The Life of the Buddha

advertisement
Kehidupan Buddha
Bagian -1
Kehidupan Buddha
• Birth
• Early years
• Renunciation
• After Enlightenment
Kehidupan Buddha
• Kelahiran
• Early years
• Renunciation
• After Enlightenment
Kehidupan Buddha
• Kelahiran
• Masa remaja
• Renunciation
• After Enlightenment
Kehidupan Buddha
• Kelahiran
• Masa remaja
• Pelepasan keduniawian
• After Enlightenment
Kehidupan Buddha
• Kelahiran
• Masa remaja
• Pelepasan keduniawian
• Setelah pencerahan
Kehidupan Buddha
Kita harus mencoba untuk membedakan
antara :
• Facts
• Legends
• Symbolism
This will avoid confusion and allow
us to better understand the Buddha
and His teachings.
Kehidupan Buddha
Kita harus mencoba untuk membedakan
antara :
• Kenyataan
• Legends
• Symbolism
This will avoid confusion and allow
us to better understand the Buddha
and His teachings.
Kehidupan Buddha
Kita harus mencoba untuk membedakan
antara :
• Kenyataan
• Legenda
• Symbolism
This will avoid confusion and allow
us to better understand the Buddha
and His teachings.
Kehidupan Buddha
Kita harus mencoba untuk membedakan
antara :
• Kenyataan
• Legenda
• Simbol
This will avoid confusion and allow
us to better understand the Buddha
and His teachings.
Kehidupan Buddha
Kita harus mencoba untuk membedakan
antara :
• Kenyataan
• Legenda
• Simbol
Ini akan menghindari kebingungan dan
mengijinkan kita untuk lebih
memahami Buddha dan ajaran Beliau.
Kelahiran
Buddha berarti “Yang Telah Sadar” atau
“Yang Tercerahkan”.
This is not a name but a term or
description of someone who has
attained enlightenment – “bodhi”.
Siddhattha Gotama :
Siddhattha is the personal name and
means “wish-fulfilled”. Gotama is the
family name.
Kelahiran
Buddha berarti “Yang Telah Sadar” atau
“Yang Tercerahkan”.
Ini bukanlah sebuah nama tetapi suatu
istilah atau penjelasan dari seseorang yang
telah mencapai pencerahan – “Bodhi”.
Siddhattha Gotama :
Siddhattha is the personal name and
means “wish-fulfilled”. Gotama is the
family name.
Kelahiran
Buddha berarti “Yang Telah Sadar” atau
“Yang Tercerahkan”.
Ini bukanlah sebuah nama tetapi suatu
istilah atau penjelasan dari seseorang yang
telah mencapai pencerahan – “Bodhi”.
Siddhattha Gotama :
Siddhattha is the personal name and
means “wish-fulfilled”. Gotama is the
family name.
Kelahiran
Buddha berarti “Yang Telah Sadar” atau
“Yang Tercerahkan”.
Ini bukanlah sebuah nama tetapi suatu
istilah atau penjelasan dari seseorang yang
telah mencapai pencerahan – “Bodhi”.
Siddhattha Gotama :
Siddhattha adalah nama pemberian dan
berarti “cita-cita tercapai”. Gotama adalah
nama keluarga.
Kelahiran
Sakyamuni Buddha :
Sakya is the clan name and also the
name of the region where the Buddha
was born. Muni means sage.
Therefore, Sakyamuni means sage of
the Sakya clan. Sakyamuni Buddha
simply denotes the current Buddha of
our age.
Kelahiran
Sakyamuni Buddha :
Sakya adalah nama suku dan juga nama
dari daerah dimana Buddha dilahirkan.
Muni berarti bijaksana.
Therefore, Sakyamuni means sage of
the Sakya clan. Sakyamuni Buddha
simply denotes the current Buddha of
our age.
Kelahiran
Sakyamuni Buddha :
Sakya adalah nama suku dan juga nama
dari daerah dimana Buddha dilahirkan.
Muni berarti bijaksana.
Oleh sebab itu, Sakyamuni berarti orang
bijaksana dari suku Sakya. Sakyamuni
Buddha sederhananya menggambarkan
Buddha kita saat ini.
Kelahiran
Seorang Bodhisattva adalah sesosok makhluk
yang berdedikasi pada pencerahan dan dalam
usaha menuju pencerahan. Dalam Buddhis
Theravada, istilah ini hanya digunakan oleh
para Buddha sebelum mereka mencapai
pencerahan.
The term Bodhisattva has a different
connotation in Mahayana Buddhism where
there are many Bodhisattvas, or beings
who have postponed enlightenment to help
other beings.
Kelahiran
Seorang Bodhisattva adalah sesosok makhluk
yang berdedikasi pada pencerahan dan dalam
usaha menuju pencerahan. Dalam Buddhis
Theravada, istilah ini hanya digunakan oleh
para Buddha sebelum mereka mencapai
pencerahan.
Istilah Bodhisattva memiliki konotasi yang
berbeda dalam Mahayana Buddhis yang
memiliki banyak Bodhisattva, atau makhlukmakhluk yang menunda pencerahan untuk
membantu makhluk lainnya.
Kelahiran
Ahli sejarah tidak yakin dengan tanggal lahir
yang pasti dari Siddhattha Gotama, calon
Buddha. Perkiraan berkisar antara 623 BCE
sampai 583 BCE.
Siddhattha Gotama was born in Lumbini
in the Sakya country, a small
protectorate or principality, and raised in
the town of Kapilavatthu, both of which
are in modern day Nepal.
Kelahiran
Ahli sejarah tidak yakin dengan tanggal lahir
yang pasti dari Siddhattha Gotama, calon
Buddha. Perkiraan berkisar antara 623 BCE
sampai 583 BCE.
Siddhattha Gotama dilahirkan di Lumbini di
negri Sakya, sebuah daerah protektorat atau
kerajaan kecil, dan dibesarkan di kota
Kapilavatthu, kedua-duanya ada di Nepal
saat ini.
Kelahiran
Ayahnya adalah Raja Suddhodhana, kepala
dari suku Sakya dan ibunya adalah Ratu
Maha Maya. Mereka tidak memiliki anak
untuk masa yang lama.
On the night Siddhattha was conceived,
the Queen dreamt that a white elephant
with six white tusks entered her right
side, and ten months later the
Bodhisattva was born.
Kelahiran
Ayahnya adalah Raja Suddhodhana, kepala
dari suku Sakya dan ibunya adalah Ratu
Maha Maya. Mereka tidak memiliki anak
untuk masa yang lama.
Pada malam ketika Ratu mengandung, beliau
bermimpi bahwa seekor gajah putih dengan
enam gading putih memasuki sisi kanannya
dan sepuluh bulan kemudian, lahirlah
Bodhisattva.
Kelahiran
Ketika Ratu Maya mengandung, beliau
meninggalkan Kapilavatthu ke kerajaan
ayahnya untuk melahirkan. Akan tetapi,
beliau melahirkan di perjalanan, di Lumbini.
According to tradition, she gave birth
while standing up, with the infant
emerging from the side of her body.
She died soon after and the infant was
looked after by her sister, Maha Pajapati,
who was also married to the King.
Kelahiran
Ketika Ratu Maya mengandung, beliau
meninggalkan Kapilavatthu ke kerajaan
ayahnya untuk melahirkan. Akan tetapi,
beliau melahirkan di perjalanan, di Lumbini.
Menurut tradisi, beliau melahirkan dengan
posisi berdiri, dan bayi keluar dari samping
tubuhnya.
She died soon after and the infant was
looked after by her sister, Maha Pajapati,
who was also married to the King.
Kelahiran
Ketika Ratu Maya mengandung, beliau
meninggalkan Kapilavatthu ke kerajaan
ayahnya untuk melahirkan. Akan tetapi, beliau
melahirkan di perjalanan, di Lumbini.
Menurut tradisi, beliau melahirkan dengan
posisi berdiri, dan bayi keluar dari samping
tubuhnya.
Beliau meninggal tak lama kemudian dan sang
bayi dijaga oleh adik perempuannya, Maha
Pajapati, yang juga menikah dengan Raja.
Kelahiran
Sang bayi kemudian mulai berjalan
mengambil tujuh langkah, dengan
tumbuhnya bunga teratai di setiap langkah
kakinya dan mendeklamasikan bahwa ini
adalah kelahirannya yang terakhir kali.
This is likely a later addition to the story,
but may be taken symbolically to mean
that the Bodhisattva had already
successfully cultivated the 7 Factors of
Enlightenment in His past lives.
Simbol
Sebagai contohnya adalah Dewi yang
penuh cinta kasih dalam tradisi
Mahayana : Kuan Yin.
Eleven heads symbolizes the ability
to hear the cries of suffering beings.
Thousand arms symbolizes the
ability to come to the aid of many.
Simbol
Sebagai contohnya adalah Dewi yang
penuh cinta kasih dalam tradisi
Mahayana : Kuan Yin.
Sebelas kepala menyimbolkan
kemampuan mendengarkan tangisan
penderitaan para makhluk.
Thousand arms symbolizes the
ability to come to the aid of many.
Simbol
Sebagai contohnya adalah Dewi yang
penuh cinta kasih dalam tradisi
Mahayana : Kuan Yin.
Sebelas kepala menyimbolkan
kemampuan mendengarkan tangisan
penderitaan para makhluk.
Ribuan tangan menyimbolkan
kemampuan memberikan bantuan pada
banyak makhluk.
Kelahiran
Sang bayi kemudian mulai berjalan
mengambil tujuh langkah, dengan
tumbuhnya bunga teratai di setiap langkah
kakinya dan mendeklamasikan bahwa ini
adalah kelahirannya yang terakhir kali.
Sepertinya, ini adalah tambahan belakangan
pada cerita, tetapi secara simbolis, dapat
berarti bahwa Bodhisattva telah sukses
mengembangkan 7 faktor pencerahan di
kehidupan lampau Beliau.
Kelahiran
Selama perayaan kelahiran, Asita, sesosok
pertapa yang dihormati, mengunjungi istana
dan yang pertama melamarkan bahwa si bayi
akan menjadi guru spiritual yang hebat.
On the 5th day after the birth, 8 renowned
holy men were invited to the naming
ceremony. On examining the infant, 7
predicted that he would be either a world
monarch or a Buddha. Only 1 of them
declared that he would be a Buddha only.
Kelahiran
Selama perayaan kelahiran, Asita, sesosok
pertapa yang dihormati, mengunjungi istana
dan yang pertama melamarkan bahwa si bayi
akan menjadi guru spiritual yang hebat.
Pada hari ke 5 setelah kelahiran, 8 orang suci
kenamaan diundang para perayaan pemberian
nama. Ketika si bayi diteliti, 7 melamarkan
bahwa dirinya akan menjadi raja dunia atau
seorang Buddha. Hanya 1 di antara mereka
yang menyatakan bahwa sang bayi hanya akan
menjadi Buddha.
Masa Remaja
Raja Suddhodana menginginkan anaknya
untuk menjadi Raja dunia dan bukan Buddha.
He thus shielded him from the realities of
life by building him 3 palaces, one for the
hot season, one for the cold season and
one for the rainy season.
The Bodhisattva married his cousin,
Princess Yasodhara, at the age of 16,
and led a luxurious life in his 3 palaces.
Masa Remaja
Raja Suddhodana menginginkan anaknya
untuk menjadi Raja dunia dan bukan Buddha.
Beliau kemudian melindungi anaknya dari
kenyataan hidup dengan membangun 3
istana, satu untuk musim panas, satu untuk
musim dingin dan satu untuk musim hujan.
The Bodhisattva married his cousin,
Princess Yasodhara, at the age of 16,
and led a luxurious life in his 3 palaces.
Masa Remaja
Raja Suddhodana menginginkan anaknya
untuk menjadi Raja dunia dan bukan Buddha.
Beliau kemudian melindungi anaknya dari
kenyataan hidup dengan membangun 3
istana, satu untuk musim panas, satu untuk
musim dingin dan satu untuk musim hujan.
Bodhisattva menikahi sepupunya, Putri
Yasodhara, di usia ke 16, dan menjalani
kehidupan mewah di ke 3 istananya.
Masa Remaja
Menurut legenda, tidak ada orang tua atau
orang sakit yang diijinkan untuk dilihati
Pangeran. Bahkan daun-daun kering yang
berjatuhan dari pohon-pohon harus cepat
dibersihkan agar tidak terlihat pangeran.
This is because the King was afraid that
seeing the harsh realities of life and death
would cause him to renounce the world
and take the spiritual path.
Masa Remaja
Menurut legenda, tidak ada orang tua atau
orang sakit yang diijinkan untuk dilihati
Pangeran. Bahkan daun-daun kering yang
berjatuhan dari pohon-pohon harus cepat
dibersihkan agar tidak terlihat pangeran.
Ini dikarenakan ketakutan Raja bahwa
melihat kekerasan kenyataan hidup dan mati
dapat menyebabkan Pangeran melepaskan
keduniawian dan mengambil jalan spiritual.
Masa Remaja
Tetapi walaupun usaha terbaik telah diberikan
ayahnya untuk menjauhkan orang sakit, tua
dan mati, Dewa memperlihatkan tanda-tanda
ini pada Pangeran ketika beliau berkunjung
ke kota.
The Prince subsequently renounced and
left the palace in the dead of the night
with his horse and charioteer, with the
Devas suppressing all the noise so that
no one would be awakened.
Masa Remaja
Tetapi walaupun usaha terbaik telah diberikan
ayahnya untuk menjauhkan orang sakit, tua
dan mati, Dewa memperlihatkan tanda-tanda
ini pada Pangeran ketika beliau berkunjung
ke kota.
Pangeran kemudian melepaskan keduniawian
dan meninggalkan istana pada tengah malam
dengan kuda dan kusirnya, dengan bantuan
Dewa meredam semua bunyi sehingga tidak
ada yang terbangun.
Masa Remaja
Akan tetapi, kemungkinan besar Pangeran
menyadari kebenaran ini oleh dirinya sendiri
dan mulai merenungi hal ini dengan
sendirinya.
This was an age where leaving home on
spiritual quests was an established part
of Indian culture (Brahmins/Sramanas).
Therefore, the Prince renouncing was
painful to his family, but not uncommon.
Masa Remaja
Akan tetapi, kemungkinan besar Pangeran
menyadari kebenaran ini oleh dirinya sendiri
dan mulai merenungi hal ini dengan
sendirinya.
Karena pada usia ini, meninggalkan rumah
untuk pencarian spiritual adalah bagian dari
budaya India yang telah terbentuk
(Brahmin/Sramana).
Therefore, the Prince renouncing was
painful to his family, but not uncommon.
Masa Remaja
Akan tetapi, kemungkinan besar Pangeran
menyadari kebenaran ini oleh dirinya sendiri
dan mulai merenungi hal ini dengan sendirinya.
Karena pada usia ini, meninggalkan rumah
untuk pencarian spiritual adalah bagian dari
budaya India yang telah terbentuk
(Brahmin/Sramana).
Oleh karenanya, pelepasan keduniawian
pangeran menyakitkan keluarga, tetapi bukan
tidak biasa.
Masa Remaja
Ariyapariyesana Sutta MN. 26
"So, at a later time, while still young, a blackhaired young man endowed with the
blessings of youth in the first stage of life;
and while my parents, unwilling, were crying
with tears streaming down their faces;
I shaved off my hair & beard, put on the
ochre robe and went forth from the home life
into homelessness.”
Masa Remaja
Ariyapariyesana Sutta MN. 26
"Di kemudian hari, ketika masih muda, sebagai
seorang pemuda berambut hitam yang memiliki
berkah kemudaan, di masa jaya kehidupan;
and while my parents, unwilling, were crying
with tears streaming down their faces;
I shaved off my hair & beard, put on the
ochre robe and went forth from the home life
into homelessness.”
Masa Remaja
Ariyapariyesana Sutta MN. 26
"Di kemudian hari, ketika masih muda, sebagai
seorang pemuda berambut hitam yang memiliki
berkah kemudaan, di masa jaya kehidupan;
dan walaupun orang-tuaku, tidak
menginginkannya, menangis dengan wajah penuh
air mata;
I shaved off my hair & beard, put on the
ochre robe and went forth from the home life
into homelessness.”
Masa Remaja
Ariyapariyesana Sutta MN. 26
"Di kemudian hari, ketika masih muda, sebagai
seorang pemuda berambut hitam yang memiliki
berkah kemudaan, di masa jaya kehidupan;
dan walaupun orang-tuaku, tidak
menginginkannya, menangis dengan wajah penuh
air mata;
Aku mencukur rambut & jenggotku, mengenakan
jubah kuning dan pergi dari kehidupan berumah
menuju tanpa rumah.”
Masa Remaja
Meninggalkan istri dan putranya yang masih
bayi, Rahula, Pangeran kemudian memulai
kehidupan spiritual, berkeliling mencari
kebenaran dari kehidupan dan jalan keluar
dari penderitaan lingkaran kehidupan yang
tiada akhir, Samsara.
In effect, he became one the Sramanas,
the wandering ascetics or spiritual
seekers, common in ancient India during
that period of time.
Masa Remaja
Meninggalkan istri dan putranya yang masih
bayi, Rahula, Pangeran kemudian memulai
kehidupan spiritual, berkeliling mencari
kebenaran dari kehidupan dan jalan keluar
dari penderitaan lingkaran kehidupan yang
tiada akhir, Samsara.
Hasilnya, Beliau menjadi salah satu Sramana,
pertapa yang berkeliaran atau pencari
spiritual, yang umum di India kuno pada
waktu itu.
Dipersiapkan oleh T Y Lee
www.justbegood.net
Download