Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak

advertisement
JLBG
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
Journal of Environment and Geological Hazards
ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804
Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015
e-mail: [email protected] - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg
Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak
Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet
Investigation of Subsurface Geological Structure in Sidoarjo Mud Vulcano Affected Area
Based on Geomagnetic Data Analysis
Imam Setiadi1), Arif Darmawan 2) dan Marjiyono 1)
Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Jalan Diponegoro No. 57, Bandung 40122, Indonesia
PT. Elnusa Tbk. Graha Elnusa Lantai 16, Jl TB Simatupang Kav IB, Jakarta Selatan, Indonesia
1).
2).
Naskah diterima 5 Oktober 2016, selesai direvisi 10 November 2016, dan disetujui 15 November 2016
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Semburan lumpur Sidoarjo (Lusi) sudah menjadi isu nasional yang berdampak pada berbagai aspek, yaitu teknis,
politis, ekonomi, dan sosial. Penyebab terjadinya semburan lumpur tersebut hingga saat ini masih menjadi perdebatan,
apakah oleh faktor alam yang dipicu oleh gempa Yogyakarta atau akibat kesalahan teknis proses pemboran. Dari
aspek geologi, daerah Sidoarjo termasuk ke dalam Zona Kendeng yang banyak memunculkan bentukan gunung
lumpur. Selain itu, daerah ini dilewati oleh sesar Watukosek yang diduga sebagai struktur keluarnya lumpur panas dari
dalam bumi. Penelitian geofisika menggunakan metode geomagnet ini bertujuan untuk mengetahui struktur geologi
bawah permukaan berdasarkan parameter fisis kerentanan magnetik (magnetic susceptibility). Analisis data yang
dilakukan di antaranya dengan penerapan reduksi medan magnet ke kutub (reduced to the pole), pseudogravity, dan
pemodelan 2D bawah permukaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari peta reduced to the pole dan peta
pseudogravity telihat adanya patahan yang memanjang dengan arah relatif utara - selatan. Hasil pemodelan struktur
bawah permukaan daerah terdampak lumpur Sidoarjo menghasilkan beberapa lapisan dan menunjukkan adannya
patahan. Lapisan pertama adalah top soil, lapisan kedua lempung dengan perselingan batupasir, serta lapisan ketiga
batu pasir dan serpih.
Kata kunci: geomagnetik, reduksi ke kutub, model 2D bawah permukaan, Lumpur Sidoarjo
ABSTRACT
Sidoarjo mud flow (Lusi) has become a national issue that affects almost all aspects i.e. technical, political, economic,
and social. The cause of the mud flow is still debatable up to now, whether due to a natural factor which was triggered
by the Yogya earthquake or was caused by technical errors in the drilling process. In terms of the geological aspect,
Sidoarjo area is included in the Kendeng zone which raises many mud volcano formations. Besides, the area is passed
by Watukosek fault structure which is presumed as the source of mud flow from the earth. The geophysical research
using geomagnetic method aims to determine the subsurface geological structure based on physical parameters of
magnetic susceptibility. Geophysical data analysis such as a reduction to the pole, pseudogravity, and 2D subsurface
modeling were applied to the geomagnetic data. The results obtained from geophysical data analysis show that reduced
to the pole and pseudogravity map indicate the presence of the fault that extends relative to north - south direction.
The results of the subsurface structure modeling using geomagnetic method in Sidoarjo mud flow area produce some
layers and show some faults. The first layer is top soil, the second is interfingering clay and sandstone, and the last is
sandstone and shale.
Keywords : geomagnetic, reduction to the pole, 2D subsurface model, Sidoarjo mudflow
125
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Deswember 2016: 125 - 134
PENDAHULUAN
Kejadian semburan lumpur Sidoarjo telah menjadi
isu nasional, yaitu dari aspek teknis, sosial,
ekonomi, serta politik. Ada pun faktor penyebab
kejadian semburan lumpur hingga saat ini masih
belum jelas, apakah merupakan efek gempa
Yogyakarta 26 Mei 2006, akibat proses pengeboran
PT Lapindo Brantas yang lokasinya berada di
daerah semburan lumpur, atau karena faktor alam
lainnya. Hingga saat ini usaha yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengurangi dampak semburan
lumpur ini sudah cukup banyak, mulai dari
pembuatan tanggul yang mengelilingi lokasi pusat
semburan, pembuatan saluran pembuangan lumpur
ke Sungai Porong, hingga pembuatan bola-bola
beton yang dimasukkan ke dalam pusat semburan
untuk menahan lumpur agar tidak keluar (Endar
drr., 2007). Di samping usaha-usaha tersebut
berbagai penelitian juga sudah dilakukan, mulai
dari aspek air tanah, geokimia, geologi, geodesi,
dan geofisika. Di antaranya adalah penelitian
hidrokimia air tanah daerah semburan lumpur
Porong dan sekitarnya (Purwaningsih, 2012), serta
penelitian perubahan ketinggian permukaan tanah
daerah Porong Sidorajo akibat aliran lumpur panas
(Abidin, 2008).
Peristiwa semburan lumpur panas Sidoarjo
(LUSI) telah menyebabkan terjadinya penurunan
tanah yang mengakibatkan kerusakan pada
infrastruktur, pabrik, dan rumah warga. Indikasi
adanya penurunan permukaan tanah pada awalnya
diketahui dari adanya perubahan konstruksi pada
jembatan layang (fly over) yang melintasi jalan
raya Porong – Sidoarjo, yakni adanya retakan
pada tanah yang memotong badan jalan di sekitar
jembatan tersebut. Indikasi serupa juga ditemukan
pada bangunan pabrik dan rumah-rumah penduduk
di sekitar wilayah Siring bagian barat. Fakta
tersebut menunjukkan bahwa di daerah tersebut
telah terjadi pergerakan tanah, sehingga terbentuk
retakan-retakan yang juga dapat menjadi jalan
gas muncul ke permukaan. Pada beberapa lokasi
bualan gas kadang-kadang disertai air, lumpur, dan
material padat lainnya.
Hipotesis mengenai semburan lumpur Sidoarjo
yang berkembang saat ini salah satunya adalah
disebabkan oleh adanya patahan Watukosek
yang berarah barat daya - timur laut yang
melewati wilayah ini. Untuk mengetahui kondisi
geologi bawah permukaan daerah terdampak
lumpur Sidoarjo ini perlu dilakukan penelitian
126
untuk mengidentifikasi struktur geologi bawah
permukaan terkait bencana semburan lumpur
yang terjadi, salah satunya dengan pengukuran
dan analisis data geomagnet. Penerapan metode
geomagnet untuk mengetahui kondisi geologi
bawah permukaan sudah banyak dilakukan, di
antaranya untuk penentuan karakteristik sesar
Cimandiri (Syirojudin, 2010), pemodelan struktur
bawah permukaan daerah manifestasi mud volcano
studi kasus Bleduk Kuwu, Grobogan (Darmawan
drr., 2012), inversi amplitudo magnetik untuk
eksplorasi gas alam di daerah vulkanik (Li,
2010), serta pemodelan geomagnetik untuk
cebakan potensial hidrokarbon di daerah lepas
pantai Afrika Barat (Ali drr., 2012). Penelitian ini
dimaksudkan untuk menganalisis secara kualitatif
sebaran anomali magnetik, reduce to pole dan
pseudogravity, serta pemodelan bawah permukaan
daerah terdampak lumpur Sidoarjo.
Geologi Daerah Penelitian
Secara regional, Sidoarjo termasuk ke dalam
Cekungan Kendeng yang merupakan Zona Central
Depression Pulau Jawa akibat tumbukan lempeng
Eurasia dengan lempeng Indo-Australia, sehingga
banyak terdapat patahan yang masih aktif. Di
dalam rangkaian Zona Kendeng terdapat sesar
geser dengan arah barat daya - timur laut, yaitu
sesar Watukosek. Sesar ini memanjang melewati
Mojokerto, Gresik, sampai bagian barat Madura,
dan menimbulkan sesar-sesar lain, di antaranya
sesar yang melewati Banjar Panji sampai Kujung
(Putrohari, 2008).
Pada zaman Pliosen, aktivitas deretan gunung
api selatan Jawa bagian timur mengisi cekungan
Kendeng/selat Madura Purba yang berevolusi dari
lingkungan laut dalam menjadi laut dangkal, dan
seterusnya menjadi daratan (Van Bemmelen, 1949).
Kondisi geologi yang berdekatan deretan gunung
berapi/busur magma inilah yang menyebabkan
daerah semburan lumpur berpotensi terkoneksi
dengan sistem panas bumi kompleks gunung api
Penanggungan (Gambar 1). Proses sedimentasi
yang cepat dengan material kaya organik dan
letaknya sangat dalam pada lingkungan yang
sesuai, menyebabkan wilayah ini kaya akan
kandungan gas dan minyak. Sementara sedimen
yang tidak terkompaksi sempurna, akibat proses
tektonik yang terus berlangsung maupun akibat
pembebanan lapisan yang ada di atasnya, banyak
memunculkan bentukan mud volcano (gunung
Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak
Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet
Gambar 1. Sistem gunung api Penanggungan dan jalur sesar Watukosek di daerah Sidoarjo (Foto Google Earth dan modifikasi
Mazzini, 2007)
lumpur).
Sesar Watukosek berada pada stratigrafi Mandala
Kendeng, berarah timur laut - barat daya yang
melewati Pulungan - Sidoarjo dan Bangkalan,
Madura (Van Bemmelen, 1949). Adanya kelurusan
sebaran mud volcano menunjukkan kontrol tektonik
berupa kelurusan struktur sesar permukaan dan
bawah permukaan, sebagai hasil reaktivasi sesar
pada zona cekungan Kendeng. Geologi daerah
Sidoarjo merupakan bagian dari Peta Geologi
Lembar Malang, yang dipetakan oleh Santosa dan
Suwarti (1992).
Tektonika
Cekungan Jawa Timur bagian utara dikenal sebagai
daerah yang mengalami penurunan pada zaman
Oligo – Miosen. Deformasi pertama yang terjadi
pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen
(Plio-Plistosen) yang merupakan manifestasi zona
konvergen yang diakibatkan oleh gaya kompresi
berarah relatif utara - selatan. Tipe deformasi di
daerah ini berupa deformasi ductile yang pada
fase terakhirnya berupa pergeseran blok-blok
dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya
kompresi semakin besar ke arah bagian barat yang
menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar
naik. Banyak zona sesar naik juga merupakan
kontak antara formasi atau anggota formasi
(Musliki, 1991).
Deformasi pada Plio-Plistosen dapat dibagi menjadi
tiga fase (Van Bemmelen, 1949), yaitu pada fase
pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan
terbentuknya antiklin Kendeng yang memiliki
arah umum barat - timur dan menunjam di bagian
Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran
yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran
akibat perlipatan dan pensesaran akibat berubahnya
deformasi ductile menjadi deformasi brittle
karena batuan telah melampaui batas kedalaman
plastisnya. Kedua jenis sesar tersebut secara umum
merupakan sesar naik, bahkan ada yang berupa
sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran
blok-blok dasar cekungan Zona Kendeng yang
mengakibatkan terjadinya sesar-sesar geser
berarah relatif utara - selatan. Deformasi kedua
terjadi pada masa Kuarter yang berlangsung secara
lambat dan nengakibatkan terbentuknya struktur
kubah di Sangiran. Secara umum, struktur-struktur
yang ada pada Zona Kendeng berupa lipatan, sesar
naik, sesar geser, dan struktur kubah.
127
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Deswember 2016: 125 - 134
Gunung Lumpur (Mud Volcano)
Gunung lumpur merupakan perwujudan suatu
formasi batuan berbutir pasir hingga lempung
yang mempunyai densitas kecil yang mengalami
perubahan akibat adanya tekanan aktivitas
tektonik yang menyebabkan formasi tersebut
tidak terkonsolidasi karena sifatnya yang lentur.
Sebagai lapisan yang tertekan, lapisan tersebut
akan bergerak mencari kesetimbangan dan
mengalami pencairan, sehingga mudah bergerak
melalui zona lemah seperti patahan dan rekahan,
dan dapat naik muncul ke permukaan (Awang dan
Asnidar, 2008). Gunung lumpur banyak muncul
di sepanjang zona depresi. Sedimen yang tidak
terkompaksi sempurna akibat proses tektonik yang
terus berlangsung maupun pembebanan lapisan di
atasnya dapat menyebabkan munculnya bentukan
mud diaper. Permeabilitas batuan yang rendah
menjadi penghalang fluida formasi yang tersimpan
dalam pori batuan mencapai keseimbangan
hidrostatis, hingga terjadi over pressure. Jika
kondisi bawah permukaan terganggu, lumpur
beserta fluida dan gas dapat berpotensi naik ke
permukaan melalui patahan atau rekahan. Adanya
rembesan berupa lumpur dan gas yang muncul ke
permukaan, biasanya menandakan kehadiran mud
volcano (Mazzini drr., 2007).
Salah satu hipotesis dalam kasus gunung lumpur
Sidoarjo adalah tekanan lumpur Sidoarjo selain
berasal dari Formasi Kujung, juga berkaitan
dengan sistem hidrotermal (Putrohari, 2007).
Wilayah Gunung Penanggungan sebagai capture
area memberi masukan air di bawah Formasi
Kujung dan berubah fase menjadi uap bertekanan
tinggi karena bercampur dengan fluida panas bumi
Gunung Penanggungan. Bersama air, formasi
fluida ini masuk ke dalam Formasi Kujung.
Ketika pemboran dilakukan hingga menembus
Formasi Kujung, terjadi underground blow out.
Fluida Formasi Kujung yang bertekanan tinggi
selanjutnya mengalir naik dengan menggerus batu
lempung Formasi Pucangan. Aliran lumpur ini
selanjutnya menembus zona patahan Watukosek
yang melewati wilayah Sidoarjo (Gambar 2).
Penyebab terjadinya semburan lumpur panas
Sidoarjo ini masih menjadi perdebatan para
ahli kebumian, di antaranya (Davies drr., 2007)
menyebutkan bahwa penyebab semburan lumpur
adalah karena pemboran sumur eksplorasi,
sedangkan (Mazzini drr, 2007) menyebutkan
bahwa penyebab semburan lumpur Sidoarjo
berkaitan dengan kejadian gempa bumi Yogya yang
terjadi pada tanggal 26 Mei 2006. Overpressure
dan proses dewatering pada sedimen tebal yang
kaya akan lempung disertai reaksi geokimia pada
unit sedimen dengan gradien temperatur yang
Gambar 2. Sketsa hipotesis pembentukan semburan lumpur panas Sidoarjo (Putrohari, 2007).
128
Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak
Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet
tinggi adalah salah satu penyebab terjadinya
erupsi lumpur (Mazzini drr., 2009). Mud volcano
terbentuk karena natural gas yang naik ke
permukaan ketika menemukan konduit (sesar
mendatar yang tegak) dan membawa lumpur (mud)
yang mempunyai densitas lebih ringan daripada
sedimen di sekitarnya. Wilayah sesar mendatar
aktif merupakan zona lemah tempat fluida
bertekanan tinggi mencari jalan untuk mencapai
kesetimbangan membentuk mud vulcano.
dapat ditentukan dari bentuk sinyal analitik (Rao
drr., 1981) dan berdasarkan lebar anomali pada
setengah amplitudo sinyal (Roest drr., 1992).
Secara matematis, penentuan kedalaman sumber
anomali magnetik dari sinyal analitik dengan
menggunakan jarak antartitik infleksi dinyatakan
sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Metode geomagnet adalah salah satu metode
geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan
parameter fisis kerentanan (susceptibility)
magnetik batuan (Telford drr., 1990). Penelitian ini
menggunakan data primer yang diambil langsung
di lapangan pada tahun 2006. Pengolahan data
dimaksudkan untuk memperoleh anomali magnetik
yang terdiri atas:
• penentuan nilai medan magnetik dengan cara
interpolasi terhadap waktu pengukuran
• koreksi variasi harian, yakni pengurangan nilai
medan magnetik terukur dengan nilai medan
magnetik di base station
• koreksi alat, yakni perbedaan nilai medan
magnetik terukur di base station dan nilai
medan magnetik rover
• perhitungan anomali medan magnetik, yakni
pengurangan nilai medan magnetik terkoreksi
dengan nilai medan magnetik IGRF
Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipetakan
menjadi peta anomali medan magnetik.
Interpretasi data medan magnetik untuk lintang
rendah atau sekitar equator sulit dilakukan karena
sifat vektor medan magnetik. Dengan demikian,
perlu dilakukan proses lebih lanjut, di antaranya
adalah reduksi ke kutub/reduced to the pole
(Ansari dan Alamdar, 2009) dan pseudogravity.
Reduksi medan magnetik ke kutub menggunakan
analisis sinyal dalam domain frekuensi spasial
lebih mudah dilakukan karena tidak bergantung
pada arah magnetisasi (Subasinghe drr., 2014).
Interpretasi secara kuantitatif dilakukan dengan
melakukan penghitungan kedalaman anomali
serta pembuatan model geologi bawah permukaan
dengan menggunakan perangkat lunak Mag2dc.
Penentuan kedalaman sumber medan magnetik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kisaran nilai anomali magnetik,
daerah Sidoarjo (Gambar 3) dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni anomali tinggi dengan kisaran
antara 422 nT - 788 nT, anomali sedang dengan
kisaran 162 nT - 422 nT, dan anomali rendah
dengan kisaran -84 nT - 162 nT. Sebaran anomali
menunjukkan anomali sedang (warna hijau kuning) relatif dominan dengan sebaran hampir
merata di seluruh wilayah penelitian. Ada pun
anomali tinggi (warna oranye) dan anomali rendah
(warna biru) tersebar secara setempat-setempat.
Pusat semburan lumpur (tanda lingkaran dengan
silang) dikelilingi oleh material berkerentanan
magnetik tinggi, kecuali di bagian selatan, pusat
semburan hampir berhimpit dengan wilayah
berkerentanan magnetik rendah. Anomali rendah
di daerah lokasi semburan diperkirakan berkaitan
dengan proses demagnetisasi (kehilangan sifat
kemagnetan) material lumpur oleh suhu tinggi.
Hasil pengolahan reduksi ke kutub (reduced to the
pole) menunjukkan nilai anomali berkisar antara
-400 nT hingga 1500 nT dengan pola sebaran
anomali magnetik tinggi dan rendah berorientasi
utara - selatan (Gambar 4). Reduksi ke kutub
pada dasarnya merupakan proses transformasi
medan magnetik ke arah vertikal atau seolah-olah
dilihat dari kutub utara bumi. Hal ini dimaksudkan
129
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Deswember 2016: 125 - 134
Gambar 3. Peta anomali magnetik daerah Sidoarjo.
untuk mempermudah interpretasi secara kualitatif.
Sumber anomali magnetik adalah medan dipol
yang menghasilkan pasangan-pasangan anomali
positif dan negatif. Reduksi medan magnet ke
kutub menghasilkan anomali magnetik seolaholah berasal dari medan monopol, sehingga secara
kualitatif dapat diinterpretasi langsung dari pola
anomalinya.
Pola anomali magnetik merupakan cerminan
kondisi bawah permukaan yang berasal dari sifat
kemagnetan batuan. Dengan kata lain, pola anomali
rendah dan tinggi di daerah Sidoarjo ini berasal dari
litologi berbeda. Bila ditinjau dari posisi titik pusat
semburan lumpur yang berada pada batas anomali
tinggi dan rendah, diperkirakan batas anomali
tinggi dan rendah tersebut merupakan patahan yang
menjadi zona lemah tempat keluarnya lumpur.
Persamaan potensial skalar magnetik menunjukkan
kemiripan dengan potensial gravitasi. Keduanya
mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan
jarak sumbernya. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dilakukan transformasi anomali medan magnetik
menjadi seolah-olah seperti medan gaya berat atau
disebut sebagai pseudogravity.
Gambar 4. Peta anomali magnetik reduced to the pole daerah Sidoarjo.
130
Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak
Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet
Gambar 5. Peta anomali magnetik pseudogravity daerah Sidoarjo.
Seperti halnya peta anomali magnetik reduced to
the pole, peta anomali magnetik pseudogravity
menunjukkan kemiripan pola anomali (Gambar
5). Besaran nilai anomali berkisar antara 323,910
nT -323,950 nT. Pola anomali menunjukkan
pola orientasi utara - selatan. Kemenerusan batas
anomali rendah dan tinggi diduga merupakan lajur
patahan. Posisi titik pusat semburan berada pada
salah satu lajur patahan yang diperkirakan menjadi
zona lemah.
Interpretasi secara kuantitatif dilakukan dengan
memodelkan kondisi bawah permukaan pada
lintasan terpilih A-A’ (lihat Gambar 3). Lintasan
dipilih dengan memotong pasangan anomali
rendah dan tinggi. Ada pun profil anomali magnetik
pada lintasan tersebut diperlihatkan pada Gambar
6. Posisi kedalaman sumber anomali dihitung
berdasarkan persamaan (2) dengan parameter
lebar setengah amplitudo (x). Lintasan A-A’
memotong dua pasang anomali rendah dan tinggi.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh lebar setengah
anomali masing-masing sebesar 540,42 m dan
720,93 m, sehingga diperoleh kedalaman sumber
anomali masing-masing sebesar 383,267 m dan
511,270 m. Nilai kedalaman tersebut selanjutnya
dijadikan dasar untuk membuat model geologi
bawah permukaan.
Pemodelan dilakukan dengan metode model ke
depan (forward modelling) dengan menggunakan
perangkat lunak mag2dc. Parameter masukan
berupa nilai kerentanan magnetik (magnetic
susceptibility) batuan diwakili oleh bentuk poligon
yang menggambarkan geometri sumber anomali.
Model awal dilakukan secara trial and error,
kemudian diubah-ubah sampai menghasilkan
respons anomali terhitung (calculated) mendekati
Gambar 6. Profil anomali magnetik lintasan A-A’.
131
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Deswember 2016: 125 - 134
Gambar 7. Model fisis sumber anomali magnetik lintasan A-A’.
anomali teramati (observed).
Gambar 7
menunjukkan hasil pemodelan ke depan lintasan
anomali magnetik A-A’.
model tersebut di atas masing-masing bersesuaian
dengan lempung (0,015), batu pasir (0,031), dan
serpih (0,047).
Secara umum, kurva respons anomali magnetik
model terhitung menunjukkan hampir rapat dengan
anomali magnetik teramati dengan model beberapa
lapis litologi. Geometri sumber anomali diwakili
oleh beberapa poligon dengan nilai kerentanan
magnetik masing-masing 0,015 (warna biru),
0,031 (warna hijau) dan 0,047 (warna merah).
Berdasarkan daftar nilai kerentanan magnetik
batuan (Telford, 1990) nilai kerentanan magnetik
Berdasarkan model fisis di atas, disusun model
geologi (Gambar 8) yang sesuai dengan kondisi
geologi setempat. Lapisan teratas merupakan top
soil yang merupakan bagian dari Formasi Kabuh
yang berupa perselingan batu pasir dan batu
lempung. Batu lempung pada lapis kedua (warna
biru) diperkirakan masih merupakan bagian dari
Formasi Kabuh. Ada pun batu pasir yang menjemari
dengan batu lempung diduga merupakan batuan
Gambar 8. Model geologi lintsan A-A’.
132
Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak
Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet
vulkanik klastika Formasi Pucangan. Serpih
dan lempung (warna hijau) diduga sebagai
Formasi Kalibeng yang di dalam sebaran anomali
magnetik memberikan respons anomali rendah dan
diperkirakan merupakan lapisan pembawa material
lumpur yang muncul di permukaan.
Kemunculan pusat semburan lumpur diperkirakan
melewati zona lemah, yakni pada zona patahan
Watukosek.
KESIMPULAN
Pemodelan struktur bawah permukaan daerah
terdampak lumpur Sidoarjo memberikan gambaran
kondisi bawah permukaan yang terdiri atas top soil
dan lapisan batu lempung yang diduga merupakan
Formasi Kabuh. Lapisan di bawahnya merupakan
batu pasir yang kemungkinan merupakan batuan
vulkanik klastika Formasi Pucangan. Lapisan
ini ditembus oleh serpih dan lempung Formasi
Kalibeng yang diduga merupakan lapisan pembawa
lumpur yang muncul di permukaan.
Bila ditinjau dari model geologi bawah permukaan
yang pusat semburannya berada di sekitar patahan,
diperkirakan posisi pusat semburan lumpur
Sidoarjo ini berhubungan dengan keberadaan sesar
Watukosek yang melewati wilayah ini.
Secara kualitatif, anomali magnetik reduced to
the pole dan pseudogravity dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang keberadaan zona
patahan yang ditunjukkan oleh kemenerusan pola
anomali tinggi dan rendah berorientasi hampir
utara - selatan.
SARAN
Untuk mendapatkan gambaran struktur geologi
bawah permukaan dengan lebih jelas, perlu
dilakukan penelitian geofisika detail, khususnya
Passive Seismic Tomography (PST) dan
Magnetotelluric (MT). Daerah terdampak lumpur
Sidoarjo menjadi suatu tempat yang menarik untuk
dikaji aspek geologi bawah permukaannya karena
hingga saat ini fenomena semburan belum secara
tuntas diketahui penyebabnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan terutama kepada
Kepala Pusat Survei Geologi atas bimbingan
dan arahannya, Tim Survei Geofisika Semburan
Lumbur Sidoarjo, Bapak Sardjono, Toni Tohadi
atas diskusi dan saran-sarannya selama di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z., Davies, R. J., Kusuma, M. A., Andreas,
H., Deguchi, T., 2008. Subsidence and uplift of
Sidoarjo (East Java) due to the eruption of the
Lusi mud volcano (2006–present). Environ.
Geo.l,
DOI
10.1007/s00254-008-1363-4,
Springer.
Ali, I., Olatunji, S., Nwankwo, L. I., Akoshile, C. O.,
Johnson, L.M., Edino. F., 2012. Geomagnetic
modeling of potential hydrocarbon traps in
the lower Niger Delta, Offshore West Africa.
Scholars Research Library Archives of Applied
Science Research, 2012, 4 (2) : 863-874.
Ansari, A.H. dan Alamdar, K., 2009. Reduction to the
Pole of Magnetic Anomalies Using Analytic
Signal. World Applied Sciences Journal, Vol. 7,
h.405 – 409.
Awang, H.S. dan Asnidar, 2008. Mud diapirs and mud
volcanoes in depressions of Java to Madura :
origins, natures, and implications to petroleum
system. Proceedings, Indonesian Petroleum
Association, Thirty-second Annual Convention
& Exhibition, May 2008.
Darmawan, S., Danusaputro, H., Yulianto, T., 2012.
Interpretasi Data Anomali Medan Magnetik Total
Untuk Permodelan Struktur Bawah Permukaan
Daerah Manifestasi Mud Vulcano (Studi Kasus
Bledug Kuwu Grobogan). J. Geofisika Vol. 13
No.1/2012, Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Diponegoro, Semarang.
Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse,
M., 2007. Birth of a mud volcano: East Java, 29
May 2006.9 GSA Today,Vol. 17, h.4-9.
Endar, B.N., Bijaksana, S., dan Fauzi, U., 2007. Insersi
HDCB (high density chained balls) dan hasil
penerapannya pada skala lapangan. Rubrik
Teknologi, HAGI I, Resonansi I 2007, Edisi-4.
Li, Yaoguo, 2010. Application of magnetic amplitude
inversion in exploration for natural gas in
volcanics. SEG Denver 2010 Annual Meeting.
Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi,
G., Planke, S., Malthe-Serenssen, A., Istadi, B.,
2007. Triggering and dynamic evolution of LUSI
mud volcano, Indonesia. Earth Planet. Sci. Lett.
133
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 7 No. 3, Deswember 2016: 125 - 134
Vol.261, h.375–388.
Mazzini, A., Nermoen, A., Krotkiewski, M.,
Podladchikov, Y.Y., Planke, S., Svensen, H..
2009. Strike-slip faulting as a trigger mechanism
for overpressure release through piercement
structures. Implications for the LUSI mud
volcano, Indonesia, Marine and Petroleum
Geology Vol. 26, h1751–1765.
Musliki, S., 1991. The effect of structural style to the
hydrocarbon accumulation in the Northeast Java
Basin. Proceedings Indonesian Association of
Geologists (IAGI), 20th Annual Convention,
h.86-96.
Purwaningsih, E., 2012. Studi Hidrokimia Airtanah di
daerah semburan lumpur Porong dan sekitarnya
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Thesis
Magister Teknik Airtanah, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, ITB, Bandung.
Putrohari, R.D., 2007. Detak-detak kelahiran Lusi,
http://rovicky.wordpress.com/2007 [Juli 2016].
Putrohari, R.D., 2008. Posisi kontroversi Patahan
Watukosek, http://rovicky.wordpress. com/2008
[Juli 2016].
Rao, A.D., Babu, R. H. V. dan Narayan, S.P.V., 1981.
Interpretation of magnetic anomalies due to dikes:
134
The complex gradient method. Geophysics, Vol.
46, h.1572-1578.
Roest, W. R., Verhoef, J., dan Pilkington, M., 1992.
Magnetic interpretation using the 3-D analytic
signal. Geophysics, Vol. 57, h.116-125.
Santoso, S. dan Suwarti, T., 1992. Peta Geologi Lembar
Malang, Jawa Skala 1:100.000, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Syirojudin, M., 2010. Penentuan karakteristik Sesar
Cimandiri Segmen Pelabuhan Ratu- Citarik
dengan metode Magnet Bumi. Skripsi Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Subasinghe, N. D., Charles, W., De Silva. S. N.,
2014. Analytical Signal and Reduction to Pole
Interpretation of Total Magnetic Field Data
at Eppawala Phosphate Deposit. Journal of
Geoscience and Environment Protection, Vol. 2,
2014, h.181-189.
Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P., 1990.
Applied Geophysics 2nd ed. Cambridge
University Pres, Cambridge.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia.
Martinus Nyhoff, The Haque, Nederland.
Download