1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian biaya dan beban 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian biaya dan beban
2.1.1
Pengertian biaya
Berikut pengertian biaya menurut beberapa ahli :
William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:30)
menyatakan,Akuntan telah Mendefinisikan biaya sebagai “nilai tukar,
pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat”.
Menurut Hongren, Datar dan Foster (2012:26) biaya adalah sebagai
berikut: “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to
achieve a specific objective. A cost (such direct materials or advertising)
is usually measured as the monetary (a historical cost), as distinguished
from a budgeted (or forecasted)cost”.
Hansen dan Mowen (2009:35) mendefinisikan biaya sebagai berikut:
“Cost is the cash or cash-equivalent value sacrificed for goods and services
that expected to bring a current or future benefit to the organization”.
2.1.2
Pengertian beban
Berikut ini definisi beban menurut beberapa para ahli sebagai berikut :
William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:30) menjelaskan
beban dengan pengertian sebagai berikut : beban dapat didefinisikan sebagai
aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian ditandingkan
dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai : penurunan dalam
aktiva bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa ekonomis dalam
menciptakan pendapatan atau pengenaan pajak oleh badan pemerintah. Beban
diukur dengan nilai penurunan dalam aktiva atau peningkatan dalam utang
yang berkaitan dengan produksi atau penyerahan barang dan jasa. Beban
dalam arti luas termasuk semua biaya yang sudah habis masa berlakunya
yang dapat dikurangkan dari pendapatan. Jadi, beban dapat didefinisikan
7
8
sebagai biaya yang sudah kedaluwarsa atau habis masa berlakunya serta tidak
memberikan manfaat.
2.2
Klasifikasi biaya
Klasifikasi biaya adalah proses pengelompokkan biaya atas keseluruhan
elemen-elemen biaya secara sistematis ke dalam golongan-golongan tertentu
yang lebih rinci untuk dapat memberikan informasi biaya yang lebih lengkap
bagi pihak manajemen dalam mengelola perusahaan. Biaya harus
digolongkan sesuai dengan manfaat yang diharapkan.
Biaya dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu :
2.2.1
Biaya dalam hubungannya dengan produk
Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas dua
elemen yaitu biaya manufaktur dan beban komersial.
2.2.1.1 Biaya manufaktur
Biaya manufaktur juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik
biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya : bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
1. Bahan baku langsung
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:40)
mendefinisikan bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang
membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara
eksplisit dalam perhitungan biaya produk.
Sementara
itu,
Garisson,
Noreen,
dan
Brewer
(2008:40),
mendefinsikan Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri
secara fisik dan mudah ke produk tersebut.
Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang digunakan untuk
membuat furniture dan minyak mentah yang yang digunakan untuk
membuat bensin.
9
2. Tenaga kerja langsung
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:40)
mendefinisikan tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang
melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat
dibebankan secara layak ke produk tertentu.
Sementara
itu,
Garrison,
Noreen,
dan
Brewer
(2008:40)
mendefinisikan Tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk
biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi.
Jadi, tenaga kerja langsung dapat didefinisikan sebagai biaya tenaga
kerja yang dikeluarkan mulai dari bahan baku sampai menghasilkan
produk jadi serta dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Contoh :
biaya tenaga kerja yang membuat tepung terigu, biaya tenaga kerja yang
membuat buku.
3. Overhead pabrik
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:42)
mendefinisikan sebagai berikut : overhead pabrik disebut juga overhead
manufaktur, beban manufaktur atau beban pabrik terdiri atas semua biaya
manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu.
Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali
bahan baku lansung dan tenaga kerja langsung.
Sementara
itu,
Garrison,
Noreen,
dan
Brewer
(2008:41)
mendefinisikan Overhead pabrik (manufacturing overhead) - elemen
ketiga biaya produksi-mencakup seluruh biaya produksi yang tidak
termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung.
Jadi, overhead pabrik dapat didefinisikan sebagai biaya yang tidak
termasuk dalam bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung serta
tidak dapat ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Contoh : biaya
penyusutan mesin, biaya sewa gedung.
2.2.1.2 Beban komersial
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:43)
mendefinisikan bahwa beban komersial terdiri atas dua klasifikasi umum :
10
beban pemasaran dan beban administratif (juga disebut beban umum
dan administratif).
1. Beban pemasaran
William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:43) menyatakan
bahwa beban pemasaran dimulai dari titik di mana biaya manufaktur
berakhir. Yaitu, ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam
kondisi siap dijual. Beban pemasaran mencakup beban promosi,
penjualan, dan pengiriman.
Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:41) menyatakan
biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya yang diperlukan
untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa
untuk disampaikan kepada konsumen.
Jadi, beban pemasaran dapat didefinisikan sebagai beban yang
dikeluarkan dalam memasarkan produk jadi untuk mendapatkan dan
menyerahkan pesanan kepada konsumen. Contoh : komisi penjualan,
beban iklan, beban pemasaran
2. Beban administratif
William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:43) menyatakan
bahwa beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam
mengarahkan dan mengendalikan organisasi. Tidak semua beban
semacam itu dialokasikan sebagai beban administratif. Gaji dari wakil
presiden direktur yang bertanggung jawab atas proses manufaktur dapat
dianggap sebagai biaya manufaktur, dan gaji wakil presiden direktur yang
bertanggung jawab atas pemasaran dapat dianggap sebagai beban
pemasaran.
Sementara
itu,
Garrison,
Noreen,
dan
Brewer
(2008:41)
mendefinisikan biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif,
organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum
organisasi.
Jadi, beban administratif dapat didefinisikan sebagai beban yang
dikeluarkan untuk keperluan eksekutif, organisasional, dan klerikal dalam
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Contoh : gaji bagian
administrasi, gaji eksekutif, dan humas.
11
2.2.2
Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi
Beberapa jenis biaya bervariasi secara proporsional terhadap
perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap
relatif konstan dalam jumlah. Kecenderungan biaya untuk bervariasi terhadap
output harus dipertimbangkan oleh manajemen jika manajemen ingin sukses
dalam merencanakan dan mengendalikan biaya. Biaya dalam hubungannya
dengan volume produksi diklasifikasi menjadi tiga yaitu biaya variabel, biaya
tetap dan biaya semivariabel.
2.2.2.1 Biaya variabel
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:69)
mendefinisikan biaya variabel sebagai biaya yang totalnya meningkat secara
proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam akttivitas. Dan dijelaskan juga
bahwa jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap
perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). Dengan
kata lain, biaya variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan
dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan.
Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:52) menyatakan
biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan
perubahan aktivitas.
Jadi, biaya variabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara
keseluruhan berubah seiring dengan perubahan aktivitas. Contoh : biaya
bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
2.2.2.2 Biaya tetap
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:68)
mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang secara total tidak berubah
ketika aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Dan dijelaskan juga
bahwa biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan.
Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan
meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan.
12
Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:53) menyatakan
biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa
terpengaruh oleh tingkat aktivitas.
Jadi, biaya tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara
keseluruhan tetap seiring dengan perubahan aktivitas dalam rentang relevan
tertentu. Contoh : biaya sewa, biaya penyusutan, biaya asuransi – properti dan
kerugian.
2.2.2.3 Biaya semivariabel
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:70)
mendefinisikan biaya semivariabel sebagai biaya yang memperlihatkan baik
karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel.
Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008199) menyatakan
biaya semivariabel (mixed cost) adalah biaya yang terdiri atas elemen biaya
variabel maupun biaya tetap.
Jadi, biaya semivariabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang
mempunyai unsur biaya tetap dan biaya variabel. Misalnya saja, biaya listrik
biasanya adalah biaya semivariabel. Listrik yang digunakan untuk
pencahayaan cenderung menjadi biaya tetap karena cahaya tetap diperlukan
tanpa mempedulikan tingkat aktivitas, sementara listrik yang digunakan
sebagai tenaga untuk mengoperasikan peralatan akan bervariasi bergantung
pada penggunaan perlatan. Contoh lain biaya semivariabel mencakup biaya
air, gas, bensin. Batu bara, beberapa perlengkapan, biaya pensiun, dan lainlain.
2.2.3
Biaya Untuk Pembebanan Biaya Ke Objek Biaya
Biaya untuk pembebanan biaya ke objek biaya diklasifikasikan menjadi dua
yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.
1. Biaya langsung (Direct Cost) merupakan biaya yang terjadi karena
adanya sesuatu yang dibiayai dan mudah untuk diidentifikasi. Biaya
produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
2. Biaya tidak langsung (Indirect Cost) merupakan biaya yang terjadi
13
tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dalam
hubungannya dengan produk disebut biaya produksi tidak langsung atau
biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasi dengan
produk tertentu.
2.3
Pemisahan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel
William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:72) menjelaskan
bahwa pemisahan biaya tetap dan biaya variabel diperlukan untuk tujuantujuan berikut :
1. Perhitungan tarif biaya overhead yang ditentukan sebelumnya dan analisis
varians.
2. Penyusunan anggaran fleksibel dan analisis varians.
3. Perhitungan biaya langsung dan analisis margin kontribusi.
4. Analisis titik impas dan analisis biaya-volume-laba.
5. Analisis biaya diferensial dan komparatif.
6. Analisis maksimalisasi laba dan minimisasi biaya jangka pendek.
7. Analisis anggaran modal.
8. Analisis profitabilitas pemasaran berdasarkan daerah, produk, dan
pelanggan.
Mengacu pada pendapat William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009)
terdapat tiga metode untuk memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya
tetap dan biaya variabel yaitu metode tinggi rendah (high-low method),
metode scattergraph, dan metode kuadrat terkecil (least squares method).
2.3.1
Metode tinggi rendah (high-low method)
Metode tinggi-rendah adalah metode yang
memperkirakan
biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dan paling rendah di
masa lalu dan selisih biaya yang dihitung yang merupakan unsur
biaya variabel dalam biaya tersebut.
2.3.2
Metode scattergraph (Scattergraph Method)
Dalam metode ini, terdapat variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen mengenai data biaya dan diplot di garis
14
vertikal atau sumbu y sedangkan variabel independen mengenai tingkat
aktivitas dan diplot di garis horizontal atau sumbu x. Penggunaan metode
scattergraph merupakan kemajuan dari metode tinggi-rendah karena bukan
hanya menggunakkan dua titik data serta memungkinkan inspeksi data secara
visual untuk menentukan apakah biaya tersebut tampak terkait dengan
aktivitas dan apakah hubungannya mendekati linear. Namun, metode ini bisa
saja menjadi bias karena garis biaya yang digambar melalui plot data
berdasarkan pada interpretasi visual.
2.3.3
Metode kuadrat terkecil (least square method)
Metode
regresi
ini
linear
menentukan dengan
melalui sekelompok
cara
matematis atau
titik,
sehingga
garis
jumlah
pengkuadratan deviasi (selisih) vertikal antara titik-titik dengan garis
akan
biaya
minimum. Metode
dengan
volume
ini menganggap bahwa
kegiatan
berbentuk
hubungan antara
hubungan
garis lurus
dengan persamaan garis regresi yaitu y= a + bx, di mana y merupakan
variabel tidak bebas (dependent variable) yaitu variabel yang
perubahannya ditentukan oleh
merupakan variabel
perubahan pada variabel
x yang
bebas (independent variable). Persamaan garis
regresi di atas dapat pula dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + bx
Keterangan:
Y = total activity cost (the deoendent variable)
a = fixed cost component (the intercept parameter)
b = variabel cost per unit activity (the slope parameter)
x = measure of activity usage (the independent variable)
Sehingga dalam persamaan tersebut a menunjukkan unsur biaya tetap
dalam y sedangkan b menunjukkan unsur biaya variabel. Rumus
perhitungan a dan b tersebut adalah sebagai berikut:
15
2.4
Analisis biaya volume laba
Analisis ini merupakan alat yang menyediakan informasi bagi
manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan
volume penjualan.
William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:283)
menyatakan
analisis
biaya-volume-laba
(cost-volume-profit
analysis)
merupakan alat perencanaan jangka pendek yang menggunakkan perhitungan
biaya langsung untuk menganalisis hubungan antara biaya, laba, bauran
produk, dan volume penjualan.
Sedangkan menurut Homgren, Datar, dan Foster (2012:60), cost
volume profit analysis exmines the behavior of total revenues, total
cost,
and
operating
income
as changes occur in the output level,
selling price, variabel cost per unit, or frxed costs.
Analisis
cost
volume
diimplementasikan dalam hentuk
profit
secara
analisis
sederhana sering
break event point untuk
menentukan volume penjualan yang harus dicapai oleh perusahaan
agar mencapai laba yang maksimal. Dengan demikian langkah-langkah
yang harus dilakukan, yaitu:
1. Melakukan pemisahan biaya berdasarkan perilaku hiaya menjadi
biaya tetap dan biaya variabel, apabila ditemukan unsur hiaya
semivariabel maka harus dipisahkan dengan menggunakan metode
pemisahan
biaya
antara
lain
metode
tinggi
rendah,
metode
scattergraph, dan metode kuadrat terkecil.
2. Setelah dilakukan klasifikasi maka dapat melakukan perhitungan
analisis biaya volume laba dimulai dengan perhitungan break event
point, margin kontribusi, rasio margin kontribusi, margin pengaman,
rasio margin pengaman, degree of operating leverang, dan membuat
perencanaan laba.
2.4.1
Pengertian titik impas
Beberapa ahli mendefinisikan titik impas sebagai berikut :
William
K.
Carter
yang
diterjemahkan
Krista
(2009:283)
mendefinisikan titik impas adalah titik di mana besarnya biaya dan
pendapatan adalah sama. Tidak ada laba maupun rugi pada titik impas.
16
Sementara itu, Munawir (2004:184-185) menyatakan break even
dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi ( Penghasilan = total biaya ).
Jadi, titik impas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau
kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan rugi bersih yaitu laba
yang diperoleh perusahaan nol.
2.4.2
Perhitungan titik impas satu produk
Mengacu pada pendapat Garison, Noreen, dan Brewer (2008:243),
perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan menggunakkan dua metode
yaitu metode persamaan dan metode kontribusi.
2.4.2.1 Metode persamaan (Equation Method)
Perhitungan titik impas satu produk dengan menggunakkan metode
persamaan yaitu : Penjualan – Jumlah biaya = Laba bersih atau,
Penjualan – Biaya variabel – Biaya tetap = Laba bersih atau,
Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih
Pada titik impas, laba bersih sama dengan nol. Titik impas dalam unit
penjualan dapat dicari dengan melakukan perhitungan pada persamaan di atas.
Kemudian, titik impas penjualan dalam rupiah dapat dicari dengan
mengalikan unit penjualan impas dengan harga jual per unit.
2.4.2.2 Metode kontribusi unit (unit contribution method)
Metode ini merupakan merupakan variasi metode persamaan. Metode
ini terfokus pada gagasan bahwa setiap unit yang terjual memberikan jumlah
marjin kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap.
Apabila hanya persentase marjin kontribusi dan penjualannya saja
yang diketahui, perhitungan titik impasnya adalah
2.4.3
Grafik titik impas
Mengacu pada pendapat William K. Carter yang diterjemahkan Krista
(2009:287) titik impas dapat disajikan dalam bentuk grafik titik impas, di
17
mana garis biaya dan garis penjuaan saling berpotongan pada titik impas.
Data yang diperlukan untuk membuat grafik tersebut adalah penjualan, biaya
tetap, dan biaya variabel.
Langkah-langkah membuat grafik titik impas sebagai berikut :
1. Garis horizontal ( sumbu x ) menunjukkan penjualan dalam unit atau
rupiah.
2. Garis vertikal ( sumbu y ) menunjukkan biaya dalam rupiah.
3. Garis biaya tetap digambar sejajar dengan sumbu x pada titik di sumbu y.
Garis total biaya digambar dari titik biaya tetap di sumbu y sebelah kiri ke
4. titik biaya di sumbu y sebelah kanan.
5. Garis penjualan digambar dari titik nol di sisi kiri dimana sumbu x dan
sumbu y berpotongan ke titik di sumbu y sebelah kanan.
6. Garis total biaya memotong garis penjualan menunjukkan titik impas.
7. Area segitiga di sebelah kiri titik impas menunjukkan area rugi dan area
segitiga di sebelah kanan menunjukkan are laba.
Berikut ini, grafik titik impas dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 grafik titik impas
2.4.4
Margin kontribusi dan rasio margin kontribusi
Pengertian margin kontribusi dan rasio margin kontribusi menurut
beberapa para ahli sebagai berikut :
William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:285)
menyatakan margin kontribusi per dolar penjualan, juga disebut sebagai rasio
margin kontribusi (contribution margin ratio-C/M), adalah bagian dari setiap
18
dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan
laba.
Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:245) memeberikan definisi
sebagai berikut : margin kontribusi (contribution margin) adalah jumlah yang
tersisa dari penjualan setelah dikurangi biaya variabel.
Jadi, margin kontribusi menunjukkan jumlah yang tersisa dari selisih
harga jual per unit dengan biaya variabel per unit untuk menutup biaya tetap
dan menghasilkan laba. Sedangkan, rasio margin kontribusi menunukkan
presentase margin kontribusi per unit terhadap harga jual per unit yang
tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Margin kontribusi
dan rasio margin kontribusi dapat dijelaskan dengan rumus matematis sebagai
berikut:
Margin kontribusi = harga jual per unit – biaya variabel per unit atau
Margin kontribusi = penjualan – biaya variable
2.4.5
Margin pengaman dan rasio margin pengaman
Beberapa para ahli memberikan definisi margin pengaman dan rasio
margin pengaman sebagai berikut :
Garison, Noreen, dan Brewer (2008:246) menyatakan margin
pengaman penjualan (margin of safety) adalah kelebihan penjualan yang
dianggarkan di atas volume penjualan impas.
Margin pengaman penjualan = Penjualan dianggarkan – Penjualan impas.
Selain bisa dinyatakan dalam rupiah, margin pengaman penjualan
dapat pula dinyatakan dalam presentase. Presentase margin pengaman
Blocher et al yang diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Penerbit
Salemba. (2007:405-406) memberikan definisi sebagai berikut : margin aman
atau batas aman (margin of safety) adalah jumlah penjualan (kelebihan) di
atas titik impas.
Margin aman = Penjualan yang direncanakan – Penjualan pada titik impas.
19
Juga dijelaskan bahwa rasio margin aman (margin of safety ratio) adalah
ukuran yang beguna untuk membandingkan risiko dari dua akternatif produk,
atau untuk mengukur risiko pada produk yang ada.
Jadi, margin pengaman menunjukkan seberapa besar jumlah dimana
penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian.
Sedangkan, rasio margin pengaman yaitu presentase margin pengaman
penjualan terhadap penjualan untuk mengetahui berapa persentase jumlah
penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian.
Semakin tinggi margin pengaman, maka semakin rendah risiko untuk
mengalami kerugian atau mencapai titik impas. Rumus margin pengaman dan
rasio margin pengaman secara matematis sebagai berikut :
Margin Pengaman = Penjualan aktual – Penjualan titik impas
2.4.6
Degree of operating leverage (DOL)
Beberapa para ahli mendefinisikan degree of operating leverage
(DOL) sebagai berikut :
Gitman (2006:538) menyatakan operating leverage is concerned with
the relationship between the firm’s sales revenue and its earning before
interest and taxes, or EBIT. Artinya pengungkit operasi berkaitan dengan
hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dan laba sebelum bunga
dan pajak atau EBIT.
Raiborn dan Kinney (2009:336) memberikan definisi DOL sebagai
berikut : the degree of operating leverage (DOL) measures how a percentage
change in sales from the current level will affect company profits.
The computation of DOL follows : DOL = CM / Profit before tax. Artinya
tingkat leverage operasi (DOL) mengukur bagaimana perubahan persentase
penjualan pada tingkat saat ini akan mempengaruhi laba perusahaan.
Perhitungan DOL berikut ini : DOL = CM / Laba sebelum pajak.
Jadi, degree of operating leverage (DOL) menunjukkan bagaimana
perubahan persentase penjualan akan mempengaruhi laba perusahaan.
20
Semakin tinggi DOL, maka semakin besar persentase peningkatan laba.
Semakin kecil DOL, maka semakin kecil persentase peningkatan laba. DOL
dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
2.5
Strategi perencanaan laba operasi
Strategi perencanaan laba operasi yang dilakukan perusahaan dapat
memberikan manfaat bagi perusahaan itu sendiri karena menciptakan suasana
organisasi yang mengarah pada pencapaian laba maksimum. Untuk
memperoleh laba maksimum, perusahaan harus melakukan strategi
perencanaan laba dengan beberapa langkah seperti menekan biaya produksi
maupun operasi dengan mempertahankan harga jual dan volume penjualan,
menentukan harga jual sesuai dengan laba yang diharapkan, serta
meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Jadi, strategi perencanaan
laba sangat penting bagi perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimum.
Beberapa para ahli mendefinisikan perencanaan laba operasi sebagai
berikut :
Shim, J.K. & Siegel, J.G. (2009:3) memberikan definisi sebagai
berikut: planning is determining the activities to be accomplished to achieve
objectives and goals. Artinya perencanaan yaitu menentukan kegiatan yang
akan dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan.
William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:4)
menyatakan perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari
suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan.
Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh Adhariani,
D.(2005:73) merumuskan perhitungan matematis mengenai laba operasi
sebagai berikut : Laba operasi = pendapatan operasi total – harga pokok
penjualan dan biaya operasi (tidak termasuk pajak).
Laba operasi merupakan ukuran laba perusahaan dari aktivitas operasi
yang sedang berlangsung. Ada tiga aspek penting dari laba operasi. Pertama,
laba operasi hanya berkaitan untuk pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas
operasi. Oleh karena itu, setiap pendapatan (dan biaya) yang tidak terkait
dengan operasi bisnis bukan bagian dari laba operasi. Kedua, laba operasi
berfokus pada pendapatan perusahaan secara keseluruhan dan bukan untuk
21
pemegang hutang dan ekuitas. Ini berarti bahwa pembiayaan pendapatan dan
beban (terutama beban bunga) dikecualikan ketika mengukur laba operasi.
Ketiga, laba operasi hanya berkaitan dengan kegiatan usaha yang sedang
berlangsung. Ini berarti setiap laba atau rugi yang berkaitan dengan operasi
dalam penghentian akan dikeluarkan dari laba operasi.
Jadi, perencanaan laba operasi dapat didefinisikan sebagai proses
yang dirancang atau
direncanakan
perusahaan
mengenai
gambaran
pendapatan dan biaya (biaya produksi dan biaya operasi) yang dihasilkan dari
aktivitas operasi yang sedang berlangsung untuk mencapai sasaran dan tujuan
perusahaan yaitu pencapaian laba maksimum.
2.6
Penelitian terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi dasar
penelitian penulis dalam memilih topik mengenai analisis biaya-volume-laba
sebagai berikut :
Tabel 2.1penelitian terdahulu
No
Nama Penulis
Judul
1
Stacey (2012)
“Strategi
Perencanaan Laba
Operasi Dengan
Analisis BiayaVolume-Laba Pada
PT Sahid
Dextoline Textile”
2
Vincensi Jelita
Sakti, Ika
Permata Sari
(2011)
“Penerapan analisis
cost volume profit
dalam perencanaan
laba (studi kasus
pada UD Rejo
Mulyo Surabaya”
Metode
Penelitian
penelitian yang
dilakukan yaitu
penelitian
kualitatif
dengan sumber
data
yaitu data
primer dan data
sekunder.
penelitian
kualitatif
dengan sumber
data yang
diperoleh dari
interview dan
arsip
perusahaan
Hasil penelitian
Perencanaan laba operasi dengan
analisis biaya-volume-laba
menggunakkan
perhitungan titik impas multiproduk
pada periode 2012 berdasarkan
peningkatan harga jual 5%, biaya
variabel 10%, biaya tetap 5%, dan laba
operasi 20% dari periode 2011 dengan
bauran penjualan 1.6268 : 1.6352 :
1.0000 menunjukkan bahwa
perusahaan harus melakukan tingkat
volume penjualan sebesar Rp
19.404.311.716
atau sebanyak 137.566 kg untuk
mencapai batas titik impas dan
melakukan tingkat volume penjualan
sebesar Rp 24.063.704.640 atau
sebanyak 170.598 kg produk
untuk mencapai laba operasi
maksimum yang diharapkan.
Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa
analisis cost volume profit dapat
digunakan untuk mengetahui atau
membuat peramalan laba produksi.
Penganalisisan cost volume profit
tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode analisis
22
3
Martusa, R dan
Wijaya,
V.(2011)
“Cost-VolumeProfit Dalam
Upaya
Merencanakan
Laba Perusahaan
Pada CV Permata
Sejati”
penelitian yang
digunakan yaitu
penelitian
kualitatif
dengan objek
CV Permata
Sejati
4
Patcharaporn
Yanpirat and
Jittarat
Maneewan
(2012)
“Employing FuzzyBased CVP
Analysis for
Activity-Based
Costing for
Maintenance
Service
Providers”
Identify the
resource costs
and activities
used for
providing the
maintenance
services.
Resource costs
can be
classified with
respect to the
way in which
activities
consume
resources.
5
Enyi Patrick
Enyi (2012)
“Removing the
Constraining
Assumption of No
Joint Products in
Breakeven
Analysis”
researcher to
using the
Reversed
Contribution to
Sales Ratio
(RCSR)
approach to
perfect a new
formula for
analyzing multi
products breakeven points.
contribution margin, analisis
break even point , analisis
margin of safety,dan analisis
operating leverage. Dengan
penggunaan alat tersebut memberikan
hasil bahwa produksi plastik es UD
Rejo Mulyo terbukti sangat produktif
dan memberikan kontribusi laba
yangcukup besar
Hasil dari perubahan-perubahan
variabel seperti peningkatan biaya
variable dan volume penjualan,
peningkatan biaya tetap dan volume
penjualan, peningkatan biaya tetap dan
volume penjualan serta penurunan
harga jual, peningkatan biaya tetap
dan volume penjualan serta penurunan
biaya variabel, maka CV Permata
Sejati masih mendapatkan laba
maksimum.
The proposed CVP analysis is a
practical approach for implementation
in a multiple product CVP analysis.
Themaintenance service cost for the
entire service type is estimated under
the ABC system in providing valuable
information for the budgeting process.
Although only one type of maintenance
service illustrates profit planning, the
rest of the service types could be
extended with the same procedure,
except that the linguistic values for the
particular variables are different from
one to another depending on the
degree of imprecise information and
the experience of anticipated decision
makers. Taking the benefits from the
ABC system, profit planning or pricing
under limited or imprecise information
utilizing fuzzy logic could be simplified
to set its rules.
Having perused through many
analytical considerations of the breakeven concept, it is pertinent that a
modern and more scientific approach
be adopted in unknotting thorny issues
found in simple theories that
apparently appear to be previously
unsolvable. The Reversed Contribution
to Sales Ratio (RCSR) approach
introduced and adopted in this paper is
a milestone in resolving one of such
logjam in break-even analysis. With
this method, the assumption of “only
one single products line” no longer
holds and should therefore, be
expunged from the break-even analysis
assumptions.
Download