Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ ANALISIS WACANA NASKAH DRAMA ESOK, DI NERAKA Denik Wirawati Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta [email protected] Abstrak The analysis of discourse drama “Esok di Neraka” is analysis which recite the cosehiveness between cohesion and coherence in every dialog in that manuscript. The other aims of this analys is to describe part of instrument and shape of cohesion and coherence. The benefit of this research teoritically, used to the reader who want to research the discourse of drama. Beside that, reader can understand linguistic aaspects in that discourse. Keywords: discourse drama, cohesion and coherence A. Pendahuluan Keberadaan naskah drama, sesungguhnya tidak dapat diabaikan dari jagad teater tanah air. Teater modern dan teater tradisional di Indonesia, salah satu unsur pembeda yang utama adalah ada atau tidaknya naskah yang dimainkan. Diketahui bahwa teater tradisional menjumpai publiknya berdasarkan cerita yang berkembang di tengah masyarakat (sastra lisan), kemudian dimainkan dengan tingkat spontanitas dan improvisasi yang tinggi.. Pentingnya naskah lakon sebagai bagian dari teater Indonesia kurang disadari. Naskah seolah-olah hanya bagian dari sastra saja, sementara di dunia sastra sendiri naskah identik dengan teater. Akibatnya, sedikit sekali sastrawan yang bergiat di lapangan penulisan naskah, mungkin karena menganggap naskah lakon lebih merupakan wilayah teater. Sebaliknya, tidak banyak pula teaterawan yang menulis naskah sendiri, karena kentalnya anggapan bahwa penulisan, termasuk naskah drama, lebih merupakan wilayah sastra. Naskah Esok, di Neraka merupakan hasil kreatif yang dihasilkan oleh penulis muda dan naskah ini merupakan naskah pemenang juara pertama lomba penulisan naskah lakon PEKSIMINAS ( Pekan Seni Mahasiswa Nasional) di Lampung. Sebagai pemahaman wacana diperlukan analisis kepaduan kohesi koherensi. . Sebagaimana ditegaskan pula oleh Halliday dan Hasan (1992: 6) bahwa jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak 75 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ dalam kajian teks(wacana). Hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana tulis tersusun berkesinambungan dan membentuk suatu kepaduan. Oleh karena itu, kepaduan makna dan kerapian bentuk pada wacana tulis merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka meningkatkan tingkat keterbacaan. untuk itu diperlukan suatu pembahasan yang menyangkut keterkaitan antara kepaduan yaitu dengan menganalisis naskah Esok, di Neraka peranti Kohensi dan Koherensi dengan teori Halliday dan Hassan yang dijabarkan kembali oleh Sumarlam. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dikemukakan bahwa pokok masalah dari penelitian ini adalah Peranti kohesi dan koherensi sebagai penghubung wacana tulis dalam naskah drama Esok, di Neraka. Dari pokok masalah itu dapat identifikasikan beberapa rumusan masalah berikut ini. (1) Jenis peranti kohesi dan koherensi apa yang terdapat pada wacana tulis di nakah drama Esok, di Neraka? (2) Bagaimana wujud penanda kohesi dan koherensi yang terdapat pada wacana tulis nakah drama Esok, di Neraka? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan Jenis peranti kohesi dan koherensi apa yang terdapat pada wacana tulis di nakah drama Esok, di Neraka. (2) Mendeskripsikan wujud penanda kohesi dan koherensi yang terdapat pada wacana tulis nakah drama Esok, di Neraka. Secara teoritis metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti wacana naskah drama lainnya yang sejenis. Selain itu, diharapkan menjadi sumber informasi tentang jenis dan tipe peranti kohesi dan koherensi baik dalam tataran antarparagaf maupun antar kalimat. Secara praktis, kepada pemakai naskah drama, dapat diketahui aspek-aspek linguistik apa yang digunakan dalam naskah drama, komentar atau testimoni dalam naskah drama. Sehingga hasil penelitian dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam penulisan naskah drama. MK Haliday dan Ruqayah Hassan (1976:1) menyatakan bahwa : A text is a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or sentence; and it is not defined by its size. A text is sometimes envisaged to be some kind of super-sentence, a grammatical unit that is larger than a sentence but it is related to a sentence in the same way that a sentence is related to a clause, a clause to a group and so on. Kata “drama” mempunyai arti yang luas. Dalam Dictionary of World Literature, kata 76 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ “drama” berarti segala pertunjukkan yang memakai mimic (any kind of mimetic performace). Menurut Encyclopaedia Britanica, kata “drama” alias tulis (transliteration) dari kata Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukkan (a thing done or performend), dan teater adalah alih tulis dari kata Yunani yang berarti tempat peninjauan (Brahim, 1968:51). JS Badudu (dalam kolom Harian Kompas) menyatakan bahwa kata wacana merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa Inggris discourse. Oleh kalangan akademisi, terutama di perguruan tinggi, wacana sering digunakan dalam pengertian nomor 2 dan nomor 3 di atas. Kalau dalam surat kabar dikatakan "menurut wacana yang beredar", pemakaian itu masih dapat diterima dengan pengertian seperti pada nomor 1: perkataan, ucapan, atau tuturan. Dalam arti seperti itu kata wacana dapat dipakai. Wacana adalah unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dan dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan kohesi yang tinggi. Wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren sedangkan sifat kohesifnya dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukungnya yaitu bentuk. Menurut Fokker (1951:4) pula, hubungan kesinambungan cerita itu dapat menunjukkan secara nahuan, iaitu perujukan (verwijzing), kata-kata penghubung (verbindingswoorden) dan pengguguran (ellips). Kesatuan makna dalam wacana seperti yang diterangkan di atas akan dilihat dari segi makna logik dan makna tautan. Menurut Halliday dan Hasan (1976:5) bahwa kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi adalah 'organisasi sintaktik'. Organisasi sintaktik ini adalah merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk menghasilkan tuturan. Ini bermaksud bahawa kohesi adalah hubungan di antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Sumarlam (2009: 23-34) mengemukakan secara terperinci aspek gramatikal sebagai berikut. 1. Pengacuan atau Referensi 77 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Yaitu, salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lain (atau satuan acuan) yang mendahului atau mengikutinya.berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teksatau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis : (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya terdapat diluar teks wacana. Pengacuan persona direalisasikan melalui pronominal persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua persona II), dan ketiga persona III, baik tunggal maupun jamak. Pronominal persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada ang berupa bentuk bebas yang berupa bentuk terikat ada yang melekat disebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat disebelah kanan (lekat kanan). Dengan demikian, satuan lingual aku, kamu, dan dia, misalnya masing-masing merupakan pronominal persona I, II, dan III tunggal bentuk bebas.. adapun bentuk terikat adalah ku- (misalnya pada kutulis), dan –nya (pada istrinya), yang masing-masing terletak pada lekat kanan. Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronominal demonstrative waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat (lokasional). Pronominal demonstrative waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu pronominal demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan penunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta). Klasifikasi pronominal demonstrative tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut. Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan. 78 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Penyulihan atau subtitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda, meliputi: a. subsitusi nominal adalah penggantian satuan lingual berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kata sederajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan title; b. substitusi verbal verbal adalah pengganti satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba; c. substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa; d. substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa; e. pelepasan (elepsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana antara lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif, (2)efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. 2. Perangkaian (konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain dalam wacana. Unsure yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan juga berupa unsure yang lebih besar dari itu, misalnya alenia dengan pemarkah lanjutan, dan topic pembicaraan dengan pemarkah alih topic atau pemarkah disjungtif. Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek ramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikan atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantic. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai 79 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana. 80 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Sedangkan Sumarlam (2009: 35-) mengemukakan secara terperinci aspek gramatikal sebagai berikut. 1. Repetisi Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi meliputi: a) epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut; b) tautoses ialah penglangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa dalam sebuah kontruksi; c) anafora adalah pengulangan satuan lingual yang berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya; d) epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut; e) simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut; f) mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual ditengah-tengah baris atau kalimat secara berturu-turus; g) epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama; dan h) anadiplosis adalahpengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/ kalimat berikutnya. 2. Sinonimi Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama. Ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain.sinonimi merupakan aspek leksikal yang mendukung wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antar morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) Kata dengan kata (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/ kalimat dengan klausa/ kalimat. 3. Antonimi (lawan kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk suatu benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain antonimi disebut juga oposisi makna. B. Metode Penelitian 81 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, data penelitian adalah data kualitatif, yakni data yang berbentuk verbal (narasi, deskripsi atau cerita). Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus yang bersifat mutlak untuk mengolah dan menginterpretasikan data, tetapi berupa pedoman untuk mengorganisasikan data, pengkodean (kodifikasi) dan analisis data, penghayatan dan pengkayaan teori, serta interpretasi data. Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 1989: 3) mendiskripsikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan, tentang orang-orang yang diamati Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih yang dimaksudkan oleh Sudaryanto (1993: 15). Metode agih, yaitu dengan alat penentu dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Pada tahap ini, metode digunakan dalam upaya menemukan kaidah. Sementara itu, dalam buku Diatesis, disebutkan bahwa metode yang dipakai dalam menganalisa data adalah metode distribusional dan metode identitas. Pada analisis wacana untuk menganalisis dan menginterpretasi teks menggunakan teori analisis wacana Halliday dan Hasan sebagai dasar analisis kohesi dan koherensi. Teori tersebut mengalami penyesuain dengan objek penelitian berupa wacana naskah drama Esok, di Neraka. C. Hasil dan Pembahasan Kohesi Pengacuan Pronomina 1. Pengacuan Persona Pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas aku mengacu pada pelaku yang hadir didalam teks drama. Seperti kutipan di bawah ini. 1) Amos: (menyerang tiba-tiba dan mencekik leher Jean). “Aku paling tidak suka kalau aku bertanya tetapi tidak dijawab!” (Esok, di Neraka, hal. 5) 2) Tonino: “Tidak...aku tidak mau mati di sini. Aku tidak bersalah. Hey!!! Hey!! (berteriak ke arah luar sel) aku bukan mata-mata, aku bukan penjahat, aku tidak bersalah!aku tidak boleh mati! Tuhan yang di atas sana jangan diam, katakan pada mereka aku ini orang baik! Katakan Tuhan!! Katakan!!” (Esok, di Neraka, hal. 8) Pronomina persona pertama aku, mengacu pada pelaku yaitu: Amos, kemudian kata aku pada konteks mengacu pada pelaku yang bernama Jean Pierre, dan aku juga mengacu pada 82 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Tonino. Pada drama tersebut juga terdapat pronomina persona kedua yaitu diandai dengan kata kau dan kamu perhatikan kutipan di bawah ini: 1) Jean Pierre: “ Diam!! Kau terlalu banyak bicara!” (Esok, di Neraka, hal 6) Pembahasan: kata kau mengacu pada tokoh Amos. 2) Tonino: “ Apapun yang kamu tanyakan tidak akan dia jawab .....(Esok, di Neraka, hal. 14). Pada tuturan drama itu juga terdapat pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan-nya yang bersifat endofora dan anaforis. 1) Amos: (Melompat dan langsung mengangkat tangannya memukul Tonino dan berteriak lantang) “ Demi Tuhan ! Diamlah!! Dunia ini sangat Berisik! (memukuli Tonino hingga tak berteriak lagi). (Esok, di Neraka, hal. 9). Pembahasan: -nya mengacu pada Amos. Lebih jelasnya mengacu pada kepemilikan, yaitu tangan milik Amos. 2) Amos: “Aku berharap dia cepat mati” (Esok, di Neraka, hal. 14) Pembahasan: dia mengacu kepada kakek tua. 3) Jean Pierre: (diam sesaat dan hanya menunduk) “ Ya...mungkin saja otak kita sedang berkabut “(duduk dipojok sel sambil termenung) (Esok, di Neraka, hal.9). 4) Jean Pierre: (mengacuhkan Tonino, lalu bertanya pada kakek tua itu) “Hey...kau tidak apaapa?..sudah berapa lama mereka menyiksamu seperti ini? (kakek tua itu hanya diam tak menjawab, memandangpun tidak) (Esok, di Neraka, hal. 13) Di dalam teks drama Esok, di Neraka ini hampir semua bentuk pronomina persona digunakan. Pada hakikatnya teks drama yang terbentuk dialog (antar tokoh) itu menggunakan pronomina persona di dalam percakapannya. Aku, Ku dipergunakan untuk pembicara, sedangkan Kau, Kamu, Kita digunakan untuk mitra bicara, dia, -nya, mereka, untuk orang yang dibicarakan. Pada umumnya endofora yang bersifat anaforis. 4. Penunjuk a. Amos: “memang kalau dipikir-pikir ini cerita lucu sekaligus mengharukan (cerita humor kasar) waktu aku kecil aku sering menonton sandiwara tapi tak ada yang selucu ini...ha..ha...aku pernah menonton cerita bodoh, kalian tahu? Seorang peramal tua yang meramal dirinya sendiri” (Esok,di Neraka, hal. 10). Pembahasan: pengacu pada hal umum terdapat pada teks drama tersebut, ditandai adanya ini pada kalimat yang 83 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ mengarah pada „cerita‟. Sedangkan kata “waktu aku kecil‟ menunjukkan waktu lampau yaitu dahulu. b. Tonino: “Entahlah, aku juga tak tahu, yang aku tahu, dia di sini lebih lama dariku” (Esok, di Neraka, hal. 14) Penunjuk tempat dalam teks Esok, di Neraka ditunjukkan adanya penunjuk tempat yang dekat dengan penutur digunakan bentuk di sini. c. Amos: “Kenapa kau belum juga mengerti, kalau tempat ini bukan untuk orang yang salah atau tidak! Tapi di sini tempat yang ditakdirkan untuk kita mati!”( Esok, di Neraka, hal.16). Pada contoh ke 3 dan 4 terdapat penunjuk tempat yang dekat, yaitu di sini dan juga terdapat waktu yang menunjukkan akan datang, digunakan kata besok. d. Amos: (menatap Jean Pierre dan diam sejenak) seandainya aku mengungkapkan segala kebenaranku, Tuhan pasti akan menertawakannya karena itu hanya basa-basi yang klise. Entah sudah berapa banyak orang yang sudah aku bunuh, mungkin di neraka sana mereka sudah siap menyambutku dengan cambuk api” (Esok, di Neraka, hal. 14). Penunjuk tempat yang mengacu lokasi yang jauh dari penutur lain menggunakan bentuk, di sana seperti pada contoh 5. 5. Penyulihan (subtitusi) Di dalam teks Esok, di Neraka penyulihan terdapat bebrapa, antara lain: a. Tonino: “Hey tuan tamu, kapan kau akan dipotong? Eh....maksudku di penggal. Tidak, tidak...itu terlalu kasar. Aku ingat hakim menyebutnya apa itu namanya? Ehm...dieksekusi! Ya...ya eksekusi” (Esok, di Neraka, hal. 9). b. Amos: “Ha...ha...setidaknya kau tidak akan mati sendiri Tonino, kita akan pergi bersama-sama keneraka” (Esok, di Neraka, hal. 10). b. Amos: “Aku percaya senandungmu itu adalah senandung kebebasan. Sebenarnyaaku suka mendengar kau bernyanyi dengan sepenuh hati, meski aku tak bisa menyanyikannya seperti itu” (Esok, di Neraka, hal. 22). Penyulihan pada teks Esok, di Neraka untuk menunjukkan variasi sehingga tidak monoton. Penyulihan itu berupa verna, supaya pembaca tidak jenuh. 6. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan yang dijumpai di dalam teks Esok, di Neraka meliputi pelepasan prefiks, sufiks, suku kata, kata, dan kelompok. Perhatikan contoh berikut. 84 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ 1) Amos: (Diam sesaat sambil menunduk) “Sengaja ataupun tidak, dunia telah menantang kita dengan waktu dan takdir yang kadang kita sendiripun tak menerima Ø. Lupakan dunia!...lupakan masa lalu dan kenangan serta dendam yang membara dimatamu itu, tidak sopan rasanya Ø bicara tentang dunia disini, tentang sebab atau akibat. Tak beda seperti stasiun kereta api, disini kita sudah mendapatkan tiket dan tahu kapan kita berangkat saat kereta datang dan membawa kita keneraka. Terlepas dari salah atau tidak, apabila sengaja atauØ tidak, itu tak lebih hanya Ø omong kosong dan...” (Esok, di Neraka, hal. 6). Kutipan tersebut secara ideal/utuh seharusnya berbentuk seperti di bawah ini. a. Amos: (Diam sesaat sambil menunduk) “Sengaja ataupun tidak, dunia telah menantang kita dengan waktu dan takdir yang kadang kita sendiripun tak menerimanya. Lupakan dunia!...lupakan masa lalu dan kenangan serta dendam yang membara dimatamu itu, tidak sopan rasanya jika bicara tentang dunia disini, tentang sebab atau akibat. Tak beda seperti stasiun kereta api, disini kita sudah mendapatkan tiket dan tahu kapan kita berangkat saat kereta datang dan membawa kita keneraka. Terlepas dari salah atau tidak, apabila sengaja ataupun tidak, itu tak lebih hanya sekedar omong kosong dan...” (Esok, di Neraka, hal. 6). 7. Perangkaian (konjungsi) Untuk mengubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain di dalam teks Esok, di Neraka digunakan konjungsi. Konjungsi itu menunjukkan fungsi masing-masing. Contoh sebagai berikut. a. Amos: “ Bermimpi indahlah sebelum mimpi itu menjadi nyata atau mengutukmu” (Esok, di Neraka, hal. 7). Pembahasan: pada dialog di atas konjungsi menyatakan pilihan (alternatif) ditandai dengan kata atau. b. Tonino: “ Aku memandang kalian dan sedang berfikir, kita tinggal disini untuk satu hari lalu besok akan mati seperti bebek bersama-sama...Gila!” (Esok, di Neraka, hal 11). Pembahasan: konjungsi dan pada dialog di atas menyatakan penambahan (aditif) dengan kata dan. c. Amos: (Menatap Jean dan diam sejenak) “Seandainya aku mengungkapkan segala kebenaranku, tuhan pasti akan menertawakannya karena itu hanya basa-basi yang klise. Entah sudah berapa banyak orang yang sudah aku bunuh, mungkin di neraka sana mereka sudah siap menyambutku dengan cambuk api” (Esok, di Neraka, hal. 14). Pembahasan: konjungsi dengan pada dialog diatas menyatakan cara. 85 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ d. Sipir III: “Hey bangun pemalas! Nikmatilah makanan terakhir kalian! (lalu membangunkan kakek tua dengan memukul-mukul wajahnya) hey bangun tua...bangun! (Orang tua itu tidak bangun jua) baiklah kalau tidak mau makan aku tidak akan membuka rantainya! Kalau mau makan jilat saja seperti anjing! (Amos, Tonino dan Jean langsung menatap sipir itu benci dan sipir itupun langsung pergi). (Esok, di Neraka, hal. 20). Pembahasan: konjungsi pada dialog di atas yaitu konjungsi kalau yang menyatakan syarat. e. Jean Pierre: “ Kalau begitu jangan menawarkan apapun!” (Kepala Jean ditutup dengan sarung hitam dan dibawa pergi sipir II). (Esok di Neraka, hal 25). Pembahasan: konjungsi kalau pada teks drama Esok, di Neraka menunjukkan pengandaian. f. Tonino: “ Hah...lalu siapa lagi kalau bukan aku? Kamu? Mana mungkin(pada Amos) kamu jelas-jelas pembunuh, Dia? (Pada Jean) walaupun tampangnya lugu tapi kau juga pembunuh. Akulah satu-satunya orang yang tidak berdosa, aku tidak bersalah!” (Esok, di Neraka, hal.16). Pembahasan: konjungsi walaupun dalam pada naskah drama tersebut menyatakan makna konsesif. g. Tonino: “Ya...ya...aku pasti tidak pergi ke neraka, aku disurga saja, pasti para malaikat akan menyambutku dan bidadari akan memelukku, ha...ha...ya tentu saja orang jujur sepertiku pasti akan disurga saja.ha...ha...(mondar-mandir seperti orang gila) sekarang aku tidak mau mati, karena aku akan ke surga! Surga akan datang...!ha...ha” (batuk-batuk) (Esok, di Neraka, hal. 18). Pembahasan: konjungsi karena pada teks drama Esok, di Neraka menyatakan penyebab atau sebab. h. Jean Piere: ( mendekati Amos dan Tonino) “ kita takut akan kematian di saat kita tau kapan mereka datang, tapi bila kematian itu datangnya diam-diam pasti kita tak akan takut bahkan menyepelekannya. Anggap saja kematian ini seperti kita sedang merindukan tidur dengan sejuta mimpi indah, huh...andai kita tahu kita akan berda disini, pasti dari dulu kita akan jadi teman”(Esok, di Neraka,hal.24). Pembahasan: konjungsi andai pada teks di atas menyatakan makna pengandaian pada dialog yang diucapkan oleh Jean Pierre. i. Sipir I: “Tentu saja bila kau sudah jadi hantu nanti ha...ha...” (membawa Amos perdi dan menutupi kepalanya dengan sarung hitam) (Esok, di Neraka, hal. 26). 86 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Pembahasan: konjungsi bila pada kutipan teks pada kalimat diatas menyatakan “syarat” yang diucapkan Sipir I kepada Amos. A. Aspek Leksikal naskah Drama 1. Repetisi (pengulangan) Teks Esok, di Neraka karya Tri Amalia menempilkan bentuk repetisi yang beraneka ragam bentuknya. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. a. Repetisi Epizeuksis Yakni pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut- turut. (Sumarlam,. Ed., 2003:34). Contohnya: Tonino: “Apa?besok jam 12 siang? (kaget dan panik) mustahil!!...mustahi!! katakan ini Amos salah” (Esok, di Neraka, hal.9) b. Repetisi Mesodiplosis yakni perulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut (Sumarlam, ed., 2003: 36). Comtohnya: Jean Pierre: (Memukul wajah Amos) “ Aku paling tidak suka disebut pembunuh! Aku bukan pembunuh “ (Esok, di Neraka, hal. 5). c. Repetisi Anafora, yakni perulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, ed., 2003: 34). Contohnya: Tonino : (berontak) lepaskan aku!!! Lepaskan aku!! Bedebah kau. Lepaskan aku!! Aku mau bebas!! Aku tidak mau mati Aku...tidak mau mati!” (Esok, di Neraka, hal. 8). Tonino : “Tidak...aku tidak mau mati di sini. Aku tidak bersalah Hey!!Hey!! (berteriak ke arah luar sel) aku bukan mata-mata, aku bukan penjahat, aku bukan penghianat!! Aku mohon... jangan biarkan aku mati di sini! Aku tidak bersalah! Aku tidak boleh mati! Tuhan yang di atas sana jangan diam, katakan pada mereka aku ini orang baik! Katakan Tuhan!!katakan!!” (Esok, di Neraka, hal. 8). d. Repetisi Tautotes, yakni perulangan satuan lingual (sebuah kata) berapa kali dalam sebuah kontruksi.(Sumarlam,ed.,2003:35).Contohnya: 87 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Amos: Ternyata orang Perancis mudah tersinggung (balas memukul perut Jean) hidup ini memang kejam kawan. Aku tau kamu bukan seorang pembunuh bayaran sepertiku. Hanya pembunuh kecilkan? Ha...ha.. (Esok, di Neraka, hal. 6). 2. Sinonimi Pada teks Esok, di Neraka ditemukan adanya beberapa bentuk sinonimi, misalnya morfem bebas dengan morfem terikat, terdapat juga sinonimi kata dengan kata. a. Amos: “ha...ha...setidaknya kau tidak akan mati sendiri Tonino, kita akan pergi bersamasama mereka (Esok, di Neraka, hal. 10) 3. Antonimi a. Amos: (Berdiri memandangnya dari atas ke bawah dengan pandangan sinis)”Kau benarbenar berantakan. (Berjalan, lalu duduk lagi) oh… memang apa bedanya malam atau siang? Disini tidak ada matahari atau bulan hanya gelap. Sadarlah kau bukan didunia tuan tapi didepan pintu neraka. (diam). Kelihatannya kamu bukan orang Spanyol?” (Esok, di Neraka, hal. 5). b. Amos: “Ha….ha…aku?... tidak perlu, kalaupun iya aku sudah lakukan dua puluh tahun yang lalu. Yeah….mungkin ini cukup berat untukmu. Dulu aku beranggapan benar itu akan menjadi benar dan salah akan menjadi salah. Tak pernah dalam mimpi sekalipun aku berada disini. (diam) waktu kecil aku adalah orang yang baik dan kupikir dewasapun akan menjadi orang yang baik. Sayangnya dunia tak seramah itu padaku, setelah aku menjadi orang jahat tak pernah sedikitpun aku berfikir nantinya akan menjadi orang baik bahkan kalau aku mati. Aku tidak pernah menyesali apapun yang aku lakukan, mungkin hatiku sudah menjadi batu karena dunia sendiri tidak pernah menyesali apapun yang aku kerjakan, aku hanya mengikuti prosedur hidup dengan dua pilihan, menjadi orang baik atau jahat?” (Esok, di Neraka, hal. 7). c. Tonino: (Mendekati Amos) “Aku benci kau bercerita tentang neraka. Kau hanya seorang pembual besar. Bagaimana mungkin orang yang bejat sepertimu bisa meramal? Bagaimana kami bisa percaya itu. Bagaimana kau tahu aku disurga atau dineraka nanti?” (Esok, di Neraka, hal. 10). D. Simpulan 88 Journal Indonesian Language Education and Literature Vol. 1, No. 1, 2015 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa wacana tersebut cukup kohesi dan koheren. Kekohesian wacana pada naskah drama Esok, di Neraka terdapat kohesi dan koherensi. Kohesi yang terdiri dari dua yaitu gramatikal dan leksikal Aspek pengacuan gramatikal mengacu pada persona yaitu persona pertama tunggal, persona kedua, persona ketiga. Ditandai dengan; Aku, ku dipergunakan untuk pembicara, sedangkan Kau, Kamu, Kita digunakan untuk mitra bicara, dia, -nya, mereka, untuk orang yang dibicarakan. Naskah Esok, di Neraka juga terdapat peranti kohesi berupa penunjuk, penyulihan, pelesapan (Elepsisi), perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal pada naskah drama Esok, di Neraka juga terdapat Repetisi, Sinonimi, dan antonimi yang keseluruhan terangkai sehingga menjadi padu dalam wacana naskah drama. Analisis ini mengacu pada kepaduan sesuai teori Halliday dan Hassan. Daftar Pustaka Brahim. 1968. Drama dalam Pendidikan. Gunung Agung: Jakarta Halliday dan Hasan. 1976. Cohession in English. New York. Longman Group Limited Harimurti Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik. P.T. Gramedia: Jakarta Harun Aminurrashid. 2001. Sinar Baru. Dewan Bahasa dan Pustaka: Bandar Seri Begawan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 1994. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Jakarta Ramlan. 1987. Sintaksis.C.V Karyono: Yogyakarta Sarwiji Suwandi. 2008. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Universitas Sebelas Maret: Surakarta Sumarlam. 2004. Analisis Wacana Iklan Lagu Ceper Novel Drama. Pakar Raya: Bandung .2009. Analisis Wacana. Pustaka Cakra: Surakarta Tri Amalia Lestari. 2006. Esok, di Neraka http://baikoeni.multiply.com/journal/item/135 http://www.duniaesai.com/sastra/sastra9.html 89