ISSN 2805 - 2754 GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : TUMOR OTAK Oleh S. Iswahyuni1_Karmadi2 1. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. 2. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: tumor otak. Penelitian telah dilakukan dengan metode pengamatan secara seksama pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: tumor otak yang dirawat di Ruang Anggrek RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Asuhan Keperawatan pada Tn.S, 82 th pada tanggal 19 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2012. Diagnosa medis SOL (Space Occupying Lession) tumor otak. Diagnosa keperawatan yang muncul nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan intervensi kaji intensitas nyeri dengan pengkajian PQRST, ukur tanda vital, berikan posisi yang nyaman pada pasien, ajarkanteknik relaksasi dan distraksi, berikan lingkungan yang nyaman dan tenang, kolaborasi untuk pemberian analgetik. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dengan intervensi monitor status mobilitas (kemampuan rentang gerak), lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, pantau tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah dilakukan ROM, lakukan perubahan posisi minimal 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri), kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan dengan intervensi Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien atau keluarga, Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya, Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit, Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan, Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Implementasi sesuai dengan rencana yang telah disusun. Rencana tindakan yang tidak dilakukan pada adalah kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak karena belum ada izin dari dokter dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya karena perawat yang kurang teliti. Kesimpulan nyeri dan gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian. Sedangkan untuk kecemasan sudah teratasi karena pasien mengatakan sudah tidak cemas dan tampak tenang. A. PENDAHULUAN Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak (Fransisca, 2008 : 84). Tumor otak bisa primer (50%), bisa sekunder (50%). Tumor primer kira-kira 50% adalah glioma, 20% meningioma, 15% adenoma dan 7% neurinoma. Pada orang dewasa, 60% terletak supratentorial, sedangkan pada anak, 70% terletak infratentorial. Pada anak yang paling sering adalah tumor serebelum, yaitu meduloblastoma dan astrositoma. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput mielin. Tumor sekunder bisa berasal Gambaran Pelaksanaan ..................................................... 1 dari hampir semua tumor di tubuh. Paling sering berasal dari tumor paru-paru pada pria dan tumor payudara pada wanita. Tumor otak lebih sering mengenal pria daripada wanita, dengan perbandingan 55:45, kecuali meningioma yang lebih sering timbul pada wanita daripada pria dengan perbandingan 2:1 (Harsono, 2011 : 201). Jumlah penderita tumor otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor atau kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan selama tiga hari, tanggal 19 -21 Oktober 2012 bertempat di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta. Metode penelitian adalah dengan observasi yang dilaksanakan secara mendalam (in depth observation) terhadap objek yaitu pasien penderita pasien dengan gangguan sistem neurologi: tumor otak yang dirawat di Ruang Anggrek RSUD Dr. Moewardi Surakarta . Analisa dan penyajian data dilakukan secara deskriptif kualitatif C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 08.00 WIB di bangsal Anggrek 2 Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta. Pasien masuk pada tanggal 18 Oktober 2012 pukul 12.45 WIB, pasien bernama Tn.S umur 82 tahun, yang 2 beralamat di Nglayang Rt. 02/12 Ulumpit Mojolaban Sukoharjo, agama : Islam, identitas penanggung jawab Ny.S agama : Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Nglayang Rt.02/12 Ulumpit Mojolaban Sukoharjo, hubungan dengan pasien adalah sebagai istri pasien. Keluhan utama Tn.S mengatakan nyeri kepala. Riwayat penyakit sekarang pada tanggal 18 Oktober 2012, pasien dibawa ke rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta. Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala dan terasa kaku pada anggota gerak sejak 1 bulan yang lalu, bila memegang benda mudah jatuh. Pasien mengatakan kaku dirasakan terus-menerus, kemudian saat berjalan mudah tersandung dan rasanya seperti tebal pada keempat anggota gerak yaitu kedua tangan dan kaki, oleh IGD pasien dikirim keruang bedah neuro Anggrek 2, pasien dikirim pada hari kamis, 18 Oktober 2012 pada jam 12.45 WIB. Kemudian saat dikaji pasien mengeluh nyeri kepala dan anggota gerak terasa kaku. Pemeriksaan fisik yang mendukung masalah keperawatan pada pasien adalah pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, suhu 37.4ºC. Pemeriksaan wajah didapatkan pasien tampak gelisah, terlihat cemas dan tampak merintih menahan nyeri. Pemeriksaan ekstremitas atas terpasang infus NaCl 0.9% 20 tetes per menit (tpm) pada tangan kanan, pada ektremitas atas dan bawah yaitu anggota gerak kanan dan kiri terlihat kaku dan lemas sehingga sulit digerakkan. Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan kekuatan otot pada kedua tangan dan kaki adalah 1. Pemeriksaan penunjang pada CTScan kepala didapatkan hasil perdarahan disertai perifokal oedem disekitarnya pada lobus temporalis kiri sampai korona radiata kiri, tampak peningkatan tekanan intrakranial. Pengkajian pola fungsi dilakukan menurut Henderson. Penulis menyimpulkan bahwa pola fungsi yang mendukung masalah keperawatan pada pasien adalah pola gerak, sebelum sakit pasien JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10 mengatakan dapat bergerak bebas kemanamana, selama sakit pasien mengatakan belum bisa bergerak dengan bebas karena kedua kaki dan tangan terasa kaku. Pola belajar, sebelum sakit pasien mengatakan belum mengetahui tentang penyakit yang dideritanya, selama sakit pasien mengatakan belum mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakit yang dideritanya dari perawat dan pasien merasa cemas dengan keadaannya saat ini. Berdasarkan dari hasil pengkajian diatas, maka penulis kelompokkan kedalam data fokus : data subyektif didapatkan pasien mengatakan kepala terasa nyeri dengan penyebab adanya massa dan peningkatan tekanan intrakranial, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, terjadi diarea kepala, skala 8 dan terjadi setiap saat, saat bangun tidur, pasien mengatakan keempat anggota gerak yaitu kedua tangan dan kaki terasa kaku dan sulit untuk digerakkan, pasien mengatakan belum mengerti mengenai penyakit yang diderita dan merasa cemas dengan keadaannya saat ini ; data obyektif didapatkan pasien tampak merintih menahan nyeri, tampak ekstremitas atas dan bawah sulit digerakkan, terasa kaku dan lemah, pemeriksaan kekuatan otot didapatkan kekuatan otot kedua tangan dan kaki adalah 1, pasien tampak gelisah dan cemas, terpasang infus NaCl 0.9% pada tangan kanan pasien, pemeriksaan CT-Scan kepala menunjukkan adanya perdarahan disertai perifokal oedema disekitarnya pada lobus temporalis kiri sampai korona radiata kiri. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit dan suhu 37.4ºC. Diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi pada pasien ini adalah : nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut dapat teratasi, dengan kriteria hasil nyeri berkurang sampai skala 2, tanda vital dalam batas normal, ekspresi wajah rileks. Rencana keperawatan yang penulis susun pada tanggal 19 Oktober 2012 adalah kaji intensitas nyeri dengan pengkajian PQRST, ukur tanda vital, berikan posisi yang nyaman pada pasien, ajarkan teknik relaksasi dan distraksi, berikan lingkungan yang nyaman dan tenang, kolaborasi untuk pemberian analgetik. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan adalah mengobservasi keadaan umum pasien, mengkaji intensitas nyeri, mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi tarik napas dalam, memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang, mengukur tanda vital dan memberikan posisi yang nyaman pada pasien. Evaluasi keperawatan adalah nyeri berkurang bahkan hilang. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Tujuan yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil pasien mampu melakukan rentang gerak pasif, kulit lembab. Rencana keperawatan yang penulis susun pada tanggal 19 Oktober 2012 adalah monitor status mobilitas (kemampuan rentang gerak), lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, pantau tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah dilakukan ROM, lakukan perubahan posisi minimal 2 jam sekali (telentang, miring kanan, miring kiri), kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan adalah memonitor status mobilitas pasien (kemampuan rentang gerak), melakukan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, memantau tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah dilakukan ROM, melakukan perubahan posisi pada pasien setiap 2 jam sekali. Evaluasi keperawatan adalah gangguan mobilitas fisik teratasi. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuan yang harapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kecemasan teratasi, dengan kriteria hasil pasien Gambaran Pelaksanaan ..................................................... 3 mengerti tentang penyakit yang diderita, pasien merasa tenang. Rencana keperawatan yang penulis susun pada tanggal 19 Oktober 2012 adalah kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien atau keluarga, berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya, jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit, jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan, berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan adalah mengkaji status mental dan tingkat kecemasan dari pasien dan keluarga, memberikan penjelasan mengenai hubungan antara proses penyakit dan gejalanya, menjawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan memberikan informasi tentang prognosa penyakit, menjelaskan dan mempersiapkan dalam tindakan prosedur sebelum dilakukan. Evaluasi keperawatan adalah kecemasan teratasi. Pembahasan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008: 29). Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk mendapatkan data pasien yaitu : wawancara (komunikasi yang efektif) dengan melakukan wawancara sesuai dengan tahap-tahap proses wawancara yang tepat, observasi untuk mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan pasien dan pemeriksaan fisikuntuk memperoleh data obyektif dengan tujuan menentukan status kesehatan pasien, mengidentifikasi masalah kesehatan dan mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan (Handayaningsih, 2007: 38-39). 4 Pengkajian pada Tn.S dilakukan pada tanggal 19 oktober 2012. Data selengkapnya sudah tertulis di resume. Selama melakukan pengkajian, penulis mendapat kekuatan dan kemudahan karena pasien dan keluarga sangat kooperatif selama wawancara, kelemahannya penulis dalam melakukan pengkajian kurang begitu teliti, sehingga ada data yang menunjang masalah keperawatan namun tidak terkaji, yaitu pengkajian indeks KATZ untuk mendapatkan tingkat ketergantungan pasien dalam melakukan aktivitas dan keterbatasan data penunjang dalam Asuhan Keperawatan, sehingga data yang menunjang penyakit tumor otak ini belum begitu kuat, karena pada saat melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan ini penulis kurang memperhatikan tanggal pemeriksaan CTScan dan hasilnya. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan pasien (Tarwoto, 2010: 3). Rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi keperawatan (Nursalam, 2008: 77). Pada bab ini akan dibahas mengenai tujuan, kriteria hasil dan intervensi yang telah disusun untuk mengatasi masalah kesehatan Tn.S. Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2008: 127). Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2008: 135). JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10 Penulis melakukan pengkajian pasien pada tanggal 19 oktober 2012 diruang Anggrek II rumah sakit umum Dr.Moewardi Surakarta. Data-data yang penulis dapatkan pada pengkajian memunculkan beberapa diagnosa keperawatan yang akan dibahas lebih dalam sesuai prioritas. 1. nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Nyeri akut dalam konsep teori merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2006: 214). Diagnosa ini ditegakkan apabila ada data pasien mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat. Mendiskripsikan perilaku ekspresif, misalnya gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang dan menghela napas panjang (Wilkinson, 2012: 530). Diagnosa nyeri ditegakkan karena diperoleh data pasien mengatakan nyeri kepala (pusing) dan pasien tampak merintih menahan nyeri serta hasil pemeriksaan CT-Scan menunjukkan perdarahan disertai perifokal oedema disekitarnya pada lobus temporalis kiri sampai korona radiata kiri. Dari keterangan tersebut diatas penulis menarik kesimpulan bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan yang bersifat sangat subyektif yang ditandai dengan mendiskripsikan perilaku ekspresif, misalnya gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang dan menghela napas panjang. Diagnosa ini penulis prioritaskan pada urutan pertama, berdasarkan pada Hirarki Maslow bahwa rasa nyaman nyeri merupakan bagian dari kebutuhan aman nyaman Gambaran Pelaksanaan ..................................................... yang menempati urutan ke-2. Penulis menetapkan diagnosa ini menjadi masalah utama karena pasien tidak mengalami gangguan kebutuhan fisiologis dasar: oksigen, nutrisi, cairan dan lain sebagainya (Asmadi, 2008: 4). Rencana keperawatan disusun bertujuan nyeri berkurang dengan kriteria hasil nyeri berkurang sampai skala 2, tanda vital dalam batas normal dan ekspresi wajah rileks. Intervensi yang penulis susun adalah : kaji intensitas nyeri. Hal ini penulis rencanakan untuk mendapatkan data mengenai penyebab nyeri, kualitasnya, lokasinya, skalanya dan waktu terjadinya nyeri agar dapat digunakan dalam penyusunan intervensi selanjutnya secara tepat. Ukur tanda vital untuk mengetahui keadaan vital pasien, apakah derajat nyeri dapat mengakibatkan perubahan tanda vital. Berikan posisi yang nyaman pada pasien karena posisi yang nyaman dapat membuat pasien rileks. Ajarkan tehnik relaksasi da Selain yang penulis tuliskan, masih ada beberapa rencana yang dapat disusun untuk mengatasi masalah nyeri akut. Menurut Doenges (2008: 494), intervensi tersebut adalah : a. Instruksikan pasien melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu muncul untuk meningkatkan intervensi dini, meringankan serangan. b. Evaluasi perilaku nyeri karena persepsi pasien terhadap nyeri tidak dipercaya sehingga mengabaikan keluhan nyeri. Berikan kompres dingin pada kepala untuk meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi. Masase daerah kepala, leher, lengan jika pasien dapat mentoleransi sentuhan untuk menghilangkan ketegangan. Implementasi dilakukan pada tanggal 19-21 oktober 2012. Penulis dalam mengatasi masalah nyeri pada pasien melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun, yaitu mengkaji intensitas nyeri, mengukur tanda vital, 5 memberikan posisi yang nyaman pada pasien, mengajarkan tehnik relaksasi cara menarik napas dalam, distraksi untuk menghilangkan ketegangan dan meningkatkan relaksasi otot. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang karena dapat menurunkan stimulasi yang berlebihan dan dapat mengurangi sakit kepala. Kolaborasi pemberian analgetik diazepam untuk mengurangi rasa nyeri memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang serta berkolaborasi memberikan analgetik. Evaluasi dilakukan penulis pada tanggal 21 oktober 2012 dengan hasil catatan perkembangan adalah subyektif (S) : pasien mengatakan kepalanya masih nyeri dan pusing saat bangun tidur, skala 7. Obyektif (O) : pasien tampak merintih menahan nyeri, TD : 100/70 mmHg, N : 80 kali/menit, RR : 22 kali/menit. Assesment (A) : nyeri teratasi sebagian. Planning (P) : intervensi memberikan lingkungan yang nyaman, menganjurkan menggunakan tehnik relaksasi tarik napas dalam saat terjadi nyeri dan pantau tanda vital dilanjutkan. Kekuatan selama melakukan tindakan pasien sangat kooperatif dan aktif saat dilakukan tindakan, hambatan selama tindakan yaitu intervensi yang direncanakan penulis kurang banyak membantu kesembuhan pasien sehingga pasien belum merasakan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan, misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya (Alimul, 2006: 175). Diagnosa ini ditegakkan apabila didapatkan data perubahan cara berjalan, keterbatasan 6 kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan dan ketidakstabilan postur tubuh (Wilkinson, 2012: 473). Diagnosa gangguan mobilitas fisik penulis tegakkan karena pasien mengatakan keempat anggota gerak tubuh terasa kaku dan lemah sehingga sulit digerakkan. Tampak ekstremitas atas dan bawah sulit digerakkan dan terasa kaku. Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan kekuatan otot kedua tangan dan kaki adalah 1. TD : 100/70 mmHg, N : 80 kali/menit, RR : 22 kali/menit, S : 37,4ºC. Dari keterangan tersebut diatas penulis menarik kesimpulan bahwa gangguan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas yang ditandai dengan perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan dan ketidakstabilan postur tubuh. Penulis menegakkan diagnosa ini pada prioritas masalah yang kedua karena menurut Hirarki Maslow gangguan mobilitas fisik merupakan kebutuhan keselamatan dan keamanan yang harus dipenuhi untuk melindungi pasien dari berbagai bahaya yang mengancam. Apabila tidak dipenuhi dapat mengakibatkan kecelakaan yang mungkin membuat pasien cidera (Asmadi, 2008: 4). Rencana keperawatan disusun bertujuan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan rentang gerak pasif dan kulit lembab. Intervensi yang penulis susun adalah :a. Monitor status mobilitas (kemampuan rentang gerak) untuk mengevaluasi keadaan secara JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10 khusus dan mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam bergerak secara mandiri. b. Lakukan ROM (Range of motion) pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan untuk meningkatkan sirkulasi. c. Pantau tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah dilakukan ROM karena hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari bendungan vena. Lakukan perubahan posisi minimal 2 jam sekali, telentang, miring kanan, miring kiri untuk menurunkan risiko terjadinya trauma atau iskemi jaringan. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak untuk membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan secara individual untuk mempertahankan fungsi, mobilisasi dan kemandirian pasien. Selain yang penulis tuliskan, masih ada beberapa rencana yang dapat disusun untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik. Menurut Doenges (2008: 343), intervensi tersebut adalah: a. Berikan suatu alat agar pasien mampu meminta pertolongan seperti bel untuk kebutuhan rasa aman pasien. b. Letakkan tangan dalam posisi (melipat) kedalam menuju pusaran 90 derajat dengan teratur untuk mencegah kontraktur pada daerah bahu. c. Buat rencana aktivitas untuk pasien sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu untuk mencegah kelelahan. d. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan otot. Implementasi dilakukan pada tanggal 20-21 oktober 2012. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun, yaitu memonitor status mobilitas pasien, melakukan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, memantau tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan ROM, melakukan perubahan posisi setiap 2 jam sekali. Evaluasi dilakukan penulis pada tanggal 21 oktober 2012 dengan hasil catatan perkembangan yaitu S : pasien mengatakan tangan dan kaki masih terasa kaku, tapi sedikit sudah bisa bergerak. O : tampak kedua tangan dan kaki dapat bergerak pelanpelan, kulit terlihat lembab. A: masalah mobilitas fisik teratasi sebagian. P : intervensi melakukan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami kelemahan dan memantau TD dan nadi sebelum dan sesudah dilakukan ROM dilanjutkan. Kekuatan dalam melakukan tindakan keperawatan adalah pasien sangat kooperatif dan aktif selama dilakukan tindakan, kelemahannya penulis belum bisa melaksanakan intervensi kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak karena belum ada izin dari dokter. 3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan Ansietas (kecemasan) merupakan perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) atau perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya (Wilkinson, 2012: 42). Diagnosa ini ditegakkan apabila diperoleh data perilaku mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup, gelisah, insomnia, resah, marah, menyesal, gugup, distres, ketakutan, wajah telihat tegang, peningkatan keringat, gemetar atau tremor ditangan serta suara bergetar (Wilkinson, 2012: 43). Diagnosa ansietas (kecemasan) ini penulis tegakkan pada Gambaran Pelaksanaan ..................................................... 7 pasien karena diperoleh data pasien mengatakan belum mengerti tentang penyakit yang diderita, cemas dengan keadaannya saat ini. Pasien tampak gelisah dan cemas, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes per menit pada tangan kanan pasien. Dari keterangan tersebut diatas penulis menarik kesimpulan bahwa ansietas merupakan perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang samar yang ditandai dengan perilaku mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup, gelisah, insomnia, resah, marah, menyesal, gugup, distres, ketakutan, wajah telihat tegang, peningkatan keringat, gemetar atau tremor ditangan serta suara bergetar. Penulis menegakkan diagnosa ini pada prioritas masalah yang ketiga setelah nyeri terkontrol dan gangguan mobilitas fisik teratasi karena menurut Hirarki Maslow kecemasan merupakan kebutuhan keselamatan dan keamanan untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai penyakitnya. Apabila tidak dipenuhi maka akan membuat pasien merasa cemas dan tidak aman (Asmadi, 2008: 4). Rencana keperawatan disusun dengan tujuan pasien tidak cemas (kecemasan teratasi) dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang penyakit yang dideritanya, tampak tenang dan rileks, melaporkan ansietas berkurang. Intervensi yang penulis susun adalah : a. Kaji status mental dan tingkat kecemasan pasien karena derajat ansietas akan mempengaruhi bagaimana informasi dapat diterima oleh individu. b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya dengan kriteria hasil untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi rasa takut. 8 c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit dengan kriteria hasil ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga. d. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan dengan kriteria hasil dapat meringankan ansietas terutama jika pemeriksaan tersebut melibatkan otak. e. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya dengan kriteria hasil mengungkap rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan (Doenges, 2008: 343) Doenges, 2008: 317) Selain yang penulis tuliskan, masih ada beberapa rencana yang dapat disusun untuk mengatasi masalah kecemasan. Menurut Doenges (2008: 317), intervensi tersebut adalah : a. Libatkan pasien atau keluarga dalam perawatan untuk meningkatkan kemandirian. b. Berikan dukungan terhadap gaya hidup yang nyata setelah sakit dalam keterbatasannya untuk meningkatkan keberhasilan dalam penyembuhan. c. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang untuk meningkatkan harga diri pasien dan melindungi dari rasa malu. Implementasi dilakukan pada tanggal 21 oktober 2012. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji status mental dan tingkat kecemasan dari pasien, memberikan penjelasan mengenai hubungan antara proses penyakit dan gejalanya, menjawab pertanyaan dengan penuh perhatian, menjelaskan JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10 setiap tindakan prosedur sebelum dilakukan pada pasien Evaluasi dilakukan penulis pada tanggal 21 oktober 2012 dengan hasil catatan perkembangan yaitu S : pasien mengatakan sedikit banyak sudah mengerti tentang penyakit yang diderita, pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi. O : pasien tampak tenang dan rileks. A : masalah kecemasan teratasi. P : intervensi dihentikan. Kekuatan selama tindakan keperawatan ini adalah pasien tampak antusias dan berperan aktif selama diberikan penjelasan mengenai prognosa penyakitnya dan tindakan keperawatan yang dilakukan, kelemahannya penulis kurang teliti dalam memberikan tindakan keperawatan sehingga intervensi berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya tidak dilakukan serta intervensi ini baru dilaksanakan tanggal 21 oktober 2012 hari ketiga perawatan yang dilakukan oleh penulis. Penulis menyadari bahwa tindakan untuk mengatasi masalah kecemasan dilakukan dengan segera sehingga kecemasan teratasi. Diagnosa yang seharusnya ditegakkan tetapi tidak penulis ditegakkan adalah gangguan perfusi jaringan serebral merupakan penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler (Rosernberg, 2010: 285). Diagnosa ini ditegakkan apabila ada data perubahan pada status mental, perubahan gerak, perubahan dalam reaksi papiler, kesulitan menelan, sangat lemah, kelumpuhan, ketidaknormalan dalam berbicara (Rosernberg, 2010: 286). Diagnosa gangguan perfusi jaringan serebral tidak ditegakkan karena penulis kurang teliti dalam melakukan analisa data. Diagnosa ini seharusnya penulis tegakkan dan menjadi masalah utama karena adanya data perdarahan disertai perifokal oedema disekitarnya pada lobus temporalis kiri sampai korona radiata kiri (Doenges, 2008: 494) D. SIMPULAN Setelah penulis menjabarkan Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan gangguan sistem neurologi : tumor otak diruang Anggrek II Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta, penulis menyimpulkan bahwa selama proses perawatan penulis dapat menerapkan Asuhan Keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012. Penulis kurang teliti dalam melakukan pengkajian, sehingga data yang menunjang penyakit tumor otak ini belum begitu kuat, karena pada saat melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan ini penulis kurang memperhatikan tanggal pemeriksaan CT-Scan dan hasilnya. Selama 3 hari merawat Tn.S, penulis menegakkan diagnosa nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Terdapat diagnosa yang seharusnya ditegakkan tetapi tidak penulis tegakkan karena kurangnya ketelitian penulis dalam pengkajian dan menegakkan diagnosa serta kurangnya data yang menunjang. Intervensi dibuat penulis sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul pada pasien serta kemampuan penulis dalam melaksanakannya termasuk ketersediaan sarana dan prasarana diruangan. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan. Implementasi yang tidak penulis lakukan adalah kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak karena belum ada izin dari dokter dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya karena penulis kurang teliti dalam melakukan Gambaran Pelaksanaan ..................................................... 9 tindakan keperawatan dan karena penulis juga harus mengerjakan target kompetensi yang lain pada waktu itu. Evaluasi nyeri dan gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian karena karena asuhan keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan batas minimal waktu yang ditentukan yaitu 3x24 jam, tidak sampai dengan paripurna (pulang). Sedangkan untuk evaluasi kecemasan sudah teratasi karena pasien mengatakan sudah tidak cemas dan tampak tenang. Dalam pendokumentasian ada beberapa hal yang tidak terdokumentasi yaitu pengkajian antropometri, biokimia, klinical, diet pada status nutrisi pasien, pengkajian balance cairan, pemeriksaan indeks KATZ. Ariani, Asmadi. DAFTAR PUSTAKA Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar. Jakarta : Salemba Medika. Doenges, Marilynn E. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Handayaningsih, Isti. 2007. Dokumentasi Keperawatan “DAR”Panduan, 10 Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta : Mitra Cendikia. Harsono. 2011. Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Judha, Mohammad. 2011. Sistem Persarafan : Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publishing. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika. Rosernberg, Martha Craft. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Yogyakarta : Digna Pustaka. Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Wilkinson, Judith M. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. http://nuzululfkp09.web.unair.ac.id/artikel_det ail-35597-Kep%20NeurobehaviourAskep%20Tumor%20Otak.html diakses pada tanggal 29 april 2013 jam 16.30 WIB. JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10