STUDI PENGGUNAAN BAKTERI INDIGEN PETROFILIK DALAM PROSES BIOREMEDIASI HIDROKARBON MINYAK BUMI DI WILAYAH SUMATERA BAGIAN SELATAN Oleh: Munawar1), S. P. Estuningsih1), B. Yudono2), M. Said3), and Salni1) 1) Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sriwijaya Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sriwijaya 3) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya 2) ABSTRACT Research about study the usage of petrophilic indigenous bacteria in petroleum hydrocarbon bioremediation process at south sumatera region has been conducted. The aim of this research is to know activity of petrophilic indigenous bacteria in bioremediation process of petroleum hydrocarbon at some petroleum hydrocarbon contaminated area in south sumatera. This Research is conducted in three petroleum hydrocarbon contaminated area, consisted of subprovince Muara Enim (E:104o 07’ 17.4”; S:003o 15’ 42.3”), Muba (E:104o 07’ 23.1”; S:02o 34’ 58.3”), and Muara Jambi (E:103o 30’ 07.10“; S:01o 46’ 26.00”). Each contaminated area of petroleum hydrocarbon have been sampling consisted of the soil, water, and sediment, hereinafter of each samples isolated petrophilic bacteria. Bacteria isolates have been selected and optimized to increase activity. Petrophilic bacterium isolated that already optimized were used to bioremediation process of petroleum hydrocarbon at contaminated area in accordance with come isolates. The result of research indicates that velocity of degradation Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) at three locations is 5.19% week-1; 5.27% week-1; 5.33% week-1 successively Muara Enim, Muba, and Muara Jambi. Whereas bacteria population at three locations range from 108 up to 1011 cfu/gram of soil. This result indicate that petrophilic indigenous bacteria that already optimized becomes more effective used at bioremediation process of contaminated soil by petroleum hydrocarbon. Key words: petrophilic indigenous bacteria, bioremediation, petroleum hydrocarbon, south sumatera ABSTRAK Penelitian tentang studi penggunaan bakteri indigen petrofilik dalam proses bioremediasi hidrokarbon minyak bumi di wilayah sumatera bagian selatan telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas bakteri indigen petrofilik dalam menurunkan kadar cemaran hidrokarbon minyak bumi di beberapa lokasi tercemar hidrokarbon minyak bumi di sumatera bagian selatan. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yang tercemar hidrokarbon minyak bumi meliputi kabupaten Muara Enim (E:104o 07’ 17,4”; S:003o 15’ 42,3”), Muba (E:104o 07’ 23,1”; S:02o 34’ 58,3”), dan Muara Jambi (E:103o 30’ 07,10”; S:01o 46’ 26,00”). Masing-masing area terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi diambil sampel berupa tanah, air, dan sedimen, selanjutnya dari setiap sampel diisolasi bakteri petrofilik. Isolat yang diperoleh diseleksi dan dioptimasi sehingga aktivitasnya meningkat. Isolat bakteri petrofilik yang sudah dioptimasi digunakan untuk proses bioremediasi hidrokarbon minyak bumi pada lokasi yang tercemar sesuai dengan asal isolat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju penurunan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) pada tiga lokasi adalah 5,19%/minggu; 5,27%/minggu; 5,33%/minggu berturut-turut lokasi Muara Enim, Muba, dan Muara Jambi. Sedangkan populasi bakteri pada tiga lokasi berkisar antara 108 sampai 1011 cfu/gram tanah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri petrofilik indigen yang telah dioptimasi menjadi lebih efektif digunakan pada proses bioremediasi tanah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi. Kata kunci: bakteri indigen petrofilik, bioremediasi, hidrokarbon minyak bumi, sumatera selatan I. PENDAHULUAN Wilayah Sumatera bagian selatan merupakan daerah yang banyak terdapat industri minyak bumi, baik hulu maupun hilir. Meningkatnya kegiatan eksplorasi dan produksi minyak bumi, membawa konsekuensi dilakukannya pengelolaan secara komprehensif, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan tersebut dapat diminimalisasi. Salah satu dampak negatif kegiatan eksplorasi dan produksi minyak bumi adalah tercemarnya lingkungan oleh hidrokarbon petroleum. Pencemaran lingkungan oleh hidrokarbon petroleum dapat terjadi akibat adanya limbah dari tank cleaning, kebocoran pipa, tumpahan atau ceceran crude oil selama proses eksplorasi, produksi, dan transportasi ataupun peristiwa kecelakaan seperti terjadinya semburan liar dari sumur minyak yang sudah ada. Akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang terhadap lingkungan terestrial maupun lingkungan akuatik yang tercemar adalah menurunnya kualitas lingkungan sehingga biota yang menempati lingkungan tersebut terganggu. Disamping itu, penurunan kualitas lingkungan akibat terkontaminasi hidrokarbon petroleum dapat mengurangi fungsi lingkungan, terutama sebagai habitat biota yang memberi kontribusi terhadap keseimbangan ekologis. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif akibat kegiatan di atas adalah melakukan pengolahan limbah hidrokarbon petroleum atau meremediasi lingkungan yang tercemar oleh hidrokarbon petroleum. Upaya tersebut dikenal dengan bioremediasi atau pengolahan secara biologis. Bioremediasi merupakan salah satu teknologi pengolahan limbah atau lingkungan yang tercemar dengan memanfaatkan potensi biota lokal yang berasal dari lingkungan tempat limbah atau lingkungan yang tercemar itu berada. Biota lokal salah satunya adalah bakteri indigen yang bersifat petrofilik yaitu mampu mendegradasi komponen hidrokarbon yang terdapat dalam limbah atau lingkungan yang tercemar hidrokarbon petroleum. Bakteri indigen merupakan bakteri pribumi sehingga sudah teradaptasi dengan berbagai faktor lingkungan di habitat asalnya. Bakteri petrofilik yang berasal dari lingkungan yang tercemar hidrokarbon petroleum sudah teradaptasi dengan faktor lingkungan yang ada, sehingga memungkinkan mempunyai kemampuan biodegradasi maksimal di lingkungan tersebut. Proses biodegradasi senyawa hidrokarbon petroleum dipegaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu bakteri petrofilik yang melakukan biodegradasi, faktor lingkungan selama proses biodegradasi, dan nutrien yang dibutuhkan. Jenis-jenis bakteri petrofilik dapat secara maksimal melakukan degradasi jika faktor lingkungan yang ada sesuai dan nutrien yang dibutuhkan dipenuhi (Mehrasbi et al., 2003; Munawar and Said, 2007; Munawar et al., 2007) Studi ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas bakteri indigen petrofilik dalam menurunkan kadar cemaran hidrokarbon petroleum di beberapa lokasi tercemar oleh hidrokarbon petroleum di sumatera bagian selatan. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yang tercemar hidrokarbon minyak bumi meliputi kabupaten Muara Enim (E:104o 07’ 17,4”; S:003o 15’ 42,3”), Muba (E:104o 07’ 23,1”; Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 2 dari 8 halaman S:02o 34’ 58,3”), dan Muara Jambi (E:103o 30’ 07,10”; S:01o 46’ 26,00”). Masing-masing lingkungan tersebut berturut-turut mewakili pencemaran hidrokarbon petroleum akibat semburan liar sumur minyak, akibat tumpahan dari tangki penampungan, dan akibat proses eksplorasi produksi. II. MATERI DAN METODE Isolasi dan identifikasi bakteri indigen petrofilik Isolasi bakteri indigen petrofilik dilakukan terhadap sampel berupa tanah, air, dan sedimen yang diambil dari tiga lokasi yang tercemar hidrokarbon petroleum yaitu dari kabupaten Muara Enim, kabupaten Muba, dan kabupaten Muara Jambi. Masing-masing jenis sampel dari setiap lokasi selanjutnya dilakukan isolasi terhadap bakteri indigen petrofilik. Setiap jenis sampel dikultur dalam medium Zobell cair, selanjutnya ditumbuhkan dalam medium selektif yang hanya mempunyai satu sumber karbon berupa hidrokarbon petroleum (Munawar, 1999; Hary dkk., 2006). Identifikasi dilakukan berdasarkan karakter secara morfologi yang meliputi morfologi koloni dan sel, serta serangkaian uji-uji fisiologi yang biasa digunakan untuk identifikasi bakteri. Karakteristik setiap isolat yang diperoleh dicocokan dengan buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Buchanan and Gibbons, 1974). Persiapan kultur bakteri indigen petrofilik Masing-masing isolat bakteri yang diperoleh dari setiap lokasi dibuat kultur campur menggunakan medium Mineral Salt Medium (MSM) cair (Mehrasbi et. al., (2003). Selanjutnya dilakukan penggandaan kultur sesuai dengan volume yang dibutuhkan dilapangan. Penggandaan volume kultur menggunakan Soil Extract Medium (SEM) yang dimodifikasi. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan sumber C, N, P, dan K dengan ratio C:N:P:K adalah 100:10:1:0,1. (modifikasi Margesin and Schinner, 2001). Persiapan pilot unit bioremediasi di lapangan Proses bioremediasi dilakukan dalam suatu mixing cell yang berukuran 50 m x 12 m x 0,3 m. Limbah atau tanah yang tercemar hidrokarbon petroleum sebelum dilakukan proses bioremediasi terlebih dahulu dipreparasi. Preparasi dilakukan dengan cara menambahkan tanah segar hingga konsentrasi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) ≤ 15%, selanjutnya ditambahkan agen pengembang berupa serbuk gergaji sebanyak 5% dan ditambah nutrien berupa sumber N, P, dan K dengan memperhitungkan konsentrasi TPH sebagai sumber C, sehingga diperoleh ratio C:N:P:K adalah 100:10:1:0,1. (modifikasi Margesin and Schinner, 2001; Dibble and Bartha, 1979). Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 3 dari 8 halaman Ekstraksi TPH dari tanah tercemar hidrokarbon petroleum Sampel berupa tanah diambil dari setiap Mixing Cell terdiri atas beberapa titik dan setiap titik sampling diambil bagian atas, tengah dan bawah. Sampel dalam satu Mixing Cell dikomposit baru dilakukan analisis konsentrasi TPH. Sampel tanah komposit diambil sebanyak 10 g dan diekstraksi menggunakan heksan, methil klorida, dan kloroform masing-masing 100 ml. Ekstrak yang diperoleh dari masing-masing pelarut digabungkan dan ditimbang sebagai TPH secara gravimetri (Misiira et. al., 2001; Minai-Tehrabi and Herfatmanesh, 2007). Penghitungan populasi bakteri selama proses bioremediasi Penghitungan populasi bakteri dilakukan pada sampel yang sama dengan untuk perhitungan TPH. Sampel tanah diambil secara aseptik sebanyak 10 g, diencerkan dalam larutan NaCl 0,85% sebanyak 99 ml, selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10-10. Mulai pengenceran 10-2 sampai 1010 diambil 1 ml mengunakan metode pour plate dikultur dalam medium Oil Agar (OA). Kultur dalam medium OA diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan penghitungan koloni yang tumbuh berdasarkan Standard Plate Count (SPC) (Ayotamuno et al., 2007). Pemantauan proses bioremediasi Setiap Mixing Cell di semua lokasi dilakukan pemantauan terhadap suhu, kelembaban, dan pH. Pengukuran suhu dilakukan dengan soil thermometer, pengukuran kelembaban dan pH dilakukan menggunakan soil tester. Kelembaban dipertahankan 50% – 70% dengan menyemprotkan air atau mengurangi air jika berlebih, sedangkan pH dipertahankan pada nilai 6 – 8 unit dengan cara menambahkan zat kapur jika terlalu asam dan menambahkan sulfur jika terlalu basa. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan seleksi bakteri indigen petrofilik Tabel 1. Daftar isolat bakteri indigen petrofilik yang ditemukan di setiap lokasi lingkungan yang tercemar hidrokarbon petroleum di wilayah Sumatera bagian selatan Lokasi Kabupaten Muara Enim Kabupaten Muba Kabupaten Muara Jambi Jenis bakteri yang ditemukan Bacillus coagulan, Bacills lentimorbus, Bacillu spasteuri, Bacillus freudenrechii, Pseudomonas freudenreichi, dan Peseudomonas aeruginosa Bacillus sphaericus, Bacillus megaterium, Bacillus mycoide, Bacillus cereus, Pseudomonas pseudoalcaligenes, Xanthobacter autotraphicus Pseudomonas flourescen, Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus coagulans Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 4 dari 8 halaman Berdasarkan tabel 1. isolat bakteri indigen petrofilik yang diperoleh dari tiga lokasi terdiri atas tiga genera meliputi Bacillus, Pseudomonas, Xanthobacter. Satu diantara tiga genera tersebut yaitu genus Xanthobacter hanya ditemukan di lokasi Muba, sedangkan dua genera lainnya yaitu Bacillus dan Pseudomonas ditemukan di tiga lokasi masing-masing Muara Enim, Muba, dan Muara Jambi. Tiga genera yang diperoleh merupakan bakteri indigen petrofilik yang hidup di tanah. Konsentrasi TPH dan populasi bakteri selama proses bioremediasi Konsentrasi TPH dilokasi Muara Enim menunjukkan penurunan selama proses bioremediasi (Gambar 1.), sedangkan populasi bakteri di lokasi tersebut (Gambar 1.) menunjukkan bahwa pada awal bioremediasi (T0) populasi bakteri masih rendah karena belum diinokulasi dengan isolat bakteri indigen petrofilik. Setelah diinokulasi bakteri indigen petrofilik, mulai T1 terjadi peningkatan populasi berkisar 1010 hingga 108 cfu/g tanah sampai akhir proses bioremediasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa bakteri indigen petrofilik yang diinokulasikan mampu bertahan hidup dan memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber karbonnya. Pemanfaatan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh bakteri tersebut ditunjukkan adanya kenaikan laju biodegradasi TPH setelah T0, laju biodegradasi TPH maksimum di lokasi Muara Enim dicapai pada T4 yaitu 7,69 %/minggu. Gambar 1. Kondisi TPH, Populasi bakteri, dan Laju biodegradasi selama proses bioremediasi di lokasi Muara Enim Proses bioremediasi di lokasi Muba menunjukkan bahwa mulai T0 sampai T8 terjadi penurunan konsentrasi TPH yang juga berbanding terbalik dengan populasi bakteri. Populasi bakteri pada T3 Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 5 dari 8 halaman sampai T8 stabil pada jumlah sekitar 1011 cfu/g. Laju biodegradasi TPH maksimum dicapai pada posisi T3 yaitu 7,22% TPH/minggu, posisi tersebut juga menunjukkan populasi bakteri tertinggi. Gambar 2. Kondisi TPH, Populasi bakteri, dan Laju biodegradasi selama proses bioremediasi di lokasi Muba Gambar 3. Kondisi TPH, Populasi bakteri, dan Laju biodegradasi selama proses bioremediasi di lokasi Muara Jambi Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 6 dari 8 halaman Di lokasi Muara Jambi menunjukkan bahwa jumlah awal bakteri sebelum diinokulasi dengan isolat bakteri indigen petrofilik jumlahnya sangat rendah yaitu sekitar 102 cfu/g, namun setelah diinokulasi jumlah tersebut meningkat tajam pada posisi T1 hingga mencapai sekitar 108 cfu/g. Kondisi ini menyebabkan laju biodegradasi TPH pada posisi T1 paling tinggi hingga mencapai 12,37% TPH/minggu. Populasi bakteri mulai posisi T2 sampai posisi T8 stabil sekitar 109 hingga 1010 cfu/g. Secara umum konsentrasi TPH selama proses bioremediasi di setiap lokasi menunjukkan penurunan yang berbanding lurus dengan waktu bioremediasi (Gambar1, 2, dan 3). Sedangkan Populasi bakteri pada awal bioremediasi (T0) terlihat rendah hanya berkisar 102 hingga 104 cfu/g, populasi tersebut menunjukkan populasi bakteri awal sebelum diinokulasi bakteri indigen petrofilik. Setelah diinokulasi dengan bakteri indigen petrofilik populasi bakteri meningkat menjadi 108 hingga 1011 cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri indigen yang ditambahkan ke dalam mixing cell dapat bertahan hidup dan mampu melakukan biodegradasi TPH dengan memanfaatkan hidrokarbon petroleum sebagai sumber karbon dan energinya. Gambar 4. Grafik hubungan antar populasi bakteri dan laju biodegradasi selama proses bioremediasi pada tiga lokasi Gambar 4, menunjukkan bahwa selama proses bioremediasi populasi bakteri dan laju biodegradasi TPH mempunyai pola yang sama. Pola tersebut menjelaskan bahwa laju biodegradasi TPH meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bakteri. Kondisi ini juga dapat menjelaskan bahwa bakteri indigen petrofilik yang diinokulasikan mampu melakukan proses bodegradasi terhadap senyawa hidrokarbon petroleum yang ada. Hasil ini didukung oleh penelitian Misiriia et al., (2001) yaitu penambahan inokulum mamp menstimulasi bioremediasi in situ pada tanah yang terkontaminasi sludge minyak bumi. Selama proses bioremediasi kelembaban, pH, dan suhu masih memenuhi kondisi optimal. Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 7 dari 8 halaman IV. KESIMPULAN DAN SARAN Laju penurunan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) pada tiga lokasi adalah 5,19%/minggu; 5,27%/minggu; 5,33%/minggu berturut-turut lokasi Muara Enim, Muba, dan Muara Jambi. Populasi bakteri pada tiga lokasi berkisar antara 108 sampai 1011 cfu/gram tanah. Bakteri petrofilik indigen yang telah dioptimasi menjadi lebih efektif digunakan pada proses bioremediasi tanah terkontaminasi hidrokarbon petroleum. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola interaksi bakteri petrofilik indigen dalam bentuk konsorsium pada proses biodegradasi hidrokarbon petroleum. Penelitian ini akan memberikan informasi ilmiah tentang keterkaitan antara kinerja biodegradasi dan pola interaksi dalam bentuk konsorsium. DAFTAR PUSTAKA Ayotamuno, M.J., R.N. Okparanma, E.K. Nwenwka, S.O.T. Agaji, and S.D. Probert. 2007. Bioremediation of a Sludge Containing Hydrocarbons. Appl. Energy. 85(9):936-943 Buchanan, R.E. & N.E. Gibbons (CoE). 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 8th. Ed. S.T. Cowan, J.G. Holt, J. Liston, R.G.E. Murray, C.F. Niven, A.W. Ravin & R.Y. Stanier (Eds.). Baltimore. Dibble, J.T. and R. Bartha. 1979. Effect of Environmental Parameters on the Biodegradation of Oil Sludge. Appl.Environ. Microbiol. 37(4): 729-739 Margesin, R., and F. Schinner. 2001. Bioremediation (natural attenuation and Biostimulation) of diesel-oil-contaminated soil in an alpine glacier skiing area. Appl. Environ. Microbiol. 67(7):3127-3133 Mehrasbi, M.R., B. Haghighi, M. Shariat, S. Naseri, and K. Naddafi. 2003. Biodegradation of Petroleum Hydrocarbons in Soil. Iranian J. Publ. Health. 32(3): 28-32 Minai-Tehrani, D and A. Herfatmanesh. 2007. Biodegradation of Aliphatic and Aromatic Fraction of Heavy Crude Oil-Contaminated Soil: A Pilot Study. Bioremediation Journal. 11(2):71-76. Misiira, S., J. Jyot, R.C. Kuiiad, and B. Lal. 2001. Evaluation of Inoculum Addition to Stimulate in situ Bioremediation of oily-sludge-contaminated soil. Appl. Environ. Microbiol. 67(4):1675-1681 Munawar and M. Said. 2007. Role of Nutrient and Bacteria in Reduction of Oil in Bioremediation of Wastewater from Oil Refinery Industry. The 14th Regional Symposium Chemical Engeenering. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Munawar, M. Said, B. Yudono, dan S.P. Estuningsih. 2007. Penggunaan bakteri indigenous dalam proses bioremediasi ex situ pada tanah terkontaminasi minyak akibat semburan liar sumur betun 01. Seminar Penanganan Kontaminasi Lahan. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta Convention Center. Munawar. 1999. Isolasi dan Uji Kemampuan Isolat Bakteri Rhizosfir dari Hutan Bakau di Cilacap dalam Mendegradasi Residu Minyak. Tesis magister ITB. Bandung Widjajanti, Hary, Munawar, dan Nofiah. 2006. Isolasi, Seleksi, dan Karekterisasi Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Limbah Cair Kegiatan Eksplorasi Minyak bumi. Pengelolaan lingk. dan sumber daya alam. 5(4): 22-31 Makalah seminar PIT-PERMI, Purwokerto, 22-23 Agustus 2008 Halaman 8 dari 8 halaman