distribusi gastropoda di ekosistem mangrove

advertisement
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
DISTRIBUSI GASTROPODA DI EKOSISTEM MANGROVE
Mahasa Tuheteru1*, Soenarto Notosoedarmo1, Martanto Martosupono
1Program
Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711
Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443
*E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Ekosistem hutan mangrove merupakan tempat hidup yang baik bagi kerang-kerangan misalnya pada Gastropoda. Gastropoda
merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan. Gastropoda mengalami disrtibusi yang luas, melimpah di
hutan mangrove, dan umumnya gastropoda berada di laut, hidup disepanjang pantai dan perairan dangkal. Berdasarkan habitatnya
Gastropoda yang hidup di hutan mangrove terdiri dari Gastropoda yang hidup di permukaan tanah (epifauna), Gastropoda yang
hidup meliang di dalam tanah (infauna), dan Gastropoda yang hidup di pohon mangrove (tree fauna). Gastropoda yang hidup di
permukaan tanah dan meliang merupakan Gastropoda yang tahan terhadap salinitas yang tinggi, dimana pada saat air pasang selalu
aktif untuk mencari makan, dan pada saat surut Gastropoda tersebut menguburkan dirinya ke dalam lumpur, untuk menghindar
dari kekeringan. sementara Gastropoda yang tidak tahan terhadap salinitas yang tinggi, merupakan Gastropoda yang aktif naik turu
di atas pohon, pada saat air pasang Gastropoda tersebut akan naik, dan pada saat surut Gastropoda akan turun lagi untuk mencari
makan, Gastropda-gastropoda tersebut mempunyai kisaran adaptasi yang cukup luas terhadap faktor lingkungan, mampu
berkembangbiak dengan cepat, disebabkan oleh cara penyebaran yang luas dan daerah jelajah yang digunakan untuk mencari dan
memanfaatkan sumberdaya yang diperlukan.
Kata kunci: ekosistem, mangrove, distribusi, gastropoda
PENDAHULUAN
Salah satu kelompok fauna avertebrata sebagai penghuni ekosistem mangrove adalah filum mollusca yang
didominasi oleh Gastropoda dan Bivalvia. Gastropoda atau yang lebih dikenal dengan siput atau keong merupakan
kelas yang memiliki anggota terbanyak dalam filum mollusca. Gastropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu gaster
yang berarti perut dan podos yang berarti kaki. Jadi gastropoda berarti hewan bertubuh lunak yang berjalan dengan
menggunakan perutnya dalam hal tersebut adalah kaki. Gastropoda memiliki ciri utama yakni: cangkang tunggal,
berulir, memiliki kepala yang berkembang baik, serta dilengkapi dengan tentakel, mata, dan radula (Dharma 1988).
Penyebaran Gastropoda sangat luas, mulai dari darat, air tawar, intertidal hingga laut dalam (Nybakken 1992).
Gastropoda merupakan salahsatu sumberdaya hayati nonikan, yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi di
ekosistem mangrove. Gastropoda berasosiasi di ekosistem mangrove sebagai habitat hidupnya yaitu sebagai tempat
berlindung, memijah, dan sebagai daerah mencari makan untuk kelangsungan hidupnya (Nontji 2007).
Struktur komunitas gastropoda dipengaruhi oleh lingkungan habitatnya, ketersediaan makanan dan juga
kompetisi. Faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas tipe substrat, dan kandungan bahan organik di ekosistem
mangrove menyebabkan Gastropoda di dalam distribusi berbeda satu dengan yang lainnya sehingga membentuk
pola tersendiri, karena memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda. Bervariasinya faktor lingkungan
menyebabkan adanya perbedaan cara hidup dan penyebaran dari hewan gastropoda. Gastropoda di ekosistem
mangrove dapat hidup sebagai epifauna (di permukaan substrat), infauna (di dalam substrat), dan tree fauna
(menempel pada akar, batang, dan daun mangrove), sedangkan dalam penyebarannya Gastropoda di ekosistem
mangrove dapat menyebar secara menegak dan mendatar (Mujiono 2008).
Ekosistem mangrove merupakan bagian yang penting dan menarik dari keseluruhan ekosistem, karena
memiliki berbagai fungsi baik secara fisik, ekologi maupun sosial ekonomi. Fungsi ekologis terutama sebagai habitat
yang baik untuk daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan daerah mencari makan
(feeding ground) berbagai macam organisme. Sedangkan secara ekonomis yaitu hasil hutan berupa kayu, hasil hutan
kayu seperti madu, obat-obatan, minuman, bahan makanan, tanin, sumber bahan bakar dan lain-lain (arang dan kayu
bakar). Selain itu, ekosistem mangrove juga berperan penting dalam produktivitas perairan melalui serasah yang
dihasilkan, yang merupaka sumber energi bagi biota yang hidup di perairansekitarnya. Biota yang paling banyak
hidup di ekosistem mangrove adalah kelompok mollusca (Suwondo et al. 2005).
EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
Ekosistem mangrove adalah suatu tipe ekosistem yang khas dan terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat
surut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang datar di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin di daerah
tropik dan subtropik. Ekosistem mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan tumbuh berkembang
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 151
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang surut yang terdapat di sepanjang pantai (Azkab &
Sukarjo 1986; Anwar & Gunawan 2006).
Ekosistem mangrove yang merupakan daerah peralihan antara laut dan darat mempunyai gradien sifat
lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan
yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, hewan yang dapat bertahan dan berkembang di ekosistem
mangrove adalah hewan yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrem faktor lingkungan, seperti
gastropoda (Kartawinata et al. 1979).
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI GASTROPODA
Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak, berjalan dengan perut yang dalam hal disebut dengan kaki.
Gerakan Gastropoda disebabkan oleh kontraksi-kontraksi otot menyerupai gelombang, dimulai dari belakang
menjalar ke depan. Pada waktu bergerak kaki bagian depan memiliki kelenjar untuk menghasilkan lendir yang
berfungsi untuk mempermudah berjalan, sehingga jalannya meninggalkan bekas. Hewan tersebut dapat bergerak
secara mengagumkan, yaitu memanjat ke pohon tinggi atau memanjat ke bagian mata pisau cukur tanpa teriris.
Gastropoda merupakan hewan invertebrata dan masuk dalam kelas mollusca yang paling sukses dalam siklus
hidupnya dan memiliki jumlah spesies terbenyak. Habitat gastropoda sangat beragam dan suka pada berbagai tipe
substrat dasar perairan. Suhu yang baik untuk kehidupan gastropoda tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 15–30oC.
Gastropoda tidak menyukai perairan yang memiliki arus deras, karena bisa hanyut terbawa arus sungai
(Setyobudiandi 1997).
Kelas Gastropoda termasuk dalam filum mollusca, dan meliputi 3 subkelas, yaitu: Prosobranchia,
Opisthobranchia, dan Pulmonata, hewan tersebut meliputih 50.000 spesies, namun 15.000 diantaranya tela punah.
MORFOLOGI GASTROPODA
Struktur umum morfologi gastropoda terdiri atas kepala, kaki, badan, dan mantel. Kepala hewan Gastropoda
berkembang dengan baik dan pada umumnya dilengkapi dengan tentakel dan mata. Gastropoda mempunyai badan
yang simetri dengan mantelnya terletak di bagian depan, dan memiliki cangkang tunggal yang berputar ke arah
belakang searah dengan jarum terpilin membentuk spiral, dengan massa viseral dilindungi cangkang dan mengalami
perputaran 180o berlawanan arah dengan jarum jam terhadap sumbu anterior-posterior. Ciri khas gastropoda
mengeluarkan lendir untuk memudahkan pergerakannya (Arnold 1989; Rupert & Barnes 1994; Pechenik 1996).
Gambar 1. Penampang cangkang Gastropoda
SISTEM REPRODUKSI
Gastropoda mempunyai alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung atau disebut juga ovotestes.
Pembuahan sel telur diperlukan individu pasangannya, karena spermatozoa dari suatu individu tidak bisa bergabung
dengan telur dari individu yang sama. Spermatozoa dihasilkan oleh ovotestis, kemudian menuju ke saluran sperma,
dan selanjutnya menuju vas diveren. Telur juga berasal dari ovotestis, keluar menuju ke saluran hermafroditikus,
selanjutnya akan dibungkus oleh albumi. Dalam oviduk, telur akan dibungkus oleh cangkang yang dihasilkan oleh
epitel saluran tersebut. Vagina bermuara ke kelenjar lendir, kantung duri dan doktus spermateka. Vagina dan venis
bermuara ke atrium genital (Kastawi 2003). Gastropoda yang hidup di laut mengamankan telur-telurnya dengan
meletakkan di dalam selaput agar-agar. Bentuk selaput pelindung tersebut bermacam-macam banyak diantaranya
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 152
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
berbentuk kapsul dan setiap kapsul dapat berisi satu sampai ratusan telur didalamnya. Ada induk yang menjaga
telurnya tetapi ada pula yang meninggalkan telurnya (Dharma 1988).
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN GASTROPODA
Keberadaan gastropoda sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang terdiri dari faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik terdiri dari pohon mangrove dan fitoplankton yang merupakan sumber makanan utama bagi
gastropoda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi gastropoda terdiri dari suhu, salinitas, substrat dasar, dan
kandungan bahan organik. Tiap jenis gastropoda memerlukan suatu kombinasi faktor abiotik yang optimum agar
jenis tersebut dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik (Hutabarat & Evans 1985).
Faktor utama menentukan distribusi (penyebaran) Gastropoda adalah substrat dasar peraira. Substrat dengan
ukuran partikel yang besar dan kasar mengandung lebih sedikit bahan organik dibandingkan substrat yang halus.
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun sedimen yang berasal dari sisa tumbuhan dan hewan yang
mati. Oleh kerena itu, keadaan sedimen yang banyak mengandung lumpur, memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi sehingga merupakan habitat yang sesuai bagi Gastropoda (Bolam et al. 2002).
HABITAT GASTROPODA DI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
Hewan yang hidup di ekosistem mangrove, dapat ditemukan di lumpur atau tanah yang tergenang air dan juga
dapat menempel pada akar, batang dan daun mangrove. Pada umumnya pergerakan Gastropoda sangat lambat dan
bukan merupakan hewan yang berpindah-pindah. Kondisi lingkungan di ekosistem tersebut seperti tipe substrat,
salinitas, dan suhu perairan dapat memberikan variasi yang besar pada kehidupan Gastropoda (Shanmugam &
Vairamani 2008).
Gastropoda di ekosistem mangrove merupakan salah satu jenis gastropoda yang banyak hidup di air payau atau
hutan mangrove yang didominasi oleh pohon mangrove (Rhizopora sp) sehingga orang menyebutnya sebagai keong
bakau dan di Kepulauan Seribu dikenal dengan nama ‘‘blencong’’ Gastropoda biasanya hidup menempel pada akar,
batang mangrove dan pada permukaan tanah.
ADAPTASI GASTROPODA
Gastropoda yang hidup di daerah pasang surut memiliki beberapa cara dalam mengatasi perubahan faktor
lingkungan yaitu dengan menyimpan air dalam cangkangnya, bergerak di tempat masih digenagi air atau masih
lembap, memodifikasi atau menambah alat pernapasan selain insan, sehingga dapat mengambil oksigen langsung
dari udara, dan memiliki cara reproduksi yang dipengaruhi oleh pasang surut, mempunyai toleransi terhadap
fluktuasi salinitas yang besar terutama di daerah tropis yang mengalami penyinaran matahari yang kuat dan
frekuensi hujan yang cukup tinggi (Budiman & Dwiono 1986). Menurut Susiana 2011 dalam Kurniawati 2013),
bahwa Gastropoda yang di ekosistem mangrove memiliki cara hidup di atas permukaan substrat yang berlumpur,
tergenag air, hidup menempel pada akar, atau batang, dan hidup membenamkan diri didalam lumpur dengan cara
menggali lubang (infauna). Perilaku hidup Gastropoda tersebut merupakan bentuk adaptasi terhadap perubahan
temperatur dan berbagai faktor lingkungan yang akibat oleh adanya pasang surut di daerah mangrove.
DISTRIBUSI GASTROPODA DI EKOSISTEM MANGROVE
Menurut Budiman & Dwiono (1986), Kelompok Gastropoda penghuni ekosistem mangrove adalah:
1. Kelompok Gastropoda asli mangrove, yaitu jenis Gastropoda yang seluruh atau sebagian besar hidupnya
dihabiskan di ekosistem mangrove sehingga kepadatanya cukup tinggi. Jenis-jenis Gastropoda tersebut sangat
jarang ditemukan di luar ekosistem. Sebagaian besar Gastropoda tersebut merupakan pemakan serasah dan
banyak di jumpai di bangian tengah dan belakang hutan mangrove.
2. Kelompok Gastropoda fakultatif, yaitu jenis-jenis Gastropoda yang menggunakan ekosistem mangrove sebagai
salah satu tempat hidupnya. Jenis-jenis Gastropoda tersebut memiliki frekuensi dan kepadatan tinggi hanya
apabila kondisi memungkinkan untuk hidupnya.
3. Kelompok Gastropoda pengunjung yaitu Gastropoda yang secara tidak sengaja ada di dalam ekosistem mangrove
sehingga memiliki frekuensi dan kepadatan yang rendah. Kelompok tersebut umumnya hidup di area sempit di
sekitar pembatasan dengan ekosistem lain, yaitu di bagian muka hutan yang berbatasan dengan daratan.
Barnes (1987) menyatakan bahwa beberapa jenis gastropoda hidup menempel pada substrat yang keras dan
ada pula yang hidup pada substrat yang lunak, yaitu pada lumpur. Gastopoda di ekosistem mangrove berdasarkan
habitatnya, terdiri dari Gastropoda yang hidup di permukaan tanah (epifauna), Gastropoda yang hidup meliang di
dalam tanah (infauna), dan Gastropoda yang hidup di pohon mangrove (tree fauna) mencakup pemakan detritus.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 153
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
GASTROPODA YANG HIDUP DI PERMUKAAN DAN MELIANGDI TANAH
Distribusi gastropoda di hutan mangrove mempunyai penyebaran yang sempit. Gastropoda banyak ditemukan
sangat dekat dengan genangan air dan mampu bertahan pada rentang kadar garam air yang tinggi (Alexander & Rae
1979). Gastropoda yang berada di atas permukaan tanah contohnya Cerithidea cigulata, L. skabra, C. quardata, N.
planospira, Telescopium telescopium yang menyukai permukaan lumpur atau daerah dengan genangan air yang cukup
luas. Wahono (1991) menambahkan bahwa jenis C. cigulata banyak ditemukan di ekosistem mangrove Rhizophora
spp, karena dapat menyediakan substrat lumpur yang merupakan habitat dari jenis tersebut. Jenis-jenis gastropoda
tersebut merupakan jenis gastropoda dari famili Potamididae yang hidup pada substrat yang mengandung lumpur.
Sebagian gastropoda tersebut merupakan pemakan serasah.
Gastropoda tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan di habitat
mangrove yang disebabkan oleh pasangsurut terutama perubahan suhu, dan salinitas. Selain itu juga karena
ketersediaan bahan organik yang tinggi dan substrat berlumpur yang disukai oleh Gastropoda. Pada umumnya
gastropoda tersebut pada saat air pasang akan melakukan aktivitas yaitu dengan mengambil makanan yang
melayang di air, sedangkan pada saat air surut gastropoda tersebut akan membenamkan diri di bawa pohon
mangrove Rhizophora spp, sekitar 10−15 cm dari akar mangrove, di bawah mangrove juga tergenagi air sehingga
gastropoda bisa mengambil makanan.
Berdasarkan hasil penelitian Wells et al. 2003 dalam Kurniawati 2013, jenis Terebralia dan T. telescopium
mempunyai tingkah laku lebih aktif disaat spiring tide (pasang tinggi dan surut rendah) dari pada neap tide. Pada saat
neap tide Gastropoda tersebut cenderung untuk berlindung dari kekeringan dan bersembunyi di dalam lumpur atau
di bawah perakaran mangrove. Tingkah laku tersebut merupakan salah satu pola adaptasi Gastropoda terhadap
adanya perubahan suhu (suhu tinggi) dan kondisi kering (Bay et al. 1986 in Wells et al. 2003 dalam Kurniawati 2013)
Gastropoda yang mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon apabila terjadi air
pasang, maka gastropoda tersebut yang tidak tahan atau tahan terhadap salinitas akan segera menguburkan dirinya
di dalam lumpur (Anwar et al. 1984). Pada saat air surut ada beberapa Gastropoda berada dalam kedalaman sekitar
8−10 cm hidup menempel pada akar mangove yang memiliki substrat lumpur, dan mempertahankan diri dari hewan
yang memangsanya, seperti adanya pemangsaan (predator) dari manusia, kepiting, biawak, babi, dan burung.
GASTROPODA YANG HIDUP DI POHON MANGROVE
Gastropoda yang hidup di mangrove merupakan Gastropoda yang bergerak aktif naik turun mengikuti pasang
surut, dan merupakan suatu adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pasang surut
di ekosistem mangrove, (Sasekumar 1974). Berri (1971) menambahkan bahwa spesies yang mampu bergerak dan
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan akan memiliki toleransi yang luas, umumnya mempunyai kelimpahan
tertinggi dan begitu juga sebaliknya. Gastropoda yang aktif naik ke pohon mangrove untuk menghindar saat air
pasang dan saat surut kembali untuk mencari makan, Gastropoda yang tidak tahan dengan salinitas air terlalu lama
akan naik ke poho, namun gastropoda juga tidak bisa lama di atas pohon karena gastropoda juga membutuhkan air
dan kerapatan pohon secara langsung ataupun tidak langsung. Berkaitan erat dengan pengaruh terjadinya proses
pasang surut bagi gastropoda yang tidak tahan terhadap salinitas yang tinggi. Secara alami gastropoda membutuhkan
habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon.
Odum 1971 dalam Syamsurisal (2011) menjelaskan distribusi hewan makrozoobenthos sangat ditentukan oleh
sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Sifat kimia yang berpengaruh langsung adalah derajat kesamaan dan
kandungan oksigen terlarut. Krebs (1978) dalam Ashari (1998) dalam Syamsurisal (2011) menambahkan bahwa
faktor biologi perairan yang mempengaruhi komunitas hewan bentos adalah kompetisi(persaingan ruang hidup dan
makanan), predator (pemangsa) dan tingkat produktivitas primer. Masing-masing faktor biologi tersebut dapat
berdiri sendiri akan tetapi ada kalanya faktor tersebut saling berinteraksi dan bersama-sama mempengaruhi
komunitas pada suatu perairan.
Barnes (1987) menyatakan bahwa beberapa jenis gastropoda hidup menempel pada substrat yang keras dan
ada pula yang hidup pada substrat yang lunak, yaitu pada lumpur. Gastopoda di ekosistem mangrove berdasarkan
habitatnya, terdiri dari Gastropoda yang hidup di permukaan tanah (epifauna), Gastropoda yang hidup meliang di
dalam tanah (infauna), dan Gastropoda yang hidup di pohon mangrove (tree fauna) mencakup pemakan detritus
Gastropoda tidak melakukan suatu aktivitas untuk mengambil makanan pada saat air pasang. Melalui cara ini
mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di hutan
mangrove.
KESIMPULAN
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 154
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT





Adaptasi Gastropoda yang dilakukan untuk menghindari kehilangan air adalah dengan cara operkulumnya akan
menutup rapat celah cangkang, dalam mengatasi kehilangan panas, dengan memperluas cangkang, dan
memperbanyak ukiran pada cangkang.
Gastropodamendiami tanah berlumpur dekat daerah pasang surut, mampu hidup beberapa lama di luar air, hidup
berkelompok serta termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan) dan detritus fadel (pemakan detritus).
Distribusi Gastropoda di hutan mangrove dibagi dalam 3 habitat yaitu akar, batang, dan substrat pada tumbuhan
mangrove.
Gastropoda yang mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon apabila terjadi pasang
naik, maka gastropoda tersebut yang tidak tahan atau tahan terhadap salinitas akan segera menguburkan dirinya
di dalam lumpur.
Gastropoda yang bergerak aktif naik turun mengikuti pasang surut merupakan suatu adaptasi terhadap
perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pasang surut di ekosistem mangrove.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama
Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa
melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, C.G. & J.C. Rae. (1979). Ekology and Managemen of Mangroves. IUCN Wetlands Programme. Thailand.
Anwar, C. & H. Gunawan. 2006. Peranan ekologis dan social ekonomi ekosistem mangrove dalam mendukung pembangunan
wilayah
pesisir:
23-34
hlm.
http:www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Ekosistem%20Hutan%20Mangrove%20(Hutan%20Baka
u)%20harus%20diselamatkan%20dari&20Kerusakan%20Lingkungan&&nomorurut artikel=269.
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama.,F, M., M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T.,
Kasendri, R, A., Zhuhuriani, & Riani, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan ilmu
kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Azkab, M.H. & S. Sukarjo. 1986. Komunitas semai hutan Mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dalam: Surianegar, I.,
Dept. Kehutanan, Proyek Lingkungan Hidup LIPI, Perum & Perhutani (eds.). 1987. Prosiding Seminar III Ekosistem
Mangrove. MAAB-LIPI, Jakarta.
Berry, J. 1971. The Natural History of West Malaysian Mangroves Fauna. Malay Natio Journal.
Bolam, S.G., T.F. Fernandez, & M. Huxham. 2002. Diversity, biomass, and ecosystem processin the marine benthos.
Ecological Monograph.
Budiman, A, & S. A. P. Dwiono. 1986. Ekologi moluska hutan mangrove di Jailolo, Halmahera: Suatu studi perbandingan.
Dalam: Surianegara, I, (ed.). 1987. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. MAAB-LIPI, Jakarta.
Budiman, A. (1988). Some aspects on the ecology of mangrove whelk Telescopium telescopium (Linne, 1758) (Mollusca,
Gastropoda : Potamididae). Treubia.
Dharma, B. 1988. Siput dan kerang Indonesia (Indonesia Shells I). PT. Sarana Graha. Jakarta.
Dharma, B. 1992. Siput dan kerang Indonesia (Indonesia Shells II). PT. Sarana Graha: Jakarta.
Hutabarat, S. & Evans, S. M. 1995. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press.
Idrus, S. 2013. Studi Kepadatan dan Asosiasi Jenis Gastropoda pada Hutan Mangrove. Sidangoli Dehe. Maluku Utara.
Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemadiharjo, & I.G.M. Tantra. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia.
Dalam: Soemodihardjo, S., A. Nonji & A. Djamali (eds.). 1979. Prosidin Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Proyek
Penelitian Masaalah Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pencemaran Laut. Jakarta.
Krebs, C.J. 1978. Ecology, The Experimental Analysis of Distribution anc Abundance. Harper and row (Publisher). Harper
International Edition: New York.
Mujiono, N. 2008. Mudwhelks (Gastropoda: Potamididae) from mangrove of Ujung Kulon National Park, Banten. Jurnal
biologi.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, 1992. Biologi Laut, Suatu pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ekology. Third Edition, W.B. Saunders Company. Toronto Florida.
Pechenik, J.A. 1984. Mollusca Distribution In the invertebrates. 3rd ed. MeGraw-Hill Componies, New York: xvii + 503 hlm.
Ruppert, E.E. & R.D. Barnes. 1994. Invertebrate zoology. 6th ed. Saunders College Publishing, Forth Worth
Sasekumar, A. 1974. Distribution of macrofauna on a Malayan Mangrove shore. Journal of Animal Ecologi.
Shanmugam, A. & S. Vairamani. 2008. Mollusces in Mangroves: A case study. Centre of Advanced Study in Marine Biology.
Suwondo, E. Febriata & F. Sumanti. 2005. Struktur komunitas Gastropoda pada ekosistem mangrove di pulau Sipora
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Jurnal Biogenesis.
Syamsurisal, 2011. Studi Beberapa Indeksi Komunitas Makrozoobentos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten
Barru. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Universitas Hassanudin, Makasar. Skripsi
(diakses tanggal 27 januari 2012).
Wahono, M. 1991. Aktivitas harian dua jenis Keong Potamididae di Hutan Mangrove Teluk Hutun, Lampung Selatan. Tesis.
Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 155
PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT  WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014
“RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)”
KAJIAN LINGKUNGAN, KONSERVASI, DAN BIOTA LAUT
P R O G R A M
S T U D I
M A G I S T E R
D I N A S
B I O L O G I
P E N D I D I K A N
–
U N I V E R S I T A S
K A B U P A T E N
R A J A
K R I S T E N
A M P A T
S A T Y A W A C A N A
A - 156
Download