Perdebatan seputar kompatibilitas Islam dan Demokrasi seperti

advertisement
Perdebatan seputar kompatibilitas Islam dan Demokrasi seperti tidak pernah usai untuk
diperdebatkan. Belakangan, untuk membuat semacam sintesis atas perdebatan tersebut
muncullah istilah Demokrasi Religius. Menurut beberapa ilmuwan, Demokrasi religius bukanlah
sistem pemerintahan yang mendapatkan kekuasaan dan kepemimpinan atas dasar keberuntungan
(nasib), kekayaan, dan kekuatan (agresi). Dalam konteks demokrasi religius, pemimpin dipilih
dalam kerangka kerja dari berbagai bidang keilmuan, pemilihan bebas dan kompetitif,
sebagaimana hukum dalam agama menganggap pengawasan terhadap perilaku mereka adalah
sesuatu yang wajib. Dalam demokrasi religius, publik memiliki hak memilih dan dipilih secara
bebas, memberikan suara bebas, dan memilih harus bersifat rahasia. Demokrasi religius mengatur
jalan politik dan pemerintahan di dunia Muslim baik saat ini maupun di masa lalu.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari komunitas Muslim, penting untuk memahamkan
kelompok muslim yang lain bahwa dunia Muslim tak dapat dipisahkan dari agama. Demikianlah
antara lain beberapa poin penting yang menjadi landasan diadakannya Pre International Seminar di
UIN Sunan Ampel Surabaya pada tanggal 16 November 2014. Seminar internasional yang
mengambil tema “ Islam, Politics and Religius Democracy” ini diselenggarakan atas kerjasama
Shadra International Institute dengan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel
Surabaya. Acara ini dibuka secara resmi oleh Bapak Dr. Muhid, M.Ag, selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya
Prof. Dr. Seyyed Mufid Hoseini
Kohsari selaku pembicara pertama
mengeksplorasi secara mendalam
tentang prinsip-prinsip Demokrasi
dalam kitab Nahjul Balaghah.
Sedangkan Dr. Mohsen Sanganeh,
MA memaparkan tentang materi
berjudul “Demokrasi Agama di Iran,
Studi atas Komponen-Komponen
Demokrasi di Republik Islam Iran”.
Beliau memaparkan pengalaman Iran dalam mengaplikasikan demokrasi religius dengan
mengemukakan beberapa komponen mendasar sebagai prasyarat penerapan sistem demokrasi
religius di Republik Ioslam Iran. Sementara itu, hadir sebagai pembicara ketiga adalah Masdar
Hilmy, Ph.D, Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya yang mengeksplorasi secara
mendalam tentang pengalaman berdemokrasi di Indonesia sebagai negara dengan penduduk
Muslim terbesar di dunia. Materi tersebut dimulai dari pertanayaan yang sangat filosofis yaitu,
apakah Islam itu (sesuai) demokrasi. Dalam pemaparannya beliau sampai pada kesimpulan bahwa
Islam memberi ruang bagi implementasi demokrasi, dan teks-teks agama bisa digunakan sebagai
nilai dasar demokrasi. Pembicara terakhir yang menyampaikan pemikiran seputar demokrasi
adalah Dr. Abdul Chalik, M.Ag, dosen Politik Islam yang konsen terhadap isu-isu demokrasi.
Acara yang berlangsung dari pukul 09.00 WIB tersebut dihadiri tidak kurang dari 275 peserta yang
terdiri dari dosen, tenaga kependidikan di UIN Sunan Ampel dan juga mahasiswa. Bahkan karena
keterbatasan kursi, para peserta seminar rela duduk di lantai.Acara ini disambut dengan sangat
antusias oleh civitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya. Semoga diwaktu yang akan datang
acara-acara akademik sejenis semakin sering dilaksanakan sebagai upaya recharging ilmu
pengetahuan. Allahu a’lam.
Download