LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PERBEKALAN STERIL Percobaan IV PEMBUATAN SEDIAAN UNTUK MATA Disusun Oleh : Sausa Monica G1F012062 Nisadiyah F Shahih G1F012064 Shinta Anna Wijaya G1F012068 Rizky Ariyanti G1F012070 Kelompok/ gelombang : III/ 2 Hari, tanggal : Senin, 20 Oktober 2014 Asisten : Joula Aulia KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2014 Pembuatan Sediaan Untuk Mata I. Pendahuluan A. Latar Belakang Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan glaucoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeleminasi organism dari mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes mata ini merupakan obat yang berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara local pada mata. Karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Hal-hal yang berkaitan dengan syarat tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam laporan resmi praktikum ini. B. Dasar Teori Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga (Depkes RI, 1995). Larutan cuci mata atau yang lebih dikenal sebagai kolorium adalah larutan steril yang jernih, bebas partikel asing yang dipakai untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan pengawet. Kolorium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, disaring hingga jernih, dimasukan dalam wadah tertutup dan disterilkan. Alat dan wadah yang digunakan harus bersih dan steril. Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu : 1. Steril 2. Sedapat mungkin isohidris 3. Sedapat mungkin isotonis Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut yang sering digunakan adalah : 1. Larutan 2% Asam Borat (pH = 5) 2. Larutan Boraks – Asam Borat (pH = 6,5) 3. Larutan basa lemah Boraks – Asam Borat (pH = 8) 4. Aquadestillata 5. Larutan NaCl 0,9% (Widjajanti, 1989). Anatomi dan Fisiologi Obat tetes mata yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat member wfwk. Larutan obat tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata. Mata terdiri dari kornea yang bening dan sclera yang tertutup oleh salut pelindung dan berserabut, berwarna putih, rapat, dan tidak ada saluran darah. Permukaan luas dari salut sclera terdapat membrane konjungtiva, membrane mukosa yang tipis ini merupakan exterior coating yang kontinu pada bagian yang putih dari mata dan aspek dalam dari penutup. Jaringan konjungtiva mengandung banyak glandula mukosa yang uniseluler dan berguna untuk pemeliharaan mata umumnya. Jaringan ini mengandung banyak saluran darah dan terutama kaya akan saluran limfe. Saluran darah ini kolap, dan melebar bila ada iritasi oleh zat asing, infeksi mikrobial atau lainnya. Obat yang menembus ke dalam konjungtiva, sebagian dihilangkan oleh aliran cairan melalui konjungtiva darah, sistem limfe. Di bawah ini terletak sclera yang berserabut dan rapat. Bagian kornea merupakan jaringan vaskuler, transparan, dan sangat tipis. Sel-sel epitel pada permukaannya mengandung komponen lipoid. Pada kornea ini banyak sekali urat syarat sensoris yang bebas dan berakhir antara sel-sel epitel dan permukaan. Karena itu sangat peka terhadap stimuli dan penjamahan (Anief, 2000). II. Pembahasan A. Analisis Farmakologi 1. Farmakokinetik Absorbsi : Asam borat diserap melalui saluran cerna, kulit yang rusak, luka, dan membran mukosa. Ekskresi : Sekitar 50% dari jumlah yang diabsorpsi akan diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan sebagian besar sisanya diekskresikan dalam waktu 96 jam (Voight, 1995). 2. Farmakodinamik Mekanisme kerja : Asam borat bersifat fungistatik dan bakteriostatik lemah. Aktivitas bakteriostatik lebih besar dalam basis yang mengandung banyak air. Indikasi : Meredakan iritasi mata. Kontraindikasi : Iritasi mata serius Perhatian: Pasien yang menggunakan sediaan untuk mata yang mengandung larutan asam borat disarankan untuk berkonsultasi pada dokter bila terjadi nyeri pada mata atau gangguan penglihatan, mata merah atau iritasi berulang, atau jika kondisimata memburuk atau menetap. Pasien dengan luka terbuka di dekat mata disarankan untuk segera mencari pertolongan medis (Voight, 1995). B. Preformulasi 1. Asam Borat Pemerian: Serbuk kristal putih, rasa agak pahit dan lama kelamaan rasa manis, berbau lemah. Kelarutan: 1 bagian larut dalam 20 bagian air, 16 bagian alkohol, 4 bagian gliserol, sedikit larutan dalam minyak, praktis tidak larut dalam eter. pH : 3,8 – 4,8. OTT : Polivinil alkohol dan tanin. Sterilisasi: Otoklaf atau Filtrasi. Khasiat: Fungistatik, bakteriostatik lemah, mata merah berair, bengkak, gatal pada kelopak mata. Stabilitas: Pada suhu 100ºC akan kehilangan air dan pada suhu 140ºC akan berubah menjadi asam metabolik (Depkes RI, 1979). Asam borat banyak diipakai dalam pengobatan, industry gelas dan email sebagai pengawet bahan makanan, penyamak kulit, menglasir (glasir = Belanda glazzur), keramik, menjadikan bahan-bahan tahan api. Larutan asam borat dapat digunakan sebagai antiseptikum. Sumber lain menyebutkan bahwa asam borat pada konsentrasi jenuh (k.l.3%) berkhasiat bakteriostatis lemah. Asam borat dapat diabsorpsi oleh kulit yang rusak, terutama pada bayi dan anak kecil, untuk kemudian ditimbun dalam tubuh sebagai racun kumulatif. Oleh karena itu penggunaannya dalam bedak tabur dan salep tidak dianjurkan lagi. Sebagai obat cuci mata sebaiknya digunakan larutan 2% (kurang merangsang daripada 3%), ditambah dengan benzalkoniumklorida 0,01% sebagai pengawet (Tan dan Rahardja, 2007). 2. Natrium Klorida (NaCl) BM: 58,44. Natrium Klorida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari101,0 % NaCl dihitung terhadap zat yeng telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan. Pemerian: Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin. Kelarutan: Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol. Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995). Khasiat dan penggunaan: Sumber ion klorida dan ion natrium (Depkes RI, 1979). 3. Aqua Sterile Pro Injectione Air steril injeksi adalah air untuk injeksi yang di sterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau. Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastik, tidak lebih besar dari 1 liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca tipe I atau tipe II (Depkea RI, 1995). Khasiat dan penggunaan: Untuk pembuatan injeksi (Depkes RI, 1979). C. Pendekatan Formulasi Komposisi Tiap 100 ml mengandung : Zinci Sulfas 250 mg Acidum Boricum 1,62 g Natrii Tetraboras 300 mg Phenylhydragyri boras 1 mg Aqua pro injection hingga 100ml Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Formularium Nasional, 1979). D. Formulasi Formulasi yang digunakan : NaCl 10mg Asam Borat 10mg Aqua P.I 10ml E. Sterilisasi Sterilisasi panas dengan tekanan atau sterilisasi uap (autoklaf). Pada saat melakukan sterilisasi uap, kita sebenarnya memapakan uap jenuh padatekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laen uap yang mengakibatkan denaturasi atau koagulasi protein sel.Sterilisasi demikian merupakan sterilisasi paling efektif dan ideal karena uap merupakan pembawa (carrier ) energi tertanal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan, sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi, selain itu bersifat nontosik, mudah diperoleh dan relatif mudah dikontrol. (Stefanus, 2006). Dan menurut Sumarsih (2010), Sterilisasi menggunakan autoklaf merupakan cara yang paling baik karena uap air panas dengan tekanan tinggi menyebabkan penetrasi uap air ke dalamsel-sel mikroba menjadi optimal sehingga langsung mematikan mikroba Cara Penggunaan Autoklaf adalah: 1. Banyaknya air dalam autoklaf dicek terlebih dahulu. Jika air kurang dari batas yangditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Menggunakan air hasildestilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat. 2. Peralatan dan bahan dimasukkan biasanya dimasukan keranjang. 3. Autoklaf ditutup dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap yangkeluar dari bibir autoklaf. Klep pengaman jangan dikencangkan terlebih dahulu. 4. Nyalakan autoklaf, diatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu 121oC 5. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf danterdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15 menit dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm. 6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turunhingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati (Durgin dan Zachary, 2004). F. Evaluasi Sediaan 1. Kejernihan larutan Uji kejernihan larutan sangat penting untuk memastikan tidak ada partikel padat yang belum terdispersi kecuali sediaan yang dibuat dalam bentuk suspensi, serta untuk mengidentifikasi partikel-partikel yang tidak diinginkan dalam sediaan larutan tetes mata tersebut. Tidak dapat diragukan, suatu larutan bersih yang sangat mengkilap, membawa pengaruh bagi pengamat untuk menyimpulkan bahwa produk tersebut istimewa baik dalam mutu maupun kemurniannya (ISO, 2006). Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman, 1994). Hasil yang diperoleh dari uji kejernihan larutan sediaan untuk mata ini yaitu kurang jernih karena ketika dilihat di papan berwarna hitam masih ada partikelpartikel yang melayang. Hal ini mungkin disebabkan karena penyaringan yang tidak dilakukan dua kali dan tidak menggunakan karbo adsorben untuk membuat larutan bebas pirogen. 2. Volume terpindahkan Larutan sediaan mata dibuat 10 ml tetapi untuk menghindari adanya kehilangan volume larutan maka penimbangan bahan ditambah sebesar 5% dari bobot awal bahan. Maka, volume larutan yang akan dibuat yaitu 10,5 ml. Larutan sediaan pencuci mata dibuat sesuai dengan formulasinya kemudian disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan larutan yang jenih. Hasil saringan larutan diukur kembali dan larutan yang didapatkan hanya sebanyak 9,4 ml saja. Ada kekurangan sebesar 1,1 ml sehingga tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Hal ini dapat dikarenakan ketika masih proses penyaringan, masih ada beberapa volume larutan yang tertinggal di dalam kertas saring sehingga volume yang terpindahkan berkurang beberapa ml. 3. Penetapan pH Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata (Parrot, 1971). Dalam banyak perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih stabil pada pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan mata sebaiknya antara 4,5 dan 9. Pengujian pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator universal (FI IV, 1995). Hasil yang diperoleh ketika menguji pH larutan yaitu 7. Hal ini sudah sesuai dengan rentang pH untuk sediaan pencuci mata. G. Desain Kemasaan Kemasan sekunder BONAKARP® Obat tetes mata Indikasi: menyejukkan mata kering akibat kekurangan skresi air mata atau teriritasi karena kondisi lingkungan. Tutup wadah rapatrapat. No Reg : DKL 01 001 010 01A 1 No Batch : 12345 R BONAKARP® Artificial Teardrops 10 ml PT. PM Pharma PurwokertoIndonesia BONAKARP® Cara pakai: Satu tetes pada tiap mata, atau digunakan sesuai petunjuk dokter. Komposisi: 10 ml mengandung 0,9% NaCl dan 10 mg asam borat. Kadaluwarsa 10 Juni 2016 R BONAKARP® Artificial Teardrops 10 ml PT. PM Pharma PurwokertoIndonesia Kemasan primer Etiket Obat BONAKARP® Larutan tetes mata steril Komposisi: 10 ml mengandung 0,9% natrium klorida dan 10 mg asam borat No Reg : DKL 01 001 010 01A 1 No Batch : 12345 PT. PM Pharma Purwokerto- Indonesia H. Informasi BONAKARP® Larutan tetes mata Mengandung Natrium klorida dan Asam borat. Komposisi: Tiap 10 ml larutan mengandung: Natrium klorida 0,9% Asam borat 10 mg Mekanisme kerja: Sebagai pembasah/lubricant pada mata yang kering dan berfungsi untuk mempertahankan agar permukaan mata tetap basah. Membentuk lapisan pelindung pada permukaan mata yang disebut lapisan air mata (tears film). Indikasi: Menyejukkan mata kering akibat kekurangan skresi air mata atau teriritasi karena kondisi lingkungan. Peringatan dan Perhatian: Penggunaan untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun harus dengan pengawasan orang tua. Dosis: 1 tetes pada mata Penyimpanan: Simpan pada suhu kamar, terlindung dari cahaya, ruang bersih dan kedap. Kemasan: Tiap dus berisi satu wadah @ 10 ml HARUS DENGAN RESEP DOKTER PT. PM Pharma No Reg No Batch : DKL 01 001 010 01A 1 : 12345 III. PERHITUNGAN a. Penimbangan asam borat Asam borat = 10 mg + (5% . 10mg) Asam borat = 10,5 mg b. Penimbangan NaCl NaCl = W1.e1 + W2.e2 NaCl = 10 mg . 0,28 + 10 mg . 1 NaCl = 12,8 mg Ket. : W1 = bobot asam borat W2 = bobot NaCl e1 = ekivalensi asam borat e1 = ekivalensi NaCl Bobot NaCl yang ditimbang untuk mencapai NaCl 0,9% NaCl = (900 mg – 12,8 mg) + (5% . (900 mg – 12,8 mg)) NaCl = 887,2 mg + (5% . 887,2 mg) NaCl = 931,56 mg c. Aqua p.i Aqua p.i = 10 ml + (15% . 10 ml) Aqua p.i = 10,5 ml IV. PENIMBANGAN Asam borat ditimbang sebanyak 10,6 mg NaCl ditimbang sebanyak 931,56 mg Aqua p.i diukur volumenya sebanyak 10,5 ml V. Cara Pembuatan Praktikum IV perbekalan steril bertujuan untuk membuat sediaan obat untuk mata dan menjelaskan evaluasi terhadap produk steril tersebut. Adapun tahapan dalam praktikum ini adalah penimbangan bahan, pembuatan buffer borat, pembuatan sediaan tetes mata, pengemasan, dan evaluasi. Sebanyak 10,6 mg asam borat ditimbang dan dilarutkan dengan sedikit aqua p.i.. Larutan asam borat digunakan sebagai buffer yang dapat menetralkan pH. Berdasarkan literatur, pH buffer borat yang dikehendaki adalah 9-10 (MSDS, 2011). Aqua p.i berfungsi sebagai pelarut asam borat, sebab asam borat memiliki kelarutan dalam 3 bagian air (Depkes RI, 1979). Tekanan osmosis air mata sama dengan tekanan 0,93% b/v NaCl dalam air. Jika konsentrasi NaCl terletak antara 0,7-1,4% b/v, larutan NaCl tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak mengiritasi mata. NaCl yang digunakan dalam praktikum adalah NaCl 0,9%, sehingga sebanyak 931,56 mg NaCl ditimbang dan dilarutkan dengan sedikit aqua p.i.. Berdasarkan literatur, pH larutan NaCl 0,9% yang dikehendaki adalah netral (MSDS, 2010). Aqua p.i ini berfungsi sebagai pelarut NaCl, sebab NaCl memiliki kelarutan dalam 2,8 bagian air (Depkes RI, 1979). NaCl dicampurkan ke dalam buffer borat dan ditambahkan dengan aquades hingga 10,5 ml. Hal ini dilakukan untuk kelarutan bahan yang ditambahkan lebih sempurna dan optimal. Kemudian, dimasukkan kedalam botol khusus tetes mata, ditutup rapat dan diberikan etiket. Pada praktikum, tidak dilakukan sterilisasi akhir. Langkah terakhir adalah evaluasi terhadap produk tersebut, meliputi : 1. Kejernihan larutan. Untuk mengetahui kejernihan larutan produk, digunakan dengan papan berwarna hitam. 2. Volume terpindahkan Untuk mengetahui volume terpindahkan dari produk, dilakukan dengan cara memindahkan larutan ke dalam gelas ukur dan mencatat volume larutan yang tertera pada gelas ukur. 3. Penetapan pH Untuk mengetahui pH dari produk, digunakan pH universal. Daftar Pustaka Anief, Moh, 2000, Farmasetika, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan, ISFI, 2006, ISO Indonesia, volume IV, PT. Anem Kosong Anem (AKA), Jakarta. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Dirjen POM, Jakarta. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Dirjen POM, Jakarta. Durgin, Sr. Jane dan Zachary Hanan, 2004, Delmar Learning's Pharmacy Practice for Technicians.3rd edition, Delmar Learning, New York. Lachman, Leon, Herbert A. Lieberman dan Joseph L. Kanig, 1988, Teori dan Praktek Farmasi Industri Jilid III. UI Press, Jakarta MSDS, 2010, Material Safety Data Sheet. Sodium Chloride Solution 0,9%. Chemtrec. MSDS, 2011, Material Safety Data Sheet. Borate Buffer. Chemtrec. Parrot, E. L, 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, Burgess Publishing Company, Mineapolis. Stefanus, Lukas, 2006, Formulasi Sediaan Steril, C.V Andi Offset, Yogyakarta. Sumarsih, Sri, 2010, Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram, Penebar Swadaya, Jakarta. Tan, HT dan Rahardja K, 2007, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek- Efek Sampingnya. Edisi ke-6, Elex Media Komputindo, Jakarta. Voight, R, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendari Noerono, UGM Press, Yogyakarta.