BAB V KESIMPULAN Masyarakat desa Pagerejo dengan agama dan kebudayaan Jawanya dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari pelaksanaan tradisi-tradisi upacara dan selamatan ( kenduren ), yang selalu mewarnai kehidupan orang Jawa dari dulu hingga sekarang. Hal tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan tradisi sadranan yang dilakukan oleh masyarakat desa Pagerejo. Tradisi sadranan merupakan tradisi religius yang ditujukan kepada roh pendiri desa ( cikal bakal ). Tujuan penghormatan kepada arwah nenek moyang adalah untuk menjalin hubungan ( komunikasi ) dengan dunia ghaib yang berada di luar jangkauan akal pikiran manusia, sehingga terjadi keselarasan, keharmonisan, dan ketentraman antara dunia nyata ( alam empiris ) dengan alam adikodrati ( alam metaempiris ). Tradisi sadranan merupakan tradisi religius dalam kehidupan masyarakat desa Pagerejo karena pelaksanaannya melibatkan emosi keagamaan dari pelakunya, sehingga menimbulkan suasana keramat dan sakral. Tradisi tersebut merupakan hasil dari budaya pedalaman dimana kepercayaan asli masyarakat tercampur secara sinkretis dengan budaya agama Hindu, Budha dan Islam. Latar belakang adanya tradisi sadranan ini berkaitan dengan cerita perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda uuntuk mengamankan daerah Wonosobo. Menurut cerita, pengikut Pangeran Diponegoro yaitu Pangeran Puger dan pengikut lainnya yang berdiam di Desa Pagerejo, dan membuka daerah tersebut. mitos yang lain adalah tentang Pangeran Makukuhan, yaitu seorang 116 117 tokoh spiritual yang cukup terkenal pada masyarakat daerah Karasidenan Kedu. Makam mereka ini dikeramatkan dan disebut dengan Si Kramat. Mitos-mitos ini tetap lestari sampai sekarang karena penyampaiannya disampaikan secara turun-temurun dan memakai simbol-simbol tertentu yang tidak hilang dimakan zaman, meskipun di desa Pagerejo golongan-golongan kaum intelektual terutama dari warga setempat yang telah mengenyam pendidikan lebih tinggi telah banyak, tetapi mitos tetap mewarnai pola pikir dan pola tindakan masyarakat desa Pagerejo. Dalam tradisi sadranan masyarakat desa Pagerejo, mitos sangat berpengaruh besar karena mitos memberikan pedoman dan arah tertentu pada sekelompok orang, hal ini terlihat pada pelaksanaan tradisi upacara sadranan ini. Penyampaian atau pengkomunikasian mitos melalui simbol-simbol dalam upacara sadranan ini terkait erat dengan tradisi simbolis masyarakat Jawa yang mendapat pengaruh dari agama Hindu dan Islam. Hal ini tampak pada perlengkapan-perlengkapan yang dipakai dan puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa serta Nabi Muhammad SAW yang dibaca dalam upacara. Mitos diseputar upacara sadranan itu semakin diyakini kebenarannya oleh masyarakat pendukungnya, karena dalam realitas sehari-hari mereka banyak mengalami dan menyaksikan kejadian-kejadian aneh yang sulit dijelaskan oleh logika seperti cerita tentang dua buah makam tidak bernama di sebelah makam Si Kramat yang cungkupnya selalu roboh setelah cungkupnya selesai dibangun, atau cerita tentang dua orang petinggi Belanda yang terkena kutukan karena telah melanggar peraturan di makam Si Kramat.