Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah ISTISYHADIYAH DALAM SIYASAH SYAR’IYAH PERSPEKTIF Abdul Razak Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi Abstrak: Berbagai macam persoalan yang timbul akibat dari serangan berani mati yang telah dilakukan oleh rakyat Palestina, terutama tentang hukum operasi yang mereka lakukan. Artikel ini menilai pelaksanaan serangan berani mati yang dilakukan, apakah termasuk jihad fi sabilillah, atau salah satu bentuk teroris dan apakah para pemuda yang mengorbankan dirinya itu termasuk para syahid atau disebut orang bunuh diri, karena mereka membunuh dirinya sendiri. Artikel ini berdasarkan pada hujah dan dalil serta uraian-uraian dari para ilmuan Islam yang beraneka ragam terhadap permasalahan ini, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Golongan yang pro kepada serangan berani mati lebih peka terhadap tuntutan jihad menurut siyasah syar’iyah dibandingkan golongan yang kontra yang lebih memperhatikan akibat atau implikasi dari hasil pelaksanaannya. Kata kunci: Istisyhadiyah, Intihariyah, Siyasah Syar’iyah. Pendahuluan Sulit untuk menentukan kapan tanggal sebenarnya dimulai intifadah di Palestina. Namun sejak tahun 1948 rakyat Palestina terus berjuang mendapatkan kembali hak mereka. Berbagai cara telah mereka lakukan untuk menentang kekejaman Israel tapi hasil yang mereka dapat, rakyat Palestina terus ditindas. Ekonomi mereka terus dibatasi, negara-negara arab yang bertetangga juga takut untuk terang-terangan membantu perjuangan rakyat Palestina. Akibatnya rakyat Palestina terus tersiksa. Pada malam tanggal 16 September 1982, Sharon mengirim sepasukan batalion untuk mengepung tempat pengungsian Shabra dan Syatila dengan tangtang dan tentara militer Israel, kemudian mereka menembak warga Palestina dengan sadisnya tanpa mempedulikan teriak ketakutan TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 343 Abdul Razak warga sipil Palestina, jumlah korban kematian dalam pembantaian ini lebih dari 2.500 jiwa.1 Disebabkan terlalu tertekan dengan kekejaman Israel, rakyat Palestina terus memberontak walaupun tanpa senjata modern dan tanpa strategi peperangan yang jitu. Perjuangan rakyat Palestina secara besar-besaran dinyatakan mulai pada tahun 1987. Perjuangan ini lebih hebat dari perjuangan rakyat Palestina pada tahun 1936. Pada Desember 1987 rakyat Palestina menentang pemerintahan Israel di wilayah jajahan Tebing Barat dan Semenanjung Gaza. Walaupun rakyat Palestina tidak mempunyai kelengkapan senjata yang lengkap untuk menghadapi tentara Israel tapi semangat juang yang mereka tunjukkan sangat menakjubkan. Anak-anak muda Palestina hanya mampu melempari batu ke arah tentara-tentara Israel dan akibatnya hampir 200 orang rakyat Palestina pada waktu itu telah terkorbankan. Pada bulan Maret 1988, orang-orang Palestina yang menjadi anggota pasukan polisi Israel di Tebing Barat dan Semenanjung Gaza telah meninggalkan tugas mereka sebagai bukti dukungan atas penentangan rakyat Palestina terhadap Israel.2 Walaupun rakyat Palestina terus menerus menentang kekerasan dan kekejaman tentara Israel, namun tentara Israel tidak dapat dikalahkan, malah lebih banyak rakyat Palestina yang terkorban dan semakin banyak yang telah kehilangan rumah kediaman mereka. Mereka melaksanakan perencanaan ini dengan teliti dan cepat dengan mengambil kesempatan keadaan-keadaan yang sedang terjadi di seluruh dunia. Begitu juga perencanaan ini dilaksanakan tergantung kepada kekuatan persenjataan mereka baik senjata-senjata kimia atau biologi dan penguasaan teknologi dalam bidang kemiliteran dan pengintaian baik di laut maupun udara dan juga penguasaan mereka terhadap media massa. Mereka juga bergantung pada alat-alat dan persenjataan perang daratan yang canggih serta bantuan yang terus menerus diberikan oleh Amerika dan sekutunya. 1 Suhailah Zain Al-Abidin Hammad, Bagaimana Mengatasi Terorisme, Jakarta, Zikrul Hakim, 2005, Hal. 63. 2 Essma Ben Hamida, Di Sebalik Kebangkitan Palestina, Satu Perjalanan di Wilayah-Wilayah Yang di Jajahi, Pulau Pinang, Third World Network, 1990, Hal. 9. 344 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah Akhirnya, dikarenakan begitu hebatnya pasukan tentara Israel yang dilengkapi peralatan-peralatan militer yang canggih dan begitu kokohnya pertahanan mereka, maka timbullah satu gerakan yang tidak pernah dijangkakan tentara Israel dan orang-orang yahudi keseluruhannya yaitu serangan berani mati. Pada 19 Februari 1987 dimulai serangan berani mati terhadap tentara Israel. Pada hari tersebut seorang rakyat Palestina bernama Sabir Ibrahim Kmestiah berumur 24 tahun mengemudi kenderaannnya dan dengan sengaja menabrak serombongan tentara Israel yang sedang melaksanakan rondaan hingga menyebabkan dirinya terbunuh.3 Mulai saat itu, satu demi satu serangan berani mati mulai dilancarkan. Dan disebabkan serangan berani mati, tentara Israel malah tambah brutal. Dengan menggunakan alasan untuk mencari dalang (perancang) serangan berani mati ini mereka telah membunuh, mengusir dan menghancurkan rumah para penduduk Palestina sesuka hati. Pada awalnya sasaran serangan berani mati ini hanya ditujukan kepada tentara Israel saja, namun lama-kelamaan serangan berani mati ini mulai diarahkan terhadap penduduk awam Israel. Serangan berani mati ini terpaksa dilakukan oleh para pejuang Palestina berdasarkan pada faktor-faktor berikut : (1) Tiadanya senjata modern di kalangan rakyat Palestina yang mampu menembus pertahanan militer Israel. (2) Memberi peringatan kepada penduduk yahudi Israel bahwa umat Islam sanggup melakukan apa saja, jika tanah air dicerobohi dan agama suci mereka diganggu-gugat atau diperolokkan. (3) Melihat para militer Israel membunuh dan menyiksa penduduk Palestina sesuka hati, dari pada mati dibunuh tanpa sebab oleh militer Israel lebih baik menghancurkan militer Israel dengan serangan berani mati walaupun terpaksa menggadaikan nyawa sendiri. (4) Merupakan jalan terakhir dalam usaha rakyat Palestina mengakhiri kekejaman dan kezaliman Israel. Dan sebagai jalan terakhir untuk menahan penduduk yahudi dari terus mengusir rakyat Palestina dari tanah air mereka sendiri. Sebagaimana yang kita ketahui, Allah SWT melarang umat Islam memerangi siapa saja yang tidak memerangi kita dan umat Islam tidak dibenarkan memerangi orang-orang kafir kecuali 3 Sidang Pengarang Majalah al-Wahdah al-Islamiyah, Intifadhah Kebangkitan Islam Palestina, Kuala Lumpur, Penerbit Hizbi, 1989, Hlm. 18. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 345 Abdul Razak mereka dulu yang memulai peperangan tersebut. Sebagaimana Firman Allah yang maksudnya “Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.4 Jika kita lihat apa yang terjadi di Palestina, adalah sesuatu yang lebih parah dari apa yang kita kira. Tanah air mereka bukan saja hanya dirampas, bahkan orang-orang Israel khususnya para tentara mereka membunuh rakyat Palestina dengan alasan-alasan yang tidak munasabah. Setelah berbagai propaganda, pembunuhan dan pengambilan sebagian tanah Palestina oleh yahudi Israel, pada 14 Mei 1948 Israel juga mengisytiharkan diri sebagai Negara berdaulat dan merdeka, sementara dunia bertanya-tanya apakah sah di sisi undang-undang karena rakyat Palestina yang sebenarnya berdaulat di negeri sendiri dan semestinya berhak menentukan pemerintahan sendiri?. Dan semenjak itu pula mulailah zionis yahudi Israel menakluk seluruh Palestina. Percobaan tentara Negara Arab untuk mempertahankan dan mematahkan penaklukan Israel, dengan mudah dikalahkan dan seterusnya mengusir rakyat Arab Palestina sehingga menyebabkan 726.000 rakyat Arab (muslim) menjadi pengungsi. Pencerobohan dan perang pun terus dilakukan oleh yahudi Israel, dan pengungsian Arab pun semakin meningkat. Menurut catatan PBB sudah mencapai 1.344.576 orang sebelum perang enam hari 1967. dan pengungsi bertambah 234.000 lagi akibat perang itu.5 Tidak hanya sebatas pengusiran, pengungsi Palestina yang bertaburan di negara-negara Arab, diburu bagaikan binatang dan dibunuh oleh zionis, dan tidak peduli orang tua, orang sakit dan bayi yang masih menyusui. Sebagai rakyat Palestina sudah menjadi tanggungjawab mereka untuk kembali menyerang pendudukan Israel ini khususnya para tentara mereka bahkan ini juga menjadi tanggungjawab umat Islam keseluruhannya untuk sama-sama memerangi pencerobohan Israel ini dari apa pun bentuknya. Kewajiban para penduduk Palestina memerangi para penduduk Israel khususnya tentara mereka berdasarkan pada: 1. Mempertahankan tanah air. 4 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 190. Walid Litfullah, Keganasan Yahudi Terhadap Ummat Islam, Kuala Lumpur, Pustaka Al-Mizan, 1990, Hal. 19. 5 346 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah Firman Allah: Maksudnya “...Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu, dan bertaqwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwa Allah beserta dengan orang-orang yang bertaqwa”.6 Dan juga firman Allah yang artinya: “Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui balas”.7 2. Mereka telah disiksa dan dibunuh dalam arti kata telah dizalimi. Firman Allah: Maksudnya “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi kerana sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.8 Dan firman Allah: Maksudnya “…Jika mereka memerangi kamu (ditempat itu), maka bunuhlah mereka…”.9 3. Mereka telah diusir dari rumah dan tempat kediaman mereka. Firman Allah: Maksudnya “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi kerana sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar…”.10 4. Agama Islam dipermainkan dan diperolok-olokkan. Pada 21 Agustus 1969 orang-orang yahudi telah menghina kesucian masjid al-Aqsa dengan membakarnya dan mereka telah melakukan penggalian di bawah dasar bangunan masjid ini antara tahun 1968 hingga 1979. Pada tahun 1982 juga para tentera Israel telah menembak mati orang-orang Islam yang sedang malakukan sembahyang di masjid 6 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 194. Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 190. 8 Al-Qur’an, Surat al-Hajj (17): 39. 9 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 191. 10 Al-Qur’an, Surat al-Hajj (17): 39-40. 7 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 347 Abdul Razak As-Sakhra’ yang mengakibatkan sebanyak 10 orang gugur syahid.11 Begitu juga 28 September 2000 sekali lagi masjid al-Aqsa dikotori dan umat Islam dihina dengan kehadiran para militer Israel yang lengkap bersenjata dan berpakaian militer. Mereka telah memasuki masjid al-Aqsa untuk mengiringi kedatangan Ariel Sharon ke situ tanpa menghormati umat Islam yang sedang mengerjakan ibadat.12 Firman Allah: Maksudnya “Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…”.13 Perihal serangan berani mati yang terpaksa dilakukan oleh rakyat Palestina adalah merupakan jalan terakhir yang terpaksa di ambil berdasarkan kepada faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelum ini. Dan bagi mereka yang melakukan perbuatan ini beranggapan bahwa melancarkan serangan berani mati terhadap orang-orang Israel khususnya para militer mereka adalah pengorbanan di jalan Allah dan mereka yang mati dalam serangan berani ini merupakan mati shahid. Legalitas Serangan Berani Mati Hujah yang Mendukung Pelaksanaan Serangan Berani Mati Diantara dalil-dalil syarak yang membolehkan serangan berani mati adalah; 1. Niat. Berdasarkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh alBukhari dan Muslim.14 Menunjukkan bahwa setiap perbuatan dalam Islam itu haruslah dimulai dengan niat. Situasi yang terjadi bagi mereka yang melakukan serangan berani mati menunjukkan dengan jelas bahwa perbuatan yang dilaksanakan adalah bertitik tolak dari niat yang ikhlas. karena mereka persembahkan nyawanya dengan kerelaan hati dijalan Allah, dan selama mereka terpaksa melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah SWT, yang jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan 11 Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan dan Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala Lumpur, Al-Hidayah, 2001, Hal. 107-108. 12 M. Saleh Mohsen, Fakta-fakta Asas di Sebalik Isu Palestina, Terj. Hanafi Hj Dollah, Kuala Lumpur, Fajar Ulung, 2002, Hal. 28. 13 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2): 120. 14 Imam Zakariya Yahya, Shahih Muslim,Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1988, C.5, Jil. 13-14, hal. 56. 348 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah kekuatannya yang didukung oleh kekuatan besar lainnya. Demi mempertahankan agama, harga diri, bangsa dan negara. Akan tetapi segala kebenaran urusan niat itu kembali kepada Allah Yang Maha Mengetahui. Sebagaimana ayat di dalam alQur’an menegaskan; “Mereka yang beriman berperang pada jalan Allah dan mereka yang kafir berperang di jalan thaghut (kezaliman), maka perangilah kawan-kawan (wali) syaitan itu dan sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah sangat lemah”.15 Sesungguhnya mereka yang melaksanakan serangan berani mati ini telah mengorbankan jiwa dan raga serta kepentingan pribadi, demi menghancurkan musuh Islam dan mempertahankan kesuucian agama, diri dan keluarga, harta benda dan tanah air. Golongan ini tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup tetapi menganggapnya sebagai jalan menuju akhirat. Mereka yang melaksanakan tindakan ini hanya Allah yang menentukan kedudukan mereka berdasarkan niat mereka. 2. Qias Terhadap Benteng Manusia (al-Tatarrus). Menurut istilah al-Taturrus16 berarti musuh menjadikan sebagian atau sekelompok manusia untuk dijadikan perisai manusia demi melindungi diri mereka. Karena pihak yang menentang mereka merasa ragu untuk meneruskan peperangan sampai bantuan datang untuk menolong mereka. Pengertian ini harus diuraikan secara terperinci mencakupi konsep benteng manusia (al-Tatarrus) dan kaitannya dengan unsurunsur darurat supaya dapat difahami dengan lebih jelas. Sebelum menguraikan konsep perisai manusia dan hubungannya dengan serangan berani mati, ada baiknya kita bahas dulu sejauh manakah yang dikatakan darurat hingga tindakan melancarkan serangan terhadap musuh walaupun mereka memakai orang Islam sebagai benteng mereka (al-Tatarrus), dan sejauh manakah yang dikatakan darurat untuk mencapai kemaslahatan sehingga pelaksanaan serangan berani mati itu dilaksanakan? Tahap darurat yang sering disebutkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut;17 (1) Musuh terus menyerang orang Islam dengan terus menerus tiada hentihentinya. (2) Orang Islam sudah bercampur dengan pihak musuh 15 Al-Qur’an, Surat an-Nisa’ (5): 76. Muhammad Khair haykal, al-Jihad wa al-Qital fi al-siyasah alsyra’iyah, Beirut, Dar al-Bayariq, 1996, C.2, Jil.2, hal. 1328. 17 Ibid, hal. 1331. 16 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 349 Abdul Razak karena terlalu dekat antara satu sama lainnya sehingga susah untuk membedanya. (3) Apabila pihak Islam tidak menyerang mereka, dikhawatirkan pihak musuh dapat mengepung dan megalahkan pihak Islam yang akhirnya membawa akibat kematian yang banyak dan bahaya yang lebih besar. (4) Darurat dinilai sesuai dengan tahapannya oleh pemimpin militer dan beliau seharusnya bijak mengatur strategi dan arahan. Mungkin pertempuran dapat dihindari untuk menyelamatkan keadaan dan nyawa perisai manusia yang terdiri dari golongan muslimin. Inilah beberapa tahap darurat yang disepakati oleh para fuqaha tentang serangan pihak Islam terhadap musuh yang menjadikan orang Islam sebagai benteng atau perisai manusia. Dan ada beberapa darurat lain yang berkaitan dengan pelaksanaan serangan berani mati, tahap itu adalah sebagai berikut; (1) Pelaksanaan itu dilaksanakan untuk menghindari kemusnahan dan kehancuran yang lebih besar pada pihak Islam dan akhirnya akan kalah ditangan musuh. Karena itu, pelaksanaan serangan seperti ini harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran (musuh) dan seterusnya mengalahkan mereka. (2) Pelaksanaan tersebut bisa memberi dan membuka jalan pada tentara untuk maju dan mengalahkan musuh yang akhirnya akan menjadi kemenangan besar. (3) Apabila tahap darurat tidak lagi membahayakan maka serangan berani mati seharusnya dihentikan untuk memelihara nyawa orang Islam tanpa ada sebab maslahah atau kebenaran syarak untuk melancarkannya. (4) Darurat dinilai sesuai dengan tahapannya oleh pemimpin militer berdasarkan kebijaksanaannya. Para fuqaha bersepakat mewajibkan menyerang musuh dalam keadaan darurat walaupun orang Islam yang dijadikan benteng (perisai) dan meskipun terpaksa mengorbankan nyawa mereka yang dijadikan benteng tersebut. Akan tetapi, mereka wajib dan hendaklah memperhatikan dua hal18 berikut ini; (1) Pihak Islam hendaklah mencoba sebisa mungkin untuk menghindari benteng manusia tersebut menjadi korban atau sasaran tembakan. (2) Tidak ada maksud atau niat sekecil apapun dihati untuk menyerang benteng manusia sebagai mangsa atau sasaran tembakan. Jadi kedua-dua keadaan ini yaitu benteng manusia (perisai) dan serangan berani mati dari segi pelaksanaannya adalah terikat pada tahap kedaruratan yang dilihat oleh pimpinan militer pada 18 Ibid, hal. 1402. 350 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah ketika itu. Karena pada hakikatnya adalah untuk membunuh musuh kafir yang menyerang dan bukan membunuh orang Islam yang dijadikan benteng oleh mereka. Dan bukan pula membunuh diri bagi mereka yang melaksanakan serangan berani mati. Golongan muslimin yang dijadikan benteng oleh musuh Isalm merupakan suatu satu cara bagi musuh untuk meraih kemenangan, dan ia merupakan strategi pihak musuh untuk menghindari serangan pihak Islam dan meraih kemenangan. Dalam hal ini pihak Islam terpaksa mengorbankan beberapa orang muslimin yang dijadikan benteng oleh musuh, mereka terpaksa menyerang juga walaupun mengorbankan rekan mereka sendiri demi meraih kemenangan pada saat yang cukup genting, sekiranya serangan dan pertempuran itu ditangguhkan atau dihentikan maka pihak Islam akan dikalahkan oleh musuh dan tahanan Islam (sandera) tersebut akan dibunuh secara masal. Sebaliknya, dengan melancarkan serangan terus menerus tiada hentinya dapat menimalisir jumlah kematian rekan-rekan yang dijadikan benteng oleh musuh (ad-dararu yudfa’u bi qadri alimkan). Dan sekaligus dapat juga memberi kebaikan, peluang dan membuka jalan keberhasilan dalam pertempuran itu. Dikarenakan serangan tersebut lebih bersifat pada kemaslahatan yang lebih besar dalam ketentuan darurat dan peperangan, tentulah ia sesuai dengan aturan-aturan fiqh siyasah sayr’iyah dan mereka yang menjadi korban (yang dijadikan benteng oleh musuh) adalah termasuk dalam golongan orang yang mati syahid19 walaupun mereka mati karena senjata rekan Islam seperjuangan sendiri. Pada dasarnya, syarak tidak membenarkan orang Islam membunuh sesama Islam, kecuali dengan ketentuan yang dibenarkan dalam Islam, penilaian siyasah syar’iyah dibolehkan melakukan suatu tindakan untuk menghindari kemusnahan dan kerusakan yang lebih besar, meskipun terpaksa mengorbankan nyawa. Karena itu, mereka yang terkorban menurut ulama jumhur dianggap mati syahid, yang tidak perlu dimandikan20 dan lagipula menyelamatkan agama lebih besar tahap daruratnya dibandingkan dengan nyawa. Sementara serangan berani mati dari segi pelaksanaannya, ia juga memiliki tujuan yang lebih besar yaitu untuk mengenai 19 20 Ibid, hal. 1333. Ibid, hal. 1212. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 351 Abdul Razak sasaran (musuh) yang akhirnya bisa membuka jalan pihak Islam untuk meraih kemenangan. Memang tindakan mereka membawa diri pada bahaya dan kematian secara langsung dengan senjata sendiri, dan bukannya orang lain. Tatapi yang sangat penting kalau dilihat dan diteliti kedua keadaan yang dilancarkan ini ialah untuk mencapai sasaran dan menghancurkan musuh. Jelasnya, kelompok perisai manusia Islam mati akibat terkena senjata pihak Islam yang menyerang itu sendiri, sedangkan serangan berani mati juga mati dengan senjata mereka sendiri tetapi dasarnya sama yaitu yang melakukan serangan tersebut adalah orang Islam. Karena itu, apabila al-Tatarrus dibolehkan oleh Islam menurut kaidah fiqhiyah dan penilaian siyasah syar’iyah, maka serangan berani mati juga dihukumkan dengan keadaan yang sama. Ini bukan suatu perbandingan yang keliru atau berlawanan karena ini merupakan dasar yang paling sesuai untuk mencari titik temu persamaan yang membolehkan pemakaiannya. Berkaitan dengan ini, Imam al-Qurthubi21 menyebutkan dalam kitab tafsirnya ucapan Muhammad bin Al-Hasan: “Kalaupun satu orang dibawa berhadapan dengan seribu orang kaum musyrik sendirian, itu tidak mengapa jika memang ia ingin selamat atau menyerang musuh. Namun jika sebaliknya, hal itu dibenci (makruh), karena ia mempersilahkan dirinya untuk binasa tanpa memberikan manfaat buat kaum muslimin”. Ibn Khuwaiz Mindad berkomentar: Adapun satu orang dibawa melawan seratus orang atau sejumlah kekuatan pasukan perang, atau kelompok pencuri dan penjegal, maka ada dua kondisi: pertama, ia tahu dan kemungkinan besar terbunuh, tapi ia selamat, maka itu yang terbaik. Kedua, begitu juga kalau ia tahu dan kemungkinan besar akan terbunuh, tetapi ia akan menyerang atau terluka, atau bisa memberikan pengaruh yang cukup berarti bagi kaum muslimin, maka itupun diperbolehkan juga. Beberapa ulama seperti al-Qasim bin Mukhirah dan al-Qasim bin Muhammad, dan Abdul Malik22 berpendapat: Tidak apa-apa satu orang berhadapan dengan pasukan besar jika memang ada 21 Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 242. 22 Ibid. 352 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah kekuatan dan niat ikhlas hanya kepada Allah saja. Bahkan dikatakan: jika ada yang ingin mati syahid dan niatnya ikhlas, maka boleh dibawa. Karena tujuannya adalah salah satu dari musuhnya, dan hal itu sudah jelas dalam firman Allah SWT yang artinya: “Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya demi mencari keridhaan Allah”.23 Yusuf al-Qardhawi24 juga mengatakan: operasi semacam ini (serangan berani mati) adalah termasuk cara yang paling jitu dalam jihad fisabilillah. Dan ia termasuk bentuk teror yang diisyaratkan dalam al-Qur’an dalam sebuah firman Allah SWT yang artinya: “Dan persiapkanlah kekuatan apa yang bisa kamu kuasai dan menunggang kuda yang akan bisa membuat takut musuh-musuh Allah dan musuhmu”.25 Serangan berani mati secara totalitas berbeda sekali dengan perbuatan bunuh diri. Menurut alQardhawi26 penamaan operasi ini dengan nama “bunuh diri” adalah sangat keliru dan menyesatkan. Ia adalah operasi tumbal heroik yang bernuansa agamis, ia sangat jauh bila dikatakan sebagai usaha bunuh diri. Juga orang yang melakukannya sangat jauh bila dikatakan sebagai pelaku bunuh diri. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sementara pejuang ini mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama, diri dan keluarga, harta benda dan umatnya yang lemah. Orang yang bunuh diri itu adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah, sedangkan pejuang ini adalah manusia yang seluruh citacitanya tertuju kepada rahmat Allah SWT. Orang yang bunuh diri itu ingin menyelesaikan dari dirinya dan dari kesulitannya dengan menghabisi nyawanya sendiri, sedangkan seorang mujahid ini membunuh musuh Allah dan musuhnya dengan senjata terbaru ini yang telah ditakdirkan menjadi milik orang-orang lemah dalam menghadapi tirani kuat yang sombong. Mujahid itu menjadi bom yang siap meledak kapan dan di mana saja menelan korban musuh Allah dan musuh bangsanya, mereka (musuh) tak mampu lagi 23 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207. Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum Syari’at atas Operasi Syahadah di Bumi Palestina, Gema Dakwah, http://gemadakwah.blogspot.com/2011/09/legalitas-hukum-syariat-atasoperasi.html. diakses 23 Oktober 2011. 25 Al-Qur’an, surat, al-Anfal (8), 60. 26 Yusuf al-Qardhawi, Op.cit. 24 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 353 Abdul Razak menghadapi pahlawan syahid ini. Pejuang yang telah menjual dirinya kepada Allah, kepalanya ia taruh di telapak tangan-Nya demi mencari syahadah di jalan Allah. Para pemuda pembela tanah airnya, bumi Islam, pembela agama, kemuliaan dan umatnya, mereka itu bukanlah orang-orang yang bunuh diri. Mereka sangat jauh dari bunuh diri, mereka benarbenar orang syahid. Karena mereka persembahkan nyawanya dengan kerelaan hati di jalan Allah, selama niatnya ikhlas hanya kepada Allah saja, dan selama mereka terpaksa melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah SWT, yang jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan kekuatannya yang didukung oleh kekuatan besar lainnya. 3. Sejarah di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat. Didalam kitab tafsir al-Qurthubi dinyatakan: telah sampai kepadaku berita bahwa pasukan umat Islam tatkala bertemu dengan pasukan Persia, kuda-kuda kaum muslimin lari dari pasukan gajah. Lalu ada seseorang dari mereka sengaja membuat gajah dari tanah, agar kudanya terbiasa dan jinak tidak liar lagi saat melihat gajah. Esok harinya, lalu dihadapkan kepada gajah yang kemarin menghadangnya. Ada orang yang berkata: “Ia akan membunuhmu!”, “Tidak apa-apa saya terbunuh asalkan kaum muslimin menaklukkan Persia”, jawabnya kemudian. Begitu juga pada peristiwa perang Yamamah, ketika Bani Hudzaifah bertahan diri di kebun-kebun milik mereka, ada seseorang yang berkata kepada pasukan: “Taruh aku di dalam sebuah perisai dan lemparkan ke arah musuh”, Segerelah anggota pasukan muslimin melemparkannya ke dalam kebun, lalu bertarunglah ia sendirian sampai akhirnya bisa membuka pintu kebun.27 Imam Qurthubi melanjutkan ucapannya: Dari sisi ini, ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa ada seseorang bertanya kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, menurut baginda apakah yang aku dapatkan jika aku berjihad di jalan Allah dengan sabar dan mengharap ridha Allah?”, “Kamu akan mendapatkan surga”. jawab Nabi SAW. Lalu orang itu terjun menerobos pasukan musuh hingga terbunuh. Dalam shahih Muslim, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW menarik mundur tujuh orang Muhajirin 27 Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 363-364. 354 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah dan dua orang dari Anshar. Ketika orang-orang Quraisy mendesaknya, beliau berkata: “Siapa yang berani menghadang mereka, ia akan mendapatkan surga?”. Lalu seorang dari Anshar maju ke depan melawan mereka hingga ia terbunuh. Satu persatu mereka lakukan hal yang sama, sampai ketujuh-tujuhnya mati syahid semuanya. Kemudian Nabi SAW berkata: “Shahabatku belum melakukan peperangan yang sebenarnya”, ucapan beliau itu ditujukan kepada para shahabat yang lari tidak menjaga beliau saat diserang oleh pasukan Quraisy.28 Disebutkan dalam tafsirnya Imam ar-Razi berkata: Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyebutkan surga, kemudian ada seorang dari Anshar berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana jika aku terbunuh karena kesabaran dan mengharap ridha Allah semata?”, “Untukmu surga”jawab Rasul. Kemudian lari menyerbu ke pasukan musuh hingga syahid dihadapan Rasulullah SAW. Juga ada seorang Anshar melemparkan baju besinya saat mendengar Rasulullah SAW menyebutkan surga tadi, lalu menyerang musuh sampai ia terbunuh.29 Diriwayatkan ada suatu kaum sedang mengepung benteng, lalu ada seseorang berperang hingga meninggal. Dikatakan bahwa orang yang meninggal itu menjerumuskan dirinya sendiri kepada kebinasaan. Berita itu terdengar oleh Umar bin Khatab ra. Kemudian beliau mengomentarinya: “Mereka itu bohong, bukankah Allah SWT sudah berfirman dalam al-Qur’an (yang Artinya): “Dan di antara manusia ada yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah”.30 Dalam tafsir Ibnu Katsir31 diriwayatkan bahwa: ada seseorang yang bertanya kepada al-Bara’ bin Azib al-Anshari: Jika aku dibawa dihadapkan kepada musuh lalu mereka membunuhku, apakah aku masuk dalam kategori menjerumuskan diri ke dalam kebinasan?, Tidak jawabnya, lalu melanjutkan: Allah SWT telah berfirman kepada Rasul-Nya (yang artinya): Maka berperanglah di jalan Allah sebab tidak dibebani selain dirimu sendiri. Ayat 28 Ibid. Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum..Op.cit. 30 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207. 31 Ibn Kathir, Tafsir al-Qurcan al-cAzim (Tafsir Ibn Kathir), j.3, Kaherah, Maktabah al-Thurath, t.t, hal. 229. 29 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 355 Abdul Razak “menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan” itu dalam bab nafakah, maksudnya tidak memberikan nafakah (infaq) dalam jihad. Pendapat yang hampir sama juga dikemukan oleh Ibn Taimiyah32 dalam kitab Fatawanya tentang memerangi kaum Tatar. Berdasarkan dalil dari riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahihnya dari Nabi SAW tentang kisah Ashhabul Ukhdud. Cerita itu mengkisahkan seorang bocah memerintahkan (kepada sanga raja) untuk membunuh dirinya, demi kemenangan agama (yang diyakininya) ketika meminta kepada algojo-algojo raja agar membaca: Bismillah Rabbi Ghulam (Dengan nama Allah, Tuhan anak ini) saat melemparkan panah ke arahnya. Ibn Taimiyah melanjutkan: Oleh karena itu para Imam yang empat memperbolehkan seorang muslim menyerbu sendirian dalam kubu pasukan musuh, walaupun kemungkinan besar mereka akan membunuhnya. Jika memang di situ ada kemaslahatan bagi kaum muslimin. Kisah al-Barra bin Malik saudara lelaki Anas bin Malik dalam peperangan Yamamah menentang kumpulan Musaylamah alKadzab (di zaman Pemerintahan Abu Bakar al-Siddiq) yang meminta beliau diletakkan di atas perisai besi dan dijulang dengan ujung-ujung lembing oleh beberapa orang tentara, kemudain beliau dilempar ke dalam benteng musuh supaya bisa membuka kota untuk dimasuki tentara Islam. Hal ini menggemparkan musuh dan akhirnya tentara Islam bisa masuk dan menang dalam perang itu.33 Ini merupakan beberapa kisah para sahabat sesuai dengan tuntutan perjalanan waktu dan tempat pada ketika itu. Dan tidak mustahil jika mereka berada pada masa sekarang ini berhujah yang sama bahwa serangan berani mati adalah cara yang paling jitu dan relevan dengan jihad. Hujah yang Menolak Pelaksanaan Serangan Berani Mati Serangan berani mati yang dilakukan oleh rakyat Palestina seperti membawa bom dan menyerang ketenggah sekelompok para tentara yahudi dengan sendirian dan berkelompok, menuai berbagai macam tanggapan, sebagian mendukung apa yang mereka lakukan 32 Ahmad Taqiy al-Din al-Harani Ibn Taimiyah, Majmu’ah al-Fatawa, Beirut, Dar al-Wafa, J.28, hal. 296. 33 Ibn Kathir, Sirah an-Nabawiyah, Beirut, Dar al-Ma’arif, 1976, j.1, Hal. 437-438. 356 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah dengan hujah yang sudah dikemukakan diatas, dan sebagian lain pula menolok dengan berbagai alasan; Pertama, mereka berhujah dengan menyatakan bahwa serangan berani mati adalah bunuh diri sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya: “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”.34 Ayat ini dengan jelas menunjukkan janganlah seorang muslim itu melakukan sesuatu yang bisa memjerumuskan. Serangan berani mati seperti mengorbankan diri sendiri dengan jalan membawa bom kemudian pergi ke kaum kuffar dan meledakkannya adalah termasuk perbuatan bunuh diri. Dan ini merupakan suatu kebinasaan yang diciptakan oleh pelaku sendiri dan ini tidak dibolehkan menurut syarak. Kedua, Mereka berhujah dengan menyatakan bahwa pengeboman yang dilakukan turut memakan korban manusia yang tidak berdosa seperti orang awam, perempuan dan anak-anak. Sementara Hadits yang diriwayatkan Muslim bin Hujaj dalam Sahih Muslim bab jihad melarang tentara Islam membunuh mereka tanpa alasan yang hak. Sebagaimana maksud hadits dibawah ini: “Nabi telah melihat seseorang perempuan terbunuh dalam beberapa peperangannya, maka baginda telah melarang membunuh perempuan dan anak-anak”. Karena itu, di dalam serangan pengebom berani mati telah melanggar prinsip dan etika yang murni ini. Ketiga, mereka juga berhujah bahwa pelaksanaan berani mati ini akan menghancurkan bangunan, tanaman, dan hewan ternak serta merusak fasilitas-fasilitas umum atau infrastruktur sedangkan khalifah Abu Bakar melarang berbuat demikian. Mereka juga mempermasalahkan dimanakah keadilan dan rahmat dalam Islam, apabila mereka tidak mempedulikan semua hal ini. Keempat, bisa dikatakan semua pengebom berani mati adalah individu (sendirian) atau berkelompok dimana mereka perlu mendapatkan izin pemerintah tertentu. Adakah mereka ini memenuhi syarat-syarat sebagaimana tentara memilikinya dan atas dasar apakah mereka melaksanakannya?. Bisa dikatakan bahwa semua yang menolak pelaksanaan serangan berani mati berhujah dengan ayat al-Qur’an dan alHadits, semua hujah yang mereka kemukakan akan penulis bahas 34 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 195. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 357 Abdul Razak lagi dalam bentuk analisa penulis berdasarkan kekuatan hujah dan dalil setiap golongan yang berselisih pendapat menurut pandangan siyasah syar’iyah dalam menentukan hukum pelaksanaannya. Pembahasan Hujah dan Dalil yang Berselisih Pertama, firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195. Artinya: “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Sebenarnya ayat ini tidak disebutkan secara lengkap oleh mereka yang menolak pelaksanaan serangan berani mati, secara lengkap ayat ini berarti; “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Ayat ini pada dasarnya diturunkan kepada kaum Anshor ketika mereka berperang di Konstantinopel. Abu Ayub menceritakan bahwa ada seorang pejuang Islam maju menentang sekelompok orang Romawi dengan sendirian, ketika orang-orang Romawi sedang menyandarkan punggung-punggungnya ke tembok kota. Maka beberapa orang berkata bahwa hal itu akan menjerumuskan dirinya sendiri kepada kebinasaan. Kemudian Abu Ayyub berkomentar; “Kamu semua jangan sampai membuat ta’wil sendiri, ayat itu diturunkan kepada kami kaum Anshor dimana kami ingin tetap bersama-sama dengan harta kami dan memeliharanya tanpa mempedulikan urusan jihad”.35 Abu Ayyub juga menjelaskan bahwa kami akan mencampakkan diri kami kepada kebinasaan sekiranya kami tidak mendermakan harta-harta kami di jalan Allah yaitu berjihad. Maka arti menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan itu adalah memperbanyak harta dan meninggalkan jihad. Abu Imran berkata Abu Ayyub masih terus berjihad sampai meninggal dunia dan dikebumikan di Konstantinopel.36 Abu Ayyub menceritakan bahwa menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan itu 35 Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, 1993, Jil. 1-2, hal. 241. 36 Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim (Tafsir Ibn Kathir), j.3, Kaherah, Maktabah al-Thurath, t.t, hal. 228-229. 358 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah adalah meninggalkan jihad fi sabilillah, dan ayat yang menunjukkan hal itu sudah diturunkan. Pendapat yang sama juga diriwayatkan dari Ibn Abbas, Hudzaifah, Hasan al-Bashri, Qatadah, Mujahid dan al-Dhahak.37 Adapun tafsiran yang mengatakan bahwa maksudnya adalah seseorang dibawa ke arena musuh, maka Muhammad bin al-Hasan pernah menyebutkan dalam al-Siyar al-Kabir: “kalaupun ada seseorang dibawa kepada seribu orang, ia sendiri tidak ada masalah, jika ia ingin selamat atau menyerang. Namun jika tidak ingin selamat dan tidak pula menyerang, maka saya tidak setuju karena ia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan tanpa ada manfaat buat kaum muslimin. Sedangkan jika ia tidak mau selamat atau tidak mau menyerang, tapi ingin membuat kaum muslimin lebih berani dan melakukan seperti apa yang ia lakukan sampai mereka terbunuh dan bisa membunuh musuh, maka hal itu tidak apa-apa, insya Allah. Karena kalaupun ia ingin menyerang musuh dan tidak ingin selamat, maka saya melihatnya tidak apa-apa untuk dilemparkan kepada musuh. Begitu pula jika ia menyerang yang lainnya dalam kelompok tersebut, maka itupun tidak apa-apa. Dan saya mengharap perbuatannya itu dapat pahala. Yang tidak boleh itu adalah sebagai berikut: jika dilihat dari beberapa sudut pandang, perbuatan itu tidak ada manfaatnya, walaupun ia tidak ingin selamat dan tidak mau menyerang. Namun jika perbuatan itu membuat takut musuh, maka hal itu tidak apa-apa karena cara ini adalah cara yang paling tepat dalam menyerang, dan juga sangat bermanfaat bagi kaum muslimin”.38 Imam Al Jasshash berkata: Apa yang dikatakan oleh Muhammad tentang pendapat-pendapat itu adalah benar, dan tidak ada pendapat yang lain lagi. Maka tafsiran dalam riwayat Abu Ayyub yang mengatakan bahwa ia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan, itu ditafsirkan dengan membawanya kepada pihak musuh, karena bagi mereka hal itu tidak ada manfaatnya. Jika memang begitu maka tidak boleh ia memusnahkan dirinya tanpa ada manfaat bagi agama dan bagi kaum muslimin. Namun jika dalam pemusnahan diri itu ada manfaat bagi agama, maka ini adalah kedudukan yang sangat mulia. Karena Allah SWT telah 37 38 Abu Abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Op.cit, hal. 241. Ibid, hal. 242. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 359 Abdul Razak memuji para shahabat Nabi SAW yang melakukan hal itu dalam banyak firman-Nya. Diantaranya adalah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh”.39 “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”.40 “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun kepada hamba-hambanya”.41 Dari uraian diatas dapat penulis katakan: bahwa penyerangan yang dilakukan oleh seseorang yang menerobos masuk ke dalam kumpulan musuh untuk memporak-porandakannya adalah boleh karena empat hal; (1) Menuntut mati syahid. (2) Mewujudkan ketidakstabilan dan kelemahan terhadap musuh. (3) Membakar semangat kelompok muslimin menghadapi musuh mereka. (4) Melemahkan moral dan semangat musuh, bahwa seorang pejuang Islam mampu melakukan sedemikian karena agama apalagi kalau jumlah mereka lebih banyak. Kedua, hujah yang menyatakan tidak boleh membunuh masyarakat awam atau golongan yang lemah. Hal ini perlu dikaji secara mendalam, karena situasi dan fenomena yang menyelubungi bumi Palestina berbeda. Lagi pula sejarah pertama kedatangan kelompok Yahudi itu sendiri bersifat penghinaan dan pencerobohan terhadap tanah-tanah masyarakat Islam Palestina. Dalam situasi di bumi Palestina agak sukar untuk memisahkan antara masyarakat awam dengan tentara, lagi pula masyarakat zionis adalah masyarakat militer, kaum lelaki dan wanitanya adalah prajurit dalam angkatan bersenjata, yang kapan saja bisa dipanggil berperang. Dan sistem persenjataan pun menggunakan senjata yang cukup canggih, seperti bom sulit memisahkan sasaran yang dijadikan target. Jika seseorang anak atau orang tua terbunuh dalam operasi ini, ia tidak bermaksud membunuhnya, namun masuk 39 Al-Qur’an, Surat at-Taubah (9), 111. Al-Qur’an, Surat al-Imran (3), 169. 41 Al-Qur’an, Surat al-Baqarah (2), 207. 40 360 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah dalam kategori darurat perang. Dan segala yang darurat itu bisa membolehkan yang terlarang. Masyarakat yahudi dan bala tentaranya mempunyai keinginan dan tujuan yang sama. Ini dapat dilihat lewat pemilihan umum mulai dari pemerintahan dan kepemimpinan Likud dan yang lainnya terus mereka dukung. Mereka terus memusuhi rakyat Palestina, unjuk rasa yang mereka perlihatkan adalah tipu muslihat politik mereka untuk mengelabui mata masyarakat dunia Islam dan internasional bahwa mereka menginginkan perdamaian dan keamanan padahal sebaliknya. Keadaan semakin parah pada masa pemerintahan dan kepemimpinan Ariel Sharon yang sebelumnya adalah mantan Menteri Pertahanan Israel, yang mempunyai pengalaman yang luas dan berhasrat serta bercita-cita untuk mengusir rakyat Palestina sesuai dengan tujuan dibentuknya organisasi zionis sedunia dibawah pimpinan Theodor Herzl. Ini dikuatkan lagi oleh ketua pelaksana Zionis sedunia Dr. Eider: tujuan organisasi zionis dunia adalah penghapusan bangsa Arab keseluruhannya.42 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. Tegasnya pemimpin-pemimpin Yahudi di dunia ini tidak bertindak secara membati buta, apapun yang mereka lakukan sudah direncanakan secara matang. dan mereka juga menanamkan gagasan pada setiap jiwa orang Yahudi dengan mengatakan: “Bahwa garisan pembatas negara Israel terbentang dari sungai Furat sampai ke sungai Nil, dan dari Laut Mediterenean hinga Laut Merah”.43 Masyarakat awam yahudi dan para pemimpin mereka memainkan peranan yang sama baik secara langsung ataupun tidak, dalam segala bentuk usaha, idea, bantuan dan dukungan yang 42 Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan dan Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala Lumpur, Al-Hidayah, 2001, hal. 152-153. 43 Ibid. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 361 Abdul Razak mereka berikan untuk mewujudkan negara mereka. Kalau seperti ini ulama jumhur membolehkan membunuh wanita dan anak-anak dikarenakan darurat. Seperti sabda Nabi SAW riwayat as-Sa’un bin Jathamah dalam kitab shahih al-Bukhari kitab al-jihad bab membunuh anak-anak dalam pertempurandengan hadits bernomor 3015 yang artinya: “Bahwa Rasulullah telah ditanya bagaimana tentang keadaan penghuni suatu rumah yang di dalamnya terdapat golongan musyrikin yang sedang bermalam, tetapi serangan sudah dilakukan dan menimpa golongan wanita dan anak-anak? Maka Nabi menjawab mereka termasuk bagian dari golongan musyrikin tersebut”. Ketiga, hadits yang melarang membakar pohon, tanaman, membunuh hewan ternak, merobohkan bangunan dan pasilitas umum lainnya adalah bersifat maslahah dan kepentingan jangka panjang bagi kaum muslimin. Sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar berkata: “bahwa Rasulullah SAW pernah membakar dan memotong pohon kurma Banu Nadlir”. Mengenai hadits ini, ulama jumhur membolehkan pemusnahan tanam-tanaman, membunuh binatang tunggangan seperti kuda dan seumpamanya, akan tetapi khalifah Abu Bakar mewasiatkan supaya menjauhi perkara yang dilarang itu. Berdasarkan pengertian hadits diatas al-San’ani menyatakan itu sebagai tindakan maslahah jangka panjang karena bisa jadi kaum muslimin membutuhkannya suatu saat nanti.44 Keempat, dua kekuatan besar dunia saat ini, Amerika Serikat dan Inggeris tanpak jelas memberikan dukungan moral pada Israel dan melabelkan pejuang Palestina sebagai teroris terutama terhadap orang yang melakukan penyerangan berani mati. Sedangkan pencerobohan pihak tentara Tel Aviv dan perampasan masyarakat awam yahudi terhadap tanah-tanah rakyat Palestina dibiarkan, dengan mengklaim bahwa pihak Israel berhak mempertahankan diri dengan melakukan serangan sesuka hati yang mereka sebut sebagai “pembalasan”. Dan ketika mereka melakukan penyerangan di Tunis, penghancuran, pembantaian, dan penganiayaan terhadap orang-orang Palestina di Sabra, Satila, Tebing Barat dan Semenanjung Gaza mereka sebut dengan “tindakan pendahuluan”. 44 Muhammad bin Isma’il al-San’ani, Subul al-Salam Syarh Bulugh alMaram, Beirut, Dar al-Ma’rifah, 1995, J.3-4, hal. 80. 362 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah Inilah sebagian makna teroris yang mereka maksudkan dalam kamus Adikuasa, segala aktivitas yang bertentangan dengan kebijakan mereka, mereka namakan sebagai teroris. Padahal dalam konteks Palestina, kelompok zionis Yahudi Israel dan sekutunya lah sebagai teroris. Sementara masyarakat Palestina berjuang sendirian dengan segala bentuk kekurangan dan kelemahan tanpa ada bantuan persenjataan yang lengkap dan canggih dari negara- negara Islam seperti negara yang menjadi anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Bahkan bisa dikatakan mereka anggota OKI tidak berani mengambil inisiatif yang bisa mengimbangi antara kezaliman Israel dengan penderitaan rakyat Palestina. Contoh nyata yang pernah kita lihat yaitu penyerangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Irak juga tidak ada tindakan yang bisa dilakukan oleh anggota OKI. Jadi penulis menegaskan bahwa serangan berani mati dibolehkan khusus bagi rakyat Islam Palestina dalam bentuk tindakan apapun untuk mempertahankan jiwa, bangsa dan agama mereka. Karena tidak ada negara Islam atau sistem khalifah Islam yang mengatur dunia Islam pada saat ini untuk menyelamatkan dan mengeluarkan negeri Palestina dari kancah kesengsaraan, maka siyasah syar’iyah melihat bahwa serangan berani mati merupakan suatu tindakan yang sesuai dengan ketentuan syarak, karena tidak ada negara Islam saat ini yang sanggup mempertahankan negara Palestina dari sudut kemiliteran. Dan dalam bentuk jihad umum ini menjadi fardhu kifayah bagi seluruh negara Islam yang lain, dan menjadi fardhu ‘ain bagi rakyat Palestina untuk mempertahankan hak masing-masing dan melakukan tindakan dalam bentuk jihad khusus, karena mereka berhadapan langsung dan tidak dapat mengelakkannya lagi. Ditegaskan lagi bahwa serangan berani mati dibolehkan khusus bagi rakyat di negara Palestina untuk mempertahan diri, keluarga, bangsa, negara dan agama. Dan tidak dibolehkan pada negara Islam yang lain kecuali ada persamaan dengan keadaan di bumi Palestina. Penilaian Siyasah Syar’iyah Terhadap Pelaksanaannya Dibawah ini akan dikemukakan dasar-dasar dukungan terhadap pelaksanaan serangan berani mati sesuai dengan ketentuan siyasah syar’iyah, antara lain sebagai berikut; 1. Maslahah ‘Ammah TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 363 Abdul Razak Pelaksanaan serangan berani mati merupakan suatu maslahah umum bagi seluruh rakyat Islam Palestina khususnya, dan bagi ummat Islam seluruh dunia umumnya. Dengan kata lain, pelaksanan serangan berani mati adalah untuk menjaga kesucian agama, menjaga keselamatan dan mempertahankan Islam secara komprehensip dan kolektif. Ia juga bertujuan menjaga keturunan dan keselamatan harta benda. Karena itu, tujuan pelaksanaan serangan berani mati adalah menjaga dan memelihara tujuan syarak dan sekaligus secara bersamaan menjaga tuntutan maslahah. Pemakaian maslahah dalam serangan berani mati sesuai dengan keperluan pelaksanaan suatu serangan, karena hukum pelaksanaannya dapat berubah sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi. Ketika dalam situasi tertentu khusunya seperti yang terjadi di Palestina, tahap maslahah mencapai pada tahap memelihara kepentingan dasar yaitu maslahah daruriyah, dan ini bukan sekedar memelihara kepentingan pribadi tetapi juga berkenaan dengan kepentingan umum atau orang banyak. Secara logika, dalam konteks pelaksanaan serangan berani mati, maslahah tidak dinyatakann atau disebut secara rinci, namun jika kita mengamati pengertian jihad fi sabilillah di dalam alQur’an dan al-Hadits serta sejarah para sahabat, kita temui bahwa konsep pemakaiannya sudah ada berdasarkan maslahah mursalah, dan ini merupakan dan ini merupakan suatu dasar hukum yang membolehkan pelaksanaan serangan berani mati menurut perspektif siyasah syar’iyah. Apalagi pelaksanaannya bisa membawa kebaikan dan menolak mudarat atau keburukan yang dialami mereka terus menerus. Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa serangan berani mati akan membuat penderitaan umat Islam menjadi lebih parah lagi dari apa yang dilakukan. Persoalannya adalah, apa yang sudah terjadi khususnya di Palestina, apabila mereka mengambil sikap diam saja tanpa membuat suatu reaksi dan tantangan terhadap rezim zionis yahudi Israel, adakah ia dapat menjamin mereka tidak dibunuh dan dizalimi. Malah apa yang terjadi mereka terus menerus dizalimi dan dibunuh masal, walaupun mereka tidak melakukan sesuatu hal yang membuat pihak Israel marah sebagaimana diuraikan dalam bab diatas. Lagi pula Palestina bertindak sendirian tanpa bantuan saudara seagama, ditambah lagi untuk mempertahankan diri yang 364 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah merupakan fardhu ‘ain bagi rakyat mereka, dengan menggunakan kekuatan dan taktik strategi yang ada sesuai dengan kesanggupan mereka. Karena itu, ditegaskan bahwa berdasarkan asas maslahah yang ada dan ruang lingkup maslahah mursalah yang dikatakan diatas, menunjukkan pelaksanaan serangan berani mati adalah boleh dan sesuai dengan kaedah maslahah untuk memelihara kebaikan dan menolak keburukan sesuai dengan penilaian siyasah syar’iyah menurut syarak. Dan ia juga dilihat bisa membangkitkan seruan jihad yang sudah lama terkubur dikalangan umat Islam. Apalagi akhir-akhir ini dilakukan penyempitan pengertian jihad yang hanya terpokus pada makna usaha yang gigih terhadap suatu permasalahan tertentu saja dan mengenepikan jihad peperangan fi sabilillah. Dan tidak mustahil nantinya penghapusan istilah jihad fi sabilillah akan terjadi bukan oleh kalangan luar Islam saja bisa jadi oleh generasi Islam itu sendiri akibat penyelewengan ilmu dan ketidak fahaman tentang jihad. Karena sering terjadi pengamalan ajaran Islam terhalang dikarenakan oleh orang Islam sendiri yang mempunyai rencana dan kepentingan sendiri. Selain itu juga terdapat beberapa maslahah lain contohnya serangan berani mati merupakan suatu dasar untuk mewujudkan ketakutan dan teror pada pihak musuh, karena ia suatu serangan yang berbentuk khusus dan bukan secara umum. Mereka yang melakukan serangan ini dengan ikhlas dan penuh keyakinan akan dimasukkan dalam surga yang tertinggi dengan izin Allah dan serangan berani mati ini juga telah menarik perhatian seluruh masyarakat dunia untuk lebih mengetahui akidah umat Islam dengan lebih dekat dan apa yang mendorong serangan tersebut dilaksanakan serta menangkis informasi yang sudah disalahgunakan. Karena itu pelaksanaan serangan berani mati yang terjadi sekurang-kurangnya dapat menghidup dan membangkitkan kembali prestise jihad fi sabilillah saat ini. Adapun faktor perubahan zaman (taghaiyar al-Azman) bisa mempengaruhi maslahah umum dan ia juga bisa mempengaruhi bentuk serangan dan pelaksanaan suatu strategi jihad fi sabilillah. 2. Efisiensi dan Dinamisme Maqasyid Syar’i Adapun dasar yang kedua adalah maqasyid syar’i yang memperhatikan hal daruriyat al-khams yaitu kebutuhan yang sampai pada peringkat penting dan mendesak yang menyebabkan TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 365 Abdul Razak bahaya pada agama, jiwa, akal, kehormatan diri dan harta. Menurut ulama jumhur pengorbanan nyawa (jiwa) lewat serangan berani mati untuk mempertahanka agama merupakan maqasyid yang utama, karena mempertahankan agama lebih penting dari pada nyawa. Ditegaskan juga bahwa tidak masalah seseorang muslim mengaku di depan musuh bahwa dia kafir untuk menyelamatkannya dari pembunuhan asalkan hatinya masih tetap beriman, akan tetapi jikalau dia mengaku tetap beriman atau mempertahankan keimanan dan keislamannya lalu dibunuh oleh musuh kafir itu, maka itu merupakan pengorbanan yang sangat besar. Ini bermakna, dia telah menunjukkan bahwa keimanan terhadap Allah dan Islam tidak bisa ditantang dengan ancaman nyawa oleh musuh. Maka jelaslah bahwa mempertahankan Islam sebagai agama yang benar dan Allah adalah Tuhan satu-satunya sudah membuka mata para musuh bahwa tidak ada kompromi masalah kebatilan dan kezaliman serta penyekutuan pada Allah. Sebagaimana yang terjadi pada kisah beberapa orang sahabat yang disiksa lalu dibunuh karena tidak mau menyatakan diri murtad seperti kisah seorang bayi yang menyuruh ibunya masuk ke dalam bendungan api lalu keduanya terbunuh dizaman pemerintahan fir’aun di Mesir. Cerita ini sangat terkenal dalam rangka mempertahankan aqidah yang benar. Karena itu, pelaksanaan serangan berani mati selain membawa kebaikan (jalb al-mashalih) ia juga berusaha menolak kerakusan dan kezaliman serta keburukan. Secara khusus di Palestina, pelaksanaan serangan berani mati sudah bisa dipakai sebagai jalan mempertahankan diri yang terakhir terhadap zionis yahudi Israel di negeri sendiri. Malah Imam al-Ghazali dan al-Amidi45 mendahulukan maslahah dari pada nas (Takhsis al-Nas bi alMaslahah) apabila terdapat darurat yang lebih besar. Ini bermakna melakukan penyerangan walaupun mengenai sasaran orang muslim sendiri dalam hal benteng manusia (al-Tatarus), tetapi dapat menyelamatkan umat Islam yang lebih banyak dan negara Islam keseluruhannya, maka mengorbankan sejumlah orang Islam dalam golongan benteng manusia, tanpa maksud menjadikan mereka sasaran adalah dibolehkan. 45 Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Beirut, Dar al-Fikri, 1996, Jil. 2, hal. 806. 366 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah Ini bermakna dalam urusan serangan berani mati juga merupakan suatu pilihan terakhir karena keadaan darurat dalam rangka menyelamatkan umat Islam, dan akan memberi ruang kemenangan pada Islam yang teraniaya. Begitu juga dengan perintah jihad adalah berdasarkan kaedah wajib menolak keburukan yang lebih besar apabila dua keburukan bertembung yaitu berjihad atau terpaksa menerima kematian (menghadapi serangan yang lebih parah mengakibatkan jumlah korban dan kemusnahan harta benda atau Islam akan dikalahkan). Karena itu, jihad melalui pelaksanaan serangan berani mati juga berdasarkan menolak keburukan (daf’u al-mafasid) yang lebih besar demi menyelamatkan keadaan, harga diri dan martabat serta agama umat Islam. 3. Realisasi Tuntutan Sad al-Dhara’i Dasar berikutnya adalah Sad al-Dhara’i, yang bermakna dengan melancarkan serangan berani mati akan mebatasi perbuatan atau tindakan pihak musuh yang mempunyai agenda jahat dan unsur kezaliman yang bisa membunuh masyarakat seterusnya mengacau-balau kesejahteraan dan kestabilan tanah air. Ini telah terbukti dengan melancarkan beberapa tindakan nekad serangan berani mati di Palestina terhadap beberapa kelompok penjajah Israel menyebabkan pihak zionis yahudi Israel lebih berhati-hati dalam tindak tanduknya dalam menguasai dan mencerobohi negara rakyat Islam Palestina. Dan kejadian ini juga telah memaksa orang yahudi untuk berhijrah besar-besaran ke negara Eropa menyelamatkan diri. Meskipun terdapat tindakan zionis yahudi melancarkan tindakan pembalasan namun hal ini masih bisa diatasi, akan tetapi pelaksanaan serangan berani mati itu, tidak dinafikan sudah memperlambat proses penempatan warga yahudi yang merampas kampung halaman warga palestina secara ilegal dan menghentikan beberapa strategi pihak Israel yang mengusir dan memusnahkan rakyat Palestina dengan membawa golongan yahudi dari Amerika, Rusia dan Eropa. Inilah diantara dasar yang mendukung pelaksanaan serangan berani mati dilakukan karena dilihat ada kesesuaian dengan jihad fi sabilillah, dan ia juga sesuai dengan tujuan siyasah syar’iyah yang memelihara setiap segala bentuk kemaslahatan dan menghindari sebisa mungkin keburukan dan kehancuran. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 367 Abdul Razak Karena itu, analisa ini menjelaskan bahwa keberadaan pelaksanaan berani mati merupakan suatu hal yang sah dari perspektif siyasah syar’iyah, namun pelaksanaannya harus memperthatikan beberapa syarat dan perlu pengkajian dari waktu ke waktu karena hal ini bisa saja di suatu tempat dibolehkan secara khsusu dan di tempat lain tidak. Penjelasan diatas sekaligus menolak beberapa pendapat dan opini yang muncul terkait dengan tindakan nekad serangan berani mati yang ditafsirkan sebagai perbuatan bunuh diri, teroris, radikalis, ekstrimis dan sebagainya. Akan tetapi tindakan serangan berani mati adalah suatu tindakan yang mulia dan kematian mereka adalah mati syahid, jika jihad fi sabilillah mengklasifikasikan hukum syahid maka serangan berani mati lebih tinggi dari pada jihad fi sabilillah yang biasa karena ia merupakan suatu jihad yang tiada bandingannya. 4. Al-Darurat Tubihu al-Mahzurat. Ini merupakan suatu pendekatan terakhir dalam keadaan apapun juga menurut kaedah fiqhiyah. Jumhur ulama bersepakat bahwa kaedah ini merupakan suatu syari’at Nabi Muhammad SAW yang cukup istimewa dibandingkan dengan syari’at samawi sebelumnya. Karena pemakaian kaedah ini dalam pelaksanaan serangan berani mati juga diakui dan disahkan oleh siyasah syar’iyah untuk menentang musuh-musuh Islam demi agama, bangsa dan negara. Penutup Dikalangan Islam terjadi perselisihan pendapat mengenai serangan berani mati khususnya di bumi Palestina, ada yang menerima dan mengatakan syahid dan sebagian lainnya menolak dan mengatakan bunuh diri. Karena itu, hasil penelitian dan uraian yang telah dilakukan berdasarkan kekuatan dalil dan hujah, maka pandangan golongan yang menerima dan membolehkan serangan berani mati yang dilakukan oleh rakyat Palestina di Bumi palestina adalah pendapat yang rajih menurut analisa penulis dan ia merupakan serpihan dari jihad serta orang yang melakukannya dikategorikan sebagai syahid. Dengan melihat alasan, faktor dan sebab-sebab tertentu dari berbagai informasi dan data yang telah dianalisa berkaitan dengan pelaksanaan serangan berani mati maka penilaian siyasah syar’iyah dalam konteks jihad fi sabilillah sudah sesuai dengan maqasid dan ruh siyasah syar’iyah sebagai tolak 368 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 Istisyhadiyah dalam Perspektif Siyasah Syar’iyah ukur utama terhadap pelaksanaannya dan termasuk mati syahid dunia dan akhirat. Daftar Pustaka Abu abdullah bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami’ li alAhkam al-Qur’an, Beirut, Dar al-‘Ilmiyah, Jil. 1-2, 1993. Ahmad Taqiy al-Din al-Harani Ibn Taimiyah, Majmu’ah alFatawa, Beirut, Dar al-Wafa, J.28, tt. Essma Ben Hamida, Di Sebalik Kebangkitan Palestina, Satu Perjalanan di Wilayah-Wilayah Yang di Jajahi, Pulau Pinang, Third World Network, 1990. Ibn Kathir, Sirah an-Nabawiyah, Beirut, Dar al-Ma’arif, j.1, 1976. Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim (Tafsir Ibn Kathir), j.3, Kaherah, Maktabah al-Thurath. Imam Zakariya Yahya, Shahih Muslim,Beirut, Dar al-Ma’rifah, Cet.5, Jil. 13-14, 1988. M. Saleh Mohsen, Fakta-fakta Asas di Sebalik Isu Palestina, Terj. Hanafi Hj Dollah, Kuala Lumpur, Fajar Ulung, 2002 Muhammad bin Isma’il al-San’ani, Subul al-Salam Syarh Bulugh al-Maram, Beirut, Dar al-Ma’rifah, J.3-4, 1995. Muhammad Khair haykal, al-Jihad wa al-Qital fi al-siyasah alsyra’iyah, Beirut, Dar al-Bayariq, Cet.2, Jil.2, 1996. Sidang Pengarang Majalah al-Wahdah al-Islamiyah, Intifadhah Kebangkitan Islam Palestina, Kuala Lumpur, Penerbit Hizbi, 1989. Suhailah Zain Al-Abidin Hammad, Bagaimana Mengatasi Terorisme, Jakarta, Zikrul Hakim, 2005. Wahbah Al-Zuhaili, Baitul Maqdis (al-Quds) Antara Kelebihan dan Kezaliman Zionis, Terj. Abul Khairi Al-Latifi, Kuala Lumpur, Al-Hidayah, 2001. Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Beirut, Dar al-Fikri, Jil. 2, 1996. Walid Litfullah, Keganasan Yahudi Terhadap Ummat Islam, Kuala Lumpur, Pustaka Al-Mizan, 1990. TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015 369 Abdul Razak Yusuf al-Qardhawi, Legalitas Hukum Syari’at atas Operasi Syahadah di Bumi Palestina, Gema Dakwah, http://gemadakwah.blogspot.com/2011/09/legalitas-hukumsyariat-atas-operasi.html. 370 TAJDID Vol. XIV, No. 2, Juli-Desember 2015