PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU PADA TANAH ALUVIAL THE EFFECT OF ORGANIC LIQUID FERTILIZER ON THE GROWTH AND YIELD OF GREEN BEAN IN ALLUVIAL SOIL Rikardo Halomoan Sihotang, Dwi Zulfita, Ahmad Mulyadi Surojul Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak ABSTRACT This study aimed to investigate the effect and concentration of organic liquid fertilizer of the best on the growth and yield of green bean on alluvial soil. This study to use method a field experiment to a randomized block design (RBD) with one factor treatment that is concentration factors POC Hantu (P) 4 time replicates. The factors POC Hantu (P) which consists of 6 standard treatment that is p0 : 0 ml/2 liters of water, p1 : 2 ml/2 liters of water, p2 : 4 ml/2 liters of water, p3 : 6 ml/2 liters of water, p4 : 8 ml/2 liters of water and p5 : 10 ml/2 liters of water with the frequency of spraying 7 days in the first month and 14 days in the future months. Observation were to plant height (cm), bloomy age (days), dry weight of plants (g), the number of productive branches (branches), weight of dry beans per plant (g) and weight of dry beans per plot (g). The results showed that effect of concetraction of POC Hantu significant to the plant height week 8 and 9 after planting, number of productive branches and weight of dry beans per plot but liquid organic fertilizer influential unreal to bloomy age variable, dry weight of plants and weight of dry beans per plant. The best results for plant height increment week 8 and 9, number of productive branches and weight of dry beans per plot is a concentraction of 2 ml/2 liters of water. Keywords: Alluvial soil, green bean, liquid organic fertilizer (POC) 1 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan konsentrasi pupuk organik cair yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau pada tanah aluvial. Penelitian ini mengunakan metode eksperimen lapangan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan yaitu faktor konsentrasi POC Hantu (P) 4 kali ulangan. Faktor POC Hantu (P) terdiri dari 6 taraf perlakuan yaitu p0 : 0 ml/2 liter air, p1 : 2 ml/2 liter air, p2 : 4 ml/2 liter air, p3 : 6 ml/2 liter air, p4 : 8 ml/2 liter air dan p5 : 10 ml/2 liter air dengan frekuensi penyemprotan 7 hari sekali pada bulan pertama dan 14 hari sekali pada bulan-bulan selanjutnya. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman (cm), umur berbunga (hari), berat kering tanaman (g), jumlah cabang produktif (cabang), berat biji kering per tanaman (g) dan berat biji kering per petak (g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi POC Hantu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman minggu ke- 8 dan ke- 9 setelah tanam, jumlah cabang produktif dan berat biji kering per petak tetapi POC berpengaruh tidak nyata terhadap variabel umur berbunga, berat kering tanaman dan berat biji kering per tanaman. Hasil yang terbaik untuk pertambahan tinggi tanaman minggu ke- 8 dan ke- 9 setelah tanam, cabang produktif dan berat biji kering per petak adalah konsentrasi 2 ml/2 liter air. Kata kunci : Kacang hijau, pupuk organik cair (POC), tanah gambut 3 PENDAHULUAN Kacang hijau (Phaseolus radiatus L) merupakan tanaman leguminosa yang cukup penting di Indonesia. Tanaman ini berada di urutan ketiga setelah kacang kedelai dan kacang tanah. Kebutuhan kacang hijau berdasarkan implikasi dari sosialisasi konsumen hingga mencapai 2,5 kg/tahun/kapita sehingga untuk 225 juta penduduk memerlukan tambahan produksi kacang hijau sekitar 200.000215.000 ton (Syafrina, 2009). Pada tahun 2009 luas lahan di Kalimantan Barat yang digunakan untuk budidaya kacang hijau adalah 1.173 ha dengan produksi 811 ton dan produktivitas 6,91 kuintal/ha. Luas lahan di Kalimantan Timur yang dimanfaatkan untuk budidaya kacang hijau adalah 1.110 ha dan produksi 1.186 ton serta produktivitas 10,68 kuintal/ha, oleh karena itu produksi kacang hijau di daerah Kalimantan Barat masih rendah. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang kurang baik dan pemberian pupuk yang masih kurang memenuhi kebutuhan kacang hijau (Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat, 2009). Kalimantan Barat memiliki luas tanah aluvial kurang lebih 10,29% atau 15.112 km2 dari seluruh luasan daratan Kalimantan Barat. Lahan yang cukup luas dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produksi kacang hijau dalam memenuhi kebutuhan daerah atau nasional. Pemanfaatan tanah aluvial untuk budidaya kacang hijau dihadapkan pada beberapa kendala yaitu sifat fisik (struktur tanah yang padat), sifat kimia (memiliki unsur hara yang rendah dan pH yang cukup rendah) dan sifat biologi (kurang terdapat mikroorganisme yang menguntungkan kacang hijau). Untuk itu perlu pemberian pupuk organik cair. Pupuk organik cair memiliki kelebihan yaitu mempercepat dan memperbaiki proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak masalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan hara secara cepat berbeda dengan pupuk cair anorganik. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman. Pupuk Organik Cair yang digunakan adalah Hormon Tanaman Unggul yang mengandung hormon Giberelin, Kinetin, Zeatin dan IAA sedangkan 4 Mikroba terdapat Azospirrilum sp, Rhizobium sp, Azoctobacter sp, Bacillus sp, Bradyrhizobium sp, mikroba pelarut fosfat, mikroba pendegradasi selulosa, Pseudomonas sp, dan Micrococus sp. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk organik cair dan konsentrasi pupuk organik cair yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau pada tanah aluvial Diduga pemberian pupuk organik cair dengan konsentrasi 8 ml/2 liter air akan memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan kacang hijau pada tanah aluvial. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian berlangsung dari tanggal 27 Mei 2012 sampai 12 Agustus 2012 mulai dari persiapan lahan sampai panen. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : benih kacang hijau, tanah aluvial, pupuk anorganik, pupuk organik cair dan pestisida. Sedangkan alat yang digunakan terdiri dari : parang, cangkul, alat tulis-menulis, plastik, timbangan, oven, penggaris, kamera, handspryer, grain moisture meter, higrometer termometer, higrometer, sabit, tali rafiah, pisau, lidi dan ember. Penelitian dilaksanakan di lapangan sedangkan Rancangan penelitian menggunakan RAK, dengan satu faktor, terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan, sehingga pada penelitian ini diperoleh 24 unit percobaan. Perlakuan p0 (tanpa POC), p1 (POC dengan konsentrasi 2 ml/2 liter air), p2 (POC dengan konsentrasi 4 ml/2 liter air, p3 (POC dengan konsentrasi 6 ml/2 liter air), p4 (POC dengan konsentrasi 8 ml/2 liter air) p5 (POC dengan konsentrasi 10 ml/2 liter air) Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu tinggi tanaman, umur berbunga, berat kering tanaman, jumlah cabang produktif, berat biji kering per tanaman dan berat biji kering per petak. Analisis data dengan menggunakan ANOVA kemudian data yang berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5%. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian POC Hantu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman minggu ke 8 dan 9 setelah tanam, jumlah cabang produktif, berat biji kering per petak dan berpengaruh tidak nyata terhadap umur bebunga, berat kering tanaman dan berat biji kering per tanaman. Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan terhadap tinggi tanaman minggu ke- 8 dan ke- 9 setelah tanam dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel. Tabel 1. Uji BNJ Pengaruh POC Hantu terhadap Tinggi Tanaman Minggu ke- 8 dan ke- 9 Setelah Tanam (cm), Jumlah Cabang Produktif (cabang) dan Berat Biji Kering Per Petak (g) Perlakuan p0 p1 p2 p3 p4 p5 BNJ 5% = Keterangan Rerata Minggu Ke8 24,75 a 36,80 b 29,10 ab 32,57 ab 31,79 ab 31,30 ab 11,32 Rerata Minggu Ke9 25,89 a 37,54 b 29,86 ab 34,49 ab 33,86 ab 32,84 ab 9,65 Rerata Jumlah Cabang Produktif 4,25 a 7,75 b 5,29 ab 6,40 ab 6,18 ab 6,04 ab 3,03 Rerata Berat Biji Kering Per Petak 212,44 a 378,95 b 239,53 a 295,82 ab 287,83 a 270,66 a 85,46 : Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf Uji BNJ 5%. Hasil uji BNJ pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian POC Hantu pada perlakuan p1 berbeda nyata terhadap perlakuan p0 dan berbeda tidak nyata pada perlakuan p2, p3, p4 dan p5. Hal ini dikarenakan salah-satu yang mengatur pertumbuhan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap perlakuan yang diberikan. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman. Pada bulan juli hari hujan lebih sering terjadi dibanding bulan juni dan agustus, maka air dapat membantu dalam proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah sehingga pemberian POC pada tinggi tanaman minggu ke- 8 dan ke9 setelah tanam memberi pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Sarief (1989) 6 menyatakan bahwa bahan organik dapat memperbaiki kualitas tanah. Dipertegas Basa (1992) bahwa pemberian bahan organik akan meningkatkan produktifitas lahan karena mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik mengandung serat yang dapat membentuk agregat tanah, sehingga porositas tanah menjadi lebih baik dan akar mudah menembus tanah. Bahan organik juga meningkatkan daya jerap air, serta memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Ditambahkan oleh Hardjowigono (1987) bahwa bahan organik akan memperbaiki struktur tanah dan menambah kemampuan tanah menyerap (absorpsi) unsur hara, maka ketersediaan unsur hara yang akan diserap tanaman makin meningkat pula. Perlakuan p1 menunjukkan pertambahan tinggi tanaman yang tertinggi pada pertumbuhan tanaman kacang hijau minggu ke -8 dan ke- 9 setelah tanam yaitu 36,80 cm dan 37,54 cm, jumlah cabang produktif yaitu 7,75 cabang dan berat biji kering per petak yaitu 378,95 g. Hal ini dikarenakan perlakuan p1 dengan kosentrasi rendah, maka terjadi gerakan molekul sejenis dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah (Darmawan dan Baharsjah, 2010). Ketersediaan air di dalam tanah yang rendah (pekat) maka cairan dari tanaman mudah keluar yang disebut Hipotonis. Untuk itu konsentrasi POC yang rendah dapat diserap oleh tanaman. Berbeda tidak nyatanya pengaruh konsentrasi pupuk organik cair hormon tanaman unggul terhadap tinggi tanaman minggu ke- 2 sampai minggu ke- 7 setelah tanam ini dikarenakan terjadi proses imobilisasi. Menurut Nyakpa dkk. (1988) unsur-unsur hara termasuk nitrogen yang terdapat dalam tanah tidak terlepas dari proses immobilisasi oleh lempung serta unsur hara lainnya. Oleh karenanya untuk menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman memerlukan waktu yang cukup lama. Penambahan tinggi tanaman dapat diketahui dari berat kering tanaman. Berpengaruh tidak nyatanya perlakuan POC yang diberikan terhadap berat kering tanaman disebabkan curah hujan yang rendah, maka ketersediaan air bagi tanaman kurang memenuhi kebutuhan tanaman sehingga POC yang diberikan tidak dapat tersuplai dengan baik. Ketersediaan air berkurang mengakibatkan penurunan pertumbuhan tanaman. Menurut Jumin (1989) bahwa fungsi air bagi 7 tanaman sebagai bahan yang penting dalam proses fotosintesis dan pengangkutan. Hasil fotosintesis dapat berupa berat kering tanaman. Menurut Dwijosepoetro (1981) berat kering tanaman sangat dipengaruhi oleh optimalnya proses fotosintesis. Berat kering yang terbentuk mencerminkan banyaknya fotosintat sebagai hasil fotosintesis, karena bahan kering sangat tergantung pada laju fotosintesis. Asimilat yang lebih besar memungkinkan pembentukan biomassa tanaman yang lebih besar. Berat kering tanaman menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang menggunakan hasil fotosintesis. Hasil uji BNJ Tabel 1 didapat bahwa pemberian POC pada perlakuan p1 berbeda nyata terhadap perlakuan p0, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan p2, p3, p4, p5. Hal ini diduga oleh faktor lingkungan yaitu curah hujan, kelembaban dan suhu. Lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang rendah selama penanaman sampai pertumbuhan cabang produktif, erat kaitanya dengan intensitas cahaya atau lamanya penyinaran. Tingginya intensitas cahaya akibat dari jumlah hari hujan yang rendah akan mempengaruhi penyerapan cahaya oleh daun. Pada kondisi intensitas cahaya tinggi auksin yang berada di pucuk tanaman bergerak ke bawah dan merangsang pertumbuhan tunas–tunas samping menjadi cabang. Menurut Suradinata (1988) bahwa percabangan dihasilkan oleh pembelahan yang sama menjadi dua sel apikal tunggal, setelah biji berkecambah, meristem apeks membentuk daun dan ruas pada batang, kemudian meristem apeks pada ketiak daun menghasilkan tunas ketiak yang akan menjadi percabangan. Pertumbuhan membentuk kuncup bakal tangkai daun secara terus-menerus diantara ketiak tangkai daun menyebabkan terjadi penebalan sel membentuk cabang pada batang tanaman. Pemberian POC Hantu memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap umur berbunga. Hal ini disebabkan karena tidak termodifikasinya meristem apeks tunas menjadi bunga. Menurut Theodore dkk (1992), kemampuan berbunga tergantung pada perubahan kondisi meristem apikal. Kuncup diantara ketiak daun akan termodifikasi menjadi bunga dan jika tumbuhan mencapai stadium perkembangan 8 reproduktif, maka meristem apeks pada pucuk berhenti menghasilkan bakal daun dan mulai membentuk bagian bunga. Selain faktor diatas menurut Saptarini dkk (2001) pohon mengalami gugur bunga sebelum terbentuk disebabkan oleh kurangnya N dan berlebihan K dalam tanah, kurangnya air dalam tanah, serangan hama penyakit, hujan atau angin yang terlalu kuat atau kemarau. Ini akan berpengaruh terhadap lamanya umur berbunga. Pemberian POC Hantu memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap berat biji kering per tanaman. Hal ini disebabkan tanaman kurang suplai karbohidrat hasil fotosintesis hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan untuk pengisian buah (Theodore dkk, 1992). Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi selama pembentukan biji adalah suhu. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terganggunya kelembaban tanah karena meningkatnya evapotranspirasi tanah yang mengalami kekeringan. menyebabkan persentase kelembaban menjadi Kekeringan rendah dan dapat menghambat transportasi hara. Sebagian besar berat kering dalam biji berasal dari asimilasi yang dihasilkan setelah pembungaan. Bunga yang telah terbentuk tidak semuanya dapat mengalami pembuahan. Hal ini disebabkan oleh karena penyerbukan tidak dapat menghasilkan pembuahan dan embrio yang terbentuk, setelah terjadi pembuahan tidak mempunyai kekuatan untuk tumbuh. Kegagalan dari penyerbukan biasanya disebabkan gugurnya bunga, bila penyerbukan berhasil maka zat tumbuh (auksin) yang terdapat dalam tepung sari diteruskan ke bakal buah dan menyebabkan perkembangan buah (Darmawan dan Baharsjah, 2010). Pada umumnya semakin banyak bunga yang terbentuk makin banyak pula jumlah buah yang akan mengalami penyerbukan. Hasil uji BNJ pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian POC pada perlakuan p1 berbeda nyata terhadap perlakuan p0, p2, p4, dan p5, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan p3. Hal ini diduga karena ketersediaan unsur hara, faktor biotik dan abiotik serta zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh terhadap perkembangan tanaman. pH tanah yang netral menunjukkan keadaan 9 tanah yang lebih baik untuk menunjang perkembangan tanaman, karena kondisi tanah ini akar mudah menyerap unsur hara yang tersedia. Menurut Novizan (2006) pH tanah menentukan mudah tidaknya ion–ion unsur hara diserap oleh tanaman, karena umumnya akar mudah menyerap unsur hara pada pH tanah netral 6 - 7. Selain itu bahan organik yang terkandung pada POC telah memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah permukaan, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kesuburan tanah. KESIMPULAN 1. Pemberian POC Hantu memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau 2. Pemberian konsentrasi POC Hantu memberikan pengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman minggu ke- 8 dan ke- 9 setelah tanam, jumlah cabang produktif dan berat biji kering per petak dengan rerata tertinggi pada konsentrasi 2 ml/2 liter air. SARAN Untuk pemberian POC Hantu sebaiknya diberikan pada kondisi lingkungan yang cocok dengan syarat tumbuh kacang hijau. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2009. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Menurut Provinsi, 2009 .http://kalbarprov.go.id/statistik/2005/ FILE/KDA 05.pdf. Diakses 22 November 2011 Basa, I.1992. Bahan Organik Untuk Stabilitas Produksi Tanaman Pangan Pada Lahan Kering Podsolik. Dalam Hasil Penelitian Pertanian Bogor. Vol 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor Darmawan, J dan J.S. Baharsjah. 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. SITC. Jakarta 10 Dwijosepoetro, D. 1981. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hardjowigono, S.1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Perkasa. Jakarta Jumin, H.B. 1988. Ekologi Tanaman. Rajawali Press . Jakarta Novizan. 2006. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta Nyakpa, M.Y.,A.M lubis.,M.A Diha.,A.G Amrah.,A.Munawar.,G.B Hong.,N. Hakim., 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung Saptarini, N., Widayati. E., Sari. L., Sarwono. B. 2001. Membuat Tanaman Cepat Berbuah. Penebar Swadaya. Jakarta Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung Suradinata, T.S. 1998. Struktur Tumbuhan. Angkasa Bandung. Bandung Syafrina, S. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Phaseoulus Radiatus L) Pada Media Sub Soil Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik dan Pupuk Organik Cair. http://repository. usu.ac.id /bitstream/123456789/7597/1/09EO2913.pdf. Diakses 22 November 2011 Theodore, W.D., Helm, J.A., Baker, F.S. 1992. Prinsip – Prinsip Silvikultura. Gajah mada university press. Yogyakarta.