batang tunggal dan Negatif berantai pendek S. aureus ATCC Positif 25923 Bulat tunggal dan Positif berbentuk anggur E. coli ATCC Negatif Batang tunggal Positif 25922 S. Typhimurium ATCC 14028 Negatif Batang tunggal dan Positif berkoloni Kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 tergolong kedalam bakteri Gram positif disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan warna ungu yang berasal dari zat pewarna kristal violet meskipun sudah diberi alkohol 95% dan setelah diberi pewarna tandingannya yaitu safranin. Pelczar dan Chan (2007) 25 menjelaskan bahwa bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan ketika ditetesi oleh alkohol 95%, dinding sel mengalami dehidrasi, poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel dan ketika ditetesi dengan zat pewarna safranin, warna merah yang berasal dari safranin tidak berpengaruh (tidak masuk ke dalam dinding sel). Fardiaz (1992) juga menambahkan bahwa bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan pada bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tebal dengan ukuran dari 18 sampai 80 nm. Tebal dinding sel sangat bergantung pada peptidoglikan asam teikoat yaitu polimer dari ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N asetilglukosamin. Bakteri Gram postif tersusun atas dua lapisan dinding selnya yaitu 90% lapisan peptidoglikan yang dapat mempertahankan warna ungu dan 10% lapisan tipis yakni asam teikoat. Kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 tergolong ke dalam bakteri Gram negatif, disebabkan bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet ketika diberi alkohol 95%. Pelczar dan Chan (2007) mengatakan bahwa bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95%, lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan membuat sel menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak berwarna tersebut apabila ditetesi dengan safranin maka sel tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah ketika dilihat di bawah mikroskop. Fardiaz (1992) juga menambahkan bahwa dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari peptidoglikan dengan ukuran 10 sampai 15 nm sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri Gram negatif ini dikelilingi oleh membran luar yang terpisah dari tubuh bakteri dengan suatu ruang periplasmik yaitu terdiri atas bagian dalam fosfolipid dan bagian luar lipopolisakharida. Pengamatan morfologi terhadap L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa bakteri tersebut berbentuk batang dan mempunyai susunan tunggal dan berantai pendek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yakni L. plantarum dan L. acidophilus berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek serta pernyataan Wahyudi dan Samsundari (2008) yaitu 26 B. longum berbentuk batang. Hasil pengamatan morfologi L. lactis D-01 didapatkan hasil bahwa bakteri tersebut berbentuk bulat berantai pendek dan hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu L. lactis termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa bakteri E. coli dan S. Typhimurium memiliki bentuk morfologi batang, sedangkan bakteri S. aureus memiliki bentuk morfologi bulat dengan susunan tunggal maupun berbentuk anggur. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yaitu E. coli ATCC 25922 berbentuk batang dengan susunan tunggal, S. Typhimurium ATCC 14028 berbentuk batang dengan susunan tunggal dan berkoloni serta S. aureus ATCC 25923 berbentuk bulat dengan susunan tunggal dan berbentuk anggur. Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase yang terdapat pada kultur starter bakteri. Produksi enzim katalase dapat diketahui dengan cara larutan H2O2 diteteskan di atas preparat bakteri yaitu apabila terbentuk gelembung-gelembung gas hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut melepaskan gas O2 dan dinyatakan sebagai bakteri katalase positif. Bakteri yang tidak menghasilkan gas O2 setelah ditetesi H2O2 menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki enzim peroksidase yang dapat mencegah produksi gas O2 dan bakteri tersebut dinyatakan sebagai bakteri katalase negatif (Surono, 2004). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kultur starter indigenous dadiah yakni L. plantarum D-01, L. lactis D-01 serta BAL produk olahan susu sapi yaitu L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 tidak menghasilkan gelembunggelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H202 sehingga digolongkan sebagai bakteri katalase negatif sedangkan kultur bakteri patogen indikator yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028 menghasilkan gelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H2O2 sehingga digolongkan sebagai bakteri katalase positif. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan bahwa L. plantarum, L. lactis, L. acidophilus dan B. longum tergolong ke dalam bakteri katalase negatif sedangkan E. coli, S. aureus dan S. Typhimurium tergolong ke dalam bakteri katalase positif. 27 Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri probiotik apabila bakteri tersebut masih aktif pada kondisi asam lambung. Stress yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung. Pada kondisi pH rendah, BAL tidak hanya tumbuh lambat tetapi mungkin juga mengalami kerusakan asam dan menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah. Surono (2004) mengatakan bahwa pH lambung dalam keadaan istirahat sangatlah rendah yaitu sekitar 2. Pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap kondisi keasaman lambung in vitro dilakukan pada pH medium 2; 2,5; 3,2 dan 7,2 selama 180 menit. Penentuan nilai pH yang berbeda berdasarkan pada kondisi keasaman saluran pencernaan pada lambung yang selalu berubah yaitu pH lambung dalam keadaan istirahat atau kosong sangatlah rendah sekitar 2,0, berubah menjadi 2,5 ketika enzim pepsin menghidrolisis protein (Surono, 2004), meningkat menjadi 3,2 ketika asam lambung disekresikan dan berada sekitar 7,2 ketika mulai memasuki usus (Mitsuoka, 1990). Waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar lambung adalah sekitar 90 menit (Berrada et al., 1991). Waktu yang digunakan dalam penelitian ini lebih panjang yaitu 180 menit disebabkan bakteri untuk mencapai usus halus memerlukan waktu dan selama perjalanan menuju usus pH pencernaan masih berada pada kondisi yang asam. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada keasaman lambung yang berbeda selama 180 menit dapat dilihat Tabel 3. Bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan populasi ketika berada pada pH 2, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan beradapatasi ketika berada pada pH 2 (Tabel 3). Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan populasi sebesar 1,51 log10 cfu/ml dan L. lactis D-01 mengalami penurunan sebesar 1,27 log10 cfu/ml (P<0,01). Meskipun kedua bakteri tersebut mengalami penurunan populasi, kedua bakteri tersebut masih tetap memiliki ketahanan yang baik dibuktikan dengan populasi yang mampu hidup sebesar >80%. Menurut Jacobsen et al. (1999) semua 28 bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah, maka bakteri tersebut dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam, sehingga walaupun penurunan jumlah koloni lebih dari 1 log cfu/ml bukan berarti bakteri tersebut tidak tahan terhadap pH 2, kecuali BAL tersebut memang tidak mampu bertahan pada pH 2, ditunjukkan oleh tidak dijumpai populasi bakteri pada kondisi tersebut. Tabel 3. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Populasi BAL (log10 cfu/ml) No. Lama inkubasi L. plantarum L. lactis B. longum L. acidophilus D-01 D-01 Y-01 Y-01 1 pH 2,0 P0 menit A 7,98 ± 0,13 B A 7,15 ± 0,29 7,06 ± 0,12 B 7,72 ± 0,24 P180 menit 6,47 ± 0,09 6,45 ± 0,20 7,31 ± 0,33 7,15 ± 0,13 (P180 - P0)* -1,51 ±1,07 -1,27 ± 0,90 0,16 ± 0,11 0,09 ± 0,06 2 pH 2,5 a P0 menit 7,52 ± 0,12 7,24 ± 0,45 7,36a ± 0,09 7,25 ± 0,02 P180 menit 6,01b ± 0,31 6,49 ± 0,30 7,62b ± 0,06 7,54 ± 0,12 (P180 - P0)* -1,51 ± 1,07 -0,75 ± 0,53 0,26 ± 0,18 0,29 ± 0,21 3 pH 3,2 A P0 menit 7,81 ± 0,28 7,04 ± 0,12 7,50 ± 0,33 7,12a ± 0,03 P180 menit 6,37B ± 0,23 6,89 ± 0,34 7,92 ± 0,29 7,43b ± 0,08 (P180 - P0)* -1,44 ± 1,02 -0,15 ± 0,11 0,42 ± 0,30 0,31 ± 0,22 4 pH 7,2 P0 menit 7,93 ± 0,29 7,43 ± 0,08 7,01a ± 0,17 7,45a ± 0,08 P180 menit 8,48 ± 0,13 7,86 ± 0,17 7,45b ± 0,15 7,81b ± 0,14 (P180 - P0)* 0,55 ± 0,39 0,43 ± 0,30 0,44 ± 0,31 0,36 ± 0,25 Keterangan :*hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada menit ke-0 dengan ke-180 menit Pada perlakuan pH 2,5 (Tabel 3) dapat dilihat bahwa bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah koloni, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kondisi keasaman 29 lambung tersebut. Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan jumlah populasi sebesar 1,51 log10 cfu/ml pada pH 2,5, sedangkan bakteri B. longum Y-01 mampu tumbuh dan meningkatkan jumlah populasi sebesar 0,26 log10 cfu/ml pada kondisi yang sama. Bakteri L. plantarum D-01 tetap dikatakan mampu bertahan hidup di media dengan pH 2,5 meskipun mengalami penurunan populasi disebabkan bakteri tersebut masih dapat mempertahankan jumlah populasinya sebesar 79%. Pada pH 3,2, bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami peningkatan jumlah populasi. Bakteri L. acidophilus Y-01 mengalami peningkatan sebesar 0,31 log10 cfu/ml serta bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan sebesar 1,44 log10 cfu/ml. Bakteri L. plantarum D-01 tetap dikatakan mampu bertahan pada pH 3,2 disebabkan sebagian besar bakteri (81%) mampu bertahan pada pH rendah, meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan bakteri tersebut tahan terhadap pH (Jacobsen et al., 1999). Pada pH 7,2, keempat BAL yang diuji dapat tumbuh serta memiliki ketahanan yang sangat baik dan tidak mengalami penurunan jumlah populasi. Populasi B. longum Y-01 mampu meningkatkan sebesar 0,44 log10 cfu/ml dan L. acidophilus sebesar 0,36 log10 cfu/ml ketika ditumbuhkan pada pH 7,2. Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik pada kondisi keasaman lambung yang berbeda baik pada pH 2, 2,5, 3,2 serta 7,2 disebabkan jumlah persentase bakteri yang hidup lebih dari 75% yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Perlakuan Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum D-01 L. lactis D-01 B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 pH 2 81,12b ± 2,31 83,69b ± 3,85 102,32a ± 0,46 101,27 a ± 1,00 pH 2,5 79,91 b ± 3,04 89,76 ab ± 1,42 103,51 ab ± 1,34 104,00 a ± 1,89 pH 3,2 81,61 B ± 4,59 97,97 A ± 6,46 105,67 A ± 4,00 104,36A ± 1,39 pH 7,2 107,01 ± 3,65 105,78 ± 1,13 106,29 ± 3,57 104,83 ± 1,76 Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) 30 Pada pH 2 dan 2,5, persentase bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni bakteri B. longum Y-01 mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar pada pH 2 yang nilainya tidak berbeda dengan L. acidophilus Y-01. Pada pH 2,5 jumlah persentase bakteri hidup terbesar adalah L. acidophilus Y-01 yang nilainya tidak berbeda dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada pH 3,2, persentase kemampuan BAL yang hidup secara nyata sangat berbeda yaitu B. longum Y-01 mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda dengan L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki persentase bakteri hidup lebih besar dibandingkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 (Tabel 4) disebabkan Bifidobacteria dan L. acidophilus merupakan mikroba yang berkarakteristik mampu mencapai dan hidup dalam keadaan utuh di dalam usus dengan jumlah yang cukup tinggi (Nakazawa dan Hosono, 1992). Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan dan tumbuh, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 5. Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada kondisi keasaman lambung yang berbeda. Grafik pertumbuhan L. plantarum D-01 menunjukkan bahwa pada menit ke-0 sampai ke-90 bakteri tersebut mampu tumbuh dan bertahan pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, namun setelah menit ke-90 sampai menit ke-180 bakteri tersebut secara bertahap mulai mengalami penurunan jumlah populasi pada pH 2; 2,5 dan 3,2 sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut dapat tumbuh normal dan mengalami peningkatan jumlah populasi sampai pada menit ke-180. Hal ini menandakan bahwa pada pH 2; 2,5 dan 3,2 bakteri L. plantarum D-01 mampu bertahan sampai menit ke-90, sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut mampu tumbuh ditunjukkan oleh populasi akhir yang lebih besar dari populasi awal. 31 , , , , , , = , , , , , , = , , , , , , = , , , , , , = Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda dengan pH 2 ( ), pH 2,5 ( ), pH 3,2 ( ) dan 7,2 ( ) 32 Grafik bakteri B. longum Y-01 dan L. lactis D-01 menunjukkan pertumbuhan yang statis selama 180 menit. Hal ini menandakan bahwa kedua bakteri tersebut mampu bertahan pada kondisi asam lambung, namun peningkatan populasinya tidak nyata terlihat. Grafik bakteri L. acidophilus Y-01 (Gambar 5) menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif dan pada pengamatan menit ke-180 populasinya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada menit ke-0. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. acidophilus mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi keasaman lambung yang berbeda. Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan asam memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran akibat penurunan pH ekstraseluler dibandingkan dengan bakteri yang tidak tahan terhadap asam. Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam biasanya juga disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Pertahanan pH sitoplasma yang lebih basa, terjadi bila sel memiliki membran yang merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa/proton. Komposisi asam lemak dan protein penyusun membran yang beragam di antara spesies bakteri juga diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah. Surono (2004) menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap asam. Peptidoglikan merupakan molekul besar yang disusun oleh senyawa gula dan asam amino. Dua gula penyusunnya adalah N-acetylglucosamin (NAG) dan N-acetymuramic acid (NAM). Lapisan peptidoglikan tunggal saling berikatan dengan lapisan lainnya melalui bagian rantai asam aminonya, sehingga membentuk suatu ikatan silang yang kuat menutupi seluruh sel. Masuknya asam ke dalam sel dapat melalui beberapa cara antara lain melalui asam teikoat yang hanya ditemui pada dinding sel dan membran dinding sel dari Gram positif. Asam teikoat diketahui mempunyai muatan negatif sehingga dapat membatasi macam substansi yang akan diikat dan diteruskan dalam sel. Selain itu dapat melalui adsorbsi yang mempengaruhi permeabilitas dan porositas dinding sel yang menyebabkan terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna 33 karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis apalagi bakteri Gram negatif yang kandungan peptidoglikannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan bakteri Gram positif, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel. Nannen dan Hutkins (1991) juga menjelaskan bahwa untuk bertahan di lingkungan asam, suatu BAL harus mampu mempertahankan pH intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler. Bakteri yang tidak tahan terhadap asam akan menjaga pH intraseluler mendekati netral, sedangkan BAL yang lebih tahan terhadap asam secara dinamis akan mengubah pH intraseluler seiring dengan penurunan pH ekstraseluler, sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. BAL dengan gradien proton yang besar tidak menguntungkan dikarenakan translokasi proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel tersebut. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu BAL dapat dikatakan bakteri probiotik apabila mampu bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan terutama ketika BAL memasuki bagian atas saluran usus yaitu tempat garam empedu disekresikan di dalam usus. Surono (2004) juga menambahkan bahwa asam empedu terbentuk dalam hati dan disalurkan ke usus melalui usus dua belas jari. Asam empedu mengandung padatan seperti garam empedu, terbanyak garam Na dan segmen empedu seperti bilirubin glukuronida, sulfat steroid dan senyawa racun lainnya serta mengandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol. Asam empedu akan diserap kembali dari ileum bagian bawah dan kembali ke hati untuk disekresikan kembali ke empedu. Asam empedu yang tidak diserap kembali dan lolos ke usus besar didekonjugasi oleh bakteri usus menjadi asam empedu sekunder. Semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang resisten terhadap garam empedu (Zavaglia et al., 1998). 34 Waktu pengamatan ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap garam empedu dilakukan selama 24 jam. Menurut Surono (2004), lamanya bakteri hidup di dalam usus adalah sekitar 4-6 jam. Namun, bakteri yang telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik, sehingga waktu pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini diperpanjang hingga 24 jam. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada garam empedu selama 24 jam dapat dilihat Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu Populasi BAL (log10 cfu/ml) No. Lama inkubasi L. plantarum L. lactis B. longum L. acidophilus D-01 D-01 Y-01 Y-01 1. Kontrol (Tanpa Garam Empedu) P0 jam 7,31 ± 0,11 7,34A ± 0,05 7,37 ± 0,10 7,92 ± 0,13 P24 jam 7,43 ± 0,11 7,98B ± 0,06 7,62 ± 0,15 8,18 ± 0,06 (P24 - P0)* 0,12 ± 0,09 0,64 ± 0,45 0,25 ± 0,18 0,26 ± 0,18 2. Garam empedu A P0 jam 7,85 ± 0,83 7,99 ± 0,07 8,41a ± 0,03 7,54a ± 0,10 P24 jam 6,37 ± 0,63 6,05B ± 0,12 8,51b ± 0,01 7,78b ± 0,07 (P24 - P0)* -1,48 ± 1,05 -1,94 ± 1,37 0,10 ± 0,07 0,24 ± 0,17 Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada jam ke-0 dengan ke-24 jam Keempat BAL yang diuji mampu tumbuh pada media PBS dengan pH 7,2 yang tidak diberi garam empedu (Tabel 5). Bakteri L. lactis D-01 mengalami peningkatan populasi secara nyata sebesar 0,64 log10 cfu/ml (P<0,05) ketika ditumbuhkan pada media PBS. Walaupun tidak terdapat zat penghambat dan ditumbuhkan pada suhu dan pH yang sesuai, namun di dalam media PBS nutrisi yang diperlukan oleh BAL tidak terpenuhi sehingga pertumbuhan BAL tidak dapat meningkat secara maksimal. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba terdiri atas ketersediaan nutrisi, pH, 35 suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Media PBS tidak terdapat nutrisi disebabkan di dalam media PBS hanya terdiri dari bahan-bahan kimia yang dapat menstabilkan pH diantaranya NaCl, KCl dan Na2HP04 x 2 H20. Bakteri asam laktat indigenous dadiah mengalami penurunan populasi sebesar ± 1,5 log10 cfu/ml untuk L. plantarum D-01 dan ± 2,0 log10 cfu/ml untuk L. lactis D-01 (P<0,01) pada kondisi lingkungan saluran pencernaan dengan garam empedu, sebaliknya bakteri asam laktat asal produk olahan susu sapi yakni B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat bertahan dan meningkat populasinya (P<0,05). Bakteri L. lactis D-01 tetap memiliki ketahanan yang baik disebabkan sebagian besar bakteri (75%) mampu bertahan pada garam empedu, sehingga meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan bakteri tersebut tahan terhadap garam empedu (Jacobsen et al., 1999). Persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan penambahan garam empedu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu Perlakuan Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum L. lactis B. longum L. acidophilus D-01 D-01 Y-01 Y-01 B A B Kontrol 101,71 ± 2,49 108,72 ± 0,61 103,39 ± 1,01 103,25B ± 1,19 Garam Empedu 81,22 ab ± 5,71 75,75 b ± 1,42 101,19 ab ± 0,30 103,20 a ± 1,94 Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Pada perlakuan penambahan garam empedu, persentase bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda dengan L. plantarum D-01 dan B. longum Y-01. Pada media tanpa penambahan garam empedu, persentase BAL yang hidup secara nyata sangat berbeda (P<0,01), yaitu bakteri L. lactis D-01 mempunyai jumlah persentase bakteri terbesar. Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 6. 36 , , , , = , , , , = , , , , = , , , , = Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu dengan Garam Empedu ( ) atau tanpa Garam Empedu ( ) 37 Keempat BAL yang diuji baik L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu (Gambar 6). L. plantarum D-01 dan B. longum Y-01 menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif pada media tanpa adanya penambahan garam empedu sedangkan keberadaan garam empedu menyebabkan pertumbuhan yang statis. Pertumbuhan L. plantarum D-01 pada media tanpa penambahan garam empedu menunjukkan kurva yang fluktuatif sampai jam ke-17 dan setelah jam ke-17 populasinya secara bertahap mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. plantarum mampu berkembang biak setelah jam ke-17. Kurva pertumbuhan L. lactis D-01 (Gambar 6) menunjukkan bahwa tanpa atau dengan garam empedu bakteri mengalami pertumbuhan yang statis. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. lactis hanya mampu bertahan pada garam empedu namun tidak dapat tumbuh. Grafik L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa tanpa atau dengan garam empedu bakteri tersebut mengalami pertumbuhan yang hampir statis, namun jumlah populasi akhir bakteri tersebut lebih besar daripada populasi awal. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada media tanpa atau dengan garam empedu. Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 disebabkan kedua bakteri tersebut tidak mengalami penurunan jumlah populasi ketika diberi perlakuan garam empedu. Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri. Pada BAL yang tahan terhadap garam empedu apabila diinkubasi pada larutan penyangga yang mengandung garam empedu masih dapat tumbuh dan tidak akan mengalami lisis. Namun, BAL tersebut tetap mengalami kebocoran materi intraseluler. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sifat permeabilitas sel pada membran sel bakteri. Pada bakteri yang tidak tahan terhadap garam empedu, perubahan permeabilitas sel dan kebocoran materi intraseluler lebih besar, sehingga sel bakteri akan mati karena lisis. Perubahan struktur membran sel dan sifat permeabilitas sel dapat terjadi akibat 38 enzim lipolitik yang disekresikan pankreas bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma bakteri. Keragaman struktur asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya, sehingga mungkin mempengaruhi ketahanannya terhadap garam empedu. Surono (2004) juga menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu. Bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel tipis akan lebih mudah mengalami lisis dan mengakibatkan kematian apabila terkena garam empedu, sedangkan bakteri Gram positif yang memiliki dinding sel lebih tebal dapat mempertahankan hidupnya dan tidak mengalami lisis apabila terkena garam empedu. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik Berbeda Widodo (2002) menyatakan bahwa salah satu syarat BAL yang bermanfaat sebagai probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Antibiotik merupakan musuh paling berbahaya bagi mikroba. Antibiotik akan menyapu bersih populasi bakteri di dalam usus tanpa pandang bulu, sehingga untuk sesaat usus menjadi bersih tanpa adanya bakteri. BAL yang memiliki ketahanan terhadap antibiotik tidak akan mati ketika diberi antibiotik, sehingga di dalam usus manusia keseimbangan mikrobanya masih dapat terjaga. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap antibiotik berbeda dilakukan pada antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol. Antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kedua antibiotik tersebut juga sering dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga antibiotik tersebut dipilih untuk diujikan pada penelitian. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk bertahan dan tumbuh dalam media yang mengandung antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol selama 24 jam dapat dilihat Tabel 7. 39 Tabel 7. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik Populasi BAL (log10 cfu/ml) No. Lama L. plantarum L. lactis B. longum L. acidophilus D-01 D-01 Y-01 Y-01 inkubasi 1 Kontrol (Tanpa Antibiotik) P0 jam 7,89 ± 0,03 7,72A ± 0,05 7,79A ± 0,04 7,83A ± 0,03 P24 jam 11,26B ± 0,05 9,59B ± 0,05 9,89B ± 0,02 9,31B ± 0,04 3,37 ± 2,38 1,87 ± 1,32 2,10 ± 1,48 1,48 ± 1,05 (P24 - P0)* A 2 Antibiotik Amoksisilin P0 jam 7,86 ± 0,43 7,68A ± 0,22 B 7,65 ± 0,13 7,82 ± 0,79 P24 jam 7,53 ± 0,60 6,10 ± 0,10 7,82 ± 0,10 8,20 ± 0,37 (P24 - P0)* -0,33 ± 0,23 -1,58 ± 1,12 0,17 ± 0,12 0,38 ± 0,27 3 Antibiotik Kloramfenikol a P0 jam 7,89 ± 0,02 7,93a ± 0,02 7,92A ± 0,03 7,73a ± 0,05 P24 jam 8,21b ± 0,06 8,20b ± 0,08 8,12B ± 0,03 8,23b ± 0,11 (P24 - P0)* 0,32 ± 0,23 0,27 ± 0,19 0,20 ± 0,14 0,50 ± 0,35 Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan jumlah populasi jam ke-0 dengan ke-24 jam Pertumbuhan bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media tanpa antibiotik (Tabel 7) mengalami peningkatan jumlah populasi dari jam ke-0 sampai jam ke-24. BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi tumbuh dengan baik dan nyata meningkat populasinya (P<0,01) sebesar 1,5 – 3 log10 cfu/ml selama 24 jam inkubasi dalam media MRSB tanpa penambahan antibiotik, dengan peningkatan populasi tertinggi didapatkan pada L. plantarum D-01. Keempat BAL yang diuji tersebut mampu tumbuh dan berkembang biak pada media MRSB disebabkan pada media MRSB terdapat nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri diantaranya sumber karbohidrat yaitu dextrose. Selain mengandung nutrisi, kondisi lingkungan pengujian yang sangat mendukung seperti pH dan suhu yang sesuai serta tidak terdapat zat penghambat membuat keempat 40 BAL yang diuji mampu tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Buckle et al. (2007) yang mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan nutrisi, pH, suhu, ketersediaan oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Pada media yang diberi antibiotik amoksisilin, bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu mempertahankan jumlah populasinya (Tabel 7). Bakteri L. lactis D-01 mengalami penurunan populasi sebesar 1,58 log10 cfu/ml. Bakteri L. lactis D-01 tetap dikatakan mampu hidup pada media yang telah diberi antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi disebabkan menurut Jacobsen et al. (1999) semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi yang telah diberi antibiotik dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap antibiotik meskipun jumlah populasinya mengalami penurunan. Hasil penelitian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap antibiotik kloramfenikol (Tabel 7) menunjukkan bahwa keempat BAL yang diuji mampu mempertahankan jumlah populasinya meskipun telah diberi antibiotik kloramfenikol. BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi mampu bertahan dan meningkatkan populasi (P<0,05) sebesar 0,32 log10 cfu/ml untuk L. plantarum D-01, 0,27 log10 cfu/ml untuk bakteri L. lactis D-01, 0,50 log10 cfu/ml untuk bakteri L. acidophilus Y-01 serta meningkatkan populasi (P<0,01) sebesar 0,20 log10 cfu/ml untuk bakteri B. longum Y-01 pada kondisi lingkungan saluran pencernaan dengan antibiotik kloramfenikol. Keempat BAL yang diuji tetap dikatakan tahan terhadap antibiotik meskipun L. lactis D-01 secara signifikan mengalami penurunan jumlah populasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah persentase bakteri yang hidup masih lebih dari 90% yang dapat dilihat pada Tabel 8. 41 Tabel 8. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik Perlakuan Kontrol Amoksisilin Kloramfenikol Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum L. lactis B. longum L. acidophilus D-01 D-01 Y-01 Y-01 a 142,70 ± 0,44 ab ab 124,22 ± 1,19 126,96 ± 0,63 118,88b ± 0,50 95,78 ± 5,39 91,71 ± 13,55 102,23 ± 2,76 105,48 ± 10,29 ab ab 102,53b ± 0,66 106,45a ± 1,82 104,06 ± 1,06 103,40 ± 0,90 Keterangan : Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Pada media tanpa antibiotik, persentase bakteri hidup L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni persentase bakteri hidup terbesar adalah L. plantarum D-01 yang nilainya tidak signifikan dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada media dengan antibiotik kloramfenikol, jumlah bakteri yang mampu hidup secara nyata sangat berbeda, yaitu bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak signifikan dengan L. plantarum D-01 dan L. lactis Y-01. Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 7. Bakteri L. plantarum D-01, L. Lactis D-01, B. longum Y-01, dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada antibiotik yang berbeda. Kurva kontrol keempat BAL selalu mengalami peningkatan dari jam ke-0 sampai jam ke-24. Hal ini menandakan bahwa tanpa diberi perlakuan (tanpa diberi antibiotik) keempat BAL tersebut mampu tumbuh dengan baik. Pada kurva kontrol (Gambar 7) dapat dilihat fase-fase pertumbuhan bakteri yaitu fase adaptasi, fase logaritmik dan fase stasioner. Fase adaptasi berlangsung pada 0-3 jam inkubasi untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 0-2 jam inkubasi untuk bakteri L. plantarum D-01, serta 0-4 jam inkubasi untuk bakteri L. acidophilus Y-01. Fase logaritmik terjadi pada 3-10 jam inkubasi untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 2-12 jam inkubasi untuk bakteri L. plantarum D-01, serta 4-12 jam inkubasi untuk bakteri L. acidophilus Y-01. Fase stasioner berlangsung setelah jam inkubasi ke-10 untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum 42 Y-01 serta setelah jam inkubasi ke-12 untuk bakteri L. plantarum D-01 dan L. acidophilus Y-01. . , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , C B A = C B A = , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , C B A = C B A = Keterangan : A = fase adaptasi; B = fase logaritmik; C = fase stasioner Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi dengan Antibiotik Amoksisilin ( ), Kloramfenikol ( ) dan tanpa Antibiotik ( ) 43 Kecepatan pertumbuhan bakteri berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme dan mekanisme pertumbuhannya. Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme, semakin lama dibutuhkan oleh sel untuk membelah. Waktu generasi untuk L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media PBS tanpa antibiotik masingmasing adalah 0,45; 0,15; 0,17 dam 0,34 menit. Buckle et al., (2007) juga menjelaskan bahwa pada fase logaritmik, sel-sel bakteri akan tumbuh dan membelah diri sampai jumlah maksimum, sehingga pada fase ini disarankan untuk dilakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan pada fase logaritmik bertujuan agar saat menumbuhkan kembali, sel bakteri tidak mengalami fase adaptasi yang terlalu lama bila ingin digunakan sebagai kultur starter. Pada media dengan antibiotik amoksisilin, pertumbuhan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami sedikit penurunan. Hal ini berarti kedua bakteri tersebut kurang bisa tumbuh atau berkembangbiak dengan baik pada media yang diberi antibiotik amoksisilin disebabkan amoksisilin bekerja dengan cara bakterisidal. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 pada kondisi yang sama menunjukkan pertumbuhan yang hampir statis. Hal ini menandakan bahwa kedua bakteri tersebut dapat hidup pada media yang telah diberi antibiotik amoksisilin. Namun, perkembangbiakan kedua bakteri tersebut terjadi secara bertahap disebabkan antibiotik amoksisilin mampu menghambat perkembangbiakan bakteri. Pada media dengan antibiotik kloramfenikol, pertumbuhan bakteri L. lactis D-01 mengalami peningkatan terutama setelah jam ke-11. Hal ini menandakan bahwa L. lactis D-01 pada jam ke-0 sampai jam ke-11 berusaha melakukan adaptasi dan setelah jam ke-11 bakteri tersebut mampu berkembang biak secara cepat di dalam media yang telah diberi antibiotik. Kurva bakteri yang diberi antibiotik kloramfenikol juga dapat dilihat bahwa bakteri B. longum Y-01 mengalami pertumbuhan yang statis, sedangkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami peningkatan perlahan-lahan. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan hidup dan berkembang biak di dalam media yang diberi antibiotik kloramfenikol, tetapi perkembangbiakannya terjadi secara bertahap. 44 Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap antibiotik kloramfenikol daripada antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi disebabkan antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara mengeluarkan tindakan mematikan (bakterisida) terhadap bakteri yang berada di sekitarnya, sedangkan antibiotik kloramfenikol bekerja secara bakteriostatis yakni dengan cara menghambat pertumbuhan atau pembiakan bakteri, sehingga memungkinkan bakteri yang telah diberi antibiotik kloramfenikol mampu berkembang biak kembali (Volk dan Wheeler, 1993). Antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol sama-sama memiliki spektrum yang luas. Kedua antibiotik tersebut aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Siswandono (2000) menjelaskan bahwa antibiotik amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti H. Influenza, E. coli, P. mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti : S. pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Antibiotik kloramfenikol biasanya hanya digunakan untuk infeksi yang gawat yang disebabkan oleh suatu bakteri anaerob penyebab meningitis H. influenza dan tifus (Volk dan Wheeler, 1993). Antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan cara mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Sitoplasma yang dilapisi dengan membran sitoplasma terdapat di dalam sel. Sitoplasma tersebut merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri Gram tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal dan dikelilingi lapisan asam teikoat, sedangkan dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis serta dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Perbedaan lapisan peptidoglikan ini menentukan ketahanan bakteri terhadap tekanan osmotik (Siswandono, 2000). Antibiotik kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein yakni dengan cara mengeluarkan efek bakteriostatis yang bereaksi pada ribosom 50S 45 yakni tempat antibiotik menghalangi enzim peptidil transferase. Enzim inilah yang melaksanakan tiga langkah dengan membentuk ikatan peptida antara asam amino baru, yang masih melekat pada tRNA-nya dan asam amino terakhir peptida yang sedang berkembang. Sebagai akibat penghalangan ini, semua sintesis protein terhenti seketika (Volk dan Wheeler, 1993). Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen Salah satu kriteria yang diinginkan dari BAL yang digunakan sebagai kultur probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri patogen sehingga mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mempertahankan keseimbangan mikroflora normal usus (Salminen et al., 2004). Pada penelitian ini digunakan tiga spesies bakteri patogen yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Ketiga bakteri patogen tersebut digunakan dalam penelitian ini disebabkan ketiga jenis patogen ini sering menyerang manusia, sehingga dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui spesies BAL yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen tersebut. Aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 No Kultur Bakteri Diameter penghambatan (mm) 1. L. plantarum D-01 11,84C ± 0,34 2. L. lactis D-01 9,73 D ± 0,02 3. B. longum Y-01 13,13B ± 0,19 4. L. acidophilus Y-01 15,35A ± 0,28 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Keempat BAL yang diuji memiliki aktivitas antagonistik yang cukup besar terhadap S. Typhimurium (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fuller (1997) yakni lactobacilli, bifidobacteria dan L. lactis mampu menghambat secara langsung bakteri S. Typhimurium. Berdasarkan hasil analisis ragam juga dapat dilihat bahwa jenis BAL yang berbeda sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap 46 bakteri S. Typhimurium. Pada hasil uji lanjut ditunjukkan bahwa diameter penghambatan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi berbeda-beda yakni zona penghambatan terbesar dihasilkan oleh bakteri L. acidophilus Y-01 sebesar 15,35 mm, sedangkan zona penghambatan terkecil dihasilkan oleh bakteri L. lactis D-01 yaitu sebesar 9,73 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 8. a Gambar 8. b c .. d Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Pada penelitian ini aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri E. coli ATCC 25922. Zona penghambatan yang dihasilkan oleh keempat BAL dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 No Kultur Bakteri Diameter penghambatan (mm) 1. L. plantarum D-01 12,64B ± 0,28 2. L. lactis D-01 10,81C ± 0,17 3. B. longum Y-01 14,72A ± 0,45 4. L. acidophilus Y-01 15,16A ± 0,32 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Keempat BAL yang diuji memiliki diameter penghambatan yang cukup besar terhadap bakteri E. coli. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu spesies dan strain dari Lactobacillus sp., Leuconostoc sp., Pediococcus sp. serta Streptococcus sp. mampu menghambat pertumbuhan E. coli. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa spesies dari Bifidobacteria juga mampu menghambat secara langsung pertumbuhan bakteri E. coli. Hasil analisis ragam menunjukkan 47 bahwa keempat jenis BAL sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap bakteri E. coli. Pada uji lanjut dapat dilihat bahwa diameter hambat masing-masing BAL berbeda-beda kecuali bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01. Bakteri L. acidophilus Y-01 memiliki diameter penghambatan yang paling besar yaitu 15,16 mm, namun secara numerik tidak signifikan dengan diameter penghambatan B. longum Y-01. Diameter penghambatan yang paling kecil dihasilkan oleh bakteri L. lactis D-01 yakni sebesar 10,81 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 9. a Gambar 9. b c d Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC 25922 Pada penelitian aktivitas uji antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri Gram postif yaitu S. aureus. Diameter penghambatan yang dihasilkan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 No Kultur Bakteri Diameter penghambatan (mm) 11,32ab ± 1,32 1. L. plantarum D-01 2. L. lactis D-01 9,40 b ± 0,52 3. B. longum Y-01 13,80 a ± 0,47 4. L. acidophilus Y-01 12,53 a ± 0,18 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) 48 Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa keempat BAL yang diuji memiliki diameter penghambatan yang cukup besar terhadap S. aureus ATCC 25923 yaitu antara 9-12 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu Lactobacillus dan Lactococcus mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa Bifidobacteria memiliki kemampuan untuk menghambat secara langsung bakteri S. aureus. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa keempat galur BAL yang berbeda mempengaruhi diameter penghambatan bakteri S. aureus. Pada hasil uji lanjut dapat dilihat bahwa zona penghambatan yang dihasilkan L. lactis D-01 berbeda dengan zona penghambatan yang dihasilkan oleh B. longum Y-01. Bakteri B. longum Y-01 memiliki zona penghambatan paling besar yakni sebesar 13,80 mm, sedangkan L. lactis D-01 memiliki zona penghambatan paling kecil yakni sekitar 9,40 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 9. a Gambar 10. b c d Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus ATCC 25923 Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi mampu menghambat ketiga bakteri patogen indikator disebabkan BAL tersebut menghasilkan asam organik. Surono (2004) menjelaskan bahwa efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari turunnya nilai pH. Pada hasil penelitian supernatan BAL yang dihasilkan memiliki pH yang asam yaitu pH supernatan L. plantarum D-01 sebesar 4,155, L. lactis D-01 sebesar 4,243, B. longum Y-01 sebesar 4,058, serta L. acidophilus Y-01 sebesar 4,277. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh keempat BAL tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Buckle et al. (2007) yaitu pH optimum bakteri patogen adalah sekitar 6,5 sampai 49 7,5, sehingga dengan pH supernatan yang asam menghasilkan zona penghambatan. Salminen dan Wright (1998) juga menjelaskan bahwa selain asam organik, BAL juga menghasilkan beberapa senyawa yang bersifat antimikroba, diantaranya diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan senyawa protein yang lebih dikenal dengan sebutan bakteriosin. Asam laktat dan asam asetat merupakan salah satu senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh BAL. Selain itu, BAL juga menghasilkan hidrogen peroksida yang cukup besar. Akumulasi senyawa tersebut terdapat di dalam sel dikarenakan BAL tidak menghasilkan enzim katalase. Pelczar dan Chan (2008) juga menambahkan bahwa mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara merusak dinding sel bakteri. Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Pembentukan dinding sel dapat terganggu oleh aktivitas antimikroba disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel, sehingga mengakibatkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Akumulasi senyawa antimikroba ini dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi yaitu rendahnya nilai pH. Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel akan semakin banyak, sehingga semakin banyak energi yang diperlukan untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga apabila bakteri tidak cukup energi maka akan mengakibatkan kematian. Bakteri Gram positif umumnya memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel lebih tebal, sehingga akumulasi senyawa antimikroba yang masuk ke dalam membran sel tidak terlalu banyak. 50 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01 yang merupakan hasil isolasi dari dadiah susu kerbau serta B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang merupakan hasil isolasi dari produk olahan susu sapi mampu bertahan hidup (>75% bakteri yang hidup) di dalam kondisi keasaman lambung yang berbeda, garam empedu, antibiotik serta mampu menghasilkan senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen, sehingga keempat BAL tersebut memenuhi kriteria sebagai probiotik. Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat digunakan sebagai kultur starter tunggal atau campuran dalam pembuatan dadiah secara terkontrol untuk menghasilkan pangan fungsional. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian mengenai penempelan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi pada usus secara in vivo, untuk membuktikan bahwa keempat BAL yang masuk ke dalam saluran pencernaan tidak ikut keluar bersamaan dengan makanan yang keluar melainkan menempel terlebih dahulu pada usus. UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA selaku pembimbing utama dan pembimbing akademik serta Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si. selaku pembimbing anggota yang senantiasa meluangkan waktu serta pikirannya guna memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mohammad Baihaqi, S.Pt. M.Sc., Dr. Ir Dewi Apri Astuti, M.Si dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si selaku dosen penguji atas masukan saran yang menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua Djoni Junianto Sunaryo dan Velly Folandia yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak tercinta Helen, George dan Wenny yang telah memberikan motivasi, masukan dan semangat selama penulis menyelesaikan studinya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu tim penelitian Yoshefhin Maharani Rosari, Aip Wiyana, Nur Amanah, Dewi Sumarni, serta terimakasih kepada rekan-rekan satu perjuangan Besta, Ridha, Isna dan Sofi atas persahabatan, bantuan dan pengalaman terindah berjuang bersama kalian, juga kepada Pak Sukma, Pak Dedi, Joni Setiawan S.Pt, Eka Rahmawati S.Pt, Devi Murtini S.Pt, dan Ifit Rakhmadi S.Pt atas segala bantuan, semangat dan pengarahan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Vanda, Puput, Desma, Ria, Rika, Ian dan Justian yang telah memberikan dukungan, semangat kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada IPTP 43 yang telah menemani penulis dalam susah dan senang ketika penulis dalam melaksanakan studinya di Institut Pertanian Bogor. Terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Bogor, Desember 2010 Penulis DAFTAR PUSTAKA Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava l. Bioscientiae. 1: 31-38. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic http:/cfsan.Fdagov/abam/bam.Html. [8 Febuari 2010] Plate Count. Berrada, N., J. F. Lemeland, G. Laroch, P. Thouvenot & M. Piaia. 1991. Bifidobacterium from fermented milks: survival during gastric transit. J. Dairy Sci. 74: 409–413. Bron, P. A., M. Marco, S. M. Hoffer, E. V. Mullekom, W. M. de Vos & M. Kleerebezem. 2004. Genetic characterization of the bile salt response in Lactobacillus plantarum and analysis of responsive promoters in vitro and in situ in the gastrointestinal tract. J. Bacteriol. 186: 7829-7835 Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia, Jakarta. Burn, P., G. Inderola, A. Binetti, A. Quiberoni, C.G. de los Reyes gavilan & J. Reinheimer. 2008. Bile resistant derivatives obtained from non intestinal dairy lactobacilli. Elsevier Appl. Sci. 18: 377-385. Chou, L. S. & B. Weimer. 1999. Isolation and characterization of acid and bile tolerant isolates from strains of Lactobacillus acidophilus. J. Dairy Sci. 62: 23-31. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fuller, R. 1997. Probiotics 2 Applications and Practical Aspects. Chapman and Hall, London. Gibson, G & F. Angus. 2000. Prebiotics and Probiotics. Leatherhead Publishing, England. Goldin, B. R. 1998. Health benefits of probiotics. British J. Nutr. 80. Suppl. 2, S231-S233. Hardiningsih, R., N. R. Napitupulu & T. Yulinery. 2006. Isolasi dan uji resistensi beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Biodiversitas, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor. Karthikeyan, V & S. W. Santosh. 2009. Isolation and partial characterization of bacteriocin produced from Lactobacillus plantarum. Afric. J. Microbiol. Res. 5: 233-239. Jacobsen, C. N., V. R. Nielsen, A. E. Hayford, P. L. Moller, K. F. Michaelsen, A. Paerregaard, B. Sandstro, M. Tvede & M. Jakobsen. 1999. Screening of probiotic activities of forty-seven strains of Lactobacillus spp. by in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strains in humans. Appl. Environ. Microbiol. 65 : 4949-4956. Liasi, S. A., T. I. Azmi, M. D. Hassan, M. Shuhaimi, M. Rosfarizan & A. B. Ariff. 2009. Antimicrobial activity and isolates of lactic acid bacteria from fermented fish product Budu. Malay J. Microbiol. 5 : 33-37. Lin, W. H., C. F. Hwang, L. W. Chen & H. Y. Tsen. 2006. Viable counts, characteristic evaluation for commercial lactic acid bacteria products. J. Food Microbiol. 23: 74-81. Maheswari, R. R. A. 2008. Karakteristik Susu Sapi dan Susu Kambing yang Difermentasi dengan Kultur Starter Indigenous dan Diperkaya dengan Probiotik dan Prebiotik (Sinbiotik) sebagai Pangan Fungsional. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Hibah Kompetensi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mitsuoka, T. 1990. Profile of intestinal bacteria : our lifelong partners. Yakult Honsa co. Ltd., Tokyo. Nakazawa, Y. & A. Hosono. 1992. Functions of Fermented Milk : Challenges for The Health Science and Technology. Elsevier Science Publisher B. V., New York. Nannen, N. L. & R. W. Hutkins. 1991. Intracellular pH effect in lactic acid bacteria. J. Dairy Sci. 74 : 741-746. Noonpakdee, W., P. Jumriangrit, K. Wittayakom, J. Zendo, J. Nakayama, K. Sonomoto & S. Panyim. 2009. Two peptide bacteriocin from Lactobacillus plantarum PMU 33 strain isolated from som-fak, a Thai low salt fermented fish product. Asia Pacific J. Mol. Biol. Biotechnol. 17: 19-25. Obadina, A. O., O. B. Oyewole, L. O. Sanni & K. I. Tomlins. 2006. Biopreservative activities of Lactobacillus plantarum strains in fermenting cassava fufu. Afric. J. Biotechnol. 5: 620-623. Onilude, A. A., O. E. Fegade, M. M. Bello & I. F. Fadahunsi. 2005. Inhibition of alfatoxin-producing aspergilla by lactic acid bacteria isolates from indigenously fermented cereal gruels. Afric. J. Biotechnol. 12: 1404-1408. Pelczar, M. J. & E. C. S Chan. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Terjemahan R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta. 54 Pelczar, M. J. & E. C. S Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Terjemahan R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology. 3th edition. CRC Press, Boca Raton, New York. Salminen, S. & A. V. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria. Marcell Dekker Inc., New York. Salminen, S., A. V. Wright & A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. 3th edition. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc., New York. Schunack, W., K. Mayer & M. Haake. 1990. Senyawa Obat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Siswandono. 2000. Kimia Medical. Edisi Revisi. Airlangga University Press, Surabaya. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Tri Cipta Karya, Jakarta. Susanti, I., R. W. Kusumaningtyas & F. Illaningtyas. 2007. Uji sifat probiotik bakteri asam laktat sebagai kandidat bahan pangan fungsional. J. Teknol. Ind. Pangan. 2: 89-95. Tamime, A. Y. 2005. Probiotic Dairy Products. Blackwell Publishing, UK. Tamime, A. & R. K. Robinson. 1999. Yogurt : Science and Technology. 2 nd Edition. Woodhead Publishing, Ltd Cambridge, England. Todorov, S. D. 2009. Bacteriocins from Lactobacillus plantarum production, genetic organization and mode of action. Braz. J. Microbiol. 40: 209-221. Volk, W. A & M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiogi Dasar. Edisi kelima. PT Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Wahyudi, A. & S. Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 55 Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Winarno, F. G. & I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasi. M. Brio Press, Bogor. Wiryawan, K. G., A. S. Tjakradidjaja, R. R. A. Maheswari & E. D. Janingrum. 2009. Isolasi bakteri asam laktat penghasil antimikroba. Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zavaglia, A. G., G. Kociubinski, P. Perez & G. de Antoni. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J. Food Protect. 7: 865-873. 56 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,979 0,134 Menit ke-180 3 6,471 0,094 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 1,206 ; 1,810 15,90 0,001 Lampiran 2. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,718 0,235 Menit ke-180 3 6,455 0,202 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 0,693 ; 1,833 7,05 0,006 Lampiran 3. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,147 0,293 Menit ke-180 3 7,313 0,333 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,981 ; 0,649 -0,65 0,563 Lampiran 4. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,059 0,118 Menit ke-180 3 7,149 0,133 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,416 ; 0,239 -0,88 0,444 Lampiran 5. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2 Jenis Bakteri N Nilai Tengah Ranking Z L. plantarum D-01 3 81,66 2,7 -2,13 L. lactis D-01 3 84,46 4,3 -1,20 B. longum Y-01 3 102,10 10,3 2,13 L. acidophilus Y-01 3 101,10 8,7 1,20 Total 12 H = 8,95 Db = 3 6,5 P = 0,030 58 Lampiran 6. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 2,5 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,518 0,120 Menit ke-180 3 6,010 0,310 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 0,683 ; 2,333 7,86 0,016 Lampiran 7. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 2,5 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,237 0,449 Menit ke-180 3 6,491 0,298 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,245 ; 1,736 2,39 0,096 Lampiran 8. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 2,5 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,364 0,049 Menit ke-180 3 7,621 0,034 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,447 ; -0,069 -4,34 0,023 Lampiran 9. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 2,5 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,249 0,020 Menit ke-180 3 7,539 0,122 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,597 ; 0,018 -4,05 0,056 Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada pH 2,5 Jenis Bakteri N Nilai Tengah Ranking Z L. plantarum D-01 3 80,29 2,0 -2,50 L. lactis D-01 3 90,51 5,0 -0,83 B. longum Y-01 3 103,60 9,0 1,39 L. acidophilus Y-01 3 103,86 10,0 1,94 Total 12 H = 9,46 Db = 3 6,5 P = 0,024 59 Lampiran 11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 3,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,809 0,279 Menit ke-180 3 6,367 0,232 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 0,776 ; 2,110 6,88 0,006 Lampiran 12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 3,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,038 0,116 Menit ke-180 3 6,891 0,342 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,750 ; 1,045 0,71 0,553 Lampiran 13. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 3,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,503 0,328 Menit ke-180 3 7,923 0,285 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -1,218 ; 0,379 -1,67 0,193 Lampiran 14. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 3,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,119 0,028 Menit ke-180 3 7,429 0,081 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,522 ; -0,099 -6,32 0,024 Lampiran 15. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 3,2 Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 1098,90 Kuadrat Tengah 366,30 Galat 8 161,62 20,20 Total 11 1260,52 F P 18,13 0,001 60 Lampiran 16. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam pH 7,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,928 0,285 Menit ke-180 3 8,478 0,132 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -1,330 ; 0,231 -3,03 0,094 Lampiran 17. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam pH 7,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,429 0,080 Menit ke-180 3 7,859 0,167 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,890 ; 0,029 -4,03 0,056 Lampiran 18. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam pH 7,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,011 0,169 Menit ke-180 3 7,449 0,146 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,848 ; -0,028 -3,40 0,043 Lampiran 19. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam pH 7,2 Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Menit ke-0 3 7,449 0,084 Menit ke-180 3 7,809 0,145 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,667 ; -0,053 -3,73 0,034 Lampiran 20. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada pH 7,2 Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 7,542 Kuadrat Tengah 2,514 Galat 8 61,018 7,627 Total 11 68,560 F P 0,33 0,804 61 Lampiran 21. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media tanpa Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,310 0,105 Jam ke-24 3 7,433 0,110 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,403 ; 0,157 -1,40 0,256 Lampiran 22. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media tanpa Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,343 0,047 Jam ke-24 3 7,983 0,058 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,777 ; -0,503 -14,86 0,001 Lampiran 23. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media tanpa Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,373 0,101 Jam ke-24 3 7,623 0,153 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,587 ; 0,087 -2,36 0,099 Lampiran 24. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Media tanpa Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,920 0,131 Jam ke-24 3 8,177 0,055 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,610 ; 0,097 -3,13 0,089 Lampiran 25. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa Garam Empedu Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 84,454 Kuadrat Tengah 28,151 Galat 8 17,999 2,250 Total 11 102,453 F P 12,51 0,002 62 Lampiran 26. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,854 0,825 Jam ke-24 3 6,367 0,633 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,424 ; 3,398 2,48 0,090 Lampiran 27. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,987 0,070 Jam ke-24 3 6,050 0,121 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 1,680 ; 2,192 24,05 0,000 Lampiran 28. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 8,409 0,030 Jam ke-24 3 8,509 0,008 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,176 ; -0,024 -5,64 0,030 Lampiran 29. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Garam Empedu Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,540 0,099 Jam ke-24 3 7,780 0,067 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,460 ; -0,021 -3,48 0,040 Lampiran 30. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada Media Garam Empedu Jenis Bakteri N Nilai Tengah Ranking Z L. plantarum D-01 3 78,12 5,0 -0,83 L. lactis D-01 3 76,17 2,0 -2,50 B. longum Y-01 3 101,13 8,0 0,83 L. acidophilus Y-01 3 102,33 11,0 2,50 63 Total H = 10,38 12 Db = 3 6,5 P = 0,016 Lampiran 31. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Media tanpa Antibiotik Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,889 0,029 Jam ke-24 3 11,259 0,046 Selang kepercayaan 95% -3,469 ; -3,269 Nilai T Nilai P -107,18 0,000 Lampiran 32. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Media tanpa Antibiotik Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,719 0,049 Jam ke-24 3 9,588 0,048 Selang kepercayaan 95% -1,995 ; -1,742 Nilai T Nilai P -47,11 0,000 Lampiran 33. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Media tanpa Antibiotik Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,789 0,042 Jam ke-24 3 9,889 0,022 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -2,187 ; -2,012 -76,19 0,000 Lampiran 34. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Media tanpa Antibiotik Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,830 0,026 Jam ke-24 3 9,308 0,044 Selang kepercayaan 95% -1,571 ; -1,385 Nilai T Nilai P -50,52 0,000 64 Lampiran 35. Uji Kruskal Wallis Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa Antibiotik Jenis Bakteri N Nilai Tengah Ranking Z L. plantarum D-01 3 142,6 11,0 2,50 L. lactis D-01 3 124,1 5,0 -0,83 B. longum Y-01 3 126,8 8,0 0,83 L. acidophilus Y-01 3 119,0 2,0 -2,50 Total 12 H = 10,38 Lampiran 36. Perlakuan Db = 3 6,5 P = 0,016 Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Antibiotik Amoksisilin N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,859 0,431 Jam ke-24 3 7,528 0,604 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -1,034 ; 1,694 0,77 0,497 Lampiran 37. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik Amoksisilin Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,677 0,13 Jam ke-24 3 6,098 0,058 Lampiran 38. Perlakuan Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P 0,977 ; 2,181 11,29 0,008 Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Antibiotik Amoksisilin N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,651 0,130 Jam ke-24 3 7,819 0,096 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,466 ; 0,129 -1,80 0,169 65 Lampiran 39. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Antibiotik Amoksisilin Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,819 0,788 Jam ke-24 3 8,198 0,372 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -2,545 ; 1,787 -0,75 0,530 Lampiran 40. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan Antibiotik Amoksisilin Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 347,27 Kuadrat Tengah 115,76 Galat 8 652,86 81,61 Total 11 1000,13 Lampiran 41. Perlakuan F P 1,42 0,307 Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. plantarum D-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,889 0,023 Jam ke-24 3 8,209 0,060 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,480 ; -0,160 -8,62 0,013 Lampiran 42. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. lactis D-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,930 0,016 Jam ke-24 3 8,200 0,085 Lampiran 43. Perlakuan Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,485 ; -0,055 -5,41 0,032 Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri B. longum Y-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,920 0,028 Jam ke-24 3 8,120 0,029 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,273 ; -0,126 -8,65 0,003 66 Lampiran 44. Hasil Uji-t Jumlah Populasi Bakteri L. acidophilus Y-01 dalam Antibiotik Kloramfenikol Perlakuan N Nilai tengah Standar deviasi Jam ke-0 3 7,733 0,054 Jam ke-24 3 8,231 0,108 Selang kepercayaan 95% Nilai T Nilai P -0,798 ; -0,198 -7,15 0,019 Lampiran 45. Analisis Ragam Persentase BAL yang Hidup pada Media dengan Antibiotik Kloramfenikol Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 25,361 Kuadrat Tengah 8,454 Galat 8 11,383 1,423 Total 11 36,743 F P 5,94 0,020 Lampiran 46. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 0,241645 Kuadrat Tengah 0,080548 Galat 4 0,004045 0,001011 Total 7 0,245691 F P 79,64 0,001 Lampiran 47. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 0,210265 Kuadrat Tengah 0,070088 Galat 4 0,022519 0,005630 Total 7 0,232785 F P 12,45 0,017 Lampiran 48. Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Sumber keragaman Jenis Bakteri Derajat Bebas 3 Jumlah Kuadrat 0,33298 Kuadrat Tengah 0,11099 Galat 4 0,00232 0,00058 Total 7 0,33530 F P 191,28 0,000 67 Lampiran 49. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB) Peptone 10,0 Lab-lemco’Powder 8,0 Yeast extract 4,0 Glucosa 20,0 Sorbitan mono-oleate 1 ml Di-potassium hydrogen phosphate 2,0 Sodium acetate 3 H20 5,0 Triammonium citrate 2,0 Magnesium sulphate 7 H20 0,2 Manganese sulphate 4 H20 0,05 Cara Pembuatan Media Sebanyak 52 gram MRSB dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai tercampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam botol Scoot, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media MRSB dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan. pH 6,2 ± 0,2 pada 25C Lampiran 50. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA) Beef dehydrated infusion from 300,0 Casein hydrolysate 17,5 Starch 1,5 Agar 17,0 Cara Pembuatan Media Sebanyak 38 gram MHA dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai tercampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam botol Scoot dan direbus hingga mendidih. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media MHA disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan dan dipanaskan kembali dalam waterbath (± 70 C) bila ingin digunakan. pH 7,3 ± 0,2 pada 25C Lampiran 51. Komposisi Buffered Peptone Water (BPW) Peptone 10,0 Sodium chloride 5,0 Di-sodium phosphate 3,5 Potassium dihydrogen phosphate 1,5 68 Cara Pembuatan Media Sebanyak 20 gram BPW dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai tercampur rata, kemudian dimasukkan sebanyak 9 ml ke dalam tabung reaksi, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media BPW dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan. pH 7,2 ± 0,2 pada 25C Lampiran 52. Komposisi Nutrient Broth (NB) Beef extract 3,0 g Peptone 5,0 g Cara Pembuatan Media Sebanyak 8 gram NB dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk rata dan direbus sampai mendidih, kemudian dimasukkan sebanyak 9 ml ke dalam tabung reaksi, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media NB dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan. pH 6,8 ±0,2 Lampiran 53. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS) Sodium chloride 8,0 Potassium chloride 0,2 Di sodium hydrogen phosphate 1,15 Potassium dihydrogen phosphate 0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 1 tablet PBS dicampur ke dalam 100 ml akuadestilata, diaduk sampai larut, kemudian larutan PBS dikondisikan pada pH yang diinginkan, lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115 C selama 10 menit. Media PBS dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan. pH 7,3 ± 0,2 pada 25C 69