BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian biaya dan beban 2.1.1 Pengertian biaya Berikut pengertian biaya menurut beberapa ahli : William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:30) menyatakan,Akuntan telah Mendefinisikan biaya sebagai “nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat”. Menurut Hongren, Datar dan Foster (2012:26) biaya adalah sebagai berikut: “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to achieve a specific objective. A cost (such direct materials or advertising) is usually measured as the monetary (a historical cost), as distinguished from a budgeted (or forecasted)cost”. Hansen dan Mowen (2009:35) mendefinisikan biaya sebagai berikut: “Cost is the cash or cash-equivalent value sacrificed for goods and services that expected to bring a current or future benefit to the organization”. 2.1.2 Pengertian beban Berikut ini definisi beban menurut beberapa para ahli sebagai berikut : William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:30) menjelaskan beban dengan pengertian sebagai berikut : beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai : penurunan dalam aktiva bersih sebagai akibat dari penggunaan jasa ekonomis dalam menciptakan pendapatan atau pengenaan pajak oleh badan pemerintah. Beban diukur dengan nilai penurunan dalam aktiva atau peningkatan dalam utang yang berkaitan dengan produksi atau penyerahan barang dan jasa. Beban dalam arti luas termasuk semua biaya yang sudah habis masa berlakunya yang dapat dikurangkan dari pendapatan. Jadi, beban dapat didefinisikan 7 8 sebagai biaya yang sudah kedaluwarsa atau habis masa berlakunya serta tidak memberikan manfaat. 2.2 Klasifikasi biaya Klasifikasi biaya adalah proses pengelompokkan biaya atas keseluruhan elemen-elemen biaya secara sistematis ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih rinci untuk dapat memberikan informasi biaya yang lebih lengkap bagi pihak manajemen dalam mengelola perusahaan. Biaya harus digolongkan sesuai dengan manfaat yang diharapkan. Biaya dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu : 2.2.1 Biaya dalam hubungannya dengan produk Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas dua elemen yaitu biaya manufaktur dan beban komersial. 2.2.1.1 Biaya manufaktur Biaya manufaktur juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya : bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. 1. Bahan baku langsung William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:40) mendefinisikan bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Sementara itu, Garisson, Noreen, dan Brewer (2008:40), mendefinsikan Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang digunakan untuk membuat furniture dan minyak mentah yang yang digunakan untuk membuat bensin. 9 2. Tenaga kerja langsung William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:40) mendefinisikan tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:40) mendefinisikan Tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Jadi, tenaga kerja langsung dapat didefinisikan sebagai biaya tenaga kerja yang dikeluarkan mulai dari bahan baku sampai menghasilkan produk jadi serta dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Contoh : biaya tenaga kerja yang membuat tepung terigu, biaya tenaga kerja yang membuat buku. 3. Overhead pabrik William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:42) mendefinisikan sebagai berikut : overhead pabrik disebut juga overhead manufaktur, beban manufaktur atau beban pabrik terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku lansung dan tenaga kerja langsung. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:41) mendefinisikan Overhead pabrik (manufacturing overhead) - elemen ketiga biaya produksi-mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Jadi, overhead pabrik dapat didefinisikan sebagai biaya yang tidak termasuk dalam bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung serta tidak dapat ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Contoh : biaya penyusutan mesin, biaya sewa gedung. 2.2.1.2 Beban komersial William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:43) mendefinisikan bahwa beban komersial terdiri atas dua klasifikasi umum : 10 beban pemasaran dan beban administratif (juga disebut beban umum dan administratif). 1. Beban pemasaran William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:43) menyatakan bahwa beban pemasaran dimulai dari titik di mana biaya manufaktur berakhir. Yaitu, ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap dijual. Beban pemasaran mencakup beban promosi, penjualan, dan pengiriman. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:41) menyatakan biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Jadi, beban pemasaran dapat didefinisikan sebagai beban yang dikeluarkan dalam memasarkan produk jadi untuk mendapatkan dan menyerahkan pesanan kepada konsumen. Contoh : komisi penjualan, beban iklan, beban pemasaran 2. Beban administratif William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:43) menyatakan bahwa beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. Tidak semua beban semacam itu dialokasikan sebagai beban administratif. Gaji dari wakil presiden direktur yang bertanggung jawab atas proses manufaktur dapat dianggap sebagai biaya manufaktur, dan gaji wakil presiden direktur yang bertanggung jawab atas pemasaran dapat dianggap sebagai beban pemasaran. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:41) mendefinisikan biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Jadi, beban administratif dapat didefinisikan sebagai beban yang dikeluarkan untuk keperluan eksekutif, organisasional, dan klerikal dalam mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Contoh : gaji bagian administrasi, gaji eksekutif, dan humas. 11 2.2.2 Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi Beberapa jenis biaya bervariasi secara proporsional terhadap perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relatif konstan dalam jumlah. Kecenderungan biaya untuk bervariasi terhadap output harus dipertimbangkan oleh manajemen jika manajemen ingin sukses dalam merencanakan dan mengendalikan biaya. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi diklasifikasi menjadi tiga yaitu biaya variabel, biaya tetap dan biaya semivariabel. 2.2.2.1 Biaya variabel William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:69) mendefinisikan biaya variabel sebagai biaya yang totalnya meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam akttivitas. Dan dijelaskan juga bahwa jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan (relevant range). Dengan kata lain, biaya variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:52) menyatakan biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Jadi, biaya variabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara keseluruhan berubah seiring dengan perubahan aktivitas. Contoh : biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. 2.2.2.2 Biaya tetap William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:68) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang secara total tidak berubah ketika aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Dan dijelaskan juga bahwa biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan. 12 Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:53) menyatakan biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Jadi, biaya tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang secara keseluruhan tetap seiring dengan perubahan aktivitas dalam rentang relevan tertentu. Contoh : biaya sewa, biaya penyusutan, biaya asuransi – properti dan kerugian. 2.2.2.3 Biaya semivariabel William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:70) mendefinisikan biaya semivariabel sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel. Sementara itu, Garrison, Noreen, dan Brewer (2008199) menyatakan biaya semivariabel (mixed cost) adalah biaya yang terdiri atas elemen biaya variabel maupun biaya tetap. Jadi, biaya semivariabel dapat didefinisikan sebagai biaya yang mempunyai unsur biaya tetap dan biaya variabel. Misalnya saja, biaya listrik biasanya adalah biaya semivariabel. Listrik yang digunakan untuk pencahayaan cenderung menjadi biaya tetap karena cahaya tetap diperlukan tanpa mempedulikan tingkat aktivitas, sementara listrik yang digunakan sebagai tenaga untuk mengoperasikan peralatan akan bervariasi bergantung pada penggunaan perlatan. Contoh lain biaya semivariabel mencakup biaya air, gas, bensin. Batu bara, beberapa perlengkapan, biaya pensiun, dan lainlain. 2.2.3 Biaya Untuk Pembebanan Biaya Ke Objek Biaya Biaya untuk pembebanan biaya ke objek biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. 1. Biaya langsung (Direct Cost) merupakan biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai dan mudah untuk diidentifikasi. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya tidak langsung (Indirect Cost) merupakan biaya yang terjadi 13 tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini dalam hubungannya dengan produk disebut biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik. Biaya ini tidak mudah diidentifikasi dengan produk tertentu. 2.3 Pemisahan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:72) menjelaskan bahwa pemisahan biaya tetap dan biaya variabel diperlukan untuk tujuantujuan berikut : 1. Perhitungan tarif biaya overhead yang ditentukan sebelumnya dan analisis varians. 2. Penyusunan anggaran fleksibel dan analisis varians. 3. Perhitungan biaya langsung dan analisis margin kontribusi. 4. Analisis titik impas dan analisis biaya-volume-laba. 5. Analisis biaya diferensial dan komparatif. 6. Analisis maksimalisasi laba dan minimisasi biaya jangka pendek. 7. Analisis anggaran modal. 8. Analisis profitabilitas pemasaran berdasarkan daerah, produk, dan pelanggan. Mengacu pada pendapat William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009) terdapat tiga metode untuk memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel yaitu metode tinggi rendah (high-low method), metode scattergraph, dan metode kuadrat terkecil (least squares method). 2.3.1 Metode tinggi rendah (high-low method) Metode tinggi-rendah adalah metode yang memperkirakan biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dan paling rendah di masa lalu dan selisih biaya yang dihitung yang merupakan unsur biaya variabel dalam biaya tersebut. 2.3.2 Metode scattergraph (Scattergraph Method) Dalam metode ini, terdapat variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen mengenai data biaya dan diplot di garis 14 vertikal atau sumbu y sedangkan variabel independen mengenai tingkat aktivitas dan diplot di garis horizontal atau sumbu x. Penggunaan metode scattergraph merupakan kemajuan dari metode tinggi-rendah karena bukan hanya menggunakkan dua titik data serta memungkinkan inspeksi data secara visual untuk menentukan apakah biaya tersebut tampak terkait dengan aktivitas dan apakah hubungannya mendekati linear. Namun, metode ini bisa saja menjadi bias karena garis biaya yang digambar melalui plot data berdasarkan pada interpretasi visual. 2.3.3 Metode kuadrat terkecil (least square method) Metode regresi ini linear menentukan dengan melalui sekelompok cara matematis atau titik, sehingga garis jumlah pengkuadratan deviasi (selisih) vertikal antara titik-titik dengan garis akan biaya minimum. Metode dengan volume ini menganggap bahwa kegiatan berbentuk hubungan antara hubungan garis lurus dengan persamaan garis regresi yaitu y= a + bx, di mana y merupakan variabel tidak bebas (dependent variable) yaitu variabel yang perubahannya ditentukan oleh merupakan variabel perubahan pada variabel x yang bebas (independent variable). Persamaan garis regresi di atas dapat pula dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Y = a + bx Keterangan: Y = total activity cost (the deoendent variable) a = fixed cost component (the intercept parameter) b = variabel cost per unit activity (the slope parameter) x = measure of activity usage (the independent variable) Sehingga dalam persamaan tersebut a menunjukkan unsur biaya tetap dalam y sedangkan b menunjukkan unsur biaya variabel. Rumus perhitungan a dan b tersebut adalah sebagai berikut: 15 2.4 Analisis biaya volume laba Analisis ini merupakan alat yang menyediakan informasi bagi manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan. William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009:283) menyatakan analisis biaya-volume-laba (cost-volume-profit analysis) merupakan alat perencanaan jangka pendek yang menggunakkan perhitungan biaya langsung untuk menganalisis hubungan antara biaya, laba, bauran produk, dan volume penjualan. Sedangkan menurut Homgren, Datar, dan Foster (2012:60), cost volume profit analysis exmines the behavior of total revenues, total cost, and operating income as changes occur in the output level, selling price, variabel cost per unit, or frxed costs. Analisis cost volume diimplementasikan dalam hentuk profit secara analisis sederhana sering break event point untuk menentukan volume penjualan yang harus dicapai oleh perusahaan agar mencapai laba yang maksimal. Dengan demikian langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1. Melakukan pemisahan biaya berdasarkan perilaku hiaya menjadi biaya tetap dan biaya variabel, apabila ditemukan unsur hiaya semivariabel maka harus dipisahkan dengan menggunakan metode pemisahan biaya antara lain metode tinggi rendah, metode scattergraph, dan metode kuadrat terkecil. 2. Setelah dilakukan klasifikasi maka dapat melakukan perhitungan analisis biaya volume laba dimulai dengan perhitungan break event point, margin kontribusi, rasio margin kontribusi, margin pengaman, rasio margin pengaman, degree of operating leverang, dan membuat perencanaan laba. 2.4.1 Pengertian titik impas Beberapa ahli mendefinisikan titik impas sebagai berikut : William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:283) mendefinisikan titik impas adalah titik di mana besarnya biaya dan pendapatan adalah sama. Tidak ada laba maupun rugi pada titik impas. 16 Sementara itu, Munawir (2004:184-185) menyatakan break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi ( Penghasilan = total biaya ). Jadi, titik impas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan rugi bersih yaitu laba yang diperoleh perusahaan nol. 2.4.2 Perhitungan titik impas satu produk Mengacu pada pendapat Garison, Noreen, dan Brewer (2008:243), perhitungan titik impas dapat dilakukan dengan menggunakkan dua metode yaitu metode persamaan dan metode kontribusi. 2.4.2.1 Metode persamaan (Equation Method) Perhitungan titik impas satu produk dengan menggunakkan metode persamaan yaitu : Penjualan – Jumlah biaya = Laba bersih atau, Penjualan – Biaya variabel – Biaya tetap = Laba bersih atau, Penjualan = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba bersih Pada titik impas, laba bersih sama dengan nol. Titik impas dalam unit penjualan dapat dicari dengan melakukan perhitungan pada persamaan di atas. Kemudian, titik impas penjualan dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan unit penjualan impas dengan harga jual per unit. 2.4.2.2 Metode kontribusi unit (unit contribution method) Metode ini merupakan merupakan variasi metode persamaan. Metode ini terfokus pada gagasan bahwa setiap unit yang terjual memberikan jumlah marjin kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap. Apabila hanya persentase marjin kontribusi dan penjualannya saja yang diketahui, perhitungan titik impasnya adalah 2.4.3 Grafik titik impas Mengacu pada pendapat William K. Carter yang diterjemahkan Krista (2009:287) titik impas dapat disajikan dalam bentuk grafik titik impas, di 17 mana garis biaya dan garis penjuaan saling berpotongan pada titik impas. Data yang diperlukan untuk membuat grafik tersebut adalah penjualan, biaya tetap, dan biaya variabel. Langkah-langkah membuat grafik titik impas sebagai berikut : 1. Garis horizontal ( sumbu x ) menunjukkan penjualan dalam unit atau rupiah. 2. Garis vertikal ( sumbu y ) menunjukkan biaya dalam rupiah. 3. Garis biaya tetap digambar sejajar dengan sumbu x pada titik di sumbu y. Garis total biaya digambar dari titik biaya tetap di sumbu y sebelah kiri ke 4. titik biaya di sumbu y sebelah kanan. 5. Garis penjualan digambar dari titik nol di sisi kiri dimana sumbu x dan sumbu y berpotongan ke titik di sumbu y sebelah kanan. 6. Garis total biaya memotong garis penjualan menunjukkan titik impas. 7. Area segitiga di sebelah kiri titik impas menunjukkan area rugi dan area segitiga di sebelah kanan menunjukkan are laba. Berikut ini, grafik titik impas dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 grafik titik impas 2.4.4 Margin kontribusi dan rasio margin kontribusi Pengertian margin kontribusi dan rasio margin kontribusi menurut beberapa para ahli sebagai berikut : William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:285) menyatakan margin kontribusi per dolar penjualan, juga disebut sebagai rasio margin kontribusi (contribution margin ratio-C/M), adalah bagian dari setiap 18 dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Garrison, Noreen, dan Brewer (2008:245) memeberikan definisi sebagai berikut : margin kontribusi (contribution margin) adalah jumlah yang tersisa dari penjualan setelah dikurangi biaya variabel. Jadi, margin kontribusi menunjukkan jumlah yang tersisa dari selisih harga jual per unit dengan biaya variabel per unit untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Sedangkan, rasio margin kontribusi menunukkan presentase margin kontribusi per unit terhadap harga jual per unit yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Margin kontribusi dan rasio margin kontribusi dapat dijelaskan dengan rumus matematis sebagai berikut: Margin kontribusi = harga jual per unit – biaya variabel per unit atau Margin kontribusi = penjualan – biaya variable 2.4.5 Margin pengaman dan rasio margin pengaman Beberapa para ahli memberikan definisi margin pengaman dan rasio margin pengaman sebagai berikut : Garison, Noreen, dan Brewer (2008:246) menyatakan margin pengaman penjualan (margin of safety) adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan di atas volume penjualan impas. Margin pengaman penjualan = Penjualan dianggarkan – Penjualan impas. Selain bisa dinyatakan dalam rupiah, margin pengaman penjualan dapat pula dinyatakan dalam presentase. Presentase margin pengaman Blocher et al yang diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Penerbit Salemba. (2007:405-406) memberikan definisi sebagai berikut : margin aman atau batas aman (margin of safety) adalah jumlah penjualan (kelebihan) di atas titik impas. Margin aman = Penjualan yang direncanakan – Penjualan pada titik impas. 19 Juga dijelaskan bahwa rasio margin aman (margin of safety ratio) adalah ukuran yang beguna untuk membandingkan risiko dari dua akternatif produk, atau untuk mengukur risiko pada produk yang ada. Jadi, margin pengaman menunjukkan seberapa besar jumlah dimana penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian. Sedangkan, rasio margin pengaman yaitu presentase margin pengaman penjualan terhadap penjualan untuk mengetahui berapa persentase jumlah penjualan boleh turun sampai titik impas atau sebelum mengalami kerugian. Semakin tinggi margin pengaman, maka semakin rendah risiko untuk mengalami kerugian atau mencapai titik impas. Rumus margin pengaman dan rasio margin pengaman secara matematis sebagai berikut : Margin Pengaman = Penjualan aktual – Penjualan titik impas 2.4.6 Degree of operating leverage (DOL) Beberapa para ahli mendefinisikan degree of operating leverage (DOL) sebagai berikut : Gitman (2006:538) menyatakan operating leverage is concerned with the relationship between the firm’s sales revenue and its earning before interest and taxes, or EBIT. Artinya pengungkit operasi berkaitan dengan hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dan laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT. Raiborn dan Kinney (2009:336) memberikan definisi DOL sebagai berikut : the degree of operating leverage (DOL) measures how a percentage change in sales from the current level will affect company profits. The computation of DOL follows : DOL = CM / Profit before tax. Artinya tingkat leverage operasi (DOL) mengukur bagaimana perubahan persentase penjualan pada tingkat saat ini akan mempengaruhi laba perusahaan. Perhitungan DOL berikut ini : DOL = CM / Laba sebelum pajak. Jadi, degree of operating leverage (DOL) menunjukkan bagaimana perubahan persentase penjualan akan mempengaruhi laba perusahaan. 20 Semakin tinggi DOL, maka semakin besar persentase peningkatan laba. Semakin kecil DOL, maka semakin kecil persentase peningkatan laba. DOL dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut : 2.5 Strategi perencanaan laba operasi Strategi perencanaan laba operasi yang dilakukan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan itu sendiri karena menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba maksimum. Untuk memperoleh laba maksimum, perusahaan harus melakukan strategi perencanaan laba dengan beberapa langkah seperti menekan biaya produksi maupun operasi dengan mempertahankan harga jual dan volume penjualan, menentukan harga jual sesuai dengan laba yang diharapkan, serta meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. Jadi, strategi perencanaan laba sangat penting bagi perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimum. Beberapa para ahli mendefinisikan perencanaan laba operasi sebagai berikut : Shim, J.K. & Siegel, J.G. (2009:3) memberikan definisi sebagai berikut: planning is determining the activities to be accomplished to achieve objectives and goals. Artinya perencanaan yaitu menentukan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan. William K. Carter yang diterjemahkan oleh Krista. (2009:4) menyatakan perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan. Horngren, Datar, dan Foster yang diterjemahkan oleh Adhariani, D.(2005:73) merumuskan perhitungan matematis mengenai laba operasi sebagai berikut : Laba operasi = pendapatan operasi total – harga pokok penjualan dan biaya operasi (tidak termasuk pajak). Laba operasi merupakan ukuran laba perusahaan dari aktivitas operasi yang sedang berlangsung. Ada tiga aspek penting dari laba operasi. Pertama, laba operasi hanya berkaitan untuk pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas operasi. Oleh karena itu, setiap pendapatan (dan biaya) yang tidak terkait dengan operasi bisnis bukan bagian dari laba operasi. Kedua, laba operasi berfokus pada pendapatan perusahaan secara keseluruhan dan bukan untuk 21 pemegang hutang dan ekuitas. Ini berarti bahwa pembiayaan pendapatan dan beban (terutama beban bunga) dikecualikan ketika mengukur laba operasi. Ketiga, laba operasi hanya berkaitan dengan kegiatan usaha yang sedang berlangsung. Ini berarti setiap laba atau rugi yang berkaitan dengan operasi dalam penghentian akan dikeluarkan dari laba operasi. Jadi, perencanaan laba operasi dapat didefinisikan sebagai proses yang dirancang atau direncanakan perusahaan mengenai gambaran pendapatan dan biaya (biaya produksi dan biaya operasi) yang dihasilkan dari aktivitas operasi yang sedang berlangsung untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan yaitu pencapaian laba maksimum. 2.6 Penelitian terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian penulis dalam memilih topik mengenai analisis biaya-volume-laba sebagai berikut : Tabel 2.1penelitian terdahulu No Nama Penulis Judul 1 Stacey (2012) “Strategi Perencanaan Laba Operasi Dengan Analisis BiayaVolume-Laba Pada PT Sahid Dextoline Textile” 2 Vincensi Jelita Sakti, Ika Permata Sari (2011) “Penerapan analisis cost volume profit dalam perencanaan laba (studi kasus pada UD Rejo Mulyo Surabaya” Metode Penelitian penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kualitatif dengan sumber data yaitu data primer dan data sekunder. penelitian kualitatif dengan sumber data yang diperoleh dari interview dan arsip perusahaan Hasil penelitian Perencanaan laba operasi dengan analisis biaya-volume-laba menggunakkan perhitungan titik impas multiproduk pada periode 2012 berdasarkan peningkatan harga jual 5%, biaya variabel 10%, biaya tetap 5%, dan laba operasi 20% dari periode 2011 dengan bauran penjualan 1.6268 : 1.6352 : 1.0000 menunjukkan bahwa perusahaan harus melakukan tingkat volume penjualan sebesar Rp 19.404.311.716 atau sebanyak 137.566 kg untuk mencapai batas titik impas dan melakukan tingkat volume penjualan sebesar Rp 24.063.704.640 atau sebanyak 170.598 kg produk untuk mencapai laba operasi maksimum yang diharapkan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa analisis cost volume profit dapat digunakan untuk mengetahui atau membuat peramalan laba produksi. Penganalisisan cost volume profit tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis 22 3 Martusa, R dan Wijaya, V.(2011) “Cost-VolumeProfit Dalam Upaya Merencanakan Laba Perusahaan Pada CV Permata Sejati” penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan objek CV Permata Sejati 4 Patcharaporn Yanpirat and Jittarat Maneewan (2012) “Employing FuzzyBased CVP Analysis for Activity-Based Costing for Maintenance Service Providers” Identify the resource costs and activities used for providing the maintenance services. Resource costs can be classified with respect to the way in which activities consume resources. 5 Enyi Patrick Enyi (2012) “Removing the Constraining Assumption of No Joint Products in Breakeven Analysis” researcher to using the Reversed Contribution to Sales Ratio (RCSR) approach to perfect a new formula for analyzing multi products breakeven points. contribution margin, analisis break even point , analisis margin of safety,dan analisis operating leverage. Dengan penggunaan alat tersebut memberikan hasil bahwa produksi plastik es UD Rejo Mulyo terbukti sangat produktif dan memberikan kontribusi laba yangcukup besar Hasil dari perubahan-perubahan variabel seperti peningkatan biaya variable dan volume penjualan, peningkatan biaya tetap dan volume penjualan, peningkatan biaya tetap dan volume penjualan serta penurunan harga jual, peningkatan biaya tetap dan volume penjualan serta penurunan biaya variabel, maka CV Permata Sejati masih mendapatkan laba maksimum. The proposed CVP analysis is a practical approach for implementation in a multiple product CVP analysis. Themaintenance service cost for the entire service type is estimated under the ABC system in providing valuable information for the budgeting process. Although only one type of maintenance service illustrates profit planning, the rest of the service types could be extended with the same procedure, except that the linguistic values for the particular variables are different from one to another depending on the degree of imprecise information and the experience of anticipated decision makers. Taking the benefits from the ABC system, profit planning or pricing under limited or imprecise information utilizing fuzzy logic could be simplified to set its rules. Having perused through many analytical considerations of the breakeven concept, it is pertinent that a modern and more scientific approach be adopted in unknotting thorny issues found in simple theories that apparently appear to be previously unsolvable. The Reversed Contribution to Sales Ratio (RCSR) approach introduced and adopted in this paper is a milestone in resolving one of such logjam in break-even analysis. With this method, the assumption of “only one single products line” no longer holds and should therefore, be expunged from the break-even analysis assumptions.