Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS)

advertisement
TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG
PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI
KABUPATEN BREBES
ARTIKEL
OLEH
SITI ASLIKHA
020110a043
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 1
TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) TENTANG PENYAKIT
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI TEMPAT PROSTITUSI KABUPATEN BREBES
Siti Aslikha*), Sigit Ambar Widyawati, S.KM, M.Kes**), H. Auly Tarmali, S,KM, M.Kes***)
* Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
*** Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Infeksi menular seksual merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi
bagi Negara-negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa setiap tahun diseluruh Negara
terdapat sekitar 350 juta kasus baru infeksi menular seksual. Di Indonesia beberapa tahun terakhir
ini terjadi kecenderungan meningkat prevalensi IMS sampai 30-40% pada kelompok WTS dan juga
pada penderita IMS yang berobat ke rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat pengetahuan wanita pekerja seks tentang penyakit infeksi menular seksual berdasarkan
karakteristik di tempat prostitusi Kabupaten Brebes.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pekerja seksual di Kabupaten
Brebes pada tahun 2014 yang berjumlah 150 orang dengan sampel sebanyak 60 responden yang
diambil secara quota sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner, dianalisis secara
univariat.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan baik berdasarkan umur (25%), tingkat
pengetahuan baik berdasarkan pendidikan (15,8%), tingkat pengetahuan baik berdasarkan lama
menjadi WPS (10,3%) dan tingkat pengetahuan baik berdasarkan asal lokalisasi (20%).
Wanita Pekerja Seksual diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pencegahan
tentang penyakit infeksi menular seksual.
Kata Kunci : Infeksi Menular Seksual, Tingkat Pengetahuan, Wanita Pekerja Seks
Kepustakaan : 47 (1996-2013)
ABSTRACT
Sexual transmitted infections is a major health problem and the economic burden for
developing countries. WHO estimates that every year there are about 350 million new cases of
sexual transmitted disease. In Indonesia in the last few years a there has increased prevalence of
sexual transmitted disease up to 30-40% in the group of female sexual workers and also in sexual
transmitted disease patients were treated at the hospital. The purpose of this study was to determine
the knowledge level of female sexual workers about sexual transmitted disease in place of
prostitution Brebes.
The study used description design with cross sectional approach. The population in this
study were all female sex workers at Brebes regency in 2014, as many as 150 people with sample of
60 respondents taken by quota sampling. Data collection used quesionnares, analysis by using
univariate the result show good knowledge level based on age (25%), good knowledge level based
on education (15,8%), good knowledge level based an duration WPS (10,3%) and good knowledge
level based on the prostitusion place (20%).
Female sexual workers are expected to improve the knowledge and prevention of sexual
transmitted disease.
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 2
Key Word
Bibliographies
: Sexsually transmitted infection, a knowledge level, female sexual
workers
: 47 (1996-2013)
PENDAHULUAN
. Word Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa sekitar
340 juta kasus baru dari empat IMS
(gonore, sifilis, infeksi klamidia dan
trikomoniasis)
dapat
disembuhkan.
Sekitar 75-85% dari jumlah tersebut
berasal dari Negara berkembang. Penyakit
Menular Seksual menimbulkan beban
besar terhadap morbiditas dan mortalitas
di Negara berkembang, baik secara
langsung melalui dampaknya terhadap
reproduksi dan kesehatan anak, dan secara
tidak
langsung
berperan
dalam
memfasilitasi penularan infeksi HIV
(Mayaud & Mabey, 2004).
Pada tahun 2005, diperkirakan ada
318 juta IMS dengan perkiraan
39.690.000 kasus infeksi klamidia,
9.430.000 kasus gonore, 2.54 juta kasus
sifilis dan sekitar 25.760.000 kasus
trikomonas (WHO, 2012). Kasus baru
IMS diperkirakan lebih dari 110 juta di
kalangan laik-laki dan perempuan di dunia
(CDC, 2013). Referensi bahwa kelompok
IMS banyak dikomunitas wanita pekerja
seksual.
Prostitusi merupakan masalah
utama dalam penyebaran IMS sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan secara
berkala (Mc Gough, 2008). Wanita
Pekerja Seks (WPS) merupakan sasaran
yang penting dalam pengendalian IMS,
karena kelompok ini berisiko tinggi
menularkan IMS kepada masyarakat
melalui kliennya (Nguyen et al, 2008).
Wanita
Pekerja
Seksual
merupakan wanita yang pekerjaannya
menjual diri kepada siapa saja atau
banyak laki-laki yang membutuhkan
pemuas hubungan seksual dengan diberi
imbalan bayaran. Dengan Pekerjaan
tersebut, maka WPS beresiko terkena IMS
(Penyakit Infeksi Menular Seksual). IMS
adalah suatu penyakit atau gangguan yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain
melalui kontak hubungan seksual. IMS
yang sering terjadi dan dijumpai adalah
gonorhoe, sifilis, herpes, namun yang
paling besar adalah AIDS. Karena AIDS
dapat mengakibatkan pada penderita
kematian. IMS juga dikatakan infeksi
yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang
sudah tertular atau disebut juga penyakit
kelamin atau penyakit kotor.
Penyakit ini akan lebih beresiko
bila melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. WPS akan
terkena infeksi alat reproduksi yang harus
dianggap serius, bila tidak diobati secara
tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan
penderitaan,
sakit
berkepanjangan, kemandulan dan bahkan
kematian. (Nugroho, 2012).
Insiden maupun prevalensi IMS
yang sebenarnya diberbagai negara tidak
diketahui dengan pasti. IMS merupakan
satu
kelompok
penyakit
yang
penularannya terutama melalui hubungan
seksual. Berdasarkan laporan-laporan
yang dikumpulkan oleh WHO setiap
tahun diseluruh negara terdapat sekitar
350 juta penderita baru IMS yang meliputi
penyakit gonore, sifilis, herpes genetalis
dan jumlah tersebut menurut hasil analisis
WHO cenderung meningkat dari waktu ke
waktu (Daili, 2004).
Terdapat lebih dari 15 juta kasus
IMS dilaporkan pertahun. Kelompok
remaja dan dewasa muda (15-24 tahun)
adalah kelompok umur yang memilik
resiko paling tinggi untuk tertular PMS, 2
juta kasus baru tiap tahun adalah dari
kelompok ini (center for Disease Control
and Preventation, 2004). Saat ini di dunia
terjadi peningkatan jumlah HIV-AIDS
dari 36,6 juta pada tahun 2002 menjadi
39,4 juta orang pada tahun 2004
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 3
sedangkan di Asia diperkirakan mencapai
8,2 juta orang degan HIV-AIDS
(UNAIDS, 2004).
Di Indonesia beberapa tahun
terakhir ini terjadi kecenderungan
meningkatnya prevalensi IMS misalnya
prevalensi sifilis meningkat sampai 10%
pada beberapa kelompok WTS (Wanita
Tua Susila), 35% pada kelompok waria
dan 2% pada kelompok ibu hamil,
prevalensi gonore meningkat sampai 3040% pada kelompok WTS dan juga pada
penderita IMS yang berobat ke rumah
sakit. Demikian juga prevalensi HIV pada
beberapa kelompok perilaku resiko tinggi
meningkat tajam sejak tahun 1993
(Daili,2004).Surveilans Terpadu Biologis
dan Perilaku (STBP) 2011 melakukan
pengukuran prevalensi PMS yaitu sifilis,
klamidia, dan gonore. Prevalensi Sifilis
tertinggi pada kelompok Waria (25%).
Dibandingkan dengan tahun 2007,
prevalensi Sifilis mengalami penurunan
pada kelompok Wanita penjaja seks
langsung (WPSL) adalah wanita yang
secara terbuka menjajakan seks baik
dijalanan maupun di lokalisasi / ekslokalisasi. Pekerja seks langsung mengacu
pada keadaan mereka dimana interaksi
seks untuk mendapatkan uang merupakan
tujuan utama (Blancard & Moses,2008 )
dan Wanita Penjaja Seksual Tidak
Langsung (WPSTL) adalah wanita yang
beroperasi secara terselubung sebagai
penjaja seks komersial, yang biasanya
bekerja pada bidang-bidang pekerjaan
tertentu seperti : bar, panti pijat dan
sebagainya (4-8 kali), kelompok waria
(20%) dan pria resti (3%). Penurunan
tersebut terutama terjadi di lokasi-lokasi
yang mendapatkan program Pengobatan
Presumif Berkala (PPB). Hal yang
berbeda terjadi pada kelompok Lelaki
Suka Lelaki ( LSL) dimana prevalensi
Sifilis meningkat 2-5 kali dibandingkan
tahun 2007. Wanita penjaja seks langsung
(WPSL) adalah wanita yang secara
terbuka menjajakan seks baik dijalanan
maupun di lokalisasi / eks- lokalisasi.
Pekerja seks langsung mengacu pada
keadaan mereka dimana interaksi seks
untuk mendapatkan uang merupakan
tujuan utama (Blancard & Moses,2008 ).
Dihubungkan dengan lama mereka
melakukan praktek sebagai WPS, maka
pengetahuan tentang IMS sangat minim.
Pengetahuan mereka hanya terbatas pada
akibat penyakit yang umum terjadi.
Pengetahuan yang berhubungan dengan
gejala-gejala dan pola-pola pencegahan
pada umumnya masih sangat kurang.
Padahal pengetahuan ini justru sangat
dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan
seseorang tertular IMS. Minimnya
pengetahuan mereka turut mempengaruhi
upaya penganggulangan yang perlu
dilakukan, sehingga dapat memutuskan
mata rantai penularan. Demikian pula apa
yang dilaporkan DEPKES RI (2005),
bahwa hanya 24% WPS mengetahui
tentang IMS. Rendahnya pengetahuan
WPS tentang cara penularannya dan
gejala yang diperlihatkan seseorang yang
menderita IMS akan turut berpengaruh
pada perilaku seks mereka. Pengetahuan
dan pemahaman yang tidak jelas terhadap
orang dengan gejala dan tanda IMS
membuat WPS tidak mewaspadai
pelanggan yeng berpotensi menularkan
penyakit
tersebut
pada
waktu
melayaninya. Melalui pengalaman yang
menurut mereka aman-aman inilah
membuat WPS semakin mempunyai
kepastian untuk meneruskan pekerjaan
mereka menjadi WPS dan melakukan
hubungan seks dengan pelanggan dengan
pemikiran tidak akan mungkin tertular
IMS.
Pengetahuan adalah merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pasca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa
dan
raba.
Sebagian
besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 4
tahu dari manusia terdiri dari sejumlah
fakta dan teori yang memugkinkan
seseorang untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya (Notoadmodjo, 2003).
Dari penelitian pada murid-murid
SMA di Jakarta diperoleh data bahwa
hanya 54% murid-murid SMA yang
mengetahui bahaya penyakit kelamin.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan Puji lestari (2009), studi
diskriptif tingkat pengetahuan wanita
pekerja seks (WPS) tentang penyakit
menular seksual di Desa Sidomukti
Kecamatan
Karanganyar
Kabupaten
Pekalongan, dari 93 reponden wanita
pekerja seks (WPS) yang mempunyai
pengetahuan baik 39 orang (39,78%),
pengetahuan cukup 45 orang (48,38%)
dan yang mempunyai pengetahaun kurang
11 orang (11,82%) dan berdasarkan
penelitian Puji Lestari (2009), hubungan
tingkat pengetahuan tentang infeksi
menular seksual dengan prilaku seks
pranikah mahasiswa DIII Kebidanan
Semarang.
Tidak
ada
hubungan
pengetahuan tentang infeksi menular
seksual dengan prilaku seks pranikah.
Hasil studi pendahuluan dari
tempat Resosialisasi yang ada di
Kabupaten Brebes terdapat 150 orang
WPS yang terdapat dibeberapa tempat
Lokalisasi antara lain di Kecipir, Klikiran,
Kreseman, Lawang ijo, Kaliwlingi,
Kersana dan Lapangan PG. Jatibarang.
Wanita pekerja seks yang berada di eks
lokalisasi tersebut secara periodic
memeriksakan diri ke klinik IMS
dipuskesmas
Kecipir,
Puskesmas
Bulakamba dan Puskesmas Brebes. Dari
data kunjungan klinik IMS di Kabupaten
Brebes diketahui bahwa proporsi kejadian
IMS masih tinggi dari tahun ke tahun.
Dari data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Brebes Periode
Januari- Juni tahun 2014 diperoleh
servistis/proctitis sebanyak 29 kasus, dan
Urethritis non-Go sebanyak 12 kasus. Dan
Periode bulan Juli- Desember tahun 2014
diperoleh servitis/proctitis sebanyak 38
kasus,dan Urethritis non-Go sebanyak 10
kasus.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “tingkat pengetahuan wanita
pekerja seks (WPS) tentang penyakit
infeksi menular seksual (IMS) ditempat
Prostitusi Kabupaten Brebes?”
METODE PENELITIAN
ini merupakan penelitian deskriptif dengan
Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan cross sectional. Populasi yang
diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh
WPS di Kabupaten Brebes sebanyak 60
responden.Metode
pengambilan
sampel
dengan cara Quota sampling. Alat yang
digunakan kuesioner dengan melalukan
wawancara kepada responden.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1). Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi
Tingkat Pengetahuan WPS tentang
penyakit IMS ditempat prostitusi
Tingkat
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Total
Frekuensi Presentase
(%)
6
10,0
11
` 8,3
43
71,7
60
100,0
2). Umur
Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Umur
WPS tentang penyakit IMS
di
Tempat
Prostitusi
Kabupaten Brebes
Umur
Frekuensi
Remaja
Dewasa
25
35
Total
60
Presentase
(%)
41,7
58,3
100,0
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 5
3). Pendidikan
Tabel
4.4
Distribusi
Frekuensi
Pendidikan WPS tentang penyakit IMS
di Tempat Prostitusi Kabupaten
Brebes.
Umur
Frekuensi
Tidak Tamat
SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
D3/S1
Total
4
19
23
12
2
60
Presentase
(%)
6,7
31,7
38,3
20,0
3,3
100,0
4). Lama menjadi WPS
Tabel 4.5
Distribusi
Frekuensi
Lama Menjadi WPS tentang IMS di
Kabupaten Brebes
Lama
menjadi
WPS
<5 tahun
≥5 tahun
Frekuensi
Total
Presentase
(%)
2
58
3,3
96,7
60
100,0
5). Asal lokalisasi WPS
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Asal
(WPS) di Kabupaten Brebes
Asal
lokalisasi
WPS
Jatibarang
Kecipir
Kersana
Klikiran
Lawang ijo
Total
Frekuensi
Presentase
(%)
16
20
5
11
8
26,6
33,4
8,3
18,3
13,3
60
100,0
PEMBAHASAN
A. Tingkat Pengetahuan WPS tentang
penyakit IMS
Hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian dari responden mempunyai
pengetahuan tentang penyakit menular
seksual dalam kategori kurang yaitu
sebanyak 43 responden (71,7%), cukup
11 responden (18,3%). Kurang dan
cukupnya pengetahuan para WPS tentang
penyakit IMS dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya : informasi langsung
dari petugas penyuluhan kesehatan
setempat mengenai IMS, selain itu
informasi tidak langsung dari media
cetak seperti postyer, selebaran, maupun
media elektronik melalui iklan televisi
dan sebagainya. Pengetahuan juga
dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat
pendidikan,sosial budya dan lingkungan
yang mempengaruhi perkembangnya
intelektual serta aspek fisiologis yang
mana menentukan dalam mendapatkan
pengetahuan. Budaya atau lingkungan
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengetahuan seseorang di lingkungan
yang mayoritas penduduknya memahami
tentang kesehatan khususnya IMS karena
tidak semua WPS memiliki lingkungan
yang mayoritas penduduknya memahami
tentang
IMS
pengetahuan
yang
didapatkan juga berbeda-beda. Pengalam
juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan, baik pengalaman sendiri
ataupun dari orang lain. Sesuai pendapat
Notoatmodjo (2012), sesuatu yang pernah
dilakukan baik oleh diri sendiri atau
orang lain dapat menambah pengetahuan
seseorang tentang sesuatu yang bersifat
non
formal.
Berdasarkan pengetahuan WPS tentang
penyakit
IMS
kebanyakan
WPS
menjawab pada tahu bahwa bergantiganti pasangan dapat mengakibatkan
penyakit IMS. Sebagian besar WPS
sudah mengetahui dan memahami
sehingga
mereka
dapat
mengaplikasikannya. Berganti ganti
pasangan dapat mengakibatkan penyakit
IMS karena IMS dapat tertular melalui
kontak seksual. Semakin banyak jumlah
kontak seksual seseorang lebih mungkin
terjadinya infeksi. (Ronald 2011).
Sedangkan responden yang menjawab 36
responden tahu gejala penyakit IMS
dengan tanda keputihannya yang berbau
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 6
dan rasa gatal pada alat kelamin,
kurangnya pengetahuan dan pemahaman
WPS mengenai tanda dan gejala penyakit
IMS sehingga mereka tidak dapat
mengaplikasikannya terbukti banyak
WPS yang menjawab tidak tahu
mengenai tanda dan gejala seseorang
terkena IMS.
B. Tingkat Pengetahuan WPS tentang
penyakit IMS berdasarkan umur.
Hasil penelitian diketahui bahwa sangat
sedikit dari responden yang tingkat
pengetahuannya baik yaitu sejumlah 6
responden (10,0%) sebagian besar
responden
mempunyai
tingkat
pengetahuan tentang penyakit infeksi
menular seksual dalam kategori kurang
yaitu sejumlah 43 responden (71,7%).
Sebagian dari responden yang memiliki
pengetahuan cukup tentang penyakit IMS
yaitu sejumlah 11 responden (18,3%).
Tingkat pengetahuan tentang penyakit
IMS
kurang
dikarenakan
adanya
keterbatasan
informasi,
tidak
ada
pengumuman yang isinya memberi
informasi tentang cara penularan dan
pencegahan IMS salah satunya seperti
poster. Hasil penelitian diketahui bahwa
sebanyak 27 responden (77,1%) dengan
umur dewasa yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang. Diperoleh pula
bahwa masih ada 7 responden (11,7%)
yang sudah mengetahui pengertian dari
IMS. Banyaknya responden yang belum
mengerti tentang IMS yang disebabkan
karena kurangnya pemahaman WPS.
Tingkat pengetahuan responden yang
bervariasi dapat disebabkan karena
seseorang memperolehnya dengan cara
yang berbeda. Mereka memperoleh
pengetahuan dari teman, buku, media
masa dan media elektronik.
C. Tingkat Pengetahuan WPS tentang
penyakit IMS berdasarkan Pendidikan.
Hasil penelitian diketahui
bahwa sebagian dari responden
dengan pendidikan tamat SMP
yaitu sejumlah 23 responden
(38,3%). Diperoleh pula sebagian
besar responden dengan tingkat
pengetahuan kurang dan tamatan
SMP yaitu sejumlah 21 responden
(91.3%).
Responden
dengan
pengetahuannya
kurang
dikarenakan mereka hanya sebatas
tahu saja tidak mau untuk
mempelajari dan memahaminya.
Mereka menganggap hal tersebut
tidak
penting
dan
tidak
mempunyai
dampak
dalam
kehidupannya, akhirnya mereka
mengabaikan bahaya penyakit
IMS.
Menurut Rostikawati
(2004), semakin tinggi tingkat
pendidikan
seseorang
maka
semakin mudah menerima konsep
hidup sehat secara mandiri, kreatif
dan
berkesinambungan.
Pendidikan dapat meningkatkan
kematangan intelektual seseorang.
Kematangan
intelktual
akan
berpengaruh pada wawasan, dan
cara
berfikir,
sehingga
pengetahuan tentang kesehatan
semakin
baik.
Menurut
Notoatmodjo
(2003),
tingkat
pendidikan turut menentukan
mudah
tidaknya
seseorang
menyerap
dan
memehami
pengetahuan, pada umumnya
semakin tinggi pendidikan WPS
semakin baik pula pengetahuannya
Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh di pendidikan
formal karena terdapat faktor yang
mempengaruhi pengetahuan WPS
antar lain intelegensi, pengalama,
informasi, kepercayaan, sosial
budaya,
status
sosial
dan
pendidikan itu sendiri. Misalnya
pengetahuan yang didapatkan dari
penyuluhan
kesehatan
yang
diberikan tenaga kesehatan pada
WPS dilokalisasi, ataupun melalui
media informasi yang ada.
Menurut pengelola Layanan IMS
di Kabupaten Brebes, bahwa WPS
setiap akhir bulan mendapatkan
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 7
penyuluhan
dilokalisasi,
penyuluhan ini dilakukan agar
WPS mendapatkan pengetahuan
tentang penyakit IMS sehingg
WPS dapat termotivasi untuk
melakukan pemeriksaan IMS di
Puskesmas terdekat. Menurut
Wahyuni
(2003),
Untuk
mendapatkan informasi IMS, tidah
harus melalui pendidikan formal,
informasi dapat diperoleh dari
televisi, majalah, surat kabar, radio
ataupun liflet yang dikemas
dengan sangat menarik, dan
dimana saja berada ataupun dari
teman sebaya.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan kurang di tempat
prostitusi
Kabupaten
Brebes
mempunyai persentase paling tinggi
yaitu 71,7%.
2. Responden yang berumur 20-24 tahun
di tempat prostitusi Kabupaten Brebes
mempunyai persentase paling tinggi
yaitu 30,0%.
3. Responden yang mempunyai tingkat
pendidikan tamat SMP di tempat
prostitusi
Kabupaten
Brebes
mempunyai persentase paling tinggi
yaitu 38,3%.
4. Responden yang mempunyai lama
menjadi WPS > 5 tahun di tempat
prostitusi
Kabupaten
Brebes
mempunyai persentase paling tinggi
yaitu 96,7%.
5. Responden yang berasal dari tempat
prostitusi di Kecipir Kabupaten
Brebes mempunyai persentase paling
tinggi yaitu 33,3%.
D. Tingkat Pengetahuan WPS tentang
penyakit IMS berdasarkan lama
mejadi WPS.
Hasil penelitian diketahui
bahwa sebagian besar responden
menjadi WPS > 5 tahun yaitu
sejumlah 58 responden (96,7%),
dan tingkat pengetahuan WPS
berdasarkan lama menjadi WPS
sebagian besar > 5 tahun dan
tingkat
pengetahuan
kurang
sebesar 41 responden (70,7%). Hal
tersebut dijalani oleh WPS untuk
mendapatkan uang dan memenuhi
kebutuhan kehidupannya, biasanya
para WPS tidak perfikir panjang
untuk menjalani pekerjaan yang
ada didalam benaknya hanya
untuk mendapatkan uang dan
menuruti kepuasaan sesaat. Tidak
memandang terlebih dahulu apa
yang akan terjadi di waktu yang
akan
datang.
E.Tingkat Pengetahuan WPS
tentang
penyakit
IMS
berdasarkan
asal
lokalisasi
WPS.
Hasil penelitian diperoleh bahwa
sebagian responden berasal dari
Kecipir yaitu sejumlah 20
responden (33,3%). Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh letak
tempat lokalisasi yang strategis,
aman dan nyaman sehingga WPS
lebih memilih tempat lokalisasi di
kecipir. Selain terletak di tempat
yang strategis kecipir termasuk
tempat lokalisasi yang ramai
dikunjungi.
Diperoleh pula responden
dengan
tingkat
pengetahuan
kurang dan asal lokalisasi di
Jatibarang yaitu sejumlah 12
responden (75,0%). Hal ini dapat
terjadi karena di lokalisasi
jatibarang tidak mempunyai sarana
dan prasarana yang tidak lengkap.
Selain tidak lengkap tempat ini
tidak strategis dan berada di
lingkungan kumuh, sehingga sepi
dari pengunjung.
Tempat lokalisasi yang baik
adalah tempat lokalisasi yang
sudah tertata rapi dan terorganisasi
seperti halnya di kecipir ini.
Menurut Subadara (2007) dalam
Isnaeni (2014), tempat lokalisasi
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 8
yang terorganisasi dengan baik
yaitu adanya pemimpin, pengelola
atau mucikari, dan para pekerjanya
mengikuti aturan yang mereka
tetapkan.
mempengaruhi
tentang
penyakit
infeksi menular seksual (IMS).
Kondisi lokalisasi yang sudah
terorganisir disini diantaranya
Kecipir dan lawang ijo beda sama
yang lain seperti di jatibarang,
Kersana dan Klikiran karena
dilokalisasi ini belum terorganisir,
dan tidak adanya pemimpin,
pengelola. Ditempat lokalisasi ini
juga jarang adanya kunjungan
tenaga kesehatan yang secara
berkala
untuk
pemeriksaan
layanan IMS dan penyuluhan
tentang promosi kesehatan seperti
Pencegahan IMS.
American Academy of Pediatrics. 2006.
Gonorrhea.
www.healthychildren.
Org/english/healthissues/conditions/sexuallytransmitted/pages/gonorrhea (Diakses
tanggal 30 Agustus 2013).
Ananya Mandal. 2013. What is HIV-AIDS.
www.news-medical.net/health/what-ishivaids.aspx (Diakses tanggal 3
September 2013).
Bambang, Nugroho. 2005. Pekerja Sebagai
WPS. Jogjakarta : Insistpress
Daili S.F; Indriatmi W.,Zubair, F Judanarso,
J.2003. Penyakit Menular Seksual.
Jakarta: FKUI.
Depkes.
2005.
Penyuluhan
Tentang
Kesehatan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream.
Djuanda, Adhi. 2007. Wanita Pekerja
Seksual
dan
Penyakit
yang
Mengintai. Jogjakarta : Insistpress.
Dr. Suparyanto, M.Kes. 2012. Cara
Pengukuran Pengetahuan.
http://www.carantrik.com/2012/06/
pengukuran-pengetahuan.html.
(Diakses tanggal 17 Juni 2014).
Herbaleng,
Adi.
2007.
Kesehatan
Reproduksi. Jakarta : Erlangga.
Hutapea, Ronald. 2011. AIDS & PMS dan
Perkosaan. Jakarta :Rineka Cipta
Indriani, Dyah. 2007.Perilaku pemanfaatan
skrining IMS oleh WPS
ResosialisasiArgorejo dalam
pencegahan HIV dan AIDS di klinik
Griya ASA PKBIKota Semarang.
Skripsi. Semarang :Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
DianNuswantoro.
Kasnodihardjo 2010. Penyebaran IMS di
Indonesia.
http://www.epidemiknsd.co.id
Koentjoro. 2004 dalam Anggraeni 2014
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998. Ilmu
Kebidanan, PenyakitKandungan dan
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Tenaga
kesehatan
dapat
meningkatkan kinerja dengan
melakukan
kunjungan
ke
lokalisasi, yaitu dengan selalu
melakukan pemeriksaan berkala
untuk mengurangi penyebaran
penyakit IMS
b. Tenaga
kesehatan
selalu
melakukan promosi kesehatan
dengan cara penyuluhan dalam
pencegahan penyakit IMS.
2. Bagi Wanita Pekerja Seksual
Diharapkan wanita pekerja seksual
rutin dalam mengikuti pemeriksaan
IMS agar bisa mengetahui lebih dini
tentang penyakit yang dialami
diwilayah Kabupaten Brebes
3. Masyarakat
Diharapkan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
pencegahan tentang penyakit infeksi
menular seksual di wilayah Kabupaten
Brebes.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat meneliti lebih lanjut
mengenai
faktor-faktor
yang
DAFTAR PUSTAKA
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 9
KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:
EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1999. Memahami
kesehatan ReproduksiWanita.
Jakarta: Arcan.
Mayaud, Mabey, 2004. Penyakit Menular
Seksual. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003 Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan
dan Peilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta
:Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta
Nugroho, Taufan, Verra scorviani. 2012.
Mengupas Tuntas 9 JenisPMS.
Yogjakarta: Nuha Medika.
Nugroho, Taufan. 2012. Mengungkap Tuntas
9Jenis Penyakit Menular Seksual.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Rostikawati. 2004. Pendidikan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta :Rineka Cipta.
Scorviani, Verra. 2012. Mengungkap Tuntas
9 Jenis Penyakit Menular Seksual.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Sunaryo.
2004.
Psikologi
Untuk
Keperawatan. Jakarta:EGC.
Wahyuni.
2003.
Informasi
Panduan
kesehatan,
dari
http://www.informasikesehatanyuni11.net diakses tanggal 28 juni
2013.
Wulandari, Stya. 2007. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan praktek WPS
dalam melakukan skrining ulang.
Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual (WPS) Tentang Penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) di tempat Prostitusi Kabupaten Brebes 10
Download