Document

advertisement
ISSN 2805 - 2754
GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : TUMOR OTAK
Oleh
S. Iswahyuni1_Karmadi2
1. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
2. Dosen Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: tumor otak. Penelitian telah
dilakukan dengan metode pengamatan secara seksama pada pasien dengan gangguan sistem
neurologi: tumor otak yang dirawat di Ruang Anggrek RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tumor otak
merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Asuhan Keperawatan
pada Tn.S, 82 th pada tanggal 19 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2012.
Diagnosa medis SOL (Space Occupying Lession) tumor otak. Diagnosa keperawatan yang muncul
nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan intervensi kaji intensitas nyeri
dengan pengkajian PQRST, ukur tanda vital, berikan posisi yang nyaman pada pasien,
ajarkanteknik relaksasi dan distraksi, berikan lingkungan yang nyaman dan tenang, kolaborasi
untuk pemberian analgetik. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot dengan intervensi monitor status mobilitas (kemampuan rentang gerak), lakukan ROM pasif
pada ekstremitas yang mengalami kelemahan, pantau tekanan darah dan nadi sebelum dan
sesudah dilakukan ROM, lakukan perubahan posisi minimal 2 jam sekali (telentang, miring kanan,
miring kiri), kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak. Kecemasan
berhubungan dengan perubahan status kesehatan dengan intervensi Kaji status mental dan tingkat
ansietas dari pasien atau keluarga, Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan
gejalanya, Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang
prognosa penyakit, Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan, Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Implementasi sesuai
dengan rencana yang telah disusun. Rencana tindakan yang tidak dilakukan pada adalah
kolaborasi dengan fisioterapi untuk memberikan latihan rentang gerak karena belum ada izin dari
dokter dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya
karena perawat yang kurang teliti. Kesimpulan nyeri dan gangguan mobilitas fisik teratasi
sebagian. Sedangkan untuk kecemasan sudah teratasi karena pasien mengatakan sudah tidak
cemas dan tampak tenang.
A. PENDAHULUAN
Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun
tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang
terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam
kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian
atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik
seperti yang berasal dari sel-sel saraf di
meningen otak, termasuk juga tumor yang
berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel
epitel pembuluh darah dan selaput otak
(Fransisca, 2008 : 84). Tumor otak bisa
primer (50%), bisa sekunder (50%). Tumor
primer kira-kira 50% adalah glioma, 20%
meningioma, 15% adenoma dan 7%
neurinoma. Pada orang dewasa, 60%
terletak supratentorial, sedangkan pada
anak, 70% terletak infratentorial. Pada anak
yang paling sering adalah tumor serebelum,
yaitu meduloblastoma dan astrositoma.
Tumor primer bisa timbul dari
jaringan otak, meningen, hipofisis dan
selaput mielin. Tumor sekunder bisa berasal
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
1
dari hampir semua tumor di tubuh. Paling
sering berasal dari tumor paru-paru pada
pria dan tumor payudara pada wanita.
Tumor otak lebih sering mengenal pria
daripada wanita, dengan perbandingan
55:45, kecuali meningioma yang lebih sering
timbul pada wanita daripada pria dengan
perbandingan 2:1 (Harsono, 2011 : 201).
Jumlah penderita tumor otak masih
rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari
pasien tumor atau kanker per tahun, namun
tetap saja penyakit tersebut masih menjadi
hal yang menakutkan bagi sebagian besar
orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor
yang menyerang adalah jenis tumor jinak,
bila menyerang otak tingkat bahaya yang
ditimbulkan umumnya lebih besar daripada
tumor yang menyerang bagian tubuh lain.
Tumor susunan saraf pusat ditemukan
sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada
intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Indonesia data tentang tumor
susunan saraf pusat belum dilaporkan.
Insiden tumor otak pada anak-anak
terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa
pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65
tahun.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan
selama tiga hari, tanggal 19 -21 Oktober
2012 bertempat di Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Moewardi Surakarta. Metode
penelitian adalah dengan observasi yang
dilaksanakan secara mendalam (in depth
observation) terhadap objek yaitu pasien
penderita pasien dengan gangguan sistem
neurologi: tumor otak yang dirawat di Ruang
Anggrek RSUD Dr. Moewardi Surakarta .
Analisa
dan penyajian data dilakukan
secara deskriptif kualitatif
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengkajian dilakukan pada tanggal
19 Oktober 2012 pukul 08.00 WIB di bangsal
Anggrek 2 Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi
Surakarta. Pasien masuk pada tanggal 18
Oktober 2012 pukul 12.45 WIB, pasien
bernama Tn.S umur 82 tahun, yang
2
beralamat di Nglayang Rt. 02/12 Ulumpit
Mojolaban Sukoharjo, agama : Islam,
identitas penanggung jawab Ny.S agama :
Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat
Nglayang Rt.02/12 Ulumpit Mojolaban
Sukoharjo, hubungan dengan pasien adalah
sebagai istri pasien.
Keluhan utama Tn.S mengatakan
nyeri kepala. Riwayat penyakit sekarang
pada tanggal 18 Oktober 2012, pasien
dibawa ke rumah sakit Dr. Moewardi
Surakarta. Pasien datang ke IGD dengan
keluhan nyeri kepala dan terasa kaku pada
anggota gerak sejak 1 bulan yang lalu, bila
memegang benda mudah jatuh. Pasien
mengatakan kaku dirasakan terus-menerus,
kemudian saat berjalan mudah tersandung
dan rasanya seperti tebal pada keempat
anggota gerak yaitu kedua tangan dan kaki,
oleh IGD pasien dikirim keruang bedah
neuro Anggrek 2, pasien dikirim pada hari
kamis, 18 Oktober 2012 pada jam 12.45
WIB. Kemudian saat dikaji pasien mengeluh
nyeri kepala dan anggota gerak terasa kaku.
Pemeriksaan fisik yang mendukung
masalah keperawatan pada pasien adalah
pemeriksaan tanda vital, tekanan darah
100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit,
pernapasan 22 kali/menit, suhu 37.4ºC.
Pemeriksaan wajah didapatkan pasien
tampak gelisah, terlihat cemas dan tampak
merintih menahan nyeri.
Pemeriksaan
ekstremitas atas terpasang infus NaCl 0.9%
20 tetes per menit (tpm) pada tangan kanan,
pada ektremitas atas dan bawah yaitu
anggota gerak kanan dan kiri terlihat kaku
dan lemas sehingga sulit digerakkan.
Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan
kekuatan otot pada kedua tangan dan kaki
adalah 1. Pemeriksaan penunjang pada CTScan kepala didapatkan hasil perdarahan
disertai perifokal oedem disekitarnya pada
lobus temporalis kiri sampai korona radiata
kiri,
tampak
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Pengkajian pola fungsi dilakukan
menurut Henderson. Penulis menyimpulkan
bahwa pola fungsi yang mendukung
masalah keperawatan pada pasien adalah
pola gerak, sebelum sakit pasien
JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10
mengatakan dapat bergerak bebas kemanamana, selama sakit pasien mengatakan
belum bisa bergerak dengan bebas karena
kedua kaki dan tangan terasa kaku. Pola
belajar, sebelum sakit pasien mengatakan
belum mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya, selama sakit pasien mengatakan
belum mendapatkan informasi yang akurat
tentang penyakit yang dideritanya dari
perawat dan pasien merasa cemas dengan
keadaannya saat ini.
Berdasarkan dari hasil pengkajian
diatas, maka penulis kelompokkan kedalam
data fokus : data subyektif didapatkan pasien
mengatakan kepala terasa nyeri dengan
penyebab adanya massa dan peningkatan
tekanan intrakranial, kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk, terjadi diarea kepala, skala 8
dan terjadi setiap saat, saat bangun tidur,
pasien mengatakan keempat anggota gerak
yaitu kedua tangan dan kaki terasa kaku dan
sulit untuk digerakkan, pasien mengatakan
belum mengerti mengenai penyakit yang
diderita dan merasa cemas dengan
keadaannya saat ini ; data obyektif
didapatkan pasien tampak merintih menahan
nyeri, tampak ekstremitas atas dan bawah
sulit digerakkan, terasa kaku dan lemah,
pemeriksaan kekuatan otot didapatkan
kekuatan otot kedua tangan dan kaki adalah
1, pasien tampak gelisah dan cemas,
terpasang infus NaCl 0.9% pada tangan
kanan pasien, pemeriksaan CT-Scan kepala
menunjukkan adanya perdarahan disertai
perifokal oedema disekitarnya pada lobus
temporalis kiri sampai korona radiata kiri.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit,
pernapasan 22 kali/menit dan suhu 37.4ºC.
Diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi pada pasien ini adalah : nyeri
akut berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial. Tujuan yang penulis
harapkan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut
dapat teratasi, dengan kriteria hasil nyeri
berkurang sampai skala 2, tanda vital dalam
batas normal, ekspresi wajah rileks.
Rencana keperawatan yang penulis susun
pada tanggal 19 Oktober 2012 adalah kaji
intensitas nyeri dengan pengkajian PQRST,
ukur tanda vital, berikan posisi yang nyaman
pada pasien, ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi, berikan lingkungan yang nyaman
dan tenang, kolaborasi untuk pemberian
analgetik. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang
sesuai dengan rencana keperawatan adalah
mengobservasi keadaan umum pasien,
mengkaji intensitas nyeri, mengajarkan
teknik relaksasi dan distraksi tarik napas
dalam, memberikan lingkungan yang
nyaman dan tenang, mengukur tanda vital
dan memberikan posisi yang nyaman pada
pasien. Evaluasi keperawatan adalah nyeri
berkurang bahkan hilang.
Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot. Tujuan yang penulis harapkan adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam gangguan mobilitas fisik
teratasi, dengan kriteria hasil pasien mampu
melakukan rentang gerak pasif, kulit lembab.
Rencana keperawatan yang penulis susun
pada tanggal 19 Oktober 2012 adalah
monitor status mobilitas (kemampuan
rentang gerak), lakukan ROM pasif pada
ekstremitas yang mengalami kelemahan,
pantau tekanan darah dan nadi sebelum dan
sesudah dilakukan ROM, lakukan perubahan
posisi minimal 2 jam sekali (telentang, miring
kanan, miring kiri), kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk memberikan latihan rentang
gerak. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang
sesuai dengan rencana keperawatan adalah
memonitor
status
mobilitas
pasien
(kemampuan rentang gerak), melakukan
ROM pasif pada ekstremitas yang
mengalami kelemahan, memantau tekanan
darah dan nadi sebelum dan sesudah
dilakukan ROM, melakukan perubahan
posisi pada pasien setiap 2 jam sekali.
Evaluasi keperawatan adalah gangguan
mobilitas fisik teratasi.
Kecemasan berhubungan dengan
perubahan status kesehatan. Tujuan yang
harapkan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam kecemasan
teratasi, dengan kriteria hasil pasien
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
3
mengerti tentang penyakit yang diderita,
pasien merasa tenang.
Rencana
keperawatan yang penulis susun pada
tanggal 19 Oktober 2012 adalah kaji status
mental dan tingkat ansietas dari pasien atau
keluarga, berikan penjelasan hubungan
antara proses penyakit dan gejalanya, jawab
setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
dan berikan informasi tentang prognosa
penyakit, jelaskan dan persiapkan untuk
tindakan prosedur sebelum dilakukan,
berikan
kesempatan
pasien
untuk
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang
sesuai dengan rencana keperawatan adalah
mengkaji status mental dan tingkat
kecemasan dari pasien dan keluarga,
memberikan penjelasan mengenai hubungan
antara proses penyakit dan gejalanya,
menjawab setiap pertanyaan dengan penuh
perhatian dan memberikan informasi tentang
prognosa penyakit, menjelaskan dan
mempersiapkan dalam tindakan prosedur
sebelum dilakukan. Evaluasi keperawatan
adalah kecemasan teratasi.
Pembahasan
Pengkajian adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis
dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2008: 29).
Metode pengumpulan data yang
dilakukan penulis untuk mendapatkan data
pasien yaitu : wawancara (komunikasi yang
efektif) dengan melakukan wawancara
sesuai dengan tahap-tahap proses
wawancara yang tepat, observasi untuk
mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah
kesehatan pasien dan pemeriksaan
fisikuntuk memperoleh data obyektif dengan
tujuan menentukan status kesehatan pasien,
mengidentifikasi masalah kesehatan dan
mengambil data dasar untuk menentukan
rencana
tindakan
keperawatan
(Handayaningsih, 2007: 38-39).
4
Pengkajian pada Tn.S dilakukan
pada tanggal 19 oktober 2012. Data
selengkapnya sudah tertulis di resume.
Selama melakukan pengkajian, penulis
mendapat kekuatan dan kemudahan karena
pasien dan keluarga sangat kooperatif
selama wawancara, kelemahannya penulis
dalam melakukan pengkajian kurang begitu
teliti, sehingga ada data yang menunjang
masalah keperawatan namun tidak terkaji,
yaitu pengkajian indeks KATZ untuk
mendapatkan tingkat ketergantungan pasien
dalam melakukan aktivitas dan keterbatasan
data penunjang dalam Asuhan Keperawatan,
sehingga data yang menunjang penyakit
tumor otak ini belum begitu kuat, karena
pada saat melakukan pengkajian Asuhan
Keperawatan
ini
penulis
kurang
memperhatikan tanggal pemeriksaan CTScan dan hasilnya.
Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau resiko
dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan atau mencegah
masalah kesehatan pasien (Tarwoto, 2010:
3).
Rencana
keperawatan
dapat
diartikan sebagai suatu dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah,
tujuan
dan
intervensi
keperawatan
(Nursalam, 2008: 77). Pada bab ini akan
dibahas mengenai tujuan, kriteria hasil dan
intervensi yang telah disusun untuk
mengatasi masalah kesehatan Tn.S.
Implementasi adalah pelaksanaan
dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik.
Tujuan dari
implementasi adalah membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping
(Nursalam, 2008: 127).
Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan,
intervensi
dan
implementasinya (Nursalam, 2008: 135).
JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10
Penulis melakukan pengkajian
pasien pada tanggal 19 oktober 2012
diruang Anggrek II rumah sakit umum
Dr.Moewardi Surakarta. Data-data yang
penulis
dapatkan
pada
pengkajian
memunculkan
beberapa
diagnosa
keperawatan yang akan dibahas lebih dalam
sesuai prioritas.
1. nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
Nyeri akut dalam konsep teori
merupakan kondisi berupa perasaan
tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya dan hanya
orang
tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa
nyeri yang dialaminya (Alimul, 2006:
214). Diagnosa ini ditegakkan apabila
ada data pasien mengungkapkan
secara verbal atau melaporkan nyeri
dengan isyarat.
Mendiskripsikan
perilaku ekspresif, misalnya gelisah,
merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang
dan menghela napas panjang
(Wilkinson, 2012: 530). Diagnosa nyeri
ditegakkan karena diperoleh data
pasien mengatakan nyeri kepala
(pusing) dan pasien tampak merintih
menahan nyeri serta hasil pemeriksaan
CT-Scan menunjukkan perdarahan
disertai perifokal oedema disekitarnya
pada lobus temporalis kiri sampai
korona radiata kiri. Dari keterangan
tersebut diatas penulis menarik
kesimpulan bahwa nyeri merupakan
kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan yang bersifat sangat
subyektif yang ditandai dengan
mendiskripsikan perilaku ekspresif,
misalnya gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan
berlebihan,
peka
terhadap rangsang dan menghela
napas panjang. Diagnosa ini penulis
prioritaskan pada urutan pertama,
berdasarkan pada Hirarki Maslow
bahwa rasa nyaman nyeri merupakan
bagian dari kebutuhan aman nyaman
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
yang menempati urutan ke-2. Penulis
menetapkan diagnosa ini menjadi
masalah utama karena pasien tidak
mengalami gangguan kebutuhan
fisiologis dasar: oksigen, nutrisi, cairan
dan lain sebagainya (Asmadi, 2008: 4).
Rencana
keperawatan
disusun
bertujuan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil nyeri berkurang sampai
skala 2, tanda vital dalam batas normal
dan ekspresi wajah rileks. Intervensi
yang penulis susun adalah : kaji
intensitas nyeri.
Hal ini penulis
rencanakan untuk mendapatkan data
mengenai penyebab nyeri, kualitasnya,
lokasinya, skalanya dan waktu
terjadinya nyeri agar dapat digunakan
dalam
penyusunan
intervensi
selanjutnya secara tepat. Ukur tanda
vital untuk mengetahui keadaan vital
pasien, apakah derajat nyeri dapat
mengakibatkan perubahan tanda vital.
Berikan posisi yang nyaman pada
pasien karena posisi yang nyaman
dapat membuat pasien rileks. Ajarkan
tehnik relaksasi da Selain yang penulis
tuliskan, masih ada beberapa rencana
yang dapat disusun untuk mengatasi
masalah nyeri akut. Menurut Doenges
(2008: 494), intervensi tersebut adalah
: a. Instruksikan pasien melaporkan
nyeri dengan segera jika nyeri itu
muncul untuk meningkatkan intervensi
dini, meringankan serangan. b.
Evaluasi perilaku nyeri karena persepsi
pasien terhadap nyeri tidak dipercaya
sehingga mengabaikan keluhan nyeri.
Berikan kompres dingin pada kepala
untuk meningkatkan rasa nyaman
dengan menurunkan vasodilatasi.
Masase daerah kepala, leher, lengan
jika pasien dapat mentoleransi
sentuhan
untuk
menghilangkan
ketegangan. Implementasi dilakukan
pada tanggal 19-21 oktober 2012.
Penulis dalam mengatasi masalah
nyeri pada pasien melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah disusun, yaitu mengkaji
intensitas nyeri, mengukur tanda vital,
5
memberikan posisi yang nyaman pada
pasien, mengajarkan tehnik relaksasi
cara menarik napas dalam, distraksi
untuk menghilangkan ketegangan dan
meningkatkan relaksasi otot. Berikan
lingkungan yang nyaman dan tenang
karena dapat menurunkan stimulasi
yang berlebihan dan dapat mengurangi
sakit kepala. Kolaborasi pemberian
analgetik diazepam untuk mengurangi
rasa nyeri memberikan lingkungan
yang nyaman dan tenang serta
berkolaborasi memberikan analgetik.
Evaluasi dilakukan penulis pada
tanggal 21 oktober 2012 dengan hasil
catatan
perkembangan
adalah
subyektif (S) : pasien mengatakan
kepalanya masih nyeri dan pusing saat
bangun tidur, skala 7. Obyektif (O) :
pasien tampak merintih menahan nyeri,
TD : 100/70 mmHg, N : 80 kali/menit,
RR : 22 kali/menit. Assesment (A) :
nyeri teratasi sebagian. Planning (P) :
intervensi memberikan lingkungan yang
nyaman, menganjurkan menggunakan
tehnik relaksasi tarik napas dalam saat
terjadi nyeri dan pantau tanda vital
dilanjutkan.
Kekuatan selama melakukan
tindakan pasien sangat kooperatif dan
aktif saat dilakukan tindakan, hambatan
selama tindakan yaitu intervensi yang
direncanakan penulis kurang banyak
membantu
kesembuhan
pasien
sehingga pasien belum merasakan
nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot.
Gangguan mobilitas fisik atau
imobilitas adalah keadaan dimana
seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas
karena
kondisi
yang
mengganggu pergerakan, misalnya
mengalami trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas dan sebagainya (Alimul,
2006: 175). Diagnosa ini ditegakkan
apabila didapatkan data perubahan
cara
berjalan,
keterbatasan
6
kemampuan
untuk
melakukan
ketrampilan
motorik
halus,
keterbatasan kemampuan melakukan
ketrampilan
motorik
kasar,
keterbatasan rentang gerak sendi,
melambatnya
pergerakan
dan
ketidakstabilan postur tubuh (Wilkinson,
2012: 473). Diagnosa gangguan
mobilitas fisik penulis tegakkan karena
pasien mengatakan keempat anggota
gerak tubuh terasa kaku dan lemah
sehingga sulit digerakkan. Tampak
ekstremitas atas dan bawah sulit
digerakkan
dan
terasa
kaku.
Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan
kekuatan otot kedua tangan dan kaki
adalah 1. TD : 100/70 mmHg, N : 80
kali/menit, RR : 22 kali/menit, S :
37,4ºC. Dari keterangan tersebut diatas
penulis menarik kesimpulan bahwa
gangguan mobilitas fisik adalah
keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas yang ditandai
dengan perubahan cara berjalan,
keterbatasan
kemampuan
untuk
melakukan ketrampilan motorik halus,
keterbatasan kemampuan melakukan
ketrampilan
motorik
kasar,
keterbatasan rentang gerak sendi,
melambatnya
pergerakan
dan
ketidakstabilan postur tubuh. Penulis
menegakkan diagnosa ini pada
prioritas masalah yang kedua karena
menurut Hirarki Maslow gangguan
mobilitas fisik merupakan kebutuhan
keselamatan dan keamanan yang
harus dipenuhi untuk melindungi pasien
dari
berbagai
bahaya
yang
mengancam. Apabila tidak dipenuhi
dapat mengakibatkan kecelakaan yang
mungkin membuat pasien cidera
(Asmadi,
2008:
4).
Rencana
keperawatan
disusun
bertujuan
gangguan mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil pasien dapat
melakukan rentang gerak pasif dan
kulit lembab. Intervensi yang penulis
susun adalah :a. Monitor status
mobilitas (kemampuan rentang gerak)
untuk mengevaluasi keadaan secara
JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10
khusus dan mengetahui sejauh mana
kemampuan pasien dalam bergerak
secara mandiri. b. Lakukan ROM
(Range of motion) pasif pada
ekstremitas
yang
mengalami
kelemahan
untuk
meningkatkan
sirkulasi. c. Pantau tekanan darah dan
nadi sebelum dan sesudah dilakukan
ROM karena hipotensi dapat terjadi
sebagai akibat dari bendungan vena.
Lakukan perubahan posisi minimal 2
jam sekali, telentang, miring kanan,
miring kiri untuk menurunkan risiko
terjadinya trauma atau iskemi jaringan.
Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
memberikan latihan rentang gerak
untuk membantu dalam merencanakan
dan melaksanakan latihan secara
individual untuk mempertahankan
fungsi, mobilisasi dan kemandirian
pasien.
Selain yang penulis tuliskan, masih
ada beberapa rencana yang dapat
disusun untuk mengatasi masalah
gangguan mobilitas fisik. Menurut
Doenges (2008: 343), intervensi
tersebut adalah:
a. Berikan suatu alat agar pasien
mampu meminta pertolongan
seperti bel untuk kebutuhan rasa
aman pasien.
b. Letakkan tangan dalam posisi
(melipat)
kedalam
menuju
pusaran 90 derajat dengan teratur
untuk mencegah kontraktur pada
daerah bahu.
c. Buat rencana aktivitas untuk
pasien sehingga pasien dapat
beristirahat tanpa terganggu untuk
mencegah kelelahan.
d. Anjurkan
pasien
untuk
menggunakan teknik relaksasi
untuk mengurangi ketegangan
otot.
Implementasi dilakukan pada
tanggal 20-21 oktober 2012. Tindakan
keperawatan dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah
disusun, yaitu memonitor status
mobilitas pasien, melakukan ROM pasif
pada ekstremitas yang mengalami
kelemahan, memantau tekanan darah
sebelum dan sesudah dilakukan ROM,
melakukan perubahan posisi setiap 2
jam sekali.
Evaluasi dilakukan penulis
pada tanggal 21 oktober 2012 dengan
hasil catatan perkembangan yaitu S :
pasien mengatakan tangan dan kaki
masih terasa kaku, tapi sedikit sudah
bisa bergerak. O : tampak kedua
tangan dan kaki dapat bergerak pelanpelan, kulit terlihat lembab. A: masalah
mobilitas fisik teratasi sebagian. P :
intervensi melakukan ROM pasif pada
ekstremitas
yang
mengalami
kelemahan dan memantau TD dan nadi
sebelum dan sesudah dilakukan ROM
dilanjutkan.
Kekuatan dalam melakukan
tindakan keperawatan adalah pasien
sangat kooperatif dan aktif selama
dilakukan tindakan, kelemahannya
penulis belum bisa melaksanakan
intervensi kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk memberikan latihan
rentang gerak karena belum ada izin
dari dokter.
3. Kecemasan berhubungan dengan
perubahan status kesehatan
Ansietas
(kecemasan)
merupakan perasaan tidak nyaman
atau kekawatiran yang samar disertai
respon autonom (sumber sering kali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu) atau perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya (Wilkinson, 2012: 42).
Diagnosa ini ditegakkan
apabila diperoleh data perilaku
mengekspresikan kekhawatiran akibat
perubahan dalam peristiwa hidup,
gelisah, insomnia, resah, marah,
menyesal, gugup, distres, ketakutan,
wajah telihat tegang, peningkatan
keringat, gemetar atau tremor ditangan
serta suara bergetar (Wilkinson, 2012:
43).
Diagnosa
ansietas
(kecemasan) ini penulis tegakkan pada
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
7
pasien karena diperoleh data pasien
mengatakan belum mengerti tentang
penyakit yang diderita, cemas dengan
keadaannya saat ini. Pasien tampak
gelisah dan cemas, terpasang infus
NaCl 0,9% 20 tetes per menit pada
tangan kanan pasien.
Dari keterangan tersebut
diatas penulis menarik kesimpulan
bahwa ansietas merupakan perasaan
tidak nyaman atau kekawatiran yang
samar yang ditandai dengan perilaku
mengekspresikan kekhawatiran akibat
perubahan dalam peristiwa hidup,
gelisah, insomnia, resah, marah,
menyesal, gugup, distres, ketakutan,
wajah telihat tegang, peningkatan
keringat, gemetar atau tremor ditangan
serta suara bergetar.
Penulis
menegakkan
diagnosa ini pada prioritas masalah
yang ketiga setelah nyeri terkontrol dan
gangguan mobilitas fisik teratasi karena
menurut Hirarki Maslow kecemasan
merupakan kebutuhan keselamatan
dan keamanan untuk meningkatkan
pemahaman
pasien
mengenai
penyakitnya. Apabila tidak dipenuhi
maka akan membuat pasien merasa
cemas dan tidak aman (Asmadi, 2008:
4).
Rencana
keperawatan
disusun dengan tujuan pasien tidak
cemas (kecemasan teratasi) dengan
kriteria hasil pasien mengerti tentang
penyakit yang dideritanya, tampak
tenang dan rileks, melaporkan ansietas
berkurang. Intervensi yang penulis
susun adalah :
a. Kaji status mental dan tingkat
kecemasan pasien karena derajat
ansietas akan mempengaruhi
bagaimana
informasi
dapat
diterima oleh individu.
b. Berikan penjelasan hubungan
antara proses penyakit dan
gejalanya dengan kriteria hasil
untuk meningkatkan pemahaman
dan mengurangi rasa takut.
8
c.
Jawab setiap pertanyaan dengan
penuh perhatian dan berikan
informasi
tentang
prognosa
penyakit dengan kriteria hasil
ketulusan dan informasi yang
akurat
dapat
memberikan
keyakinan pada pasien dan juga
keluarga.
d. Jelaskan dan persiapkan untuk
tindakan
prosedur
sebelum
dilakukan dengan kriteria hasil
dapat meringankan ansietas
terutama
jika
pemeriksaan
tersebut melibatkan otak.
e. Berikan kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya dengan kriteria
hasil mengungkap rasa takut
secara terbuka dimana rasa takut
dapat ditujukan (Doenges, 2008:
343) Doenges, 2008: 317)
Selain yang penulis tuliskan,
masih ada beberapa rencana yang
dapat disusun untuk mengatasi
masalah kecemasan.
Menurut
Doenges (2008: 317), intervensi
tersebut adalah :
a. Libatkan pasien atau keluarga
dalam
perawatan
untuk
meningkatkan kemandirian.
b. Berikan dukungan terhadap gaya
hidup yang nyata setelah sakit
dalam keterbatasannya untuk
meningkatkan keberhasilan dalam
penyembuhan.
c. Lindungi privasi pasien jika terjadi
kejang untuk meningkatkan harga
diri pasien dan melindungi dari
rasa malu.
Implementasi dilakukan pada
tanggal 21 oktober 2012. Tindakan
keperawatan dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah
disusun, yaitu mengkaji status mental
dan tingkat kecemasan dari pasien,
memberikan penjelasan mengenai
hubungan antara proses penyakit dan
gejalanya, menjawab pertanyaan
dengan penuh perhatian, menjelaskan
JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10
setiap tindakan prosedur sebelum
dilakukan pada pasien
Evaluasi dilakukan penulis
pada tanggal 21 oktober 2012 dengan
hasil catatan perkembangan yaitu S :
pasien mengatakan sedikit banyak
sudah mengerti tentang penyakit yang
diderita, pasien mengatakan sudah
tidak cemas lagi. O : pasien tampak
tenang dan rileks.
A : masalah
kecemasan teratasi. P : intervensi
dihentikan.
Kekuatan selama tindakan
keperawatan ini adalah pasien tampak
antusias dan berperan aktif selama
diberikan
penjelasan
mengenai
prognosa penyakitnya dan tindakan
keperawatan
yang
dilakukan,
kelemahannya penulis kurang teliti
dalam
memberikan
tindakan
keperawatan sehingga intervensi
berikan kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya tidak dilakukan serta
intervensi ini baru dilaksanakan tanggal
21 oktober 2012 hari ketiga perawatan
yang dilakukan oleh penulis. Penulis
menyadari bahwa tindakan untuk
mengatasi
masalah
kecemasan
dilakukan dengan segera sehingga
kecemasan teratasi.
Diagnosa
yang
seharusnya
ditegakkan tetapi tidak penulis ditegakkan
adalah gangguan perfusi jaringan serebral
merupakan penurunan oksigen yang
mengakibatkan kegagalan untuk memelihara
jaringan pada tingkat kapiler (Rosernberg,
2010: 285).
Diagnosa ini ditegakkan apabila
ada data perubahan pada status mental,
perubahan gerak, perubahan dalam reaksi
papiler, kesulitan menelan, sangat lemah,
kelumpuhan,
ketidaknormalan
dalam
berbicara (Rosernberg, 2010: 286).
Diagnosa gangguan perfusi jaringan
serebral tidak ditegakkan karena penulis
kurang teliti dalam melakukan analisa data.
Diagnosa ini seharusnya penulis tegakkan
dan menjadi masalah utama karena adanya
data perdarahan disertai perifokal oedema
disekitarnya pada lobus temporalis kiri
sampai korona radiata kiri (Doenges, 2008:
494)
D. SIMPULAN
Setelah
penulis
menjabarkan
Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan
gangguan sistem neurologi : tumor otak
diruang Anggrek II Rumah Sakit Umum Dr.
Moewardi Surakarta, penulis menyimpulkan
bahwa selama proses perawatan penulis
dapat menerapkan Asuhan Keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Pengkajian dilakukan pada tanggal
19 Oktober 2012. Penulis kurang teliti dalam
melakukan pengkajian, sehingga data yang
menunjang penyakit tumor otak ini belum
begitu kuat, karena pada saat melakukan
pengkajian Asuhan Keperawatan ini penulis
kurang memperhatikan tanggal pemeriksaan
CT-Scan dan hasilnya. Selama 3 hari
merawat Tn.S, penulis menegakkan
diagnosa nyeri berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot dan kecemasan
berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
Terdapat diagnosa yang
seharusnya ditegakkan tetapi tidak penulis
tegakkan karena kurangnya ketelitian penulis
dalam pengkajian dan menegakkan
diagnosa serta kurangnya data yang
menunjang.
Intervensi dibuat penulis sesuai
dengan masalah keperawatan yang muncul
pada pasien serta kemampuan penulis
dalam
melaksanakannya
termasuk
ketersediaan sarana dan prasarana
diruangan.
Implementasi dilakukan sesuai
dengan
intervensi
keperawatan.
Implementasi yang tidak penulis lakukan
adalah kolaborasi dengan fisioterapi untuk
memberikan latihan rentang gerak karena
belum ada izin dari dokter dan memberi
kesempatan pasien untuk mengungkapkan
isi pikiran dan perasaan takutnya karena
penulis kurang teliti dalam melakukan
Gambaran Pelaksanaan .....................................................
9
tindakan keperawatan dan karena penulis
juga harus mengerjakan target kompetensi
yang lain pada waktu itu.
Evaluasi nyeri dan gangguan
mobilitas fisik teratasi sebagian karena
karena asuhan keperawatan yang penulis
lakukan sesuai dengan batas minimal waktu
yang ditentukan yaitu 3x24 jam, tidak sampai
dengan paripurna (pulang). Sedangkan
untuk evaluasi kecemasan sudah teratasi
karena pasien mengatakan sudah tidak
cemas dan tampak tenang.
Dalam pendokumentasian ada
beberapa hal yang tidak terdokumentasi
yaitu pengkajian antropometri, biokimia,
klinical, diet pada status nutrisi pasien,
pengkajian balance cairan, pemeriksaan
indeks KATZ.
Ariani,
Asmadi.
DAFTAR PUSTAKA
Tutu April.
2012.
Sistem
Neurobehaviour. Jakarta : Salemba
Medika.
2008.
Teknik
Prosedural
Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar. Jakarta :
Salemba Medika.
Doenges, Marilynn E. 2008. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian
Perawatan
Pasien. Jakarta : EGC.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Handayaningsih, Isti. 2007. Dokumentasi
Keperawatan
“DAR”Panduan,
10
Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta :
Mitra Cendikia.
Harsono. 2011. Neurologi Klinis. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Judha,
Mohammad.
2011.
Sistem
Persarafan : Dalam Asuhan
Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen
Publishing.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika.
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi
Keperawatan Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba Medika.
Rosernberg, Martha Craft. 2010. Nanda
Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Yogyakarta : Digna
Pustaka.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Wilkinson, Judith M. 2012. Diagnosis
Keperawatan. Jakarta : EGC.
http://nuzululfkp09.web.unair.ac.id/artikel_det
ail-35597-Kep%20NeurobehaviourAskep%20Tumor%20Otak.html
diakses pada tanggal 29 april 2013
jam 16.30 WIB.
JKèm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:1-10
Download