keputusan menteri pertanian

advertisement
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004
TENTANG
TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL PEMERIKSAAN,
PENGAMATAN DAN PERLAKUAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA
MENTERI PERTANIAN,
Menimbang
Mengingat
: a. bahwa dalam rangka kelancaran pelaksanaan
tindakan
karantina
hewan
sebagaimana
diamanatkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992
dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000
perlu membangun sinergi atas Lembaga Teknis
Pengendalian Penyakit Hewan di Indonesia;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas,
dipandang perlu menetapkan Tata Hubungan Teknis
Fungsional
Pemeriksaan,
Pengamatan
dan
Perlakuan terhadap media pembawa hama penyakit
hewan karantina;
: 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan
Pokok
Peternakan
dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2824);
2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3462);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahunh 1999 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041) juncto Undang-undang Nomor
43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3890) tentang Pokok Kepegawaian;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan
Pencegahan
Pemberantasan
dan
Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara
Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3101);
176
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4002);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan,
dan
Pemberhentian Pegawai Negari Sipil (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4263);
9. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
10. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen;
11. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001
tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/2001 jis Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 354.1/Kpts/OT.210/6/2001 dan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 354/Kpts/-OT.210/6/2003
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian;
13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/2001 jis Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 392/Kpts/OT.210/7/2001 dan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 355/Kpts/OT.210/6/2003
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 668/Kpts/KP.150/12/2002
tentang
Komite
Kerjasama
Karantina Hewan Nasional;
Memperhatikan : 1. Hasil Pertemuan antara Jajaran Karantina Hewan
dan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner
Regional pada tanggal 11 – 13 September 2002 di
Bogor;
2. Hasil Lokakarya/Workshop Komite Kerjasama
Karantina Hewan Nasional tanggal 14 – 16
September 2003 di Denpasar, Bali;
3. Hasil pembahasan tim perumus konsep Keputusan
Menteri Pertanian tentang Tata Hubungan Teknis
Fungsional
Karantina
Hewan,
Laboratorium
177
Veteriner dan Dinas Daerah pada tanggal 17 – 18
November 2003 di Jakarta;
4. Hasil Pembahasan tim perumus Konsep Keputusan
Menteri tentang Tata Hubungan Teknis Fungsional
Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit
Hewan Karantina pada tanggal 11 – 12 Desember
2003 di Surabaya;
5. Rapat Pembahasan Konsep Keputusan Menteri
Pertanian tentang Tata Hubungan Teknis Fungsional
Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit
Hewan Karantina pada tanggal 17 Desember 2003 di
Jakarta;
6. Rapat Pembahasan akhir konsep Keputusan Menteri
Pertanian tentang Tata Hubungan Teknis Fungsional
pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit
Hewan Karantina pada tanggal 9 Januari 2004 di
Jakarta.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG
TATA
HUBUNGAN
TEKNIS
FUNGSIONAL
PEMERIKSAAN, PENGAMATAN DAN PERLAKUAN
PENYAKIT HEWAN KARANTINA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Media pembawa penyakit hewan karantina yang
selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan,
bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau
benda lain yang dapat membawa hama dan penyakit
hewan karantina.
2. Hama dan penyakit hewan karantina yang
selanjutnya disebut hama penyakit hewan karantina
adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit
hewan yang berdampak sosial-ekonomi nasional dan
perdagangan internasional serta menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang
dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.
3. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat,
baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar.
4. Bahan Asal Hewan adalah bahan yang berasal dari
hewan yang dapat diolah lebih lanjut.
178
5. Hasil Bahan Asal Hewan adalah bahan asal hewan
yang telah diolah.
6. Pemeriksaan adalah tindakan untuk melakukan
pengujian, mengetahui kelengkapan dan kebenaran
isi dokumen serta mendeteksi hama penyakit hewan
karantina.
7. Pemeriksaan Laboratorik adalah tindakan untuk
melakukan pengujian, pemeriksaan dan penyidikan
penyakit hewan terhadap media pembawa hama
penyakit hewan karantina di laboratorium veteriner.
8. Pengamatan adalah kegiatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengetahui status kesehatan hewan
pada suatu populasi melalui kontrol dan deteksi dini
penyakit hewan yang sangat penting secara ekonomi,
keamanan pangan dan perdagangan.
9. Perlakuan adalah tindakan untuk membebaskan dan
menyucihamakan media pembawa dari hama
penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang
bersifat preventif, kuratif dan promotif.
10. Pengambilan Sampel adalah tindakan perlakuan
pada media pembawa dengan cara mengambil
sejumlah specimen untuk kepentingan pengujian,
identifikasi, dan peneguhan diagnosa hama penyakit
hewan karantina sesuai ketentuan dan tata cara
pengambilan sampel yang benar.
11. Laboratorium
Veteriner
adalah
laboratorium
kesehatan
hewan,
laboratorium
kesehatan
masyarakat veteriner dan laboratorium lainnya yang
ditunjuk untuk melakukan tugas penyidikan dan
cara-cara penanggulangan terhadap media pembawa
hama penyakit hewan karantina melalui metoda dan
uji-uji yang telah distandarisasi.
12. Dinas Propinsi adalah dinas pada propinsi yang
membidangi fungsi kesehatan hewan.
13. Dinas Kabupaten/Kota adalah dinas pada daerah
Kabupaten atau kota yang membidangi fungsi
kesehatan hewan.
14. Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang
berkaitan dengan hewan sehat, penyakit hewan,
kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan
hewan, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan
serta pelayanan kesehatan hewan.
15. Sistem Kesehatan Hewan Nasional adalah sistem
penyelenggaraan pengendalian penyakit hewan,
kesehatan
masyarakat
veteriner,
pelayanan
kesehatan hewan dan tenaga kesehatan hewan,
medik reproduksi, pengaturan obat hewan dan
179
peralatan kesehatan hewan dan kesejahteraan
hewan.
16. Karantina Hewan adalah tempat atau tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya
hama penyakit hewan dari luar negeri dan dari suatu
area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya
dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
17. Analisis Risiko Kesehatan Hewan adalah suatu
metoda pengujian dan pengelolaan risiko penyebaran
penyakit yang ditimbulkan oleh lalu lintas media
pembawa yang dikomunikasikan secara transparan.
18. Petugas Teknis Karantina Hewan adalah petugas
Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner yang
diberi tugas melakukan tindakan karantina.
Pasal 2
Keputusan ini ditetapkan dengan maksud untuk
menjalin fungsi-fungsi teknis yang berhubungan dengan
manajemen kesehatan hewan yang berkaitan dengan
perkarantinaan
hewan,
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan pelayanan karantina hewan yang
merupakan bagian integral Sistem Kesehatan Hewan
Nasional.
Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan Keputusan ini meliputi :
a. tata hubungan teknis fungsional pemeriksaan
laboratorik terhadap Media Pembawa Hama
Penyakit Hewan Karantina;
b. pengembangan
Sistem
Informasi
Manajemen
Kesehatan Hewan;
c. tata hubungan teknis fungsional pengamatan Hama
Penyakit Hewan Karantina;
d. tata hubungan teknis fungsional perlakuan terhadap
Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina;
dan
e. petugas teknis karantina hewan.
BAB II
TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL
PEMERIKSAAN LABORATORIK TERHADAP
MEDIA PEMBAWA PENYAKIT HEWAN KARANTINA
Pasal 4
180
(1) Untuk meneguhkan diagnosa hama penyakit hewan
karantina, setelah dilakukan pemeriksaan dokumen
dan fisik, dan apabila dipandang perlu dapat
dilakukan pemeriksaan Laboratorik.
(2) Pemeriksaan laboratorik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan di Instalasi Karantina
Hewan atau Instalasi Karantina Hewan Sementara
yang memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan
oleh Menteri atau Laboratorium Veteriner, antara
lain yaitu laboratorium kesehatan hewan dan
laboratorium kesehatan masyarakat veteriner.
Pasal 5
(1) Laboratorium Veteriner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2), yaitu laboratorium yang telah
diakreditasi, atau laboratorium Balai penelitian
Veteriner, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner,
Balai
Pengujian
Mutu
Produk
Peternakan,
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas Propinsi,
Laboratorium
Kesehatan
Hewan
Dinas
Kabupaten/Kota.
(2) Selain laboratorium yang berada di Instalasi
Karantina
Hewan,
Laboratorium
Veteriner
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan
laboratorik dapat pula dilakukan di Laboratorium
Veteriner Perguruan Tinggi.
Pasal 6
(1) Pemeriksaan
laboratorik
oleh
Laboratorium
Veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) dilakukan apabila Instalasi Karantina Hewan di
tempat pemasukan/pengeluaran belum ada atau
memiliki kemampuan untuk melakukan pemeriksaan
atau pengujian.
(2) Instalasi/Laboratorium
Karantina
Hewan
mengirimkan sampel kepada Laboratorium Veteriner
yang terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2).
(3) Hasil
pemeriksaan
laboratorik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
instalasi/laboratorium Karantina Hewan yang
mengirim sampel.
181
Pasal 7
(1) Pemeriksaan laboratorik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dikenakan biaya yang menjadi
tanggung jawab pemilik/penanggung jawab Media
Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina.
(2) Besar dan tata cara pembayaran biaya pemeriksaan
laboratorik mengikuti ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN
KESEHATAN HEWAN
Pasal 8
(1) Institusi Karantina Hewan dan Laboratorium
Veteriner bekerja sama membangun Sistem
Informasi Manajemen Kesehatan Hewan, baik
melalui media telekomunikasi (website veteriner, email) maupun publikasi sains-veteriner.
(2) Institusi Karantina Hewan dan Laboratorium
Veteriner sebagai bagian dari Sistem Informasi
Manajemen
Kesehatan
Hewan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) saling memberikan informasi
setiap 3 (tiga) bulan tentang hasil pemeriksaan,
status dan situasi penyakit hewan, peta sebaran
penyakit hewan.
(3) Balai Penelitian Veteriner wajib memberikan
informasi hasil pemeriksaan sampel yang berkaitan
dengan penyakit hewan karantina kepada Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional asal
sampel tersebut.
Pasal 9
(1) Laporan hasil kegiatan lapangan (active service) yang
dilaksanakan
oleh
Dinas
Kabupaten/Kota,
tembusannya disampaikan kepada Dinas Propinsi,
Laboratorium Veteriner dan Institusi Karantina
Hewan terdekat.
(2) Laporan hasil kegiatan pengamatan aktif (active
surveillance) yang dilaksanakan Laboratorium
Veteriner, tembusan laporan disampaikan kepada
Dinas Propinsi dan Dinas Kabupaten/Kota lokasi
182
pengamatan
setempat.
serta
institusi
Karantina
Hewan
Pasal 10
(1) Setiap kejadian penyakit hewan di Instalasi
Karantina Hewan wajib diinformasikan kepada
Laboratorium Veteriner sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1), Dinas Propinsi dan Dinas
Kabupaten/Kota setempat.
(2) Setiap kejadian penyakit hewan karantina di wilayah
Dinas Kabupaten/Kota wajib diinformasikan kepada
Dinas Propinsi, Laboratorium Veteriner dan institusi
Karantina Hewan terdekat.
BAB IV
TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL
PENGAMATAN HAMA PENYAKIT HEWAN
KARANTINA
Pasal 11
(1) Pengamatan penyakit hewan karantina dapat
dilakukan di luar tempat pemasukan/pengeluaran
pada Instalasi Karantina Hewan Sementara.
(2) Persyaratan teknis lokasi Instalasi Karantina Hewan
Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan tersendiri oleh Menteri.
(3) Penetapan lokasi Instalasi Karantina Hewan
Sementara dilakukan oleh Kepala Badan Karantina
Pertanian, harus memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan telah mendapat
rekomendasi Dinas Propinsi atas saran dan
pertimbangan dari Dinas Kabupaten/Kota.
Pasal 12
(1) Institusi Karantina Hewan dapat melakukan
pengamatan penyakit hewan karantina di luar
Instalasi Karantina Hewan.
(2) Pengamatan penyakit hewan karantina sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menyusun
peta sebaran penyakit hewan karantina.
(3) Pelaksanaan pengamatan penyakit hewan karantina
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib bekerja
sama dengan Dinas Propinsi dan Dinas
183
Kabupaten/Kota serta secara teknis fungsional di
bawah koordinasi Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner setempat.
Pasal 13
Peta sebaran penyakit hewan karantina sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), digunakan sebagai
bahan:
a. penetapan persyaratan karantina hewan;
b. kebijakan
pencegahan,
pengendalian
dan
pemberantasan penyakit hewan;
c. penetapan rekomendasi pemasukan/pengeluaran
hewan, dan bahan asal hewan.
BAB V
TATA HUBUNGAN TEKNIS FUNGSIONAL
PERLAKUAN TERHADAP MEDIA PEMBAWA
HAMA PENYAKIT HEWAN KARANTINA
Pasal 14
(1) Dalam rangka kelancaran tindakan karantina, di
daerah asal wajib dilakukan tindakan perlakuan
untuk membebaskan dan mensucihamakan media
pembawa dari penyakit hewan karantina yang dapat
berupa tindakan kuratif, preventif dan promotif.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan persyaratan kesehatan
hewan yang disusun dengan mempertimbangkan
analisis risiko kesehatan hewan.
(3) Perlakuan di daerah asal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota.
Pasal 15
(1) Dalam rangka pemeriksaan laboratorik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, pengambilan sampel dapat
dilakukan di Instalasi Karantina Hewan.
(2) Dalam masa pengamatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, apabila dipandang perlu dapat
dilakukan
pengambilan
sampel
di
Instalasi
Karantina Hewan.
(3) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh petugas teknis
184
Karantina
Veteriner.
Hewan
atau
petugas
Laboratorium
Pasal 16
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Laboratorium
Veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
disampaikan kepada Instalasi Karantina Hewan paling
lambat sebelum masa karantina berakhir untuk
mengambil keputusan tindakan karantina.
BAB VI
PETUGAS TEKNIS KARANTINA HEWAN
Pasal 17
(1) Petugas Teknis Karantina Hewan diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Pertanian atas usul
Kepala Badan Karantina Pertanian.
(2) Apabila
suatu
institusi
Karantina
Hewan
kekurangan petugas teknis karantina hewan,
Menteri dapat menunjuk petugas teknis dari Dinas
Propinsi atau Dinas Kabupaten/Kota.
(3) Penunjukan petugas teknis karantina hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan atas
usul Kepala Badan Karantina Pertanian setelah
mendapat
persetujuan
dari
Gubernur
atau
Bupati/Walikota.
Pasal 18
(1) Petugas teknis karantina hewan dapat ditugaskan ke
Dinas Propinsi atau Dinas Kabupaten/Kota oleh
Menteri Pertanian setelah mendapat persetujuan
dari Gubernur atau Bupati/Walikota.
(2) Apabila Dinas Propinsi atau Dinas Kabupaten/Kota
setempat kekurangan petugas teknis, petugas teknis
karantina hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diusulkan penugasannya kepada Gubernur
atau Bupati/Walikota setelah mendapat persetujuan
dari Menteri Pertanian.
BAB VII
PENUTUP
185
Pasal 19
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2004
MENTERI PERTANIAN,
ttd.
BUNGARAN SARAGIH
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Menteri Dalam Negeri.
Menteri Keuangan.
Menteri Kehutanan.
Gubernur Propinsi di seluruh Indonesia.
Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan pada Universitas Syiah Kuala,
Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas
Airlangga, dan Universitas Udayana.
9. Kepala Dinas Propinsi yang membidangi fungsi peternakan atau
kesehatan hewan di seluruh Indonesia.
10. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan
atau kesehatan hewan di seluruh Indonesia.
11. Kepala Laboratorium Veteriner (BPPV Regional, Balitvet, BPMPP).
12. Kepala Balai/Stasiun Karantina Hewan di seluruh Indonesia.
186
Download