File

advertisement
Teknologi Mahacanggih: Memotong Besi Dengan Air
Besi membelah es itu biasa. Memotong besi dengan goresan es: baru luar biasa.
oleh: Catur Sriherwanto (Abu Ammar)
artikel ini pernah dimuat di Hidayatullah.com
Tenggelamnya si anti-tenggelam
Titanic diluncurkan pada tanggal 10 April 1912 untuk pelayaran pertamanya beserta tak
kurang dari 2200 penumpang berikut sang awak kapal. Pelayaran yang dimulai dari
pelabuhan Southampton, Inggris, menuju kota New York, AS, itu berakhir mengenaskan
setelah menyerempet gunung es di perairan Atlantik di malam hari 14 April 1912. Dalam
2 jam 40 menit kemudian, tepatnya pukul 2:20 dini hari 15 April 1912, salah satu sarana
perhubungan manusia paling canggih kala itu pun diberitakan tenggelam.
Ada hal menarik terkait kapal Titanic yang pembuatannya memakan waktu selama
sekitar 2 tahun ini. Kapal ini dilengkapi teknologi bilik kedap air yang membatasi
masuknya air di saat kecelakaan terjadi, dan karenanya dijuluki ‘’practically
unsinkable’’ yang berarti ‘’praktis tak dapat ditenggelamkan’’ atau ‘’tahan tenggelam’’.
Namun kapal raksasa ini, yang termasuk teknologi maritim tercanggih karya manusia
kala itu, menemui ajalnya dalam usia 5 hari saja. Ini jauh lebih pendek dari umur normal
seekor lalat buah mungil. Kapal besar berukuran sekitar 260 m panjang x 28 m lebar
yang katanya tahan tenggelam itu justru jatuh ke dasar samudra Atlantik dalam waktu
singkat. Bersamanya, lebih dari 1000 penumpangnya tewas tenggelam di lautan dingin
nan kelam.
Bukan kebetulan belaka
Tak sebutir debu pun terbang di dunia ini secara kebetulan. Artinya, semua kejadian,
kecil atau besar, ada karena kesengajaan dan kehendak Allah SWT, sehingga sudah
pasti ada hikmah besar di balik setiap peristiwa itu. Demikian pula Titanic. Sudah mutlak
pasti ada banyak pelajaran berharga yang diwariskannya. Betapa kapal yang digembargemborkan tak dapat ditenggelamkan itu justru terbelah dan terkubur di dasar laut pasca
tersayat oleh gunung es.
Yah, seolah sang Pencipta hendak mengingatkan sesiapa saja yang pernah mendengar
kisah itu bahwa takkan ada karya buatan manusia secanggih apa pun yang mampu
mengalahkan mahakarya Allah Yang Maha Pencipta: air. Es, alias air beku, yang terlihat
sangat sederhana itu, ternyata jauh lebih digdaya dibandingkan kapal Titanic yang
diakui canggih tersebut.
Kapal raksasa besi nan kokoh itu ternyata tidak ada apa-apanya ketika disenggol oleh
gunung es! Jika manusia selama ini biasa memotong es dengan besi, maka Allah
secara luar biasa justru melakukan kebalikannya: menjadikan besi sedahsyat kapal
Titanic terbelah justru dengan es! Kapal Titanic tidaklah menabrak gunung es berhadaphadapan. Allah sekedar membiarkan kapal Titanic tergores oleh permukaan gunung es
di sisinya, searah dengan panjangnya, tanpa perlu memotongnya melintang.
Hebatnya lagi, sang gunung es itu tidak dibentuk menyerupai pisau tajam, namun
mampu menggores sang kapal di titik mematikan. Goresan itu cukup untuk memenggal
Titanic menjadi dua potongan dan menjerembabkannya ke dasar samudra Atlantik
dalam waktu singkat.
Pendek kata, ciptaan Allah berupa gunung es-lah yang “truly unsinkable”, yang benarbenar tak dapat ditenggelamkan oleh ombak sedahsyat apa pun, termasuk oleh
hantaman besi secanggih Titanic sekalipun. Sebaliknya, sang “practically unsinkable”
Titanic-lah yang malah terkapar di dasar samudra setelah dirobek oleh es. Gelar Titanic
“practically unsinkable” tak lebih dari isapan jempol belaka.
Kisah itu bak menasihati manusia, bahwa tidaklah patut baginya memberi gelar
berlebihan atau menjadi terlampau bangga atas karyanya sehingga melampaui batas.
Menggembar-gemborkan dan terlampau mempercayai Titanic sebagai “tahan
tenggelam” sungguhlah berlebihan dan terdengar bak ungkapan kesombongan. Dan
Allah tidak membiarkan kesombongan hamba-Nya yang melampaui batas begitu saja di
muka bumi.
Titanic dan Nyai Roro Kidul
Titanic berasal dari keyakinan legenda kuno Yunani yang meyakini bahwa alam
semesta-lah yang menciptakan tuhan-tuhan yang jamak, dan bukan sebaliknya. Titans,
jamak dari Titan, adalah tuhan-tuhan generasi pertama yang merupakan keturunan dari
tuhan bumi Gaia yang berkelamin wanita.
Jadi jika dikaitkan namanya, Titanic ibarat sesosok teknologi angkutan laut
supercanggih yang diberi nama tuhan dan bergelar tak tertenggelamkan. Namun
kenyataannya, kapal Titanic bukanlah sesosok tuhan, dan bukan pula bergelar ‘’tak
dapat ditenggelamkan’’. Kapal Titanic adalah raksasa besi yang ternyata lemah tak
berdaya di hadapan ciptaan Allah yang tak kalah canggihnya: gunung es.
Di masyarakat yang mengelu-elukan teknologi, mahakarya digdaya seperti Titanic
disanjung bak tuhan. Sebaliknya, di masyarakat yang jauh dari teknologi dan masih
banyak mempercayai takhayyul dan klenik seperti di Jawa, maka yang disanjungsanjung adalah dedemit atau makhluk halus dan dituhankan seperti Nyai Roro Kidul,
penguasa laut selatan. Namun sejatinya baik sang dewa samudra kapal Titanic dan si
dewi laut selatan Nyai Roro Kidul, keduanya bukanlah Tuhan, dan tidak semestinya
digelari berlebihan, apalagi menyamai sifat Tuhan.
Mengulang sejarah Fir’aun
Bagi sebagian orang, tragedi Titanic mungkin tak perlu dikaitkan dengan pesan moral,
tidak usah disentuhkan dengan urusan agama, atau tak ada gunanya dipautkan dengan
kehendak Tuhan. Namun, jika seseorang meyakini Allah sebagai Tuhan yang tidak
pernah tidur, lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya, dan yang memiliki kehendak
luhur di setiap detik peristiwa apa pun di jagat raya ini, maka sudah sepatutnya
mengambil pelajaran ilahiah berharga dari kecelakaan maritim akbar abad ke-20 itu.
Ini karena Allah sudah pasti sengaja menenggelamkan kapal itu, agar manusia yang
datang di kemudian hari mengambil pelajaran darinya. Tidak ada peristiwa sekecil apa
pun yang luput dari kesengajaan dan kehendak agung sang Pencipta peristiwa itu, Allah
SWT, kecuali dengan suatu tujuan mulia.
Ada kemiripan antara kisah Titanic dengan Fir’aun, yang menyatakan dirinya sebagai
tuhan yang mahatinggi, sebagaimana diabadikan Al-Quran: ‘’Akulah Tuhanmu yang
paling tinggi’’. (QS. An Naazi’aat, 79:24) serta penguasa sungai dalam perkataannya:
‘’(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, apakah kamu tidak melihat?’’
(QS. Az Zukhruf, 43:51). Namun kesombongan Fir’aun yang mengaku tuhan mahatinggi
dan sang penguasa sungai-sungai itu sirna dengan ditenggelamkannya di lalu merah.
Kapal Titanic berukuran raksasa dan tinggi yang namanya berasal dari tuhan Titan,
serta Fir’aun yang mengaku tuhan yang mahatinggi, keduanya dibinasakan di tempat
maharendah di muka bumi: dasar lautan. Fir’aun yang mengaku penguasa sungaisungai, serta kapal Titanic yang dinyatakan tahan tenggelam, keduanya bernasib naas
dikuasai lautan, alias tenggelam di dalam air.
Peringatan bagi manusia
Pengulangan kisah Fir’aun pada kapal Titanic sudah pasti bukan peristiwa kebetulan,
namun sebagai sunnatullah, yang berlaku bagi sesiapa saja yang melampaui batas
yang telah diperingatkan Allah. Sebagaimana ketentuan yang telah digariskan menyusul
pernyataan sombong Fir’aun sebagai tuhan yang mahatinggi, “maka Allah
mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia (QS. An Naazi’aat, 79:25).
Dengan peristiwa Titanic itu, yang karam pasca menyerempet gunung es, manusia
hendaknya tersadarkan bahwa pencapaian teknologi maritim sehebat apa pun takkan
pernah mengungguli ciptaan Allah berupa es, wujud beku air, sang anti-tenggelam yang
sejati. Kenapa? Sederhana saja, ribuan tahun sejarah manusia tak pernah tercatat
bahwa manusia mampu menciptakan air. Sejarah dipenuhi oleh kapal-kapal yang
tenggelam, tapi bukan es yang karam.
Bahkan manusia, termasuk Fir’aun dan para insinyur perancang kapal Titanic, sangat
bergantung pada air dan tidak mungkin bisa hidup jika saja air dilenyapkan oleh Allah
seketika. Fir’aun tak bakal mengaku penguasa sungai, dan kapal Titanic takkan digelari
anti-tenggelam, jika air tidak pernah diciptakan Allah dalam bentuk sungai dan lautan.
Kapal Titanic dan sungai-sungai yang mengalir di wilayah kekuasaan Fir’aun bukanlah
pertanda kedahsyatan sang kapal, bukan pula kemahatinggian Fir’aun. Tapi, keduanya
merupakan tanda-tanda kehebatan penciptaan air. Air adalah sebentuk mahakarya luar
biasa Allah, Pencipta tanpa tara. Manusia sepatutnya mengagungkan Allah
sebagaimana mestinya, dan tidak membanggakan karyanya maupun dirinya di
hadapan-Nya.
Sungai-sungai dan kapal Titanic sepatutnya digunakan sebagai sarana berdakwah
kepada manusia, untuk menyadarkan masyarakat luas bahwa keduanya terjadi karena
kekuasaan Allah semata:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit… ….dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu sungai-sungai. (QS. Ibrahim, 14:32)
Manusia hendaknya mengambil pelajaran berharga dari tragedi Titanic, jika tidak maka
pasti berlakulah ketetapan Allah, sebagaimana yang menimpa Fir’aun dan orang-orang
sombong melampaui batas sepeninggalnya. Siapa pun yang sombong melampaui
batas, maka Allah tidak akan membiarkannya begitu saja di dunia ini. Sunnatullah yang
berlaku atas Fir’aun, Qarun, dan Haman, akan berlaku pula pada orang-orang
sepeninggalnya, tak terkecuali mereka yang terkait dengan tragedi Titanic:
‘’Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di
laut seperti gunung-gunung. Jika Dia menghendaki Dia akan menenangkan angin,
maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak
bersabar dan banyak bersyukur, atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena
perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar dari (mereka). Dan
supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui
bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan). Maka
sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia;
dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang
beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (QS. Asy
Syuuraa, 42:36)
Download