bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi dengan

advertisement
BIOREMEDIASI TANAH YANG TERKONTAMINASI MINYAK BUMI
DENGAN METODE BIOVENTING TERHADAP PENURUNAN KADAR
TOTAL PETROLEUM HYDROCARBON DAN BTEX
Marsya Dyasthi Putri, Firdaus Ali, dan Zulkifliani
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Depok
[email protected]
ABSTRAK
Kegiatan industri pertambangan minyak bumi di Indonesia telah menimbulkan banyak kasus pencemaran limbah
berbahaya dan beracun (B3). Kasus tersebut dapat menimbulkan dampak buruk bagi kualitas lingkungan. Pada
KepMenLH No. 128 Tahun 2003, disebutkan bahwa pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat
dilakukan secara biologis, dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Salah satu teknik
penerapan pemulihan tersebut adalah dengan menggunakan teknik Bioventing. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh injeksi udara dan mikroorganisme yang berperan dalam proses remediasi dan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerjanya bioventing. Minyak bumi yang digunakan merupakan crude oil yang
berasal dari PPPTMGB Lemigas. Selama 5 minggu penelitian, didapatkan penyisihan konsentrasi TPH terbesar
yaitu sebesar 82% yang terdapat pada sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 10% v/v. Sedangkan
pada sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 15% v/v, dan tanpa penambahan bakteri (bakteri
indigenous) 1 dan 2 secara berurut adalah 67,1%, 54,24%, dan 68,12%. Penyisihan konsentrasi BTEX terbesar,
yaitu sebesar 66,65% pada kontrol 2. Sedangkan sampel dengan kontrol 1, konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis
10% v/v, dan bakteri Bacillus Subtilis 15% v/v secara berurut adalah 23,39%, 34,41%, dan 37,69%. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel dengan konsentrasi bakteri Bacillus Subtilis 10% v/v dan Kontrol
2 yang paling baik dalam mendukung efektivitas proses degradasi minyak bumi.
Kata kunci : Bioremediasi; Bacillus; Bioventing; Total Petroleum Hydrocarbon; BTEX
ABSTRACT
Oil mining industry in Indonesia has generated many cases of very hazardous waste pollution. Those cases could
adversely affect the quality of environment. Ministry of Environment through the Ministry of Environment
Decree No. 128/2003, stated that the recovery of oil contaminated area can be purified by using microbial
activity, called bioremediation. On of the most preferred methods for the remediation process of oil
contaminated soil is bioventing. The main objective of this study was to determine the effect of air injection and
microorganisms that play a role in the remediation process and the factors that affect performance bioventing.
Oil used in this study was crude oil which was derived from PPTMGB Lemigas. The purpose of this study.
During the 5 weeks of the study, obtained the largest TPH concentrations allowance that is equal to 82% were
found in the sample with the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v/v. While the sample with the
concentration of bacteria Bacillus Subtilis 15% v/v, and without the addition of bacteria (indigenous) 1 and 2 in
sequence is 67.1%, 54.24%, and 68.12%. Provision largest concentration of BTEX, amounting to 66.65% in the
control 2. Whereas the control 1, the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v / v, and the bacteria
Bacillus Subtilis 15% v / v in the order are 23.39%, 34.41%, and 37.69%. From this study it can be concluded
that the sample with the concentration of the bacteria Bacillus Subtilis 10% v / v and Control 2 is best in support
of the effectiveness of oil degradation process.
Key words : Bioremediation; Bacillus; Bioventing; Total Petroleum Hydrocarbon; BTEX
1 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia PENDAHULUAN
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam penting di Indonesia. Minyak bumi
memiliki bermacam manfaat bagi kehidupan manusia, akan tetapi bila tumpah atau terbuang
ke lingkungan, minyak bumi tersebut akan menjadi pencemar yang berbahaya. Selama
kegiatan industri perminyakan umumnya terjadi tumpahan maupun ceceran minyak bumi dan
produk-produknya, sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran. Meningkatnya frekuensi
pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan baik di daratan maupun di perairan.
Lingkungan darat yaitu tanah merupakan salah satu komponen utama bagi pertumbuhan
tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Kondisi tanah yang subur dan
bebas pencemar sangatlah diperlukan. Adanya kontaminasi senyawa organik maupun
senyawa kimia lainnya yang sulit didegradasi dan bersifat toksik di tanah menjadi
pengganggu pertumbuhan tanaman dan organisme lain yang hidup di dalamnya. Dengan kata
lain pencemaran pada lingkungan akan mengurangi kualitas dan daya dukung lingkungan
terhadap makhluk hidup.
Salah satu kontaminan yang relatif sulit didegradasi ialah senyawa hidrokarbon yang berasal
dari minyak bumi atau lumpur minyak bumi. Penanganan kondisi lingkungan yang tercemar
minyak bumi dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara
kimia dan fisika merupakan cara penanganan cemaran minyak bumi yang membutuhkan
waktu relatif singkat, tetapi metode ini relatif tidak ramah lingkungan. Penanganan metode
biologi relatif tidak merusak lingkungan dibandingkan dengan metode kimia dan fisika.
Penanganan ini menggunakan teknik bioremediasi dengan memanfaatkan mikroba (kapang
dan bakteri) untuk menghilangkan cemaran dari lingkungan. Bioremediasi merupakan proses
detoksifikasi dan degradasi limbah minyak. Penanggulangan limbah minyak bumi secara
hayati cukup efektif, efisien, ekonomis, dan lebih ramah lingkungan (Anggraeni,2003).
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menanggulangi tanah yang terkontaminasi
oleh minyak bumi adalah teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses pengolahan
limbah minyak bumi yang sudah lama atau tumpah/ceceran minyak pada lahan yang
terkontaminasi dengan memanfaatkan makhluk hidup termasuk mikroorganisme, untuk
mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar.
Teknik bioremediasi yang digunakan adalah bioventing dengan Bioventing adalah teknologi
remediasi in-situ atau ex-situ yang menggunakan mikroorganisme lokal untuk menguraikan
kontaminan organik yang terabsorbsi ke tanah di zona tak jenuh. Tanah di zona capillary
fringe dan zona jenuh tidak terpengaruh oleh proses ini. Dalam bioventing, aktivitas bakteri
2 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia secara alami ditingkatkan dengan injeksi udara (atau oksigen) ke zona tak jenuh
(menggunakan sumur ekstraksi atau injeksi) dan jika perlu dengan menambahkan nutrisi
(EPA, 2004). Bioventing merupakan metode bioremediasi menggunakan mikroba indigenous
dalam mendegradasi konstituen organik yang diadsorbsi oleh tanah pada lapisan tidak jenuh
(vadoze) dengan menambahkan laju udara untuk menyediakan oksigen agar proses
biodegradasi meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan penjabaran
permasalahan yang akan ditinjau dalam penelitian sehingga mendapatkan jawaban yang
ilmiah dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Menganalisis hasil pengaruh injeksi udara dan
mikroorganisme yang berperan dalam proses remediasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerjanya sesuai dengan baku mutu lingkungan atau dibawah baku mutu lingkungan.
Menganalisis pengurangan kadar polutan (TPH dan BTEX) pada tanah yang terkontaminasi
minyak bumi.
TINJAUAN TEORITIS
Definisi Minyak Bumi dan Komponennya
Mc.Millen (1998) menyatakan bahwa hidrokarbon yang terkontaminasi dalam lumpur minyak
yang merupakan limbah yang terjadi pada kegiatan pengolahan, penyaluran dan
penampungan
minyak
bumi
merupakan
sumber
energi
bagi
mikroorganisme
pendegradasinya. Beberapa jenis hidrokarbon dapat dengan mudah diuraikan oleh
mikroorganisme. Hal ini akan lebih efektif apabila minyak bumi tersebut mempunyai
komponen pendukung lainnya. Minyak bumi terdiri atas senyawa hidrokarbon sebagai
penyusun utama dan senyawa ikatan. Hidrokarbon berdasarkan rantai karbonnya secara
umum terdiri atas tiga jenis yaitu hidrokarbon alifatik, siklik, dan aromatik. Hidrokarbon
siklik mempunyai molekul yang tersusun sebagai cincin berantai tunggal seperti siklopropana, siklo-heksana, dan siklo-heptana. Hidrokarbon aromatik mempunyai molekul yang
tersusun sebagai cincin berikatan ganda yang dikenal sebagai senyawa aromatik seperti
benzena, toluene, dan naphthalene (Irianto et al., 1999). Udiharto (1992) menyatakan bahwa
empat komponen utama hidrokarbon dalam minyak bumi adalah alkana (parafin), alkena
(olefin), siklo-alkana (naftena/siklo-parafin), dan hidrokarbon aromatik. Senyawa-senyawa
tersebut ada yang berupa fraksi ringan dan adapula sebagai fraksi berat. Banyak sedikitnya
senyawa tersebut bergantung pada tempat asal minyak bumi diambil. Banyak senyawasenyawa organik yang terbentuk di alam dapat didegradasi oleh mikroorganisme bila kondisi
3 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia lingkungan menunjang proses degradasi tersebut. Artinya, pencemaran lingkungan oleh
polutan-polutan organik dapat dengan sendirinya dipulihkan. Namun pada beberapa lokasi
terdapat senyawa organik alami yang resisten terhadap biodegradasi sehingga senyawa
tersebut akan terakumulasi di dalam perut bumi (Atlas, R.M., 1981). Hidrokarbon minyak
bumi merupakan kontaminan yang paling luas yang mencemari lingkungan.
Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) ialah merupakan pengukuran konsentrasi pencemar
hidrokarbon minyak bumi dalam tanah atau serta seluruh pencemar hidrokarbon minyak
dalam suatu sampel tanah yang sering dinyatakan dalam satuan mg hidrokarbon/kg tanah
(Nugroho, 2006). Jumlah TPH yang ditemukan dalam sampel dapat berguna sebagai indikator
umum dari kontaminasi minyak bumi di lokasi tersebut. Namun, pengukuran TPH atau angka
TPH tersebut hanya menceritakan sedikit tentang bagaimana petroleum hidrokarbon tertentu
dalam sampel dapat mempengaruhi manusia, hewan, dan tanaman. Dengan membagi TPH
kedalam kelompok hidrokarbon minyak bumi yang bertindak sama dalam tanah atau air, para
ilmuwan dapat lebih tahu apa yang terjadi kepada TPH tersebut. Kelompok- kelompok ini
disebut fraksi hidrokarbon minyak bumi (U.S. Department Of Health And Human Services,
1999).
BTEX adalah singkatan digunakan untuk empat senyawa yang ditemukan dalam minyak
bumi produk. Senyawa ini benzena, toluena, etilbenzena, dan xilena. Benzena, toluena, dan
xilena ditemukan secara alami dalam seperti produk minyak bumi seperti minyak mentah,
solar dan bensin. Etilbenzena adalah bensin dan aditif bahan bakar penerbangan. Mereka juga
digunakan secara luas dalam proses manufaktur. Benzene digunakan dalam produksi bahan
sintetis dan produk konsumen, seperti sintetis karet, plastik, nilon, insektisida dan cat.
Toluena digunakan sebagai pelarut untuk cat, pelapis, gusi, minyak, dan resin. etil-benzena
mungkin akan hadir dalam produk konsumen seperti cat, tinta, plastik, dan pestisida. Xilena
digunakan sebagai pelarut dalam pencetakan, karet, dan industri kulit. Para BTEX jangka
mencerminkan bahwa benzena, toluena, etilbenzena dan xilena sering ditemukan bersamasama di lokasi yang terkontaminasi (TOSC, 2012).
Studi Literatur Bioremediasi
Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis bahan organik menjadi senyawa
lain misalnya CO2, CH4, H2O, garam anorganik, biomassa, dan hasil samping yang sedikit
lebih sederhana dari senyawa semula. Proses ini didasarkan pada siklus karbon, sehingga
bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi
4 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia (Citroreksoko, 1996). Menurut Sa'id dan Fauzi (1996) bioremediasi diartikan sebagai proses
penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan yang telah tercemar.
Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang digunakan (mikroba,
tanaman, atau hewan) dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu. Proses
bioremediasi akan berlangsung optimal pada pH dan subu tertentu, serta hams tersedianya
cukup nutrisi dan oksigen bagi organisme yang memanfaatkan. Perlakuan teknologi
bioremediasi dapat dilakukan melalui beberapa proses antara lain: bioaugmentasi, biofilter,
biostimulasi, bioreaktor, bioventing, pengomposan, fitoremediasi, dan landfarming (Bacher
dan Herson, 1994 in Citroreksoko, 1996).
Kontrol dan optimisasi proses bioremediasi merupakan sistem yang kompleks dari banyak
faktor. Faktor tersebut antara lain dapat berupa: keberadaan populasi mikroba yang mampu
mendegradasi polutan; ketersediaan kontaminan ke populasi mikroba, faktor lingkungan
(jenis tanah, suhu, pH, adanya oksigen atau akseptor elektron lainnya, dan nutrisi) (Vidali,
2001).
Bioventing merupakan aplikasi dari bioremediasi in situ yang dilakukan pada zona tidak jenuh
yang memiliki permeabilitas gas yang bagus. Bioventing dilakukan pada pengolahan
kontaminan volatil yang sukar dibiodegradasi. Bioventing cocok untuk kontaminan yang
didegradasi melalui metabolisme aerobik dan memiliki tekanan uap kurang dari 1 atm. Pada
bioventing digunakan gerakan udara yang diinjeksi melalui tanah yang tidak jenuh atau tanpa
penambahan nutrien, untuk menstimulasi mikroorganisme tanah dalam mengubah
kontaminan organik seperti hidrokarbon uapnya lebih besar dari 760 mmHg, maka penguapan
akan berjalan dengan lebih cepat. Sementara, jika tekanan uapnya kurang dari 1 mmHg maka
kontaminan tersebut tidak akan menguap secara substansial (Bima Prakasa, 2011).
Efektifitas bioventing tergantung dari kemampuan mikroorganisme dalam menguraikan
kontaminan dan untuk mendistribusikan O2 dalam jumlah yang mencukupi pada sub-surface.
Permeabilitas juga mempengaruhi efektifitas bioventing. Permeabilitas udara tergantung dari
struktur tanah dan ukuran partikel tanah. Tanah dengan struktur dan ukuran partikel yang
seragam merupakan lapisan tanah yang permeabel sehingga memudahkan pengolahan
lahannya dalam proses bioventing. Sebaliknya, tanah dengan kandungan clay dan silt yang
tinggi akan lebih sulit diolah dengan bantuan proses bioventing. Kelembapan tanah yang
tinggi dapat menghambat permeabilitas dan potensial udara pada proses bioventing.
Permeabilitas udara yang lebih besar dari 10-9 cm2 akan memudahkan pengolahan tanah
5 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia terkontaminasi, sedangkan permeabilitas udara kurang dari 10-10 cm2 akan menyebabkan
aliran gas melewati retakan tanah atau material yang lebih permeabel (Bima Prakasa, 2011).
Proses bioventing dapat dilakukan dengan injeksi (SUE). Sistem injeksi dapat dilakukan
dengan bantuan blower, pipa distribusi ataupun sumur penyuntikan. Sistem injeksi tersebut
lebih murah dari penerapan proses bioventing secara keseluruhan karena tidak menggunakan
pengolahan fase uap. Injeksi bertujuan untuk memberikan suplai O2 yang memadai untuk
menstimulasi biodegradasi tanpa menimbulkan emisi ke atmosfer. Injeksi akan lebih mudah
dilakukan jika ditunjang dengan kontaminan yang memiliki titik uap rendah. Injeksi yang
diberikan pada lapisan vadose dapat mengakibatkan permukaan air menurun, permebalitas
udara dalam tanah meningkat, volume tanah efektif yang tersedia akan bertambah, bahan
yang mudah menguap akan berpindah menuju ke fase gas dan selanjutnya berpindah ke
daerah yang tidak terkontaminasi, demikianlah yang disebut dengan proses biodegradasi
(Bima Prakasa, 2011).
Faktor-Faktor Pendukung pada Bioventing
Proses bioremediasi bergantung pada aktivitas mikroorganisme pendegradasi. Degradasi
material organik di lingkungan alami umumnya dilakukan oleh dua kelompok
mikroorganisme : bakteri dan jamur. Bakteri mewakili beragam jenis organisme prokariotik
yang banyak tersebar di biosfer. Bakteri dapat ditemukan di semua lingkungan di mana
terdapat organisme yang hidup. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua strain bakteri ada di
seluruh alam (Baker dan Herson, 1994).
Bacillus merupakan bakteri yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pada lingkungan
tempat tinggalnya. Bakteri ini mampu menggunakan komponen organik sebagai sumber
makanan. Berdasarkan kemampuannya tersebut, Bacillus digunakan dalam mendegradasi
senyawa kontaminan organik seperti styrene, trinitrotoluene, PAHs, serta senyawa organik
lainnya. Bacillus yang umum digunakan dalam degradasi hidrokarbon antara lain adalah
Bacillus substilis, Bacillus cereus dan Bacillus pumilis.
Secara umum bakteri Bacillus subtilis memeliki karakteristik sebagai berikut:
a.
Salah satu kelompok bakteri gram positif dan berukuran 0,5-2,5 µm x 1,0-1,2 µm
b. Bacillus subtilis membentuk endospora yang protektif yang memberi kemampuan
bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim
c. Merupakan jenis kelompok bankteri termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu
5oC – 55oC dan mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60oC – 80oC.
6 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia Faktor nutrisi yang diperlukan dalam proses bioremediasi antara lain karbon sebagai sumber
energi untuk aktivitas mikroorganisme. Sumber karbon didapatkan dari hidrokarbon minyak.
Nutrisi bagi mikroorganisme dapat juga berbentuk nitrogen dan fosfor (Udiharto, 1996).
METODE PENELITIAN
Pendetakan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan kali ini ialah berupa penelitian eksperimen bioremediasi tanah
yang digunakan sebagai pemeriksaan penurunan kadar TPH dan BTEX dari tanah yang
terkontaminasi minyak bumi dengan menggunakan metode bioventing. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efisiensi kinerja dari bakteri sebagai biodegradator dan juga
asupan oksigen dari sumur injeksi tersebut terhadap penurunan kadar TPH dan BTEX pada
tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Pada pendekatan eksperimen, peneliti memasukkan
unsur baru ke dalam sebuah situasi untuk mengetahui akibatnya. Tujuan penelitian
eksperimen adalah mengidentifikasi hubungan kausal atau sebab/akibat sesuatu terhadap
variabel lain. Beberapa variabel relevan merupakan variabel terkendali atau variabel konstan,
sedangkan variabel relevan lainnya dimanipulasi oleh peneliti. Dengan mengontrol beberapa
variabel dan memanipulasi variabel lainnya, peneliti eksperimen memasuki tahap prakiraan
atau prediksi (Basuki, 2006 dalam Aisyah, 2011). Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Menurut
Basuki (2006) dalam Aisyah (2011), metode penelitian kuantitatif lebih memusatkan
perhatian pada hal lebih nyata yang dapat diukur dengan angka, berupaya memahami hal yang
diteliti dengan melakukan pengukuran.
Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian menjadi dasar permulaan dilakukannya suatu penelitian. Agar penelitian
mempunyai kualitas data yang cukup tinggi, maka instrumen persiapan harus disusun secara
sistematis. Terdiri dari :
§ Penyiapan Sampel Tanah : Tanah yang digunakan berasal dari PPPTMGB Lemigas Jakarta
yang kemudian ditambahkan dengan crude oil sebanyak 5% b/b.
§ Isolat Bakteri dan Nutrisi : Peremajaan isolat bakteri Bacillus subtilis dilakukan pada
media cair, Nutrient Broth (NB) sebanyak 5 liter dengan persentase 10% v/v dan 15% v/v
untuk dicampurkan ke tanah sebagai perlakuan. Untuk meningkatkan pertumbuhan isolat
7 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia bakteri pemecah minyak, maka sample yang digunakan ditambahkan nutrisi. Oleh sebab
itu, dalam penelitian kali ini perlu ditambahkan urea dan NPK sebagai asupan nutrisi
mikroorganisme. Urea dan NPK merupakan jenis nutrisi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan aktivitas mikroba dan bersifat biodegradable.
§ Material dan metode : Penggunaan metode bioventing untuk pemulihan tanah yang
terkontaminasi dengan menggunakan mikroorganisme dan oksigen sebagai asupan
mikroorganisme tersebut atau biasa disebut dengan bioremediasi ini dilakukan untuk
mengecek parameter-parameter kualitas tanah yang akan diteliti dalam hal ini adalah total
petroleum hidrokarbon (TPH) dan BTEX. Pilot plan alat ini secara garis besar terdiri dari
reaktor kaca berukuran 50 x 50 x 20 cm3 sebanyak 2 buah, 8 blower, tanah yang
terkontaminasi minyak, pipa, lubang monitor. Peralatan yang digunakan untuk uji
mikrobiologi adalah botols ample, cawan petri, buret, pipet, test tube, Erlenmeyer, shake
water bath, gelas ukur, autoclave, incubator, timbangan analitis, kertas saring, gelas beker.
Gambar 1. Skema Alat Bioventing
Sumber : Hasil Olahan (2012)
Gambar 2. Detail Alat Bioventing
Sumber : Hasil Olahan (2012)
8 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia § Tahap Pengukuran : Pengukuran dilakukan sebelum dan selama proses bioremediasi
berlangsung. Pengukuran yang dilakukan sebelum proses berlangsung meliputi
pengukuran kadar C, N dan P, serta nilai TPH dan BTEX awal. Pengukuran kadar C, N
dan P berguna untuk mengetahui berapa banyak C, N dan P tambahan yang dibutuhkan
untuk mengoptimalkan proses bioremediasi. Pengukuran TPH dan BTEX awal digunakan
untuk melihat laju penurunan TPH dan BTEX selama proses bioremediasi.
Tabel 1. Variabel dan Waktu Pengukuran
Variabel
Waktu Pengukuran
Satu kali sehari
Satu kali sehari
Satu kali dalam satu minggu
Di awal dan diakhir penelitian
pH
Temperatur
TPH
BTEX
Sumber : Hasil Olahan (2012)
Tabel 2. Standar Pengujian dan Metoda Analisis
Variabel
C
N
P
pH
Temperatur
TPH
BTEX
Populasi Bakteri
Standar Pengujian
JIS K 0102 : 1998 Pemeriksaan
Kualitas Total Nitrogen
SNI 02-2803-2010 butir 6.1
SNI 02-2803-2010 butir 6.2
SNI 06-6989.11-2004
SNI 06-6989.23-2005
USEPA Method 1664
Metoda Analisis
Metode spektrofotometri
Metode spektrofotometri
Metode spektrofotometri
pH-meter
Thermometer
Metode gravimetri
Kromatografi
Total Plate Count (TPC)
Sumber : Hasil Olahan (2012)
Penyajian dan Analisis Data
§ Penyajian data : Penelitian ini menggunakan data berupa data primer dan sekunder untuk
menunjang analisis penelitian. Dilakukan beberapa metode sehingga kedua jenis data
tersebut dapat diperoleh, yakni sebagai berikut :
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan
Data
pH
Temperatur
TPH
BTEX
Nutrisi (C:N:P)
Jenis Data
Primer
Primer
Primer
Primer
Primer
Sumber
Pengukuran Langsung
Pengukuran Langsung
Pengukuran Langsung
Pengujian Laboratorium
Pengujian Laboratorium
Sumber : Hasil Olahan (2012)
9 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia § Analisis Data : Berupa pengukuran laboratorium dan perhitungan menggunakan data
primer.
Perhitungan Kandungan TPH
Untuk mendapatkan nilai kandungan TPH dalam tanah yang terkontaminasi, menggunakan
persamaan sebagai berikut :
!"#$% !"# = !−!
×100%
!"#$% !"#$%&
Dimana :
A
= Berat labu didih kering oven sebelum diekstraksi, gr.
B
= Berat labu didih kering oven setelah diekstraksi, gr.
Perhitungan Kandungan BTEX
Untuk mendapatkan nilai kandungan BTEX dalam tanah yang terkontaminasi,
menggunakan persamaan sebagai berikut :
%!"#$%&'($()" = !"! − !"!
×100%
!"!
Dimana :
Bz0 = nilai konsentrasi awal
Bzn = nilai konsentrasi akhir
Perhitungan Populasi Bakteri
Untuk mendapatkan jumlah populasi bakteri dalam tanah yang terkontaminasi,
menggunakan persamaan sebagai berikut:
!"#
!"#$% ×!"#$%& !"#$"#%"&'#
!"# !"# !" = !"#$%& !"#$%&'(! (!")
HASIL PENELITIAN
Kualitas Sampel Tanah Awal
Sebelum proses bioremediasi berjalan, dilakukan pengukuran pH, temperatur,
kandungan TPH, dan kandungan BTEX tersebut untuk mengetahui data awal. Dari data awal
tersebut, dapat diketahui parameter-parameter yang dapat disesuaikan dengan parameterparameter acuan untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang optimum untuk proses
bioremediasi.
Tabel 4. Data Kualitas Sampel Awal
10 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia Parameter
Nilai
Satuan
Temperatur
pH
TPH
C:N:P
29
6,3
4,61
100:10:1
o
C
%
-
Sumber : Hasil Olahan (2013)
Proses Biodegradasi
Pengamatan TPC (Total Plate Count) dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir penelitian.
Hal ini dimaksudkan agar dapat dilihat jumlah mikroorganisme pada sampel tanah sebelum
dilakukan perlakuan dan setelah dilakukan perlakuan. Hasil pengamatan jumlah koloni pada
setiap cawan untuk sampel awal, yaitu berupa tanah yang terkontaminasi minyak bumi
ditambahkan kultur bakteri Bacillus subtilis adalah sebagai berikut :
•  (0,7 – 57) x 106 CFU/ml. Awal •  0,05 x 106 CFU/ml Control 1 Konsentrasi Bakteri 10% v/v •  75,03 x 106 CFU/ml. •  18,5 x 106 CFU/ml Control 2 Konsentrasi Bakeri 15% v/v •  16 x 106 CFU/ml Gambar 3. Data Enumerasi Mikroorganisme
Sumber : Hasil Olahan (2013)
Hasil akhir penelitian bioremediasi dengan metode bioventing skala laboratorium ini
ditunjukkan dalam bentuk data persen kandungan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dalam
setiap perlakuan dengan konsentrasi awal sebesar 4,61%. Berikut adalah tabel data % Total
Petroleum Hydrocarbon (TPH) sebagai hasil proses bioremediasi selama 5 minggu dengan 4
perlakuan yang berbeda yaitu, kontrol 1 dan 2 tanpa penambahan bakteri atau pemanfaatan
bakteri indigenous, penambahan konsentrasi bakteri Bacillus subtilus 10% v/v, dan
penambahan konsentrasi bakteri Bacillus subtilus 15% v/v.
Tabel 5. Data TPH (%) Sampel Tanah dari Minggu ke-0 sampai Minggu ke-5
Minggu Ke-­‐ 0 1 Perlakuan Control 1 Bakteri 10% Control 2 4.61 2.36 1.14 3.05 11 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Bakteri 15% 1.68 Universitas Indonesia 2 3 4 5 % Penurunan 1.90 1.75 1.41 1.26 67.15 1.11 0.97 0.85 0.51 82.21 2.29 2.09 2.05 1.90 54.25 1.36 1.25 1.23 1.21 68.12 Sumber : Hasil Olahan (2013)
Hasil akhir penelitian bioremediasi dengan metode bioventing skala laboratorium ini
ditunjukkan dalam bentuk data persen kandungan BTEX (Benzene, Toluene, Ethylene, Xilene)
setiap perlakuan. Berikut adalah tabel data % BTEX sebagai hasil proses bioremediasi pada
awal penelitian dan akhir penelitian.
Gambar 4. Data Nilai BTEX di Awal dan Akhir Penelitian
Sumber : Hasil Olahan (2013)
§ pH : menandakan bahwa terdapat keseimbangan antara kandungan asam dan basa dalam
air melalui proses pengukuran ion hidrogen dalam larutan. Menurut Prescott (2008),
berubahnya nilai pH dapat menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan
karbon dioksida, bikarbonat dan karbonat di dalam air. Batas toleransi organisme perairan
terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion
dan kation.
12 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia pH Grafik pH Rata-­‐rata 8.2 8.1 8 7.9 7.8 7.7 7.6 7.5 7.4 7.3 7.2 7.1 7 6.9 6.8 6.7 6.6 6.5 6.4 6.3 6.2 6.1 6 Control 1 10% Control 2 15% 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 Hari Ke-­‐ Gambar 5. Data Nilai pH dari Minggu Ke-0 sampai Minggu Ke- 5
Sumber : Hasil Olahan (2013)
Temperatur : indikator penting dalam menentukan reaksi kimia dan fisik dari suatu
sistem (Sawyer, 2003). Temperatur juga sangat berpengaruh terhadap kelarutan
oksigen, kekeruhan, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan organisme di dalamnya.
Dikarenakan dekomposisi material organik dilakukan oleh mikroorganisme seperti
cacing, fungsi dan bakteri, maka faktor lingkungan seperti temperatur sangat penting
untuk diamati pada proses bioremediasi
Tiap-tiap mikroorganisme memiliki
temperatur optimum untuk dapat bertumbuh ataupun mati. Hal ini dikarenakan
dinding sel akan rusak dan enzim dapat dinonaktifkan
jika tidak sesuai dengan
kondisi idealnya (Bean, 1995).
Suhu 33 32 31 oC §
30 Control 1 29 10% 28 Control 2 27 15% 26 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 Hari Ke-­‐ 13 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia Gambar 6. Data Nilai Suhu dari Minggu Ke-0 sampai Minggu Ke- 5
Sumber : Hasil Olahan (2013)
PEMBAHASAN
Kualitas Sampel Tanah Awal
Agar proses bioremediasi dapat berlangsung secara efektir, kondisi lingkungan harus
dimanipulasi agar dapat mendorong pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam melakukan
proses biodegradasi. Berikut ini adalah parameter-parameter lingkungan yang diukur sebelum
proses penelitian berlangsung beserta parameter acuan untuk mendapatkan proses
bioremediasi yang efektif.
Tabel 6. Penyesuaian Kondisi Lingkungan Bioremediasi
No
Parameter
1
2
Konsentrasi
TPH
Suhu
3
pH Tanah
Kondisi yang Dibutuhkan Untuk
Aktivitas Mikroba
≤ 15% (KepMenLH No. 128 Tahun
2003)
o
10 C ≤ suhu tanah ≥ 45oC (EPABioventing, 1994)
6-9 (KepMenLH No. 128 Tahun 2003)
Kondisi
Penelitian
4,61%
29oC
6,3
Sumber: berbagai referensi dan data penulis (2013)
Berdasarkan tabel diatas, kualitas sampel tanah sudah memenuhi kondisi optimum untuk
proses bioremediasi dan hasil yang diharapkan sesuai dengan kondisi optimum yang ada di
lapangan.
Proses Biodegradasi
Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian bioremediasi sebagai pendegradasi
hidrokarbon di tanah yang terkontaminasi crude oil berasal dari Laboratorium Bioproses
Badan Pusat Pengembangan dan Penelitian Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dan
ditambah dengan kultur mikroorganisme yang berasal dari luar (eksogenous) yaitu Bakteri
Bacillus Subtilis yang berasal dari kultur mikroba Institut Teknologi Bandung. Tujuan
dilaksanakannya enumerasi atau perhitungan mikroorganisme adalah untuk menghitung
berapa banyak jumlah mikroorganisme pada sampel tanah, yaitu dengan menggunakan
metode TPC (Total Plate Count). pertambahan jumlah bakteri dari jumlah populasi awal hal
ini disebabkan oleh penambahan bakteri eksogen yaitu kultur bakteri Bacillus subtilis pada
perlakuan. Kondisi perlakuan penambahan bakteri 15% cenderung kecil hal ini mungkin
14 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia disebabkan oleh menurunnya jumlah populasi mikroorganime karena persebaran bakteri di
tanah kurang merata sehingga data tidak begitu merepresentasikan jumlah populasi
mikroorganisme pada perlakuan ini. Jumlah bakteri pada kontrol (tanpa penambahan bakteri)
juga melebihi kondisi awal hal ini disebabkan oleh kondisi bakteri indigenous di dalam tanah
yang diberi perlakuan sama yaitu penambahan nutrisi dan injeksi udara. Hal tersebut yang
menyebabkan jumlah bakteri pada kontrol masih terbilang cukup banyak.
Berdasarkan data persen kandungan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) yang telah
diperoleh selama penelitian ini yang ditunjukkan pada Tabel 4.7, dapat diperoleh grafik yang
menunjukkan persen penurunan TPH dalam bentuk grafis. Penelitian bioremediasi ini
dilakukan selama 5 minggu dan menunjukkan grafik TPH mengalami penurunan selama
kurun waktu tersebut seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Tabel dan grafik penurunan TPH di atas menunjukkan bahwa kadar TPH terendah dimiliki
oleh perlakuan penambahan bakteri eksogen dengan volume sebesar 10% b/v yaitu 0,505%
pada minggu ke 5 dengan persentasi removal sebesar 82,21% dan kadar TPH tertinggi yaitu
1,903% yang dimiliki oleh kontrol 2 tanpa penambahan bakteri eksogen pada minggu ke 5
dengan eprsentasi removal sebsar 54,25%. Penurunan TPH cenderung stabil mulai minggu
pertama. Perubahan kadar TPH ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu injeksi udara,
faktor lingkungan, dan mikroorganisme.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh injeksi oksigen pada tanah yang terkontaminasi
untuk proses biodegradasi amatlah besar. Hal tersebut didukung dengan adanya aktivitas
mikroorganisme dalam tanah tanpa penambahan bakteri eksogenous dalam penelitian ini
adalah bakteri Bacillus subtilis dalam penurunan kadar TPH. Proses injeksi udara yang
diterapkan pada semua perlakuan membuat bakteri indigenous dalam tanah berkembang dan
terjadi biodegradasi pula pada perlakuan kontrol. Bakteri indigenous mampu mendegradasi
hidrokarbon dalam tanah yang terkontaminasi dengan persentase removal sebesar 67,15% dan
54,25%. Hal ini membuktikan bahwa teknik bioventing dapat menstimulasi kinerja bakteri
indigenous dalam tanah untuk mengurangi kadar hidrokarbon.
Kondisi aerobik secara umum dianggap penting untuk proses degradasi terhadap TPH minyak
bumi bagi bakteri uji (Bacillus subtilis). Ketika substrat karbon yang tersedia dimasukkan ke
dalam lingkungan aerobik, maka mikroorganisme akan menggunakan oksigen untuk
mengoksidasi substrat tersebut (Udiharto, 1996). Oleh karena itu, pada penelitian kali ini
dilakukan injeksi udara dengan menggunakan blower setiap harinya dan pengadukan media
juga dilakukan setiap harinya yang bertujuan untuk meratakan minyak di dalam media tanah
serta mengoptimalkan proses pengolahan secara hayati.
15 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia Hasil analisis GC-MS dari seluruh sampel menunjukkan bahwa tiap sampel yang didapat
terdiri dari banyak sekali jenis senyawa (lebih dari seratus) senyawa, sehingga dilakukan
pembatasan masalah yang terkait dengan tujuan penelitian, yaitu bahwa senyawa yang
dianalisis hanyalah senyawa-senyawa yang relatif biodegradable, dalam penelitian kali ini
dibatasi yaitu hanya senyawa aromatik (Benzene, Toluene, Ethylene, dan Xylene) (Baker dan
Herson, 1994). Hidrokarbon aromatik mempunyai molekul yang tersusun sebagai cincin
berikatan ganda yang dikenal sebagai senyawa aromatik seperti benzena, toluene, dan
naphthalene (Irianto et al., 1999). Dari hasil analisis GC-MS nantinya dapat diketahui
seberapa besar pengaruh proses bioremediasi yang dilakukan terhadap pengurangan
komposisi senyawa-senyawa BTEX tersebut di dalam sampel tanah yang terkontaminasi
minyak.
Dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan penambahan bakteri Bacillus subtilis dengan
konsentrasi 10% dan 15% (v/v), menyebabkan nilai BTEX tereduksi. Hal ini bisa diketahui
dengan semakin meningkatnya % biodegradasi senyawa BTEX dari interval awal dan akhir
penelitian. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsorsium bakteri yang tumbuh dalam
bioreaktor mampu memanfaatkan sumber karbon yang berasal dari minyak bumi untuk
pertumbuhannya. Sedangkan pada perlakuan tanpa penambahan bakteri Bacillus subtilis
menyebabkan nilai % biodegradasinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan
penambahan bakteri Bacillus subtilis. Hal tersebut disebabkan karena bakteri alami yang ada
di dalam blangko belum bisa mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi secara efektif.
Akan tetapi pada perlakuan kontrol 2 tanpa penambahan bakteri Bacillus subtilis terlihat
penurunan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan karena aktivitas bakteri alami atau
indigenous dalam tanah dengan daya dukung injeksi udara (O2) dan juga penambahan nutrisi
yang membuat bakteri mendegradasi senyawa hidrokarbon aromatik lebih efektif. Desain
yang sama diterapkan pada setiap perlakuan, akan tetapi volume kerja pada control 2
cenderung lebih kecil yaitu 25 x 50 x 15 cm3. Hal ini yang membuat injeksi udara volume
kerjanya lebih sedikit dan bekerja lebih maksimal sehingga proses biodegradasi hidrokarbon
aromatik lebih efektif dan kadar penurunannya paling besar.
§ pH :
Pola perubahan pH sampel yang tidak teratur dapat disebabkan karena terdapat aktivitas
mikroorganisme dalam tanah yang terkontaminasi dalam mendegradasi minyak. Selain itu,
pengadukan sampel yang tidak merata yang menyebabkan sampel yang diambil tidak
mewakili pH sampel yang sesungguhnya. Data pH tanah dapat menunjukkan aktivitas
mikroba tanah dalam mendegradasi minyak bumi. Selain itu, pengukuran pH tanah juga
16 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia bertujuan untuk menjaga pH tanah agar tetap pada kisaran optimum yaitu pada pH netral 6-9
dan pH optimum untuk pertumbuhan Bacillus subtilis adalah 8. Pada pH dibawah 4-5 atau
diatas 9-9,5 dapat menyebabkan mikroba menjadi mati dalam jumlah besar (LaGrega et al,
2009). Meskipun data pH menunjukkan adanya perubahan, perubahan tersebut tidak terlalu
signifikan. pH hanya berubah pada kisaran 6-8. Hal ini membuktikan bahwa aktivitas
mikroorganisme dalam proses bioremediasi tersebut tidak terlalu besar. Berdasarkan EPA
Bioventing (1994), untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme, pH tanah harus pada
kisaran 6-9 dengan nilai 8 adalah yang paling optimum untuk proses bioremediasi. Begitu
pula dengan KepMenLH No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis, data-data
tersebut masih sesuai dengan kisaran yang disyaratkan yaitu 6-9.
§ Temperatur :
Aktivitas mikroba dalam melakukan degradasi merupakan reaksi eksoterm, yaitu reaksi yang
menghasilkan suhu panas. Suhu yang tinggi mengindikasikan aktivitas mikroba pada saat itu
sedang tinggi. Pada Gambar Grafik Suhu, suhu rata-rata yang didapatkan adalah sekitar 2832oC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vidali (2001), suhu yang didapat
merupakan suhu yang dibutuhkan dalam aktivitas mikroba dalam tanah sudah termasuk
dalam nilai optimum untuk proses degradasi tanah yaitu pada suhu 25 – 35 oC untuk Bacillus
subtilis melakukan proses degradasi optimal Pada minggu pertama, semua sampel mengalami
kenaikan suhu, sementara itu data konsentrasi TPH menunjukkan adanya penurunan.
Meskipun terdapat aktivitas mikrooganisme, kemungkinan suhu panas yang dihasilkan dari
reaksi eksoterm tersebut tidak cukup untuk menghangatkan seluruh sampel tanah. Selain itu,
pengukuran suhu pada saat itu dilakukan pada setiap pagi menjelang siang sehingga suhu
ambien lebih panas dibandingkan suhu sampel yang belum menyerap suhu ambien. Pada
minggu ke-2, suhu semua sampel konstan seperti pada suhu minggu sebelumnya yaitu pada
kisaran 29-30oC. Suhu ambien saat itu menunjukkan angka 29oC. Konsentrasi TPH pada
minggu tersebut juga mengalami penurunan, sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu panas
yang dihasilkan aktivitas mikroba tidak cukup untuk menghangatkan sampel tanah. Pada
minggu ke-3 hingga minggu ke-5, suhu sampel juga konstan sama seperti pada suhu minggu
minggu sebelumnya umumnya perubahan suhu pada sampel lebih dipengaruhi oleh suhu
ambien.
17 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
•
Metode bioventing dapat mempercepat proses degradasi hidrokarbon oleh mikroba,
injeksi udara terbukti dapat menstimulasikan kinerja mikroorganisme di tanah baik
indigenous maupun eksogenous. Dengan adanya penambahan mikroba (eksogenous)
maka jumlah dan biodiversitas mikroba di lingkungan tersebut menjadi semakin besar.
Hal ini semakin dapat meningkatkan laju degradasi hidrokarbon.
•
Penambahan bakteri Bacillus subtilis pada proses bioremediasi dapat meningkatkan
proses degradasi hidrokarbon pada tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Proses
bioremediasi dengan metode bioventing dapat menurunkan TPH dari 5% sampai 0,5%
selama 5 minggu untuk konsentrasi 10% v/v dan dari 5% sampai 1,21% selama 5
minggu untuk konsentrasi 15% v/v. Hal tersebut sudah memenuhi baku mutu
berdasarkan Kepmen LH No. 128 Tahun 2003 yaitu kandungan TPH sebesar 1%.
Injeksi udara dan penambahan bakteri pada proses bioremediasi dapat menurunkan
kadar kontaminan hidrokarbon aromatik berupa BTEX dengan kadar penurunan (%
Biodegradasi) paling besar dari perlakuan Control 2 sebesar 66,65%, Konsentrasi
Bakteri 15% v/v sebesar 37,69%, Konsentrasi Bakteri 10% v/v sebesar 34,41%, dan
Control 1 sebesar 23,40%.
SARAN
Adapun saran-saran yang dapat diberikan ada penelitian yang lebih lanjut adalah :
•
Hasil penelitian bioremediasi dengan metode Bioventing skala laboratorium perlu diuji
coba di lapangan yang terkontaminasi minyak
•
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis mikroba indigenous dalam tanah
dan penelitian lebih lanjut mengenai proses bioremediasi tanpa dilakukannya injeksi
udara guna sebagai pembanding untuk data penelitian ini.
•
Diperlukan optimasi terhadap faktor-faktor yang berperan dalam bioremediasi yaitu,
nutrisi, salinitas, kadar air, suhu, kelembaban, dan pH pada bioremediasi skala
lapangan.
18 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia KEPUSTAKAAN
A Summary of the DOE/PERF Bioremediation Workshop. 2002. U.S. : Department of Energy and the Petroleum
Environmental.
Anggraeni D. 2003. Isolasi Bakteri dan Kapang Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Diesel dari Kotoran Hewan.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Atlas, R. M. And R. Bartha. 1987. Microbial Ecology: Fundamentals and Application 2nd Ed. The
benjamin/Cummings Publ. Co. Inc. Menlo Park
Atlas, Ronald and James Bragg. 2009. Bioremediation of Marine Oil Spills: When and When Not – the Exxon
Valdez Experience. Microbial Biotechnology.
Baker, K and D. Hersuri. 1994. Bioremediation. Mc. Graw Hill Publication, USA.
Baker, K.H. dan Herson, D.S. 1994. Bioremediation. USA : McGraw-Hill, Inc.
EPA (Environmental Protection Agency). 2004. How to Evaluate Alternative Clean
up Technologies for
Underground Storage Tank Sites. Di akses pada tanggal 14 November 2012.
www.epa.gov/oust/pubs/tums.htm.
Irianto, A; Oedjijono; dan Sukanto. 1999. Bioremediasi In Vitro Tanah Tercemar Hidrokarbon Menggunakan
Bacillus Strain Lokal. Depdikbud, Universitas Jenderal Sudirman, Fakultas Biologi, Purwokerto. 42 hal.
King, R. B; G. M. Long; and J. K. Sheldon. 1992. Practical Environmental Bioremediation. Lewis Publisher,
Florida. Page 1-135
Koesoemadinata, R. P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Edisi ketiga. Jilid 1. ITB, Bandung. Hal 1-41.
Mc. Millen, S. J. 1998. Biodegradability of Crude Oils in Soil. Chevron Research and Technology Company,
Texaco.
Nugroho, A. 2006. Biodegradasi sludge minyak bumi dalam skala mikrokosmos: simulasi sederhana sebagai
kajian awal bioremediasi land treatment. Makara, teknologi Vol. 10, No.2, hal. 82-89.
Prakasa, Bima. 2011. Remediasi Tanah. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.
Sawyer, C.N., Perry, L., McCarty & Gene, F.P. (2003). Chemistry for Environmental Engineering and Science.
New York: McGraw Hill.
U.S. Department Of Health And Human Services. 1999. Toxicological Profile For Total Petroleum
Hydrocarbon (TPH). Diakses 14 November 2012. http://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp123-p.pdf
Udiharto, M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Prosiding Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan
Lingkugan LIPI/BPPT/HSF, Cibinong.
Vidali. 2001. Bioremediation An Overview. Pure Applied Chemistry, Vol. 73, No. 7, hal. 1163-1172, 2001.
Diakses 14 November 2012, dari IUPAC.
MenKLH. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 tahun 2003 Tentang tata cara dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi Biologis. Jakarta: MenKLH
Sarasputri, Dwi Ajeng (2011). Perbandingan Biostimulasi dan Bioaugmentasi dalan Bioremediasi Pantai
Tercemar Minyak Bumi. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia
19 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia Satyani, Erna. (2008). Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi Menggunakan Bakteri Bacillus sp Dan
Pseudomonas sp. Jurnal Warta Akab No.19, Juli 2008.
Walker, J. D dan R. R. Colwell. 1976. Ecological Aspect of Microbial Degradation in Marine Environmental.
Microbial Review. Vol. 45. 19p
20 Biromediasi tanah ..., Marsya Dyasthi Putri, FT UI, 2013
Universitas Indonesia 
Download