I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli (Broto, 2003). Puree mangga merupakan hasil dari penghancuran daging buah yang ditambahkan beberapa bahan tambahan lainnya dengan konsistensi bubur. Puree biasanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan es krim dan jam atau selai. Puree dapat disimpan sebagai bahan setengah jadi dan memiliki waktu simpan selama beberapa bulan (Hambali, 2002). Buah mangga seperti halnya buah-buahan lain bersifat mudah rusak, maka berbagai usaha telah dilakukan untuk menghasilkan produk olahan dengan umur simpan lebih lama. Diantaranya yaitu dengan memproduksi sari buah mangga yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin yang lain serta mineral yang dikonsumsi sebagai minuman ringan (Pollar, 1971). Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, pati dan selulosa. Gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Gula tersebut memberikan rasa manis dan tenaga yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Zat tepung mangga masak lebih sedikit jika dibandingkan dengan mangga mentah, karena tepung yang ada telah banyak berubah jadi gula (Pracaya, 2002). Protein pada mangga terdapat dalam enzim. Enzim dalam buah mangga menyebabkan perubahan kimia dan metabolisme. Enzim sering berefek tidak baik pada warna daging buah selama disimpan atau dikalengkan. Buah mangga banyak mengandung vitamin A dan C. Buah mangga masak mengandung vitamin sekitar 4.800 I.U (International Unit) dan sekitar 13-80 mg vitamin C per 100 gram daging buah masak. Selain itu juga mengandung sekitar 0,04 mg vitamin B1 dan 0,05 mg vitamin B2 (Pracaya, 2002). Pengolahan bubur buah mangga telah dilakukan dengan baik dan dikemas secara komersial dalam bentuk kemasan aseptis, tetapi masih terjadi perubahan yang tidak diinginkan selama penyimpanan dan distribusinya. Hal tersebut menyebabkan turunnya kualitas bubur buah mangga. Perubahan yang terjadi selama penyimpanan bubur buah mangga terutama disebabkan oleh kerusakan kimiawi dan mikrobiologi. Kerusakan pada sari buah mangga secara kimiawi meliputi perubahan pH, perubahan kadar asam total, perubahan gula total, dan perubahan kandungan vitamin C pada sari buah. Kerusakan pada bubur buah mangga secara mikrobiologi ditunjukkan adanya agen-agen perusak mikrobia yaitu, adanya pertumbuhan khamir, adanya pertumbuhan bakteri, dan pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya tidak dikehendaki, yaitu dengan ditandai oleh turunnya kandungan vitamin C, timbulnya cita rasa yang tidak disukai dan terbentuknya warna coklat. Hal tersebut menyebabkan kurangnya penerimaan konsumen yang akhirnya menyebabkan turunnya nilai komersial bubur buah mangga. Selama ini upaya pengawetan yang telah dilakukan oleh masyarakat sebelumnya yaitu dengan melakukan penyimpanan sari buah mangga pada suhu dingin untuk memperpanjang masa simpannya, tetapi pada kenyataannya bubur buah mangga yang disimpan begitu saja tidak dapat bertahan lama. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan pengawet untuk menjaga agar kondisi bubur buah mangga tetap baik selama masa simpannya. Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet, meskipun demikian penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan bahan makanan. Menurut The Preservatives in Food Regulations 1974/1975 (UK) yang menyusun undang-undang bahan makanan (Fox dan Cameron, 1977) memberikan batasan pengertian tentang bahan pengawet adalah setiap senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan makanan dari pembusukan tetapi tidak termasuk antioksidan, pemanis buatan, pemucat, pewarna, bahan tambahan lain : pelarut, pemantap, asam cuka, asam laktat, askorbat, malat, fosfat, polifosfat, tartrat dan bentuk garam natrium, kalium dan kalsium, herba, ekstrak hop atau minyak atsiri yang digunakan untuk tujuan penyedap citarasa ; garam (natrium klorida), bahan yang ditambahkan selama melakukan pengasapan (Sutardi, 1989). de Man (1976) membedakan bahan pengawet menjadi 3 tipe : mudah menguap (volatile), tidak stabil dan labil. Bahan pengawet yang mudah menguap seperti etilen oksida dan propilen oksida banyak digunakan untuk tujuan sterilisasi bahan makanan tertentu. Bahan pengawet tidak stabil seperti dietilpirokarbonat dan heksamin penggunaanya sangat terbatas dan sudah dilarang penggunaannya di kebanyakan negara. Bahan pengawet stabil meliputi asam benzoat dan garamnya, ester asam parahidroksi benzoat, asam sorbat dan garamnya, asam propionat dan garamnya dan belerang dioksida serta sulfit. Pada penelitian ini digunakan asam benzoat untuk memperpanjang masa simpan bubur buah mangga. Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaanya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0. Zat pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kamir dan bakteri. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam piruvat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis (Winarno, 1989). Asam benzoat pada umunya digunakan pada produk-produk seperti sirup, puree, juice buah dan nectar buah (Chichester.L, 1968). Asam benzoat adalah suatu bahan kimia berupa kristal putih yang dapat ditambahkan langsung pada minuman yang diawetkan atau dilarutkan terlebih dahulu. Efektifitasnya meningkat sejalan dengan kenaikan keasaman (Frazier, 1977). Adapun kelebihan asam benzoat jika dibandingkan dengan asam organik lainnya yaitu karena asam benzoat mampu mempertahankan cita rasa, dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan (akumulasi) asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Menginggat bahwa pH bubur buah mangga adalah berkisar antara 3,0-4,0 maka asam benzoat dianggap cocok di gunakan sebagai bahan pengawet bubur buah mangga. Adapun jenis-jenis bahan pengawet yang umumnya digunakan dalam pengawetan bahan pangan yaitu asam organik dan asam anorganik yang organik meliputi: asam sorbat efektif pada pH 6.5 digunakan untuk mencegah mikrobia, asam propionat efektif diatas pH 5 efektif terhadap kapang dan khamir, asam asetat efektif pada pH yang sangat rendah digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir, sedangkan zat pengawet anorganik meliputi: sulfit, garam nitrat dan nitrit. Sulfit efektif dibawah pH 3 sedangkan garam nitrat dan nitrit digunakan dalam pengawetan daging (Winarno, 1982). Dalam penelitian ini akan diamati pengaruh penambahan bahan pengawet asam benzoat terhadap perubahan-perubahan kimiawi dan mikrobiologi bubur buah mangga selama penyimpanan. B. Perumusan masalah 1. Bagaimakah cara masa simpan bubur buah mangga yang tahan disimpan lama ? 2. Apakah pemberian asam bemzoat sebagai bahan pengawet ? C. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh penambahan asam benzoat terhadap perubahan kimia dan mikrobiologi yang meliputi : pH, kadar vitamin C, kadar asam total, kadar gula total dan total koloni mikrobia yang terdapat dalam bubur buah mangga selama masa penyimpanan pada suhu ruangan dan 5oC. D. Batasan masalah Penelitian ini akan membahas pengaruh penambahan asam benzoat terhadap perubahan kimia dan meliputi : pH, kadar vitamin C, kadar asam total, kadar gula total dan total koloni mikrobiologi yang terdapat dalam bubur buah mangga selama masa penyimpanan pada suhu ruangan dan 5oC. E. Manfaat Melalui penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat dalam bidang pengawetan bubur buah mangga. Pada penelitian ini asam benzoat yang ditambahkan pada sari buah mangga yang disimpan pada suhu dingin mampu memperpanjang masa simpan, dan mempertahankan cita rasa dari bubur buah mangga, serta aman untuk dikonsumsi.