1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Musik adalah

advertisement
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Musik adalah seni yang muncul dalam kerangka waktu dan
bukan dalam ruang1. Apa yang diungkapkan oleh William H. Baxter,
seorang profesor musik dari Boston, Amerika Serikat tersebut
menunjukkan bahwa produksi maupun reproduksi sebuah musik
memiliki
dimensi
kesesaatan
dan
pengalaman
yang
bersifat
interpretatif. Musik tidak akan berada dalam kondisi yang sama pada
saat didengar untuk pertama kali maupun saat diulang. Situasi yang
paling nyata dari sebuah penyajian musik adalah kemunculannya
dalam ingatan sesaat setelah mendengarkannya, dan pada saat
mengantisipasi apa yang akan didengar.
Studi mengenai musik pada umumnya dimulai dari partitur
yang dibuat oleh komponis, sebuah pedoman bagi para penyaji musik
untuk berusaha menampilkan apa yang semestinya ditampilkan dari
partitur tersebut. Para penyaji musik tersebut berperan layaknya
seorang
arsitek
yang
akan
membangun
sebuah
rumah
agar
kemudian diketahui bagaimana bentuk rumah tersebut nantinya.
William H. Baxter, Jr. Basic Studies in Music (Boston: Allyn and Bacon,
Inc,1968), 4.
1
1
2
Seorang musisi mempelajari partitur agar dapat dengan segera
mengetahui bagaimana bunyi yang diinginkan oleh komponis itu
terjadi meski hanya dengan melihat dulu secara sekilas apa yang
tampak dari notasinya.
Partitur musik merupakan sebuah cetak biru bunyi yang belum
akan tepat terdengar hingga kemunculannya pada saat penampilan
aktualnya
dan
menggambarkan
dengan
rencananya
segera
dan
menghilang.
rencana
tersebut
Komponis
kemudian
disampaikan kepada pendengar melalui seorang penyaji musik.
Bentuk penyajiannya bervariasi mulai dari solo instrumen atau vocal
sampai sebuah orkestra yang terdiri dari ratusan pemain dengan
berbagai jenis instrumen yang terlibat yang membutuhkan tingkat
keterampilan tertentu untuk menyajikannya.
Sepanjang sejarah, menyanyi telah menjadi kegiatan yang
paling umum dikenal dalam produksi musik. Keunikan kemampuan
suara untuk memadukan suatu kata dengan suatu nada menjadi
sebuah alasan bahwa penggunaan puisi dalam nyanyian yang tak
dapat dipisahkan satu sama lain pada berbagai budaya.2 Bentuk
penyajian musik yang menggunakan perpaduan antara lagu dan
puisi ini dikenal dengan istilah art song
2
10.
atau lagu seni. Sejumlah
Roger Kamien, Music An Appreciation (New York : Mc Graw-Hill, Inc.,1976),
3
lagu seni mempunyai istilah lain yang disesuaikan dengan wilayah
geografis kemunculannya di Eropa sekitar abad ke-18 yang mengikuti
penggunaan bahasa yang dipakai dalam syairnya seperti aria antiche
(Italia), chanson (Perancis), art song (Inggris), dan lieder (Jerman).
Stephen Varcoe, seorang penyanyi opera dan konser ternama
dengan pengalaman menyanyikan karya-karya dari gaya Barok awal
hingga kontemporer sekaligus sebagai pengajar dalam berbagai
master class lagu seni terutama lieder, menggambarkan art song
tersebut dalam 3 unsur yang menjadi ciri khasnya yaitu :
1. Lagu seni diciptakan dengan tujuan untuk diiringi dengan
sebuah instrumen papan tuts atau kibor, pada awalnya
menggunakan
sebuah
harpsichord
atau
piano,
namun
belakangan dengan piano.
2. Puisi (atau kadang – kadang teks prosa) dipilih sebagai syair
karena
kecocokannya
bergantung
pula
sebagai
pada
suatu
kemampuan
lagu.
Pemilihannya
komponis
untuk
mengenalinya dan mengekspresikan maknanya sesuai dengan
karakter individualnya.
4
3. Penciptaannya mempertimbangkan pula maksud komponis,
pemilihan puisi, dan cita rasanya musikalnya terhadap syair
dan melodi.3
Dari
penelusuran
yang
dilakukannya
pada
lagu
seni
Eropa
ditemukan bahwa lagu seni (lieder) pada dasarnya adalah penemuan
orang Jerman yang dimulai dari mahzab lagu seni Berlin yang diawali
oleh Glück (1714-1787), Zelter (1758 – 1832) dan Reichardt. (1752 –
1814) Kata lieder
itu sendiri berarti „lagu‟ yang secara khusus
merujuk pada lagu seni era Romantik.
Komponis lieder itu sendiri banyak dan beragam. Beberapa
nama komponis era Romantik yang ikut mengambil bagian dalam
penciptaan karya musik
tersebut diantaranya adalah Ludwig van
Beethoven, Robert Schumann, Hugo Wolf dan Franz Schubert.
Berdasarkan kekhasan gaya komposisi seorang komponis dalam
membuat komposisinya membuat nama Franz Schubert identik
dengan lieder.
With Schubert, the development of the lied, or Romantic art song,
was a personal expression. With the excellence of the new
Romantic poetry, he was able to fuse text, melody, and
accompaniment to a unified creation that expressed the extremes
of human emotion. It perhaps helped pave the way for the short
3 Stephen Varcoe, “European Art Song”, dalam John Potter (ed.) The Cambridge
Companion to Singing, (Cambridge, UK : Cambridge University Press, 2000), 111
5
piano pieces (the Harvard Dictionary of Music calls them
“character pieces”) that were so much part of this epoch.4
Franz Schubert (1797 – 1828) adalah seorang komponis yang
berasal dari keluarga bersahaja. Ayahnya adalah seorang kepala
sekolah terhormat di Wina. Karya musik Schubert meliputi 9 simfoni,
22 sonata piano dan sejumlah besar karya piano pendek untuk 2
tangan dan 4 tangan, sekitar 35 komposisi musik kamar, 6 Misa, 17
karya operatik dan sekitar 600-an lieder.5 Perhatiannya yang khas
dalam mengkomposisi lagu lieder dan banyaknya jumlah karya yang
masih dilestarikan dan dikenal hingga sekarang membuatnya
dijuluki sebagai „father of the lied’.
Gambar 1. Lukisan wajah Franz Schubert
4 Nick Rossi and Sadie Rafferty, Music Through Centuries, (Boston: Bruce
Humphries Publishers, 1963), 167.
5 Donald Jay Grout, and Claude V. Palisca. A History of Western Music 3rd
edition (New York: WW. Norton, 1980), 561.
6
Tantangan yang dihadapi oleh para penyaji musik klasik Barat
khususnya lieder pada saat ini adalah menyajikan musik secara
aktual berdasarkan informasi yang lebih bersifat verbal. Pemahaman
mengenai latar belakang komponis musik dan kehidupannya secara
menyeluruh
merupakan
kebutuhan
yang
tak
terelakkan.
Kesenjangan era dan informasi yang terjadi saat ini tak jarang
menimbulkan
kebingungan
untuk
menemukan
apa
yang
dimaksudkan oleh komponis dalam karyanya seperti ungkapan
Dennis J. Sporre berikut ini: “… many people find the situation so
frustrating that they literally beg for guidance”.6 Penelusuran terhadap
sebuah karya musik mempertimbangkan pula adanya kenyataan
bahwa gaya musik dan kecenderungan – kecenderungan bermusik
maupun menciptakan sebuah komposisi tidak selalu dimulai pada
suatu tanggal yang pasti dan diakhiri pada saat yang bisa dipastikan
pula.
Fakta menunjukkan era dan gaya bermusik berada dalam
posisi saling tumpang tindih, dan seorang seniman musik misalnya,
dapat memulai suatu gaya tertentu pada awal karirnya dan berakhir
dengan gaya musik yang berbeda pada akhir masa hidupnya.7 Hal ini
terjadi pula pada Schubert. James Sacher dan Jack Eversole
6 Dennis, J. Sporre,
Perceiving The Arts, An Introduction to Humanities
(Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc,1992), x.
7 Sporre, x.
7
menempatkan Schubert sebagai komponis yang berada pada dua
periode musik yaitu pada periode Klasik dan periode Romantik8. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dalam sejarah tidak bisa dipastikan
secara tepat pergantian sebuah era dan pembawaan sebuah karya
musik membutuhkan penelusuran berbagai aspek musikologis dari
berbagai peristiwa yang terjadi di seputar kehidupan komponis.
Para penyaji musik, ilmuwan dan sejarawan yang menekuni
tradisi musik klasik Barat melalui disiplin keilmuannya masing –
masing telah mendokumentasikan bentuk – bentuk penyajian dan
membuat berbagai ulasan untuk berbagai tujuan. Salah satu
tujuannya adalah mencoba menemukan gambaran penyajian yang
dikembangkan oleh komponis pada saat karya musik tersebut
diciptakan untuk ditampilkan kembali pada masa kini. Pemahaman
secara menyeluruh karya seorang komponis apalagi yang sudah
meninggal beratus tahun yang lampau bisa dilakukan dengan
menelusuri rekaman dan fakta sejarah di seputar kehidupan sang
komponis. Sebuah ulasan yang ditulis oleh Leopold von Sonnleithner,
sahabat, dan pengacara Franz Schubert di Vienna dalam memoirnya
yang ditulis tahun 1857 mengungkapkan sebuah penelusuran
terhadap pementasan karya lieder sebagai berikut.
8
Sacher & Eversole, 32-34.
8
Saya telah lebih dari seratus kali menyaksikan
bagaimana Schubert melatih dan mengiringi lagu – lagunya. Ia
selalu menjaga ketepatan tempo kecuali pada ritardando,
morendo, atau accelerando. Ia tidak pernah membiarkan
pelanggaran ekspresi terjadi pada lagu –lagunya. Namun pada
kenyataannya
kemudian
setelah
kehadiran
Schubert
disubstitusikan melalui notasi yang tertulis pada partitur,
banyak penyanyi lieder yang tidak memposisikan diri pada
karakter melodi yang mengalir secara lirik dan tidak dramatik
seperti keinginan Schubert9
Karya lieder Schubert pada saat ini banyak digunakan sebagai
acuan pembelajaran musik vokal klasik Barat. Sebuah konsorsium
musik dari Inggris yang menamakan dirinya Associated Board of The
Royal School of Music (ABRSM), sebuah lembaga yang bergerak dalam
penyediaan tes penyetaraan untuk mengetahui tingkat ketrampilan
seseorang dalam bermusik secara Internasional, memasukkan 25
karya Schubert sebagai pilihan tes dalam berbagai tingkat kesulitan
(data silabus tahun 2009-2010). Sementara itu sebuah konsorsium
non profit lain yang bergerak dibidang yang sama, Australian and
New Zealand Cultural Arts Limited (ANZCA) memasukkan sekitar 18
karya. Pilihan penggunaan karya lieder Schubert tidak terlepas dari
berbagai faktor yang dapat ditinjau khususnya berkaitan dengan
gaya
pembawaan,
tingkat
kesulitan
dan
langkah
–
langkah
penguasaan materinya. Partitur Heidenröslein dan An Die Musik
9 Peggy Woodford, The Illustrated Lives of the Great Composers, (Sydney, New
South Wales: Omnibus Press, 1984), 51.
9
menjadi bahan awal pembelajaran olah vokal klasik Barat yang diacu
dari ANZCA dipilih dalam penelitian ini untuk melihat gaya Franz
Schubert melalui informasi diseputar penciptaan karya dan berbagai
ulasan yang mengarah pada gaya Schubert dalam membawakan
lieder-nya.
B. Rumusan Masalah
Penyajian kembali lieder Franz Schubert membawa suatu
konsekuensi pemahaman latar belakang sejarah secara menyeluruh,
baik dari segi teknis pembawaan karyanya maupun dari latar
belakang penciptaan karya hingga pada pemahaman kondisi sosial
masyarakat pada saat karya tersebut diciptakan. Penyajian lieder
Schubert telah mengalami perubahan sepeninggal sang komponis
dan dibutuhkan penelusuran gaya penyajiannya untuk mengetahui
pembawaan karya tersebut seperti yang dimaksudkan oleh komponis.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diungkapkan diatas, maka
dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut.
1. Mengapa Franz Schubert menciptakan lieder Heidenröslein
dan An Die Musik?
2. Bagaimana gaya Franz Schubert yang tertuang dalam karya
lieder-nya?
10
C. Tujuan Penelitian
1.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lebih akurat mengenai gaya komponis Franz Schubert yang telah
mengalami
penyimpangan
pada
karya
lieder-nya
dengan
memperhatikan aspek-aspek musikologis seperti latar belakang
kehidupan bermusik dan pemikiran seni komponis.
2.
Penggunaan dua karya lieder Heidenröslein dan An Die Musik
dipilih untuk menunjukkan keunikan pemikiran dan keragaman
ide dari seorang komponis dalam membuat suatu bentuk karya
musik. Hal ini sekaligus dimaksudkan sebagai perbandingan
untuk membuat interpretasi gaya Franz Schubert berdasarkan
latar belakang penciptaan masing – masing karya.
D. Manfaat Penelitian
Sebuah karya seni musik tidak berakhir pada lembar-lembar
partitur dan penyaji musiknya. Reproduksi sebuah lieder Franz
Schubert menyangkut pemahaman latar belakang penciptaan karya,
pemilihan syair puisi, dan informasi seputar gaya pembawaannya
maka penelitian ini bermanfaat bagi: (1) Masyarakat pecinta musik
seriosa agar dapat mengenal gaya Franz Schubert melalui karya-
11
karya lieder –nya. (2) Penyaji musik lieder dan penanggung jawab
pembelajaran olah vokal klasik Barat agar memiliki pemahaman
terhadap gaya Franz Schubert dan dapat membawakan karya
tersebut sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh komponis.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membutuhkan beberapa referensi terutama yang
membahas mengenai studi tentang lagu seni (art song) dari Jerman
yaitu lieder yang menitik beratkan pada interpretasi gaya Franz
Schubert yang menggunakan syair yang diambil dari puisi – puisi
penyair terkenal seperti Goethe dan Schober. Fokus pada komposer
Franz Schubert membutuhkan referensi yang berkaitan pula dengan
latar belakang kehidupan sosial dan musikal Schubert dan secara
lebih spesifik merujuk pada literatur yang membahas mengenai
proses penciptaan karya lieder Heidenröslein dan An Die Musik.
Literatur utama mengacu pada karya Peggy Woodford The
Illustrated Lives of the Great Composers: Schubert yang memberikan
informasi mengenai latar belakang kehidupan Schubert dan berbagai
hal yang melatar belakangi penciptaan beberapa karya lieder-nya
yang cukup terkenal termasuk yang dibahas dalam penelitian ini.
Informasi penting lainnya adalah pada pemaparan berbagai situasi
12
yang melatar belakang keputusan Schubert untuk menggubah
beberapa karya penting termasuk beberapa pengaruh dari teman –
temannya yang memberikan informasi dari sudut pandang yang
berbeda terhadap pribadi dan karya Schubert. Pembahasan kegiatan
surat menyurat Schubert dengan beberapa temannya secara umum
melengkapi fakta dibalik sikap Schubert dan pandangan-pandangan
tertentu dalam merancang karya – karya musiknya.
Ide untuk mengangkat penelitian ini tidak terlepas dari tulisan
tesis Winarjo Sigro Tjaroko mengenai Sejarah Perkembangan lagu
Seriosa Indonesia yang telah mengawali untuk membahas sebuah
perbandingan mengenai lagu seni dari Indonesia dan lieder. Garis
besar penulisannya mengemukakan adanya unsur adaptasi dari
lieder yang menjadi bagian tersendiri dari sejarah perkembangan lagu
seriosa di Indonesia. Penggunaan karya lieder Schubert menjadi
inspirasi untuk menggali lebih jauh mengenai gaya Schubert.
Pemilihan puisi dan rangkaian melodi yang digubah beserta latar
belakang penciptaannya menjadi sebuah kajian yang cukup relevan
untuk
memperlihatkan
keunikan
dari
sebuah
karya
yang
menggunakan bentuk komposisi yang secara umum sama.
Pembahasan mengenai karya Schubert menciptakan berbagai
tulisan yang bervariasi menyangkut latar belakang pribadi hingga
pengaruh dari musik yang dipelajarinya. Salah satu pendekatan yang
13
paling umum dilakukan adalah dengan memperbandingkan dan
topik yang dibahas mengenai perbandingan tersebut beragam mulai
dari perbandingan gaya komposisi dengan komposer lain yang
menggubah karya sejenis hingga perbandingan waktu penciptaan
dan pembawaan berdasarkan temuan fakta mutakhir. Literatur yang
memberikan informasi ini adalah sebuah kumpulan tulisan mengenai
Schubert yang disunting oleh Christopher H. Gibbs dengan judul The
Cambridge Companion to Schubert. Pokok bahasan tulisan dalam
buku ini dibagi dalam 3 topik besar yang membahas mengenai latar
belakang musikal, budaya, dan politik dari karya musik Schubert,
pembahasan mengenai gaya dan genre musikal dan penerimaan
masyarakat terhadap karya Schubert hingga sekarang.
Penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
kerangka penulisan yang mengacu pada tulisan Victor Ganap
mengenai Karsa dan Karya Komponis Franz Schubert yang disunting
oleh Soedarso Sp dalam sebuah kumpulan tulisan berjudul Beberapa
Catatan Tentang Perkembangan Kesenian Kita. Beberapa topik
penting yang mendukung kejelasan gagasan tulisan diangkat secara
khusus. Pemahaman mengenai konsep melodi dan teks yang
dijelaskan dalam tulisan ini akan diangkat kembali dan diperluas
dengan dukungan buku The Cambridge Companion to Singing yang
berupa bunga rampai tulisan tentang kegiatan menyanyi berbagai
14
genre yang disusun oleh John Potter. Dalam buku tersebut
dijabarkan secara khusus perbandingan mengenai pembawaan lagu
seni yang dikembangkan di kawasan Eropa.
Literatur yang tak kalah penting adalah tulisan Dalimin
mengenai Metode Penelitian Sejarah yang memaparkan panduan
komprehensif
tata
urutan
dan
penulisan
penelitian
yang
menggunakan pendekatan interpretasi terhadap rangkaian peristiwa
yang terjadi di masa lampau dan menemukan pemahaman yang baru
melalui pemikiran sebab akibat. Sementara itu untuk memberikan
informasi
penunjang
mengenai
sejarah
musik
secara
umum
digunakan buku A History of Western Music karangan Donald J.
Grout dan Claude V. Palisca.
F. Landasan Teori
Seni adalah sebuah proses manusiawi. Dennis J. Sporre
menyatakan pandangannya terhadap proses berkesenian sebagai
berikut: “The arts are human communication, and any attempt at
understanding must also accommodate an understanding of the human
process involved in the creation of an artwork.”10 Pernyataan tersebut
tidak dengan serta merta berarti bahwa jika seseorang ingin
mempelajari karya seni harus memahami biografi dari sang seniman,
10
Sporre, 24
15
namun yang perlu dipahami adalah bahwa terdapat sebuah proses
mental yang dialami oleh seniman, kegelisahan – kegelisahan, dan
keputusan – keputusan yang diambil pada saat sang seniman
merumuskan apa yang akan dibuat pada karya seninya dan saat ia
mencoba mewujudkannya.
Pendekatan diatas merupakan analisis konstruktif yang bertitik
tolak dari sudut pandang komponis yang memandang penelusuran
gaya sebuah karya musik berdasarkan kajian sumber dan latar
belakang penciptaannya. Sementara itu dalam proses reproduksi
musik seperti yang dilakukan pada karya – karya lieder Franz
Schubert pada saat ini membutuhkan pula analisis rekonstruktif
yang menganggap sebuah karya musik pada hakikatnya bukanlah
suatu realitas, melainkan sebuah persepsi semata-mata. Analisis
terhadap karya musik yang berfokus pada fisiknya saja tidak dapat
dengan serta merta mengungkapkan fakta – fakta dibalik proses
penciptaannya dan perilaku perseptif penikmatnya. Oleh karena itu
dibutuhkan pula penjelasan yang bersifat komprehensif pada unsurunsur pendukung karya tersebut.
Pendekatan dalam memahami gaya lieder Schubert dilakukan
dengan analogi seperti yang dilakukan oleh Victor Ganap dalam
16
mengeksplorasi karya musik Kerontjong Toegoe.11 Esensi dari sebuah
karya musik tidak hanya terletak pada proses penciptaannya saja
melainkan juga pada pengelolaannya dan caranya dinikmati. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah teori semiotika musikal berdasarkan
konsep tripartisi dari karya seni. Teori semiotika itu merujuk pada
konsep yang dinyatakan oleh musikolog Perancis Jean Molino yang
menganggap bahwa setiap karya seni termasuk karya musik adalah
sebuah teks. Pengertian teks disini disamping merupakan konsepsi
yang terintegrasi dari struktur musikal juga terdiri dari serangkaian
prosedur
yang
mendorong
terjadinya
proses
penciptaan
dan
berlangsungnya proses interpretasi dan persepsi. Prosedur tersebut
oleh Molino dinamakan sebagai tripartisi semiotika yang prosesnya
berjalan secara multidimensional yaitu dimensi poietic, dimensi
neutral atau immanent, dan dimensi esthesic.
Konsep
tripartisi
semiotika itu muncul dari hipotesis yang menganggap bahwa sebuah
karya musik, baik dalam bentuk partitur maupun dalam wujud
sebuah gelombang suara, hendaknya dilengkapi dengan informasi
tentang bagaimana karya itu diciptakan dan bagaimana karya itu
dapat dinikmati.
Dalam setiap pergelaran musik, transmisi makna dari vokalis
tidak begitu saja dapat diterima oleh penonton, karena makna
11
Victor Ganap, 189-199.
17
merupakan sebuah jabaran rekonstruktif dari sebuah interpretasi
yang dimiliki setiap orang dalam bentuknya yang beragam. Jabaran
interpretasi sebuah pertunjukan musik tersusun pada waktu yang
bersamaan oleh komponis, penyair, konduktor, vokalis, pemusik dan
penonton. Namun demikian tidak dapat dipastikan bahwa setiap
pihak yang terlibat dalam proses penjabaran ini akan memiliki
interpretant yang sama.
Penjabaran
konsep
tripartisi
Molino
dalam
membahas
penyimpangan gaya lieder Schubert dilakukan dengan meninjau ketiga dimensinya. Dimensi poietic merupakan sebuah dimensi pada
saat Schubert menciptakan sebuah lagu dan pada saat lagu tersebut
diperdengarkan untuk pertama kali maupun saat diperdengarkan
kembali. Dalam kerangka waktu saat ini dapat dilakukan dengan
melacak data tertulis yang tertinggal berupa partitur lieder Franz
Schubert beserta ulasan mengenai berbagai pementasan karyanya
termasuk konteks kondisi sosial, ekonomi, dan politik Kota Vienna
yang
mempengaruhi
kehidupan
bermusik
Schubert
pada
Era
Romantik Awal. Dimensi esthesic, yang memberikan kesempatan
penonton
untuk menyusun
makna
/
berbagai
makna
ketika
terkonfrontasi dengan bentuk simbolik. Dimensi ini dapat ditinjau
melalui aktifitas orang – orang diseputar kehidupan Schubert yang
18
memberikan apresiasi terhadap karya – karyanya dan memberikan
gambaran yang obyektif terhadap pementasannya.
Bahasa
sehingga
musikal
dalam
suatu
mengandung
proses
pengertian
transmisi
dapat
yang
abstrak
menimbulkan
interpretant dengan penjabaran maknanya yang tidak terbatas.
Partitur
lieder
Schubert yang dibuat tanpa adanya informasi
pembawaan secara verbal dari komponis memungkinkan interpretasi
yang beragam dari dan kepada para vokalis lieder pada saat
dipentaskan sehingga dapat terjadi penangkapan makna yang
berbeda. Pementasan itu sendiri dapat memicu inspirasi dari
komposer
mengilhami
lain
untuk
penciptaan
bisa
karya
memberikan
dan
penilaian
pemilihan
sekaligus
syair-syair
yang
digunakan dalam lieder mereka. Apresiator yang bukan pemusikpun
dapat memberikan informasi mengenai pembawaan sebuah karya
bahkan setelah komponisnya meninggal. Berdasarkan informasi
tersebut diatas secara tidak langsung terjadi sebuah kesinambungan
pelestarian dan cara membawakan sebuah karya musik sekaligus
mengetahui berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dari upaya
transmisi pembawaan karya lieder Schubert tersebut.
Peristiwa sejarah yang telah terjadi di masa lampau yang
dijabarkan dalam sebuah narasi historis bukan saja merupakan
suatu reproduksi dari peristiwa itu yang dilaporkan, melainkan juga
19
suatu kompleksitas tanda yang memberikan suatu arah untuk
menemukan
struktur
dari
tradisi
yang
berkaitan
dengan
kesusasteraan. Menurut Mary Fulbrook, relasi yang bersifat arbitrer
yang terjadi antara penanda dan yang ditandai berarti bahwa pada
tataran yang paling ekstrim, bahkan bukan hanya pernyataan
individual mengenai peristiwa masa lalu saja yang dapat diterima
sebagai
pernyataan
yang
mengandung
makna
dalam
suatu
pengertian yang tetap, pernyataan tersebut terbuka terhadap suatu
keserbaragaman dari suatu „pembacaan‟ yang bersifat alternatif atau
multi tafsir. Oleh karena itu, sifat alami dari suatu teks yang
didalamnya musik menjadi salah satu bagiannya berarti bahwa tidak
ada satupun yang dapat dikatakan mengenai masa lalu yang tidak
terbuka terhadap sejumlah besar interpretasi atau penafsiran
alternatif. Tidak ada satu masa lalupun yang dapat dilawankan
dengan interpretasi manapun yang dapat diukur dan dinilai „lebih
baik‟ atau „lebih buruk‟ daripada interpretasi – interpretasi lainnya.12
Perilaku bermusik Franz Schubert dan penciptaan karya –
karyanya dapat pula ditinjau melalui pendekatan tiga tingkat analisis
yang dikembangkan oleh Alan P. Merriam yaitu konseptualisasi
12 Mary Fulbrook, Historical Methods, (New York: Routledge, Taylor and
Francis Group, 2002), 54 – 55.
20
musik, perilaku dalam musik dan bunyi musiknya.13 Penjelasannya
pertama-tama dimulai dari bunyi musik yang mempunyai struktur
bahkan suatu sistem, namun ia tidak dapat muncul secara bebas
tanpa adanya manusia. Bunyi musik harus dianggap sebagai hasil
dari perilaku yang memproduksi bunyi itu.
Sementara itu perilaku yang dimaksud menyangkut perilaku
fisik, perilaku sosial, dan perilaku verbal. Perilaku fisik menyangkut
produksi bunyi aktual, sikap tubuh pemusik saat memproduksi
bunyi dan respon fisik individual terhadap bunyi. Perilaku sosial
dapat dibagi dalam perilaku yang dibutuhkan karena seseorang
berposisi sebagai musisi dan perilaku yang dibutuhkan sebagai
seorang non-musisi pada saat pementasan musiknya terjadi. Perilaku
verbal adalah perilaku yang berhubungan dengan konstruksi verbal
yang diekspresikan mengenai musiknya itu sendiri. Melalui perilaku,
bunyi musik itu dihasilkan; tanpanya tidak akan ada bunyi.
Perilaku dalam bermusik didasari oleh konsep mengenai
musik. Untuk dapat bertindak dalam suatu sistem musik, seseorang
harus pertama – tama mengkonsepkan perilaku apa yang dapat
menghasilkan bunyi yang diinginkan. Tanpa konsep mengenai musik,
perilaku tidak akan terjadi dan tanpa perilaku, musik tidak dapat
13 Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, (Bloomington, Indiana :
Northwestern University Press, 1964), 32 – 33.
21
dihasilkan. Gaya lieder Schubert pertama-tama dikenal dari perilaku
Schubert
itu
bermusiknya
sendiri
dalam
didapatkan
membunyikan
dari
pengaruh
karyanya.
–
Konsep
pengaruh
dalam
kehidupannya baik dari keluarga maupun dari pihak – pihak yang
memberi inspirasi bagi penciptaan musiknya. Apa yang dilakukan
Schubert dan para pemusik yang mereproduksi karya musiknya
memberikan sebuah nilai tersendiri bagi Schubert dan karya-karya
musiknya.
Produksi musik bagaimanapun juga memiliki dampak pada
pendengar yang menilai baik dari segi kompetensi penyaji musiknya
maupun
ketepatan
penyajiannya
sehingga
membentuk
suatu
kerangka konsep nilai. Ketidak sesuaian nilai yang didapatkan dari
proses reproduksi penyajian menimbulkan reaksi terhadap proses
tersebut.
Ulasan
terhadap
pementasan
karya
lieder
Schubert
merupakan umpan balik terhadap pemaknaan nilai-nilai dari lieder
Schubert yang telah mengalami perubahan secara signifikan.
Penelusuran gaya lieder Schubert mempertimbangkan pula
bagaimana perilaku Schubert dalam mengemas penyajian karya
musiknya semasa ia hidup dan kepada siapa karya musik tersebut
diciptakan. Pendekatan J. Maquet melalui Soedarsono dalam buku
Seni
Pertunjukan
Indonesia
dan
Pariwisata
mengenai
art by
22
destination14 dapat menjadi dasar untuk mengetahui berbagai hal di
seputar perilaku penyajian karya Schubert.
G. Metode Penelitian
Penjelajahan mengenai pemahaman akan maksud dan tujuan
dibalik karya lieder Schubert menjadi bagian dari penelusuran akan
sejarah
kehidupan
Schubert.
Lieder
sebagai
sebuah
nyanyian
menjadi bagian dari suatu dokumen yang memilliki makna historis
karena: (1) Mengungkapkan rasa suka dan duka, (2) Memberikan
nuansa
lokal
dan
lingkungan
tertentu,
(3)
Sering
kali
pula
mengungkapkan nilai – nilai moral masyarakat sekitar, serta mampu
merefleksikan suasana kultural dan jiwa sezaman (zeitgeist)-nya.
Sumber
sejarah
jenis
ini
bermanfaat
mengutuhkan
sejarah
kemanusiaan (human history).15
Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi
masa
lampau
mengumpulkan,
mensintesiskan
secara
sistematis
mengevaluasi,
bukti
–
bukti
dan
objektif,
dengan
memverifikasikan,
untuk
menegakkan
fakta
cara
serta
dan
memperoleh kesimpulan yang kuat. Ciri-ciri penelitian historis lebih
tergantung kepada data yang diobservasi orang lain daripada yang
14 R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata, (Bandung :
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1999), 3.
15 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta : Penerbit Ombak,
2012), 64
23
diobservasi oleh peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh
kerja yang cermat yang menganalisis keotentikan, ketepatan, dan
pentingnya sumber-sumbernya.16 Data tersebut digunakan untuk
memaknai relasi antar peristiwa yang diseleksi sehingga akan
terbentuk pemahaman atas realitas masa lampau. Interpretasi
sebagai bagian dari rekonstruksi masa lampau mempunyai peran
untuk menafsirkan, memberi makna dan signifikansi relasi fakta –
fakta sejarah.17
Penelitian historis tergantung kepada dua macam data, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber
primer, yaitu si peneliti (penulis) secara langsung melakukan
observasi atau penyaksian kejadian – kejadian yang dituliskan. Data
sekunder diperoleh dari sumber sekunder, yaitu peneliti melaporkan
hasil observasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari
kejadian aslinya. Di antara kedua sumber itu, sumber primer
dipandang sebagai memiliki otoritas sebagai bukti tangan pertama
dan diberi prioritas dalam pengumpulan data. Penggunaan lieder
Schubert Heidenröslein dan An Die Musik dalam kerangka proses
pembelajaran awal olah vocal yang dialami oleh peneliti sebagai
murid maupun pengajar menjadi sumber langsung untuk menelaah
16 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2006), 73-74
17 Daliman, 84
24
fakta – fakta, menyajikan sebuah pemahaman yang menyeluruh
dengan dukungan dari penelitian, jurnal dan literatur-literatur yang
membahas mengenai Schubert dari berbagai sisi.
Walaupun
penelitian
historis
kepustakaan yang mendahului lain
mirip
dengan
– lain bentuk
penelaahan
rancangan
penelitian, namun cara pendekatan historis adalah lebih tuntas,
mencari informasi dari sumber yang lebih luas. Penelitian historis
juga menggali informasi –informasi yang lebih tua daripada yang
umum dituntut dalam penelaahan kepustakaan, dan banyak juga
menggali bahan – bahan tak diterbitkan yang tak dikutip dalam
bahan acuan yang standard.
18
Penelitian mengenai lieder Schubert
ini akan membutuhkan kepustakaan yang banyak berkaitan dengan
pembahasan seputar karya Schubert yang ditinjau dari berbagai
aspek baik musikologis maupun historis. Penggalian informasi akan
dimulai dengan urutan sebagai berikut :
1. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka yang
memuat data tertulis yang berkaitan dengan berbagai karya
Schubert
khususnya
mengenai
lieder.
Studi
pustaka
dilakukan di beberapa perpustakaan yaitu: (a)Perpustakaan
18
Suryabrata, 74
25
Universitas Gadjah Mada; (b) Perpustakaan Institut Seni
Indonesia Yogyakarta
Seleksi data sudah dilakukan dari sejak awal dengan
membatasi
informasi
pada
latar
belakang
kehidupan
Schubert dan lieder-nya terutama Heidenröslein dan An Die
Musik sekaligus mengumpulkan fakta- fakta sejarah di
seputar penciptaan ke-dua lieder, hingga dokumentasi
terkini mengenai praktek lieder Schubert melalui beberapa
silabus
pembelajaran
olah
vocal
dan
dokumentasi
pergelaran melalui situs Youtube.
2. Analisis Data
Dari berbagai sumber yang ada, dilakukan seleksi dan
pengelompokan sesuai dengan kategori permasalahan yang
akan
dijawab.
dikumpulkan,
Data
mengenai
kemudian
topik
dilakukan
yang
sama
pengecekan
berdasarkan kronologi dan beberapa peristiwa di seputar
saat penciptaan karya. Fakta – fakta tersebut kemudian
diperbandingkan dengan uraian yang ditemukan dalam
penggunaan lieder Schubert saat ini, melakukan penafsiran,
kemudian diambil kesimpulan.
26
H. Sistematika Penulisan
Sistematika yang dipergunakan untuk membuat karya tulis ini
adalah sebagai berikut :
BAB I : Pengantar. Berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Dinamika Kota Vienna pada Era Romantik Awal dan
Sejarah Lieder yang memuat informasi mengenai : Daya Tarik Kota
Vienna Bagi Para Seniman Musik, Musikal Kota Vienna dan Tokoh Tokoh Musisinya, Pengaruh Dinamika Kehidupan Musikal Beethoven
pada Kota Vienna, Konsekuensi Penemuan Bentuk Musik Baru, Daya
Tarik
Schubert
dan
Perlawanan
Mode
Virtuositas,
Pengaruh
Pergolakan Politik pada Inovasi Musik, Pengaruh Penerbitan Musik
dalam Pembentukan Citra Kota Musikal, Perlawanan Terhadap
Dominasi Musik Italia Oleh Mazhab Berlin, Akar Gerakan Seni Lieder
Jerman, dan Perkembangan lieder di Kota Vienna.
BAB III : Biografi Singkat dan Gaya Lieder Franz Schubert
seperti: Latar Belakang Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Musikal Franz
Schubert, Pengaruh Seni Era Klasik pada pandangan musikal Franz
Schubert, Karakteristik Lieder Franz Schubert, Gaya Lieder
Franz
27
Schubert, Penyimpangan Gaya Lieder Schubert, Sikap dan Pengaruh
Goethe pada Gaya Lieder Schubert.
BAB IV : Analisis Lieder Heidenröslein dan An Die Musik yang
meliputi : Analisis Struktural dan Gaya Schubert pada Lieder An Die
Musik, Analisis Struktural dan Gaya Schubert Lieder Heidenröslein
BAB V : Kesimpulan yang berisi tentang ringkasan karya tulis
dan saran.
Download