BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU
USAHA DENGAN KONSUMEN
A. Pengertian Pelaku Usaha
Kegiatan usaha sudah banyak di dapatkan melalui berbagai
media online dengan mudah, karena pada saat ini berbagai macam
portal informasi lebih lengkap tersaji di berbagai situs ataupun
website. Hingga saat ini terdapat banyak sektor usaha dengan modal
minimum yang sukses dijalankan oleh pelaku usaha. Suksesnya
sebuah usaha dapat dikatakan bukan bergantung dari usaha apa yang
dijalankan, melainkan bagaimana cara pelaku usahanya menjalankan
sektor usaha tersebut. Dengan adanya bermacam-macam dan
berbagai jenis kebutuhan, maka setiap manusia akan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa barang maupun jasa.
Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga
tercipta hubungan timbal balik antara pelaku usaha dengan konsumen
yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, yang
seharusnya pelaku usaha dan konsumen menduduki posisi yang
seimbang. Namun pada kenyataannya, konsumen berada pada
kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha.
16
Universitas Sumatera Utara
Salah satu yang menyebabkan kedudukan konsumen lemah adalah
kurangnya informasi yang diberikan dengan jelas dan benar.§§§§
Dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, disebutkan pelaku usaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum
maupun
bukan
badan
hukum
yang
didirikan
dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Unsur-unsur definisi pelaku usaha adalah sebagai berikut:
a. Bentuk atau wujud dari pelaku usaha
a) Orang
perorangan,
yaitu
setiap
individu
yang
melakukan kegiatan usahanya secara seorang diri.
b) Badan usaha, yaitu kumpulan individu yang secara
bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Selanjutnya
badan usaha dikelompokkan ke dalam dua kategori,
yaitu badan hukum, yang menurut hukum merupakan
badan usaha yang dapat dikelompokkan ke dalam
kategori badan hukum adalah yayasan, perseroan
terbatas dan koperasi. Kemudian, badan usaha yang
bukan badan hukum dapat dikelompokkan ke dalam
kategori seperti firma atau sekelompok orang yang
melakukan kegiatan usaha secara insidentil.
§§§§
http://www.kamarusaha.com/artikel-macam-macam-usaha-kecil-yangsukses/, diakses Minggu, 22 Maret 2015 pukul 19.20
Universitas Sumatera Utara
Badan usaha tersebut harus memenuhi kriteria yakni,
didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, melakukan kegiatan di wilayah
hukum Negara Republik Indonesia.
b. Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian.
c. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi, bukan hanya pada bidang produksi.*****
Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam
pelaku usaha adalah perusahaan, koperasi, BUMN, korporasi,
importir, pedagang, distributor dan lain-lain.††††† Istilah pelaku usaha
umumnya dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah
setiap
orang
atau
badan
usaha
yang
menjalankan
usaha,
memproduksi, menawarkan, menyampaikan, atau mendistribusikan
suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pelaku usaha
tidak
hanya
diartikan
sebagai
pembuat
atau
pabrik
yang
menghasilkan produk saja, tetapi mereka yang terkait dengan
penyampaian atau peredaran produk hingga sampai ke tangan
konsumen. Dengan demikian jelas bahwa pengertian pelaku usaha
menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat luas,
bukan hanya pelaku usaha melainkan hingga kepada pihak terakhir
*****
http://www.wibowotunardy.com/pengertian-pelaku-usaha-menurut-uupk/, diakses Kamis, 28 Mei 2015, pukul 20.45
†††††
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,
Jakarta, Diadit Media, 2001, hlm.17
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi perantara antara pelaku usaha dan konsumen, seperti
agen, distributor dan pengecer atau konsumen perantara.‡‡‡‡‡
B. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer
(Inggris-Amerika), atau consument/ konsument (Belanda). Pengertian
dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia
berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari
prosdusen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan
penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen
kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau
konsumen.§§§§§
Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan
beberapa puluh tahun lalu di berbagai negara dan sampai saat ini
sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan
khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen. Sejalan
dengan perkembangan itu, berbagai negara telah pula menetapkan
hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan
perlindungan kepada konsumen.******
‡‡‡‡‡
Ibid, hal. 19
Ibid, hal. 3
******
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta,
Sinar Grafika, 2014, hal. 22
§§§§§
Universitas Sumatera Utara
Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai,
pengguna barang dan/jasa untuk tujuan tertentu. †††††† Sedangkan
menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan
Konsumen dalam Pasal 1 ayat (2), konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Unsur-unsur definisi
konsumen adalah sebagai berikut:
a. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang
yang berstatus sebagai pemakai barang dan atau jasa.
Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah
hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke
persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon).
Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha
dengan makna lebih luas daripada badan hukum.
b. Pemakai
Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK,
kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen
akhir (ultimate consumer). Istilah pemakai dalam hal ini
tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut,
sekaligus menunjukkan, barang dan atau jasa yang dipakai
tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya,
††††††
A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Diadit Media,
2002, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
sebagai
konsumen
presentasinya
tidak
dengan
selalu
cara
harus
membayar
memberikan
uang
untuk
memperoleh barang dan atau jasa.
c. Barang dan atau jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan atau jasa, sebagai
pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk.
Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa.
Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian
barang. UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda,
baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun
tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Yang Tersedia dalam Masyarakat
Barang dan atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat
sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang
makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi
dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan
pengembang
(developer)
mengadakan
transaksi
perumahan
terlebih
sudah
dahulu
biasa
sebelum
bangunannya jadi. Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi
Universitas Sumatera Utara
konsumen tertentu, seperti future trading, keberadaan
barang
yang
diperjualbelikan
bukan
sesuatu
yang
diutamakan.
e. Bagi Kepentingan Diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain,
Makhluk Hidup Lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain.
Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk
memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak
sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi
juga barang dan atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain
atau di luar diri sendiri dan keluarganya, bahkan untuk
makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
f. Barang dan atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni
hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai
dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai
negara. Hal tersebut cukup baik untuk mempersempit
ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam
kenyataannya,
sulit
menetapkan
batas-batas
seperti
itu.‡‡‡‡‡‡
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah
konsumen
‡‡‡‡‡‡
karena
membutuhkan
barang
dan
jasa
untuk
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 27-30
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk
memelihara atau merawat harta bendanya.§§§§§§ Dalam ilmu ekonomi
ada dua jenis konsumen, yakni konsumen antara dan konsumen
akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer.
Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk
diperdagangkan. Sedangkan pengguna barang adalah konsumen
akhir. Yang dimaksud di dalam UUPK sebagai konsumen adalah
konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan
atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan,
baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan
makhluk hidup lain.*******
Konsumen memiliki posisi yang sangat penting dalam
kegiatan jual beli yang juga menjadi faktor penting bagi kelancaran
dunia usaha bagi pelaku usaha, karena konsumen lah yang akan
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang diproduksi oleh pelaku
usaha tanpa memperdagangkannya kembali, yang mana akan
memberikan keuntungan bagi pelaku usaha untuk kelangsungan
usahanya. Konsumen sebagai pemakai barang dan atau jasa memiliki
sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar dapat bertindak sebagai konsumen
yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika terjadi tindakan yang tidak
adil terhadap dirinya, maka konsumen dapat bertindak lebih jauh
§§§§§§
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,
Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hal. 15
*******
http://definisipengertian.com/2012/pengertian-konsumen-menurut-para
-ahli/, diakses Selasa, 24 Maret 2015 pukul 18.30
Universitas Sumatera Utara
untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain konsumen
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya
telah dilanggar oleh pelaku usaha.††††††† Oleh karena itu, Pemerintah
berupaya memberikan perlindungan hukum untuk menjamin adanya
kepastian hukum bagi konsumen melalui peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
C. Hubungan Pelaku Usaha dengan Konsumen
Persoalan hubungan pelaku usaha dengan konsumen biasanya
dikaitkan dengan produk barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh
teknologi,
khususnya
teknologi
manufaktur
dan
teknologi
informasi. ‡‡‡‡‡‡‡ Hubungan pelaku usaha dengan konsumen dapat
terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan langsung
dapat terjadi apabila antara pelaku usaha dengan konsumen langsung
terikat karena adanya perjanjian yang mereka buat atau karena
ketentuan undang-undang. Apabila hubungan itu terjadi dengan
perantaraan pihak lain, maka terjadi hubungan tidak langsung.
Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen pada dasarnya
berlangsung terus menerus dan berkesinambungan karena keduanya
saling membutuhkan dan saling interdependensi.§§§§§§§
†††††††
http://ekakeropoh.blogspot.com/2012/10/pengertian-konsumen-ciri-cirikonsumen.html, diakses Selasa, 24 Maret 2015 pukul 18.30
‡‡‡‡‡‡‡
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 15
§§§§§§§
http://feezha.blog.uns.ac.id/2010/03/25/perlindungan-hukum-terhadapkonsumen-menderita-kerugian-dalam-transaksi-properti-menurut-undang-undangperlindungan-konsumen-studi-pada-pengembang-perumahan-fajar-bangun-raharjasurakarta-h/, diakses Sabtu, 30 Mei 2015, pukul 20.45
Universitas Sumatera Utara
Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen
yang sering terjadi hanya sebatas kesepakatan lisan mengenai harga
barang dan atau jasa tanpa diikuti dan ditindaklanjuti dengan suatu
bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.
Ketentuan umum mengenai bentuk perjanjian tersebut diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian memang
tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis kecuali untuk perjanjianperjanjian tertentu yang secara khusus disyaratkan adanya formalitas
ataupun perbuatan atau fisik tertentu. Suatu perjanjian menurut Pasal
1313 KUH Perdata yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sedangkan untuk syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalam
pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang dan suatu persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik (Pasal 1338 KUH Perdata). Alasan pokok terjadinya
hubungan hukum perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha yaitu
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan akan barang dan atau jasa tertentu. Pelaksanaannya
senantiasa harus menjaga mutu suatu produk agar konsumen dapat
menikmati penggunaan, pemanfaatan, dan pemakaian barang dan
atau jasa tersebut secara layak. Hubungan pelaku usaha dengan
konsumen merupakan hubungan hukum yang melahirkan hak dan
kewajiban.********
Apabila telah terjadi kesepakatan atau perjanjian antara
pelaku usaha dan konsumen maka akan melahirkan hak dan
kewajiban pelaku usaha dan konsumen. Hubungan pelaku usaha dan
konsumen akan berlangsung secara terus menerus karena dilandasi
pada kebutuhan sehingga memiliki tingkat ketergantungan yang
cukup tinggi. Hubungan ini terjadi karena keduanya saling
membutuhkan. Apabila diikuti pola distribusi yang dikenal dalam
ilmu manajemen pemasaran, akan diperoleh gambaran sebagai
berikut:
1. Produsen ------------------------------------------------- Konsumen
2. Produsen ----------------- Pengecer -------------------- Konsumen
3. Produsen ----- Pedagang Besar ------ Pengecer------ Konsumen
4. Produsen -- Agen -- Pedagang Besar -- Pengecer -- Konsumen
5. Produsen ---------- Agen --------- Pengecer ---------- Konsumen
Dari pola-pola distribusi di atas tampak bahwa produk sampai
ke tangan konsumen langsung dari produsen-pelaku usaha, yaitu
********
https://andiayu.wordpress.com/2010/05/16/hak-dan-kewajiban-pelakuusaha-terhadap-konsumen/, diakses Minggu, 31 Mei 2015, pukul 18.25
Universitas Sumatera Utara
dengan menjual produk langsung ke rumah konsumen atau konsumen
datang ke tempat pelaku usaha. Hal ini biasanya berlaku untuk
produk-produk home industry meskipun tidak tertutup kemungkinan
dipakai untuk produk perusahaan lainnya. Akan tetapi, yang umum
terjadi adalah pola-pola yang memakai pedagang perantara, apakah
itu agen, pedagang besar, atau pengecer. Makin jauh jangkauan atau
pasar sasaran, makin banyak pihak yang terlibat di dalam
peredarannya. Dengan kata lain, produk yang sampai ke tangan
konsumen telah melalui proses yang di dalamnya terikat hubungan
antara pelaku usaha dengan konsumen yang saling membutuhkan dan
terkait juga dengan pihak yang berbeda, seperti tergambar dalam
pola-pola distribusi di atas.††††††††
D. Hak dan Kewajiban antara Pelaku Usaha dengan Konsumen
Dunia usaha harus mampu menghasilkan berbagai barang dan
atau jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
dengan pemastian terhadap mutu, jumlah yang mencukupi, serta
keamanan pada pemakaian barang dan atau jasa yang diedarkan ke
pasar. Pelaku usaha merupakan salah satu komponen yang turut
bertanggung jawab dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan
rakyat itu. Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan
dibebankan sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pelaku usaha. Dalam kegiatan menjalankan usaha,
††††††††
Janus Sidabalok, Op.Cit., hal. 57
Universitas Sumatera Utara
undang-undang memberikan sejumlah hak dan membebankan
sejumlah kewajiban dan larangan kepada pelaku usaha. Pengaturan
tentang hak, kewajiban, dan larangan itu dimaksudkan untuk
menciptakan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan
konsumen.‡‡‡‡‡‡‡‡
Dalam
Undang-Undang
No.
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen digunakan istilah pelaku usaha bagi pihakpihak yang menghasilkan dan memperdagangkan produk, yaitu
mereka yang terlibat di dalam penyediaan produk hingga sampai ke
tangan konsumen. Yang menjadi hak-hak dari pelaku usaha itu
menurut Pasal 6 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
lainnya.
Tampak bahwa pokok-pokok hak dari pelaku usaha adalah:
a. hak menerima pembayaran, yang berarti pelaku usaha
berhak menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas
produk yang dihasilkan dan diserahkannya kepada
pembeli.
‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
b. hak mendapat perlindungan hukum, yang berarti pelaku
usaha berhak memperoleh perlindungan hukum jika ada
tindakan pihak lain, yaitu konsumen, yang dengan itikad
tidak baik menimbulkan kerugian baginya.
c. hak membela diri, yang berarti pelaku usaha berhak
membela diri dan membela hak-haknya dalam proses
hukum apabila ada pihak lain yang mempersalahkan atau
merugikan haknya.
d. hak rehabilitasi, yang berarti pelaku usaha berhak
memperoleh rehabilitasi atas nama baiknya atau dipulihkan
nama baiknya sebagai pelaku usaha jika karena suatu
tuntutan akhirnya terbukti bahwa pelaku usaha ternyata
bertindak benar menurut hukum.
Adapun kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
Universitas Sumatera Utara
f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
kerugian apabila barang dan/atau barang yang diterima
atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan
perjanjian.
Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban pelaku usaha
adalah:
a. kewajiban beritikad baik, yang berarti pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya wajib melakukannya
dengan itikad baik, yaitu secara berhati-hati, mematuhi
dengan aturan-aturan, serta dengan penuh tanggung jawab.
b. kewajiban memberi informasi, yang berarti pelaku usaha
wajib memberi informasi kepada masyarakat konsumen
atas produk dan segala hal sesuai mengenai produk yang
dibutuhkan konsumen. Informasi itu adalah informasi yang
benar, jelas, dan jujur.
c. kewajiban melayani, yang berarti pelaku usaha wajib
memberi pelayanan kepada konsumen secara benar dan
jujur serta tidak membeda-bedakan cara ataupun kualitas
pelayanan secara diskriminatif.
d. kewajiban memberi kesempatan, yang berarti pelaku usaha
wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen
memutuskan membeli atau tidak membeli, dengan maksud
Universitas Sumatera Utara
agar konsumen memperoleh keyakinan akan kesesuaian
produk dengan kebutuhannya.
e. kewajiban memberi kompensasi, yang berarti pelaku usaha
wajib
memberi
kompensasi,
ganti
rugi,
dan/atau
penggantian kerugian akibat tidak atau kurang bergunanya
produk untuk
memenuhi
kebutuhan sesuai
dengan
fungsinya dan karena tidak sesuainya produk yang diterima
dengan yang diperjanjikan.§§§§§§§§
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen disebutkan juga sejumlah hak dan kewajiban konsumen
yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum. Sebagai pemakai
barang dan atau jasa, konsumen memiliki hak dan kewajiban yang
sangat penting untuk dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis
dan mandiri ketika hak-haknya dilanggar oleh pelaku usaha. Setiap
konsumen tidak hanya mempunyai hak yang bisa dituntut dari pelaku
usaha, tetapi juga kewajiban yang harus dipenuhi atas diri pelaku
usaha. Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi hak
konsumen yang dikemukakan oleh John F. Kennedy tanggal 15
Maret 1962, menghasilkan empat hak dasar konsumen yang meliputi
hak-hak sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapat keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be
informed);
§§§§§§§§
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3. Hak untuk memilih (the right to choose);
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).*********
Di samping hak-hak yang yang dikemukakan oleh John F.
Kennedy, Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan
Konsumen
disebutkan
juga
sejumlah
hak-hak
konsumen, yaitu:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluahannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Hak-hak konsumen sebagaimana disebut di atas secara
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
mengandung
pengertian
bahwa
konsumen
berhak
mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang
memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus
*********
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta Selatan,
Visi Media, 2008, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan,
jiwa,
dan
harta
bendanya
karena
memakai
atau
mengonsumsi suatu produk. Dengan demikian, setiap
produk, baik dari segi komposisi bahan, konstruksi,
maupun kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi
rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
b. Hak untuk memilih, mengandung pengertian tidak
dikehendakinya prroduk yang dapat mencelakakan dan
mencederai konsumen. Karena itu, pelaku usaha wajib
mencantumkan label produknya sehingga konsumen dapat
mengetahui
adanya
unsur-unsur
yang
dapat
membahayakan keamanan dan keselamatan dirinya atau
menerangkan secara lengkap perihal produknya sehingga
konsumen dapat memutuskan apakah produk tersebut
cocok baginya.
c. Hak atas informasi yang benar, mengandung pengertian
dalam hal berproduksi pelaku usaha diharuskan bertindak
jujur dalam memberi informasi sehingga konsumen dapat
memilih produk yang terbaik bagi dirinya. Informasi yang
diberikan
oleh
pelaku
usaha
mengenai
produknya
diharuskan informasi yang jujur, benar, dan jelas sehingga
tidak mengelabui atau membodohi konsumen. Karena itu,
pemanfaatan media informasi oleh pelaku usaha, baik
Universitas Sumatera Utara
dengan iklan, dan media lainnya hendaknya dilandasi
kejujuran dan niat baik.
d. Hak untuk
didengar
mengandung pengertian bahwa
pelaku usaha seharusnya mendengar keluhan konsumen
dan memberikan penyelesaian yang baik apabila setelah
mengonsumsi atau menggunakan suatu produk, konsumen
merasa dirugikan atau dikecewakan karena ternyata produk
yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan informasi yang
diterimanya, misalnya kualitas tidak sesuai.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa, dimaksudkan bahwa pelaku
usaha berada dalam kedudukan yang lebih kuat, baik
secara ekonomis maupun dari segi kekuasaan dibanding
dengan konsumen, maka konsumen perlu mendapatkan
perlindungan
yang
secara
patut
atas
hak-haknya.
Perlindungan itu dibuat dalam suatu peraturan perundangundangan serta dilaksanakan dengan baik.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen, yang berarti konsumen berhak mendapatkan
bagaimana berkonsumsi yang baik. Pelaku usaha wajib
memberi informasi yang benar dan mendidik sehingga
konsumen makin dewasa bertindak dalam memenuhi
kebutuhannya,
bukan
sebaliknya
mengeksploitasi
Universitas Sumatera Utara
kelemahan-kelemahan konsumen terutama wanita dan
anak-anak.
g. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur, yang
berarti dalam memperoleh pelayanan konsumen berhak
juga untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif dengan konsumen lainnya, tanpa ada
pembeda-bedaan berdasarkan ukuran apapun, misalnya
suku, agama, budaya, daerah, daerah asal atau tempat
tinggal, pendidikan, status ekonomi, dan status sosial
lainnya.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi,
mengandung
dirugikan
pengertian
atau
apabila
dikecewakan
konsumen
karena
merasa
produk
yang
dikonsumsi atau digunakan tidak sesuai dengan informasi
yang diterimanya, maka konsumen berhak mendapatkan
penggantian atas kerugian yang dideritanya setelah
mengonsumsi produk tersebut atau jika produk tidak
sesuai.
i. Hak-hak
yang
diatur
dalam
ketentuan
peraturan
perundang-undangan lainnya, yang berarti konsumen
berhak mendapatkan hak-hak lainnya sesuai dengan
kedudukannya sebagai konsumen berdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Ketentuan
ini
membuka kemungkinan berkembangnya pemikiran tentang
Universitas Sumatera Utara
hak-hak baru dari konsumen di masa yang akan datang,
sesuai dengan perkembangan zaman.†††††††††
Setiap konsumen tidak hanya mempunyai hak yang bisa
dituntut dari pelaku usaha, tetapi juga kewajiban yang harus dipenuhi
atas diri pelaku usaha. Kewajiban tersebut tertuang dalam pasal 5
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999
adalah:
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Konsumen tentunya harus dapat benar-benar mengetahui hakhak dan kewajibannya, dengan tidak diam saja saat hak-hak
konsumen sudah jelas dilanggar. Hak-hak tersebut pun telah
dilindungi oleh negara dengan adanya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, sehingga tidak terjadi hal-hal yang senantiasa merugikan
konsumen dan terjalin hubungan yang baik dengan pelaku usaha
dimana masing-masing pihak dapat saling menghormati hak dan
kewajibannya. Hak dari konsumen merupakan kewajiban pelaku
usaha, begitu juga sebaliknya, kewajiban konsumen merupakan hak
dari pelaku usaha.‡‡‡‡‡‡‡‡‡
†††††††††
‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 33-35
Happy Susanto, Op. Cit., hal. 43
Universitas Sumatera Utara
E. Tanggung Jawab Produk Pelaku Usaha Terhadap Konsumen
Produk menjadi unsur penting dalam kegiatan jual beli sebab
inilah yang ditawarkan pelaku usaha kepada konsumen. Dalam
pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi.
Pemakaian teknologi yang makin baik, di satu sisi memungkinkan
pelaku usaha mampu membuat produk beraneka macam jenis,
bentuk, kegunaan, maupun kualitasnya sehingga pemenuhan
kebutuhan konsumen dapat terpenuhi lebih luas, lengkap, cepat dan
menjangkau bagian terbesar lapisan masyarakat. Akan tetapi, di sisi
lain penggunaan teknologi memungkinkan dihasilkannya produk
yang tidak sesuai dengan persyaratan keamanan dan keselamatan
pemakai sehingga menimbulkan kerugian kepada konsumen. Untuk
itu pelaku usaha harus memperhatikan beberapa hal mengenai
produk, seperti kualitas atau mutu, serta harga dimulai dari bahan
baku,
biaya
produksi,
sampai
pada
keuntungan
yang
diharapkan.§§§§§§§§§
Secara historis, tanggung jawab produk lahir karena ada
ketidakseimbangan tanggung jawab antara pelaku usaha dan
konsumen. Namun, pihak konsumenlah yang dituntut untuk bersikap
waspada dan hati-hati dalam membeli suatu produk demi
keselamatan dirinya. Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab
secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk
§§§§§§§§§
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal. 15
Universitas Sumatera Utara
(producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak
dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor,
assembler) atau dari orang atau badan yang menjual atau
mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut. Menurut
Johannes Gunawan, tujuan utama dari tanggung jawab produk
adalah:
1. memberi
perlindungan
kepada
konsumen
(consumer
protection);
2. agar terdapat pembebanan risiko yang adil antara pelaku
usaha dan konsumen (a fair apportionment of risks between
producers and consumers).**********
Persoalan hukumnya di sini adalah produk yang diedarkan
harus aman, tidak mengganggu atau merugikan konsumennya. Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan adalah salah satu hak
konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Adapun mengenai ciri-ciri dari tanggung
jawab produk dengan mengambil pengalaman dari masyarakat Eropa
dan terutama Negeri Belanda, dapat dikemukakan secara singkat
sebagai berikut:††††††††††
1. Yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku usaha
adalah
a. pembuat produk jadi (finished product);
b. penghasil bahan baku;
**********
††††††††††
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 99
Ibid., hal. 102
Universitas Sumatera Utara
c. pembuat suku cadang;
d. setiap orang yang menampakkan dirinya
sebagai
pelaku
mencantumkan
usaha
namanya,
dengan
tanda
jalan
pengenal
tertentu, atau tanda lain yang membedakan
dengan produk asli, pada produk tertentu;
e. importir suatu produk dengan maksud untuk
diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan
(leasing) atau bentuk distribusi lain dalam
transaksi perdagangan;
f. pemasok (supplier), dalam hal identitas dari
pelaku usaha atau importir tidak dapat
ditentukan.
2. Yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen adalah
konsumen
akhir
(end
consumer
atau
ultimate
consumers);
3. Yang dapat dikualifikasikan sebagai produk adalah
benda bergerak, sekalipun benda bergerak tersebut
telah menjadi komponen atau bagian dari benda
bergerak atau benda tetap lain, listrik, dengan
pengecualian produk-produk pertanian dan perburuan;
4. Yang dapat dikualifikasikan sebagai kerugian adalah
kerugian pada manusia (death atau personal injury)
Universitas Sumatera Utara
dan kerugian pada harta benda, selain dari produk
yang bersangkutan;
5. Produk dikualifikasi sebagai mengandung kerusakan
apabila produk itu tidak memenuhi keamanan (safety)
yang dapat diharapkan oleh seseorang dengan
mempertimbangkan semua aspek, antara lain:
a. penampilan produk (the presentation of the
product);
b. maksud penggunaan produk (intended use of
the product);
c. saat ketika produk ditempatkan di pasaran (the
time
when
the
product
was
put
into
circulation).
Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang
cacat atau rusak sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak
konsumen, baik kerugian badaniah, kematian atau harta benda.
Menurut Emma Suratman, produk cacat adalah setiap produk yang
tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan
atau kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal
lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syaratsyarat
keamanan
bagi
manusia
atau
harta
benda
dalam
penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang. Dari batasan ini
terlihat bahwa pihak yang terutama bertanggung jawab adalah pelaku
usaha pembuat produk tersebut, tanpa kesalahan dari pihaknya.
Universitas Sumatera Utara
Sesuatu produk dapat disebut cacat atau tidak dapat memenuhi tujuan
pembuatannya karena:
1. cacat produk atau manufaktur;
2. cacat desain;
3. cacat peringatan atau cacat instruksi.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Berdasarkan sistem hukum yang ada, kedudukan konsumen
sangat lemah dibanding pelaku usaha. Salah satu usaha untuk
melindungi dan meningkatkan kedudukan konsumen adalah dengan
menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam
hukum tentang tanggung jawab pelaku usaha. Tanggung jawab
mutlak (strict liability) adalah pelaku usaha dianggap bersalah,
konsekuensinya ia harus bertanggung jawab (liable) untuk memberi
ganti rugi secara langsung kepada pihak konsumen yang menderita
kerugian. Meskipun berlaku tanggung jawab produk yang bersifat
mutlak, pelaku usaha dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya, baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Hal-hal yang
dapat membebaskan tanggung jawab pelaku usaha tersebut adalah:
1. jika pelaku usaha tidak mengedarkan produknya (put
into circulation);
2. cacat yang menyebabkan kerugian tersebut tidak ada
pada saat produk diedarkan oleh pelaku usaha, atau
terjadinya cacat tersebut baru timbul kemudian;
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid., hal. 103
Universitas Sumatera Utara
3. bahwa produk tersebut tidak dibuat oleh pelaku usaha
baik untuk dijual atau diedarkan untuk tujuan
ekonomis maupun dibuat atau diedarkan dalam rangka
bisnis;
4. bahwa terjadinya cacat pada produk tersebut akibat
keharusan memenuhi kewajiban yang ditentukan
dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah;
5. bahwa secara ilmiah dan teknis (state of scientic and
technical know ledge, state of art defense) pada saat
produk tersebut diedarkan tidak mungkin terjadi
cacat.§§§§§§§§§§
Dengan demikian, tanggung jawab produk berkaitan dengan
kerugian, baik kerugian materiil maupun imateriil yang diderita
konsumen akibat memakai atau mengonsumsi produk yang cacat
yang dihasilkan dan atau diperdagangkan pelaku usaha. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tanggung jawab produk dan perlindungan
konsumen merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tetapi
hanya dapat dibedakan, dimana tanggung jawab produk merupakan
sebagian dari cakupan pengertian perlindungan konsumen.***********
§§§§§§§§§§
Ibid., hal. 106
Janus Sidabalok, Op. Cit., hal.10
***********
Universitas Sumatera Utara
Download