UMKM si “kecil” yang Bermanfaat Bagi Masyarakat lain GABUS, GABUS, PATI—UKM (Usaha Kecil Menengah) merupakan sebuah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak hanya 200 juta rupiah, itupun tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, pengertian UKM adalah “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Kegiatan UKM meliputi kegiatan ekonomi yang sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak di sektor pertanian. UKM memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Sebab, selain membuka peluang usaha, UKM juga mampu menyerap tenaga kerja, sehingga dapat meminimalisir pengangguran. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu, UKM ternyata mampu bertahan dibandingkan perusahaan-perusahaan yang memiliki skala besar. Gabus, begitu daerah itu disebut. Gabus merupakan salah satu desa di Kabupaten Pat yang mayoritas mata pencaharian penduduknya merupakan petani. Namun di desa Gabus juga telah berkembang banyak UMKM. UMKM yang berhasil di data Mahasiswa KKN tim 1 Undip desa Gabus berjumlah 20 usaha. Kebanyakan UMKM bergerak di bidang pangan, seperti produsen tahu, tempe, sosis, katering, bolu, dan masih banyak lagi. Usaha lainnya yang juga berkeambang adalah usaha konveksi. Tidak jarang, satu orang warga dapat memiliki beberapa UMKM sekaligus. Seperti contohnya, Bapak Haryanto, pemilik UD “Putat Jaya Mandiri”, yang didalamnya terdiri dari konveksi “Putat”, bolu “Jenissa”, dan keripik tempe “Echo”. Menurut Bapak Haryanto yang merintis usahanya sejak 7 tahun yang lalu, dulunya usaha yang dimilikinya hanya pembuatan keripik tempe, yang pekerjanya hanya oleh beliau sendiri dan istri, namun sekarang beliau sudah memiliki 7 orang pekerja yang memproduksi keripik tempe, dari seluruhnya 14 orang pekerja yang bekerja pada UMKM miliknya tersebut. “Saya merintis usaha ini dari nol, awalnya produksi keripik tempe saat rumah masih bersama mertua. Alhamdulillah setelah 7 tahun usaha saya dapat berkembang tidak hanya keripik. Usaha bolu baru saya mulai 4 tahun yang lalu dan usaha konveksi mulai 2 tahun lalu. Kalau konveksi walaupun baru 2 tahun tapi sudah lumayan menghasilkan, karena saya pasarkan lewat online, sehingga pembelinya borongan sampai daerah Banten, Lampung, Kalimantan. Bahan baku juga saya beli lewat online dari produsen kain di Bandung.” Ujar Bapak Haryanto. Menurut kebanyakan pemilik UMKM, kendala yang banyak dihadapi adalah tidak stabilnya harga bahan baku. “Bahan baku utama pembuatan kerupuk seperti tepung dan bumbu harganya naik turun. Saya harus mempertahankan kualitas dan harga kerupuk tetap stabil,karena kalau tidak dapat kalah saing di pasar,namun modalnya terus meningkat. Mau tidak mau keuntungannya juga berkurang” Ujar Bapak Toha, pemilik UMKM kerupuk “Echo”. Mengenai pengaruh yang dirasakan oleh masyarakat sekitar pengusaha UMKM, Ibu Sri, salah satu pekerja di UMKM tahu menyatakan bahwa masyarakat merasa diuntungkan oleh home industry yang berkembang di desa Gabus. Selain menopang ekonomi, masyarakat juga terbantu untuk mendapat pekerjaan dari adanya sentra UKM ini. "Ibu-ibu rumah tangga yang semula hanya dirumah dapat mendapat penghasilan tambahan dengan berkerja di usaha yang ada di dekat rumah, bekerjanya juga dapat setengah hari, tergantung jenis usahanya apa, sehingga pekerjaan di rumah juga tidak terbengkalai. Pemuda-pemudi lulusan minimal SD pun bisa dapat pekerjaan di usaha seperti ini" jelas Sri.