PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI STUDI POPULASI MAKROINVERTEBRATA BENTIK YANG BERNILAI EKONOMIS DI HUTAN MANGROVE MUARA SUNGAI GAMTA, DISTRIK MISOOL BARAT, KABUPATEN RAJA AMPAT Mahasa Tuheteru*, Soenarto Notosoedarmo, Martanto Martosupono Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443 *E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian dilakukan pada bulan September - Oktober 2013. Bertujuan untuk mengetahui populasi makroinvertebrata bentik khususnya kerang yang bernilai ekonomis di hutan mangrove muara sungai Gamta, Distrik Misool Barat. Pengambilan sampel menggunakan metode petak tunggal dan peletakan plot dilakukan secara acak (Indriyanto, 2005). Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, stasiun 1 pada pertengahan hutan mangrove dimana peletakan plotnya secara acak dari plot 1 sampai 20. Setiap plot berukuran 1 x 1 m. Stasiun I berjarak sekitar 100 m dari Stasiun II, Stasiun III terletak pada bibir pantai atau sekitar 300 meter dari sungai Gamta sedangkan Stasiun IV terletak pada Perkampungan Masyrakat Gamta. Dilihat dari ukuran hewan makroinvertebrata yang kecil serta hidupnya terbenam di dasar lantai dalam substrat mangrove maka pengambilan sampel dari masing-masing plot dilakukan dengan tangan secara langsung. Kata kunci: populasi, makroinvertebrata bentik, hutan mangrove PENDAHULUAN Besarnya peranan hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup diperairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap hutan mangrove tersebut. Salah satu kelompok organisme aquatik yang dominan dan sekaligus menjadikan hutan mangrove sebagai habitatnya adalah makroinvertebrata. Makroinvertebrata merupakan organisme yang hidup dan tinggal di endapan dasar perairan baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah sedimen. Invertebrata hidup di perairan bentik (Odum, 1971). Hewan makroinvertebrata merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem air laut kelompok Polychaeta, Crustacea serta Mollusca lebih dominan dibandingkan organisme lain. Perbedaan terletak pada komposisi organisme penyusunannya (Nybakken, 1992). Populasi adalah banyaknya organisme di suatu tempat atau daerah (Godman, 1989). Sebagaimana diungkapkan (Krebs, 1978), penyebaran dari lingkungan ditentukan oleh adanya sifat indifidu itu sendiri (intrinsik), yaitu sifat genetika dan kesenangan memilih habitat, serta adanya pengaruh dari luar (ekstrinsik), yaitu interaksi antara hewan makroinvertebrata dengan lingkunganya (Ruswahyuni, 2010). Potensi sumberdaya pesisir tersebut memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi daerah. Menurut Bengen (2002), wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Batas didaratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut pasang surut, sementara batas di laut dipengaruhi oleh kegiatan manusia di daratan dalam kawasan tersebut terdapat ekosistem mangrove. Secara biologi ekosistem berperan sebagai daerah asuhan, daerah pemijahan, dan daerah mencari makan berbagai jenis ikan, udang dan biota lainya (Bengen, 2003). Supriharyono (2000) menyatakan bahwa mollusca merupakan organisme yang banyak ditemukan di daerah hutan mangrove, mollusca juga merupakan salah satu fauna bentik yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Pada waktu-waktu yang lalu mollusca digunakan sebagai alat tukar-menukar atau memiliki nilai intrinsik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekosistem mangrove yang terdapat di daerah Gamta masih baik, karena aktivitas manusia yang memanfaatkan hutan mangrove masih minim. Tipe pesisir Kampung Gamta sebagian besar pasir berlumpur hitam yang masih dalam kawasan hutan mangrove. Beberapa jenis mollusca yang dimanfaatkan antara lain kerangFaunus arter, Geloina erosa, Geloina expansa, Gastropoda, Telescopium telescopium, Terebralia sulcata dan Urosalpinx perrugata.Geloina erosaGeloina expansa, Gastropoda, Telescopium telescopium merupakan siput dan kerang, kerang tersebut memegang peranan penting dalam upacara-upacara adat dan bahkan dipercaya memiliki khasiat untuk meningkatkan stamina (Anonim, 1999). Masyarakat pesisir Gamta Misool Barat Kabupaten Raja Ampat memanfaatkan Faunus arter, Geloina erosa, Geloina expansa, Gastropoda, Telescopium telescopium, Terebralia sulcata dan Urosalpinx perrugata sebagai lauk makanan, yang diramu dengan berbagai menu masakan setempat. Cangkang geloina digunakan sebagai kapur sirih, dan ada beberapa masyarakat menyatakan bahwa cangkang geloina sebagai obat antibiotik untuk menyembuhkan di bagian tubuh yang tertusuk duri yaitu dengan cara dibakar, sedangkan kulit kerang dari Gastropoda, Telescopium P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B - 53 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI telescopium, Terebralia sulcata dan Urosalpinx perrugata, tidak pergunakan sama sekali oleh masyarakat setempat. Dilihat dari besarnya manfaat Makroinvertebrata yang hidup pada hutan mangrove bagi masyarakat setempat maka perlu dilakukan penelitian tentang studi populasi makroinvertebrata bentik bernilai ekonomis di hutan mangrove daerah Gamta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi makro invertebrata bentik yang bernialai ekonomis pada hutan mangrove di Pulau Gamta, Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September - Oktober 2013 yaitu pada musim barat, pada pagi sampai siang hari, dari jam 08.00 - 12.30 WIT, pengambilan sampel dilakukan pada keadaan air laut surut bahkan yang tidak ada air atau kering, dengan tujuan agar proses pengambilan sampel lebih mudah. Tempat penelitian yaitu Kampung Gamta Misool Barat Kabupaten Raja Ampat pada lantai hutan mangrove, stasiun I dan II terletak pada pertengahan hutan mangrove yaitu 3 km dari bibir pantai dan 50 m dari sungai pada saat surut, sedangkan stasiun III terletak pada bibir pantai, pusatnya 300 m dari bibir pantai dan 200 m dari sungai, sedangkan stasiun IV terletak pada pertegahan Perkampungan Masyrakat Gamta. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat pemotong, perahu, roll meter, potongan-potongan bambu yang berukuran 1 m, kamera digital, alat tulis menulis, tali rafia, timbangan, kayu sepanjang 3 m untuk mengukur tebal lumpur, perahu, dan kantong plastik untuk mengisi sampel. Bahan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Makro Invetebrata Bentik bernilai ekonomis yang terdapat di hutan mangrove muara sungai Gamta. Metode Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah metode petak dengan menggunakan petak tunggal, peletakan plotnya dilakukan secara acak (Indriyanto, 2005). Pengambilan sampel dilakukan di muara sungai Gamta, sampel diambil dengan menggunakan tangan secara langsung karena makroinvertebrata hidupnya terbenam di dasar lantai dalam substrat mangrove. Kerang yang telah diambil, dibersihkan dari lumpur yang menempel pada cangkangnya kemudian dimasukan kedalam kantong plastik. Parameter yang diukur adalah spesies makroinvertebrata bentik, menimbang berat masing-masing spesies dengan menggunakan timbangan. Prosedur penelitian Prosedur dalam penelitian tersebut adalah menentukan 4 pusat stasiun, buat plot dengan ukuran 1x1m2, letakkan plot pada lokasi secara acak. Pengamatan terhadap makroinvetebrata bentik dilakukan pada plotplotselanjutnya mencatat dan menghitung jenis makroinvertebrata bernilai ekonomis yang ditemukan pada masingmasing plot kemudian melakukan analisis dengan menggunakan rumus dominansi dan kelimpahan. Analisa Data Kelimpahan makroinvertebrata bentik yang bernilai ekonomis dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 1. Kelimpahan menurut (Ludwig dan Reynolds 1988). N= Keterangan: N Kelimpahan individu (Ind/m2) = Jumlah individu (Ind) = A Luas daerah pengamatan (m2) = 2. Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks of dominance dari Simpson (Odum, 1971) C = ∑ ( )2 Dimana C = I – D Keterangan: C Indeks dominansi = Jumlah individu setiap jenis (Ind) = N Jumlah individu seluruh jenis (Ind) = D Dominansi = 3. Dominansi Relatif P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B - 54 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI DRi = Keterangan: DRi = Dominansi Relatif (%) Di Dominansi = ∑Di = Jumlah dominansi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan pada masing-masing stasiun diperoleh jumlah bivalvia sebanyak 2 jenis sedangkan gastropoda sebanyak 5 jenis. Jumlah jenis pada ke empat stasiun adalah sama, dimana pada stasiun I ada 3 jenis, sama juga dengan stasiun II, III dan stasiun IV.Pada stasiun I ada 2 jenis bivalvia dan 1 jenis Gastropoda, sama juga dengan stasiun II, sedangkan pada stasiun III ada 1 jenis Bivalvia dan 2 jenis Gastropoda, dan stasiun IV semua jenis Gastropoda, seperti terlihat pada (Tabel 1). Tabel 1. Jenis-jenis kerang yang ditemukan di 4 stasiun penelitian Jenis Kerang Mangrove Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Faunus arter Geloina erosa Geloina expansa Gastropoda Telescopium telescopium Terebralia sulcata Urosalpinx perrugata Jumlah Jenis + + + − − − − 3 + + + − − − − 3 − + − + + − − 3 − − − − + + + 3 Keterangan: (+) = Didapatkan (–) = Tidak didapatkan Banyaknya jumlah jenis yang ditemukan pada semua Stasiun adalah sama. Pada Stasiun III menunjukkan bahwa pada Stasiun tersebut merupakan habitat yang baik dan dapat mendukung Bivalvia dan Gastropoda karena Stasiun III merupakan daerah yang dekat dengan laut, yaitu 200 meter dari laut dan 200 meter dari sungai, Stasiun I dan II hapir sama karena pada Stasiun I dan II tersebut berada pada pertegahan hutan mangrove yaitu 50 meter dari sungai dan jauh dari air laut, sedangkan pada stasiun IV terletak pada perkampungan. Pada stasiun I-III tersebut banyak ditumbuhi tanaman mangrove dan merupakan daerah hutan mangrove yang masih alami, kaya akan bahan organik yang diketahui sebagai sumber bahan makanan dari Bivalvia dan Gastropoda, sedangkan pada stasiun IV berada pada pertengahan Kampung dan pada Stasiun tersebut sudah tercemar oleh limbah rumah tangga. Hasil Studi Populasi Makro Invertebrata Bernilai Ekonomis yaitu kelimpahan individu (Ind), dominsi, dominansi relatif, dan indeks keragaman pada ketiga stasiun pengamatan menunjukkan bahwa jumlah jenis terbanyak di temukan pada stasiun III adalah 272 jenis, pada stasiun I 115 jenis, Stasiun II ditemukan sebanyak 109 jenis sedangkan pada stasiun IV jumlah jenis yang ditemukan 67, seperti terlihat pada (Tabel 2). Tabel 2. Jenis Bivalvia dan Gastropoda pada tiap stasiun berdasarkan jumlah individu Stasiun Spesies 1 Faunus arter Geloina erosa Geloina expansa Gastropoda Telescopium telescopium Terebralia sulcata P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S Jumlah Spesies Plot 75 3 50 14 65 15 - B I O L O G I P E N D I D I K A N – Berat (G) N (Ind/Ha) D 900 7490 10940 - 75,000 50,000 65,000 - 0,002 0,165 0,352 - U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T DR (%) 0,005 0,319 0,681 - H' 0,279 0,362 0,322 - S A T Y A W A C A N A B - 55 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI 2 3 4 Urosalpinx perrugata ∑ Faunus arter Geloina erosa Geloina expansa Gastropoda Telescopium telescopium Terebralia sulcata Urosalpinx perrugata ∑ Faunus arter Geloina erosa Geloina expansa Gastropoda Telescopium telescopium Terebralia sulcata Urosalpinx perrugata ∑ Faunus arter Geloina erosa Geloina expansa Gastropoda Telescopium telescopium Terebralia sulcata Urosalpinx perrugata ∑ 115 50 46 63 109 52 172 48 272 20 24 23 67 4 13 15 3 16 13 15 16 10 18430 600 9635 13335 22970 950 16000 3200 20150 1700 1210 1480 4390 115,000 50,000 46,000 63,000 109,000 52,000 172,000 48,000 272,000 20,000 24,000 23,000 67,000 0,518 0,00 0,176 0,337 0,513 0,002 0,631 0,025 0,658 0,150 0,076 0,114 0,340 1,000 0,001 0,343 0,657 1,000 0,003 0,958 0,038 1,000 0,442 0,224 0,335 1,000 0,963 0,357 0,364 0,317 0,681 0,316 0,290 0,306 0,912 0,361 0,368 0,367 1,096 Pembahasan Kelimpahan pada ke empat Stasiun menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada Stasiun III dengan nilai 272 dan berat 20150, dominansi 0,658, dominnsi relatif 1,000 dan indeks keragaman 0,912. Stasiun I dengan nilai 115 dan berat seluruh individu 18430, dominansi 0,518, dominansi relarif 1,000, dan indeks keragaman 0,963. Stasiun II dengan nilai 109dan berat seluruh individu 22970, dominansi 0,513, dominansi relatif 1,000, dan keragaman 0,681. Sedangkan yang terendah terdapat pada Stasiun IV dengan nilai 67 dan berat seluruh individu 4390, dominansi 0 340, dominansi relatif 1,000, dan keragaman 1,096 (Tabel 2). Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III dibandingkan dengan tiga stasiun lainnya, namun memiliki berat yang kurang bila dibandingkan dengan stasiun II, pada stasiun tersebut terdapat 3 jenis, dan yang terendah terdapat pada tasiun IV, walaupun pada stasiun II memiliki 3 jenis yang sama dengan stasiun lain namun memiliki berat semua individu yang banyak. Kelimpahan pada stasiun tersebut dikarenakan pada lokasi tersebut terletak pada hutan mangrove yang didominasi oleh Rhizophora spp dan nipa (Nypa frutricans). Seperti diketahui semakin ke arah daratan, arus pasang surut semakin kecil dan kandungan lumpur serta bahan organik tanah semakin tinggi sehingga menjadi tempat hidup yang baik untuk Bivalvi dan Gastropoda di mangrove, baik sebagai tempat berlindung, pemijahan maupun sebagai tempat mencari makan. Secara alami kehidupan Bivalvia dan Gastropoda membutuhkan tanah berlumpur yang cocok bagi kelangsungan hidupnya, yaitu untuk membenamkan dirinya dibawah pohon dan juga mampu membenamkan diri kedalam substrat dasar. Nybakken (1988) dalam Irawan (1997), substrat yang mengandung banyak lumpur juga banyak mengandung bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas baik bakteri maupun tumbuhan. Bahan organik berasal dari serasah hutan mangrove, sehingga makanan yang tersediah pada pantai berlumpur lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang lumpur pasir. Sehingga pada lokasi III tersebut merupakan lokasi yang cocok bagi hewan makroinvertebrata dari jenis Bivalvia dan Gastropoda. Hubungan kelimpahan dengan lingkungan yaitu suhu dan salinitas pada ke empat stasiun yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu pada stasiun III yang memperoleh suhu berkisar 10 0C, salinitas berkisar 0,5o/oo pada stasiun-stasiun tersebut yang memperoleh suhu terendah adalah stasiun 1, hal tersebut dikarenakan pada saat penelitian matahari tidak langsung mengenai badan air pada lokasi penelitian, tumbuhan mangrove sangat padat dan waktu pengambilan sampel dilaksanakan pada pagi hari sehingga suhunya masih sangat rendah. Walaupun suhunya sangat rendah namun jenis G. erosa dan G. expansa yang ditemukan banyak. Hal tersebut membuktikan bahwa hutan mangrove merupakan habitat yang sangat baik bagi kelangsungan hidup kedua kerang tersebut. Kondisi Lingkungan Kualitas parameter perairan yang diukur yaitu suhu, salinitas dan ketebalan subtrat yang menjadi faktor pendukung saat penelitian di lantai hutan mangrove kampung Gamta Distrik Misool Barat. Dari hasil penelitian kualitas parameter dari masing-masing stasiun sangat rendah dan dapat mendukung habit organisme air yang ada pada ketiga stasiun tersebut lihat pada Tabel 3 pada lampiran. Tabel 3. Data hasil pengukuran para meter lingkungan pada ketiga stasiun pengamatan Stasiun Stasiun 1 P R O G R A M S T U D I Plot 1 – 20 M A G I S T E R D I N A S Suhu (o C) 10 – 20 B I O L O G I P E N D I D I K A N – Salinitas (o/o)o 0,5 – 15 U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A Ketebalan Substrat (cm) 32 K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B - 56 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI Stasiun II Stasiun III Stasiun IV 1 – 20 1 – 20 1 – 20 10 – 25 20 – 21 29 − 32 0,5 – 15 15 – 20 20 − 23 30 28 28 Suhu Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa pada ke empat stasiun penelitian berkisar antara 10 oC – 32oC, tinggi suhu terletak pada Stasiun IV sebesar 29 oC – 32oC dan terendah terdapat pada Stasiun I (lokasi tersebut terdapat pada pertengahan hutan mangrove) yaitu 10 – 20oC, Stasiun II suhu 10 – 25o C, lokasi III suhu 20 – 21 sedangkan pada Stasiun IV tinggi suhu disebabkan karena lokasi tersebut berada dekat dengan laut dan di Stasiun tersebut terdapat pada pertengahan perkampungan, dan tumbuhan mangrove sangat jarang dan tidak berdekatan sehingga panas matahari langsung ke badan air. Suhu pada ke empat stasiun tersbut mendukung bagi kehidupan biota pada perairan tersebut. Sesuai dengan pendapat (Odum 1994) menyatakan suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh interaksi matahari, ketinggian geografis dan penutupan geografis dari pepohonan yang tumbuh di sekitarnya. Salinitas Hasil pengamatan rata-rata selama penelitian yaitu untuk salinitas pada stasiun I dan II pada saat pengambilan diperoleh berkisar antara 0 – 20%, kisaran salinitas yang rendah karena pengaruh letak stasiun-stasiun pengambilan sampel yang berada jauh dari laut, sehingga pada saat air surut air laut lebih kecil daripada air tawar yang dapat menurunkan nilai salinitas. Nybakken (1992) menyatakan di daerah pantai dan laut tertutup sebagian, salinitas lebih bervariasi dan mendekati nol dimana sungai-sungai mengalirkan air tawar. Namun kisaran salinitas diatas termasuk dalam kisaran air payau sesuai dengan pernyataan (Effendi 2001) bahwa salinitas perairan tawar biasanya 0,5% perairan payau adalah 0,5 – 30% dan perairan laut 30 – 40%. Ketebalan Lumpur Ketebalan pada ke tiga stasiun yaitu pada lokasi I memiliki ketebalan lumput 32 cm, lokasi II 30 cm dan lokasi III dan IV ketebalan lumpur 28 cm. Proses Pengolahan Bivalvia dan Gastropoda oleh Masyarakat Kampung Gamta Bivalvia dan Gastropoda yang dimanfaatkan sebagai penganti lauk pauk makanan, bagian yang dimanfaatkan adalah daging dari kerang-kerang tersebut. Cara mengambil dagin Bivalvia (Geloina sp) yaitu dengan mengunakan pisau besar, untuk memudahkan pengambilan daginnya Masyarakat membuka pada bagian Ventral, sedangkan pada Gastropoda yang berukuran kecil dan besar Masyarakat mengolahnya dengan cara merebus, pada dagin kerang Geloina dan Gastropoda dipergunakan sebagai sala satu lauk pauk makanan, Masyarakat Gamta mengelolah menjadi berbagai jenis masakan yaitu dengan ditumis, papeda bia, sagu bia dan berbagai jenis masakan lain di daerah Gamta. KESIMPULAN Jenis-jenis makroinvertebrata bentik dalam hal tersebut kerang yang bernilai ekonomis banyak ditemukan pada ekosistem hutan mangrove karena ekosistem hutan mangrove merupakan ekosistem sebagai daerah berpdroduktivitas tinggi, yang kaya akan unsur hara dan diketahui sebagai sumber energi bagi biota-biota penghuninya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga. DAFTAR PUSTAKA Begen, D. G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta prinsipPengelolahanya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, Bogor. Begen, D.G. 2003. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan Ekosistem Mangrove. pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Godman, A. 1989. Kamus sains Bergambar. Gramedia. Jakarta Indriyanto, 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta. P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B - 57 PROSIDING SEMINAR NASIONAL RAJA AMPAT WAISAI – 12 – 13 AGUSTUS 2014 “RAJA AMPAT AND FUTURE OF HUMANITY (AS A WORLD HERITAGE)” KAJIAN MANFAAT, GIZI, DAN NUTRISI Irawan, A. 1997. Studi Komparatif Makrozoobenthos Hutan Bakau dan Padang Lamun di Pesisir Bontang. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Samarinda.Krebs, C.J. 1978. Ecology, The Experimental Analysis of Distribution anc Abudance. Harperand row (publisher). Harper International Edition: New York Ludwig, J. A., Reynolds J. F., 1988. Statistical Ecologi. John Wiley & Soon. New York. Pp. 206-207, 212 – 221. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: M. Eidman. D.G Bengen dan Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. 459 hal. Odum, E.P. 1971. Fundamentals Of Ecology. W.B. Sandens Company. Philadelphia, London. Ruswahyuni, 2010. Populasi dan Keanekaragaman Hewan Makrobenthos Pada PerairanTertutup dan Terbuka di Teluk Awur, Jepara. Sigit, A.P., & Dwiono. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove, Geloina erosa dan Geloina expansa. Balitba. P R O G R A M S T U D I M A G I S T E R D I N A S B I O L O G I P E N D I D I K A N – U N I V E R S I T A S K A B U P A T E N R A J A K R I S T E N A M P A T S A T Y A W A C A N A B - 58