Vera widyastuti – NIM 10

advertisement
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Pendahuluan
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang
mengatur hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah
masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah
Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai landasan struktural. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan
kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, para dokter Indonesia baik yang tergabung
secara professional dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat
dalam organisasi bidang pelayanan, pendidikan serta penelitian kesehatan dan
kedokteran.1
Memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kode etik kedokteran adalah
hak asasi setiap manusia. Hak Asasi Manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME dan merupakan
anugerahNYa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum
dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Selain itu manusi apun memiliki kewajiban yaitu Kewajiban Dasar
Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
meungkinkan terlaksananta dan tegaknya hak asasi manusia.1
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Skenario
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah
pasien lama dokter tersebut dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan
keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan
mengaku telah melakukan hubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh
bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata
ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya , karena bisa terjadi pertengkaran
diantara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini
tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka
mungkin istrinya juga sudah tertular. Istrinya juga harus diobati.
Pengembangan skenario
Seorang laki-laki berusia 30 tahun yang menderita GO datang ketempat praktek dan
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
mengaku telah berhubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu dania masih
berhubungan dengan istrinya, pasien tidak ingin diketahui istrinyadan kemungkinan
istrinya juga sudah tertular. Dokter meminta pasien memberitahu istrinya.
Prinsip-Prinsip Etika Kedokteran
Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar di atas, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak – hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan
mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas, terutama kebutuhan kreatif
dan spiritual pasien.1
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika
yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang
adalah teori deontology dan teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, deontology
mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu
sendiri (I Kant), sedangkan teologi mengajarkan untuk menilai baik buruk tindakan
dengan melihat hasilnya atau akibatnya (D Hume, J Bentham, JS Mills). Deontology
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teologi lebih kea
rah penalaran (reasoning) dan pemebenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran
utilitarian).1
Beauchamp and childrea (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :1
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati ha-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang
kemudian melahirkan doktrin informed consent;
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan
untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih
besar daripada sisi buruknya (mudharat);
3. Prinsip non-maleficence,
yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “premium non nocere”
atau “above all do no harm”.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive
justice).
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)
dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).1
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman
dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi
sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical cinduct). Sebagaimana
diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah
doketr dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu “kontrak moral” anatar
dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan
“kontrak kewajiban moral” antara dokter dengn peer-groupnya, yaitu masyarakat
profesinya.1
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban
moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun keewajiban tersebut bukanlah
kewajiban secara hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hokum, namun
kewajiban moral tersebut haruslah menjadi “pemimpin” dari kewajiban dalam hukum
kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.1
Informed Consent
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI
No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien
/ keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah
penting.2
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis
yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan
sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.2
Aspek Hukum
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,
dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang
bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan
hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai
pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran
Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan
hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat
diterapkan.Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara
umum berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi”.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan
sanksi pidana.3
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan
persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan
digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;Aspek
Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan
invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana
jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan
medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP. 3
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara
pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masingmasing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk
beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk
menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal
tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum
mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah
hukum yang berkenaan dengan informed consent ini. 3
Contoh Informed Consent:
SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
(L/P)
Umur/Tgl Lahir :
Alamat :
Telp :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*a
nak/*wali dari :
Nama :
(L/P)
Umur/Tgl Lahir
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa
…………………………………………………………………………….
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan
penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tin
dakan yang dapat terjadisesuai penjelasan yang diberikan.
Jakarta,………………….20……
Dokter/Pelaksana,
Ttd
(……………………)
Yang membuat pernyataan,
ttd
(…………………………..)
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
*Coret yang tidak perlu
Pada skenario ini, dokter melakukan informed consent secara lisan kepada pasien, Pak
Samsul setuju melakukan prosedur pemeriksaan. Sesuai dengan Pasal 13 Permenkes No.
585/MenKes/Per/IX/1989, yang berbunyi: “terhadap dokter yang melakukan tindakan
medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan surat izin prakteknya.” Maka perlu dilakukan informed
consent untuk mengetahui apakah Pak Samsul setuju dengan pemeriksaan yang akan
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Karena pada kasus ini Pak Samsul
menderita penyakit Gonorrhoeae, dimana pemeriksaannya terdiri dari seperti membuka
celana, palpasi alat kelamin, dll, maka harus ada persetujuan pasien. Selain itu juga
dokter menjelaskan mengenai penyakit dan terapi pengobatan yang didapat untuk
kesembuhan pasien. Pasien diajak berpartisipasi dan dapat memiliki wewenang untuk
memilih pengobatan mana yang hendak dipilih dengan mempertimbangkan juga efek
samping yang mungkin timbul.
Demikian juga informed consent juga diberikan pada pasien Ibu Rasni (istrinya).
Informed consent diberikan berupa pemberitahuan bahwa akan dilakukan pemeriksaan
pada alat kelamin pasien untuk membantu dokter menegakkan diagnosis terhadap
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
penyakitnya. Selanjutnya dokter juga wajib memberikan penjelasan mengenai penyakit
yang diderita pasien. Tetapi karena suami meminta dokter untuk merahasiakan tentang
penyakit yang diderita suaminya, maka dokter harus menjaga rahasia jabatan dokter
sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Pasal 12, yang berbunyi: “setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.” Dokter di sini dapat memberitahukan kepada
isterinya kalau penyakitnya adalah infeksi alat kelamin yang bisa berasal dari berbagai
penyebab. Untuk langkah pengobatan, diperlukan juga persetujuan dari pasien apakah
bersedia untuk melakukan pengobatan tertentu. Dokter juga perlu menjelaskan kepada
pasien prognosis dari penyakit, dimana pada kasus ini apabila dilakukan pengobatan yang
teratur, penyakit ini dapat sembuh total.
RAHASIA KEDOKTERAN
Pengertian rahasia kedokteran menurut PP no 10 tahun 1966 ialah:
Pasal 1 : “Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.”
Pasal 2 : “Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau
lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.4
Pasal 3 : “Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a.tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b.mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.” 4
Yang wajib menyimpan Rahasia Kedokteran
1. Pasal 2 UU Tentang Tenaga Kesehatan yaitu Tenaga Kesehatan Sarjana, seperti :
dokter,dokter gigi, apoteker dan sarjana lain dibidang kesehatan dan Tenaga
Kesehatan Sarjana Muda ,menengah dan Rendah, seperti : asisiten apoteker, bidan,
perawat, nutrisionis , dan lain lain.4
2. Mahasiswa Kedokteran , murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan atau perawatan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.4
Kewajiban Dokter untuk Menyimpan Rahasia Kedokteran
Salah satu di antara beberapa kewajiban dokter adalah menyimpan rahasia
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
kedokteran. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tersebut adalah merupakan
rahasia jabatan yang harus dipegang teguh oleh dokter dan merupakan syarat yang
senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana saling mempercayai yang mutlak
dibutuhkan dalam hubungan dokter dengan pasien. Rahasia jabatan dokter dimaksudkan
untuk rnelindungi rahasia penyakit pasien sehingga tetap terpelihara kepercayaan pasien
terhadap dokternya. Kewajiban para dokter untuk merahasiakan hal-ha1 yang diketahui
karena jabatannya atau pekerjaannya adalah berpijak pada norma-norma kesusilaan, yang
pada hakekatnya merupakan suatu kewajiban moral, dan norma hukum. Norma-norma
kesusilaan tersebut tidak mencukupi karena banyak tergantung sifat dan kelakuan
perseorangan yang tentunya berbeda-beda dan tidak selalu baik. Selain daripada itu
apabila terjadi pelanggaran norma kesusilaan sanksinya tidak tegas yaitu berupa sanksi
social dari masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu norma hukum, sehingga dapat
lebih melindungi kepentingan manusia dan sanksinya lebih tegas jika terjadi
pelanggaran.5
Norma – norma kesusilaan dan norma hukum tadi dicantumkan dalam berbagai
peraturan dan undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam
menjalankan tugas dan profesinya. 5
Pengaturan kewajiban menyimpan rahasia kedokteran
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Seperti yang telah diketahui, bahwa dalam transaksi terapeutik terdapat hak dan
kewajiban kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Adapun salah satu
kewajiban dokter adalah berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dimiliki
pasiennya.6
Dibidang etika kedokteran, sepanjang dapat ditelesuri masalah rahasia kedokteran
mulai diatur dalam sumpah hippocrates pada abad 469-399 SM yang berbunyi “apa yang
saya melihat atau mendengar sewaaktu dalam menjalankan praktek atau tidak, tentang
kehidupan seseorang yang seharusnya tidak diungkapkan akan saya perlakukan sebagai
rahasia.” Selain di dalam sumpah hippocrates keewajiban menyimpan rahasia kedokteran
juga terdapat pada :
a. Declaratioon of geneva
Declaration of geneva adalah versi sumpah hipocrates yang dimodernisasi yang
diintroduksikan oleh world medical association. Khusus yang mengenai rahasia
kedokteran berbunyi : “I will respect the secrets which are confided in me, even
after the patient has died.”
b. International code of medichal ethics
Pada tahun 1968 di sydney diadakan perubahan pada declaration of geneva yang
kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya International code of medichal
ethics ini. khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi “ a doctor shall
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
preserve absolute secrecy on all the knows about his patient because the
confidence entrusted in him.”
c. Peraturan pemerintah nomor 26 tahun 1966 yang memuat lafal sumpah dokter
indonesia
Dalam sumpah ini khususnya di dalam penjelasan pasal 1 kode etik kedokteran
indonesia terdapat uraian yang berkenaan dengan rahasia kedokteran yang
berbunyi “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena kelimuan saya sebagai dokter.”
d. Kode etik kedokteran indonesia
Pasal 13 tercantum kalimat sebagai berikut :”setiap dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diktehauinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah
penderita itu meninggal dunia.” 6
Sumpah dalam hubungannya dengan rahasia kedokteran ini jika ditinjau secara
yuridis tidak mempunyai arti. Sumpah hanyalah merupakan suatu ikrar, suatu pernyataan
kehendak secara sepihak yang pelaksanaannya tergantung pada hati nurani si pelaku itu
sendiri. Oleh karena itu suatu sumpah tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum
untuk penuntutan. Demikian pula kode etik kedokteran indonesia (KODEKI) yang
termasuk bidang etik yang sifatnya self imposed regulations. Suatu kode etik ini bersifat
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
intern dimana sanksi hanya dapat dijatuhkan dalam kaitan organisasi dan oleh organisasi
itu sendiri. Suatu KODEKI juga tidak memiliki nilai yuridis, shingga tidak mempunyai
akibat hukum.6
Adapun dasar yuridis untuk menuntut yang menyangkut rahasia kedokteran
terdapat pada :
a. Hukum perdata
1. Perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien
2. Pasalnya 1909, 3e KUHPerdata
“segala siapa yang karena
kedudukannya, pekerjaannya, atau jabatannya menurut undang-undang
diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata
mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya
sebagai demikian.”
3. Pasal 1365 KUHPerdata “Tiap-tiap perbuatan melanaggar hukum yang
membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya, menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian
tersebut”.6
b. Hukum pidana
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
1. Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilanribu
rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapatdituntut atas pengaduan orang itu.6
2. Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli
atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undangundangia harus melakukannnya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.6
c. Hukum acara pidana
1. Pasal 170 KUHAP
1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan
sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.6
2. Pasal 179 KUHAP
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.6
d. Hukum acara perdata
1. Pasal 146 ayat 3 HIR
Sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan
menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya
karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya itu.6
2. Pasal 174 RBg
(1)Mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUHperd.
1909.)
1. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan dari
salah satu pihak;
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
2. saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau
perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
3. mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan
rahasia tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya
dipercayakan kepadanya dalam kedudukannya tersebut.
4. ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang
bersangkutan dapat dinilai oleh pengadilan negeri.
e. Hukum administrasi
Peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1996 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
Pada peraturan tersebut diperluas berlakunya wajib simpan rahasia kedokteran, juga bagi
tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, bidan, mahawsiswa kedokteran, ahli farmasi,
analis laboratorium, radiologi dan lain-lainnya.6
Dampak Hukum
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran ini tidak mutlak sifatnya. Artinya
dalam situasi-situasi tertentu hal tersebut dapat diterobos. Dengan kata lain, kewajiban
dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran tersebut dapat gugur sehingga dokter tidak
dikenai sanksi hukum. Seorang dokter dapat dibebaskan dari sanksi hukum dalam hal ia
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
mengungkapkan rahasia kedokteran jika terdapat faktor-faktor atau hal-hal sebagai
berikut :
a. Adanya ijin dari pasien
Pasien
adalah
satu-satunya
orang
yang
berhak
memutuskan
boleh
tidaknya
konfidensialitas tentang dirinya diungkapkan. Namun apabila pasien telah memberikan
ijin untuk mengungkapkan rahasia atas dirinya, maka dokter terbebas dari kewajiban
menyimpan rahasia tersebut dan tidak dapat dikenai sanksi. Ijin dari pasien ini dapat
diberikan secara lisan ataupun tertulis ataupun secara diam-diam/anggapan. Pemberian
ijin itu bisa secara terbatas, yaitu dalam arti terbatas pada orang-orang tertentu saja.
Dapat juga dibatasi oleh ruang lingkup rahasia itu sendiri, misalnya terbatas hanya
kepada apa yang diperlukan saja. Pemeberian ijin secara diam-diam/anggapan, misalnya
pasien yang dirawat inap dirumah sakit dapat dianggap telah memberikan ijin kepada
dokter yang merawatnya untuk mengadakan konsultasi kepada dokter ahli tentang
penyakitnya.6
b. Adanya keadaan mendesak atau memaksa
Di dalam keadaan terpaksa, juga tanpa ijin pasien, dokter dapat mengungkapkan rahasia
kedokteran. Keadaan terpaksa yang dimaksud adalah suatu situasi di mana suatu norma
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
dapat dilanggar demi suatu kepentingan yang lebih besar. Seperti pada pasal 48 KUHP
“siapapun tak terpidana jika melakukan perbuatan karena terdorong oleh keadaan
terpaksa.” 6
c. Adanya peraturan perundang-undangan
Seorang dokter yang membuka rahasia kedokteran tidak dapat dipidana karena
melaksanakan ketentuan undang-undang. Hal tersebut tersimpul dalam ketentuan pasal
50 KUHP yang berbunyi : “barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
ketentuan undang-undang tidak dipidana.” Dalam hal ini dapat dianggap bahwa secara
materiil oleh undang-undang telah dipertimbangkan, bahwa terdapat kepentingan yang
lebih besar. 6
d. Adanya perintah jabatan
Sebagai dasar pembenar lain untuk melanggar kewajiban dokter untuk menyimpan
rahasia kedokteran adalah adanya perintah jabatan yang diatur dalam ketentuan pasal 51
KUHP. Pasal ini mengatur tentang seorang dokter yang mempunyai jabatan rankap
seperti militer atau dokter tentang penguji kesehatan.6
e. Demi kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi
Alasan ini timbul berdasaarkan kebiasaan praktek, karena pasien tersebut merupakan
“public figure”, seorang tokoh atau pemimpin yang dianggap penting oleh masyarakat.6
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
f. Adanya Presumed Consent dari pasien
Adanya Presumed Consent yaitu pasien telah mengetahui atau seharusnya mengetahui
bahwa data tentang dirinya akan diketahui oleh orang atau instansi selain dokter.6
Gonorrhea
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang
penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, anogenital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan,
dan konjungtiva. Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga menyebabkan nyeri pinggul dan
gangguan reproduksi.7
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea yang bersifat
patogen. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang pada wanita yang belum pubertas.7
Manifestasi klinis Pada pria:
•
Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
• Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri
ketika berkemih
•
Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya
lendir mukoid dari uretra
•
Retensi urin akibat inflamasi prostat
•
Keluarnya nanah dari penis.7
Pada wanita:
•
Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
•
Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan
(asimtomatis)
•
Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita
menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
•
Nyeri ketika berkemih
•
Keluarnya cairan dari vagina
•
Demam
•
Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual.7
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan
hal penting seperti kerahasiaan pribadi pasien, sumber cahaya yang
baik untuk dokter pemeriksa dan selalu harus menggunakan sarung
tangan setiap kali memeriksa pasien. Pada pasien pria, organ
reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula inspeksi daerah inguinal dan
raba adakah pembesaran kelenjar dan catat konsistensi, ukuran,
mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit di atasnya. Pada
waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit sekitarnya,
adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya. Lakukan inspeksi
skrotum, apakah asimetris, eritema, lesi superfisial dan palpasi isi
skrotum dengan hati-hati. Dan akhirnya perhatikan keadaan penis
mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah perineum dan anus
dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut.
7
Pemeriksaan Penunjang
•
Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram
negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
• Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur.
Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.
•
Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi positif), tes
fermentasi (kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
•
Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning
menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
•
Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan
untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.7
AIDS
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah suatu sindrom
“serbuan” penyakit-penyakit terhadap tubuh akibat menurunnya sistem kekebalan. AIDS
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).8
AIDS merupakan kelanjutan dari HIV pada tingkatan yang lebih parah dan
berbahaya. Lemahnya sistem imun pada tubuh penderita AIDS membuatnya rentan
mengalami infeksi oportunistik.8
Infeksi oportunistik adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh organisme dengan
mencari kesempatan untuk menyerang orang yang memiliki kekebalan tubuh yang buruk.
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Beberapa contoh di antaranya kanker, pneumonia (PCP), sarkoma kaposi, penurunan
berat badan yang drastis, gangguan daya ingat, dan tuberkulosis (TBC).8
Virus itu sebenarnya tidak menyebabkan kematian. Kematian utamanya terjadi
akibat infeksi oportunistik karena kekebalan tubuh yang rendah. HIV secara perlahan
menurunkan sel-sel dalam sistem kekebalan tubuh (CD4) dari tingkat CD4 normal
sebesar 1000. Selama 5-7 tahun jumlah CD4 akan terus menurun hingga mencapai di
bawah 200 dan menimbulkan gejala.8
Tanda-Tanda
Setelah seseorang terinfeksi HIV, virus tersebut akan bersembunyi dalam sel darah putih,
terutama sel-sel limfosit 14. Ada tiga fase infeksi virus HIV yang akan terjadi dalam
tubuh penderita yaitu sebagai berikut.8
Fase 1.
Pada tahap awal infeksi HIV biasanya tidak terlihat gejala. Seseorang dapat mengidap
HIV selama bertahun-tahun tanpa menyadarinya. Tes darah akan menunjukkan antibodi
setelah virus terbentuk dalam melawan virus AIDS. Akan tetapi, itu pun memerlukan
waktu hingga tiga bulan sebelum antibodi terbentuk. Artinya, bila seseorang melakukan
tes darah segera setelah ia melakukan hubungan seks dengan orang yang mengidap
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
HIV/AIDS, misalnya, virus belum akan terlihat hingga tiga bulan mendatang.
Fase 2.
Penderita akan mengalami sakit yang tidak terlalu parah. Pada tahap ini virus
berkembang dalam sel darah putih dan menghancurkannya. Saat hampir semua sel
dihancurkan, sistem kekebalan tubuh juga ikut hancur, dan tubuh juga menjadi lemah.
Beberapa gejala yang mungkin akan terlihat di antaranya adalah penderita mulai merasa
lelah dan berat badan menurun. Ada kemungkinan mereka juga akan mengalami batuk,
diare, demam, atau berkeringat di malam hari.
Fase 3.
Gejala penyakit sudah semakin parah karena virus HIV hampir menghancurkan seluruh
sistem kekebalan tubuh. Tubuh akan mengalami kesulitan, bahkan tidak mampu lagi
untuk melawan bakteri. Inilah fase seseorang mengidap AIDS. Selain itu, penderita juga
dapat terkena sejenis kanker yang disebut sarkoma Kaposi (kanker mbuluh darah).
Padaumumnya, AIDS tidak akan membunuh penderitanya, tetapi infeksi penyakit lain
dan kankerlah yang melakukannya. Pengidap HIV/AIDS yang terkena flu akan lebih
terancam jiwanya, dibandingkan dengan orang lain yang tidak mengidap HIV/AIDS.8
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Faktor Pemicu Penularan
•
Berhubungan intim dengan penderita HIV atau orang yang tidak diketahui terkena
HIV.
•
Berganti-ganti pasangan.
•
Berhubungan intim dengan pekerja seks.
•
Berbagi jarum suntik, baik penggunaan jarum secara bersamaan untuk
penindikan, pemakaian narkoba, atau membuat tato.
•
Korban kekerasan seksual, misalnya akibat diperkosa oleh penderita HIV.
•
Mengalami penyakit menular seksual lainnya seperti herpes, chlamydia,
gonorrhea, trichomoniasis, atau hepatitis.
•
Ibu yang mengalami HIV rentan menularkan HIV pada anak yang dikandung.8
Pencegahan
•
Tetap setia pada pasangan, tidak berganti-ganti pasangan.
•
Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. HIV yang ditularkan ibu kepada
anaknya terjadi saat kehamilan, melahirkan, dan menyusui. Jika seorang wanita
hamil yang terinfeksi HIV mendapatkan pengobatan antivirus sejak dini dan
secara teratur selama kehamilannya, kemungkinan penularan HIV pada bayi yang
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
dikandung akan berkurang drastis. Tidak semua bayi yang dilahirkan dari ibu
yang positif HIV akan tertular HIV juga. Jika 100 ibu yang terinfeksi HIV
masing-masing melahirkan satu bayi, rata-rata 30 bayi akan tertular HIV. Ratarata virus akan ditularkan pada 5 bayi selama kehamilan, 15 lagi pada saat
persalinan, dan 10 bayi melalui ASI. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap
wanita hamil untuk mengetahui apakah dirinya positif HIV atau tidak (terutama
bagi mereka yang hidupnya berisiko tinggi untuk terkena HIV/AIDS).
Pemeriksaan dini sangat penting, untuk mengurangi risiko bayinya tertular
HIV/AIDS dari ibunya.8
•
Konseling merupakan komponen penting dari penanggulangan epidemi AlDS.
Orang yang terinfeksi atau terpengaruh oleh HIV, memerlukan informasi, saran,
dan dukungan untuk mengatasi keadaannya. Lebih jauh lagi, konseling individual
mengenai cara memerhatikan dan merawat diri serta orang lain, dapat membantu
mencegah terjadinya penyebaran HIV/AIDS.8
•
Melakukan tes mandiri jika melakukan hubungan seks secara aktif dan bergantiganti pasangan.8
Kesimpulan
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Dokter telah menjalankan tugasnya sesuai etika profesi kedokteran
dengan menjaga Rahasia Jabatan atau rahasia pasien. Dalam skenario
ini dokter menjaga rahasia Tuan Samsul mengenai penyakit kelamin
yang dideritanya dari orang lain terutama dari istrinya berdasarkan
prinsip otonomi dan sumpah dokter serta kode etik seperti yang
tertera pada PP No.10 Tahun 1996 dan peraturan lainnya. Bila dokter
membuka rahasia tersebut maka dokter akan dikenakan pidana
penjara paling lama sembilan bulan dan denda paling banyak sembilan
puluh ribu rupiah (Pasal 322 KUHP) dan sanksi lainnya. Selain itu juga
dokter memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita
pasien. Dokter juga meminta persetujuan pasien berupa informed
consent
untuk
melakukan
prosedur
pemeriksaan,
pasien
juga
berwenang penuh untuk memilih pengobatan yang akan diterima
sesuai dengan anjuran dan penjelasan dokter setelah penjelasan
mengenai efek samping dari obat tersebut.
Dokter memberikan konseling pada Tuan Samsul tentang penyakitnya
dan akibat dari
penyakitnya
tersebut dan menyarankan
untuk
memberitahukan dan mengajak istrinya melakukan pemeriksaan agar
istrinya mendapat pengobatan jika tertular.
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Daftar Pustaka
1. Sampurna, Budi, Syamsu Zulhasmar, Siswaja Tjeptjep D. Bioetik dan hukum
kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum cetakan pertama.
Jakarta: Pustaka Dwipar.
2. Informed consent diunduh dari www.ilunifk83.com/t143-informed-consent 3. Bagian Kedokteran Forensik FKUI Perundang-Undangan Bagian Kedokteran
Edisi I Cetakan kedua. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1994. Hal
11-15;159-164
4. Rahasia kedokteran diunduh dari http://hukum.unsrad.ac.id/pp/pp_10_1966.htm
5. Rahasia kedokteran diunduh dari
www.fk.uwks.ac.id/arsip/departemen/hukum_kedokteran.pdf
6. Aspek Hukum Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran oleh Ahdiyana Yuni
Lestari dikutip dari Jurnal Hukum Respublica No.4 Vol 2 Tahun 2003:131-141
7. Penjelasan tentang Gonorrhea diunduh dari
artikelkedokteran.net/news/pemeriksaan+gonorrhea.html 8. Penjelsan tentang AIDS diunduh dari www.centralartikel.com/.../pengertian-danpenjelasan-tentang-aids.html
Etika Kedokteran dalam Dugaan Kelalaian Medik
Juanita Liusiani
10.2009.055
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
[email protected]
Download