dinamika orbit komet - HFI DIY

advertisement
232
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010
hal. 232-240
DINAMIKA ORBIT KOMET
Arsini dan M. Farchani Rosyid
Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, dan Fisika Matematik (KAM)
Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta
[email protected]
[email protected]
INTISARI
Telah dikaji pengaruh nongravitasional pada gerak komet. Terbentuknya ekor komet ketika mendekati matahari berakibat komet
kehilangan massanya secara terus menerus sehingga massa komet berkurang. Oleh karena itu, massa komet dapat dipandang
sebagai fungsi waktu. Dalampenelitian ini, dipelajari dinamika orbit komet disebabkan komet kehilangan massa karena
terbentuknya ekor. Terdapat tiga asumsi peninjauan gerak komet tersebut. Pertama, komet dianggap berbentuk bola. Kedua,
komet dianggap berputar dengan cukup cepat sehingga mendapatkan radiasi matahari secara merata. Ketiga, Hamiltonian prinsip
aksi terkecil merupakan yang paling mendasar.
Kata kunci: komet, dinamika, nongravitasional
I. PENDAHULUAN
Pada abad ke-17, telah disadari bahwa komet merupakan benda langit yang tampak sangat
spektakuler dengan ekor yang memanjang ke belakang mencapai jutaan kilometer dan kemunculannya
yang tidak setiap saat (datang sewaktu-waktu atau secara periodik) telah menjadikan komet sebagai
benda yang sangat menarik dan ditunggu-tunggu kehadirannya. Para astrofisikawan meyakini bahwa
komet tersusun atas campuran es (baik air yang membeku maupun uap air yang membeku) dan debudebu. Sebagian es tersusun dari air (H2O), CO2, CO, NH3, dan lain-lain.
Orbit komet juga mengalami evolusi, seperti halnya bintang dan planet. Pada model orbital,
dengan mengungkapkan parameter-parameter non-gravitasional Marsden A, η, I, ф, s dan fp yang
digunakan dengan enam unsur orbit, persamaan observasional diselesaikan dengan metode kuadrat
terkecil. Model presisi gaya ini berhasil digunakan untuk memodelkan gerak komet berperiode pendek.
Masalah Kepler yang dikenal dalam ilmu Fisika menarik untuk diteliti secara numerik dan telah
banyak peneliti yang mempelajarinya. Salah satu di antaranya adalah Gombosi [Gombosi, dkk, 1997]
yang melakukan penelitian dengan melakukan simulasi MHD yang hasilnya dapat menunjukkan
interaksi antara atmosfer komet yang mengembang dengan magnetisasi angin matahari. Sebuah
fenomena lain menarik untuk diteliti apabila masalah Kepler, yang dimodifikasi dengan menambahkan
sebuah parameter gangguan yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk orbit. Laju sublimasi,
pelepasan debu-debu, laju ionisasi gas-gas dalam koma, variasi tekanan radiasi, dan kecepatan angin
matahari.
Dalam makalah ini dibahas lebih lanjut tentang dinamika bentuk dan ukuran orbit komet yang
mengalami kehilangan massa. Persamaan orbit komet yang kehilangan massa akibat adanya tekanan
radiasi dan angin matahari (terbentuknya ekor) diturunkan dari prinsip variasi. Prinsip variasi
merupakan prinsip mendasar yang penerapannya dapat ditemukan pada berbagai persoalan fisika
seperti optika, teori medan, dinamika uida, termodinamika, relativitas umum dan mekanika. Persamaan
orbit komet yang kehilangan massa diturunkan dengan prinsip aksi terkecil.
Dalam penelitian yang dipaparkan dalam jurnal-jurnal astrofisika telah dikembangkan berbagai
macam gagasan yang terkait dengan gerak komet. Beberapa di antaranya adalah Szutowicz (2000),
yang membahas tentang gangguan nongravitasional pada gerak periodik komet Wolf-Harrington. Pada
artikel ini dibahas tentang evolusi orbit komet. Persamaan gerak komet dipengaruhi oleh gangguan
semua planet. Krolikowska dan Sitarski (1996) membahas tentang pengaruh nongravitasional pada
gerak komet. Jawaban terbaik menggunakan pemodelan pada komet dengan mengungkapkan
parameter nongravitasional Marsden. Model ini digunakan untuk menentukan lima parameter
nongravitasional A, η, I, ф, s dan fp bersama enam koreksi untuk unsur orbital, persamaan
observasional diselesaikan dengan metode kuadrat terkecil. Gombosi, dkk (1997) memaparkan tentang
hasil simulasi MHD interaksi antara atmosfer komet yang membentang dengan magnetisasi angin
matahari. Angin matahari terus-menerus membawa ion-ion komet yang berasal dari inti. Pada artikel
ini dapat ditunjukkan hasil simulasi secara detail untuk lingkungan plasma comet Hale-Bopp untuk
angin matahari yang lambat dan yang cepat.
Cravens dan Gombosi (2003) memaparkan bahwa inti komet aktif seperti komet Halley dekat
dengan perihelion menghasilkan gas dan debu dalam jumlah yang besar. Hasil atmosfer komet atau
koma membentang lebih dari satu juta kilometer dari ruang ketika beinteraksi dengan angin matahari.
Pancaran sinar-X dari komet dihasilkan dari interaksi antara angin matahari dengan komet netral.
ISSN 0853 - 0823
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
233
II. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu telaah teoretis-matematis dengan melakukan
perhitungan-perhitungan. Sebagai penelitian yang bersifat telaah teoretis-matematis, tentu saja
dilakukan tinjauan terhadap beberapa pustaka mengenai perhitungan-perhitungan dan model-model
yang telah dikembangkan sebelumnya. Perhitungan numerik didasarkan pada data-data sekunder yang
didapatkan pada berbagai makalah yang tersebar di berbagai jurnal ilmiah.
II.1. Struktur Komet
Secara teknis istilah "komet" menggambarkan astmosfer yang mengembang yang tersusun atas
debu-debu dan gas-gas (baik yang netral maupun yang terionisasi) yang muncul di sekitar sebuah
benda induk (disebut inti komet) yang berukuran cukup kecil dalam lintasan (orbit) eksentrik
mengelilingi matahari. Dari astmosfer (disebut koma) yang mengembang di sekitar inti itu kemudian
(oleh adanya angin dan tekanan radiasi matahari) terbentuk dua macam ekor, yakni ekor gas (ion) dan
ekor debu, yang memanjang hingga 104 kilometer sampai 108 kilometer (Gambar 1). Kedua macam
ekor komet itu belum tentu terlihat semuanya. Ukuran atmosfer dan ekor komet berubah sepanjang
lintasannya: semakin dekat dengan matahari semakin besar ukuran atmosfer maupun ekor komet.
Bahkan koma dan ekor komet lenyap pada saat komet berada jauh dari matahari. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas komet (terbentuknya atmosfer dan ekor komet) terkait dengan keberadaan matahari.
Ekor ion selalu berbentuk lurus menjauhi matahari, sementara ekor debu sedikit melengkung. Hal ini
disebabkan butir-butir debu cukup lembam (masif) untuk mempertahankan gerakannya semula.
Gambar 1. Sebuah komet yang terlihat memiliki dua macam ekor:
ekor ion yang tersusun atas ion-ion (atas) dan ekor debu (bawah).
Struktur komet telah dipelajari sejak lama melalui pemodelan. Model paling awal adalah model
onggokan pasir (1948) yang mengatakan bahwa komet adalah sekumpulan debu-debu yang saling
terikat secara lemah oleh gravitasi. Model ini serta merta ditolak karena beberapa alasan. Pertama,
pengamatan menunjukkan keberadaan inti yang cukup padat dan berukuran sangat kecil apabila
dibandingkan dengan koma. Kedua, sekumpulan debu-debu yang saling terikat secara lemah semacam
itu tentu akan tercerai-berai ketika bergerak di sekitar titik perihelionnya.
Model berikutnya adalah model bola salju kotor (1950) yang diusulkan oleh Whipple. Menurut
model ini, inti komet adalah bola es yang terisi oleh debu-debu meteorit di dalamnya. Inti komet
memiliki porositas tinggi dan albedo rendah. Apabila inti komet mendekati matahari, radiasi matahari
yang jatuh pada bola es tersebut menyebabkan bola es menyublim dengan membebaskan debu-debu
yang tertanam dalam bola es sehingga terbentuklah koma yang tersusun atas gas-gas dan debu-debu.
Model ini berhasil menjelaskan keberadaan koma dan ekor komet serta kebergantungan ukurannya
pada jarak dari matahari. Model ini juga mampu menjelaskan penyimpangan gerakan komet dari gerak
Keplerian (Keplerian motion) karena adanya gaya nongravitasional akibat pembebasan gas-gas dan
debu-debu (Whipple, 1950).
Beberapa misi ruang angkasa tak berawak yang dikirim untuk mendekati (bahkan menabrak)
komet menunjukkan perlunya perbaikan bagi model bola es kotor. Maka beberapa modelpun diusulkan
sejak tahun 1985. Model kumpulan puing-puing diusulkan oleh Weismann pada tahun 1986. Menurut
Weismann, inti komet tersusun atas bongkahan-bongkahan es yang mengumpul melalui proses
tumbukan dengan kecepatan rendah. Proses akresi lemah semacamini tidak mengakibatkan panas yang
tinggi sehingga bongkahan-bongkahan es yang mengumpul itu tetap utuh. Ruang-ruang kosong yang
terbentuk di antara bongkahan-bongkahan es itu sebagian terisi oleh debu-debu dan sebagian yang lain
tetap kosong. Hal ini berakibat pada lebih rendahnya rapat massa inti komet keseluruhan apabila
dibandingkan dengan rapat massa bongkahanbongkahan es penyusunnya (Weissman , 1986). Model
yang lain diusulkan oleh Gombosi dan Houpis pada tahun 1986. Menurut model ini, komet tersusun
ISSN 0853 - 0823
234
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
atas bongkahan-bongkahan batu keras yang memiliki porositas tinggi yang disatukan oleh matrik es
dan debu-debu. Matriks es inilah yang akan mengalami evaporasi sambil melepaskan debu-debu
apabila terkena radiasi matahari (Gambar 2)(Gombosi dan Houpis, 1986).
Secara keseluruhan, dari model-model yang telah diusulkan, tampak adanya kesepakatan para
pakar bahwa terbentuknya koma berawal dari proses sublimasi es pada komet yang disebabkan oleh
radiasi matahari yang jatuh pada komet. Sublimasi es ini berakibat pula pembebasan debu-debu
meteorit yang tertanam dalam es itu. Akibatnya, koma (astmosfer) yang terbentuk tersusun atas gas dan
debu-debu. Selanjutnya, oleh adanya tekanan radiasi matahari, debu-debu tersebut terdorong menjauhi
matahari sehingga terbentuklah ekor debu. Ekor debu sedikit melengkung akibat kelembaman (inersia)
partikel-partikel debu itu. Di samping itu, gas-gas dalam koma mengalami foto-ionisasi. Oleh adanya
angin matahari yang tersusun oleh proton-proton dan elektron-elektron, ion-ion gas dalam koma
tersebut terbawa atau terdorong menjauhi matahari sehingga terbentuklah ekor gas yang lurus.
Terbentuknya koma dan ekor berakibat berkurangnya massa komet secara terus menerus. Jadi, komet
kehilangan massanya selama mengorbit matahari.
Sebagaimana telah dijelaskan di depan, sebuah komet mengalami kehilangan massa akibat
terbentuknya koma dan ekor. Terbentuknya koma disebabkan oleh radiasi matahari yang
mengakibatkan sublimasi bongkahan-bongkahan es penyusun inti komet. Sublimasi es menyebabkan
pelepasan debu-debu yang tertanam dalam es. Sementara, ekor komet terbentuk karena tekanan radiasi
dan angin matahari membawa debu-debu dan ion-ion gas-gas meninggalkan koma. Oleh karena itu,
wajar apabila laju sublimasi, pelepasan debu-debu, laju ionisasi gas-gas dalam koma, variasi tekanan
radiasi, dan kecepatan angin matahari "dicurigai" sebagai faktor-faktor yang memengaruhi laju
kehilangan massa komet.
Gambar 2. Model Inti Komet : (a) Model Kumpulan Puing-puing
Weismann, (b) Model Gombosi dan Houpis.
II.2. Angin matahari (Solar wind)
Angin matahari dipandang sebagai penguapan atmosfer panas di dekat ruang hampa, terutama
terdiri dari elektron dan proton, sebagian kecil ion-ion, serta mempunyai medan magnetik (Vernet ,
2007). Teori Parker dikemukakan oleh E.N Parker pada tahun 1950. Menurut Parker atmosfer matahari
dianggap sebagai uida, dengan asumsi bahwa semua kuantitas tidak bergantung waktu t, hanya
bergantung jarak radial r.
II.2.1. Angin matahari di dalam selubung
Angin matahari di dalam selubung dapat dilihat pada Gambar 3.
ISSN 0853 - 0823
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
235
Gambar 3. Angin matahari di dalam selubung. M adalah massa matahari, r0
adalah jari-jari matahari, r adalah jarak atmosfer matahari, v adalah
kecepatan angin matahari (Meyer-Vernet, 2007).
Persamaan tekanan yang terjadi di angin matahari
dengan P tekanan, ρ rapat massa, kB konstanta Boltzman, T temperatur, µ massa per partikel.
II.3. Masalah Dua Benda
Pada Gambar 4, dua buah benda bermassa m1 dan m2 berada dalam suatu wilayah yang bebas dari
medan gaya apapun. Jadi, medan gaya yang ada hanyalah medan gravitasi yang dilakukan oleh satu
benda terhadap yang lain. Didefinisikan vektor r dan R berturut-turut sebagai
dan
Jadi, r adalah posisi benda kedua relatif terhadap benda pertama dan R adalah posisi pusat massa
keduanya.
Gambar 4. Vektor Posisi Dua Benda.
Dari hukum Newton tentang gerak didapatkan persamaan gerak untuk masing-masing benda
dan
ISSN 0853 - 0823
236
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
Dengan mengurangkan kedua persamaan itu satu dari yang lain didapatkan
Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa
Ini berarti bahwa pusat massa bergerak dengan kecepatan tetap. Selanjutnya persamaan (4) dapat
dituliskan menjadi
dengan M = m1+m2. Sekarang terlihat bahwa persamaan gerak tersebut tidak lain adalah persamaan
gerak benda di bawah pengaruh medan terpusat Kepler, dengan k = GM. Jadi, penyelesaiannya adalah
(Fowles dan Cassiday , 1993).
II.4. Prinsip aksi terkecil : How Fundamental it is
Prinsip variasi merupakan prinsip mendasar yang penerapannya dapat ditemukan pada berbagai
persoalam fisika seperti optika (Lemons, 1997), teori medan (Goldstein, 1984), dinamika fluida
(Berdichevsky, 2009), termodinamika (Anthony, 2005), relativitas umum (Frankel, 2004) dan
mekanika (Goldstein, 1984). Selain itu, secara historis prinsip variasi juga digunakan untuk
menentukan jarak terpendek antara dua titik pada permukaan, kurva turunan tercepat antara dua titik
dan revolusi permukaan dari daerah minimum (Weinstock , 1974).
II.5. Kalkulus Variasi
Kalkulus variasi adalah bahasa alami semua prinsip variasi. Kalkulus variasi pertama kali muncul
dari sebuah persoalan yang diterbitkan oleh Johann Bernoulli (1667 - 1748), yang mengubah Bernoulli
menjadi "matematikawan tercerdas di seluruh dunia" pada tahun 1696. Kalkulus variasi mulai tumbuh
dan berkembang pada akhir abad ketujuhbelas. Kalkulus variasi secara formal ditemukan oleh
Leonhard Euler (1707-1783) pada awal abad kedelapanbelas. Joseph Lagrange (1736 - 1813)
membantu perkembangan metode ini. Sekarang, kalkulus variasi digunakan sebagai perumuman
metode variabel biasa dan diskritmaksimum dan minimum (Lemons , 1997).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mengingat prinsip variasi merupakan prinsip mendasar yang penerapannya dapat ditemukan pada
berbagai persoalan fisika, maka dalam menentukan persamaan gerak orbit komet yang kehilangan
massa dapat juga menggunakan prinsip variasi. Persamaan gerak orbit komet yang kehilangan massa
dapat dirumuskan dari persamaan energi dengan menggunakan Lagrangian
Persamaan Euler Lagrange untuk sistem ini diturunkan sebagai berikut:
ISSN 0853 - 0823
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
237
(8)
(9)
Jika persamaan (18) dikurangi persamaan (19) maka persamaan gerak orbit komet menjadi
(10)
dengan
Persamaan (20) dapat dituliskan dalam bentuk
dengan momentum sudut
dituliskan menjadi
dan asumsi laju kehilangan massa α ⁄r2 maka persamaan (14) dapat
(15)
sehingga didapatkan persamaan gerak orbit komet
(16)
Bagian sudut persamaan orbit komet diberikan oleh:
(17)
(18)
(19)
(20)
Terlihat bahwa momentum sudut komet lestari meskipun tidak memenuhi hukum kedua Kepler.
Tinjau persamaan gerak komet yang mengalami kehilangan massa pada persamaan (20).
Persamaan (20) merupakan persamaan diferensial berderajat dua, yang jika diselesaikan dengan metode
Runge-Kutta dan dengan menggunakan data massa matahari (M = 1,99×1030 kg), massa komet (m =
59,7×1024 kg), konstanta gravitasi (G = 6,672×1011 Nm2/kg2), posisi awal (r dengan x = 1,1×1011 m, y
= 0,1×1011 m), kecepatan awal (v dengan vx = 0, vy = 2,83×104) m/s, laju kehilangan massa (f(r)
diasumsikan 1/r2) maka didapatkan bentuk orbit komet yang mengalami kehilangan massa seperti
tampak pada Gambar 5.
ISSN 0853 - 0823
238
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
Gambar 5. Orbit komet kehilangan massa.
Gambar 5 digambarkan dalam koordinat kartesius dengan sumbu horizontal adalah sumbu x dan sumbu
vertikal adalah sumbu y. Dari Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa bentuk orbit komet berubah, semakin
lama semakin keluar. Perubahan bentuk orbit disebabkan komet kehilangan massa ketika mendekati
matahari. Laju kehilangan massa komet dipengaruhi oleh tekanan radiasi dan kecepatan angin
matahari.
Sumber energi untuk terjadinya sublimasi adalah radiasi matahari yang jatuh pada permukaan
komet yang menghadap ke matahari. Jadi, laju sublimasi bergantung pada intensitas radiasi (fluks
energi) matahari pada permukaan komet itu dan albedo Bond (A) komet itu. Albedo Bond adalah
nisbah radiasi matahari yang dipantulkan ke segala arah oleh permukaan komet terhadap radiasi total
yang jatuh pada permukaan itu. Terdapat kesetimbangan energi antara energi sumber (radiasi yang
jatuh pada permukaan inti komet) dan energi yang lepas yang terdiri dari radiasi termal inframerah,
energi sublimasi, dan energi yang disebarkan ke seluruh inti melalui konduksi (Fernandez, 2005).
Apabila komet yang ditinjau dianggap berbentuk bulat sempurna dengan jari-jari RN, maka
kesetimbangan yang disebut di atas dapat ditulis sebagai
dengan (1-A) adalah fraksi radiasi yang diserap oleh komet, AIR adalah albedo Bond sinar inframerah,
F* adalah tetapan matahari yang besarnya 3,16x102 kal.cm-2s-1 , r adalah jarak komet dari matahari
dinyatakan dalam satuan astronomis, kB tetapan Stefan-Boltzmann yang besarnya 1,38x10-23JK-1, Q
adalah laju sublimasi total dinyatakan dengan molekul per detik, LS adalah panas laten sublimasi (latent
heat of
sublimation) tiap mol, κ(T) adalah konduktivitas termal bahan komet, dan τ adalah kedalaman optis
koma. Laju sublimasi diperoleh sebagai jawaban bagi persamaan (21).
Laju pelepasan massa debu-debu bergantung pada efisiensi hamburan tekanan radiasi (Qpr) menurut
(Fulle , 2006)
(22)
dengan Cpr adalah tetapan yang nilainya 1,19×10-3 kgm-2, k suatu tetapan tak bersatuan yang berkaitan
dengan fluks foton, ф fungsi distribusi dan 1 – µ adalah parameter yang didefinisikan oleh
(23)
dengan ρd rapat massa debu dan d diameter butiran debu. Karena keberadaan tetapan k, maka laju
kehilangan massa karena pelepasan debu-debu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari matahari.
Gas-gas yang terbebaskan oleh sublimasi selanjutnya akan terionisasi oleh radiasi matahari. Ionion yang terbentuk tersebut terbawa oleh angin matahari (plasma yang disemburkan dari inferior
matahari) menjauh ke arah radial hingga terlepas dari gravitasi inti komet. Oleh karena itu laju
kehilangan massa komet juga bergantung pada laju produksi ion gas-gas dalam koma akibat proses
fotoionisasi. Laju rapat fotoionisasi gas-gas dalam koma diberikan oleh (Gombosi, dkk , 1997)
ISSN 0853 - 0823
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
239
(24)
dengan Q adalah laju sublimasi, rc jarak dari inti komet, dan λ adalah skala panjang ionisasi. Dari laju
rapat ionisasi ini diperoleh laju rapat kehilangan massa komet karena terbentuknya ekor ion sebagai
(Gombosi, dkk , 1997)
(25)
dengan mc adalah massa rerata molekul/ion.
Tekanan radiasi berbanding lurus dengan fluks radiasi. Sementara fluks radiasi berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak dari matahari. Pada jarak r dari matahari uks radiasi matahari diberikan oleh F(r)
= F*/r2, dengan F* adalah tetapan matahari. Tekanan radiasi pada jarak r dari matahari diberikan oleh
(26)
dengan c cepat rambat cahaya dalam ruang hampa.
III.1. Evolusi orbit komet
Evolusi orbit komet 43P/Wolf-Harrington dengan memilih model sumber emisi diskrit pada
permukaan inti dan persamaan gerak komet yang digabungkan dengan gangguan semua planet
ditunjukkan dengan Gambar 7(Szutowicz (2000))
Gambar 6. Evolusi orbit komet 43P
Model dengan gaya nongravitasional tersebut dibandingkan dengan model dengan gerak komet
yang mengalami gangguan, dengan posisi nyata orbit komet dijelaskan dengan pengamatan
astrometrik.
Untuk gambar orbit komet yang kehilangan massa yang diselesaikan dengan program komputer,
dapat dilihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa semakin massanya berkurang orbit komet
semakin keluar. Bila dibandingkan dengan Gambar 6 dan Gambar 7 yang diperoleh dari pengamatan
langsung terlihat ada persamaan bahwa orbit komet semakin lama semakin keluar, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perumusan penurunan gerak orbit komet dan program komputer yang dibuat benar.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Laju kehilangan massa komet memengaruhi bentuk orbit komet. Bentuk orbit komet semakin lama
semakin keluar dengan asumsi komet kehilangan massa sebanding dengan 1/r2 . Laju kehilangan massa
sebagai fungsi r, semakin dekat dengan matahari laju kehilangan massa semakin besar, semakin jauh
dari matahari laju kehilangan massa semakin kecil.
Dalam tulisan ini penulis telah menelaah pengaruh kehilangan massa pada komet dengan
menganggap bahwa komet kehilangan massa sebanding dengan 1/ r2, serta perhitungan yang masih
ISSN 0853 - 0823
240
Arsini, dkk / Dinamika Orbit Komet
menggunakan perhitungan numerik sederhana. Lebih lanjut lagi dapat di telaah keadaan komet yang
mendapat gangguan tidak hanya karena kehilangan massa karena tekanan radiasi matahari dan angin
matahari, tetapi juga dengan menambahkan faktor gangguan dari planet-planet dengan menggunakan
perhitungan komputasional yang lebih komplit, sehingga didapatkan visualisasi yang lebih baik.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anthony, K.H., 2005. Variational and Extremum Principles in Macroscopic Systems, edisi pertama,
Elsevier, London. hal.25-31
Berdichevsky, V.L., 2009. Variational Principles of Continuum Mechanics, Springer, New York.
hal.389-403
Cravens, T.E.dan Gombosi, T.I., 2003.Cometary Magnetospheres: A Tutorial, Lawrence
Fernandez, A.J., 2005, COMETS Nature, Dynamics, Origin, and their Cosmogonical Relevance,
Springer, New York.
Fowles, R.G., Cassiday, L.G., 1993, Analytical Mechanics, Harcourt Brace Publishers, Florida.
Frankel, T., 2004, The Geometry of Physics An Introduction, edisi kedua, Cambridge University Press
, New York.
Fulle, M., 2006, The dust coma of the active Centaur P/2004 Al (LONEOS) :a CO driven environment,
Astronomy and Astrophysics. 460, 935-944.
Goldstein, H., 1984, Classical Mechanics, edisi kedua, hal 43-45 dan hal 570-587, Addison Wesley
Publishing Company, Philippines.
Gombosi, T.I.dkk, 1997, MHD Simulation of comets: The Plasma environment of Comet Hale-Bopp,
Kluwer Academic Pubilshers. 79, 179-207.
Gombosi, T.I. dan Houpis, H.L.F., 1986, An icy glue nucleus model of comet Halley, ESA Proceedings
of the 20th ESLAB Symposium on the Exploration of Halley's comet, volume 2:Dust and nucleus,
397-401.
Krolikowska, M. dan Sitarski, G., 1996, Evolution ot the orbit of comet 46P/Wirtanen during 19472013, Astron. Astrophys. 310, 992-998.
Lemons, D.S., 1997, Perfect Form Variational Principles, methods, and application in Elementary
Phycics, Princeton University Press, New Jersey.
Meyer-Vernet, 2007, Basics of The Solar Wind, Cambridge University Press, New York.
Rosyid, M.F., 2009, Pengantar Astrofisika dan Astronomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Szutowicz, S., 2000, Active Regions on the surface of comet 43P/Wolf- Harrington determined from its
nongravitational effects, Astron. Astrophys. 363, 323-334.
Weissman, P.R., 1986, Are cometary nuclei primordial rubble piles?, Nature. 320, 242-244.
Weinstock, R., 1974, Calculus of variations with Applications to Physics and Engineering, Stanford
University, New York.
Whipple, F.L., 1950, A comet model.I.The Acceleration of Comet Encke, Astrophys. J. 111, 375-394.
ISSN 0853 - 0823
Download