FTSP/Teknik Arsitektur UPN “Veteran” Jatim Lili indah aryani 0851010027 RUMAH TRADISIONAL PONOROGO 1. Pembahasan umum dari asal obyek arsitektur. 1.1. Letak Geografis Ponorogo merupakan sebuah kota sekaligus kabupaten yang ada di provinsi Jawa Timur. Secara astronomis Ponorogo terletak pada koordinat 111° 17’ - 111° 52’ Bujur Timur dan 7° 49’ - 8° 20’ Lintang Selatan dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km. Batas-batas wilayah: sebelah timur : Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek sebelah selatan : Kabupaten Pacitan sebelah barat : Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) sebelah utara : Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk Ponorogo juga dikenal dengan sebutan Kota Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog yang sudah terkenal di seluruh belahan dunia. 1.2. Asal-usul Nama Ponorogo Mengutip buku Babad Ponorogo karya Poerwowidjojo (1997). Diceritakan, nama Ponorogo bermula dari kesepakatan antara Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo. Mereka menyepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan “Pramana Raga” yang akhirnya lama-kelamaan berubah menjadi Ponorogo. “Pramana Raga” terdiri dari dua kata yaitu ‘Pramana’ yang berarti daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi sedangkan ‘Raga’ berarti badan, jasmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan, wadak manusia tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan menempatkan diri dimanapun dan kapanpun berada. 1.3. Sejarah Berdirinya Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496 Masehi, tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala di daerah Ponorogo dan sekitarnya, juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History. Sedangkan Bathoro Katong adalah pendiri sekaligus adipati pertama Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo. 1.4. Kebudayaan Setiap tanggal 1 Muharram (1 Suro), pemerintah Kabupaten Ponorogo menyelenggarakan perayaan ‘Grebeg Suro’ dimana akan diadakan Kirab Pusaka yang biasa diselenggarakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka tersebut diarak bersama pawai pelajar dan pejabat pemerintahan di Kabupaten Ponorogo, dari Makam Batoro Katong (pendiri Ponorogo) di daerah Pasar Pon sebagai kota lama, ke Pendopo Kabupaten. Pada Malam harinya, di alun-alun kota diadakan Festival Reog Nasional. Esok paginya ada acara Larung Risalah Do'a di Telaga Ngebel, di mana nasi tumpeng dan kepala kerbau dilarung bersama do'a ke tengah-tengah Danau Ngebel. 2. Elemen arsitektural makna dan tektonika(susunan) Elemen arsitektural suatu bangunan terdiri dari lantai, dinding, atap, ornament/langgam, tiang kolom dan detail dekoratif, dimana elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi makna dan filosofis bangunan, khususnya pada arsitektur tradisional. Sedangkan, pengertian tektonik meneurut Adolf Heinrich Borbein dalam Kennneth Frampton (1995) ialah seni dari konstruksi. Tektonika bangunan erat kaitannya dengan seni pengolahan material, struktur dan konstruksi. Yang lebih menekankan pada aspek nilai estetika dari suatu sistim struktur atau ekspresi dari penggunaan teknologi struktur-nya. Pada rumah tradisional Ponorogo ini umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Oleh sebab itu, bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep). Gambar Regol Gambar di atas adalah gambar regol atau yang lebih dikenal dengan sebutan pintu gerbang/gapura dari sebuah rumah milik Ki Ageng Besari, salah seorang tokoh Ponorogo, yang terletak di Jetis Ponorogo. Di tempat inilah para tamu di sambut oleh abdi dalem (petugas). Selain itu regol juga berguna bagi pengguna jalan sebagai tempat berteduh dari hujan dan panas. Bentuk atapnya yang khas dengan penggunaan jenis atap joglo yang langsung didukung oleh tiang kayu (soko) dan berdiri diatas umpak (pengerasan). Kehadiran dinding yang tebal tidak mendukung atap tersebut, dinding tersebut hanyalah alat untuk pembatas, pempertegas arah, sebagai bingkai untuk masuk ke dalam rumah Ki Ageng Besari. Kesimetrisan bentuk regol sangat kuat, apalagi dengan adanya dinding tebal yang mengapit rongga untuk masuk ke dalam rumah sehingga memberikan kesan akrap, mengundang orang/tamu untuk segera masuk ke dalamnya. Gambar fasad bangunan Bentuk bangunan yang merupakan bentukan joglo tersebut sangat terlihat dengan jelas pada fasad bangunannya. Dari posisi sudut pandang sinilah, bangunan ini dapat dinikmati kemegahan dan keagungannya yang memberikan ciri khas tersendiri di tengahtengah keadaan yang telah termakan oleh ’kemajuan’ sudut pandang indivualis, yang segalanya hanya diukur oleh kenikmatan materialistis semata. Bentukkan atap joglo, membentuk ruang yang dapat digunakan untuk bernaung dari panasnya matahari dan hujan. Selain itu rumah Joglo adalah bentuk rumah Jawa yang paling rumit dan paling banyak menghabiskan bahan bangunan, khususnya kayu dalam konstruksi atapnya. Rumah Joglo sendiri memiliki tipologi bentuk dasar denah bujursangkar dan bertiang (soko) empat, walaupun dalam varian-variannya juga dijumpai bentuk denah persegipanjang. Atapnya memiliki dua kemiringan, merupakan gabungan dua buah limasan yang sudutnya berbeda, bagian bawah landai dan bagian atasnya bersudut curam. Bidang pertemuan dua limasan tersebut disangga oleh empat soko (jika denahnya bujursangkar) atau lebih (jika denahnya persegi panjang). Keempat soko utama ini disebut Soko Guru (Tiang Utama) dan dibuat lebih besar daripada sokosoko pinggir. Soko-soko guru tersebut dihubungkan oleh balok-balok blandar yang pada rumah joglo disebut blandar tumpangsari, tersusun mengerucut kebawah. Gambar Rumah joglo Proporsi dan pengukuran sektor guru joglo Ponorogo adalah: a. Molo ”joglo ponoragan” panjangnya adalah ½ panjang blandar panyelak dan dapat dilebihi atau di kurangi sepanjang kurang dari ukuran keliling gelagar molo tersebut. b. Ketinggian soko guru ”joglo ponoragan” adalah kurang dari diagonal dalam midhangan, kurangnya adalah tidak melebihi dari ukuran keliling gelagar soko guru. c. Panjang dudur ”joglo ponoragan” adalah sama dengan panjang soko guru beserta purus-nya, ditambah atau dikurangi maksimal sepanjang ukuran keliling gelagar soko guru. Parameter untuk mengatasi pengaruh iklim pada omah di Ponorogo Orientasi, omah tradisional di Ponorogo arah hadap rumah selalu menghadap ke arah utara atau selatan. Arah memanjang (molo) membujur ke arah timur dan barat, sehingga bagian yang memajang sedikit kena sinar matahari, sekaligus dapat menerima tiupan angin lebih banyak. Sistem ventilasi atap, Untuk tipe joglo dan limasan tidak ada lubang ventilasi yang dirancang khusus untuk mengalirkan udara ke dalam atap. Namun demikian dengan menggunakan bahan atap dari genteng, dimungkinkan angin masih dapat berembus melalui celah-celah genteng. Hal ini masih belum cukup menjadikan ruang nyaman, karena tanpa adanya plafond. Sistem ventilasi atap ini akan tidak diperlukan apa bila tiaptiap masa ruang terpisah, dan berjarak cukup sehingga hembusan angin dapat menetralisir rambatan panas di dalam ruang. Pembayangan, penahanan terik matahari langsung diterima oleh atap dari bahan genteng, melalui celahcelah masuklah sinar matahari menerangi di dalam ruang. Hal ini akan menghangatkan ruang di pagi hari, namun ketika hari mulai siang terasa ruangan menjadi panas karena tidak adanya plafon. 3. Karakteristik Bentuk dan Ruang Arsitektural Karakteristik bentuk dan ruang rumah Ponorogo disini sama seperti rumah tradisional Jawa yang lain. Dimana secara garis besar terdapat “longkangan” (ruang), “panggonan” (tempat untuk menjalani kehidupan), “panepen” (tempat kediaman/ ”settle-ment”) dan “palungguhan” (tempat duduk/berinteraksi). Gambar fasade bangunan Pada gambar fasade bangunan di atas, terlihat jika pintu yang menghubungkan antara teras dan ruang ‘ndalem’ tersebut tinggi dan hampir menyentuh langit-langit plafond. Bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian sayap kiri, bagian sayap kanan dan bagian tengah sebagai bangunan utama. Di sayap kiri terdapat ruang keluarga dan kamar-kamar, di sayap kanan terdapat area servis, sedangkan di ruang utama terdapat ruang umum dan ruang pertemuan keluarga. Gambar ruang ndalem Ruang tengah yang digunakan sebagai ruang utama sengaja dibuat cukup luas dengan bahan bangunan sebagian besar terdiri dari kayu. Tidak mengherankan kalau pada bangunan ini banyak pilar-pilar yang menyangga sosok bangunan. Ruang-ruang yang ada di bagian utama ini seolah-olah menjadi satu. Pemisahan antar ruang tersebut hanya dilakukan dengan dinding yang tidak penuh. 4. Keunikan dari obyek arsitektur. Atap rumah ini memiliki hiasan/ornamen yang terdapat pada puncak atap. Ornamen ini selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai merapikan beban atap mempertahankan konstruksi atap. dan Salah satu bagian dari struktur atap ini dapat juga berfungsi ornamen/hiasan pada interior ruangan