PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI PENGOBATAN PENYAKIT MALARIA DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS TUMBUHAN NABATI DI KABUPATEN RAJA AMPAT Ema Sarimole*, Martanto Martosupono, Haryono Semangun, Jubhar C. Mangimbulude Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443 *E-mail: [email protected] ABSTRAK Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Untuk mencegah dan mengobati penyakit malaria penduduk di Kampung Sawingrai, Yenmuba, Waibon, Wayom, dan Waisai, di Kabupaten Raja Ampat menggunakan beberapa tumbuhan obat antara lain pulai (Alstonia scholaris), turi (Sesbania grandiflora), tapak dara (Catharanthus roseus), tali kuning (Arcangelisia flava), mengkudu (Morinda citrifolia), pepaya (Carica papaya), ketepeng (Cassia tora), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis), dan meniran (Phyllanthus urinaria). Pemanfaatan, cara meramu, dan penggunaan tumbuhan obat tersebut hampir sama di semua kampung selain tali kuning, pepaya, dan tapak dara. Beberapa perbedaan dalam cara meramu untuk tumbuhan tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan, sosial ekonomi, pengalaman, dan pewarisan. Kata kunci: penyakit malaria, nyamuk Anopheles, tanaman obat, Raja Ampat PENDAHULUAN Plasmodium adalah parasit darah yang proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles (Riley, 2000). European Commision (2000) melaporkan bahwa penyakit tersebut tidak hanya berjangkit di daerah tropis, tetapi juga di daerah subtropis. Gunawan (2000) melaporkan bahwa kematian akibat Plasmodium banyak terjadi di negaranegara Asia Tenggara (termasuk Indonesia), India, Amerika Tengah (Meksiko), dan negara-negara Afrika. Data WHO menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar 300 juta orang di dunia mempunyai resiko terjangkit penyakit malaria dengan tingkat kematian yang mencapai angka 1 – 5 juta orang (Yuliandini, 2000). Lawrence (2000) melaporkan bahwa sebanyak 3 juta orang meninggal dunia tiap tahunnya akibat penyakit malaria. Menurut Departemen Kesehatan RI (1994), peningkatan kasus malaria pertahun yang terjadi di daerah timur terjadi karena adanya pembukaan daerah baru untuk pemukiman. Di Indonesia masalah malaria terutama berpusat di wilayah Indonesia bagian timur, yaitu Maluku, NTT, Papua, dan Papua Barat; sebarannya mulai dari kota/kabupaten sampai ke pelosokpelosok desa terpencil (Harijanto, 2009). Di tanah Papua yang meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat, penyakit malaria menajdi penyakit endemik dan dapat menimbulkan kematian mulai dari ibu hamil, bayi, anak-anak, manusia usia produktif, bahkan sampai lansia; dan hal tersebut terjadi hampir sepanjang tahun. Pemerintah telah melakukan upaya pemberantasan malaria, salah satunya di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat yang memiliki empat buah pulau besar yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool (Anonim, 2012). Pelayanan fasilitas/kesehatan di pulau-pulau yang ada di Raja Ampat belum merata. Hal tersebut disebabkan oleh faktor alam, tempat tinggal, keberadaan Puskesmas, penyediaan alat dan obat, serta keterbatasan jumlah tenaga medis. Sebaran penyakitnya hanya berdasarkan laporan dari beberapa Puskemas. Berdasarkan data periode 1 Maret – 1 Juni 2013, tercatat sebanyak 483 orang penderita malaria berumur 15 tahun ke atas (Gusti, 2013). Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas yang ada di pulau lain, masyarakat harus menempuh perjalanan hingga puluhan kilometer dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan perahu. Hal tersebut merupakan suatu kendala bagi warga masyarakat jika ada yang sakit, sehingga cara lain yang diusahakan oleh masyarakat adalah dengan mengunakan tumbuhan obat tradisional yang tersedia di hutan Raja Ampat. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka pengobatan secara tradisional mulai disukai kembali karena mudah didapat dan efek sampingnya minim jika dibandingkan dengan menggunakan obat-obat modern atau obat-obat dari bahan kimia (Pratiwi, 2010). Hartini (2007) menyatakan bahwa khasiat obat dari tumbuhan tertentu terbukti mampu menyembuhkan beberapa penyakit dan penggunaanya lebih efisien, aman, dan ekonomis. Oleh karena itu sosialisasi penggunaan tumbuhan obat perlu dilakukan secara berkesinambungan kepada masyarakat. Adimihardja (1996) menambahkan bahwa pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat secara turun-temurun mampu memberikan gambaran kearifan lokal dalam mendayagunakan sumber daya alam secara bijaksana serta tetap memelihara keseimbangan lingkungan. P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI PENYAKIT MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah merah. Malaria secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Harjinto 2006). Sebagai vektor penyakit, jenis nyamuk Anopheles berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Kandrashin & Rashid (1987) menyatakan bahwa terdapat sekitar 18 jenis nyamuk yang berbahaya dan berpotensi sebagai vektor. Boesri (1994) melaporkan bahwa jenis Plasmodium pada manusia antara lain P. falciparum, P. vivax, P. ovale, dan P. Malariae, yang dapat ditemukan di beberapa provinsi, antara lain Lampung, Nusa Tenggara timur, dan Papua. Di daerah Kabupaten Raja Ampat hanya ditemukan tiga spesies Plasmodium yaitu P. falcifarum, P. ovale, dan P. malariae (Tim Malaria Raja Ampat, 2013). Ketika nyamuk menggigit seseorang yang terinfeksi malaria, nyamuk tersebut menyedot parasit dalam stadia yang disebut gametocytes. Parasit yang menyelesaikan daur pertumbuhannya di dalam tubuh nyamuk tersebut akan merambat ke kelenjar ludah nyamuk. Pada saat menggigit, nyamuk ini menyuntikan parasit ke aliran darah penderita yang baru, menuju hati, kemudian melipat gandakan diri (Moody, 2002). Plasmodium mempunyai daur hidup yang sangat kompleks karena terjadi pergantian daur secara seksual maupun aseksual (Good, 2007). Gejala-gejala serangan penyakit malaria pada umumnya dimulai dengan rasa demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, wajah tampak pucat, hati serta limpa membesar, air seni tampak keruh karena mengandung hemoglobin (hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan (Anonim, 2004). Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan melalui Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan menghindarkan diri dari gigitan nyamuk diantaranya menggunakan kain kelambu, atau upaya pencegahan dengan pemberian obat Chloroquine (Acang, 2002). Pertolongan pertama untuk penderita malaria adalah dengan mengunakan selimut yang tebal saat menggigil, direndam dalam air hangat, dan dikompres. Selain dengan obat kimia, ada juga beberapa tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit malaria secara tradisional (Anonim, 2004). TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL UNTUK MALARIA DI PAPUA Papua memiliki sumber daya alam flora yang beragam, kurang lebih 15.000 – 20.000 jenis. Dari jumlah jenis tersebut ada yang memiliki sifat khas dan unik yang tidak ditemukan di provinsi lain di Indonesia, bahkan di negaranegara lain di dunia (Pateocz, 1987). Menurut Lekitoo et al. (2010), Papua memiliki tumbuhan berpembuluh sebanyak 25.000 jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Resep Pembuatan obat malaria berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh letak kampung (baca: pulau), jenis tumbuhan obat yang ada ditempat tersebut, serta pengetahuan secara turun-temurun dari masyarakat setempat dalam meramu obat. Diketahui bahwa terdapat 29 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 16 famili yang dapat dipakai untuk mengobati malaria. Tumbuhan tersebut merupakan ramuan dari 9 kelompok/suku di Papua (Wahyudi, 2013). Buiney et al. (2011) mengatakan bahwa tumbuhan meniran dapat dipakai untuk penyembuhan malaria. PENGGUNAAN TUMBUHAN OBAT UNTUK MALARIA DI BEBERAPA KAMPUNG DI KABUPATEN RAJA AMPAT Hingga kini belum banyak penelitian mengenai tumbuhan obat untuk malaria yang dilakukan di Kabupaten Raja Ampat. Dari hasil wawancara dengan beberapa penduduk di Desa Sawingrai, Yenmuba, Yenbekwan (Pulau Mansuar), Waibon, Wayom (Pulau Salawati), dan Waisai (Pulau Waigeo), diperoleh informasi bahwa masyarakat di beberapa kampung mengunakan jenis tumbuhan yang sama untuk mengobati malaria. Jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan adalah pulai (Alstonia scholaris), turi (Sesbania grandiflora), tapak dara (Catharanthus roseus), tali kuning (Arcangelisia flava), mengkudu (Morinda citrifolia), pepaya (Carica papaya), ketepeng (Cassia tora), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis), dan meniran (Phyllanthus urinaria). Jenis tumbuhan obat untuk malaria yang digunakan di beberapa Kampung di kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis tumbuhan obat untuk malaria di beberapa kampung di Kabupaten Raja Ampat Jenis Tanaman Pulai (Alstonia scholaris) Turi (Sesbania grandiflora) Tapak dara (Catharanthus roseus) P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S Sawingrai (P. Mansuar) Yenmuba (P. Mansuar) B I O L O G I P E N D I D I K A N – Nama Kampung Waibon (P. Salawati) Wayom (P. Salawati) Waisai (P. Waigeo) - U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI Tali kuning (Arcangelisia ftava) Mengkudu (Morinda citrifolia) Pepaya (Carica papaya) Ketepeng (Cassia tora) - - Tabel 1. Jenis tumbuhan obat untuk malaria di beberapa kampung di Kabupaten Raja Ampat (Lanjutan) Jenis Tanaman Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) Meniran (Phyllanthus urinaria) Sawingrai (P. Mansuar) Yenmuba (P. Mansuar) - - Nama Kampung Waibon (P. Salawati) Wayom (P. Salawati) Waisai (P. Waigeo) - Keterangan: () digunakan sebagai obat, (-) tidak digunakan sebagai obat Cara meramu dan menggunakan tumbuhan obat pada setiap kampung tidak jauh berbeda. Berikut ini uraian singkat tentang cara meramu tanaman obat di lima (5) kampung di Kabupaten Raja Ampat (Tabel 2). Tabel 2. Cara meramu dan penggunaan tumbuhan obat pada lima kampung di Kabupaten Raja Ampat Jenis Tanaman Obat Keterangan Kulit kayu pulai sebanyak tiga potong, lebar 7 cm, dan sayatan kulit luarnya dibuang. Potongan-potongan tersebut direbus dengan air sebanyak tiga gelas hingga disisakan satu gelas, didinginkan, kemudian diminum. Famili: Apocynacceae Pulai (Alstonia scholaris) Bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daun. Daun turi diambil segenggam, diseduh dengan air panas satu gelas, setelah dingin diminum. Famili: Fabaceae Turi (Sesbania grandiflora) Di kampung Yenmuba dan Yenbekwan, seluruh bagian tumbuhan, dikeringkan kemudian direbus dengan air secukupnya. Air yang tersisa kemudian diminum. Di empat kampung lainnya (Sawinggrai, Wayom, Waibon, dan Waisai) hanya menggunakan daun segar. Daun segar satu genggam direbus dengan air tiga gelas sampai tersisa satu gelas, didinginkan dan kemudian diminum. Famili: Apocynaceae Tapak dara (Catharanthus roseus) P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI Tabel 2. Cara meramu dan penggunaan tumbuhan obat pada lima kampung di Kabupaten Raja Ampat (Lanjutan) Keterangan Jenis Tanaman Obat Bagian tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat adalah bagian tali yang mengeluarkan getah kuning. Di Kampung Waibon, bagian tali kuning tersebut dipotong kecil-kecil, kemudian dikering; sedangkan di empat kampung lainnya (Yenbuba, Sanwingrai, Waisai, dan Waiyom) potongan tali digunakan dalam keadaan segar. Potongan-potongan tali kuning yang kering diseduh sedangkan yang basah direbus dengan air tiga gelas sampai tersisa satu gelas, didinginkan, kemudian diminum. Famili: Menispermaceae Tali kuning (Arcangelisia flava) Bagian yang bermanfaat sebagai obat adalah kulit batang. Empat sampai lima lembar kulit batang mengkudu selebar 5 cm, direbus dengan air secukupnya, setelah dingin, diminum. Famili: Rubiaceae Mengkudu (Morinda citrifolia) Bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daun. Di kampung Waibon daun pepaya yang telah berwarna kuning diperas, kemudian dicampur dengan sedikit garam, campuran ini kemudian diminum. Di empat kampung lainnya (Yenmuba, Sawingrai, Waisai, dan Waiyom) penduduk menggunakan daun muda, direbus dengan air tiga gelas hingga tersisa satu gelas, setelah dingin, kemudian diminum. Famili: Caricaceae Pepaya (Carica Pepaya) Bagian tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat adalah daun. Diambil segenggam daun ketepeng, direbus dengan air secukupnya, setelah dingin, kemudian diminum. Famili: Fabaceae Ketepeng (Cassia tora) P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-4 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI Tabel 2. Cara meramu dan penggunaan tumbuhan obat pada lima kampung di Kabupaten Raja Ampat (Lanjutan) Keterangan Jenis Tanaman Obat Bagian yang bermanfaat sebagai obat adalah akar, batang, daun, dan bunga. Semua bagian tumbuhan direbus dengan air secukupnya, setelah dingin, kemudian diminum. Famili: Lamiaceae Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) Bagian yang digunakan sebagai obat adalah daun. Diambil segenggam daun segar pecut kuda, rebus dengan air secukupnya, setelah dingin, kemudian diminum. Famili: Verbenaceae Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) Bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah semua bagian tumbuhan yaitu akar, batang, daun, bunga, dan buah. Diambil 5 hingga 7 batang meniran, direbus dengan air secukupnya, setelah dingin, kemudian diminum. Famili: Phyllanthaceae Meniran (Phyllanthus urinaria) Perbedaan pemanfaatan cara meramu dan penggunaan tanaman obat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pengalaman dan pengetahuan yang diwariskan. PENUTUP Malaria merupakan penyakit yang utama pada masyarakat di Kabupaten Raja Ampat. Selain menggunakan obat-obatan medis, masyarakat juga telah menggunakan tumbuhan sebagai obat tradisional. Selama ini upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat terhadap tingginya prevalensi malaria dengan melakukan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan, melakukan penyemprotan ke rumah-rumah penduduk, pembagian kelambu antiseptik, dan pencegahan melalui pengobatan yaitu melakukan pemeriksaan darah ke kampung-kampung. Dari pengalaman di lapangan, masyarakat di Kampung Sawinggrai, Yenmuba, Waibon, Wayom, dan Waisai menggunakan beberapa tumbuhan obat antara lain pulai (Alstonia scholaris), turi (Sesbania grandiflora), tapak dara (Catharanthus roseus), tali kuning (Arcangelisia flava), mengkudu (Morinda citrifolia), pepaya (Carica papaya), ketepeng (Cassia tora), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis), dan meniran (Phyllanthus urinaria), sebagai obat malaria. Sejauh ini, penggunaan tumbuhan obat saling melengkapi dengan penggunaan obat-obatan medis di Kabupaten Raja Ampat. Hargono (1991) dalam Buletin Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan melaporkan bahwa obat tradisional mengalami perkembangan yang cukup berarti baik di bidang produksi, bahan baku yang digunakan, bentuk sediaan maupun peralatan yang digunakan. Adanya kenaikan produksi obat tradisional tertentu dapat dikatakan bahwa pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat meningkat terus. Agar obat tradisional dapat lebih berguna dan berhasil perlu dilakukan upaya-upaya pengawasan sehingga dapat diketahui keamanan penggunaanya, kebenaran khasiatnya, serta mutu produk obat yang akan dipakai. Selain itu perlu adanya penelitian tentang berbagai jenis tumbuhan obat yang terdapat di seluruh pelosok tanah air terhadap tumbuhan obat untuk satu jenis penyakit tertentu. Upaya tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan kesehatan masyarakat, terutama di pedesaan baik untuk keperluan sendiri atau untuk kegiatan pelayanan di Puskesmas. Dari uraian diatas disimpulkan bahwa tumbuhan obat mempunyai peranan penting dalam kesehatan, terutama dalam penanggulangan penyakit malaria. Demi peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-5 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI untuk meningkatkan pelayanan kesehatan perlu usaha-usaha pembinaan obat tradisional, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat modern. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Malaria pada Manusia, Info Penyakit Menular. Dirjen pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan. Republik Indonesia. Anonim. 2012. Raja Ampat Surga-Mu Terpancar di Seluruh Mata Dunia. Koran Radar Sorong. Acang, N. 2002. Kasus Malaria Resisten Klorokuin. Majalah Kedokteran Indonesia 52(11): 383 – 389. Adimiharja, K. 1996. Sistem Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Makalah pada seminar Jepang – Indonesia di Kagoshima. UPT INTRIK UNPAD. Bandung. Boesri, H. 1994. Pemanfaatan Tanaman dalam Penanggulangan Malaria. Artikel Media Litbangkes, IV (01). Buiney, F., Martosupono, M., Nuhamara, S. T., & Mangimbulude, J. C. 2011. Tumbuhan Phyllanthus niruri (Meniran) yang Mengandung Zat Anti Mikroba. Papua Pos, Opini. 27 April 2011. Departemen Kesehatan RI. 1994. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 1993. Pusat Data Kesehatan, Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Papua. 2012. Masalah Penangulangan Penyakit Malaria dan Upaya Mengoptimalkan Pelayanan pada Masyarakat Pedesaan. European Commision. 2002. Cost B9 Action On Chemotherapy Of Protozoal Infestions (Report). Brusell: Europen Cooperation in the Field of scientific and Technical Research. Good, M. 2007. Malaria Research. (Http://www.qimr.edu.au/research/labs/Index.html). Diakses tanggal 28 Desember 2013. Gunawan, S. 2000. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Hlm. 1 – 15. Gusti, A. 2013. Wawancara Pribadi. Kandrasin & Rashid. 1987. Epidemiological Consideration for Planning Malaria. Control in Southeast Asia Region World Health Organization Regional Office for Southeast Asia-New. India. Lawrence, M. 2000. Enlisting a New Ally in The War Against Malaria. In: Kumar, S (ed). Discovery a publication of the Whitehead institute for biomedical Research. Whitehead Institute. Lekitoo, K. O. P., Mantani, H., Metwa, R. E., & Heatubun, C. D. 2010. Keanekaragaman Flora Taman Wisata, Alam Gunung Meja Papua Barat, (Jenis-jenis Pohon Bagian 1). Cetakan ke 2 Penelitian Kehutanan, Manokwari. Moody, A. 2002. Rapid diagnosis Tests for Malaria Parasit. Clin Microbial Rev. Hlm. 66 – 77. Hargono, D. 1991. Mengenai Tantangan dalam Bidang Obat Tradisional. Buletin Direktorat Jendral POM (3): 27 – 30. Hartini, Y. S., Soegihardjo, C. J., Putri, A. I. C., & Imaculata, M. 2007. Daya Antibakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas (Pimpinella anisum) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwardtii BL). UGM. Yogyakarta. Harijianto, P. N. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PIP FKUI. Hlm. 1.732 – 1.744. Harijanto, P. N., Nugroho, A. & Gunawan, A. C. 2009. Malaria dan Molekuler ke Klinis (Edisi 2). Penerbit Buku Kedokteran (EGC): Jakarta. Hariyanti. 1990. Peranan Tanaman Obat dalam Kesehatan dan Kecantikan. Majalah Noktah UNS Surakarta. Hamsari. 2008. Identifikasi Tanaman Obat-Obatan yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Hutan Tabo-tabo. 159. http//jurnal.unhas.ac.id [Di unduh 29 Desember 2013] Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indunesia jilid I dan Jilid III. Yayasan Sarana Wana Jaya: Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II dan Jilid IV. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta. Pratiwi, M. S. 2010. Ramuan Herbal Warisan Leluhur. Penerbit Tugu Publisher: Yogyakarta. Petoez, R. G. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. PT Gramedia Press: Jakarta. Rilly, E. M. 2000. The London School of Hygiene and Tropical Medicine: a New Century of Malaria Research. Memio Instituto Oswaldo Cruz, 95: 25 – 32. Tim Malaria. 2013. Penemuan Penderita. Dinas kesehatan Kabupaten Raja Ampat di Waisai. Yuliandini, T. 2000. Malaria: An Age Old Disease Proves Hard to Control. London: Associated Pres. www.StopGettingSick.Co. Wahyudi, S. 2013. Pemanfaatan Komunitas Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Obat Anti Malaria oleh Penduduk Lokal di Tanah Papua. Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua. Manokwari P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B-6