Nama : henni natalia hutagaol Nim 201331286 ISPA Pengertian ISPA Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003). Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007). Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine di sebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995) Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan. Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu : 1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa. 2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah. 3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. 4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia. PATOFISIOLOGI Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan batuk. d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia. Penyebaran Penyakit Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu : 1. Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk. 2. Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin. 3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik. Faktor Risiko Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA : 1. Usia Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah. 2. Status Imunisasi Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap. 3. Lingkungan Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak. Penatalaksanaan 1. Suportif : • Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin, dll. 2. Antibiotik : • Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab. • Utama ditujukan pada pneumonia, Influenza dan Aureus. • Menurut WHO : o Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain. o Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin. • Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon, dll. Pencegahan Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain : 1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi. 2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik. 3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih. 4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA. Klasifikasi ISPA Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008): a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan 1) Pneumonia Berat Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih. 2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu: a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum) b) Kejang c) Kesadaran menurun d) Stridor e) Wheezing f) Demam / dingin. b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 1) Pneumonia Berat Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta). 2) Pneumonia Sedang Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah: a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih. 3) Bukan Pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu : a) Tidak bisa minum b) Kejang c) Kesadaran menurun d) Stridor e) Gizi buruk Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : a. ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak. b. ISPA sedang ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. c. ISPA berat Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah. Penyebab penyakit ISPA ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zatzat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002). Faktor resiko Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) : a. Faktor Demografi Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu : 1) Jenis kelamin Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara. 2) Usia Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya. 3) Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA. b. Faktor Biologis Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007): 1) Status gizi Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh. 2) Faktor rumah Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007): a) Bahan bangunan a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan. b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah. c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah. d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu. b) Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit) proses c) Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata. c. Faktor Polusi Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) : 1) Cerobong asap Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang. 2) Kebiasaan merokok Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA. d. Faktor timbulnya penyakit Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Tanda dan gejala ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003). Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : a. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejalagejala sebagai berikut: 1) Batuk 2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis). 3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung. 4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba. b. Gejala dari ISPA Sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: 1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji. 2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer). 3) Tenggorokan berwarna merah. 4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. 5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. 6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut. c. Gejala dari ISPA Berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: 1) Bibir atau kulit membiru. 2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. 3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun. 4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. 5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas. 6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7) Tenggorokan berwarna merah. Tanda-tanda bahaya Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. Tanda-tanda klinis • Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. • Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. • Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. • Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris • hypoxemia, • hypercapnia dan • acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (4). Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin (4). PENATALAKSANAAN KASUS ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) . Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA (4). Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : Penatalaksanaan Kasus ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) : a. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi. b. Klasifikasi ISPA Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut : 1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). 2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.. c. Pengobatan 1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya. 2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. 3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. d. Perawatan di rumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. 1) Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). 2) Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari. 3) Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. 4) Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. 5) Lain-lain a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebihlebih pada anak dengan demam. b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. 8. Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain: a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita. b. Imunisasi Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri. c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia. d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit). Ventilasi 1. Pengertian Ventilasi adalah tempat sebagai proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Lamsidi, 2003). 2. Fungsi Ventilasi Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut (Suhandayani, 2007) : a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. c. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. 3. Jenis Ventilasi Rumah Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu (Notoatmodjo, 2007): a. Ventilasi alam. Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. b. Ventilasi buatan Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air conditioner). 4. Syarat Ventilasi Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut (Mukono, 2000) : a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. b. Ventilasi sering di buka untuk keluar masuk udara c. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain. d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain. 5. Penilaian Ventilasi Rumah Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Notoatmodjo, 2007) Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteribakteri patogen termasuk kuman (Notoatmodjo, 2007). Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan temperature kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati (2002) diperoleh sebanyak 17,2% responden tidak ISPA dan sebanyak 82,8% menderita ISPA pada ventilasi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pada ventilasi rumah yang kurang baik, jumlah kejadian ISPA pada balita lebih banyak jika ventilasi rumah yang baik. 6. Akibat Yang Ditimbulkan Karena Ventilasi Yang Kurang Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 (oksigen) di dalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. Pelaksana pemberantasan Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah saki t . Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut : • Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia. • Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis. • Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tandatanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu. • Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit. • Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah, • Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati penderita penyakit ISPA, • Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA, • Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target. Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu • Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada. • Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor. • Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader. • Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu. • Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA. Kader kesehatan • Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia. • Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit • Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih. • Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat. • Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol. • Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk (4,5). KOMPLIKASI Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. a. Sinusitis paranasal Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik. b. Penutupan tuba eusthachii Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP). Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah : a) Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret. b) Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret. c) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis). c. Penyebaran infeksi Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISPA 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN a) Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia c) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil d) Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) 2. INTERVENSI DAN RASIONAL 1) Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi Tujuan : Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 50 Intervensi Rasionalisasi Observasi tanda – tanda vital Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya Anjurkan pada klien/keluarga umtuk Degan menberikan kompres maka aakan melakukan kompres dingin (air biasa) terjadi proses konduksi / perpindahan pada kepala / axial. Anjurkan klien panas dengan bahan perantara untuk menggunakan Proses hilangnya panas akan terhalangi pakaian yang tipis dan yang dapat untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat seperti terbuat dari menyerap keringat. katun Atur sirkulasi udara. Penyedian udara bersih Anjurkan klien untuk minum banyak ± Kebutuhan 2000 – 2500 ml/hr. cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur Tirah baring untuk mengurangi selama fase febris penyakit metabolisme dan panas Kolaborasi dengan dokter : Untuk mengontrol infeksi pernapasan · Dalm pemberian therapy, obat Menurunkan panas antimicrobial · Antipiretika 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia Tujuan: · Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal. · Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan. · Tidak menunujukan tanda malnutrisi. Intervensi Rasional Kaji kebiasaan diet, input-output dan Berguna untuk menentukan kebutuhan timbang BB setiap hari kalori menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi Berikan makan porsi kecil tapi sering dan Untuk dalam keadaan hangat menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total Berikan oral sering, buang secret berikan Nafsu makan dapat dirangsang pada wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu situasi rileks, bersih dan menyenangkan. dan ciptakan lingkungan bersih dan menyenangkan. Tingkatkan tirai baring. Untuk mengurangi kebutuhahan metabolic Kolaborasi: Metode makan dan kebutuhan kalori · Konsul ahli gizi untuk memberikan diet didasarkan pada situasi atau kebutuhan sesuai kebutuhan klien individu untuk memberikan nutrisi maksimal 3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol Intervensi Rasional Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri & factor (dengan skala 0 – 10), factor yang berhubungan merupakan suatu hal memperburuk atau meredakan lokasinya, yang lamanya, dan karakteristiknya. amat intervensi penting yang untuk cocok memilih & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan. Anjurkan klien untuk menghindari Mengurangi bertambah beratnya penyakit allergen / iritan terhadap debu, bahan kimia, asap,rokok Dan mengistirahatkan/meminimalkan Peningkatan berbicara bila suara serak tenggorokan sirkulasi serta pada mengurangi daerah nyeri tenggorokan Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi · Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat · Steroid oral, iv, & inhalasi pengeluaran histamine dalam inflamadi · Analgesic pernapasan · Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri 4) Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) Tujuan : tidak terjadi penularan dan tidak terjadi komplikasi Intervensi Rasional Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius Jaga keseimbangan antara istirahat dan Menurunkan aktifitas konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, Mencegah penyebaran pathogen jika ditutup dengan tisu buang segera melalui cairan ketempat sampah Daya tahan tubuh, terutama anak usia Malnutrisi dapat mempengaruhi dibawah 2 tahun, lansia dan penderita kesehatan umum dan menurunkan penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin C, A tahanan terhadap infeksi dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun / asupan makanan berkurang Kolaborasi Dapat diberikan untuk organisme Pemberian obat sesuai hasil kultur khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas / atau di berikan secara profilatik karena resiko tinggi Terapi Terapi yg diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat obatan terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat obatan symptomatic, selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial di kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan gejala dahak dan ingus yg sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yg terlibat.