MODUL PERKULIAHAN Ekonomi Politik Media Peta Teori Ekonomi Politik Media Fakultas Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Komunikasi Tatap Muka 07 Kode MK Disusun Oleh Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD & Dr (c) Afdal Makkuraga Putra, MM, M.Si Abstract Kompetensi Modul membahas tentang Peta Teori Ekonomi Politik Media. Mahasiswa mampu menjelaskan Peta Teori Ekonomi Politik Media.. Peta Teori Ekonomi Politik Media Peta ekonomi politik media dapat dibagi menjadi lima kategori, sebagai berikut: 1. Ekonomi Politik Klasik Secara ringkas ekonomi politik klasik secara spesifik membahas prinsip-prinsip dasar dari produksi, distribusi dan pertukaran kekayaan, serta implikasinya dalam kehidupan bernegara. Dengan focus utama pada isu-isu produksi, distribusi dan pertukaran kekayaan, jelas sekali bahwa pada awal perkembangannya ekonomi politik identik dengan ilmu ekonomi. Ekonomi politik klasik memandang kekayaan sebagai kemakmuran atak kesejahteraan. Kekayaan yang dimaksud di sini adalah semua komoditas yang mempunyai nilai tukar. Agar bisa memperoleh hasil kerja yang efisien dan efektif, Adam Smith, tokoh utama ekonomi politik klasik, menawarkan konsep pembagian kerja.i Menurut pemikir ekonomi politik klasik, cara yang yang terbaik untuk memperoleh kekayaan adalah mekanisme pasar. Di pasar masing-masing aktor bersaing satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhannya. Agar pasar berjalan dengan sempurna maka tidak diperlukan intervensi negara mengatur pasar. Ekonomi politik klasik memang tidak berbicara tentang media massa atau komunikasi secara epesifik, namun konsep-konsep ekonomi politik klasik dapat diterapkan dalam berbagai kajian tentang ekonomi media. Dalam pendekatan klasik istilah ekonomi politik merujuk pada sebuah sistem pemenuhan kebutuhan pribadi yang terdiri dari beberapa pelaku pribadi yang independen. Pokok pikiran dari pendekatan klasik ini adalah sebagai berikut: A. Masyarakat sipil. Dalam masyarakat dimana produksi barang-barang kebutuhan seharihari terjadi dalam keluarga atau dalam sebuah kelompok kerabat dan dilakukan berdasarkan pola pembagian kerja dalam keluarga, maka kegiatan produksi itu akan tunduk pada tujuan-tujuan dan hubungan-hubungan yang ada dalam keluarga. Ketika kegiatan ekonomi harus dipisahkan dari keluarga atau dipisahkan dari semua institusi sosial yang lain, maka harus diadakan metode untuk melakukan pembagian kerja dan menyatukan kembali hasil kerja tersebut. Disinilah pertama kali Adam Smith memperkenalkan istilah pembagian kerja yang dia analogikan dengan pembuatan ‘13 2 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id jepitan. Satu pekerja bisa membuat dua puluh pin sehari. Tapi jika sepuluh orang dibagi menjadi delapanbelas langkah yang diperlukan membuat sebuah jepitan, mereka bisa membuat 48.000 jepitan dalam sehari.ii B. Pasar yang mengatur dirinya sendiri. Asumsi dari pernyataan ini bahwa jika sebuah pasar berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dari semua pelaku di dalamnya, asalkan kebutuhan dan sarana pemenuhan kebutuhan itu dapat ditentukan secara jelas, maka dapat dikatakan bahwa pasar telah berhasil memenuhi tujuan manusia dan tujuan sosialnya. Dengan kata lain, memenuhi kebutuhan pribadi adalah sama dengan memenuhi kebutuhan publik. Sebuah pasar akan berjalan dengan baik jika individuindividu di dalamnya bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual. Ketika penjual menjual komoditas, maka penjual mendapatkan uang yang bisa ia gunakan untuk membeli barang-barang yang bisa memenuhi kebutuhannya. Ketika tiaptiap pelaku dalam pasar bertindak sebagi pembeli dan penjual, maka uang dan komoditas akan “berputar” (sirkulasi) di dalam pasar. Pasar berfungsi sekadar untuk memfasilitasi pertukaran hak kepemilikan agar sesuai dengan keinginan dari para pemiliki properti yang menjadi pelaku pasar. Adam Smith percaya bahwa ada tangan tak terlihat (the invisible hand) yang mengatur sehingga pasar itu berjalan dengan sendirnya. Untuk itu Smith sangat menentang intervensi pemerintah dalam pasar Teori ini kemudian dikenal dengan "laissez-faire", yang berarti "biarkan mereka lakukan"iii C. Kapitalisme. Teori Smith mendorong munculnya kapitalisme. Gambaran normatif dari sistem kapitalisme ini, antara lain gambaran manusia merdeka yang legal secara politis maupun ekonomi. Ada pengakuan akan kenyataan bahwa manusia bersifat merdeka. Didalam kegiatan ekonomi, buruh dan pekerja menjual tenaganya kepada pemilik modal di pasar tenaga kerja dengan kontrak. Ada eksistensi pasar komoditi yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasar dan tangan tak terlihat. Setiap invidu bekerja dengan tujuan untuk mencari keuntungan secara maksimal karena faktor kelangkaan sumber daya.iv Di dalam sistem kapitalisme, pemilikan (ownership) terletak di tangan individu yang digunakankan untuk tujuannya sendiri, yakni tujuan untuk mencari keuntungan (profit). Individu juga dapat mengambil inisiatif membentuk dan mengembangkan perusahaanperusahaan, baik dilakukan secara partnership atau koeporasi. Intensif ekonominya adalah keuntungan itu sendiri yang menjadi tujuan utama dari kegiatan produksi dan ‘13 3 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id usaha. Didalam aktivitas ekonomi berlaku hukum pasar, yakni mekanisme pembentukan harga yang ditentukan oleh bekerjanya faktor permintaan dan penawaranv D. Say’s Law. Menurur Kaum Klasik di Pasar tidak mungkin terjadi kelebihan produksi atau kekurangan produksi untuk jangka waktu yang lama. Kalau toh ada suatu saat ada kelebihan atau kekurangan produksi, maka mekanisme pasar akan secara otomatis mendorong kembali perekonomian tersebut pada posisi di mana tingkat produksi total masyarakat akan memenuhi kebutuhan total masyarakat atau disebut sebagai full vi employment level of capacity. Pendapat itu dilandasi oleh adanya kepercayaan di kalangan kaum klasik bahwa di dunia yang nyata ini ada yang disebut Say’s Law: yakni setiap barang yang diproduksi selalu ada yang membutuhkannya (memintanya) Supply creates its own demand. Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa adalah fleksibel, yaitu bisa dengan mudah berubah (naik atau turun) sesuai dengan tarik-menarik antara penawaran dan permintaannya. 2. Ekonomi Politik Neo Klasik Ekonomi politik neoklasik melihat bahwa konsep-konsep ekonomi politik klasik yang digagas oleh Smith, Ricardo dan Mills. Para penggagas ekonomi politik neoklasik bahwa perekonomian tanpa campur tangan negara itu tidak berjalan mulus menurut aturan alami dan tidak selalu menuju keseimbangan, sebagaimana yang dipersepsikan kaum klasik. Kaum neo klasik berpandangan bahwa untuk mengatasi kelemahan dan ketidaksempurnaan diperlukan campur tangan pemerintah mengatur pasar. Akan tetapi, campur tangan pemerintah hanya diperlukan untuk memperbaiki distorsi yang terjadi dipasar, bukan untuk menggantikan fungsi mekanisme pasar itu sendiri. vii Salah satu perbedaan pandangan antara kaum klasik dengan neoklasik yakni kaum klasik melihat bahwa pasar harus berjalan dalam mekanisme persaingan sempurna (perfect competition). Kaum neo klasik melihat pasar berjalan dalam mekanisme persaingan tidak sempurna. Ketidak sempurnaan pasar bisa berbentuk monopoli, ologopoli atau kompetisi. Salah satu pemikir neo klasik yang terkenal ialah John M. Keynes (atau lebih popular dengan julukan Keynesian). Keynes menganjurkan berbagain cara untuk meningkatkan permintaan agregat. Salah satu cara yang paling tepat adalah lewat kebijakan fiscal yang ekspansif, misalnya lewat mekanisme penetapan suku bunga dan penetakan ‘13 4 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kebijakan ubah minimum bagi tenaga kerja. Ekonomi politik neo klasik juga belum berbicara tentang media massa atau komunikasi secara epesifik, namun konsep-konsep ekonomi politik klasik dapat diterapkan dalam berbagai kajian tentang ekonomi media. Pemikiran Keynes bertolak belakang dengan pemikiran klasik sangat menentang intervensi pemerintah dalam pasar. Keynes berpendapat bahwa system, laissez faire murni tidak bisa dipertahankan. Pada tingkat makro pemerintah harus secara aktif dan sadar mengendalikan perekonomian kea rah posisi “full employment’ sebab mekanisme invisible hand atau pasar yang mengatur dirinya sendiri tidak bisa diandalkan Menurut Keynes, situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh apa yang terjadi dengan permintaan agregat masyarakat. Apabila permintaan agregat melebihi penawaran agregat (atau opuput yang dihasilkan) dalam periode tersebut, maka akan terjadi situasi “kekurangan produksi.” Pada periode berikutnya output akan naik atau harga akan naik, atau keduanya terjadi bersamaan Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi “kelebihan produksi” terjadi. Pada periode berikutnya out put akan turun atau harga akan turun atau keduanya terjadi bersama-sama. Inti teori Keynes adalah bagaimana pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat agar mendekati posisi “full employment’ 3. Ekonomi Politik Marxisme Konsep ekonomi politik Marxisme dipelopori oleh Karl Marx dan Freidrich Engels. Perbedaan pokok antara ekonomi politik klasik, neoklasik terletak pada cara pandangan pada kapitalisme. Klasik dan neo klasik mengangungkan kapitalisme dan mekanisme pasar, Marxisme justru sebaliknya, menentang dan mengkritik kapitalisme yang mengagungkan mekanisme pasar tersebut Marx menggunakan berbagai pendekatan untuk menujukkan berbagai kebobrokan kapitalisme. Dari segi moral, Marx menilai kapitalisme mewarisi ketidakadilan sebab tidak peduli pada kepincangan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Dari segi sosial, kapitalisme merupakan sumber konflik antar kelas, baik antar borjuis dengan proletar, antara tuan tanah dengan butuh tani. Dari segi ekonomi, Marx melihat bahwa kapitalisme digunakan oleh kaum kapitalis untuk mengejar laba sebanyak-banyaknya dengan menekan buruh sekeras mungkin. viii ‘13 5 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Marxisme memberikan perhatian kuat pada komunikasi dalam masyarakat. Praktek komunikasi merupakan hasil dari ketegangan antara aktivitas individual dan batasanbatasan sosial terhadap kreativitas tersebut. Kebebasan mengekspresikan diri tidak dapat tercapai dalam masyarakat yang berdasarkan kelas. Marxisme menyakini bahwa kontradiksi, ketegangan dan konflik tidak dapat dihindari dari tatanan sosial dan tidak pernah bisa dihapuskan. Kondisi adalah adanya suatu lingkungan sosial yang mendengarkan semua suara tanpa ada satu kekuatan pun mondominasi yang lain. Oleh karena itu bahasa menjadi kendala penting bagi ekspresi individu, karena bahasa dari kelas dominan menyulitkan kelas pekerja untuk memahami situasi. Bahasa menjadi alat penekan bagi kelompok marjinal. Salah satu karya Marx yang terkenal ialah determinisme ekonomi. Yakni ia menganggap sistem ekonomilah yang terpenting dan menegaskan bahwa sistem ekonomi menentukan semua sector masyarakat lainnya. Menurut Marxm, kekuatan-kekuatan produksi dalam masyarakat (material, kapasitas teknologi, tingkat pengetahuan, dll) menyediakan kekuatan pemandu untuk perubahan pada relasi-relasi sosial produksi (bentuk-bentuk kepemilikan, apropriasi produk surplus, pembagian kelas, rezim kerja). Bersama-sama, kekuatan dan relasi poduksi (=mode rezim kerja) menjelaskan karakter dan arah bagi ‘seluruh superstruktur yang besar sekali. Pendekatan ini sering pula disebut sebagai base and superstructure. ix Marx menjelaskan tentang Base 'dasar' dan Superstructur 'superstruktur'. Superstruktur yaitu ideologi dan politik yang bertumpu pada 'dasar' (hubungan-hubungan soisoekonomi). Menurut Marx bahwa kebudayaan bukanlah suatu kenyataan bebas, melainkan kebudayaan itu tidak terpisahkan dari kondisi-kondisi kesejarahan. Di dalam kesejarahan itu, manusia menciptakan hidup kebendaannya. Hubungan-hubungan antara penguasaan, penindasan, atau ekploitasi yang menguasai tata sosial dan ekonomi dari suatu fase sejarah manusia akan ikut menentukan seluruh kehidupan kebudayaan masyarakatnya. Dalam bukunya yang berjudul Ideologi Jerman yang terbit tahun 1846, Marx dan Engels berbicara pula mengenai moralitas, agama, dan filsafat sebagai momok-momok yang dibentuk dalam otak manusia yang merupakan refleks dan gema dari proses kehidupan yang nyata. Dalam serangkaian surat-surat terkenal (1890), Engels menekankan bahwa ia dan Marx selalu memandang aspek perekonomian masyarakat sebagai akhir dari aspek-aspek lain. Jadi, seni menurut pandangan Marxis merupakan bagian dari ‘13 6 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id superstruktur dari lingkungan sosial. Dengan demikian, menurut Marxis, untuk memahami sastra berarti memahami seluruh proses social Keterasingan Dalam Pekerjaan (Alienasi). Bagi Marx, buruh adalah sebuah fenemona keterasingan, karena buruh bekerja bukan karena keinginan dan kesenangannya, tetapi terpaksa dilakukan untuk memperoleh upah (uang) untuk membiayai hidup dirinya dan keluarganya. Karena dilakukan dengan terpaksa. Maka bekerja kata Marx adalah bukan sesuatu yang menggairahkan dan mengembangkan martabat mansuai. Inialah yang disebut sebagai keterasingan (alienasi). Marx berkata: Pekerjaan itu sesutau yang lahiria bagi buruh, tidak termasuk hakikatnya, ia tidak membenarkan diri di dalam pekerjaan, melainkan menyangkal dirinya: tidak kerasan dildalamnya, melainkan menderita. Pekerjaannya tidak mengembangkan tenaga fisik dan mentalnya, melainkan mematiragakan fisiknya dan merusak mentalnya. Kesimpulannya kata Marx pekrjaan membuat manusia terasing dari dirinya sendirimerasa diperalat dan direndahkanx Bagaimana keterasingan tersebut dapat dijelaskan? Menurut Marx, pekerjaan itu mengansinkan manusia karena bersifat upahan. Pekerjaan upahan ialah pekerjaan di mana pertama-tama orang tidak bekerja karena ia tertarik pada pekerjaan itu dan ingin menjalankannya, melainkan karena ia karena ia mncari upah. Mengapa orang mencari upah, upah itu adalah syarat untuk dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Intinya kata Marx, pekerjaan upahan bukan pemuasan suatu kebutuhan, melainkan hanyalah alat untuk memuaskan kebutuhan di luar pekerjaan itu yaitu kebutuhan hidup fisik. pekerjaan upahan alih-alih membenarkan manusia, justru malah mengasingkan karena memaksa buruh untuk mengerjakan sesutau yang tidak dipilihnya sendiri. Tetapi mengerjakan sesutau atas perintah majikan. Pekerjaan yang disuruh oleh majikan bukan pekerjaan bebas, melainkan terpaksa.xi Kapitalisme dan Kelas Sosial Salah satu butir pemikiran Marx adalah kritik terhadap kapitalisme. Menurut Marx, kapitalisme menjadikan kaum proletar sebagai objek penghisapan. Hakikat masyarakat borjouis adalah uang. Uang membuat manusia menjadi budak, yang tergantung, yang ditentukan dari luar. Ia menjadi komoditi. Kekhasan kapitalisme ialah bahwa semua produk kerja bernilai sebagai komoditi.xii Dalam terminology Marx disebut sebagai fetishisme komoditi Menurut Marx, sebuah perekonomian kapital pada awalnya terdiri dari komoditaskomoditas dalam jumlah besar, ditambah dengan beberapa individu yang menjadi ‘13 7 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pemilik dari komoditas-komoditas itu, dan beberapa-beberapa hubungan pertukaran yang saling menghubungkan individu-individu itu. Pada awalnya individu-individu ini tidak memandang dirinya sebagai anggota dari sebuah kelas tertentu dan juga tidak memandang bahwa kepentingan pribadi mereka sebagai kepentingan dari sebuah kelas.xiii Agar bisa memahami bagaimana masyarakat yang berisi pemiliki properti individual ini bisa berubah menjadi kelas-kelas, maka kita pertama-tama perlu mengetahui bagaimana struktur dan dinamika dari perekonomian kapitalis membuat individu dan kebutuhan terbagi menjadi beberapa kelompok dan jenis kebutuhan itu didasarkan tidak hanya pada kesamaan selera pribadi atau kesamaan kondisi antar individu tetapi juga ditentukan oleh posisi individu-individu itu di dalam struktur produksi yang objektif. Argumen yang diajukan Marx untuk menjelaskan bagaimana kelas bisa muncul dalam masyarakat sipil diawali dengan mengkritik pandangan dari pendekatan klasik tentang tujuan pasar. Marx berpendapat bahwa perekonomian pasar bukanlah mekanisme untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya melainkan sebuah sarana untuk menfasilitasi para kapitalis untuk merampas nilai surplus dan mengakumulasi kapital. xiv Menurut Marx realitas masyarakat ditentukan oleh kekuasaan kelas yang satu diatas kelas-kelas yang lainnya. Namun dalam masyarakat kapitalis kenyataan itu terselubung oleh karena semua hubungan kerja berdasarkan perjanjian yang secara formal diadakan secara bebas. Akan tetapi kebebasan itu itu hanyalah semu dan tidak benar. Paksaan kelas yang satu terhadap kelas yang satunya dialihkan saja pada keharusan-keharusan produksi komoditi. Jadi apa yang sebenarnya merupakan penindasan kelas yang satu oleh satunya dikeramatkan dalam bentuk komoditi. xv 4. Ekonomi Politik Neo Marxis Ekonomi politik neo-Marxis biasa disebut juga aliran Frankfurt atau teori-teori kritis. Disebut aliran Frankfurt karena para pemikirnya berasal dari Institut fur Sozialforscung di Frankfurt, Jerman. Disebut teori kritis karena berusaha membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. Sedangkan disebut Neo-Marxis karena bertolak belakang dari teori Marx, namun sekaligus melampaui dan meninggalkan Marx serta menghadapi masalah-masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif. Satusatunya yang diwarisi dari Marx hanyalah cita-citanya pembebasan manusia dari segala ‘13 8 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id belenggu pengisapan dan penindasan. Pemikir Aliran Frankfurt yang terkenal antara lain: Max Horkheimer, Teodore W. Adorno, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, dll. Ajaran-ajaran Marx yang tinggalkan oleh para teorikus aliran ialah, tentang teori nilai pekerjaan. Menurut mereka, dalam masyarakat industri maju, teknik dan ilmu pengetahuan menjadi tenaga produktif pertama, dengan demikian teori nilai pekerjaan yang diagungkan oleh Marx itu kehilangan arti. Hal ini sekaligus pertentangan antara pekerjaan dan modal pun kehilangan pekerjaan. Penindasan manusia tidak lagi berupa penindasan kaum kapitalis terhadap pekerja, melainkan semua ditindas oleh suatu sistem di mana proses produksi ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi. Dengan demikian analisis kelas kehilangan maknanya. Horkheimer dan Adorno dalam essay-nya yang berjudul The Culture of Industry: Enlightement as Mass Deception. mengungkap bahwa budaya massa berhubungan erat dengan standarisasi produksi budaya melalui film, radio, dan majalah untuk memanipulasi massa. Dengan demikian, secara tidak disadari, khalayak dipaksa untuk membutuhkan dan berusaha memiliki budaya yang serupa, bagaimanapun kondisi mereka. Adorno dan Horkheimer membaca fenomena ini sebagai bencana bagi high culture atau budaya ‘adiluhung’. Dalam tesisnya mengenai cultural industry, mereka menyebut bahwa atas nama kepentingan khalayak, industri kapitalis telah menggerakkan massa dengan keinginan dan kebutuhan palsu. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Cultural industry menjadi term yang menggantikan istilah budaya massa atau pop culture yang dapat diidentifikasi melalui beberapa karakter khususnya: budaya massa, komodifikasi, dan standarisasixvi 5. Ekonomi Politik Kontemporer Ekonomi politik ini sebenarnya hanya meneruskan paradigma yang ditinggalkan oleh pemikir aliran Frankfurt sebelumnya. Secara teoritis sesungguhnya tidak ada yang terlalu baru tokoh-tohon disini kelihatannya hanya menyempurnakan padangaanpandangan kaum Kritis sebelumnya. Ada juga yang menyebut ekonomi politik ini adalah generasi ketiga dari aliran kritis, merujuk pada tokoh-tokoh seperti Axel Honeth (Rush, 2000; dalam Dedi Nurhidayat, ). Namun kini lingkup teori-teori kritis telah makin meluas, mencakup – ataupun menjadi dasar rujukan – analisis kritis dari pakar seperti Jacques Lacan (psikoanalisis), Roland Barthes (semiotik and linguistik), Peter Golding, Janet Wasko, Noam Chomsky, Douglas Kellner (ekonomi-politik media), ‘13 9 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hingga berbagai tokoh dalam topik masalah gender, etnisitas dan ras, postkolonialisme, dan hubungan internasional Daftar Pustaka Albarian, Alan B, Media Economics: Understanding Markets, Industries, and Concept, Iowa: Iowa State University Press, 1996. Alexander, Alison et.al (ed), Media Economics: Theories and Practice, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1998. Dimmick dan Rothenbuhler, The Theory of Niche: Quantifing Competition among Media Industry, Jurnal of Communication, Winter 1984. Mirza Jan. Globalization of Media: Key Issues and Dimensions. European Journal of Scientific Research. ISSN 1450-216X Vol.29 No.1 (2009), pp.66-75 Kansong, Usman. Ekonomi Media : Pengantar Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2009. Komang Sunarta. Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Prilaku Masyarakat. www.karangasem.go.id Rabu, 5 Oktober 2011. John Theobald, Radical Mass Media Criticism, Sage Publication, 2010 i Deliarnov, Ekonomi Politik. Erlangga; Jakarta, 2006. James A Caporaso dan David P Livine. Teori-teori Ekonomi Politik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008. iii Ibid, iv Didik J. Rachbini. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia: Bogor, 2006 v Ibid vi Boediono. Ekonomi Makro, BPFE:Yogyakarta, 1984 vii Ibid, Hal, 56. viii Ibid, hal. 41 ix George Ritzer dan Barry Smart, Handbook Teori Sosial. Nusa Media: Bandung, 2011 hal 82-84 x Frans Magnis-Suseno, Pijar-pijar Filsafat. Kanisius; Yogyakarta, 2005 Hal 121-124 xi Ibid. xii Frans Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Kanisius; Yogyakarta, 1992 hal 152-153. xiii James A Caporaso dan David P Livine Op.cit hal 130-133. xiv Ibid xv Frans Magnis-Suseno Filsafat sebagai Ilmu Kritis hal, 130-131. ii ‘13 10 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id xvi ‘13 Cultural Studies and Political Economy: Toward A New Integration. Lexington Books, 2009 hal 18. 11 Ekonomi Politik Media Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id