HUBUNGAN SIKAP WPS TENTANG IMS DENGAN PEMAKAIAN KONDO M DI LOKALISASI GEMBOL KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG Sulistyowati1), Ari Andayani2), Rini Susanti3) 1. Sulistyowati : [email protected] 2. Ari Andayani, S.SiT.,M.Kes : [email protected] 3. Rini Susanti, S.SiT.,M.Kes : [email protected] ABSTRAK Sikap merupakan reaksi atau respon dari seseorang. Infeksi penyakit menular seksual berkaitan dengan perilaku pencegahan IMS yang masih rendah, seperti penggunaan kondom pada seks beresiko 75-80% penularan terjadi melalui hubungan seksual. Data yang didapatkan dari wawancara 10 WPS tersebut terdapat 7 WPS mengatakan bahwa dalam melakukan hubungan seksual jarang menggunakan alat pengaman kondom tergantung dari permintaan pelanggan. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Hubungan Sikap WPS tentang IMS dengan Pemakaian Kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 107 WPS dengan sampel 52 orang WPS.Teknik pengambilan sampel adalah Accidental Sampling. Cara pengumpulaan data dengan membagikan kuesioner. Penelitian ini telah dilaksanakan di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang pada tanggal 15 juni 2015. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 52 responden pada kategori sikap yang baik sebanyak 41 orang (78,8%) sedangkan pada kategori pemakaian kondom yang tidak baik sebanyak 38 0rang (73,1%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,724 > 0,05), hal ini menunjukan bahwa sikap WPS tentang IMS tidak di pengaruhi oleh pemakaian kondom. Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan informasi bagi WPS untuk memakai kondom saat berhubungan seksual agar terhindar dari IMS. Kata Kunci: Sikap WPS tentang IMS, Pemakaian Kondom. Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 1 ABSTRACT Attitude is an individual reaction or response. The sexually transmitted infections are related to the low preventing efforts toward the transmission of STIs, such as the use of condoms in a risky sexual behavior in which 75-80% of its transmission occurs through sexual intercourse. The data were obtained by interviews known that 7 of 10 female sex workers said that in having sexual intercourse they rarely use a condom, its depending on the customer’s request. The purpose of this study is to find the correlation between the female sexual workers’ attitude about STIs and the condom use at Gembol Localization Bawen Sub-district Semarang Regency. This study used cross sectional design. The population in this study was 107 female sex workers with the samples were 52 respondents. The data sampling used accidental sampling technique. The data were collected by questionnaires. This study has conducted at Gembol Localization Bawen Sub-district Semarang Regency on 15 June 2015. The results of this study indicate that 41 of 52 respondents (78.8%) have attitude in the category of good, while in the condom use, 38 respondents (73.1%) in the category of not good. The results of the statistical analysis obtained the p value of 0.724 > 0.05). This indicates that the female sex workers attitudes about STIs are not influenced by the condom use. This study is expected to increase information for the female sex workers to use a condom during have sexual intercourse to avoid the STIs. Keywords: Female sex workers attitude about STIs, condom use PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan nasional, maka perlu pembangunan nasioanal yang berwawasan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat diwujudkan melalui komitmen bersama dan mengubah paradigma lama menjadi baru dengan orientasi pembangunan kesehatan yang semula sangat menekan upaya kuratif, secara perlahan-lahan menjadi upaya kesehatan menuju kawasan sehat dengan peran aktif masyarakat. Guna mencapai harapan tersebut berbagai upaya kebijaksanaan di bidang kesehatan telah ditempuh, salah satunya adalah upaya menaghadapi masalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) (Notoatmojo, 2010). Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang. Tingginya prevalensi maupun insidens infeksi penyakit menular seksual tersebut berkaitan dengan praktek perilaku pencegahan IMS dan HIV/AIDS yang masih sangat rendah, seperti rendahnya angka penggunaan kondom pada seks berisiko, cukup tingginya angka berganti pasangan. Diperkirakan 75-80% penularan terjadi melalui hubungan seksual, 5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Dep Kes RI 2005). Angka penyakit IMS di kalangan WPS ( Wanita Pekerja Seksual) tiap tahunya menunjukan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% WPS terjangkit IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, herpes simplex vinio tipe 2 dan clamidia. IMS yang berarti suatu infeksi kebanyakkan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal dan lewat vagina). Harus diperhatikan bahwa IMS menyerang sekitar alat kelamin, tetapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Ada beberapa penyakit IMS yang disebabkan oleh virus seperti : HIV, Herpes kelamin dan Hepatitis B adalah contoh IMS yang tidak dapat disembuhkan. Herpes kelamin memiliki gejala yang muncul hilang dan bisa terasa sangat sakit jika penyakit tersebut sedang aktif. Pada herpes, obat-obatan hanya bisa digunakan untuk mengobati gejala saja, tetapi virus yang menyebabka herpes tetap (Kumalasari, 2012). Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 2 Kelompok masyarakat yang rawan tertular atau menularkan IMS antara lain kelompok masyarakat yang rawan tertular atau menularkan IMS antara lain kelompok masyarakat yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, seperti yang dilakukan oleh pekerja seks komersial (PSK) baik lakilaki maupun perempuan, waria, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL); dan lelaki beresiko tinggi lainya seperti pengemudi truk, tukang ojek, tenaga kerja bongkar muat barang, dan anak buah kapal. Diantaranya kelompok tersebut, WPS (Wanita Pekerja Seks) adalah kelompok yang rentan terkena IMS (Depkes, 2009). HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom) yaitu kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Kumalasari, 2012). Badan statistik laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Desember tahun 2013, dalam triwulan Oktober s.d. Desember 2013 dilaporkan tambahan kasus HIV/AIDS adalah 8624 orang terkena HIV dan 2845 orang terkena AIDS. Dan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d. 31 Desember 2013 adalah 29.037 orang terkena HIV dan 5.608 orang terkena AIDS (Ditjen PP & PL, 2014). Surveilans IMS dilakukan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus , lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program pencegahan dan pengendalian Penyakit Menular Seksual mempuyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar (Dinkes Jateng, 2012). Berdasarkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang angka kejadian Infeksi Menular Seksual mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 549 kasus dan pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan September sebanyak 603 kasus. Pada tahun 2013 sudah ditemukan Gonore sebanyak 36 kasus, Suspect Gonore 9 kasus, Servicitis/procititis 472 kasus, Urethritis nonGO 5 kasus, Trikomoniasis 1 kasus, Kandidiasis 36 kasus, HIV 233 kasus, Aids 108 kasus dan lain-lain (BV,Kondilomata) 44 kasus (DinKes Kab. Semarang, 2013). Sementara itu penggunaan kondom untuk mencegah IMS dan HIV oleh para pelaku seksual beresiko tinggi ternyata masih sangat rendah. Berdasarkan data hasil survey Depkes 2007 pada kelompok WPS di 8 kota penggunaan kondom yang bersifat konsisten dalam berhubungan seks dengan pelanggan masih sangat rendah (rata-rata 34,8%). Hal ini mengakibatkan tingginya prevalensi HIV dikalangan WPS di 8 kota tersebut mencapai 6,1% sampai dengan 15.9%. tinggi prevalensi HIV pada kalangan WPS mengakibatkan penularan HIV pada pelanggan semakinmeningkat. Berdasarkan hasil survey laki-laki risiko tinggi (yang melakukan hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi HIV telah mencapai 0,75%. Prinsip yang penting dalam hal pencegahan penularan HIV-AIDS melalui hubungan seks adalah dengan tidak melakukan hubungan seks, setia terhadap 1 pasangan yang tidak terinfeksi, serta penggunaan kondom secara konsisten dan benar (Chin, 2006).meskipun demikian pencegahan dengan menggunakan kondom masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Banyak pro dan kontra terhadap promosi kondom sebagai metode pencegahan HIV-AIDS (Wirawan, 2007 ; Lestari, 2007). Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa kondom sebagai penyebab seks dengan banyak pasangan, meski dari perspektif sejarah menunjukkan bahwa perilaku seks dengan banyak pasangan sudah ada sebelum kondom ditemukan (Sasongko, 2008). Survei terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2011 menunjukan pemakaian kondom pada seks terakhir sebesar 35% pada WPS langsung, 47% pada WPS tidak langsung, 41% padaa waria, 3% pada pelanggan WPS, 24% pada LSL dan 41% pada pengguna napza suntik (Dr. H. M. Subuh, 2011). Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 3 Sudah banyak usaha pemerintah untuk memberantas dan mengurangi kejadian IMS. Kegiatan ini dilakukan oleh tim pencegahan infeksi menular seksual Dinas Kesehatan yang berupa pemeriksaan berkala, penyuluhan tentang pemakaian kondom yang benar. Untuk mencegah berbagai penularan penyakit penularan seksual dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS merupakan kebutuhan yang mendesak di Indonesia. Hal ini didasarkan pada data 85% WPS di Indonesia bekerja di luar lokalisasi dan tidak pernah menggunakan kondom dalam hubungan seksual dengan klien (UNAIDS, 2004). Pendidikan kesehatan menjadi salah satu usaha peningkatan pengetahuan, di mana pengetahuan merupakan salah satu komponen yang penting dalam prevensi HIV/AIDS (Santos-Ortiz, 2004). Menurut Eko Mardiyaningsih dalam jurnal faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom untuk pencegahan pms pada wps di lokalisasi sukosari Bawen kabupaten semarang Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan global karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara. Salah satu penyebabnya adalah transaksi seks pada wanita pekerja seksual (WPS) dan pelanggannya dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah (kurang dari 10%).Menurut Romauli tahun 2012, Pekerja seks komersial (PSK) atau wanita pekerja seksual (WPS) adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lokalisasi Gembol yang dilakukan pada 15 April 2015 setelah dilakukan wawancara terhadap 10 WPS bahwa di lokalisasi tersebut dilakukan pemeriksaan VCT (Voluntary Counseling and Testing) 1x dalam sebulan dan setiap ada anggota baru selalu dilakukan VCT terlebih dahulu, dan dari 10 WPS tersebut mengatakan bahwa mereka sebenarnya tahu tentang bahaya IMS yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual secara berganti-ganti pasangan, dan dapat di cegah dengan menggunakan kondom, namun WPS tersebut tetap melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom dikarenakan permintaan dari pelanggannya karena mereka beranggapan jika memakai kondom akan mengganggu kenikmatan seksualnya. dan dari ke 10 WPS tersebut terdapat 3 WPS yang mengatakan bahwa mereka pernah menderita penyakit kelamin seperti sipillis dan gonorhoea. Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Hubungan Sikap WPS tentang IMS dengan Pemakaian Kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui sikap WPS tentang IMS di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang b. Mengetahui pemakaian kondom pada setiap pelanggan di lokalisasi Gembol Kecamata Bawen Kabupaten Semarang c. Mengetahui Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. 2. Bagi Instansi kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi institusi pelayanan kesehatan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya tentang penanganan dan pencegahan IMS. 3. Bagi institusi Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi mahasiswa/dosen, dapat menambah wawasan tentang sikap wps terhadap pemakaian kondom. 4. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat khususnya warga lokalisasi Gembol tentang bahaya IMS sehingga dapat melakukan pencegahan sejak Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 4 dini dengan pemeriksaan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. 5. Aspek pengembangan dan penelitian Penelitian ini dapat memberikan sumbangan konsep dan teori yang berkaitan dengan tugas utama tenaga kebidanan serta dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya terutama difokuskan pada bentuk pelayanan di masyarakat. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini variabel yang diteliti menggunakan jenis variabel bebas dan terikat. Penelitian ini variabel bebasnya ialah sikap WPS tentang IMS variabel terikatnya ialah pemakaian kondom. Ada hubungan antara sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi Gembol Kec. Bawen Kab. Semarang.. Penelitian ini dilaksankan pada tanggal 15 juni 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional untuk mengetahui hubungan antar faktor resiko dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran pada variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama, yang berarti setiap responden hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variabel responden dilakukan saat pemeriksaan tersebut, kemudian peneliti tidak melakukan tindak lanjut Tehnik sampling menggunakan Accidental sampling dengan taraf signifikan 0,1 sehingga sampelnya berjumlah 52 WPS. Alat ukur dengan kuesioner serta dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji Chi Square. Kuesioner sikap WPS tentang IMS untuk jawaban favourable sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, sangat tidak setuju diberi nilai 1. Sedangkan untuk kuesioner pemakaian kondom untuk jawaban Ya : 1, Tidak : 0 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap WPS tentang IMS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Sikap Frequency Percent Kurang Baik 11 41 21.2% 78.8% Total 52 100.% Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki sikap baik tentang IMS, yaitu sejumlah 41 orang (78,8%), dan yang memiliki sikap kurang 11 orang (21,2%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemakaian Kondomi pada WPS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Pemakaian Kondom Frequency Percent Tidak Baik Baik 38 14 73.1% 26.9% Total 52 100.0% Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa respondendalam pemakaian kondom sebagian besar dalam kategori tidak baik, yaitu sejumlah 38 orang (73,1%). Analisis Bivariat Tabel 3 HubunganSikap WPS tentang IMS dengan Pemakaian Kondom di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Pemakaian Kondom Tidak Baik Baik F % f % Kurang 9 81,8 2 18,2 Baik 29 70,7 12 29,3 Total 38 73.1 14 26,9 Total Sikap F 11 41 52 p value x2 % 100 0,02 0,724 100 1 100 Berdasarakan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa responden dengan kategori sikap kurang yaitu tidak baikada 9 responden (81,8%), dan yang baik ada 2 Responden (18,2%). Sedangkan kategori sikap baik yaitu tidak baik ada 29 responden (70,7%), dan yang baik ada 12 responden (29,3%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai x² hitung 0,021 dengan p-value 0,724. Oleh karena p-value 0,724 > 0,05, maka disimpulkan bahwatidak ada hubungan yang signifikan antarasikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 5 Pembahasan Sikap WPS tentang IMS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 4.3menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap kurang tentang IMS sejumlah 11 orang (21.2%), yang memiliki sikapbaik tentang IMS sejumlah 41 orang (78.8%). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang baik tentang IMS. Penelitian sikap responden dalam kategori sikap baik karena dilihat dari pengisian kuesioner pada pertanyaan tentang sikap terhadap IMS responden banyak menjawab sangat setujundan setuju pada pertanyaan nomor 1,2,4,5, dan 10. Bahwa sikap responden yang baik tentang IMS dapat dilihat dari isian kuesioner terutama pada item nomor 1 tentang “Menghindari hubungan seksual jika mengalami keputihan yang tidak normal dari alat kelamin”, dimana sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah 46 orang (88,4%), karena pada wanita terjadi peningkatan keputihan, warnanya menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerahan dan memiliki bau tidak sedap dan berlendir merupakan gejala dari IMS menurut Manuaba (2009). Pada item nomor 2 tentang “Tidak akan melakukan hubungan seksual jika timbul kemerahan disekitar alat kelamin”, dimana sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah 40 orang (76,9%), karena timbul kemerahan disekitar alat kelamin merupakan tanda gejala IMS menurut Manuaba (2009). Pada item nomor 4 tentang “Menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok pada alat kelamin”,dimana sebagian besar reponden menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah 41 orang (78,8%), karena timbul borok pada alat kelamin merupakan tanda dan gejala IMS. Pada item nomor 5 tentang “Menghindari hubungan seksual jika IMS dapat menyebabkan kehamilan diluar rahim”, dimana sebagian besar responden menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah 40 orang ( 76,9%), karena IMS dapat menyebabkan kehamilan diluar rahim merupakan akibat dari IMS menurut Widyastuti (2009).. Pada item nomor 10 tentang “Tidak akan melakukan hubungan seksual jika terkena IMS”, dimana sebagian besar responen menyatakan sangat setuju dan setuju sejumlah 40 orang (76,9%), karena tidak melakukan hubungan seksual jika terkena IMS merupakan pencegahan penularan IMS selain menggunakan kondom. Sikap yang baik tentang IMS pada WPS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang ini dikarenakan memang di lokalisasi ini sering diberikan penyuluhan oleh tenaga kesehatan setempat, dimana penyuluhan tentang IMS ini diadakan setiap bulan bahkan hampir setiap minggu, sehingga dengan penyuluhan ini para WPS di lokalisasi ini mendapatkan informasi yang baik tentang IMS. Hal ini tentu akanmeningkatkan pengetahuan WPS tentang IMS itu sendiri dan bisa membentuk sikap yang positif terhadap IMS pada WPS. Sebagaimana diungkapkan oleh Sabri (2006) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang adalah pengetahuan dengan pengetahuan yang baik, maka diharapkan akan terbentuk sikap yang positif sehingga mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh percaya diri dalam melaksanakan suatu hal tertentu yang dihadapinya saat ini. Ini menunjukkan bahwa penyuluhan secara rutin yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan ini akan meningkatkan pengetahuan WPS tentang IMS, dan dengan pengetahuan ini akan membentuk sikap yang baik bagi WPS dalam menanggapi IMS. Sikap yang baik terhadap IMS juga bisa dipengaruhi oleh umur WPS, dimana dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari 52 responden wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu sejumlah 46 orang (88,5%). Umur 20-35 merupakan umur yang cukup, baik dalam hal seksualitas, pengalaman, ataupun pola pikir. Dengan pola pikir dan didukung banyak pengalaman akan membentuk sikap yang baik terhadap IMS. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Notoatmodjo (2010)bahwa pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat agar dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 6 emosional, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Penghayatan itu akan membentuk sikap positif atau sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Sikap yang kurang terhadap IMS juga bisa dipengaruhi oleh pendidikan WPS, dimana dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari 52 responden wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, yang berpendidikan SD yaitu sejumlah 12 orang (5,8%). Hal ini menunjukan bahwa pendidikan rendah juga merupakan faktor yang mendasari sikap yang kurang terhadap IMS yaitu dengan pola pikir yang rendah dan pengetahuan yang kurang tentang IMS akan membentuk sikap yang kurang baik tentang IMS. Sikap WPS yang kurang terhadap IMS pada umumnya didasari pada pandangan yang menganggap bahwa IMS merupakan suatu penyakit yang tidak berbahaya,tidak disebabkan oleh hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dan dapat dicegah dengan rutin mengkonsumsi antibiotik.Seorang WPS sangat rentan terkena IMS karena untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan dengan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan yang dapat menyebabkan atau menularkan IMS kepada pelanggan atau bahkan menularkan ke pasangannya. Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukanoleh Rizka Fauza, Rini Susanti, Eko Mardiyaningsih 2012 menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom untuk pencegahan PMS adalah faktor pengetahuan dan ketersediaan kondom (p<0,05), sedangkan faktor pendidikan dan sikap tidak berhubungan dengan penggunaan kondom untukpencegahan PMS pada WPS (p>0,05). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010).Newcomb salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.(Notoatmodjo, 2010).Hal ini berarti sikap baik tentang IMS yang dimiliki WPS merupakan kesiapan atau kesediaan WPS untuk bertindak dalam pencegahan IMS, tetapi masih belum merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya IMS. Guna mencegah penyebaran penyakit IMS sikap yang baik terhadap IMS ini sangat diperlukan.Hal ini guna mendorong para WPS untuk mencegah penyebaran IMS. Hal ini sebagaimana dinyatakan Azwar (2005) bahwa sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia karena pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan saja, tetapi pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan alternatif yaitu senang atau tidak senang, mendukung atau tidak mendukung, menjauhi atau tidak menjauhi. Pemakaian Kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Hasil penelitian sebagaimana diberikan pada tabel 4.4menunjukkan bahwa pemakaian kondom pada wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang dalam kategori tidak baik sejumlah 38 orang (73,1%), dan dalam kategori baik sejumlah 14 orang (26,9%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemakaian kondom pada wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang dalam kategori tidak baik. pemakaian kondom yang tidak baik pada responden terlihat dari hasil isian kuesioner, terutama pada item nomor 1 tentang “Tiga bulan terakhir, selalu rutin menggunakan kondom saat melayani pasangan”, dimana sebagian besar responden memiliki kategori tidak baik sejumlah 22 responden (42,3%). Kemudian pada nomor 2 tentang “Tiga bulan terakhir, selalu rutin menggunakan kondom saat melayani pelanggan” sebagian besar responden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 30 responden (57,7%). Kemudian pada nomor 4 tentang “Selalu mengharuskan pelanggan menggunakan kondom”, sebagian responden Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 7 yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 29 reponden (55,8%). Kemudian pada nomor 9 tentang “Pelanggan cara pakai kondomnya salah/ terbalik, akan meminta ganti kondom yang baru”, sebagian responden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 23 responden (44,2%). Kemudian pada nomor 14 tentang “Lebih nyaman bila pelanggan menggunakan kondom”, sebagian responden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 29 responden (55,8%). Kemudian pada nomor 15 tentang “Pasangan memakai/menggunakan kondom pada saat ereksi”, sebagian responden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 29 responden (55,8%). Kemudian pada nomor 16 tentang “Pelanggan memakai/menggunakan kondom pada saat ereksi”, sebagian reponden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 27 responden (51,9%). Dan pada nomor 18 tentang “pelanggan melepas kondom sebelum penis melembek”, sebagian responden yang memiliki kategori tidak baik sejumlah 35 responden (67,3%). Pemakaian kondom yang tidak baik pada sebagian besar WPS di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang ini dikarenakan banyaknya kendala yang dihadapi oleh WPS.Saat ingin memakai kondom WPS harus bernegosiasi dengan pelanggan yang menjadi tamunya, sedangkan banyak dari pelanggan itu sendiri tidak mau memakai kondom kalau berhubungan seksual dengan berbagai alasan. Alasan-alasan tersebut diantaranya pelanggan mengeluh karena rasanya tidak enak dan banyak juga para pelanggan yang meminta diskon jika harus memakai kondom dan bahkan ada yang memaksa untuk tidak memakai kondom, jika harus memakai kondom maka pelanggan akan mencari WPS lain. Hal inilah yang menjadi hambatan, sehingga banyak ditemui para WPS tidak baik dalam pemakaian kondom. Hal ini juga sama dengan apa yang dinyatakan oleh Raumli (2012) bahwa salah satu penyebab rendahnya pemakaian kondom pada WPS adalah transaksi seks pada wanita pekerja seksual (WPS) dan pelanggannya dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah (kurang dari 10%). Pekerja seks komersial (PSK) atau wanita pekerja seksual (WPS) adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul. Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil survey Depkes 2007 pada kelompok WPS di 8 kota penggunaan kondom yang bersifat konsisten dalam berhubungan seks dengan pelanggan masih sangat rendah (rata-rata 34,8%). Hal ini mengakibatkan tingginya prevalensi HIV di kalangan WPS di 8 kota tersebut mencapai 6,1% sampai dengan 15.9%. Tinggi prevalensi HIV pada kalangan WPS mengakibatkan penularan HIV pada pelanggan semakin meningkat. Berdasarkan hasil survey laki-laki resiko tinggi (yang melakukan hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi HIV telah mencapai 0,75%. Dan hasil penelitian dari IAKMI (2010) di Bali yaitu pengetahuan yang cukup tentang IMS dan HIV/AIDS dan cara pencegahannya belum tentu berimplikasi pada kepatuhan pelaku yaitu pelanggan dan WPS untuk secara konsisten memakai kondom. Ke-cenderungan yang sama juga bisa dilihat pada hasil studi IBBS di Bali tahun 2007 dimana 83% WPS mengetahui bahwa kondom dapat melindungi mereka dari HIV/AIDS dan IMS tetapi ternyata hanya 38% WPS yang rutin me-makai kondom dalam seminggu. Pemakaian kondom merupakan usaha pemerintah untuk memberantas dan mengurangi kejadian IMS. Kegiatan ini dilakukan oleh tim pencegahan infeksi menular seksual Dinas Kesehatan yang berupa pemeriksaan berkala, penyuluhan tentang pemakaian kondom yang benar. Untuk mencegah berbagai penularan penyakit penularan seksual dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS merupakan kebutuhan yang mendesak di Indonesia. Hal ini didasarkan pada data 85% WPS di Indonesia bekerja di luar lokalisasi dan tidak pernah menggunakan kondom dalam hubungan seksual dengan klien (UNAIDS, 2004). Pendidikan kesehatan menjadi salah satu usaha peningkatan pengetahuan, di mana pengetahuan merupakan salah satu komponen yang penting dalam prevensi HIV/AIDS (Santos-Ortiz, 2004). Praktik penggunaan kondom di wilayah lokalisasi terus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah kabupaten Semarang sampai mengeluarkan Pera AIDS, yang isinya secara jelas pada pasal 5 ayat c angka 1 disebutkan: “kebijakan meliputi pencegahan yang efektif melalui penggunaan Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 8 kondom 100% (seratus persen) pada setiap perilaku seksual tidak aman untuk memutus rantai penularan HIV dan AIDS. Masiih dalam perda IDS kabupaten Semarang juga memuat tetang langkah-langkah penanggulangan berupa pencegahan oleh Pemerintah Daerah pada pasal 7 ayat 5 huruf I meliputi: meningkatkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Di pasal 1 ayat 27 disebutkan: Prevention Mother to Child Transmision yang disingkat PMTCT adalah pencegahan penularan HIV dan AIDS dari ibu kepada bayinya. Salah satu faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV adalah hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Pemakaian kondom yang baik harus memperhatikan petunjuk praktis cara penggunaannya agar dapat efektif. Kondom yang baik adalah yang berpelumas karena kemungkinan untuk robek saat digunakan lebih kecil.Bungkus kondom dibuka saat akan digunakan agar pelumas kondom tidak kering. Kondom harus dipastikan tidak rusak atau sobek. Penambahan pelumas hanya dianjurkan menggunakan pelumas berbasis air seperti silikon, gliserin, K-Y jelly atau bahkan air ludah. Pelumas yang terbuat dari minyak goreng atau lemak, minyak bayi atau minyak mineral, jeli berbasis bahan turunan minyak bumi seperti vaselin dan olesan lainnya hendaknya jangan digunakan karena dapat merusak kondom.Kondom harus dipakai sebelum penetrasi dan segera dilepaskan segera setelah ejakulasi. Bila akan melakukan hubungan seks lagi harus menggunakan kondom yang baru (KPAN,2010). Hubungan Sikap WPS tentang IMS dengan Pemakaian Kondom di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa WPS dengan sikap kurang tentang IMS sebagian besar memakai kondom dalam kategori tidak baik sejumlah 9 orang (81,8%). Hal ini karena sikap yang kurang tentang IMS membuat WPS tidak peduli terhadap penyebaran penyakit IMS, sehinggaWPStidak peduli terhadap penggunaan kondom sebagai cara untuk mencegah penyebaran IMS. Sedangkan WPS dengan sikap baik tentang IMS sebagian besar juga memakai kondom dalam kategori tidak baik sejumlah 29 orang (70,7%).Hal ini bisa terjadi karena WPS yang memiliki sikap yang baik tentang IMS menemui berbagai kendala saat ingin menggunakan kondom secara baik.Kendala tersebut yaitu harus bernegosiasi dengan para pelanggan, dimana banyak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom saat berhubungan sesksual, sehingga berakibat para WPS lebih menuruti kata pelanggan dengan alasan asal bisa memperoleh rejeki. Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai c² hitung 0,021 dengan p-value 0,724. Oleh karena p-value 0,724> 0,05, maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Sikap WPS tentang IMS tidak berhubungan dengan pemakaian kondom disebabkan saat pemakaian kondom ditemui banyak kendala, diantaranya harus bernegosiasi dengan pelanggan saat menggunakan kondom, sedangkan banyak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan alasan tidak enak, sehingga WPS terpaksa melayani pelanggan atau pasangannya dan tidak memakai kondom.Selain itu, banyak dari WPS yang tidak berani menawarkan pemakaian kondom pada para pelanggan atau pasangannya.Jadi, banyak ditemui WPS yang memiliki sikap baik tentang IMS dan berusaha mencegah penyebaran IMS, tapi menemui kendala di atas maka WPS terpaksa harus melayani pelanggan atau pasangannya dengan tidak memakai kondom. Hasil penelitian di atas sesuai dengan apa yang dinyatakan Notoatmodjo (2010) bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Ini artinya sikap baik yang dimiliki oleh WPS belum tentu WPS akanmelakukan pencegahan IMS dengan menggunakan kondom saat melayani pelanggan.Hal ini tentu terkait dengan dukungan para germo, pemilik wisma, atau pelanggan dan juga perlu dukungan fasilitas dan sarana yang memadai. Jadi jika dukungan atau fasilitas tidak tersedia maka tindakan untuk memakai kondom tidak akan terlaksana. Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 9 Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2008) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks(WPS) Jalanan Dalam Upaya Pencegahan IMS dan HIV/AIDS di Sekitar Alun-Alun dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang IMS dan HIV&AIDS dengan praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sikap wanita pekerja seks yang baik dalam upaya pencegahan PMS merupakan pandangan WPS yang sudah setuju terhadap kegunaan kondom, ternyata tidak cukup menjamin upaya WPS memakai kondom.Dalam hal ini sebagian PSKmengakui ada beberapa tamu yang tidak menyukai memakai kondom dengan alasan tidak nyaman dipakai.Namun ada juga WPS yang mengatakan tidak mempermasalahkan pelanggan untuk tidak memakai kondom. Mereka cenderung akan mengikuti kemauan pelanggan asalkan mereka mendapatkan uang dari pelanggan. Para WPS lebih takut tidak mendapatkan uang dibandingkan kemungkinan tertular penyakit IMS. Berbagai penelitian yang disampaikan pada pertemuan nasional dan international dikemukakan bahwa peranan kondom sebagai alat proteksi terhadap penyebaran PMS sangat besar, sehingga sangat dianjurkan untuk selalu menggunakan kondom apabila berhubungan seks dengan WPS. Upaya pemerintah untuk menekan IMS adalah dengan mempergunakan kondom yang dilakukan di beberapa lokalisasi PSK agar mereka mudah dikontrol dan diberikan proteksi pengobatan, sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit menular seksual (Manuaba,2009). Terkait dengan resiko tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus, yang penting WPS menjadi kelompok yang utama dalam penyebaran Penyakit Menular Seksual akan tetapi laki-laki yang berhubungan dengan PSK juga harus menjadi satu faktor penting karena bisa juga merupakan sumber penularan. Karena setiap saat bisa seorang PSK tertular PMS dari laki-laki dan pada saat yang sama ada pula resiko laki-laki lain tertular PMS dari PSK (Kompas,2009). PENUTUP Kesimpulan 1. Sebagian besar wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang memiliki sikap yang baik tentang IMS, yaitu sejumlah 41 orang (78,8%), Kurang 11 (21,2%). 2. Pemakaian kondom pada wanita pekerja seks (WPS) di Lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang sebagian besar dalam kategori tidak baik, yaitu sejumlah 38 orang (73,1%), Baik 14 orang (26,9%). 3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi Gembol Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang dengan pvalue 0,724> 0,05. Saran 1. Bagi WPS Bagi WPS diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta sikapnya agar memiliki keberanian bagi para WPS untuk bernegosiasi dengan para pelanggannya dengan mengharuskan pemakaian kondom jika menggunakan jasanya. 2. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat diperlukan dukungannya, untuk melakukan pembinaan terhadap WPS secara rutin dan berkesinambungan, terutama dalam bidang komunikasi, dan juga pelatihan pemasangan kondom yang baik, benar dan cepat oleh WPS kepada pelanggannya. 3. Institusi Kesehatan Bagi institusi kesehatan, perlunya memberikan penyuluhan tentang pencegahan IMS yang bisa mencakup semua pihak, tidak hanya WPS tetapi juga germo, pemilik wisma, dan bahkan para pelanggan pengguna jasa WPS. Hal ini guna menumbuhkan kesadaran tentang bahaya IMS dengan menggunakan kondom saat berhubungan seksual. 4. Bagi Pengelola Lokalisasi Bagi pengelola lokalisasi diharapkan dapat meningkatkan Surveilans Perilaku kepada WPS sehingga dapat memantau Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 10 5. perilaku berisiko yang dilakukan oleh WPS dan membuat suatu intervensi yang lebih sesuai untuk dapat mengubah perilaku berisiko tersebut. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian tentang pemakaian kondom sebagai upaya pencegahan IMS dengan mengambil lebih banyak faktor dan dengan responden yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA A. Wawan dan M.Dewi. (2011). Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia Yogyakarta : Nuha Medika Affandi, Biran, dkk. 2012. Buku Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Anggraeni, Isti. 2014. Gambaran Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual Tentang Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) di Wilayah Lokalisasi Gembol Kec. Bawen Kab. Semaran. KTI.Akbid DIII Ngudi Waluyo Ungaran Arikunto, S. (2006). Penelitian dan Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara. Azwar, Saifudin. 2011. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Budiman (2008) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks(WPS) Jalanan Dalam Upaya Pencegahan IMS dan HIV/AIDS di Sekitar Alun-Alun dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten Daili , SF. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Badan penerbit FKUI Daili, SF. 2004. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Badan penerbit FKUI Daili, SF. 2009. Pemeriksaan Klinis Pada Infeksi Menular Nasional edisi ke-4 Jakarta :Balai penerbit FKUI Depkes RI. Renstra HIV/AIDS Kota Semarang Tahun 2005, 2009. Semarang. 2004. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2007. Laporan Kegiatan P2ML, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2007. Semarang. Dinkes Jateng. 2012. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Seksual 2012. Dinkes Kabupaten Semarang. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang. Ditjen PP & PL Kemenkes RI.( 2014).Laporan Kemenkes .http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCu rr.ph Ditjen PP & PL Kemenkes RI.( 2014).Laporan Kemenkes. http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCur r.php?lang=id&gg=1 diakses pada tanggal 25 maret 2015. Dr. H. M. Subuh, Dr, MPPM. Intergrated Biological and Behavioral Surveillence 2011. Depok : Modul Kuliah, 2011 Kumalasari, I., & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba MedikaDitjen PP & PL, 2014 Lubis, RD. 2008. Penggunaan Kondom. Diakses tanggal 25 Maret 2015. http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/3422/1/08E00890.pdfBiran Affandi (2012) Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F,& Manuaba, I.B.G., (2003, 2009). Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Romauli, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha Medika Widyastuti, Yani. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya Hubungan sikap WPS tentang IMS dengan pemakaian kondom di lokalisasi gembol kecamatan Bawen kabupaten Semarang 11