istisyhadiyah dalam perspektif siyasah syar`iyah

advertisement
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
ISTISYHADIYAH
DALAM
SIYASAH SYAR’IYAH
PERSPEKTIF
Abdul Razak
Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi
Abstrak: Berbagai macam persoalan yang timbul akibat dari
serangan berani mati yang telah dilakukan oleh rakyat Palestina,
terutama tentang hukum operasi yang mereka lakukan. Artikel ini
menilai pelaksanaan serangan berani mati yang dilakukan, apakah
termasuk jihad fi sabilillah, atau salah satu bentuk teroris dan
apakah para pemuda yang mengorbankan dirinya itu termasuk para
syahid atau disebut orang bunuh diri, karena mereka membunuh
dirinya sendiri. Artikel ini berdasarkan pada hujah dan dalil serta
uraian-uraian dari para ilmuan Islam yang beraneka ragam terhadap
permasalahan ini, ada yang pro dan ada juga yang kontra.
Golongan yang pro kepada serangan berani mati lebih peka
terhadap tuntutan jihad menurut siyasah syar’iyah dibandingkan
golongan yang kontra yang lebih memperhatikan akibat atau
implikasi dari hasil pelaksanaannya.
Kata kunci: Istisyhadiyah, Intihariyah, Siyasah Syar’iyah.
Pendahuluan
Sulit untuk menentukan kapan tanggal sebenarnya dimulai
intifadah di Palestina. Namun sejak tahun 1948 rakyat Palestina
terus berjuang mendapatkan kembali hak mereka. Berbagai cara
telah mereka lakukan untuk menentang kekejaman Israel tapi hasil
yang mereka dapat, rakyat Palestina terus ditindas. Ekonomi
mereka terus dibatasi, negara-negara arab yang bertetangga juga
takut untuk terang-terangan membantu perjuangan rakyat Palestina.
Akibatnya rakyat Palestina terus tersiksa. Pada malam tanggal 16
September 1982, Sharon mengirim sepasukan batalion untuk
mengepung tempat pengungsian Shabra dan Syatila dengan tangtang dan tentara militer Israel, kemudian mereka menembak warga
Palestina dengan sadisnya tanpa mempedulikan teriak ketakutan
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
343
Abdul Razak
warga sipil Palestina, jumlah korban kematian dalam pembantaian
ini lebih dari 2.500 jiwa.1
Disebabkan terlalu tertekan dengan kekejaman Israel, rakyat
Palestina terus memberontak walaupun tanpa senjata modern dan
tanpa strategi peperangan yang jitu. Perjuangan rakyat Palestina
secara besar-besaran dinyatakan mulai pada tahun 1987.
Perjuangan ini lebih hebat dari perjuangan rakyat Palestina pada
tahun 1936. Pada Desember 1987 rakyat Palestina menentang
pemerintahan Israel di wilayah jajahan Tebing Barat dan
Semenanjung Gaza. Walaupun rakyat Palestina tidak mempunyai
kelengkapan senjata yang lengkap untuk menghadapi tentara Israel
tapi semangat juang yang mereka tunjukkan sangat menakjubkan.
Anak-anak muda Palestina hanya mampu melempari batu ke arah
tentara-tentara Israel dan akibatnya hampir 200 orang rakyat
Palestina pada waktu itu telah terkorbankan. Pada bulan Maret
1988, orang-orang Palestina yang menjadi anggota pasukan polisi
Israel di Tebing Barat dan Semenanjung Gaza telah meninggalkan
tugas mereka sebagai bukti dukungan atas penentangan rakyat
Palestina terhadap Israel.2
Walaupun rakyat Palestina terus menerus menentang
kekerasan dan kekejaman tentara Israel, namun tentara Israel tidak
dapat dikalahkan, malah lebih banyak rakyat Palestina yang
terkorban dan semakin banyak yang telah kehilangan rumah
kediaman mereka. Mereka melaksanakan perencanaan ini dengan
teliti dan cepat dengan mengambil kesempatan keadaan-keadaan
yang sedang terjadi di seluruh dunia. Begitu juga perencanaan ini
dilaksanakan tergantung kepada kekuatan persenjataan mereka baik
senjata-senjata kimia atau biologi dan penguasaan teknologi dalam
bidang kemiliteran dan pengintaian baik di laut maupun udara dan
juga penguasaan mereka terhadap media massa. Mereka juga
bergantung pada alat-alat dan persenjataan perang daratan yang
canggih serta bantuan yang terus menerus diberikan oleh Amerika
dan sekutunya.
1
Suhailah Zain Al-Abidin Hammad, Bagaimana Mengatasi Terorisme,
Jakarta, Zikrul Hakim, 2005, Hal. 63.
2
Essma Ben Hamida, Di Sebalik Kebangkitan Palestina, Satu
Perjalanan di Wilayah-Wilayah Yang di Jajahi, Pulau Pinang, Third World
Network, 1990, Hal. 9.
344 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
Akhirnya, dikarenakan begitu hebatnya pasukan tentara Israel
yang dilengkapi peralatan-peralatan militer yang canggih dan
begitu kokohnya pertahanan mereka, maka timbullah satu gerakan
yang tidak pernah dijangkakan tentara Israel dan orang-orang
yahudi keseluruhannya yaitu serangan berani mati.
Pada 19 Februari 1987 dimulai serangan berani mati terhadap
tentara Israel. Pada hari tersebut seorang rakyat Palestina bernama
Sabir Ibrahim Kmestiah berumur 24 tahun mengemudi
kenderaannnya dan dengan sengaja menabrak serombongan tentara
Israel yang sedang melaksanakan rondaan hingga menyebabkan
dirinya terbunuh.3 Mulai saat itu, satu demi satu serangan berani
mati mulai dilancarkan. Dan disebabkan serangan berani mati,
tentara Israel malah tambah brutal. Dengan menggunakan alasan
untuk mencari dalang (perancang) serangan berani mati ini mereka
telah membunuh, mengusir dan menghancurkan rumah para
penduduk Palestina sesuka hati.
Pada awalnya sasaran serangan berani mati ini hanya
ditujukan kepada tentara Israel saja, namun lama-kelamaan
serangan berani mati ini mulai diarahkan terhadap penduduk awam
Israel. Serangan berani mati ini terpaksa dilakukan oleh para
pejuang Palestina berdasarkan pada faktor-faktor berikut : (1)
Tiadanya senjata modern di kalangan rakyat Palestina yang mampu
menembus pertahanan militer Israel. (2) Memberi peringatan
kepada penduduk yahudi Israel bahwa umat Islam sanggup
melakukan apa saja, jika tanah air dicerobohi dan agama suci
mereka diganggu-gugat atau diperolokkan. (3) Melihat para militer
Israel membunuh dan menyiksa penduduk Palestina sesuka hati,
dari pada mati dibunuh tanpa sebab oleh militer Israel lebih baik
menghancurkan militer Israel dengan serangan berani mati
walaupun terpaksa menggadaikan nyawa sendiri. (4) Merupakan
jalan terakhir dalam usaha rakyat Palestina mengakhiri kekejaman
dan kezaliman Israel. Dan sebagai jalan terakhir untuk menahan
penduduk yahudi dari terus mengusir rakyat Palestina dari tanah air
mereka sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui, Allah SWT melarang umat
Islam memerangi siapa saja yang tidak memerangi kita dan umat
Islam tidak dibenarkan memerangi orang-orang kafir kecuali
3
Sidang Pengarang Majalah al-Wahdah al-Islamiyah, Intifadhah
Kebangkitan Islam Palestina, Kuala Lumpur, Penerbit Hizbi, 1989, Hlm. 18.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
345
Abdul Razak
mereka dulu yang memulai peperangan tersebut. Sebagaimana
Firman Allah yang maksudnya “Dan perangilah dijalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas”.4 Jika kita lihat apa yang
terjadi di Palestina, adalah sesuatu yang lebih parah dari apa yang
kita kira. Tanah air mereka bukan saja hanya dirampas, bahkan
orang-orang Israel khususnya para tentara mereka membunuh
rakyat Palestina dengan alasan-alasan yang tidak munasabah.
Setelah berbagai propaganda, pembunuhan dan pengambilan
sebagian tanah Palestina oleh yahudi Israel, pada 14 Mei 1948
Israel juga mengisytiharkan diri sebagai Negara berdaulat dan
merdeka, sementara dunia bertanya-tanya apakah sah di sisi
undang-undang karena rakyat Palestina yang sebenarnya berdaulat
di negeri sendiri dan semestinya berhak menentukan pemerintahan
sendiri?. Dan semenjak itu pula mulailah zionis yahudi Israel
menakluk seluruh Palestina. Percobaan tentara Negara Arab untuk
mempertahankan dan mematahkan penaklukan Israel, dengan
mudah dikalahkan dan seterusnya mengusir rakyat Arab Palestina
sehingga menyebabkan 726.000 rakyat Arab (muslim) menjadi
pengungsi. Pencerobohan dan perang pun terus dilakukan oleh
yahudi Israel, dan pengungsian Arab pun semakin meningkat.
Menurut catatan PBB sudah mencapai 1.344.576 orang sebelum
perang enam hari 1967. dan pengungsi bertambah 234.000 lagi
akibat perang itu.5 Tidak hanya sebatas pengusiran, pengungsi
Palestina yang bertaburan di negara-negara Arab, diburu bagaikan
binatang dan dibunuh oleh zionis, dan tidak peduli orang tua, orang
sakit dan bayi yang masih menyusui.
Sebagai rakyat Palestina sudah menjadi tanggungjawab
mereka untuk kembali menyerang pendudukan Israel ini khususnya
para tentara mereka bahkan ini juga menjadi tanggungjawab umat
Islam keseluruhannya untuk sama-sama memerangi pencerobohan
Israel ini dari apa pun bentuknya.
Kewajiban para penduduk Palestina memerangi para
penduduk Israel khususnya tentara mereka berdasarkan pada:
1. Mempertahankan tanah air.
4
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 190.
Walid Litfullah, Keganasan Yahudi Terhadap Ummat Islam, Kuala
Lumpur, Pustaka Al-Mizan, 1990, Hal. 19.
5
346 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
Firman Allah: Maksudnya “...Oleh sebab itu barang siapa yang
menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu, dan bertaqwalah kepada Allah serta
ketahuilah bahwa Allah beserta dengan orang-orang yang
bertaqwa”.6
Dan juga firman Allah yang artinya:
“Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui balas”.7
2. Mereka telah disiksa dan dibunuh dalam arti kata telah
dizalimi.
Firman Allah: Maksudnya “Telah diizinkan berperang bagi
orang-orang yang diperangi kerana sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu.8 Dan firman Allah: Maksudnya “…Jika
mereka memerangi kamu (ditempat itu), maka bunuhlah
mereka…”.9
3. Mereka telah diusir dari rumah dan tempat kediaman
mereka.
Firman Allah: Maksudnya “Telah diizinkan berperang bagi
orang-orang yang diperangi kerana sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar…”.10
4. Agama Islam dipermainkan dan diperolok-olokkan.
Pada 21 Agustus 1969 orang-orang yahudi telah menghina
kesucian masjid al-Aqsa dengan membakarnya dan mereka telah
melakukan penggalian di bawah dasar bangunan masjid ini antara
tahun 1968 hingga 1979.
Pada tahun 1982 juga para tentera Israel telah menembak mati
orang-orang Islam yang sedang malakukan sembahyang di masjid
6
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 194.
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 190.
8
Al-Qur’an, Surat al-Hajj (17): 39.
9
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 191.
10
Al-Qur’an, Surat al-Hajj (17): 39-40.
7
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
347
Abdul Razak
As-Sakhra’ yang mengakibatkan sebanyak 10 orang gugur
syahid.11
Begitu juga 28 September 2000 sekali lagi masjid al-Aqsa
dikotori dan umat Islam dihina dengan kehadiran para militer Israel
yang lengkap bersenjata dan berpakaian militer. Mereka telah
memasuki masjid al-Aqsa untuk mengiringi kedatangan Ariel
Sharon ke situ tanpa menghormati umat Islam yang sedang
mengerjakan ibadat.12 Firman Allah: Maksudnya “Orang-orang
yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka…”.13
Perihal serangan berani mati yang terpaksa dilakukan oleh
rakyat Palestina adalah merupakan jalan terakhir yang terpaksa di
ambil berdasarkan kepada faktor-faktor yang telah dijelaskan
sebelum ini. Dan bagi mereka yang melakukan perbuatan ini
beranggapan bahwa melancarkan serangan berani mati terhadap
orang-orang Israel khususnya para militer
mereka adalah
pengorbanan di jalan Allah dan mereka yang mati dalam serangan
berani ini merupakan mati shahid.
Legalitas Serangan Berani Mati
Hujah yang Mendukung Pelaksanaan Serangan Berani Mati
Diantara dalil-dalil syarak yang membolehkan serangan berani
mati adalah;
1. Niat.
Berdasarkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh alBukhari dan Muslim.14 Menunjukkan bahwa setiap perbuatan
dalam Islam itu haruslah dimulai dengan niat. Situasi yang terjadi
bagi mereka yang melakukan serangan berani mati menunjukkan
dengan jelas bahwa perbuatan yang dilaksanakan adalah bertitik
tolak dari niat yang ikhlas. karena mereka persembahkan nyawanya
dengan kerelaan hati dijalan Allah, dan selama mereka terpaksa
melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah SWT, yang
jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan
11
Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan dan
Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala Lumpur, Al-Hidayah,
2001, Hal. 107-108.
12
M. Saleh Mohsen, Fakta-fakta Asas di Sebalik Isu Palestina, Terj.
Hanafi Hj Dollah, Kuala Lumpur, Fajar Ulung, 2002, Hal. 28.
13
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 120.
14
Imam Zakariya Yahya, Shahih Muslim,Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1988,
C.5, Jil. 13-14, hal. 56.
348 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
kekuatannya yang didukung oleh kekuatan besar lainnya. Demi
mempertahankan agama, harga diri, bangsa dan negara.
Akan tetapi segala kebenaran urusan niat itu kembali kepada
Allah Yang Maha Mengetahui. Sebagaimana ayat di dalam alQur’an menegaskan;
“Mereka yang beriman berperang pada jalan Allah dan mereka
yang kafir berperang di jalan thaghut (kezaliman), maka perangilah
kawan-kawan (wali) syaitan itu dan sesungguhnya tipu daya
syaitan itu adalah sangat lemah”.15 Sesungguhnya mereka yang
melaksanakan serangan berani mati ini telah mengorbankan jiwa
dan raga serta kepentingan pribadi, demi menghancurkan musuh
Islam dan mempertahankan kesuucian agama, diri dan keluarga,
harta benda dan tanah air. Golongan ini tidak menjadikan dunia
sebagai tujuan hidup tetapi menganggapnya sebagai jalan menuju
akhirat. Mereka yang melaksanakan tindakan ini hanya Allah yang
menentukan kedudukan mereka berdasarkan niat mereka.
2. Qias Terhadap Benteng Manusia (al-Tatarrus).
Menurut istilah al-Taturrus16 berarti musuh menjadikan
sebagian atau sekelompok manusia untuk dijadikan perisai manusia
demi melindungi diri mereka. Karena pihak yang menentang
mereka merasa ragu untuk meneruskan peperangan sampai bantuan
datang untuk menolong mereka.
Pengertian ini harus diuraikan secara terperinci mencakupi
konsep benteng manusia (al-Tatarrus) dan kaitannya dengan unsurunsur darurat supaya dapat difahami dengan lebih jelas. Sebelum
menguraikan konsep perisai manusia dan hubungannya dengan
serangan berani mati, ada baiknya kita bahas dulu sejauh manakah
yang dikatakan darurat hingga tindakan melancarkan serangan
terhadap musuh walaupun mereka memakai orang Islam sebagai
benteng mereka (al-Tatarrus), dan sejauh manakah yang dikatakan
darurat untuk mencapai kemaslahatan sehingga pelaksanaan
serangan berani mati itu dilaksanakan? Tahap darurat yang sering
disebutkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut;17 (1) Musuh
terus menyerang orang Islam dengan terus menerus tiada hentihentinya. (2) Orang Islam sudah bercampur dengan pihak musuh
15
Al-Qur’an, Surat an-Nisa’ (5): 76.
Muhammad Khair haykal, al-Jihad wa al-Qital fi al-siyasah alsyra’iyah, Beirut, Dar al-Bayariq, 1996, C.2, Jil.2, hal. 1328.
17
Ibid, hal. 1331.
16
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
349
Abdul Razak
karena terlalu dekat antara satu sama lainnya sehingga susah untuk
membedanya. (3) Apabila pihak Islam tidak menyerang mereka,
dikhawatirkan pihak musuh dapat mengepung dan megalahkan
pihak Islam yang akhirnya membawa akibat kematian yang banyak
dan bahaya yang lebih besar. (4) Darurat dinilai sesuai dengan
tahapannya oleh pemimpin militer dan beliau seharusnya bijak
mengatur strategi dan arahan. Mungkin pertempuran dapat
dihindari untuk menyelamatkan keadaan dan nyawa perisai
manusia yang terdiri dari golongan muslimin.
Inilah beberapa tahap darurat yang disepakati oleh para fuqaha
tentang serangan pihak Islam terhadap musuh yang menjadikan
orang Islam sebagai benteng atau perisai manusia. Dan ada
beberapa darurat lain yang berkaitan dengan pelaksanaan serangan
berani mati, tahap itu adalah sebagai berikut; (1) Pelaksanaan itu
dilaksanakan untuk menghindari kemusnahan dan kehancuran yang
lebih besar pada pihak Islam dan akhirnya akan kalah ditangan
musuh. Karena itu, pelaksanaan serangan seperti ini harus
dilaksanakan untuk mencapai sasaran (musuh) dan seterusnya
mengalahkan mereka. (2) Pelaksanaan tersebut bisa memberi dan
membuka jalan pada tentara untuk maju dan mengalahkan musuh
yang akhirnya akan menjadi kemenangan besar. (3) Apabila tahap
darurat tidak lagi membahayakan maka serangan berani mati
seharusnya dihentikan untuk memelihara nyawa orang Islam tanpa
ada sebab maslahah atau kebenaran syarak untuk melancarkannya.
(4) Darurat dinilai sesuai dengan tahapannya oleh pemimpin militer
berdasarkan kebijaksanaannya.
Para fuqaha bersepakat mewajibkan menyerang musuh dalam
keadaan darurat walaupun orang Islam yang dijadikan benteng
(perisai) dan meskipun terpaksa mengorbankan nyawa mereka
yang dijadikan benteng tersebut. Akan tetapi, mereka wajib dan
hendaklah memperhatikan dua hal18 berikut ini; (1) Pihak Islam
hendaklah mencoba sebisa mungkin untuk menghindari benteng
manusia tersebut menjadi korban atau sasaran tembakan. (2) Tidak
ada maksud atau niat sekecil apapun dihati untuk menyerang
benteng manusia sebagai mangsa atau sasaran tembakan.
Jadi kedua-dua keadaan ini yaitu benteng manusia (perisai)
dan serangan berani mati dari segi pelaksanaannya adalah terikat
pada tahap kedaruratan yang dilihat oleh pimpinan militer pada
18
Ibid, hal. 1402.
350 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
ketika itu. Karena pada hakikatnya adalah untuk membunuh musuh
kafir yang menyerang dan bukan membunuh orang Islam yang
dijadikan benteng oleh mereka. Dan bukan pula membunuh diri
bagi mereka yang melaksanakan serangan berani mati.
Golongan muslimin yang dijadikan benteng oleh musuh Isalm
merupakan suatu satu cara bagi musuh untuk meraih kemenangan,
dan ia merupakan strategi pihak musuh untuk menghindari
serangan pihak Islam dan meraih kemenangan.
Dalam hal ini pihak Islam terpaksa mengorbankan beberapa
orang muslimin yang dijadikan benteng oleh musuh, mereka
terpaksa menyerang juga walaupun mengorbankan rekan mereka
sendiri demi meraih kemenangan pada saat yang cukup genting,
sekiranya serangan dan pertempuran itu ditangguhkan atau
dihentikan maka pihak Islam akan dikalahkan oleh musuh dan
tahanan Islam (sandera) tersebut akan dibunuh secara masal.
Sebaliknya, dengan melancarkan serangan terus menerus tiada
hentinya dapat menimalisir jumlah kematian rekan-rekan yang
dijadikan benteng oleh musuh (ad-dararu yudfa’u bi qadri alimkan). Dan sekaligus dapat juga memberi kebaikan, peluang dan
membuka jalan keberhasilan dalam pertempuran itu. Dikarenakan
serangan tersebut lebih bersifat pada kemaslahatan yang lebih besar
dalam ketentuan darurat dan peperangan, tentulah ia sesuai dengan
aturan-aturan fiqh siyasah sayr’iyah dan mereka yang menjadi
korban (yang dijadikan benteng oleh musuh) adalah termasuk
dalam golongan orang yang mati syahid19 walaupun mereka mati
karena senjata rekan Islam seperjuangan sendiri.
Pada dasarnya, syarak tidak membenarkan orang Islam
membunuh sesama Islam, kecuali dengan ketentuan yang
dibenarkan dalam Islam, penilaian siyasah syar’iyah dibolehkan
melakukan suatu tindakan untuk menghindari kemusnahan dan
kerusakan yang lebih besar, meskipun terpaksa mengorbankan
nyawa. Karena itu, mereka yang terkorban menurut ulama jumhur
dianggap mati syahid, yang tidak perlu dimandikan20 dan lagipula
menyelamatkan agama lebih besar tahap daruratnya dibandingkan
dengan nyawa.
Sementara serangan berani mati dari segi pelaksanaannya, ia
juga memiliki tujuan yang lebih besar yaitu untuk mengenai
19
20
Ibid, hal. 1333.
Ibid, hal. 1212.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
351
Abdul Razak
sasaran (musuh) yang akhirnya bisa membuka jalan pihak Islam
untuk meraih kemenangan. Memang tindakan mereka membawa
diri pada bahaya dan kematian secara langsung dengan senjata
sendiri, dan bukannya orang lain.
Tatapi yang sangat penting kalau dilihat dan diteliti kedua
keadaan yang dilancarkan ini ialah untuk mencapai sasaran dan
menghancurkan musuh.
Jelasnya, kelompok perisai manusia Islam mati akibat terkena
senjata pihak Islam yang menyerang itu sendiri, sedangkan
serangan berani mati juga mati dengan senjata mereka sendiri
tetapi dasarnya sama yaitu yang melakukan serangan tersebut
adalah orang Islam.
Karena itu, apabila al-Tatarrus dibolehkan oleh Islam menurut
kaidah fiqhiyah dan penilaian siyasah syar’iyah, maka serangan
berani mati juga dihukumkan dengan keadaan yang sama. Ini
bukan suatu perbandingan yang keliru atau berlawanan karena ini
merupakan dasar yang paling sesuai untuk mencari titik temu
persamaan yang membolehkan pemakaiannya. Berkaitan dengan
ini, Imam al-Qurthubi21 menyebutkan dalam kitab tafsirnya ucapan
Muhammad bin Al-Hasan: “Kalaupun satu orang dibawa
berhadapan dengan seribu orang kaum musyrik sendirian, itu tidak
mengapa jika memang ia ingin selamat atau menyerang musuh.
Namun jika sebaliknya, hal itu dibenci (makruh), karena ia
mempersilahkan dirinya untuk binasa tanpa memberikan manfaat
buat kaum muslimin”.
Ibn Khuwaiz Mindad berkomentar: Adapun satu orang dibawa
melawan seratus orang atau sejumlah kekuatan pasukan perang,
atau kelompok pencuri dan penjegal, maka ada dua kondisi:
pertama, ia tahu dan kemungkinan besar terbunuh, tapi ia selamat,
maka itu yang terbaik. Kedua, begitu juga kalau ia tahu dan
kemungkinan besar akan terbunuh, tetapi ia akan menyerang atau
terluka, atau bisa memberikan pengaruh yang cukup berarti bagi
kaum muslimin, maka itupun diperbolehkan juga.
Beberapa ulama seperti al-Qasim bin Mukhirah dan al-Qasim
bin Muhammad, dan Abdul Malik22 berpendapat: Tidak apa-apa
satu orang berhadapan dengan pasukan besar jika memang ada
21
Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 242.
22
Ibid.
352 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
kekuatan dan niat ikhlas hanya kepada Allah saja. Bahkan
dikatakan: jika ada yang ingin mati syahid dan niatnya ikhlas,
maka boleh dibawa. Karena tujuannya adalah salah satu dari
musuhnya, dan hal itu sudah jelas dalam firman Allah SWT yang
artinya: “Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya demi
mencari keridhaan Allah”.23
Yusuf al-Qardhawi24 juga mengatakan: operasi semacam ini
(serangan berani mati) adalah termasuk cara yang paling jitu dalam
jihad fisabilillah. Dan ia termasuk bentuk teror yang diisyaratkan
dalam al-Qur’an dalam sebuah firman Allah SWT yang artinya:
“Dan persiapkanlah kekuatan apa yang bisa kamu kuasai dan
menunggang kuda yang akan bisa membuat takut musuh-musuh
Allah dan musuhmu”.25 Serangan berani mati secara totalitas
berbeda sekali dengan perbuatan bunuh diri. Menurut alQardhawi26 penamaan operasi ini dengan nama “bunuh diri” adalah
sangat keliru dan menyesatkan. Ia adalah operasi tumbal heroik
yang bernuansa agamis, ia sangat jauh bila dikatakan sebagai usaha
bunuh diri. Juga orang yang melakukannya sangat jauh bila
dikatakan sebagai pelaku bunuh diri.
Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk
kepentingan pribadinya sendiri. Sementara pejuang ini
mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama, diri dan
keluarga, harta benda dan umatnya yang lemah. Orang yang bunuh
diri itu adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan
Allah, sedangkan pejuang ini adalah manusia yang seluruh citacitanya tertuju kepada rahmat Allah SWT. Orang yang bunuh diri
itu ingin menyelesaikan dari dirinya dan dari kesulitannya dengan
menghabisi nyawanya sendiri, sedangkan seorang mujahid ini
membunuh musuh Allah dan musuhnya dengan senjata terbaru ini
yang telah ditakdirkan menjadi milik orang-orang lemah dalam
menghadapi tirani kuat yang sombong. Mujahid itu menjadi bom
yang siap meledak kapan dan di mana saja menelan korban musuh
Allah dan musuh bangsanya, mereka (musuh) tak mampu lagi
23
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207.
Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum Syari’at atas Operasi Syahadah
di
Bumi
Palestina,
Gema
Dakwah,
http://gemadakwah.blogspot.com/2011/09/legalitas-hukum-syariat-atasoperasi.html. diakses 23 Oktober 2011.
25
Al-Qur’an, surat, al-Anfal (8), 60.
26
Yusuf al-Qardhawi, Op.cit.
24
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
353
Abdul Razak
menghadapi pahlawan syahid ini. Pejuang yang telah menjual
dirinya kepada Allah, kepalanya ia taruh di telapak tangan-Nya
demi mencari syahadah di jalan Allah.
Para pemuda pembela tanah airnya, bumi Islam, pembela
agama, kemuliaan dan umatnya, mereka itu bukanlah orang-orang
yang bunuh diri. Mereka sangat jauh dari bunuh diri, mereka benarbenar orang syahid. Karena mereka persembahkan nyawanya
dengan kerelaan hati di jalan Allah, selama niatnya ikhlas hanya
kepada Allah saja, dan selama mereka terpaksa melakukan cara ini
untuk menggetarkan musuh Allah SWT, yang jelas-jelas
menyatakan permusuhannya dan bangga dengan kekuatannya yang
didukung oleh kekuatan besar lainnya.
3. Sejarah di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Para
Sahabat.
Didalam kitab tafsir al-Qurthubi dinyatakan: telah sampai
kepadaku berita bahwa pasukan umat Islam tatkala bertemu dengan
pasukan Persia, kuda-kuda kaum muslimin lari dari pasukan gajah.
Lalu ada seseorang dari mereka sengaja membuat gajah dari tanah,
agar kudanya terbiasa dan jinak tidak liar lagi saat melihat gajah.
Esok harinya, lalu dihadapkan kepada gajah yang kemarin
menghadangnya. Ada orang yang berkata: “Ia akan
membunuhmu!”, “Tidak apa-apa saya terbunuh asalkan kaum
muslimin menaklukkan Persia”, jawabnya kemudian. Begitu juga
pada peristiwa perang Yamamah, ketika Bani Hudzaifah bertahan
diri di kebun-kebun milik mereka, ada seseorang yang berkata
kepada pasukan: “Taruh aku di dalam sebuah perisai dan
lemparkan ke arah musuh”, Segerelah anggota pasukan muslimin
melemparkannya ke dalam kebun, lalu bertarunglah ia sendirian
sampai akhirnya bisa membuka pintu kebun.27
Imam Qurthubi melanjutkan ucapannya: Dari sisi ini, ada pula
riwayat yang menyebutkan bahwa ada seseorang bertanya kepada
Nabi SAW: “Ya Rasulullah, menurut baginda apakah yang aku
dapatkan jika aku berjihad di jalan Allah dengan sabar dan
mengharap ridha Allah?”, “Kamu akan mendapatkan surga”. jawab
Nabi SAW. Lalu orang itu terjun menerobos pasukan musuh
hingga terbunuh. Dalam shahih Muslim, dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah SAW menarik mundur tujuh orang Muhajirin
27
Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 363-364.
354 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
dan dua orang dari Anshar. Ketika orang-orang Quraisy
mendesaknya, beliau berkata: “Siapa yang berani menghadang
mereka, ia akan mendapatkan surga?”. Lalu seorang dari Anshar
maju ke depan melawan mereka hingga ia terbunuh. Satu persatu
mereka lakukan hal yang sama, sampai ketujuh-tujuhnya mati
syahid semuanya. Kemudian Nabi SAW berkata: “Shahabatku
belum melakukan peperangan yang sebenarnya”, ucapan beliau itu
ditujukan kepada para shahabat yang lari tidak menjaga beliau saat
diserang oleh pasukan Quraisy.28
Disebutkan dalam tafsirnya Imam ar-Razi berkata: Imam
Syafi’i meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyebutkan
surga, kemudian ada seorang dari Anshar berkata: “Ya Rasulullah,
bagaimana jika aku terbunuh karena kesabaran dan mengharap
ridha Allah semata?”, “Untukmu surga”jawab Rasul. Kemudian
lari menyerbu ke pasukan musuh hingga syahid dihadapan
Rasulullah SAW. Juga ada seorang Anshar melemparkan baju
besinya saat mendengar Rasulullah SAW menyebutkan surga tadi,
lalu menyerang musuh sampai ia terbunuh.29 Diriwayatkan ada
suatu kaum sedang mengepung benteng, lalu ada seseorang
berperang hingga meninggal. Dikatakan bahwa orang yang
meninggal itu menjerumuskan dirinya sendiri kepada kebinasaan.
Berita itu terdengar oleh Umar bin Khatab ra. Kemudian beliau
mengomentarinya: “Mereka itu bohong, bukankah Allah SWT
sudah berfirman dalam al-Qur’an (yang Artinya): “Dan di antara
manusia ada yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan
Allah”.30
Dalam tafsir Ibnu Katsir31 diriwayatkan bahwa: ada seseorang
yang bertanya kepada al-Bara’ bin Azib al-Anshari: Jika aku
dibawa dihadapkan kepada musuh lalu mereka membunuhku,
apakah aku masuk dalam kategori menjerumuskan diri ke dalam
kebinasan?, Tidak jawabnya, lalu melanjutkan: Allah SWT telah
berfirman kepada Rasul-Nya (yang artinya): Maka berperanglah di
jalan Allah sebab tidak dibebani selain dirimu sendiri. Ayat
28
Ibid.
Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum..Op.cit.
30
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207.
31
Ibn Kathir, Tafsir al-Qurcan al-cAzim (Tafsir Ibn Kathir), j.3,
Kaherah, Maktabah al-Thurath, t.t, hal. 229.
29
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
355
Abdul Razak
“menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan” itu dalam bab nafakah,
maksudnya tidak memberikan nafakah (infaq) dalam jihad.
Pendapat yang hampir sama juga dikemukan oleh Ibn
Taimiyah32 dalam kitab Fatawanya tentang memerangi kaum Tatar.
Berdasarkan dalil dari riwayat Imam Muslim dalam kitab
Shahihnya dari Nabi SAW tentang kisah Ashhabul Ukhdud. Cerita
itu mengkisahkan seorang bocah memerintahkan (kepada sanga
raja) untuk membunuh dirinya, demi kemenangan agama (yang
diyakininya) ketika meminta kepada algojo-algojo raja agar
membaca: Bismillah Rabbi Ghulam (Dengan nama Allah, Tuhan
anak ini) saat melemparkan panah ke arahnya. Ibn Taimiyah
melanjutkan: Oleh karena itu para Imam yang empat
memperbolehkan seorang muslim menyerbu sendirian dalam kubu
pasukan musuh, walaupun kemungkinan besar mereka akan
membunuhnya. Jika memang di situ ada kemaslahatan bagi kaum
muslimin.
Kisah al-Barra bin Malik saudara lelaki Anas bin Malik dalam
peperangan Yamamah menentang kumpulan Musaylamah alKadzab (di zaman Pemerintahan Abu Bakar al-Siddiq) yang
meminta beliau diletakkan di atas perisai besi dan dijulang dengan
ujung-ujung lembing oleh beberapa orang tentara, kemudain beliau
dilempar ke dalam benteng musuh supaya bisa membuka kota
untuk dimasuki tentara Islam. Hal ini menggemparkan musuh dan
akhirnya tentara Islam bisa masuk dan menang dalam perang itu.33
Ini merupakan beberapa kisah para sahabat sesuai dengan tuntutan
perjalanan waktu dan tempat pada ketika itu. Dan tidak mustahil
jika mereka berada pada masa sekarang ini berhujah yang sama
bahwa serangan berani mati adalah cara yang paling jitu dan
relevan dengan jihad.
Hujah yang Menolak Pelaksanaan Serangan Berani Mati
Serangan berani mati yang dilakukan oleh rakyat Palestina
seperti membawa bom dan menyerang ketenggah sekelompok para
tentara yahudi dengan sendirian dan berkelompok, menuai berbagai
macam tanggapan, sebagian mendukung apa yang mereka lakukan
32
Ahmad Taqiy al-Din al-Harani Ibn Taimiyah, Majmu’ah al-Fatawa,
Beirut, Dar al-Wafa, J.28, hal. 296.
33
Ibn Kathir, Sirah an-Nabawiyah, Beirut, Dar al-Ma’arif, 1976, j.1,
Hal. 437-438.
356 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
dengan hujah yang sudah dikemukakan diatas, dan sebagian lain
pula menolok dengan berbagai alasan;
Pertama, mereka berhujah dengan menyatakan bahwa
serangan berani mati adalah bunuh diri sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya: “Dan janganlah
kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”.34
Ayat ini dengan jelas menunjukkan janganlah seorang muslim
itu melakukan sesuatu yang bisa memjerumuskan. Serangan berani
mati seperti mengorbankan diri sendiri dengan jalan membawa
bom kemudian pergi ke kaum kuffar dan meledakkannya adalah
termasuk perbuatan bunuh diri. Dan ini merupakan suatu
kebinasaan yang diciptakan oleh pelaku sendiri dan ini tidak
dibolehkan menurut syarak.
Kedua, Mereka berhujah dengan menyatakan bahwa
pengeboman yang dilakukan turut memakan korban manusia yang
tidak berdosa seperti orang awam, perempuan dan anak-anak.
Sementara Hadits yang diriwayatkan Muslim bin Hujaj dalam
Sahih Muslim bab jihad melarang tentara Islam membunuh mereka
tanpa alasan yang hak. Sebagaimana maksud hadits dibawah ini:
“Nabi telah melihat seseorang perempuan terbunuh dalam beberapa
peperangannya, maka baginda telah melarang membunuh
perempuan dan anak-anak”. Karena itu, di dalam serangan
pengebom berani mati telah melanggar prinsip dan etika yang
murni ini.
Ketiga, mereka juga berhujah bahwa pelaksanaan berani mati
ini akan menghancurkan bangunan, tanaman, dan hewan ternak
serta merusak fasilitas-fasilitas umum atau infrastruktur sedangkan
khalifah Abu Bakar melarang berbuat demikian. Mereka juga
mempermasalahkan dimanakah keadilan dan rahmat dalam Islam,
apabila mereka tidak mempedulikan semua hal ini.
Keempat, bisa dikatakan semua pengebom berani mati adalah
individu (sendirian) atau berkelompok dimana mereka perlu
mendapatkan izin pemerintah tertentu. Adakah mereka ini
memenuhi syarat-syarat sebagaimana tentara memilikinya dan atas
dasar apakah mereka melaksanakannya?.
Bisa dikatakan bahwa semua yang menolak pelaksanaan
serangan berani mati berhujah dengan ayat al-Qur’an dan alHadits, semua hujah yang mereka kemukakan akan penulis bahas
34
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 195.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
357
Abdul Razak
lagi dalam bentuk analisa penulis berdasarkan kekuatan hujah dan
dalil setiap golongan yang berselisih pendapat menurut pandangan
siyasah syar’iyah dalam menentukan hukum pelaksanaannya.
Pembahasan Hujah dan Dalil yang Berselisih
Pertama, firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
195. Artinya: “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Sebenarnya ayat ini
tidak disebutkan secara lengkap oleh mereka yang menolak
pelaksanaan serangan berani mati, secara lengkap ayat ini berarti;
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”.
Ayat ini pada dasarnya diturunkan kepada kaum Anshor ketika
mereka berperang di Konstantinopel. Abu Ayub menceritakan
bahwa ada seorang pejuang Islam maju menentang sekelompok
orang Romawi dengan sendirian, ketika orang-orang Romawi
sedang menyandarkan punggung-punggungnya ke tembok kota.
Maka beberapa orang berkata bahwa hal itu akan menjerumuskan
dirinya sendiri kepada kebinasaan. Kemudian Abu Ayyub
berkomentar;
“Kamu semua jangan sampai membuat ta’wil sendiri, ayat itu
diturunkan kepada kami kaum Anshor dimana kami ingin tetap
bersama-sama dengan harta kami dan memeliharanya tanpa
mempedulikan urusan jihad”.35
Abu Ayyub juga menjelaskan bahwa kami akan
mencampakkan diri kami kepada kebinasaan sekiranya kami
tidak mendermakan harta-harta kami di jalan Allah yaitu
berjihad. Maka arti menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan itu
adalah memperbanyak harta dan meninggalkan jihad.
Abu Imran berkata Abu Ayyub masih terus berjihad sampai
meninggal dunia dan dikebumikan di Konstantinopel.36 Abu Ayyub
menceritakan bahwa menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan itu
35
Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 241.
36
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim (Tafsir Ibn Kathir), j.3,
Kaherah, Maktabah al-Thurath, t.t, hal. 228-229.
358 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
adalah meninggalkan jihad fi sabilillah, dan ayat yang
menunjukkan hal itu sudah diturunkan. Pendapat yang sama juga
diriwayatkan dari Ibn Abbas, Hudzaifah, Hasan al-Bashri, Qatadah,
Mujahid dan al-Dhahak.37
Adapun tafsiran yang mengatakan bahwa maksudnya adalah
seseorang dibawa ke arena musuh, maka Muhammad bin al-Hasan
pernah menyebutkan dalam al-Siyar al-Kabir: “kalaupun ada
seseorang dibawa kepada seribu orang, ia sendiri tidak ada
masalah, jika ia ingin selamat atau menyerang. Namun jika tidak
ingin selamat dan tidak pula menyerang, maka saya tidak setuju
karena ia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan tanpa ada
manfaat buat kaum muslimin. Sedangkan jika ia tidak mau selamat
atau tidak mau menyerang, tapi ingin membuat kaum muslimin
lebih berani dan melakukan seperti apa yang ia lakukan sampai
mereka terbunuh dan bisa membunuh musuh, maka hal itu tidak
apa-apa, insya Allah. Karena kalaupun ia ingin menyerang musuh
dan tidak ingin selamat, maka saya melihatnya tidak apa-apa untuk
dilemparkan kepada musuh. Begitu pula jika ia menyerang yang
lainnya dalam kelompok tersebut, maka itupun tidak apa-apa. Dan
saya mengharap perbuatannya itu dapat pahala. Yang tidak boleh
itu adalah sebagai berikut: jika dilihat dari beberapa sudut pandang,
perbuatan itu tidak ada manfaatnya, walaupun ia tidak ingin
selamat dan tidak mau menyerang. Namun jika perbuatan itu
membuat takut musuh, maka hal itu tidak apa-apa karena cara ini
adalah cara yang paling tepat dalam menyerang, dan juga sangat
bermanfaat bagi kaum muslimin”.38
Imam Al Jasshash berkata: Apa yang dikatakan oleh
Muhammad tentang pendapat-pendapat itu adalah benar, dan tidak
ada pendapat yang lain lagi. Maka tafsiran dalam riwayat Abu
Ayyub yang mengatakan bahwa ia menjerumuskan dirinya ke
dalam kebinasaan, itu ditafsirkan dengan membawanya kepada
pihak musuh, karena bagi mereka hal itu tidak ada manfaatnya.
Jika memang begitu maka tidak boleh ia memusnahkan dirinya
tanpa ada manfaat bagi agama dan bagi kaum muslimin. Namun
jika dalam pemusnahan diri itu ada manfaat bagi agama, maka ini
adalah kedudukan yang sangat mulia. Karena Allah SWT telah
37
38
Abu Abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Op.cit, hal. 241.
Ibid, hal. 242.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
359
Abdul Razak
memuji para shahabat Nabi SAW yang melakukan hal itu dalam
banyak firman-Nya. Diantaranya adalah:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh”.39 “Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka
itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”.40 “Dan di
antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun kepada
hamba-hambanya”.41
Dari uraian diatas dapat penulis katakan: bahwa penyerangan
yang dilakukan oleh seseorang yang menerobos masuk ke dalam
kumpulan musuh untuk memporak-porandakannya adalah boleh
karena empat hal; (1) Menuntut mati syahid. (2) Mewujudkan
ketidakstabilan dan kelemahan terhadap musuh. (3) Membakar
semangat kelompok muslimin menghadapi musuh mereka. (4)
Melemahkan moral dan semangat musuh, bahwa seorang pejuang
Islam mampu melakukan sedemikian karena agama apalagi kalau
jumlah mereka lebih banyak.
Kedua, hujah yang menyatakan tidak boleh membunuh
masyarakat awam atau golongan yang lemah.
Hal ini perlu dikaji secara mendalam, karena situasi dan
fenomena yang menyelubungi bumi Palestina berbeda. Lagi
pula sejarah pertama kedatangan kelompok Yahudi itu sendiri
bersifat penghinaan dan pencerobohan terhadap tanah-tanah
masyarakat Islam Palestina.
Dalam situasi di bumi Palestina agak sukar untuk memisahkan
antara masyarakat awam dengan tentara, lagi pula masyarakat
zionis adalah masyarakat militer, kaum lelaki dan wanitanya adalah
prajurit dalam angkatan bersenjata, yang kapan saja bisa dipanggil
berperang. Dan sistem persenjataan pun menggunakan senjata yang
cukup canggih, seperti bom sulit memisahkan sasaran yang
dijadikan target. Jika seseorang anak atau orang tua terbunuh dalam
operasi ini, ia tidak bermaksud membunuhnya, namun masuk
39
Al-Qur’an, Surat at-Taubah (9), 111.
Al-Qur’an, Surat al-Imran (3), 169.
41
Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207.
40
360 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
dalam kategori darurat perang. Dan segala yang darurat itu bisa
membolehkan yang terlarang.
Masyarakat yahudi dan bala tentaranya mempunyai keinginan
dan tujuan yang sama. Ini dapat dilihat lewat pemilihan umum
mulai dari pemerintahan dan kepemimpinan Likud dan yang
lainnya terus mereka dukung. Mereka terus memusuhi rakyat
Palestina, unjuk rasa yang mereka perlihatkan adalah tipu muslihat
politik mereka untuk mengelabui mata masyarakat dunia Islam dan
internasional bahwa mereka menginginkan perdamaian dan
keamanan padahal sebaliknya.
Keadaan semakin parah pada masa pemerintahan dan
kepemimpinan Ariel Sharon yang sebelumnya adalah mantan
Menteri Pertahanan Israel, yang mempunyai pengalaman yang luas
dan berhasrat serta bercita-cita untuk mengusir rakyat Palestina
sesuai dengan tujuan dibentuknya organisasi zionis sedunia
dibawah pimpinan Theodor Herzl. Ini dikuatkan lagi oleh ketua
pelaksana Zionis sedunia Dr. Eider: tujuan organisasi zionis dunia
adalah penghapusan bangsa Arab keseluruhannya.42
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Tegasnya pemimpin-pemimpin Yahudi di dunia ini tidak
bertindak secara membati buta, apapun yang mereka lakukan sudah
direncanakan secara matang. dan mereka juga menanamkan
gagasan pada setiap jiwa orang Yahudi dengan mengatakan:
“Bahwa garisan pembatas negara Israel terbentang dari sungai
Furat sampai ke sungai Nil, dan dari Laut Mediterenean hinga
Laut Merah”.43
Masyarakat awam yahudi dan para pemimpin mereka
memainkan peranan yang sama baik secara langsung ataupun tidak,
dalam segala bentuk usaha, idea, bantuan dan dukungan yang
42
Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan dan
Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala Lumpur, Al-Hidayah,
2001, hal. 152-153.
43
Ibid.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
361
Abdul Razak
mereka berikan untuk mewujudkan negara mereka. Kalau seperti
ini ulama jumhur membolehkan membunuh wanita dan anak-anak
dikarenakan darurat. Seperti sabda Nabi SAW riwayat as-Sa’un bin
Jathamah dalam kitab shahih al-Bukhari kitab al-jihad bab
membunuh anak-anak dalam pertempurandengan hadits bernomor
3015 yang artinya:
“Bahwa Rasulullah telah ditanya bagaimana tentang keadaan
penghuni suatu rumah yang di dalamnya terdapat golongan
musyrikin yang sedang bermalam, tetapi serangan sudah
dilakukan dan menimpa golongan wanita dan anak-anak?
Maka Nabi menjawab mereka termasuk bagian dari golongan
musyrikin tersebut”.
Ketiga, hadits yang melarang membakar pohon, tanaman,
membunuh hewan ternak, merobohkan bangunan dan pasilitas
umum lainnya adalah bersifat maslahah dan kepentingan jangka
panjang bagi kaum muslimin. Sebuah hadits yang diriwayatkan
Ibnu Umar berkata: “bahwa Rasulullah SAW pernah membakar
dan memotong pohon kurma Banu Nadlir”.
Mengenai hadits ini, ulama jumhur membolehkan pemusnahan
tanam-tanaman, membunuh binatang tunggangan seperti kuda dan
seumpamanya, akan tetapi khalifah Abu Bakar mewasiatkan
supaya menjauhi perkara yang dilarang itu. Berdasarkan pengertian
hadits diatas al-San’ani menyatakan itu sebagai tindakan maslahah
jangka panjang karena bisa jadi kaum muslimin membutuhkannya
suatu saat nanti.44
Keempat, dua kekuatan besar dunia saat ini, Amerika Serikat
dan Inggeris tanpak jelas memberikan dukungan moral pada Israel
dan melabelkan pejuang Palestina sebagai teroris terutama terhadap
orang yang melakukan penyerangan berani mati. Sedangkan
pencerobohan pihak tentara Tel Aviv dan perampasan masyarakat
awam yahudi terhadap tanah-tanah rakyat Palestina dibiarkan,
dengan mengklaim bahwa pihak Israel berhak mempertahankan
diri dengan melakukan serangan sesuka hati yang mereka sebut
sebagai “pembalasan”. Dan ketika mereka melakukan penyerangan
di Tunis, penghancuran, pembantaian, dan penganiayaan terhadap
orang-orang Palestina di Sabra, Satila, Tebing Barat dan
Semenanjung Gaza mereka sebut dengan “tindakan pendahuluan”.
44
Muhammad bin Isma’il al-San’ani, Subul al-Salam Syarh Bulugh alMaram, Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1995, J.3-4, hal. 80.
362 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
Inilah sebagian makna teroris yang mereka maksudkan dalam
kamus Adikuasa, segala aktivitas yang bertentangan dengan
kebijakan mereka, mereka namakan sebagai teroris. Padahal dalam
konteks Palestina, kelompok zionis Yahudi Israel dan sekutunya
lah sebagai teroris.
Sementara masyarakat Palestina berjuang sendirian dengan
segala bentuk kekurangan dan kelemahan tanpa ada bantuan
persenjataan yang lengkap dan canggih dari negara- negara Islam
seperti negara yang menjadi anggota Organisasi Kerjasama Islam
(OKI). Bahkan bisa dikatakan mereka anggota OKI tidak berani
mengambil inisiatif yang bisa mengimbangi antara kezaliman
Israel dengan penderitaan rakyat Palestina. Contoh nyata yang
pernah kita lihat yaitu penyerangan Amerika Serikat dan sekutunya
terhadap Irak juga tidak ada tindakan yang bisa dilakukan oleh
anggota OKI.
Jadi penulis menegaskan bahwa serangan berani mati
dibolehkan khusus bagi rakyat Islam Palestina dalam bentuk
tindakan apapun untuk mempertahankan jiwa, bangsa dan agama
mereka. Karena tidak ada negara Islam atau sistem khalifah Islam
yang mengatur dunia Islam pada saat ini untuk menyelamatkan dan
mengeluarkan negeri Palestina dari kancah kesengsaraan, maka
siyasah syar’iyah melihat bahwa serangan berani mati merupakan
suatu tindakan yang sesuai dengan ketentuan syarak, karena tidak
ada negara Islam saat ini yang sanggup mempertahankan negara
Palestina dari sudut kemiliteran. Dan dalam bentuk jihad umum ini
menjadi fardhu kifayah bagi seluruh negara Islam yang lain, dan
menjadi fardhu ‘ain bagi rakyat Palestina untuk mempertahankan
hak masing-masing dan melakukan tindakan dalam bentuk jihad
khusus, karena mereka berhadapan langsung dan tidak dapat
mengelakkannya lagi.
Ditegaskan lagi bahwa serangan berani mati dibolehkan
khusus bagi rakyat di negara Palestina untuk mempertahan diri,
keluarga, bangsa, negara dan agama. Dan tidak dibolehkan pada
negara Islam yang lain kecuali ada persamaan dengan keadaan di
bumi Palestina.
Penilaian Siyasah Syar’iyah Terhadap Pelaksanaannya
Dibawah ini akan dikemukakan dasar-dasar dukungan
terhadap pelaksanaan serangan berani mati sesuai dengan
ketentuan siyasah syar’iyah, antara lain sebagai berikut;
1. Maslahah ‘Ammah
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
363
Abdul Razak
Pelaksanaan serangan berani mati merupakan suatu maslahah
umum bagi seluruh rakyat Islam Palestina khususnya, dan bagi
ummat Islam seluruh dunia umumnya. Dengan kata lain,
pelaksanan serangan berani mati adalah untuk menjaga kesucian
agama, menjaga keselamatan dan mempertahankan Islam secara
komprehensip dan kolektif. Ia juga bertujuan menjaga keturunan
dan keselamatan harta benda.
Karena itu, tujuan pelaksanaan serangan berani mati adalah
menjaga dan memelihara tujuan syarak dan sekaligus secara
bersamaan menjaga tuntutan maslahah. Pemakaian maslahah dalam
serangan berani mati sesuai dengan keperluan pelaksanaan suatu
serangan, karena hukum pelaksanaannya dapat berubah sesuai
dengan perubahan situasi dan kondisi. Ketika dalam situasi tertentu
khusunya seperti yang terjadi di Palestina, tahap maslahah
mencapai pada tahap memelihara kepentingan dasar yaitu
maslahah daruriyah, dan ini bukan sekedar memelihara
kepentingan pribadi tetapi juga berkenaan dengan kepentingan
umum atau orang banyak.
Secara logika, dalam konteks pelaksanaan serangan berani
mati, maslahah tidak dinyatakann atau disebut secara rinci, namun
jika kita mengamati pengertian jihad fi sabilillah di dalam alQur’an dan al-Hadits serta sejarah para sahabat, kita temui bahwa
konsep pemakaiannya sudah ada berdasarkan maslahah mursalah,
dan ini merupakan dan ini merupakan suatu dasar hukum yang
membolehkan pelaksanaan serangan berani mati menurut
perspektif siyasah syar’iyah. Apalagi pelaksanaannya bisa
membawa kebaikan dan menolak mudarat atau keburukan yang
dialami mereka terus menerus.
Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa serangan berani
mati akan membuat penderitaan umat Islam menjadi lebih parah
lagi dari apa yang dilakukan. Persoalannya adalah, apa yang sudah
terjadi khususnya di Palestina, apabila mereka mengambil sikap
diam saja tanpa membuat suatu reaksi dan tantangan terhadap
rezim zionis yahudi Israel, adakah ia dapat menjamin mereka tidak
dibunuh dan dizalimi. Malah apa yang terjadi mereka terus
menerus dizalimi dan dibunuh masal, walaupun mereka tidak
melakukan sesuatu hal yang membuat pihak Israel marah
sebagaimana diuraikan dalam bab diatas.
Lagi pula Palestina bertindak sendirian tanpa bantuan saudara
seagama, ditambah lagi untuk mempertahankan diri yang
364 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
merupakan fardhu ‘ain bagi rakyat mereka, dengan menggunakan
kekuatan dan taktik strategi yang ada sesuai dengan kesanggupan
mereka. Karena itu, ditegaskan bahwa berdasarkan asas maslahah
yang ada dan ruang lingkup maslahah mursalah yang dikatakan
diatas, menunjukkan pelaksanaan serangan berani mati adalah
boleh dan sesuai dengan kaedah maslahah untuk memelihara
kebaikan dan menolak keburukan sesuai dengan penilaian siyasah
syar’iyah menurut syarak.
Dan ia juga dilihat bisa membangkitkan seruan jihad yang
sudah lama terkubur dikalangan umat Islam. Apalagi akhir-akhir
ini dilakukan penyempitan pengertian jihad yang hanya terpokus
pada makna usaha yang gigih terhadap suatu permasalahan tertentu
saja dan mengenepikan jihad peperangan fi sabilillah. Dan tidak
mustahil nantinya penghapusan istilah jihad fi sabilillah akan
terjadi bukan oleh kalangan luar Islam saja bisa jadi oleh generasi
Islam itu sendiri akibat penyelewengan ilmu dan ketidak fahaman
tentang jihad. Karena sering terjadi pengamalan ajaran Islam
terhalang dikarenakan oleh orang Islam sendiri yang mempunyai
rencana dan kepentingan sendiri.
Selain itu juga terdapat beberapa maslahah lain contohnya
serangan berani mati merupakan suatu dasar untuk mewujudkan
ketakutan dan teror pada pihak musuh, karena ia suatu serangan
yang berbentuk khusus dan bukan secara umum. Mereka yang
melakukan serangan ini dengan ikhlas dan penuh keyakinan akan
dimasukkan dalam surga yang tertinggi dengan izin Allah dan
serangan berani mati ini juga telah menarik perhatian seluruh
masyarakat dunia untuk lebih mengetahui akidah umat Islam
dengan lebih dekat dan apa yang mendorong serangan tersebut
dilaksanakan
serta
menangkis
informasi
yang
sudah
disalahgunakan.
Karena itu pelaksanaan serangan berani mati yang terjadi
sekurang-kurangnya dapat menghidup dan membangkitkan
kembali prestise jihad fi sabilillah saat ini. Adapun faktor
perubahan zaman (taghaiyar al-Azman) bisa mempengaruhi
maslahah umum dan ia juga bisa mempengaruhi bentuk serangan
dan pelaksanaan suatu strategi jihad fi sabilillah.
2. Efisiensi dan Dinamisme Maqasyid Syar’i
Adapun dasar yang kedua adalah maqasyid syar’i yang
memperhatikan hal daruriyat al-khams yaitu kebutuhan yang
sampai pada peringkat penting dan mendesak yang menyebabkan
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
365
Abdul Razak
bahaya pada agama, jiwa, akal, kehormatan diri dan harta.
Menurut ulama jumhur pengorbanan nyawa (jiwa) lewat serangan
berani mati untuk mempertahanka agama merupakan maqasyid
yang utama, karena mempertahankan agama lebih penting dari
pada nyawa. Ditegaskan juga bahwa tidak masalah seseorang
muslim mengaku di depan musuh bahwa dia kafir untuk
menyelamatkannya dari pembunuhan asalkan hatinya masih tetap
beriman, akan tetapi jikalau dia mengaku tetap beriman atau
mempertahankan keimanan dan keislamannya lalu dibunuh oleh
musuh kafir itu, maka itu merupakan pengorbanan yang sangat
besar. Ini bermakna, dia telah menunjukkan bahwa keimanan
terhadap Allah dan Islam tidak bisa ditantang dengan ancaman
nyawa oleh musuh.
Maka jelaslah bahwa mempertahankan Islam sebagai agama
yang benar dan Allah adalah Tuhan satu-satunya sudah membuka
mata para musuh bahwa tidak ada kompromi masalah kebatilan
dan kezaliman serta penyekutuan pada Allah. Sebagaimana yang
terjadi pada kisah beberapa orang sahabat yang disiksa lalu
dibunuh karena tidak mau menyatakan diri murtad seperti kisah
seorang bayi yang menyuruh ibunya masuk ke dalam bendungan
api lalu keduanya terbunuh dizaman pemerintahan fir’aun di Mesir.
Cerita ini sangat terkenal dalam rangka mempertahankan aqidah
yang benar.
Karena itu, pelaksanaan serangan berani mati selain membawa
kebaikan (jalb al-mashalih) ia juga berusaha menolak kerakusan
dan kezaliman serta keburukan. Secara khusus di Palestina,
pelaksanaan serangan berani mati sudah bisa dipakai sebagai jalan
mempertahankan diri yang terakhir terhadap zionis yahudi Israel di
negeri sendiri. Malah Imam al-Ghazali dan al-Amidi45
mendahulukan maslahah dari pada nas (Takhsis al-Nas bi alMaslahah) apabila terdapat darurat yang lebih besar. Ini bermakna
melakukan penyerangan walaupun mengenai sasaran orang muslim
sendiri dalam hal benteng manusia (al-Tatarus), tetapi dapat
menyelamatkan umat Islam yang lebih banyak dan negara Islam
keseluruhannya, maka mengorbankan sejumlah orang Islam dalam
golongan benteng manusia, tanpa maksud menjadikan mereka
sasaran adalah dibolehkan.
45
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Beirut, Dar
al-Fikri, 1996, Jil. 2, hal. 806.
366 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
Ini bermakna dalam urusan serangan berani mati juga
merupakan suatu pilihan terakhir karena keadaan darurat dalam
rangka menyelamatkan umat Islam, dan akan memberi ruang
kemenangan pada Islam yang teraniaya. Begitu juga dengan
perintah jihad adalah berdasarkan kaedah wajib menolak
keburukan yang lebih besar apabila dua keburukan bertembung
yaitu berjihad atau terpaksa menerima kematian (menghadapi
serangan yang lebih parah mengakibatkan jumlah korban dan
kemusnahan harta benda atau Islam akan dikalahkan). Karena itu,
jihad melalui pelaksanaan serangan berani mati juga berdasarkan
menolak keburukan (daf’u al-mafasid) yang lebih besar demi
menyelamatkan keadaan, harga diri dan martabat serta agama umat
Islam.
3. Realisasi Tuntutan Sad al-Dhara’i
Dasar berikutnya adalah Sad al-Dhara’i, yang bermakna
dengan melancarkan serangan berani mati akan mebatasi perbuatan
atau tindakan pihak musuh yang mempunyai agenda jahat dan
unsur kezaliman yang bisa membunuh masyarakat seterusnya
mengacau-balau kesejahteraan dan kestabilan tanah air. Ini telah
terbukti dengan melancarkan beberapa tindakan nekad serangan
berani mati di Palestina terhadap beberapa kelompok penjajah
Israel menyebabkan pihak zionis yahudi Israel lebih berhati-hati
dalam tindak tanduknya dalam menguasai dan mencerobohi negara
rakyat Islam Palestina.
Dan kejadian ini juga telah memaksa orang yahudi untuk
berhijrah besar-besaran ke negara Eropa menyelamatkan diri.
Meskipun terdapat tindakan zionis yahudi melancarkan tindakan
pembalasan namun hal ini masih bisa diatasi, akan tetapi
pelaksanaan serangan berani mati itu, tidak dinafikan sudah
memperlambat proses penempatan warga yahudi yang merampas
kampung halaman warga palestina secara ilegal dan menghentikan
beberapa strategi pihak Israel yang mengusir dan memusnahkan
rakyat Palestina dengan membawa golongan yahudi dari Amerika,
Rusia dan Eropa. Inilah diantara dasar yang mendukung
pelaksanaan serangan berani mati dilakukan karena dilihat ada
kesesuaian dengan jihad fi sabilillah, dan ia juga sesuai dengan
tujuan siyasah syar’iyah yang memelihara setiap segala bentuk
kemaslahatan dan menghindari sebisa mungkin keburukan dan
kehancuran.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
367
Abdul Razak
Karena itu, analisa ini menjelaskan bahwa keberadaan
pelaksanaan berani mati merupakan suatu hal yang sah dari
perspektif siyasah syar’iyah, namun pelaksanaannya harus
memperthatikan beberapa syarat dan perlu pengkajian dari waktu
ke waktu karena hal ini bisa saja di suatu tempat dibolehkan secara
khsusu dan di tempat lain tidak.
Penjelasan diatas sekaligus menolak beberapa pendapat dan
opini yang muncul terkait dengan tindakan nekad serangan berani
mati yang ditafsirkan sebagai perbuatan bunuh diri, teroris,
radikalis, ekstrimis dan sebagainya. Akan tetapi tindakan serangan
berani mati adalah suatu tindakan yang mulia dan kematian mereka
adalah mati syahid, jika jihad fi sabilillah mengklasifikasikan
hukum syahid maka serangan berani mati lebih tinggi dari pada
jihad fi sabilillah yang biasa karena ia merupakan suatu jihad yang
tiada bandingannya.
4. Al-Darurat Tubihu al-Mahzurat.
Ini merupakan suatu pendekatan terakhir dalam keadaan
apapun juga menurut kaedah fiqhiyah. Jumhur ulama bersepakat
bahwa kaedah ini merupakan suatu syari’at Nabi Muhammad SAW
yang cukup istimewa dibandingkan dengan syari’at samawi
sebelumnya. Karena pemakaian kaedah ini dalam pelaksanaan
serangan berani mati juga diakui dan disahkan oleh siyasah
syar’iyah untuk menentang musuh-musuh Islam demi agama,
bangsa dan negara.
Penutup
Dikalangan Islam terjadi perselisihan pendapat mengenai
serangan berani mati khususnya di bumi Palestina, ada yang
menerima dan mengatakan syahid dan sebagian lainnya menolak
dan mengatakan bunuh diri. Karena itu, hasil penelitian dan uraian
yang telah dilakukan berdasarkan kekuatan dalil dan hujah, maka
pandangan golongan yang menerima dan membolehkan serangan
berani mati yang dilakukan oleh rakyat Palestina di Bumi palestina
adalah pendapat yang rajih menurut analisa penulis dan ia
merupakan serpihan dari jihad serta orang yang melakukannya
dikategorikan sebagai syahid. Dengan melihat alasan, faktor dan
sebab-sebab tertentu dari berbagai informasi dan data yang telah
dianalisa berkaitan dengan pelaksanaan serangan berani mati maka
penilaian siyasah syar’iyah dalam konteks jihad fi sabilillah sudah
sesuai dengan maqasid dan ruh siyasah syar’iyah sebagai tolak
368 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah
ukur utama terhadap pelaksanaannya dan termasuk mati syahid
dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka
Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, Jil. 1-2, 1993.
Ahmad Taqiy al-Din al-Harani Ibn Taimiyah, Majmu’ah alFatawa, Beirut, Dar al-Wafa, J.28, tt.
Essma Ben Hamida, Di Sebalik Kebangkitan Palestina, Satu
Perjalanan di Wilayah-Wilayah Yang di Jajahi, Pulau Pinang,
Third World Network, 1990.
Ibn Kathir, Sirah an-Nabawiyah, Beirut, Dar al-Ma’arif, j.1, 1976.
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim (Tafsir Ibn Kathir), j.3,
Kaherah, Maktabah al-Thurath.
Imam Zakariya Yahya, Shahih Muslim,Beirut, Dar al-Ma’rifah,
Cet.5, Jil. 13-14, 1988.
M. Saleh Mohsen, Fakta-fakta Asas di Sebalik Isu Palestina, Terj.
Hanafi Hj Dollah, Kuala Lumpur, Fajar Ulung, 2002
Muhammad bin Isma’il al-San’ani, Subul al-Salam Syarh Bulugh
al-Maram, Beirut, Dar al-Ma’rifah, J.3-4, 1995.
Muhammad Khair haykal, al-Jihad wa al-Qital fi al-siyasah alsyra’iyah, Beirut, Dar al-Bayariq, Cet.2, Jil.2, 1996.
Sidang Pengarang Majalah al-Wahdah al-Islamiyah, Intifadhah
Kebangkitan Islam Palestina, Kuala Lumpur, Penerbit Hizbi,
1989.
Suhailah Zain Al-Abidin Hammad, Bagaimana Mengatasi
Terorisme, Jakarta, Zikrul Hakim, 2005.
Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan
dan Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala
Lumpur, Al-Hidayah, 2001.
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Beirut,
Dar al-Fikri, Jil. 2, 1996.
Walid Litfullah, Keganasan Yahudi Terhadap Ummat Islam, Kuala
Lumpur, Pustaka Al-Mizan, 1990.
TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
369
Abdul Razak
Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum Syari’at atas Operasi
Syahadah
di
Bumi
Palestina,
Gema
Dakwah,
http://gemadakwah.blogspot.com/2011/09/legalitas-hukumsyariat-atas-operasi.html.
370 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015
Download