hasil dan pembahasan

advertisement
HUBUNGAN SIKAP WPS TENTANG IMS DENGAN PEMAKAIAN KONDO M
DI LOKALISASI GEMBOL KECAMATAN BAWEN
KABUPATEN SEMARANG
Sulistyowati1), Ari Andayani2), Rini Susanti3)
1. Sulistyowati
: [email protected]
2. Ari Andayani, S.SiT.,M.Kes
: [email protected]
3. Rini Susanti, S.SiT.,M.Kes
: [email protected]
ABSTRAK
Sikap merupakan reaksi atau respon dari seseorang. Infeksi penyakit menular seksual berkaitan
dengan perilaku pencegahan IMS yang masih rendah, seperti penggunaan kondom pada seks beresiko
75-80% penularan terjadi melalui hubungan seksual. Data yang didapatkan dari wawancara 10 WPS
tersebut terdapat 7 WPS mengatakan bahwa dalam melakukan hubungan seksual jarang menggunakan
alat pengaman kondom tergantung dari permintaan pelanggan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengetahui Hubungan Sikap WPS tentang IMS dengan Pemakaian Kondom di lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
berjumlah 107 WPS dengan sampel 52 orang WPS.Teknik pengambilan sampel adalah Accidental
Sampling. Cara pengumpulaan data dengan membagikan kuesioner. Penelitian ini telah dilaksanakan di
lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang pada tanggal 15 juni 2015.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 52 responden pada kategori sikap yang baik sebanyak
41 orang (78,8%) sedangkan pada kategori pemakaian kondom yang tidak baik sebanyak 38 0rang
(73,1%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,724 > 0,05), hal ini menunjukan bahwa sikap WPS
tentang IMS tidak di pengaruhi oleh pemakaian kondom. Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan
informasi bagi WPS untuk memakai kondom saat berhubungan seksual agar terhindar dari IMS.
Kata Kunci: Sikap WPS tentang IMS, Pemakaian Kondom.
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
1
ABSTRACT
Attitude is an individual reaction or response. The sexually transmitted infections are related to
the low preventing efforts toward the transmission of STIs, such as the use of condoms in a risky sexual
behavior in which 75-80% of its transmission occurs through sexual intercourse. The data were obtained
by interviews known that 7 of 10 female sex workers said that in having sexual intercourse they rarely
use a condom, its depending on the customer’s request. The purpose of this study is to find the
correlation between the female sexual workers’ attitude about STIs and the condom use at Gembol
Localization Bawen Sub-district Semarang Regency.
This study used cross sectional design. The population in this study was 107 female sex workers
with the samples were 52 respondents. The data sampling used accidental sampling technique. The data
were collected by questionnaires. This study has conducted at Gembol Localization Bawen Sub-district
Semarang Regency on 15 June 2015.
The results of this study indicate that 41 of 52 respondents (78.8%) have attitude in the category
of good, while in the condom use, 38 respondents (73.1%) in the category of not good. The results of the
statistical analysis obtained the p value of 0.724 > 0.05). This indicates that the female sex workers
attitudes about STIs are not influenced by the condom use. This study is expected to increase
information for the female sex workers to use a condom during have sexual intercourse to avoid the
STIs.
Keywords: Female sex workers attitude about STIs, condom use
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah
tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujudnya derajat kesehatan
nasional, maka perlu pembangunan nasioanal
yang berwawasan kesehatan. Keberhasilan
pembangunan kesehatan dapat diwujudkan
melalui komitmen bersama dan mengubah
paradigma lama menjadi baru dengan orientasi
pembangunan kesehatan yang semula sangat
menekan upaya kuratif, secara perlahan-lahan
menjadi upaya kesehatan menuju kawasan sehat
dengan peran aktif masyarakat. Guna mencapai
harapan tersebut berbagai upaya kebijaksanaan
di bidang kesehatan telah ditempuh, salah
satunya adalah upaya menaghadapi masalah
penyakit infeksi menular seksual (IMS)
(Notoatmojo, 2010).
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, baik di negara
maju (industri) maupun di negara berkembang.
Tingginya prevalensi maupun insidens infeksi
penyakit menular seksual tersebut berkaitan
dengan praktek perilaku pencegahan IMS dan
HIV/AIDS yang masih sangat rendah, seperti
rendahnya angka penggunaan kondom pada seks
berisiko, cukup tingginya angka berganti
pasangan.
Diperkirakan 75-80% penularan
terjadi melalui hubungan seksual, 5-10%
diantaranya melalui hubungan homoseksual.
(Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Pemberantasan Penyakit, Dep Kes RI 2005).
Angka penyakit IMS di kalangan WPS (
Wanita Pekerja Seksual) tiap tahunya
menunjukan peningkatan. Saat ini diperkirakan
80%-90% WPS terjangkit IMS seperti :
Neisseria gonorrhoeae, herpes simplex vinio
tipe 2 dan clamidia. IMS yang berarti suatu
infeksi
kebanyakkan ditularkan melalui
hubungan seksual (oral, anal dan lewat vagina).
Harus diperhatikan bahwa IMS menyerang
sekitar alat kelamin, tetapi gejalanya dapat
muncul dan menyerang mata, mulut, saluran
pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
Ada beberapa penyakit IMS yang disebabkan
oleh virus seperti : HIV, Herpes kelamin dan
Hepatitis B adalah contoh IMS yang tidak dapat
disembuhkan. Herpes kelamin memiliki gejala
yang muncul hilang dan bisa terasa sangat sakit
jika penyakit tersebut sedang aktif. Pada herpes,
obat-obatan hanya bisa digunakan untuk
mengobati gejala saja, tetapi virus yang
menyebabka herpes tetap (Kumalasari, 2012).
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
2
Kelompok masyarakat yang rawan
tertular atau menularkan IMS antara lain
kelompok masyarakat yang rawan tertular atau
menularkan IMS antara lain kelompok
masyarakat yang melakukan hubungan seksual
dengan
berganti-ganti
pasangan
tanpa
menggunakan kondom, seperti yang dilakukan
oleh pekerja seks komersial (PSK) baik lakilaki maupun perempuan, waria, laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki (LSL); dan
lelaki beresiko tinggi lainya seperti pengemudi
truk, tukang ojek, tenaga kerja bongkar muat
barang, dan anak buah kapal. Diantaranya
kelompok tersebut, WPS (Wanita Pekerja Seks)
adalah kelompok yang rentan terkena IMS
(Depkes, 2009).
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia. Virus HIV akan masuk dalam
sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel
darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap infeksi akan menurun jumlahnya.
Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah dan penderita mudah terkena berbagai
penyakit. AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrom) yaitu kumpulan gejala penyakit
(sindrom) yang didapat akibat turunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV
(Kumalasari, 2012).
Badan statistik laporan kasus HIV/AIDS
di Indonesia sampai dengan Desember tahun
2013, dalam triwulan Oktober s.d. Desember
2013 dilaporkan tambahan kasus HIV/AIDS
adalah 8624 orang terkena HIV dan 2845 orang
terkena AIDS. Dan jumlah kasus HIV/AIDS
yang dilaporkan 1 Januari s.d. 31 Desember
2013 adalah 29.037 orang terkena HIV dan
5.608 orang terkena AIDS (Ditjen PP & PL,
2014).
Surveilans IMS dilakukan Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2012, jumlah kasus baru
IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 sebanyak 8.671 kasus , lebih sedikit
dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun
demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya
di populasi masih banyak yang belum terdeteksi.
Program pencegahan dan pengendalian Penyakit
Menular Seksual mempuyai target bahwa
seluruh kasus IMS yang ditemukan harus
diobati sesuai standar (Dinkes Jateng, 2012).
Berdasarkan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Semarang angka kejadian Infeksi
Menular Seksual mengalami peningkatan yaitu
pada tahun 2012 sebanyak 549 kasus dan pada
tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan
September sebanyak 603 kasus. Pada tahun
2013 sudah ditemukan Gonore sebanyak 36
kasus,
Suspect
Gonore
9
kasus,
Servicitis/procititis 472 kasus, Urethritis nonGO 5 kasus, Trikomoniasis 1 kasus, Kandidiasis
36 kasus, HIV 233 kasus, Aids 108 kasus dan
lain-lain (BV,Kondilomata) 44 kasus (DinKes
Kab. Semarang, 2013).
Sementara itu penggunaan kondom
untuk mencegah IMS dan HIV oleh para pelaku
seksual beresiko tinggi ternyata masih sangat
rendah. Berdasarkan data hasil survey Depkes
2007 pada kelompok WPS di 8 kota penggunaan
kondom yang bersifat konsisten dalam
berhubungan seks dengan pelanggan masih
sangat rendah (rata-rata 34,8%). Hal ini
mengakibatkan tingginya prevalensi HIV
dikalangan WPS di 8 kota tersebut mencapai
6,1% sampai dengan 15.9%. tinggi prevalensi
HIV pada kalangan WPS mengakibatkan
penularan
HIV
pada
pelanggan
semakinmeningkat. Berdasarkan hasil survey
laki-laki risiko tinggi (yang melakukan
hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi
HIV telah mencapai 0,75%.
Prinsip yang penting dalam hal
pencegahan penularan HIV-AIDS melalui
hubungan seks adalah dengan tidak melakukan
hubungan seks, setia terhadap 1 pasangan yang
tidak terinfeksi, serta penggunaan kondom
secara
konsisten
dan
benar
(Chin,
2006).meskipun demikian pencegahan dengan
menggunakan
kondom
masih
menjadi
kontroversi hingga saat ini. Banyak pro dan
kontra terhadap promosi kondom sebagai
metode pencegahan HIV-AIDS (Wirawan, 2007
; Lestari, 2007). Sebagian masyarakat masih
menganggap bahwa kondom sebagai penyebab
seks dengan banyak pasangan, meski dari
perspektif sejarah menunjukkan bahwa perilaku
seks dengan banyak pasangan sudah ada
sebelum kondom ditemukan (Sasongko, 2008).
Survei terpadu Biologis dan Perilaku
tahun 2011 menunjukan pemakaian kondom
pada seks terakhir sebesar 35% pada WPS
langsung, 47% pada WPS tidak langsung, 41%
padaa waria, 3% pada pelanggan WPS, 24%
pada LSL dan 41% pada pengguna napza suntik
(Dr. H. M. Subuh, 2011).
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
3
Sudah banyak usaha pemerintah untuk
memberantas dan mengurangi kejadian IMS.
Kegiatan ini dilakukan oleh tim pencegahan
infeksi menular seksual Dinas Kesehatan yang
berupa pemeriksaan berkala, penyuluhan
tentang pemakaian kondom yang benar. Untuk
mencegah
berbagai
penularan
penyakit
penularan seksual dapat dilakukan berbagai
cara, salah satunya yaitu dengan memberikan
pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS
merupakan kebutuhan yang mendesak di
Indonesia. Hal ini didasarkan pada data 85%
WPS di Indonesia bekerja di luar lokalisasi dan
tidak pernah menggunakan kondom dalam
hubungan seksual dengan klien (UNAIDS,
2004). Pendidikan kesehatan menjadi salah satu
usaha peningkatan pengetahuan, di mana
pengetahuan merupakan salah satu komponen
yang penting dalam prevensi HIV/AIDS
(Santos-Ortiz, 2004).
Menurut Eko Mardiyaningsih dalam
jurnal faktor-faktor yang berhubungan dengan
penggunaan kondom untuk pencegahan pms
pada wps di lokalisasi sukosari Bawen
kabupaten semarang Penyakit menular seksual
(PMS) merupakan salah satu penyakit menular
yang menjadi permasalahan kesehatan global
karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua
negara. Salah satu penyebabnya adalah transaksi
seks pada wanita pekerja seksual (WPS) dan
pelanggannya dengan tingkat penggunaan
kondom
yang
rendah
(kurang
dari
10%).Menurut Romauli tahun 2012, Pekerja
seks komersial (PSK) atau wanita pekerja
seksual (WPS) adalah perempuan yang
menyerahkan badannya untuk berbuat cabul.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
lokalisasi Gembol yang dilakukan pada 15 April
2015 setelah dilakukan wawancara terhadap 10
WPS bahwa di lokalisasi tersebut dilakukan
pemeriksaan VCT (Voluntary Counseling and
Testing) 1x dalam sebulan dan setiap ada
anggota baru selalu dilakukan VCT terlebih
dahulu, dan dari 10 WPS tersebut mengatakan
bahwa mereka sebenarnya tahu tentang bahaya
IMS yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual secara berganti-ganti pasangan, dan
dapat di cegah dengan menggunakan kondom,
namun WPS tersebut tetap melakukan hubungan
seksual
tanpa
menggunakan
kondom
dikarenakan permintaan dari pelanggannya
karena mereka beranggapan jika memakai
kondom
akan
mengganggu
kenikmatan
seksualnya. dan dari ke 10 WPS tersebut
terdapat 3 WPS yang mengatakan bahwa
mereka pernah menderita penyakit kelamin
seperti sipillis dan gonorhoea.
Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Hubungan Sikap
WPS tentang IMS dengan Pemakaian
Kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui sikap WPS tentang IMS
di lokalisasi Gembol Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang
b. Mengetahui pemakaian kondom pada
setiap pelanggan di lokalisasi Gembol
Kecamata
Bawen
Kabupaten
Semarang
c. Mengetahui Hubungan sikap WPS
tentang IMS dengan pemakaian
kondom
di
lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten
Semarang
Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi
peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh dan menjadi dasar bagi
penelitian selanjutnya.
2. Bagi Instansi kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi institusi
pelayanan
kesehatan
agar
dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dengan memberikan peningkatan pelayanan
kesehatan reproduksi khususnya tentang
penanganan dan pencegahan IMS.
3. Bagi institusi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
sumber
referensi
untuk
penelitian
selanjutnya. Bagi mahasiswa/dosen, dapat
menambah wawasan tentang sikap wps
terhadap pemakaian kondom.
4. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi masyarakat khususnya
warga lokalisasi Gembol tentang bahaya IMS
sehingga dapat melakukan pencegahan sejak
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
4
dini dengan pemeriksaan menggunakan
kondom saat melakukan hubungan seksual.
5. Aspek pengembangan dan penelitian
Penelitian ini dapat memberikan
sumbangan konsep dan teori yang berkaitan
dengan tugas utama tenaga kebidanan serta
dapat digunakan sebagai bahan informasi
untuk penelitian selanjutnya terutama
difokuskan pada bentuk pelayanan di
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini variabel yang
diteliti menggunakan jenis variabel bebas dan
terikat. Penelitian ini variabel bebasnya ialah
sikap WPS tentang IMS variabel terikatnya
ialah pemakaian kondom. Ada hubungan antara
sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian
kondom di lokalisasi Gembol Kec. Bawen Kab.
Semarang.. Penelitian ini dilaksankan pada
tanggal 15 juni 2015. Desain penelitian yang
digunakan adalah Cross Sectional untuk
mengetahui hubungan antar faktor resiko
dimana peneliti melakukan observasi atau
pengukuran pada variabel sekali dan sekaligus
pada waktu yang sama, yang berarti setiap
responden hanya di observasi satu kali saja dan
pengukuran variabel responden dilakukan saat
pemeriksaan tersebut, kemudian peneliti tidak
melakukan tindak lanjut Tehnik sampling
menggunakan Accidental sampling dengan taraf
signifikan 0,1 sehingga sampelnya berjumlah 52
WPS. Alat ukur dengan kuesioner serta
dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan
uji Chi Square. Kuesioner sikap WPS tentang
IMS untuk jawaban favourable sangat setuju
diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju
diberi nilai 2, sangat tidak setuju diberi nilai 1.
Sedangkan untuk kuesioner pemakaian kondom
untuk jawaban Ya : 1, Tidak : 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Univariat
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Sikap WPS tentang IMS di
Lokalisasi Gembol Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang
Sikap
Frequency
Percent
Kurang
Baik
11
41
21.2%
78.8%
Total
52
100.%
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa responden yang memiliki sikap baik
tentang IMS, yaitu sejumlah 41 orang (78,8%),
dan yang memiliki sikap kurang 11 orang
(21,2%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pemakaian Kondomi pada WPS di
Lokalisasi Gembol Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang
Pemakaian
Kondom
Frequency
Percent
Tidak Baik
Baik
38
14
73.1%
26.9%
Total
52
100.0%
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa respondendalam pemakaian kondom
sebagian besar dalam kategori tidak baik, yaitu
sejumlah 38 orang (73,1%).
Analisis Bivariat
Tabel 3 HubunganSikap WPS tentang IMS
dengan Pemakaian Kondom di
Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen
Kabupaten Semarang
Pemakaian Kondom
Tidak Baik Baik
F
%
f
%
Kurang 9
81,8 2
18,2
Baik
29
70,7 12 29,3
Total 38
73.1 14 26,9
Total
Sikap
F
11
41
52
p
value
x2
%
100 0,02 0,724
100 1
100
Berdasarakan tabel 5 diatas dapat
diketahui bahwa responden dengan kategori
sikap kurang yaitu tidak baikada 9 responden
(81,8%), dan yang baik ada 2 Responden
(18,2%). Sedangkan kategori sikap baik yaitu
tidak baik ada 29 responden (70,7%), dan yang
baik ada 12 responden (29,3%).
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh
nilai x² hitung 0,021 dengan p-value 0,724. Oleh
karena p-value 0,724 > 0,05, maka disimpulkan
bahwatidak ada hubungan yang signifikan
antarasikap WPS tentang IMS dengan
pemakaian kondom di lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
5
Pembahasan
Sikap WPS tentang IMS di Lokalisasi
Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang
Hasil penelitian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.3menunjukkan bahwa responden yang
memiliki sikap kurang tentang IMS sejumlah 11
orang (21.2%), yang memiliki sikapbaik tentang
IMS sejumlah 41 orang (78.8%). Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki sikap yang baik tentang IMS.
Penelitian sikap responden dalam kategori
sikap baik karena dilihat dari pengisian
kuesioner pada pertanyaan tentang sikap
terhadap IMS responden banyak menjawab
sangat setujundan setuju pada pertanyaan nomor
1,2,4,5, dan 10.
Bahwa sikap responden yang baik tentang
IMS dapat dilihat dari isian kuesioner terutama
pada item nomor 1 tentang “Menghindari
hubungan seksual jika mengalami keputihan
yang tidak normal dari alat kelamin”, dimana
sebagian besar responden menyatakan sangat
setuju dan setuju sejumlah 46 orang (88,4%),
karena pada wanita terjadi peningkatan
keputihan, warnanya
menjadi lebih putih,
kekuningan, kehijauan, atau kemerahan dan
memiliki bau tidak sedap dan berlendir
merupakan gejala dari IMS menurut Manuaba
(2009). Pada item nomor 2 tentang “Tidak akan
melakukan hubungan seksual jika timbul
kemerahan disekitar alat kelamin”, dimana
sebagian besar responden menyatakan sangat
setuju dan setuju sejumlah 40 orang (76,9%),
karena timbul kemerahan disekitar alat kelamin
merupakan tanda gejala IMS menurut Manuaba
(2009). Pada item nomor 4 tentang
“Menghindari hubungan seksual bila ada gejala
IMS seperti borok pada alat kelamin”,dimana
sebagian besar reponden menyatakan sangat
setuju dan setuju sejumlah 41 orang (78,8%),
karena timbul borok pada alat kelamin
merupakan tanda dan gejala IMS. Pada item
nomor 5 tentang “Menghindari hubungan
seksual jika IMS dapat menyebabkan kehamilan
diluar rahim”, dimana sebagian besar responden
menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah
40 orang ( 76,9%), karena IMS dapat
menyebabkan
kehamilan
diluar
rahim
merupakan akibat dari IMS menurut Widyastuti
(2009).. Pada item nomor 10 tentang “Tidak
akan melakukan hubungan seksual jika terkena
IMS”, dimana sebagian besar responen
menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah
40 orang (76,9%), karena tidak melakukan
hubungan seksual jika terkena IMS merupakan
pencegahan penularan IMS selain menggunakan
kondom.
Sikap yang baik tentang IMS pada WPS di
Lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten Semarang ini dikarenakan memang
di lokalisasi ini sering diberikan penyuluhan
oleh tenaga kesehatan setempat, dimana
penyuluhan tentang IMS ini diadakan setiap
bulan bahkan hampir setiap minggu, sehingga
dengan penyuluhan ini para WPS di lokalisasi
ini mendapatkan informasi yang baik tentang
IMS. Hal ini tentu akanmeningkatkan
pengetahuan WPS tentang IMS itu sendiri dan
bisa membentuk sikap yang positif terhadap
IMS pada WPS.
Sebagaimana diungkapkan oleh Sabri
(2006) bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap seseorang
adalah pengetahuan dengan pengetahuan yang
baik, maka diharapkan akan terbentuk sikap
yang positif sehingga mampu menumbuhkan
motivasi dalam dirinya secara sukarela dan
penuh percaya diri dalam melaksanakan suatu
hal tertentu yang dihadapinya saat ini. Ini
menunjukkan bahwa penyuluhan secara rutin
yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan ini
akan meningkatkan pengetahuan WPS tentang
IMS, dan dengan pengetahuan ini akan
membentuk sikap yang baik bagi WPS dalam
menanggapi IMS.
Sikap yang baik terhadap IMS juga bisa
dipengaruhi oleh umur WPS, dimana dari hasil
penelitian ditemukan bahwa dari 52 responden
wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten
Semarang, sebagian besar berumur 20-35 tahun,
yaitu sejumlah 46 orang (88,5%). Umur 20-35
merupakan umur yang cukup, baik dalam hal
seksualitas, pengalaman, ataupun pola pikir.
Dengan pola pikir dan didukung banyak
pengalaman akan membentuk sikap yang baik
terhadap IMS. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Notoatmodjo (2010)bahwa pengalaman
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat
agar dapat menjadi dasar pembentukan sikap.
Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
6
emosional, penghayatan akan pengalaman akan
lebih mendalam dan lebih lama membekas.
Penghayatan itu akan membentuk sikap positif
atau sikap negatif, akan tergantung pada
berbagai faktor lain.
Sikap yang kurang terhadap IMS juga bisa
dipengaruhi oleh pendidikan WPS, dimana dari
hasil penelitian ditemukan bahwa dari 52
responden wanita pekerja seks (WPS) di
Lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten Semarang, yang berpendidikan SD
yaitu sejumlah 12 orang (5,8%). Hal ini
menunjukan bahwa pendidikan rendah juga
merupakan faktor yang mendasari sikap yang
kurang terhadap IMS yaitu dengan pola pikir
yang rendah dan pengetahuan yang kurang
tentang IMS akan membentuk sikap yang
kurang baik tentang IMS.
Sikap WPS yang kurang terhadap IMS pada
umumnya didasari pada pandangan yang
menganggap bahwa IMS merupakan suatu
penyakit yang tidak berbahaya,tidak disebabkan
oleh hubungan seksual yang berganti-ganti
pasangan dan dapat dicegah dengan rutin
mengkonsumsi antibiotik.Seorang WPS sangat
rentan terkena IMS karena untuk memuaskan
kebutuhan seksual pelanggan dengan melakukan
hubungan seksual berganti-ganti pasangan yang
dapat menyebabkan atau menularkan IMS
kepada pelanggan atau bahkan menularkan ke
pasangannya.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukanoleh Rizka Fauza, Rini
Susanti,
Eko
Mardiyaningsih
2012
menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan
dengan penggunaan kondom untuk pencegahan
PMS
adalah
faktor
pengetahuan
dan
ketersediaan kondom (p<0,05), sedangkan
faktor pendidikan dan sikap tidak berhubungan
dengan penggunaan kondom untukpencegahan
PMS pada WPS (p>0,05).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus
atau
objek
(Notoatmodjo,
2010).Newcomb salah seorang ahli psikologis
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu prilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka.Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai
suatu
penghayatan
terhadap
objek.(Notoatmodjo, 2010).Hal ini berarti sikap
baik tentang IMS yang dimiliki WPS
merupakan kesiapan atau kesediaan WPS untuk
bertindak dalam pencegahan IMS, tetapi masih
belum merupakan tindakan untuk mencegah
terjadinya IMS.
Guna mencegah penyebaran penyakit IMS
sikap yang baik terhadap IMS ini sangat
diperlukan.Hal ini guna mendorong para WPS
untuk mencegah penyebaran IMS. Hal ini
sebagaimana dinyatakan Azwar (2005) bahwa
sikap merupakan penentu yang penting dalam
tingkah laku manusia karena pembentukan sikap
tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan
sembarangan saja, tetapi pembentukannya
senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia
dan berkenaan dengan alternatif yaitu senang
atau tidak senang, mendukung atau tidak
mendukung, menjauhi atau tidak menjauhi.
Pemakaian Kondom pada WPS di Lokalisasi
Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten
Semarang
Hasil penelitian sebagaimana diberikan
pada tabel 4.4menunjukkan bahwa pemakaian
kondom pada wanita pekerja seks (WPS) di
Lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten Semarang dalam kategori tidak baik
sejumlah 38 orang (73,1%), dan dalam kategori
baik sejumlah 14 orang (26,9%). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar pemakaian
kondom pada wanita pekerja seks (WPS) di
Lokalisasi
Gembol
Kecamatan
Bawen
Kabupaten Semarang dalam kategori tidak baik.
pemakaian kondom yang tidak baik pada
responden terlihat dari hasil isian kuesioner,
terutama pada item nomor 1 tentang “Tiga bulan
terakhir, selalu rutin menggunakan kondom saat
melayani pasangan”, dimana sebagian besar
responden memiliki kategori tidak baik
sejumlah 22 responden (42,3%). Kemudian pada
nomor 2 tentang “Tiga bulan terakhir, selalu
rutin menggunakan kondom saat melayani
pelanggan” sebagian besar responden yang
memiliki kategori tidak baik sejumlah 30
responden (57,7%). Kemudian pada nomor 4
tentang “Selalu mengharuskan pelanggan
menggunakan kondom”, sebagian responden
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
7
yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 29
reponden (55,8%). Kemudian pada nomor 9
tentang “Pelanggan cara pakai kondomnya
salah/ terbalik, akan meminta ganti kondom
yang baru”, sebagian responden yang memiliki
kategori tidak baik sejumlah 23 responden
(44,2%). Kemudian pada nomor 14 tentang
“Lebih nyaman bila pelanggan menggunakan
kondom”, sebagian responden yang memiliki
kategori tidak baik sejumlah 29 responden
(55,8%). Kemudian pada nomor 15 tentang
“Pasangan
memakai/menggunakan kondom
pada saat ereksi”, sebagian responden yang
memiliki kategori tidak baik sejumlah 29
responden (55,8%). Kemudian pada nomor 16
tentang “Pelanggan memakai/menggunakan
kondom pada saat ereksi”, sebagian reponden
yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 27
responden (51,9%). Dan pada nomor 18 tentang
“pelanggan melepas kondom sebelum penis
melembek”, sebagian responden yang memiliki
kategori tidak baik sejumlah 35 responden
(67,3%).
Pemakaian kondom yang tidak baik pada
sebagian besar WPS di Lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang ini
dikarenakan banyaknya kendala yang dihadapi
oleh WPS.Saat ingin memakai kondom WPS
harus bernegosiasi dengan pelanggan yang
menjadi tamunya, sedangkan banyak dari
pelanggan itu sendiri tidak mau memakai
kondom kalau berhubungan seksual dengan
berbagai
alasan.
Alasan-alasan
tersebut
diantaranya pelanggan mengeluh karena rasanya
tidak enak dan banyak juga para pelanggan yang
meminta diskon jika harus memakai kondom
dan bahkan ada yang memaksa untuk tidak
memakai kondom, jika harus memakai kondom
maka pelanggan akan mencari WPS lain. Hal
inilah yang menjadi hambatan, sehingga banyak
ditemui para WPS tidak baik dalam pemakaian
kondom.
Hal ini juga sama dengan apa yang
dinyatakan oleh Raumli (2012) bahwa salah satu
penyebab rendahnya pemakaian kondom pada
WPS adalah transaksi seks pada wanita pekerja
seksual (WPS) dan pelanggannya dengan
tingkat penggunaan kondom yang rendah
(kurang dari 10%). Pekerja seks komersial
(PSK) atau wanita pekerja seksual (WPS)
adalah perempuan yang menyerahkan badannya
untuk berbuat cabul.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil
survey Depkes 2007 pada kelompok WPS di 8
kota penggunaan kondom yang bersifat
konsisten dalam berhubungan seks dengan
pelanggan masih sangat rendah (rata-rata
34,8%). Hal ini mengakibatkan tingginya
prevalensi HIV di kalangan WPS di 8 kota
tersebut mencapai 6,1% sampai dengan 15.9%.
Tinggi prevalensi HIV pada kalangan WPS
mengakibatkan penularan HIV pada pelanggan
semakin meningkat. Berdasarkan hasil survey
laki-laki resiko tinggi (yang melakukan
hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi
HIV telah mencapai 0,75%. Dan hasil penelitian
dari IAKMI (2010) di Bali yaitu pengetahuan
yang cukup tentang IMS dan HIV/AIDS dan
cara pencegahannya belum tentu berimplikasi
pada kepatuhan pelaku yaitu pelanggan dan
WPS untuk secara konsisten memakai kondom.
Ke-cenderungan yang sama juga bisa dilihat
pada hasil studi IBBS di Bali tahun 2007
dimana 83% WPS mengetahui bahwa kondom
dapat melindungi mereka dari HIV/AIDS dan
IMS tetapi ternyata hanya 38% WPS yang rutin
me-makai kondom dalam seminggu.
Pemakaian kondom merupakan usaha
pemerintah untuk memberantas dan mengurangi
kejadian IMS. Kegiatan ini dilakukan oleh tim
pencegahan infeksi menular seksual Dinas
Kesehatan yang berupa pemeriksaan berkala,
penyuluhan tentang pemakaian kondom yang
benar. Untuk mencegah berbagai penularan
penyakit penularan seksual dapat dilakukan
berbagai cara, salah satunya yaitu dengan
memberikan pendidikan kesehatan tentang
HIV/AIDS
merupakan
kebutuhan
yang
mendesak di Indonesia. Hal ini didasarkan pada
data 85% WPS di Indonesia bekerja di luar
lokalisasi dan tidak pernah menggunakan
kondom dalam hubungan seksual dengan klien
(UNAIDS, 2004). Pendidikan kesehatan
menjadi salah satu usaha peningkatan
pengetahuan, di mana pengetahuan merupakan
salah satu komponen yang penting dalam
prevensi HIV/AIDS (Santos-Ortiz, 2004).
Praktik penggunaan kondom di wilayah
lokalisasi terus mendapatkan perhatian serius
dari
pemerintah.
Pemerintah
kabupaten
Semarang sampai mengeluarkan Pera AIDS,
yang isinya secara jelas pada pasal 5 ayat c
angka 1 disebutkan: “kebijakan meliputi
pencegahan yang efektif melalui penggunaan
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
8
kondom 100% (seratus persen) pada setiap
perilaku seksual tidak aman untuk memutus
rantai penularan HIV dan AIDS. Masiih dalam
perda IDS kabupaten Semarang juga memuat
tetang langkah-langkah penanggulangan berupa
pencegahan oleh Pemerintah Daerah pada pasal
7 ayat 5 huruf I meliputi: meningkatkan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Di
pasal 1 ayat 27 disebutkan: Prevention Mother
to Child Transmision yang disingkat PMTCT
adalah pencegahan penularan HIV dan AIDS
dari ibu kepada bayinya. Salah satu faktor risiko
(mode of transmission) penularan HIV adalah
hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah.
Pemakaian kondom yang baik harus
memperhatikan
petunjuk
praktis
cara
penggunaannya agar dapat efektif. Kondom
yang baik adalah yang berpelumas karena
kemungkinan untuk robek saat digunakan lebih
kecil.Bungkus kondom dibuka saat akan
digunakan agar pelumas kondom tidak kering.
Kondom harus dipastikan tidak rusak atau
sobek. Penambahan pelumas hanya dianjurkan
menggunakan pelumas berbasis air seperti
silikon, gliserin, K-Y jelly atau bahkan air
ludah. Pelumas yang terbuat dari minyak goreng
atau lemak, minyak bayi atau minyak mineral,
jeli berbasis bahan turunan minyak bumi seperti
vaselin dan olesan lainnya hendaknya jangan
digunakan
karena
dapat
merusak
kondom.Kondom harus dipakai sebelum
penetrasi dan segera dilepaskan segera setelah
ejakulasi. Bila akan melakukan hubungan seks
lagi harus menggunakan kondom yang baru
(KPAN,2010).
Hubungan Sikap WPS tentang IMS dengan
Pemakaian Kondom di Lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa WPS dengan sikap kurang tentang IMS
sebagian besar memakai kondom dalam kategori
tidak baik sejumlah 9 orang (81,8%). Hal ini
karena sikap yang kurang
tentang IMS
membuat WPS tidak peduli terhadap
penyebaran penyakit IMS, sehinggaWPStidak
peduli terhadap penggunaan kondom sebagai
cara untuk mencegah penyebaran IMS.
Sedangkan WPS dengan sikap baik tentang
IMS sebagian besar juga memakai kondom
dalam kategori tidak baik sejumlah 29 orang
(70,7%).Hal ini bisa terjadi karena WPS yang
memiliki sikap yang baik tentang IMS menemui
berbagai kendala saat ingin menggunakan
kondom secara baik.Kendala tersebut yaitu
harus bernegosiasi dengan para pelanggan,
dimana banyak pelanggan yang tidak mau
menggunakan kondom saat berhubungan
sesksual, sehingga berakibat para WPS lebih
menuruti kata pelanggan dengan alasan asal bisa
memperoleh rejeki.
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai
c² hitung 0,021 dengan p-value 0,724. Oleh
karena p-value 0,724> 0,05, maka disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara sikap WPS tentang IMS dengan
pemakaian kondom di lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
Sikap WPS tentang IMS tidak berhubungan
dengan pemakaian kondom disebabkan saat
pemakaian kondom ditemui banyak kendala,
diantaranya
harus
bernegosiasi
dengan
pelanggan
saat
menggunakan
kondom,
sedangkan banyak pelanggan yang tidak mau
menggunakan kondom saat berhubungan
seksual dengan alasan tidak enak, sehingga
WPS terpaksa melayani pelanggan atau
pasangannya dan tidak memakai kondom.Selain
itu, banyak dari WPS yang tidak berani
menawarkan pemakaian kondom pada para
pelanggan atau pasangannya.Jadi, banyak
ditemui WPS yang memiliki sikap baik tentang
IMS dan berusaha mencegah penyebaran IMS,
tapi menemui kendala di atas maka WPS
terpaksa harus melayani pelanggan atau
pasangannya dengan tidak memakai kondom.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan apa
yang dinyatakan Notoatmodjo (2010) bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
prilaku. Ini artinya sikap baik yang dimiliki oleh
WPS belum tentu WPS akanmelakukan
pencegahan IMS dengan menggunakan kondom
saat melayani pelanggan.Hal ini tentu terkait
dengan dukungan para germo, pemilik wisma,
atau pelanggan dan juga perlu dukungan
fasilitas dan sarana yang memadai. Jadi jika
dukungan atau fasilitas tidak tersedia maka
tindakan untuk memakai kondom tidak akan
terlaksana.
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
9
Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2008)
tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks(WPS)
Jalanan Dalam Upaya Pencegahan IMS dan
HIV/AIDS di Sekitar Alun-Alun dan Candi
Prambanan
Kabupaten
Klaten
yang
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS
dengan praktik WPS jalanan dalam upaya
pencegahan IMS.
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan
bahwa sikap wanita pekerja seks yang baik
dalam upaya pencegahan PMS merupakan
pandangan WPS yang sudah setuju terhadap
kegunaan kondom, ternyata tidak cukup
menjamin upaya WPS memakai kondom.Dalam
hal ini sebagian PSKmengakui ada beberapa
tamu yang tidak menyukai memakai kondom
dengan alasan tidak nyaman dipakai.Namun ada
juga
WPS
yang
mengatakan
tidak mempermasalahkan pelanggan untuk tidak
memakai kondom. Mereka cenderung akan
mengikuti kemauan pelanggan asalkan mereka
mendapatkan uang dari pelanggan. Para WPS
lebih
takut
tidak
mendapatkan
uang
dibandingkan kemungkinan tertular penyakit
IMS.
Berbagai penelitian yang disampaikan pada
pertemuan
nasional
dan
international
dikemukakan bahwa peranan kondom sebagai
alat proteksi terhadap penyebaran PMS sangat
besar, sehingga sangat dianjurkan untuk selalu
menggunakan kondom apabila berhubungan
seks dengan WPS. Upaya pemerintah untuk
menekan IMS adalah dengan mempergunakan
kondom yang dilakukan di beberapa lokalisasi
PSK agar mereka mudah dikontrol dan
diberikan proteksi pengobatan, sehingga dapat
mengurangi penyebaran penyakit menular
seksual (Manuaba,2009).
Terkait dengan resiko tertular IMS dan HIV
atau dua-duanya sekaligus, yang penting WPS
menjadi kelompok yang utama dalam
penyebaran Penyakit Menular Seksual akan
tetapi laki-laki yang berhubungan dengan PSK
juga harus menjadi satu faktor penting karena
bisa juga merupakan sumber penularan. Karena
setiap saat bisa seorang PSK tertular PMS dari
laki-laki dan pada saat yang sama ada pula
resiko laki-laki lain tertular PMS dari PSK
(Kompas,2009).
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sebagian besar wanita pekerja seks (WPS)
di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen
Kabupaten Semarang memiliki sikap yang
baik tentang IMS, yaitu sejumlah 41 orang
(78,8%), Kurang 11 (21,2%).
2. Pemakaian kondom pada wanita pekerja
seks (WPS) di Lokalisasi Gembol
Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang
sebagian besar dalam kategori tidak baik,
yaitu sejumlah 38 orang (73,1%), Baik 14
orang (26,9%).
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian
kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang dengan pvalue 0,724> 0,05.
Saran
1. Bagi WPS
Bagi
WPS
diharapkan
dapat
meningkatkan pengetahuan serta sikapnya
agar memiliki keberanian bagi para WPS
untuk
bernegosiasi
dengan
para
pelanggannya
dengan
mengharuskan
pemakaian kondom jika menggunakan
jasanya.
2. Bagi Masyarakat
Bagi
masyarakat
diperlukan
dukungannya, untuk melakukan pembinaan
terhadap
WPS
secara
rutin
dan
berkesinambungan, terutama dalam bidang
komunikasi, dan juga pelatihan pemasangan
kondom yang baik, benar dan cepat oleh
WPS kepada pelanggannya.
3. Institusi Kesehatan
Bagi institusi kesehatan, perlunya
memberikan
penyuluhan
tentang
pencegahan IMS yang bisa mencakup
semua pihak, tidak hanya WPS tetapi juga
germo, pemilik wisma, dan bahkan para
pelanggan pengguna jasa WPS. Hal ini
guna menumbuhkan kesadaran tentang
bahaya IMS dengan menggunakan kondom
saat berhubungan seksual.
4. Bagi Pengelola Lokalisasi
Bagi pengelola lokalisasi diharapkan
dapat meningkatkan Surveilans Perilaku
kepada WPS sehingga dapat memantau
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
10
5.
perilaku berisiko yang dilakukan oleh WPS
dan membuat suatu intervensi yang lebih
sesuai untuk dapat mengubah perilaku
berisiko tersebut.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan penelitian tentang
pemakaian
kondom
sebagai
upaya
pencegahan IMS dengan mengambil lebih
banyak faktor dan dengan responden yang
lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
A. Wawan dan M.Dewi. (2011). Pengetahuan,
Sikap, Dan Perilaku Manusia
Yogyakarta : Nuha Medika
Affandi, Biran, dkk. 2012. Buku Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Anggraeni, Isti. 2014. Gambaran Pengetahuan
Wanita Pekerja Seksual Tentang
Kejadian Infeksi Menular Seksual
(IMS) di Wilayah Lokalisasi Gembol
Kec.
Bawen
Kab.
Semaran.
KTI.Akbid DIII Ngudi Waluyo
Ungaran
Arikunto, S. (2006). Penelitian dan Tindakan
Kelas, Jakarta : Bumi Aksara.
Azwar, Saifudin. 2011. Sikap Manusia Teori
Dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Budiman (2008) tentang “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Praktik Wanita
Pekerja Seks(WPS) Jalanan Dalam
Upaya
Pencegahan
IMS
dan
HIV/AIDS di Sekitar Alun-Alun dan
Candi Prambanan Kabupaten Klaten
Daili , SF. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : Badan penerbit
FKUI
Daili, SF. 2004. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : Badan penerbit
FKUI
Daili, SF. 2009. Pemeriksaan Klinis Pada
Infeksi Menular Nasional edisi ke-4
Jakarta :Balai penerbit FKUI
Depkes RI. Renstra HIV/AIDS Kota Semarang
Tahun 2005, 2009. Semarang. 2004.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2007.
Laporan Kegiatan P2ML, Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2006-2007. Semarang.
Dinkes Jateng. 2012. Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular
Seksual 2012.
Dinkes Kabupaten Semarang. 2013. Profil
Kesehatan Kabupaten Semarang.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI.( 2014).Laporan
Kemenkes
.http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCu
rr.ph
Ditjen PP & PL Kemenkes RI.( 2014).Laporan
Kemenkes.
http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCur
r.php?lang=id&gg=1 diakses pada
tanggal 25 maret 2015.
Dr. H. M. Subuh, Dr, MPPM. Intergrated
Biological
and
Behavioral
Surveillence 2011. Depok : Modul
Kuliah, 2011
Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. (2012).
Kesehatan
Reproduksi
untuk
Mahasiswa
Kebidanan
dan
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba
MedikaDitjen PP & PL, 2014
Lubis, RD. 2008. Penggunaan Kondom. Diakses
tanggal
25
Maret
2015.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1
23456789/3422/1/08E00890.pdfBiran
Affandi (2012)
Manuaba,
I.A.C.,
Manuaba,
I.B.G.F,&
Manuaba, I.B.G., (2003, 2009).
Memahami kesehatan reproduksi
wanita. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Romauli, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta : Nuha Medika
Widyastuti, Yani. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Fitramaya
Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang
11
Download