GUP MK |1 MEMAHAMI KITAB PENGKHOTBAH I. Latar Belakang Pengkhotbah adalah kitab yang paling membingungkan dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain. Bagaimana tidak, isinya menceritakan tentang skeptisisme modern, padahal kita tahu bahwa kitab ini di tulis di masa yang lampau. Kitab yang dipenuhi dengan kata “sia-sia” ini juga membuat kita kesulitan memahami isi kitab ini. Akan tetapi meskipun kitab ini sulit dimengerti, bagian kecil dari kitab ini sangat sering diucapkan. Meskipun tidak menghafal satu ayat penuh, paling tidak semua pernah mengucapkan kata ini, “Indah pada waktunya.” Sebenarnya keindahan kitab Pengkhotbah tidak hanya terletak pada 3:11 saja. Jika kita memahami kitab ini dengan benar. Kita akan melihat betapa indahnya hidup ini. II. Penulis dan Waktu Penulisan Ditulis oleh Salomo? Penulis kitab ini juga membuat kita bingung, ia tidak mau menyebutkan siapa namanya, ia hanya mengaku bahwa dia adalah Qohelet (Pengkhotbah). Kata dasar Qohelet adalah Qahal yang berarti persekutuan atau perkumpulan. Jadi kata Qolehet itu sendiri secara literal berarti ‘pengumpul’ atau orang yang mengadkan rapat. Jika kata Qohelet diterjemahkan demikian maka akan sangat membingungkan, oleh karena itu terjemahan Alkitab menerjemahkan dengan kata Pengkhotbah (Preacher) atau Teacher. Siapakah si Pengkhotbah ini? Si Pengkhotbah memberikan beberapa petunjuk supaya pembaca bisa menebak siapa dia. Ia adalah anak Daud, ia jadi raja di Yerusalem, ia lebih kaya dan lebih berhikmat dibandingkan dengan semua raja Israel sebelum dan sesudahnya (1:1, 12; 2:7,9). Karena indikasi ini, maka sebagian besar menebak bahwa si Pengkhotbah sebenarnya adalah Salomo. Karena yang menulis Salomo, maka kitab ini di tulis pada jaman Salomo. Karena isinya sepertinya menunjukkan kata-kata penyesalan, maka ada yang sepakat bahwa kitab ini di tulis pada masa tua Salomo, sekitar tahun 940-930 S.M. Salomo bukan penulis? Akan tetapi jika penulisnya Salomo, bagaimana ia bisa tahu kalau ia lebih kaya dari orang-orang sesudahnya? Bagaimana ia tahu kalau ia lebih berhikmat dari orangorang yang hidup sepeninggalannya? Apakah Salomo begitu arogan hingga ia berani mengklaim bahwa ia lebih berhikmat dan kaya dari orang-orang sesudahnya? Ini tentu bertolak belakan dengan kata-kata Salomo sendiri dalam Amsal 27:1-2, “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.” Disamping itu, beberapa ahli juga mengatakan bahwa kitab ini memiliki kemiripan dengan kata-kata filsuf Yunani seperti Heraclitus, Euripidesa dan aliran Stoa.1 Marcus Aurelius, salah satu tokoh aliran Stoa mengatakan, “Hal-hal duniawi seperti asap, semuanya tidak ada artinya.” Karena ada kontradiksi dan kemiripan dengan filsafat Yunani, maka beberapa penafsir menolak bahwa kitab Pengkhotbah di tulis oleh Salomo. 1 Stoa adalah sebuah sekolah filsafat di Athena yang didirikan oleh Zeno. GUP MK |2 Jika yang menulis bukan Salomo, siapa yang menulisnya? Para penafsir yang menolak bahwa Salomo yang menulis mengatkan bahwa kitab ini ditulis oleh beberapa orang Yahudi terpelajar yang hidup sekitar abad 3 S.M. Akan tetapi jika yang menulis para orang Yahudi terpelajar, kenapa ia sampai berani mengakui bahwa dia adalah anak Daud, raja Israel? Selain itu, pada abad ke 3 S.M muncul yang namanya tulisan pseudonym, yang artinya penulis memakai nama orang terkenal dalam tulisannya agar tulisannya laku di pasaran. Jika penulis kitab ini mau melakukan pseudonym, kenapa mereka tidak langsung menggunakan nama Salomo agar pembaca tidak bertanyatanya? Alternatif Seperti telah kita pelajari di atas kita sepertinya tidak mendapatkan jawaban siapa sebenarnya penulis kitab Pengkhotbah. Jika penulisnya adalah Salomo, ada kontradiksi di dalamnya. Jika penulisnya bukan Salomo, mengapa penulis ini begitu lancang mengakui bahwa ia adalah raja Israel, anak Daud. Jika kita percaya bahwa Alkitab ditulis oleh penulis yang dituntun oleh Roh Kudus, maka kita percaya bahwa penulis kitab Pengkhotbah tidak sembarangan menulis. Oleh karena itu meskipun tidak jelas apakah penulisnya Salomo, yang jelas penulis kitab ini memiliki kaitan dengan Salomo. Jika kita mengatakan bahwa Salomo adalah penulis tunggal kitab ini memang suatu kesalahan besar. Kitab ini ditulis oleh Salomo dan orang bijaksana yang dengan cerdas membuat kitab ini pada tempat yang tepat. Orang bijaksana ini melakukan editing yang membuat pembaca percaya akan setiap kata-kata ‘sia-sia’ memiliki kedalaman makna karena orang yang merasa hidup ini sia-sia adalah orang yang sudah menikmati kenikmatan dunia yang tiada tara. Kapan kitab ini ditulis? Jelas bahwa kitab ini ditulis pada masa Salomo hidup. Kemudian diperbaiki dan diterbitkan jauh setelah Salomo mati, yaitu pada masa setelah pembuangan, setelah semua raja Israel meninggal, sekitar tahun 200 S.M.2 III. Tujuan Penulisan Kitab ini ditujukan kepada orang Israel pada masa itu dan juga semua orang percaya di segala jaman. IV. Kunci Untuk Memahami Kitab Pengkhotbah Untuk mengupas ayat-ayat di kitab Pengkhotbah tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, paling tidak kita memerlukan 4 atau mungkin 5 kali pertemuan. Karena waktu kita tidak memungkinkan, maka di sini akan diberikan beberapa kunci untuk memahami kitab ini. 1. Statistik kombinasi kata yang sering muncul Diantara semua kitab yang ada, kata matahari paling banyak didapati di kitab Pengkhotbah, muncul sebanyak 35 kali (17% dari seluruh kata matahari yang muncul di Alkitab). Kata 'di bawah matahari' muncul sebanyak 29 kali di kitab Pengkhotbah. Demikian juga dengan kata 'sia-sia'. Dari 86 kata 'sia-sia' di seluruh Alkitab, 15 kata didapati di kitab Pengkhotbah (17% dari seluruh kata sia-sia yang muncul di Alkitab) 2 Sebagian besar penafsir hanya menyimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah ‘Pengkhotbah’ tanpa menunjuk nama Salomo. GUP MK |3 Kata 'jerih payah' muncul sebanyak 13 kali di kitab Pengkhotbah (65% dari seluruh kata 'jerih payah' yang muncul di Alkitab. Di seluruh Alkitab muncul sebanyak 65 kali.) Ketiga kombinasi kata di atas beberapa kali muncul dalam kitab Pengkhotbah. Yiatu dalam Pkh.1:3; 2:11, 18, 19, 20, 22; 4:4; 5:18; 6:7; 9:9. Penggabungan ketiga kata tersebut adalah : 'Jerih payah di bawah matahari sia-sia." Jadi kunci pertama yang ditunjukkan adalah tempat terjadinya kesia-siaan. Tempat itu adalah di bawah matahari. Yang patut kita tanyakan di sini adalah, “Bagiamana dengan jerih payah yang dilakukan di atas matahari?” 2. Sebab kesia-siaan Pengkhotbah 1:13 mengatakan : Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri. Bagaimana bisa Allah memberikan kesia-siaan yang luar biasa kepada manusia? Jika kita melihat terjemahan bahasa Indonesia, pikiran kita tidak dirangsang atau diingatkan akan suatu peristiwa besar yang pernah dialami manusia. Namun jika kita membaca dalam bahasa Ibrani, kita akan dirangsang untuk mengingat peristiwa itu. Pengkhotbah 1:13 הּוא עִ נְ יַן ָרע נָתַ ן אֱֹלהִ ים לִ בְ נֵי הָ אָ דָ ם ַלעֲנֹות ּבו (baca dari kanan ke kiri : hû´ `inyan rä` nätan ´élöhîm libnê hä´ädäm la`ánôt bô) Pekerjaan jahat/buruk itu diberikan Allah kepada keturunan Adam (itu) untuk bersusah payah di dalamnya. Sudah ingat bukan, kenapa keturunan Adam harus hidup susah? Dalam 7:29 Pengkhotbah memberikan kesimpulan : Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih. Bagaimana bentuk kesusahan ini dijelaskan oleh Pengkhotbah. Dengan begitu dramatis, Pengkhotbah ingin meyakinkan pembaca bahwa segala pekerjaan yang ada di bawah Matahari adalah pekerjaan sia-sia. 3. Caranya supaya hidup tidak sia-sia. a. Beristirahat Pkh.4:6 Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin. Terjemahan lebih bagus ditunjukan oleh NET, “better is one handful with some rest than two hands full of toil and chasing the wind.” Terjemahan BIS juga lebih baik "Mungkin itu benar, tetapi lebih baik harta sedikit disertai ketenangan hati daripada bekerja keras menggunakan dua tangan dan mengejar angin." Kata ( נַחַ תnaµat) akar katanya adalah ַ( נּוחnûaµ ) yang dalam berarti istirahat, tenang, aman. Dalam Alkitab prinsip istirahat, tenang, aman memiliki makna psikospiritual dan soteriologis. i. Psikospiritual GUP MK |4 Mzm.116:7 Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu. ii. Soteriologis Kel.21:12-16 Sabat adalah hari istirahat. Yos.1:13 Tanah perjanjian adalah tanah yang tenang b. Takut akan Allah Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia. (3:14) Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah. (5:7) Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya. (7:18) Walaupun orang yang berdosa dan yang berbuat jahat seratus kali hidup lama, namun aku tahu, bahwa orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya. (8:12) c. Carilah Allah! Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat. (5:1) KESIMPULAN 1. Segala pekerjaan yang dilakukan manusia sia-sia jika manusia masih berdosa. 2. Segala pekerjaan yang dilakukan manusia sia-sia jika tidak dikaitkan dengan pekerjaan yang dilakukan ‘di atas matahari’ atau pekerjaan Allah. 3. Dalam hidup yang misterius ini yang bisa kita lakukan hanya takut akan Allah dan mencari Dia. GUP MK |5 Kata 'Allah' muncul 41 dalam kitab Pengkhotbah. 1:1, 12; 2:9 Menunjukkan kesombongan pengkhotbah yang berbanding terbalik dengan yang ia katakan. Ayat 1 Salam kenal Ayat 2 Kesimpulan Ayat 3 Pertanyaan besar Kitab ini unik, jika kitab-kitab lain di buka dengan penjelasan, kitab ini malah dibuka dengan sebuah pertanyaan. Ayat 4-11 ( )הֲבֵ ל הֲבָ לִ יםSia-sia, sia-sia dan sia-sia, seperti inilah terjemahan secara literal. Kesia-siaan ini diibaratkan seperti hal-hal yang ada di ayat 4-7. Seolah-olah ia ingin mengatakan bahwa tidak ada yang menarik dari hal-hal ini. Dalam ayat 8 ia mengatakan bahwa semua kata-kata di atas sungguh menjemukan, monoton. Karena terlalu monoton, manusia tidak mampu lagi mengatakan hal-hal ini. Mata dan telinga ini seharusnya sudah capek melihat halhal yang monoton ini, tapi kenyataanya mata dan telinga tak kunjung capek mendengar hal yang monoton ini. Sampai-sampai ia mengatakan bahwa tidak ada yang baru di dunia ini (padalah teknologi senantiasa memperbaiki temuannya). Apakah semua penjelasan ini menjawab pertanyaan sang pengkhotbah di ayat 3? Atau ini hanya stimulus dari penulis lalu kita sebagai pembaca di suruh untuk menjawab sendiri pertanyaan itu. Ayat 12 Mempertegas identitas diri Ayat 13 Kesimpulan Dalam kesimpulan yang ke dua, ia menambahkan kata-kata penting : 1. Segala yang terjadi di bawah langit. 2. Allah yang memberikan Bagian yang pertama menunjuk kepada tempat terjadinya segala kesia-siaan yang ada. Kedua, menunjuk kepada Tokoh yang memberikan kesia-siaan ini. Bagaimana bisa Allah memberikan kesia-siaan yang luar biasa kepada manusia? Jika kita melihat terjemahan bahasa Indonesia, pikiran kita tidak dirangsang atau diingatkan akan suatu peristiwa besar yang pernah dialami manusia. Namun jika kita membaca dalam bahasa Ibrani, kita akan dirangsang untuk mengingat peristiwa itu. Pengkhotbah 1:13 הּוא עִ נְ יַן ָרע נָתַ ן אֱֹלהִ ים לִ בְ נֵי הָ אָ דָ ם ַלעֲנֹות ּבו (hû´ `inyan rä` nätan ´élöhîm libnê hä´ädäm la`ánôt Bô) Pekerjaan jahat/buruk itu diberikan Allah kepada keturunan Adam (itu) untuk bersusah payah di dalamnya. Sudah ingat bukan, kenapa keturunan Adam harus hidup susah? Bagaimana bentuk kesusahan ini dijelaskan oleh Pengkhotbah. GUP MK |6 Dengan begitu dramatis, Pengkhotbah ingin meyakinkan pembaca bahwa segala pekerjaan yang ada di bawah Matahari adalah pekerjaan sia-sia. Pengkhotbah memakai kata (yada), yang artinya sungguh-sungguh belajar dan menggumulkan. Pekerjaan yang dijadikan contoh oleh Pengkhotbah adalah belajar. Dalam belajar ini yang diperoleh bukannya hikmat dan pengetahuan, tetapi kemarahan/frustasi dan penderitaaan/kesedihan (NET menerjemahkan dengan kata "heartache") Setelah mempelajari satu pasal ini, kita tahu metode penjelasan Pengkhotbah, Pengkhotbah menggunakan metode induktif (dari khusus ke umum). 2 Dalam keadaan frustasi, pengkhotbah mencoba hal baru, yakni kesenangan "duniawi". Mungkin ketika belajar dan belajar, pengkhotbah menjauhi kesenangan "duniawi". Karena belajar juga suatu hal sia-sia, maka ia mencoba hal baru. Ketika mencoba hal-hal "duniawi", sama seperti ketika belajar, Pengkhotbah juga sungguh-sungguh menikmati dunia. Saking seriusnya menikmati "dunia' ia menjadi penikmat dunia yang lebih hebat diantara siapapun yang pernah hidup sebelum atau sesudah dia. Keseriusan ini tidak dilakukan tanpa sadar, Pengkhotbah melakukan segala kenikmatan duniawi dengan sadar (hikmat). 11 Pengkhotbah kembali menunjukkan lokasi di mana kesia-siaan ini berlangsung. 12-13 Pengkhotbah menyimpulkan bahwa belajar lebih baik dari menikmati kesenangan duniawi. Memang ada yang lebih baik dari keduanya, namun keduanya tetap saja sia-sia. 19 Pengkhotbah kempali menunjukkan tempat terjadinya kesia-siaan. 20 Karena serius belajar dan bersenang-senang hasilnya sama, Pengkhotbah mulai frustasi dan putus asa. 24-26 Pengkhotbah kembali menunjuk Tokoh yang memiliki peran dalam kenikmatan dan kesia-siaan. Allah yang berperan dalam memberikan kenikmatan maupun kesia-siaan. Dari sini juga muncul harapan bagi manusia. Di ayat 26 ada perbedaan antara Adam yg baik di hadapan Tuhan dengan hote (orang berdosa). Berarti ada keturunan Adam yang mendapatkan kesempatan untuk menikmati pemberian Allah. 3:10 Kembali di singgung tentang pekerjaan Allah yang diberikan kepada keturunan Adam. 3:11 GUP MK |7 Segala sesuatu akan sia-sia jika tidak dihubungkan dengan waktu-Nya. Manusia berpotensi untuk melakukan sesuatu yang tidak sia-sia, sesuatu yang tidak akan berakhir dengan kehampaan karena Allah memberikan kekekalan dalam hati manusia. 12-14 Allah menggunakan hukum alam supaya manusia takut akan Dia, tapi manusia tidak dapat memahami hal ini. 16 Tempat dimana terjadinya ketidakadilan disebutkan di sini. 4:3, 7 Tempat di mana terjadi kesia-siaan disebutkan lagi. 4:6 terjemahan lebih bagus ditunjukan oleh NET, better is one handful with some rest than two hands full of toil and chasing the wind. Terjemahan BIS juga lebih baik "Mungkin itu benar, tetapi lebih baik harta sedikit disertai ketenangan hati daripada bekerja keras menggunakan dua tangan dan mengejar angin." Kata ( נַחַַתnahat) akar katanya adalah ַַ( נּוחnuakh )yang dalam berarti istirahat, tenang, aman. Dalam Alkitab prinsip istirahat, tenang, aman memiliki makna psikospiritual dan soteriologis. Mzm.116:7 Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu. Kel.21:12-16 Sabat adalah hari istirahat Yos.1:13 Tanah perjanjian adalah tanah yang tenang 4:17-5:6 Supaya tidak sia-sia 4:17 Kenapa bekerja itu sia-sia. Karena dalam ibadah yang dibutuhkan TUHAN bukan persembahannya, akan tetapi niat kita untuk menjalin hubungan dengan Tuhan. Mendengar lebih baik dari mempersembahkan korban. 5:12 Tempat terjadinya kesia-sian kembali disebutkan. 5:17-19 kenikmatan sejati. Apa itu kenikmatan 6:1-2 Karunia kekayaan? 6:3-6 Karunia umur panjang? 6:7 Kesenangan lahiriah yang diwakili oleh mulut. Manusia berusaha memenuhinya, namun tidak bisa menghentikan nafsunya. 6:8-9 Kekayaan tidak menentukan seseorang berperilaku dengan baik. Orang miskin yang bijak lebih bisa menikmati hidup daripada orang kaya yang bodoh. 6:10-12 Semua yang dibawah matahari membosankan. GUP MK |8 7:1-4 Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Ketika nama kita tertulis di batu nisan, orang tidak mendengungkan kekayaan yang kita miliki, tapi perbuatan baik atau perbuatan jahat yang telah kita lakukan. 5-10 Kualifikasi untuk membedakan orang berhikmat dan orang bodoh 7:11 Hikmat membuat orang yang hidup di bawah matahari memiliki kesempatan untuk tidak hidup sia-sia. 7:12 Hikmat=uang, orang kaya yang berhikmat tidak akan menganggap diri lebih baik dari orang miskin. Orang miskin yang berhikmat bisa menikmati hidup dibawah matahari dibandingkan dengan orang kaya yang bodoh. 13-14 Orang berhikmat memperhatikan pekerjaan Allah 15-17 Ilusi untuk menguji hikmat 18 hikmat sejati=takut akan Allah 19 (bdk.12) perlindungan hikmat lebih dari uang. 10 kota menunjukkan kekuatan uang yang banyak. 20-29 Tidak ada orang yang tidak berdosa karena manusia adalah keturunan Adam yang berdalih di hadapan Allah. Raja=Tuhan 12 (key verse) untuk mendapatkan kenikmatan sejati 16-17 Ketundukan kepada perintah Allah lebih penting dari sekedar mencari dan mendalami pekerjaan Allah. key verse ayat 7 9:1-6 hidup adalah sebuah harapan untuk memperoleh kenikmatan sejati. 9:13-10:4 Hikmat vs Kebodohan 10:5-10 bagian 1 11-15 Kebodohan 16-20 Berbagai nasihat Hikmat 1-8 11:1 Terjemahan yang benar lemparkan benih gandum di pemukaan air. (Menabur benih di tempat yang tepat) 11:9-12:7 Tua muda sama saja V. Garis Besar I. The Meaninglessness of Nature, Wisdom, and Wealth (1:1-2:23) A. The Theme: All Is Frustration (1:1-3) B. The Frustration in Nature and History (1:4-11) C. The Frustration of Wisdom (1:12-18) D. The Frustration of Unlimited Wealth (2:1-11) GUP MK |9 E. The Ultimate Frustration: Death (2:12-23) II. The Divine Order of Life (2:24-3:22) A. Daily Life to Be Enjoyed (2:24-26) B. God's Plan for Living (3:1-8) C. The Pieces and the Whole (3:9-15) D. The Consequences of Mortality (3:16-22) III. The Frustration of Politics (4:1-16) IV. The Frustration of Life (5:1-7:29) A. Quiet Before God (5:1-7) B. Money and Mortality (5:8-20) C. The Unfulfilled Life (6:1-9) D. What Is Good? (6:10-12) E. Practical Advice for Daily Living (7:1-14) F. Moderation Commended (7:15-22) G. Bad Relationships (7:23-29) V. Life in View of Death (8:1-9:18) A. The Inevitability of Death (8:1-14) B. Life to Be Enjoyed (8:15-9:10) C. Uncertainty and Inequity (9:11-18) VI. Proverbs (10:1-20) A. Wise Relationships (10:1-7) B. Wise Planning (10:8-11) C. Wise Speech and Thought (10:12-20) VII. Wisdom for the Future and the Present (11:1-10) A. The Uncertain Future and Present Behavior (11:1-6) B. The Certain Future and Present Behavior (11:7-10) VIII. The Frustration of Old Age (12:1-8) IX. Epilogue (12:9-14) A. The Credibility of the Author (12:9-12) B. The Conclusion of the Matter (12:13-14