IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia coli SERTA Salmonella sp. YANG DIISOLASI DARI SOTO AYAM Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh : Putri Auliya Hilfa Lubis NIM : 1112103000026 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/ 2015M KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Salawat serta salam selalu tercurah kepada junjunan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa hidayah kepada kita selaku umatnya. Penelitian yang berjudul “IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia coli SERTA Salmonella sp. YANG DIISOLASI DARI SOTO AYAM” disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam pembuatan laporan penelitian ini, penulis merasakan kesulitan , kebingungan, kegundahan ketika prosesnya tidak sesuai dengan yang dibayangkan dan direncanakan. Namun dengan segala dukungan, doa dan bimbingan dari berbagai pihak, hambatan tersebut tidak menurunkan semangat saya untuk segera menyelesaikan laporan ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak, diantaranya: 1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT , selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Riset untuk PSPD angkatan 2012 4. Bu Yuliati, S.Si, M.Biomed dan Bu Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberi pengarahan dan bantuan v dalam bentuk apapun kepada penulis hingga laporan penelitian ini dapat selesai dengan baik. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pemikiran yang telah Ibu berikan untuk kelancaran penelitian saya. 5. Dr. Flori dan Bu Silvi sebagai penguji yang detail tapi membuat suasana ruang sidang tetap nyaman dan jauh dari kata tegang. Terima kasih pada beliau yang luar biasa baik, pengertian serta memberi koreksi dan saran membangun. 6. Dr. Fika Ekayanti, M.Med. Ed selaku Pembimbing Akademik, yang memberikan doa dan dukungannya kepada penulis. 7. Kedua orangtuaku tercinta, Ayah Bintor Mardahilson Lubis dan Bunda Ieffa Dewi Afini yang selalu memberikan doa, dukungan dan dorongan semangat dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan banyak masukan, motivasi, bantuan tenaga pikiran moral waktu dan material. Dan Adik tergantengku M. Rheza Hilfaziyan Lubis, selalu memberi doa dan kata semangat. 8. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung kelancaran perkuliahan yang sedang dijalani penulis 9. Muliasari, Linda Pratiwi, Eka Rahma dan Adichita teman sekelompok risetku. Bersyukur sekelompok bareng kalian yang mau saling bantu, mengerti adanya kegiatan lain, menyemangati cepat sidang, menghabiskan waktu bersama di Lab Mikro. Menjalani perjalanan panjang bersama kalian. 10. Sahabat luar biasa sebagai keluarga kecilku di perkuliahan: Anis, Muthi, Abang Rizky, Kak Hipni, Fitri, Vio, Riza. Dorongan semangat, doa, perhatian dan bantuan kalian tak terhitung, semoga Allah membalas kebaikan kalian. Bersyukur punya kalian. 11. Sahabat BPH: Eja, Adlin, Peje, Ranita, Ega, Eel, Faruq, Dek Tanti, Dek Jahlo; dan seluruh USMR. Tempat yang membuat kehidupanku hanya diantara riset dan kalian, terutama setengah tahun belakangan ini. Tidak perlu dijelaskan bagaimana keadaan di masa itu, yang pasti aku bahagia bersama kalian. vi 12. Kesayangan sejak kecil: Upe, Api, Yanda, Wita, Jiah, Adit, Winda, Keke, Siti. Kalian masih yang terindah. 13. Kak Novi, Pak Bacok, Pak Irul dan Bapak Satpam Pascasarjana yang membantu kelancaran saya melakukan penelitian di Lab Mikro kapanpun waktunya. 14. Teman sejawatku yang selama ini menempuh pendidikan preklinik bersama dan akan terus bersama sampai lulus nanti. Semoga kita selalu kompak dalam kebaikan dan kesuksesan “PSPD BRAIN 2012 - Together, Better, Stronger” 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memperlancar proses pengerjaan laporan penelitian ini Dengan segala kejujuran dan kerendahan hati penulis sadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi pembahasan maupun penyusunannya. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan seluruh pihak, juga dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan atau sumber ide untuk penelitian lebih lanjut di bidang kedokteran. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Ciputat, 17 September 2015 Putri Auliya Hilfa Lubis vii ABSTRAK Putri Auliya Hilfa Lubis. Program Studi Pendidikan Dokter. IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia coli SERTA Salmonella sp. YANG DIISOLASI DARI SOTO AYAM. 2015. Insidensi foodborne disease masih tinggi, terutama yang disebabkan oleh bakteri. Soto ayam mengandung daging ayam dan kuah hangat yang diduga menunjang kehidupan bakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cemaran bakteri pada soto ayam, keberadaan Escherichia coli dan Salmonella sp. serta sensitifitasnya terhadap antibiotik. Metode: TPC (Total Plate Count) dengan menghitung jumlah koloni bakteri pada setiap sampel soto ayam serta Kirby-Bauer untuk uji antibiotik siprofloksasin, gentamisin dan amoksisilin. Hasil: seluruh sampel tercemar bakteri dengan jumlah koloni bakteri melebihi ambang batas normal. Ditemukan bakteri Escherichia coli pada 5 sampel dan Salmonella sp. pada 4 sampel (jumlah sampel = 6). Escherichia coli sensitif terhadap siprofloksasin (100%), sensitif gentamisin (100%), resisten amoksisilin (100%) dan Salmonella sp. sensitif siprofloksasin (100%), sensitif gentamisin (75%), resisten amoksisilin (100%). Kata kunci : Foodborne disease, soto ayam, TPC, Kirby-Bauer ABSTRACT Putri Auliya Hilfa Lubis. Medical Education Study Program. IDENTIFICATION of BACTERIA Escherichia coli AND Salmonella sp. ISOLATED FROM CHICKEN SOTO. 2015. The incidence of foodborne disease remains high, mainly caused by bacteria. Chicken soto which contains chicken and warm sauce is suspected support bacterial life. The aim of this study is to ascertain the bacterial contamination in the chicken soto, the presence of Escherichia coli and Salmonella sp. and their sensitivity to antibiotics. Methods: TPC (Total Plate Count) by counting the number of bacterial colonies on each sample of chicken soto and also Kirby-Bauer to test the antibiotics ciprofloxacin, gentamicin and amoxicillin. Results: All samples were contaminated by bacteria with the amount of bacterial colonies exceeded the normal threshold. Escherichia coli was found in 5 samples and Salmonella sp. was found in 4 samples (total samples = 6). Escherichia coli was sensitive to ciprofloxacin (100%), sensitive to gentamicin (100%) and resistant to amoxicillin. Meanwhile Salmonella sp. sensitive to ciprofloxacin (100%), sensitive to gentamicin (75%), and resistent to amoxicillin (100%). Keywords : Foodborne disease, chicken soto, TPC, Kirby-Bauer viii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................ v,vi, vii ABSTRAK ..................................................................................................... viii DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii-xiii DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1-2 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 1.3.1. Tujuan Umum .................................................................................... 3 1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................... 3 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4 2.1. Landasan Teori.......................................................................................... 4 2.1.1. Makanan jajanan dan Pencemarannya .............................................. 4-6 2.1.2. Pencegahan Pencemaran terhadap Makanan .................................... 6-9 2.1.3. Bakteri Escherichia coli .................................................................... 10 2.1.3.1. Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli............................ 9-10 2.1.3.2. Pertumbuhan Escherichia coli .............................................. 10-11 2.1.2.3. Patogenesis Penyakit oleh Escherichia coli .......................... 11-13 2.1.4. Bakteri Salmonella sp. ....................................................................... 13 2.1.4.1.Morfologi dan Taksonomi Salmonella sp. ............................. 13-14 2.1.4.2. Pertumbuhan Salmonella sp. ................................................ 14-15 2.1.4.3. Patogenesis Penyakit oleh Salmonella sp. ............................ 15-16 2.1.5. Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme ........................................... 16-18 2.1.6. Kultur Mikroorganisme ................................................................ 18-19 2.1.7. Penghitungan Pertumbuhan Bakteri .............................................. 19-20 2.1.8. Antibiotik ..................................................................................... 20-26 ix 2.1.8.1. Antibiotik Amoksisilin ......................................................... 26-27 2.1.8.2. Antibiotik Gentamisin .......................................................... 28-29 2.1.8.3. Antibiotik Siprofloksasin ..................................................... 29-30 2.2. Kerangka Teori ....................................................................................... 30 2.3. Kerangka Konsep .............................................................................. 30-31 2.4. Definisi Operasional ............................................................................... 31 BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................... 32 3.1. Desain Penelitian..................................................................................... 32 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 32 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 32 3.3.1.Populasi ............................................................................................. 32 3.3.2.Sampel .............................................................................................. 32 3.4. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 33 3.4.1. Alat Penelitian .................................................................................. 33 3.4.2. Bahan Penelitian ............................................................................... 33 3.5. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 33 3.5.1.Tahap Persiapan ................................................................................. 33 3.5.1.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) ....................................... 33 3.5.1.2. Pembuatan Media Nutrien Broth (NB) ................................. 33-34 3.5.1.3. Pembuatan Media Salmonella Shigella Agar (SSA) .................. 34 3.5.1.4. Pembuatan Media Endo Agar ................................................... 34 3.5.1.5. Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................................ 35 3.5.1.6. Pengambilan dan Persiapan Sampel ......................................... 35 3.5.2.Pengujian Sampel dengan Metode TPC .............................................. 36 3.5.2.1. Pengenceran.............................................................................. 36 3.5.2.2. Penanaman Sampel dan Pembiakan Bakteri ......................... 36-37 3.5.2.3. Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram ............................ 37 3.5.2.4. Uji Resistensi Antibiotik .......................................................... 38 3.6. Alur Penelitian ....................................................................................... 39 3.7. Managemen Data ................................................................................... 39 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 40 4.1. Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 40 4.1.1. Hasil Kultur Bakteri dengan Metode TPC (Total Plate Count) ..... 40-43 4.1.2. Isolasi Bakteri dari Sampel Makanan dalam Media Spesifik ........ 43-44 x 4.1.3. Pewarnaan Gram .............................................................................. 44 4.1.4. Uji Resistensi Antibiotik terhadap Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. ............................................................................. 45-50 4.2. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 51 BAB 5 PENUTUP ........................................................................................... 52 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 52 5.2. Saran ................................................................................................. 52-53 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 54-56 LAMPIRAN .............................................................................................. 57-64 DAFTAR BAGAN xi Bagan 2.1 Kerangka Teori Bagan 2.2 Kerangka Konsep Bagan 3.1 Alur Penelitian DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penggolongan mikroorganisme berdasarkan suhu Tabel 2.2 Penggolongan hasil penghitungan TPC Tabel 2.3 Definisi Operasional Tabel 4.1 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel Tabel 4.2 Hasil Penghitungan TPC pada Setiap Sampel Tabel 4.3 Hasil Uji Resistensi Antibiotik pada Escherichia coli Tabel 4.4 Hasil Uji Resistensi Antibiotik pada Salmonella sp. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli Gambar 2.2 Hasil Pewarnaan Gram Escherichia coli Gambar 2.3 Patogenesis Escherichia coli Gambar 2.4 Escherichia coli dalam Media Endo Agar Gambar 2.5 Morfologi Salmonella sp. Gambar 2.6 Salmonella sp. dalam media Mac-Conkey Agar Gambar 2.7 Patogenesis Salmonella sp. Gambar 2.8 Tes Agar Difusi Gambar 3.1 Tahapan Pembuatan Media Kultur Gambar 3.2 Pengenceran dan Penanaman Sampel pada Media Gambar 3.3 Tahapan Uji Resistensi Antibiotik Gambar 4.1 Pertumbuhan Bakteri pada Media NA dengan konsentrasi 10 -1 dan 10-2 Gambar 4.2 Hasil Kultur Bakteri dari Sampel Soto Ayam yang diisolasi pada media Endo Agar dan SSA Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Gram dari Kultur Bakteri xii Gambar 4.4 Efek Antibiotik terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella sp. DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Escherichia coli Grafik 4.2 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Salmonella sp. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Penghitungan Penelitian Lampiran 2. Alat dan Bahan Lampiran 3 Langkah Kerja Penelitian Lampiran 4 Hasil Penelitian Lampiran 5 Grafik Interpretasi Ukuran Zona Hambat untuk Bakteri Lampiran 6 Riwayat Penulis xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah terlebih dahulu oleh penjual, ataupun makanan siap santap yang dijual untuk umum dan bukan dijual oleh jasa boga, rumah makan/ restoran, dan hotel. Disebutkan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pasal 2 Bab II Tahun 2011, “Makanan yang berada di wilayah Indonesia, baik dari hasil produksi sendiri maupun impor kemudian diedarkan, harus sesuai dengan ketentuan keamanan makanan untuk mencegah gangguan kesehatan akibat cemaran bahan kimia maupun biologis (mikroba)”. Namun pada kenyataannya, sebagian besar orang kurang memperhatikan higienitas dari makanan jajanan yang dibeli, dan beberapa pedagang tidak menjaga kebersihan makanan yang dijualnya, sehingga makanan jajanan yang beredar dapat menimbulkan penyakit (foodborne disease).1,2,3 Foodborne disease dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroba, misalnya coliform. Mikroba yang termasuk coliform dan paling umum menyebabkan infeksi pada makanan adalah Escherichia coli dan Salmonella sp. Escherichia coli merupakan flora normal saluran pencernaan, namun dapat menjadi patogen apabila jumlahnya meningkat atau berada di luar saluran pencernaan. Bila Escherichia coli terdapat dalam air ataupun makanan yang mengandung air, terindikasi bahwa air tersebut terkontaminasi feces. Sedangkan Salmonella sp. merupakan bakteri patogen pada saluran pencernaan. Seringkali Salmonella sp. mencemari daging, karena kandungan air dan protein yang banyak pada daging menunjang pertumbuhan bakteri. Kedua jenis bakteri ini dapat menyebabkan penyakit diare akut.2,4,5,6 1 2 Salah satu makanan jajanan yang dijual di beberapa kantin kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu soto ayam. Soto ayam mengandung daging ayam dan air, yang memungkinkan terjadi pencemaran oleh Escherichia coli dan Salmonella sp. Makanan ini seringkali dihidangkan saat masih panas atau hangat. Banyak asumsi orang bahwa makanan jajanan yang dihidangkan saat masih hangat tidak tercemar mikroba, namun sebenarnya suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri berbeda untuk tiap jenis bakteri.7 Untuk mengobati infeksi bakteri, terutama untuk Escherichia coli dan Salmonella sp. yang merupakan bakteri Gram negatif, obat yang dipakai adalah antibiotik. Namun dengan pemakaian antibiotik yang meluas dan tidak sesuai indikasi mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap beberapa antibiotik. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study), diperoleh hasil 43% Escherichia coli pada 2494 individu masyarakat mengalami resisten terhadap ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan 81% Escherichia coli dari pasien di rumah sakit mengalami resisten ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%) dan gentamisin (18%).8,9,10 Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti melakukan analisis total bakteri dan jenis bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. dengan tujuan untuk mengetahui jumlah koloni dan jenis bakteri pada soto ayam yang dijual dikantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian dilakukan uji resistensi antibiotik sehingga dapat diketahui antibiotik yang sudah tidak efektif digunakan untuk kedua jenis bakteri tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat cemaran bakteri pada soto ayam di kantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? Antibiotik apa yang telah resisten untuk bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang ditemukan? 3 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui cemaran bakteri pada soto ayam di kantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri pada soto ayam dengan berbagai konsentrasi di kantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui keberadaan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. pada soto ayam di kantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui jenis antibiotik yang telah resisten terhadap bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang ditemukan dalam soto ayam yang diuji. 1.4 Manfaat Penelitian Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama menjalani pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri dari makanan serta uji resistensi antibiotik Memberi pengalaman dalam proses pembuatan karya ilmiah berkaitan dengan ilmu kedokteran Sebagai syarat kelulusan pendidikan pre-klinik Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Makanan jajanan dan Pencemarannya Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah terlebih dahulu oleh penjual, ataupun makanan siap santap yang dijual di tempat umum seperti pinggir jalan, stasiun, terminal biasanya berada di kaki lima, tempat bekerja, sekolah atau tempat keramaian dan tidak dijual oleh jasa boga, rumah makan/ restoran serta hotel.1 Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Nasional BPOM melaporkan, kejadian keracunan di Indonesia pada tahun 2014 yang disebabkan oleh makanan merupakan kasus terbanyak ke-2, yaitu sebanyak 540 kasus. Jika dilihat berdasarkan insidensinya, keracunan makanan memperoleh insiden tertinggi yaitu sebanyak 47, sedangkan yang disebabkan hal lain hanya 1-3 insidensi.11 Bahan makanan yang dijadikan makanan jajanan dapat menjadi sumber makanan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dan menyebabkan perubahan dalam makanan tersebut. Perubahan ini dapat menguntungkan ataupun merugikan. Makanan jajanan dapat mengalami pencemaran oleh berbagai mikroorganisme sehingga menimbulkan kesakitan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Kelainan yang ditimbulkan akibat makanan tercemar disebut foodborne disease. Gejala umumnya adalah gejala gangguan pencernaan yaitu sakit perut, diare (BAB >3x sehari dan berair atau encer) disertai mual yang diikuti muntah dan dapat terjadi demam, kejang-kejang dan lain-lain. Penyebab hal ini oleh Departemen Kesehatan RI digolongkan menjadi 5 kelompok besar yaitu virus, bakteri, amoeba/ protozoa, cacing/ parasit serta bukan kuman seperti jamur, bahan pewarna dan bahan pengawet. Pada foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri, dikenal istilah intoksikasi pangan dan infeksi pangan. Intoksikasi pangan berarti terjadi pencemaran oleh toksin yang dihasilkan bakteri pada makanan, sedangkan infeksi pangan yaitu pencemaran makanan oleh bakteri 4 5 sehingga bakteri tersebut masuk kedalam tubuh dan melakukan aktivitas sehingga menimbulkan kelainan. Bakteri yang masuk dapat mengeluarkan toksin dalam tubuh ataupun merusak tubuh secara langsung.1,4,12,13 Intoksikasi pangan akibat bakteri dibagi menjadi dua, yaitu botulisme (toksin dihasilkan oleh Clostridium botulinum) dan stafilokoki (toksin dari Staphylococcus aureus). Pada infeksi pangan terdapat dua kelompok terdiri dari infeksi pada makanan yang tidak menunjang pertumbuhan bakteri yaitu mikroorganisme penyebab penyakit tuberkulosis (M. tuberculosis), brucellosis (Brucela melitensis), difteri (Corynebacterium diphteriae) dan sebagainya serta infeksi pada makanan yang menunjang pertumbuhan bakteri sehingga bakteri mencapai jumlah yang cukup untuk menginfeksi tubuh, bakteri yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Salmonella sp., Escherichia coli enteropatogenik, Listeria monocytogenes dan Campylobacter jejuni. Dalam mengkontaminasi makanan, mikroorganisme dapat melalui berbagai jalur yaitu melalui bahan baku, pekerja pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan makanan.12,13 Foodborne disease dapat terjadi bila bakteri dari bahan mentah dapat bertahan hidup setelah dilakukan pengolahan dan jumlahnya cukup banyak, bakteri mengeluarkan toksin dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan penyakit dan bakteri terdapat pada peralatan makanan atau tangan pengolah sehingga mencemari makanan.14 Pencemaran dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu pencemaran langsung (zat pencemar langsung masuk kedalam makanan), pencemaran silang (pencemaran tidak langsung dari makanan satu ke makanan yang lain atau dari peralatan dan orang) dan pencemaran ulang (pencemaran pada makanan yang telah dimasak misalnya makanan terkena bakteri akibat kondisi makanan cocok untuk pertumbuhan bakteri). 15 Berbagai jenis makanan dapat tercemar oleh bakteri, termasuk soto ayam yang terdiri dari berbagai jenis sumber makanan. Daging ayam merupakan bahan makanan protein yang mengandung nutrien dan kadar air tinggi sehingga baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Komposisi 6 daging yaitu air 56%, protein 22%, lemak 24% dan bukan protein terlarut (karbohidrat, garam organik, nitrogen terlarut, mineral dan vitamin) 3,5% serta sering mengandung mikroorganisme yang menguntungkan untuk pertumbuhan mikroorganisme lain. Diketahui pula bahwa terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme dalam daging. Faktor intrinsik terdiri dari nutrisi yang terdapat pada daging, kandungan air, kondisi pH daging sekitar 5,6-5,8 setelah penyembelihan sehingga bakteri tumbuh dengan baik karena hampir seluruh bakteri tumbuh optimal pada pH 7 dan tidak tumbuh di pH <4 atau >9. Pada faktor ekstrinsik termasuk suhu, kandungan oksigen serta kondisi daging. Selain itu, bahan makanan dari hewan adalah sumber utama bakteri. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat bertahan hingga proses pengolahan telah selesai. Proses penyembelihan dan pemotongan ayam menyebabkan peningkatan penularan mikroorganisme dari satu unggas ke unggas lainnya. Bakteri yang biasanya terdapat pada daging yaitu Salmonella sp., Campylobacter, Escherichia coli., Yersinia enterolitica dan Listeria monocytogenes. Kuah dalam soto pun merupakan medium yang mudah dicemari oleh mikroorganisme, karena bakteri sangat membutuhkan air untuk perkembangbiakannya dan akan mati jika kondisi lingkungannya terlalu kering.12,16 2.1.2. Pencegahan Pencemaran terhadap Makanan Dalam menghindari terjadinya pencemaran makanan oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan foodborne disease, maka dilakukan higiene sanitasi makanan dan minuman, yang menurut Departemen Kesehatan RI adalah upaya pengendalian makanan, orang, tempat dan perlengkapan yang memungkinkan timbulnya penyakit ataupun gangguan kesehatan. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2006, terdapat prinsip-prinsip higiene dan sanitasi makanan yang terdiri dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan matang dan penyajian makanan.1,17 7 Dalam pemilihan bahan makanan, perlu dipilih bahan makanan yang baik. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.942 tahun 2003 tentang Makanan Jajanan bahwa bahan makanan seharusnya diperoleh dari penyedia yang telah terdaftar dan memiliki izin, dalam kondisi mutu yang baik, segar serta tidak busuk.1 Terdapat cara penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan sejuk (cooling) dengan suhu 10˚-15˚C untuk minuman, buah dan sayuran; penyimpanan dingin (chilling) suhu 4˚-10˚C untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah; penyimpanan dingin sekali (freezing) suhu 0˚-4˚C untuk makanan berprotein yang mudah rusak dalam waktu 24 jam; penyimpanan beku (frozen) suhu <0˚C untuk makanan berprotein yang mudah rusak dalam waktu >24 jam.17 Dalam tahap pengolahan makanan, kemungkinan terjadinya pencemaran makanan sangat tinggi, baik dari fisik, kimia atau biologis. Pencemaran ini dapat merusak makanan sehingga kualitas makanan menurun dan berbahaya untuk kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.942 tahun 2003 tentang Sanitasi Makanan Jajanan, peralatan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai persyaratan higiene sanitasi, peralatan dicuci dengan air bersih dan sabun setelah dipakai, kemudian dikeringkan memakai lap bersih serta disimpan ditempat yang bersih.1,17 Penyimpanan makanan masak merupakan waktu yang paling tepat bagi pertumbuhan bakteri, terutama pada suasana lingkungan yang cocok seperti suasana mengandung banyak makanan (protein), banyak air, pH berkisar 6,8-7,5, suhu optimum 37˚C serta tidak terdapat faktor yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa hal yang berperan penting untuk pertumbuhan bakteri dalam makanan yaitu kadar air makanan, jenis makanan dan suhu makanan. Bakteri senang tumbuh di tempat dengan kandungan air bebas dalam makanan yang tinggi yaitu pada makanan yang basah. Air bebas maksudnya adalah air pada makanan tidak terikat molekul makanan misalnya pada kuah, uap yang mencair, larutan gula encer sehingga digunakan bakteri untuk hidup dan tumbuh. Sedangkan air 8 yang terikat molekul makanan seperti pada madu, sirup dan larutan garam tidak dapat ditumbuhi bakteri, sehingga makanan seperti ini bisa tahan lama. Makanan yang mengandung protein dan air merupakan tempat hidup dan berkembang biak bakteri karena dalam tubuh bakteri sebagian besarnya mengandung protein dan air. Maka makanan yang berprotein dan berkadar air tinggi seperti daging, telur, susu serta hasil olahannya sangat disukai bakteri untuk tumbuh subur. Suhu makanan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri yaitu 37˚C, bakteri akan lambat tumbuh pada suhu kurang atau lebih dari 37˚C serta tidak tumbuh pada suhu 10˚C-60˚C. Agar bahan makanan seperti daging, ikan, unggas dan sayuran tidak dicemari, maka makanan yang disimpan didalam lemari es harus ditutup, tangan harus dicuci setelah memegang makanan mentah kemudian akan memegang makanan matang, alat makan dan alas untuk memotong makanan harus selalu dicuci dengan air hangat, lap piring tidak dipakai untuk mengelap tangan atau meja.14,17,18 Prinsip pengangkutan makanan siap santap diantaranya harus dimasukkan kedalam wadah masing-masing serta tidak terlalu penuh agar tidak terjadi kondensasi, karena uap makanan yang mencair adalah media yang baik bagi pertumbuhan bakteri; pengangkutan yang membutuhkan waktu lama suhunya harus diatur tetap panas >60˚C atau tetap dingin <4˚C; dan wadah tidak boleh terbuka.14,17 Penyajian makanan juga memiliki prinsip antara lain setiap makanan disajikan dalam wadah yang terpisah, untuk makanan dengan kadar air tinggi seperti kuah; soto atau saus dicampur saat akan dihidangkan agar tidak cepat basi, makanan diusahakan disajikan dalam kondisi panas terutama sop; gulai dan soto serta menggunakan peralatan penyajian yang bersih.14,17 WHO memiliki sepuluh prinsip pokok untuk menciptakan keamanan makanan yaitu pilih makanan yang sudah diproses, memasak makanan dengan sempurna, santap makanan segera, simpan makanan masak dengan benar, panasi kembali makanan dengan benar, cegah kontak makanan dengan bahan mentah, cuci tangan sesering mungkin, jaga 9 kebersihan permukaan dapur secermat mungkin, lindungi makanan dari serangga atau binatang lain dan gunakan air bersih. 17,19 2.1.3. Bakteri Escherichia coli 2.1.3.1. Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe antigen O, 50 tipe antigen H dan 90 tipe antigen K. Beberapa antigen O dapat dibawa oleh organisme, sehingga beberapa diantaranya sama dengan yang dimiliki Shigella. Terkadang penyakit spesifik berkaitan dengan antigen O ini, seperti yang ditemukan pada penyakit diare dan infeksi saluran kemih. Antigen K pada Escherichia coli adalah polisakarida dan berfungsi untuk melekat pada sel epitel sebelum menginvasi saluran cerna atau saluran kemih. Selain itu juga memiliki antigen CFAs I dan II yang berfungsi untuk melekat pada sel epitel usus binatang. Bakteri ini termasuk bakteri anaerob fakultatif sehingga dapat hidup dalam kondisi aerob maupun anaerob. Oksigen digunakan untuk akseptor elektron terminal sehingga dapat tumbuh baik secara oksidatif dan dapat menggunakan reaksi fermentasi untuk memperoleh energi secara anaerob. Bakteri jenis fakultatif anaerob merupakan bakteri patogen yang sering dijumpai.20,21,22 Taksonomi Escherichia coli yaitu sebagai berikut. 20 Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Kelas : Scotobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli 10 Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli Sumber :Engelkirk PG, Burton GRW, 2007 Gambar 2.2 Hasil Pewarnaan Gram Escherichia coli Sumber: Jawetz E dkk., 2005 2.1.3.2. Pertumbuhan Escherichia coli Dapat hidup dalam suhu 10-40˚C dengan suhu optimum 37˚C, pH optimum 7,0 – 7,5, hidup ditempat lembab, mati dengan pasteurisasi.6 E. coli meragi glukosa menjadi asam disertai dengan pembentukan gas, meragi laktosa, menghasilkan nitrit hasil reduksi dari nitrat, membentuk indol atau tidak. Pada tes sitrat hasilnya (-).20,21 Bakteri Escherichia coli dapat tumbuh berlebihan dalam tubuh manusia bila manusia mengkonsumsi makanan yang telah tercemar bakteri ini, seperti daging mentah, daging yang tidak sempurna dalam proses pengolahan, susu, ataupun feses yang tercemar dalam pangan atau air. 20 Bakteri ini dapat tumbuh baik pada hampir seluruh media yang biasa dipakai untuk isolasi bakteri enterik. Koloni E. coli dalam medium tampak bulat berukuran kecil hingga sedang, basah, halus, permukaan licin, pinggiran rata dan berwarna keabu-abuan atau kilap logam.20 11 Gambar 2.4 Escherichia coli dalam Media Endo Agar Sumber:Kayser FH, 2005 2.1.3.3. Patogenesis Penyakit oleh Escherichia coli Bakteri E. coli termasuk bakteri koliform dan hidup dalam usus manusia sehingga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi. Dengan adanya bakteri ini pada makanan atau air, maka dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengolahannya berkontak dengan feses dari usus manusia ataupun hewan sehingga menyebabkan kelainan atau mengganggu kesehatan manusia. Dan karena bakteri ini merupakan flora normal usus, maka sebenarnya tidak patogen dalam saluran pencernaan dan adanya kemungkinan memiliki peran dalam fungsi dan nutrisi normal pada tubuh, namun keberadaannya diluar saluran pencernaan, ditempat yang jarang terdapat flora normal, atau melebihi batas normal menyebabkannya menjadi patogen.20,21,23,24 Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi diluar usus seperti sistitis, kolesistitis, apendisitis, peritonitis, pielonefritis, infeksi pada luka pasca operasi, meningitis dan sepsis. Infeksi oleh bakteri ini sering juga pada saluran kemih dengan tanda dan gejala yang tidak khas infeksi Escherichia coli. Selain itu juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dengan klasifikasi bakteri Escherichia coli berdasarkan sifat virulensinya, dan dapat menyebabkan penyakit diare dengan mekanisme yang berbeda. Beberapa golongan tersebut yaitu:20,21,22,25 1) Escherichia coli enteropatogenik (EPEC) menyebabkan diare cair yang sering terjadi pada bayi di negara berkembang dan dapat sembuh sendiri 12 tapi dapat pula menjadi kronik, lamanya diare ini dapat dipersingkat dengan pemberian antibiotik. EPEC menempel pada sel epitel usus halus dengan menggunakan adhesin yang dikenal dengan intimin, kemudian mengeluarkan toksin dan menyebabkan mikrovili hilang dan filamen aktin terbentuk. 2) Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) menyebabkan diare pada orang yang bepergian sehingga dikenal dengan traveller’s diarrhea. ETEC mengeluarkan enterotoksin LT (heat-labile enterotoxin, inaktivasi pada suhu 60˚C dalam 30 menit) atau enterotoksin ST (heat-stable enterotoxin, tahan suhu >100˚C). Bakteri dengan LT menempel pada brush border sel epitel usus halus yang mengaktivasi enzim adenilsiklase kemudian siklik adenosin monofosfat (cAMP) konsentrasinya meningkat, maka permeabilitas sel epitel usus meningkat sehingga absorpsi natrium terhambat dan terjadi hipersekresi air dan klorida, akhirnya menyebabkan diare cair masif. Sedangkan ST mengaktivasi siklik guanilil siklase (cGMP) pada sel epitel sehingga terjadi penurunan motilitas usus halus dan gangguan absorpsi klorida yang menyebabkan sekresi cairan. 3) Escherichia coli enteroinvasive (EIEC) yang menyebabkan diare seperti disentri (shigellosis). EIEC menginvasi sel epitel mukosa usus yang menyebabkan ulkus, lesi inflamasi. 4) Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) penyebab diare ringan, colitis hemoragik, sindroma hemotilik uremik hingga nyeri abdomen berat. EHEC menghasilkan verotoksin yang sifatnya hampir sama dengan toksin Shiga pada Shigella dysentriae, meskipun secara antigenik dan genetik berbeda. 5) Escherichia coli enteroaggregative (EAggEC/ EAEC) merupakan penyebab diare akut dan kronik yang lebih dari >14 hari. EAEC memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin seperti yang dikeluarkan oleh ETEC. 13 Gambar 2.3 Patogenesis Escherichia coli Sumber: Richard V dkk., 2010 2.1.4. Bakteri Salmonella sp. 2.1.4.1. Morfologi dan Taksonomi Salmonella sp. Salmonella berbentuk batang, bersifat Gram negatif, bersifat anaerob fakultatif, tidak berspora, motil dan berukuran 1-3,5 μm x 0,5-0,8 μm. 20 Gambar 2.5 Morfologi Salmonella sp. Sumber :Kayser FH, 2005 Antigen utama pada Salmonella yaitu antigen O (somatik) yang digolongkan menjadi beberapa serogrup A, B, C1, C2, D dan E, antigen H 14 (flagel) dan antigen K/ Vi (kapsul). S. typhi dan S. choleraesuis masingmasing memiliki satu serotip, sedangkan S. enteriditis memiliki 140 serotip.20 Bakteri ini memiliki taksonomi sebagai berikut. 20 Kingdom : Bacteria Divisi : Proteobacteria Kelas : Gamma proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella Spesies : S. Typhi, S. Paratyphi A, S.Thyphimurium, S. Choleraesuis, S.Enteriditis 2.1.4.2. Pertumbuhan Salmonella sp. Salmonella dapat menyebar melalui hewan peliharaan ataupun manusia, salah satu penyebarannya melalui feses orang-orang yang terinfeksi sehingga mencemari makanan atau sumber air. Penularan paling utama terjadi dengan menelan pangan yang terdapat bakteri. Bakteri ini banyak mencemari makanan seperti telur dan daging ayam, serta dapat terus bereproduksi bila pemasakan tidak sempurna. Sumber infeksi yang paling sering untuk Salmonella adalah air yang terkontaminasi feses, susu dan produk olahannya yang terkontaminasi feses atau pasteurisasi tidak sempurna, kerang yang mengandung air yang terkontaminasi, telur unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi, daging atau olahannya dari hewan ternak yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pengolahan dan hewan peliharaan. Bakteri ini dapat hidup diluar tubuh makhluk hidup selama berminggu-minggu, dapat bertahan hidup di air selama 4 minggu, tumbuh pada pH 7,2 dengan suasana aerob dan anaerob fakultatif dan tumbuh baik pada suhu hangat yaitu dengan suhu optimum 35-37˚C dan akan berhenti pertumbuhannya pada suhu <6,7˚C atau >46,6˚C. Oleh karena itu, bakteri ini sering terdapat pada makanan yang tidak dipanaskan secara benar seperti telur, susu atau daging ayam.20,23 15 Bakteri ini dapat tumbuh pada media agar Salmonella Shigella Agar, Mac-Conkey Agar dengan bentuk koloni bulat, kecil dan tidak berwarna atau transparan, dengan warna hitam ditengah.20 Gambar 2.6 Salmonella sp. dalam media Xylose-Lisine-Deoxycholate (XLD) Sumber : Forbes BA, Sham DF, dkk., 2007 2.1.4.3. Patogenesis Penyakit oleh Salmonella sp. Sebagian besar Salmonella bersifat patogen pada hewan yang menjadi reservoir untuk menginfeksi manusia. Penyakit utama yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu: 1) Demam tifoid (demam enterik) Penyakit ini paling sering disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk ke aliran darah melalui limfatik, kemudian ke berbagai organ termasuk usus. Gejala yang timbul yaitu demam, malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia setelah masa inkubasi 10-14 hari. Setelah itu demam meningkat dan terkadang muncul bintik-bintik merah pada kulit. Dalam kondisi parah dapat terjadi pembesaran limpa dan hati. 20 2) Bakteremia dengan lesi fokal Bakteri S. Choleraesuis umumnya menjadi penyebab penyakit ini. Bakteri menginvasi ke aliran darah yang memungkinkan adanya lesi fokal di paru, tulang, meninges; meskipun sebelumnya menginfeksi mulut, namun tidak ada manifestasi dalam usus. 20 16 3) Enterokolitis Infeksi pada Salmonella paling sering menyebabkan enterokolitis, dengan gejala sakit kepala, mual, muntah dan diare hebat disertai demam ringan 2-3 hari. Lesi inflamasi terjadi dalam usus halus dan usus besar.20 Beberapa strain Salmonella dapat melakukan penetrasi pada epitel usus, kemudian Salmonella mengaktifkan enzim adenil siklase dan siklik AMP sehingga terjadi transport elektrolit dan perubahan pada cairan di ileum yang menyebabkan sekresi cairan usus dan diare.20 Salmonella menempel ke sel epitel dalam usus halus, kemudian melakukan endositosis. Bakteri ini memperbanyak diri dengan bantuan makanan dan merusak sel tubuh, hal ini menyebabkan demam, kram dan diare. Bila lebih parah, dapat menyebabkan bakteremia dengan berpindahnya bakteri pada pembuluh darah.24 Gambar 2.7 Patogenesis Salmonella sp. Sumber: Richard V dkk., 2010 2.1.5. Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme Faktor pertumbuhan mikroorganisme dapat berupa fisika yaitu suhu, pH dan tekanan osmotik serta kimiawi berupa nutrien.7 17 a. Suhu Berdasarkan suhu, mikroorganisme terbagi menjadi 3 kelompok yaitu psikrofil (suhu rendah), mesofil (suhu sedang) dan termofil (suhu tinggi). Masing-masing kelompok tersebut memiliki interval suhu yaitu suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum. Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut.7 Tabel 2.1 Penggolongan mikroorganisme berdasarkan suhu Sifat mikroorganisme Suhu minimum Suhu optimum Suhu maksimum Termofil 40-45˚C 55-75˚C 60-85˚C Mesofil 10-15˚C 30-45˚C 35-47˚C Psikrofil - Fakultatif 5˚C 25-30˚C 30-35˚C - Mutlak 5˚C 15-18˚C -22˚C Sumber: Harti AS, 2015 Sebagian besar mikroorganisme bersifat mesofilik, sehingga banyak mikroba bebas memiliki suhu optimal 30˚C. 20 b. pH Dilihat dari pH pertumbuhan, mikroorganisme terbagi menjadi asidofil (pH 2,0 – 5,0), neutrofil atau mesofil (pH 5,5 – 8,0) dan alkalofil (pH 8,4 – 10,0). Pada umumnya bakteri masuk ke dalam golongan mesofil, sedangkan jamur tergolong asidofil.7,25 c. Tekanan osmotik Tekanan osmotik akan mempengaruhi terhadap pertukaran air dari atau ke dalam sel. Konsentrasi larutan terbagi menjadi hipotonis, isotonis dan hipertonis. Organisme yang tumbuh pada media hipertonis bersifat osmofil, bila kadar garam tinggi maka disebut dengan halofil. 7,25 d. Nutrien Nutrien adalah bahan organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Organisme yang membutuhkan sumber nutrien berbentuk padat disebut holozoik, sedangkan holofitik membutuhkan sumber nutrien cair. Nutrien 18 untuk mikroorganisme yaitu sumber C (karbon), N (nitrogen), O (oksigen), S (sulfur), P (fosfat), mineral serta faktor pertumbuhan berupa vitamin.7 2.1.6. Kultur Mikroorganisme Dalam menganalisis mikroorganisme secara kualitatif ataupun kuantitatif, harus dilakukan kultur mikroorganisme yang terdapat dalam sampel ke dalam media secara in vitro atau teknik laboratorium. Melakukan kultur mikroorganisme bertujuan agar diperoleh isolat atau inokulum dari biakan campuran pada sampel, dapat mengetahui sifat-sifat mikroorganisme, memperbanyak mikroorganisme, menghitung jumlah mikroorganisme, serta membantu diagnostik dengan melakukan uji sensitivitas.13 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil kultur mikroorganisme yaitu jenis media kultur yang digunakan, sifat morfologis atau fisiologis dari mikroorganisme dan teknik laboratorium yang dilakukan.7 Alat dan bahan yang digunakan yaitu jarum inokulasi dengan ujung jarum bulat (jarum ose) dan ujung jarum runcing (jarum ent), berbagai jenis media kultur seperti media agar tegak (agar deep media); media agar miring (agar slant media); media lempeng agar (agar plate media) dan media cair (broth media), tempat untuk menginkubasi media kultur disebut inkubator, laminary flow sebagai ruang inokulasi.7 Melakukan kultur mikroorganisme, terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu metode cawan gores (streak plate method) dengan cara menggoreskan suspensi sampel pada permukaan media lempeng agar menggunakan jarum inokulasi, metode cawan tuang (pour plate method) dengan mencampur media agar yang dicairkan dengan suspensi sampel kemudian dituang pada cawan petri steril dan tunggu hingga padat, metode perataan (spread plate method) biasanya untuk uji sensitivitas mikroorganisme terhadap agen kimiawi dan memiliki prinsip yaitu suspensi sampel atau biakan diratakan menggunakan kapas lidi steril atau spatel driglaski pada permukaan lempeng agar, metode titik (spot method) 19 dengan memakai jarum ose dilakukan inokulasi biakan pada permukaan media lempeng agar atau agar miring secara titik, metode tusukan (deep method) biasanya digunakan untuk uji motilitas media semisolid; dalam metode ini biakan ditusukkan menggunakan jarum ent pada media agar tegak, serta metode pencelupan menggunakan jarum inokulasi dicelupkan biakan pada media cair. 7 2.1.7. Penghitungan Pertumbuhan Bakteri Perhitungan bakteri dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu secara mikroskopis dengan memakai Petroff-Hausser cell counter sebagai bilik hitung, maupun tidak langsung yang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti hitung cawan (plate count) , filtrasi atau penyaringan, metode MPN (Most Probable Number), pengukuran kekeruhan, pengukuran aktivitas metabolisme, pengukuran berat kering sel serta pengukuran konsumsi nutrien. Perhitungan pertumbuhan bakteri ini dilakukan setelah pembiakan bakteri.7,14 Perhitungan koloni bakteri metode cawan (plate count) dilakukan dengan perhitungan Standar Plate Count (SPC). Koloni yang berukuran besar, kecil atau menjalar dianggap sebagai satu koloni. Perhitungan koloni dapat dilakukan menggunakan colony counter atau dengan memberi titik pada cawan petri sambil dihitung secara manual. Hasil penghitungan ini dimasukkan kedalam beberapa kelompok yang dijelaskan dalam tabel berikut.7 Tabel 2.2 Penggolongan hasil penghitungan TPC Jumlah koloni/ cawan petri Keterangan (Colony Form Unit) 30-300 CFU Dapat dihitung, ideal untuk dimasukkan kedalam rumus >300 CFU TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung) <30 CFU TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung) Tidak membentuk koloni dan Spreader >1/4 cawan petri Sumber : Harti AS, 2015 20 Dalam SPC telah ditetapkan beberapa hal mengenai cara pelaporan hasil perhitungan koloni yaitu sebagai berikut. 26 1. Pelaporan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka satuan dan desimal. Lakukan pembulatan ke atas pada angka ≥ 5. 2. Bila pada semua pengenceran didapatkan ≤ 30 koloni per cawan petri, maka jumlah koloni yang dihitung yaitu pada pengenceran terendah. Jumlah sebenarnya tetap ditulis. 3. Bila pada semua pengenceran didapatkan ≥ 300 koloni per cawan petri, maka yang dihitung adalah jumlah koloni dari pengenceran tertinggi. Jumlah sebenarnya tetap ditulis. 4. Bila jumlah koloni dari dua tingkat pengenceran hasilnya diantara 30-300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah adalah ≤ 2, maka hitung rata-ratanya untuk pelaporan. 5. Bila jumlah koloni dari dua tingkat pengenceran hasilnya diantara 30-300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah adalah ≥ 2, maka ambil nilai terkecil untuk pelaporan. 6. Bila dilakukan duplo pada setiap pengenceran, maka data yang diambil harus hasil dari kedua cawan petri tersebut. Sehingga lakukan perhitungan rata-ratanya terlebih dahulu. Pilih hasil dari duplo yang memiliki jumlah koloni antara 30-300. Seluruh hasil penghitungan dari setiap pengenceran yang berbeda dimasukkan kedalam rumus berikut ini. Jumlah bakteri = = … CFU/gram 2.1.8. Antibiotik Antibiotik merupakan senyawa kimia, yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme. Senyawa kimia digolongkan ke dalam antibiotik bila senyawa tersebut hasil dari metabolisme, dengan kadar 21 rendah mampu membunuh mikroorganisme, memiliki struktur kimia seperti alami ketika dibuat sintetis dan bersifat antagonis terhadap mikroorganisme.8,9 Pemberian antibiotik haruslah tepat sehingga dapat mengobati penyakit. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan macam serta dosis antibiotik secara tepat, menentukan diagnosis etiologi khusus sesuai gejala klinis, serta dilakukan uji laboratorium in vitro atau in vivo.8 Antibakteri dapat bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ataupun bakterisida (membunuh bakteri), dengan mekanisme kerja antara lain menghambat sintesis dinding sel dengan menginhibisi sintesis atau aktivasi enzim, merubah permeabilitas membran sel, menginhibisi sintesis protein dan mengganggu kerja ribosom, memfiksasi sub unit ribosom sehingga terbentuk polipeptida abnormal serta mengganggu sintesis asam nukleat (DNA/RNA).8,9 Bakteri memiliki lapisan luar berupa dinding sel yang berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang terdiri dari polisakarida dan polipeptida. Rigiditas akhir dinding sel dibentuk oleh ikatan silang rantai peptida pendek yang menempel dengan gula amino pada polisakarida. Pada mulanya obat akan berikatan dengan reseptor sel yang dikenal dengan protein pengikat penisilin (Penicillin Binding Protein, PBP) yang sebagian diantaranya merupakan enzim transpeptidasi serta memiliki afinitas berbeda tergantung reseptornya sehingga efeknya akan berbeda pula, misalnya pemanjangan sel yang abnormal, defek di tepi dinding sel yang berakibat lisisnya sel. Setelah terjadi pengikatan obat dengan reseptor, maka reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan terhambat. Kemudian terjadi perpindahan atau inaktivasi inhibitor enzim autolitik pada dinding sel maka enzim litik akan aktif dan terjadi lisis sel dalam kondisi isotonik atau mikroba menjadi protoplas/ sferoplas (bentuk yang dilapisi oleh membran sitoplasma yang rapuh) saat hipertonik. Antibiotik yang menginhibisi sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin dan vankomisin. Resistensi dapat terjadi terhadap penisilin bila 22 mikroorganisme membentuk enzim β-laktamase perusak penisilin yang diperantarai plasmid atau kromosom. Beta-laktamase ini membuka cincin β-laktam pada obat sehingga aktivitas antimikroba hilang. Pada spesies basil Gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli ditemukan satu grup β-laktamase. Penyebab lain terjadinya resistensi yaitu karena tidak adanya reseptor penisilin (PBP) akibat mutasi kromosom dan adanya kegagalan obat sel. dalam mengaktivasi enzim autolitik dinding 8,9,20 Dalam setiap sel, sitoplasma diikat oleh membran sitoplasma yang mengontrol komposisi internal sel melalui transpor aktif dengan barier permeabilitas selektif. Sel akan rusak atau mati bila fungsi membran sitoplasma terganggu yang menyebabkan ion dan makromolekul keluar sel. Contoh antibiotik yang bekerja melalui cara inhibisi fungsi membran sel yaitu amfoterisin B, kolistin, imidazol dan triazol. 8,9 Antibiotik yang bekerja menginhibisi sintesis protein bekerja dengan cara pengikatan ke reseptor spesifik pada ribosom subunit tertentu, yang berfungsi untuk membaca pesan mRNA. Contoh obat yang bekerja seperti ini adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida dan kloramfenikol. Resistensi terhadap aminoglikosida dapat terjadi karena pada subunit 30S ribosom terjadi pengurangan reseptor protein spesifik, mikroorganisme memproduksi enzim adenilasi, fosforilasi atau asetilasi untuk menghancurkan obat, obat tidak dapat sampai ke ribosom karena transpor aktif obat ke dalam sel berkurang akibat adanya defek permeabilitas.8,20 Obat antibiotik dapat menginhibisi sintesis asam nukleat sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya. Biasanya penghambatan sintesis DNA ini terjadi akibat penghambatan pada DNA girase. Contoh obatnya adalah kuinolon, pirimetamin, sulfonamide, rifampisin dan trimetoprim. 8,20 Aktivitas antibiotik ini ada yang berspektrum luas (broad spectrum) sehingga dapat menghambat atau membunuh beberapa jenis atau kelompok bakteri dan berspektrum sempit (narrow spectrum) yang 23 hanya dapat menghambat atau membunuh satu jenis atau satu kelompok bakteri saja.8 Dewasa ini sering terjadi resistensi terhadap antibiotik. Resistensi terhadap obat menyebabkan ketidakefektifan antimikroorganisme dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme. Beberapa cara terjadinya resistensi bakteri yaitu dihasilkannya enzim yang merusak obat (misalnya beta laktamase dari Staphylococcus yang mengaktivasi sebagian besar penisilin dan sefalosporin; bakteri Gram negatif yang menghasilkan enzim asetilasi, fosforilasi atau adenililasi yang menghancurkan obat aminoglikosida), pencegahan penetrasi obat pada mikroorganisme akibat membran sel bakteri impermeable atau efluks meningkat (contohnya tetrasiklin menumpuk pada bakteri yang rentan), terjadinya perubahan tempat ikatan akibat perubahan ribosom mikroorganisme (terjadi pada antibiotik penisilin dan sefalosporin akibat berkurangnya PBP; pada aminoglikosida dan eritromisin), perkembangan jalur metabolisme lain (contohnya sulfonamid dan trimetoprim karena obat tersebut menghasilkan enzim yang hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki afinitas terhadap obat) serta faktor resistensi pada bagian DNA.8,20 Resistensi obat dapat terjadi secara nongenetik ataupun genetik. Pada nongenetik, terjadinya resistensi disebabkan oleh tidak terjadinya replikasi aktif pada bakteri (sebagian besar antibiotik membutuhkan replikasi bakteri agar dapat bekerja), mikroorganisme kehilangan struktur target spesifik pada beberapa generasi (misalnya kehilangan dinding sel sehingga yang mulanya rentan penisilin dapat menjadi resisten), mikroorganisme dapat tetap menginfeksi di bagian yang antibiotiknya tidak aktif atau tidak ada (aminoglikosida tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga gentamisin tidak mampu melawan Salmonella yang berada di intrasel). Sedangkan resistensi obat akibat adanya perubahan genetik diantaranya mutasi spontan kromosom yang mengontrol rentannya mikroorganisme terhadap antibiotik, bakteri mengandung plasmid yaitu unsur genetik ekstrakromosom; gen plasmid mengontrol pembentukan enzim penghancur antibiotik (misalnya plasmid membawa gen untuk 24 pembentukan β-laktamase sehingga resisten penisilin; plasmid mengode enzim asetilasi, adenililase atau fosforilase pada resisten aminoglikosida); resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang memiliki cara kerja yang sama atau yang berkaitan erat secara kimia (misalnya pada aminoglikosida yang berbeda).8,20 Terjadinya resistensi obat dapat dibatasi dengan cara mempertahankan obat dalam jaringan dengan dosis tinggi sehingga populasi asli terhambat, pemberian sekaligus dua obat yang tidak menyebabkan resistensi silang atau membatasi penggunaan antibiotik terutama di rumah sakit untuk mencegah terjadinya pajanan mikroorganisme terhadap obat-obatan.20 Resistensi antibiotik pada bakteri enterik Gram negatif sebagian besar akibat penyebaran resistensi plasmid pada berbagai genus yang berbeda. Banyak organisme enterik yang resistensi obat, misalnya pada Salmonella sp. yang berada dalam hewan ternak atau flora feses pekerja peternakan, banyak mengalami resistensi akibat dimasukkannya obatobatan pada makanan hewan ternak. Dalam bakteri Gram negatif flora normal usus banyak yang memiliki plasmid pembawa gen resisten obat. Pada penggunaan antibiotik berlebih terutama di rumah sakit, dapat menyebabkan organism flora usus yang rentan obat tersupresi dan terjadinya peningkatan pertumbuhan bakteri yang resisten obat.20 Penggunaan antibiotik perlu disertai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya sensitisasi pada populasi manusia (misalnya hipersensitivitas, ruam, demam, dsb.) , pertumbuhan berlebih flora normal dalam tubuh, tanda infeksi serius tersamarkan, toksisitas obat, dan resistensi obat pada mikroorganisme.20 Pengujian antibiotik terdiri dari dua macam metode yaitu secara in vivo dan in vitro. Pengujian secara in vivo bertujuan agar diketahui efek pemakaian antibiotik pada hewan yang diuji atau jaringan hidup. Sedangkan secara in vitro bertujuan mengetahui efektivitas obat terhadap mikroorganisme. Terdapat empat metode yang dapat dilakukan secara in vitro yaitu sebagai berikut.7,20,22,25 25 1. Metode difusi Metode ini memakai disk-diffusion method (Kirby-Bauer test). Disk antibiotik atau biasa dikenal dengan cakram kertas filter yang telah mengandung obat antibiotik tertentu, diletakkan pada permukaan lempeng agar yang sebelumnya telah diinokulasi dengan teknik pemerataan. Lakukan inkubasi, lihat zona hambat (zona jernih inhibisi) yang terbentuk di sekitar cakram, akibat adanya hambatan pertumbuhan organisme oleh zat antimikroba secara difusi, kemudian sesuaikan dengan tabel untuk mengetahui sifat kepekaan mikroorganisme terhadap antibiotik tersebut.7,20,22,27 Dalam metode Kirby-Bauer terdapat tiga kategori kepekaan mikroorganisme terhadap obat antibiotik atau zat antimikroba lain, yaitu: a. Sensitif, bila mikroorganisme merespon obat antibiotik atau antimikroba dan pertumbuhannya dapat terhambat; b. Intermediet, mikroorganisme memiliki kepekaan sedang karena beberapa hal seperti: toksisitas antibiotik rendah sehingga harus diberikan dosis tinggi, antibiotik hanya bekerja pada fokus infeksi, antibiotik memiliki toksisitas tinggi sehingga tidak dapat diberikan dengan dosis yang lebih tinggi; c. Resisten, apabila mikroorganisme tidak berespon terhadap antibiotik.7,20 Gambar 2.8 Tes Difusi Agar Sumber: Kayser FH, 2005 2. Metode dilusi Prinsip metode ini yaitu seri pengenceran konsentrasi antibiotik. Seri pengenceran antibiotik dimasukkan kedalam media cair dalam 26 tabung reaksi lalu diinokulasi bakteri uji, amati tingkat kekeruhan. Tentukan KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) / MIC (Minimal Inhibition Concentration) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal)/ MKC (Minimal Killing Concentration) dari antibiotik dalam tabung reaksi. MIC didapatkan dari pengenceran tertinggi media cair yang jernih (konsentrasi terendah). Kemudian tabung yang jernih diinokulasi secara goresan pada lempeng agar, diinkubasi dan diamati pertumbuhan koloni. MKC ditentukan pada lempeng agar yang tidak ada pertumbuhan koloni dan berasal dari pengenceran tertinggi tabung yang jernih.7,20,27 3. Uji Potensi Uji potensi ini memiliki prinsip yang sama dengan metode difusi, namun saat pengamatan bukan hanya mengukur diameter zona hambat, tapi juga membandingkan diameter zona hambat akibat bahan uji dengan antibiotik standar.7 4. Uji Sterilitas Sediaan atau bahan uji diinokulasi pada media kultur, kemudian diamati ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme pada media kultur tersebut. 7 2.1.8.1. Antibiotik Amoksisilin Amoksisilin merupakan golongan penisilin. Kata penisilin diambil dari kapang genus Penicillium, yang tumbuh dalam medium khusus dan dibuat ekstraksi. Penisilin terdiri dari satu inti siklik (cincin tiazolidin dan cincin betalaktam) dan satu rantai samping (gugus amino bebas) . Struktur dasar semua penisilin sama, yaitu asam 6-aminopenisilanat, dan dapat menghasilkan obat-obatan dengan sifat farmakologi tertentu ketika radikal (R) yang berbeda menempel pada gugus amino tersebut. Cincin β-laktam dapat dipecah oleh enzim β-laktamase (penisilinase) yang dibentuk oleh mikroorganisme, menghasilkan produk asam penisiloat sehingga aktivitas antibakterinya hilang. Selain dapat dipengaruhi oleh enzim β-laktamase, beberapa penisilin berkurang aktivitasnya dalam suasana asam.8,9,20 27 Empat golongan utama dari penilisin yaitu: golongan yang rentan dihidrolisis oleh β-laktamase, tidak tahan asam dan menyerang mikroorganisme Gram positif (contohnya Penisilin G); golongan resisten β-laktamase, aktivitas menyerang Gram positif rendah, dan tidak menyerang mikroorganisme Gram negatif (contohnya nafsilin); golongan yang dapat dirusak β-laktamase namun mampu menyerang dengan aktivitas relatif tinggi pada mikroorganisme Gram positif dan Gram negatif (contohnya ampisilin) ; dan golongan yang efektif diberikan secara oral karena relatif stabil terhadap asam lambung (contohnya amoksisilin, penisilin V). Diantara golongan diatas, amoksisilin adalah obat sering dipakai karena cocok untuk pemberian oral dan termasuk golongan penisilin berspektrum luas, aktif melawan bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan bakteri Gram negatif strain Escherichia coli, Haemophilus influenza dan Salmonella.8,20 Obat penisilin bekerja dengan terikat pada reseptor sel (Protein Binding Penicillin), yang sebagian diantaranya adalah enzim pada reaksi transpeptidase, kemudian terjadi penghambatan sintesis peptidoglikan dan transpeptidase akhir, lalu enzim autolitik teraktivasi dengan diinaktivasi inhibitor enzim autolitik sehingga sel lisis.8,9,20 Terjadinya resistensi pada penisilin karena beberapa hal berikut: (1) Organisme seperti Staphylococcus aureus, strain Escherichia coli dan strain Haemophilus influenza menghasilkan β-laktamase (penisilinase) yang sering terjadi pada amoksisilin; gen yang mengkode β-laktamase terdapat pada kromosom bakteri atau plasmid. Pada Escherichia coli dan bakteri Gram negatif lainnya, enzim β-laktamase berada di rongga antara membran sitoplasma dan dinding sel, sehingga antibiotik β-laktam rusak dan tidak dapat mencapai target di membran sitoplasma. (2) Tidak terdapat PBP (Penicillin Binding Protein), terjadi perubahan pada PBP atau PBP tidak terjangkau akibat adanya sawar permeabilitas pada membran luar bakteri; (3) Enzim autolitik tidak dapat teraktivasi, sehingga bakteri tidak lisis dan hanya terinhibisi; (4) Peptidoglikan gagal disintesis, seperti pada mikoplasma dan bakteri yang tidak aktif secara metabolik. 8,9,20 28 2.1.8.2 Antibiotik Gentamisin Gentamisin termasuk golongan aminoglikosida yang merupakan senyawa dengan gugus gula amino lebih dari 2 yang terikat pada inti heksosa melalui ikatan glikosidik. Inti heksosa berbentuk senyawa polikation bersifat basa kuat dan sangat polar, larut dalam air. Aminoglikosida merupakan bakterisida terhadap sebagian besar bakteri Gram negatif dan beberapa Gram positif. Golongan aminoglikosida banyak digunakan untuk melawan bakteri enterik Gram negatif terutama yang aerobik dan aktivitasnya rendah terhadap mikroorganisme anaerob atau fakultatif anaerob, karena obat ini membutuhkan oksigen untuk proses transpornya. Obat ini berdifusi masuk ke ruang periplasmik melalui kanal air yang dibentuk oleh porin proteins pada membran luar bakteri, kemudian mengalami transpor ke membran dalam sitoplasma dengan bantuan energi. Selanjutnya menempel dan menghambat fungsi ribosom bakteri subunit 30S sehingga sintesis protein bakteri terhambat, terjadilah kerusakan membran sitoplasma dan kematian sel. Indeks terapeutik aminoglikosida sempit, bersifat sangat polar sehingga sulit diabsorpsi melalui saluran cerna dan perlu diberikan secara parenteral untuk mendapatkan kadar sistemik yang efektif, serta memiliki potensi toksik, dengan risiko toksik lebih besar pada orang dengan gangguan ginjal. Efek samping penggunaan obat ini adalah ototoksik (kerusakan saraf kranial VIII) dan kerusakan ginjal karena obat ini diekskresi oleh ginjal.8,9,20 Gentamisin termasuk obat aminoglikosida paling penting. Biasanya digunakan untuk terapi awal infeksi Gram negatif akut yang dapat mengancam jiwa, misalnya Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, diberikan pada infeksi akibat Proteus, Klebsiella, Serratia, Escherichia coli dan Enterobacter. Namun sebaiknya hanya diberikan pada infeksi berat saja.9,20 Resistensi dapat terjadi karena berbagai mekanisme, yaitu kurangnya reseptor ribosom, merusak atau menginaktivasi obat secara enzimatik, atau permeabilitas terhadap obat berkurang dan transpor aktif ke dalam sel tidak ada. Mekanisme yang sering terjadi pada gentamisin 29 yaitu akibat diproduksinya enzim yang menginaktivasi obat dengan cara asetilasi, fosforilasi atau adenilasi. Informasi genetik melalui konjugasi, transfer plasmid dan transfer faktor resisten menyebabkan terjadinya sintesis enzim fosforilase, adenilase serta asetilase. Belakangan ini terjadi penyempitan spektrum kanamisin, gentamisin dan tobramisin akibat plasmid yang membawa lebih dari 20 kode enzim tersebar luas. Pada umumnya, Escherichia coli peka terhadap semua aminoglikosida kecuali bila telah resisten sehingga kepekaan menjadi beragam. Bakteri Salmonella resisten terhadap obat golongan aminoglikosida. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan bakteri Escherichia coli dan Salmonella merupakan bakteri fakultatif anaerob. Penggunaan gentamisin saat ini cukup luas dan telah mengalami resistensi yang tinggi di beberapa tempat. Sebaiknya dilakukan pembatasan penggunaan aminoglikosida lain di tempat dengan efektivitas gentamisin masih tinggi, sehingga masih ada pilihan obat pengganti bila suatu saat terjadi resistensi gentamisin. 8,9,20 2.1.8.3 Antibiotik Siprofloksasin Obat ini termasuk ke dalam golongan fluorokuinolon generasi terdahulu, bekerja sebagai bakterisida yang menghambat DNA girase (=topoisomerase II) yang berfungsi merelaksasi DNA (terjadi negative supercoiling) pada proses pemisahan double helix DNA. Dengan adanya penghambatan terhadap DNA girase, maka puntiran berlebihan pada DNA tidak dapat teratasi.8,9,20 Siprofloksasin adalah antibiotik spektrum luas, melawan bakteri gram positif dengan lemah dan sangat efektif melawan Gram negatif seperti Escherichia coli, Salmonella, P.aeruginosa, H.influenzae, Enterobacter, dan Proteus. Kemampuan tersebut diperkuat karena adanya substituen 6-fluoro. 9,20 Siprofloksasin selain dapat diberikan secara oral, dapat pula secara intravena. Obat ini dieliminasi oleh ginjal dengan sebagian besar bentuknya tidak berubah saat dieliminasi. Efek sampingnya antara lain 30 mual, muntah, timbul ruam, pusing atau sakit kepala namun sangat jarang terjadi.8 Terdapat tiga mekanisme resistensi terhadap golongan kuinolon dan fluorokuinolon, yaitu DNA girase bakteri berubah akibat mutasi gen sehingga obat tidak dapat mendudukinya, permukaan sel bakteri berubah sehingga obat sulit masuk, meningkatnya proses pemompaan obat keluar sel. Sampai saat ini resistensi terhadap siprofloksasin jarang terjadi.8,9 2.2. Kerangka Teori Bagan 2.1 Kerangka teori 2.3. Kerangka Konsep Bagan 2.2 Kerangka konsep 31 Variabel bebas : Soto ayam yang telah dihaluskan dan dilakukan pengenceran Variabel terikat : 1. Jumlah koloni bakteri di media Nutrient Agar (NA), keberadaan Escherichia coli dan Salmonella sp. serta diameter zona 2. 2.4. hambat Diameter zona hambat antibiotik Definisi Operasional Tabel 2.3 Definisi Operasional No. 1. Variabel Definisi Operasional Bakteri Bakteri Gram negatif, Escherichia coli berbentuk batang pendek Alat ukur Mikroskop Hasil ukur Warna dan Skala ukur - bentuk bakteri (kokobasil) 2. 3. 4. Bakteri Bakteri Gram negatif, Salmonella sp. berbentuk batang panjang Pertumbuhan Kemampuan tumbuh bakteri Spidol dan Jumlah area koloni bakteri dalam media NA (Nutrien hitungan tumbuh koloni Agar) manual Diameter zona Zona jernih sekitar cakram Penggaris Diameter zona hambat antibiotik pada media (mm) jernih (clear Mueller-Hinton Agar (MHA), yang tidak ditumbuhi bakteri Mikroskop Warna dan - bentuk bakteri zone) Numerik Numerik BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian terhadap soto ayam ini menggunakan metode TPC (Total Plate Count) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri; serta dilakukan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. pada soto ayam. Metode TPC (Total Plate Count) dilakukan dengan menanam sampel pada media NA (Nutrient Agar) kemudian dihitung secara manual total koloni bakteri. Serta uji resistensi antibiotik menggunakan metode Kirby-Bauer terhadap bakteri tersebut, dengan menanam koloni bakteri dalam media MHA (Mueller Hinton Agar) dan kemudian dicelupkan cakram antibiotik. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. dalam media Nutrient Agar (NA), Salmonella Shigella Agar (SSA) dan Endo Agar. 3.3.2 Sampel Sampel berupa soto ayam yang diambil dari seluruh kantin penjual soto ayam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampel diblender kemudian dilakukan pengenceran dalam media cair Nutrient Broth (NB) dengan konsentrasi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6,10-7 32 33 3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beker (250mL dan 500 mL), erlenmeyer (500mL), tabung ukur (100mL dan 10 mL), tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, bunsen, spatula, pinset, pipet, ose, batang L, korek api, tip (1000μ dan 100μ), mikropipet (1000μL dan 100μL), blender, autoklaf, oven, inkubator, kulkas, laminar, vortex, timbangan, hot plate,magnetic stir, tisu, kapas, aluminium foil, handscoon, masker, larutan untuk pewarnaan Gram (KKU, lugol, alkohol 90%, safranin), mikroskop, minyak immersi, larutan MF 0.5 dan swab kapas kering. 3.4.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah soto ayam, media Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Salmonella Shigella Agar (SSA) dan Endo Agar. 3.5 Cara Kerja Penelitian 3.5.1 Tahap Persiapan 3.5.1.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) Media NA ditimbang sebanyak 5 gr, masukkan ke dalam gelas beker yang telah berisi akuades 250 mL. Masukkan magnetic stir ke dalam gelas beker kemudian panaskan pada hotplate selama ± 20 menit, 150˚C. Setelah itu masukkan ke dalam tabung erlenmeyer 250mL, tutup dengan kapas. Lakukan sterilisasi di autoklaf selama 15 menit, 121˚C, 1,5 atm. Tuang media kedalam cawan petri (±20ml), dinginkan, bila telah mengeras masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C. 3.5.1.2 Pembuatan Media Nutrien Broth (NB) Media NB ditimbang sebanyak 5 gr, masukkan ke dalam gelas beker yang telah berisi akuades 625 mL. Masukkan magnetic stir ke dalam gelas beker kemudian panaskan pada hotplate selama ± 10 menit, 150˚C. 34 Setelah itu masukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing 9mL, yang sebelumnya telah diukur dengan gelas ukur, tutup dengan kapas. Masukkan seluruh tabung reaksi kedalam plastik lalu sterilisasi di autoklaf selama 15 menit, 121˚C, 1,5 atm. Masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C. 3.5.1.3 Pembuatan Media Salmonella Shigella Agar (SSA) Masukkan akuades 250 mL ke dalam erlenmeyer, tutup dengan kapas. Sterilisasi di autoklaf selama 15 menit, 121˚C, 1,5 atm. Timbang media SSA sebanyak 16 gr. Masukkan media SSA ke dalam erlenmeyer yang telah di sterilisasi. Masukkan magnetic stir ke dalam Erlenmeyer lalu panaskan pada hotplate selama ± 10 menit, 150˚C. Tuang media kedalam cawan petri (±20ml), dinginkan, bila telah mengeras masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C. 3.5.1.4 Pembuatan Media Endo Agar Media Endo agar ditimbang sebanyak 5 gr lalu masukkan ke dalam gelas beker berisi 100 mL akuades. Masukkan magnetic stir ke dalam gelas beker lalu panaskan di hotplate selama ± 10 menit, 150˚C. Setelah itu masukkan ke dalam tabung erlenmeyer 250mL, tutup dengan kapas. Sterilisasi pada autoklaf selama ± 2 jam, 120˚C, 1 atm. Tuang media kedalam cawan petri (± 20ml), dinginkan, bila telah mengeras masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C. Gambar 3.1 Tahapan Pembuatan Media Kultur 35 3.5.1.5 Sterilisasi Alat dan Bahan a. Sterilisasi Basah Sterilisasi basah dilakukan menggunakan autoklaf selama 15 menit, 121˚C, 1,5 atm. Bahan dan alat yang di sterilisasi dalam autoklaf yaitu media NA, Endo Agar, NB dan akuades dalam tabung erlenmeyer. Serta media NB pada tabung reaksi dan tip yang dibungkus dengan plastik. Kemudian ketika telah dilakukan pengujian sampel, maka cawan petri berisi media agar yang telah digunakan untuk pembiakan, media NB dalam tabung reaksi dan dalam erlenmeyer yang telah digunakan untuk pengenceran sampel dibungkus dengan plastik lalu disterilisasi kembali. b. Sterilisasi Kering Sterilisasi kering dilakukan dalam oven ± 1 jam hingga mencapai suhu 150˚C. Bahan dan alat yang di sterilisasi dalam oven seperti cawan petri, spatula dan pinset yang sebelumnya telah dibungkus dengan kertas. 3.5.1.6 Pengambilan dan Persiapan Sampel Sampel dibeli di seluruh kantin kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjual soto ayam yaitu sebanyak 6 kantin, dibeli dalam kondisi hangat dalam kisaran waktu antara pukul 12.00 sampai jam 13.00. Sampel yang telah dibeli langsung dimasukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C, sehingga kondisi makanan tersebut tidak akan mengalami perubahan. Saat akan digunakan, sampel dikeluarkan dari kulkas, lalu diblender hingga halus dan di timbang sebanyak 20 gram. 36 3.5.2 Pengujian Sampel dengan Metode TPC 3.5.2.1 Pengenceran Dalam tahapan ini, bahan yang akan digunakan adalah sampel dan media yang telah dibuat sebelumnya, yaitu sampel yang telah diblender dan ditimbang 20 gram, media NB 180mL dalam Erlenmeyer dan media NB sebanyak 9 mL dalam setiap tabung reaksi.Kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer lalu di vortex. Ambil sebanyak 1 ml dari tabung erlenmeyer menggunakan tip 1000μL, pindahkan ke tabung reaksi ke-1 lalu di vortex. Kemudian dilakukan pada tabung reaksi berikutnya hingga pada tabung reaksi ke-6. Tabung reaksi ke-7 tidak dilakukan pengenceran dan dibiarkan berisi NB saja, untuk digunakan sebagai kontrol negatif. 3.5.2.2 Penanaman Sampel dan Pembiakan Bakteri Penelitian ini menggunakan uji metode sebar (spread plate) untuk kultur mikroorganisme dengan melakukan duplo (dua kali pengulangan) pada konsentrasi 10-4 sampai10-7, dan memakai kontrol negatif. Pada media NA (Nutrient Agar) Setelah tahap pengenceran, ambil sebanyak 0,1 ml menggunakan mikropipet dari tabung reaksi dan teteskan kedalam 2 cawan petri berisi NA (Nutrient Agar), beri label bertuliskan “3-1; 3-2” hingga “6-1; 6-2” dalam cawan petri tersebut. Pada kontrol negatif, teteskan 0,1 ml pada satu cawan petri, beri label “kontrol”. Siapkan batang L dan rendam dalam larutan alkohol. Setiap akan digunakan, batang L ini di dikeluarkan dari larutan alkohol, kemudian dilewati diatas api 1-2 kali, diamkan sebentar hingga sudah tidak panas. Goreskan batang L diatas media agar untuk meratakan larutan sampel. Pada media spesifik Endo Agar dan SSA (Salmonella Shigella Agar) Ambil 0,1 ml dari tabung dengan pengenceran 10-1, teteskan kedalam cawan petri berisi SSA (Salmonella Shigella Agar). Siapkan ose 37 bulat. Setiap sebelum dan sesudah dipakai, dipanaskan pada api sampai terlihat warna merah pada ose tersebut, diamkan hingga tidak panas. Goreskan ose diatas media agar untuk meratakan larutan sampel, yang sebelumnya telah diteteskan kedalam cawan petri tersebut. Gambar 3.2 Pengenceran dan Penanaman Sampel pada Media 3.5.2.3 Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram Bakteri yang telah tumbuh di media spesifik Salmonella Shigella Agar dan Endo Agar, dilakukan pewarnaan Gram. Mula-mula panaskan ose diatas api, ambil NaCl atau aquades steril menggunakan ose, teteskan diatas kaca objek, yang telah diberi batas bentuk oval dibagian bawahnya. Panaskan ose diatas api kembali, ambil koloni bakteri dalam media, oleskan pada kaca objek dan ratakan dengan NaCl atau akuades steril yang telah diteteskan sebelumnya (tidak melewati batas). Keringkan diatas api kecil atau diamkan hingga mengering dengan sendirinya. Teteskan Kristal Karbol Ungu (KKU) atau Gentian Violet, diamkan selama 6 menit, bilas dengan air mengalir. Teteskan lugol, diamkan selama 45 detik-1 menit, bilas dengan air mengalir. Teteskan alkohol 96%, hingga tidak ada lagi larutan ungu yang luntur. Teteskan safranin, diamkan selama 2 menit, bilas dengan air mengalir. Keringkan dengan menggunakan tisu, dengan tidak mengusap bagian atas gelas objek. Beri minyak immersi, lihat dibawah mikroskop pembesaran 100x. 38 3.5.2.4 Uji Resistensi Antibiotik Setelah bakteri teridentifikasi, masing-masing bakteri (Escherichia coli dan Salmonella sp.) dilakukan uji resistensi antibiotik dengan metode Bauer-Kirby, pada media Mueller Hinton Agar (MHA) dengan memasukkan cakram antibiotik kedalam media agar yang telah ditanam biakan bakteri. Antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, gentamisin dan siprofloksasin. Langkah-langkah uji resistensi antibiotik yaitu tuangkan NaCl ke dalam tabung reaksi yang telah di sterilisasi sebelumnya, ambil koloni bakteri dari media agar spesifik (Salmonella Shigella Agar dan Endo Agar) menggunakan ose lalu dimasukkan ke dalam larutan NaCl tersebut, kemudian di vortex. Kekeruhan sampel distandarisasi dengan MF 0.5, bila belum sama maka dilakukan penambahan NaCl sampai mencapai kejernihan yang sama. Masukkan swab kapas kering ke dalam larutan NaCl, kemudian oles pada media agar Mueller Hinton Agar (MHA) dalam cawan petri. Ambil cakram antibiotik satu per satu menggunakan pinset, lalu letakkan dalam media agar Mueller Hinton Agar (MHA) dalam cawan petri. Masukkan dalam inkubator dengan suhu 37˚C selama 24 jam. Ukur diameter zona jernih (tidak terdapat pertumbuhan bakteri), kemudian sesuaikan hasilnya dengan tabel resistensi antibiotik untuk mengetahui sensitifitas antibiotik pada bakteri E. coli dan Salmonella sp. Gambar 3.3 Tahapan Uji Resistensi Antibiotik 39 3.6 Alur Penelitian Bagan 3.1 Alur Penelitian 3.7 Managemen Data Data penelitian hasil uji bakteri dari sampel soto dan uji resistensi antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. dijelaskan secara deskriptif berbentuk tabel dan diagram untuk melihat jumlah bakteri yang terdapat pada soto ayam, hasil identifikasi bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. serta hasil pengujian resistensi bakteri terhadap antibiotik. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan 4.1.1. Hasil Kultur Bakteri dengan Metode TPC (Total Plate Count) Berdasarkan hasil penanaman sampel pada media agar Nutrient Agar (NA), tampak koloni bakteri seperti tampak pada gambar berikut. Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-5 Gambar 4.1 Pertumbuhan Bakteri pada Media NA dengan konsentrasi 10-1 dan 10-2 Pada gambar diatas, tampak koloni bakteri berbentuk bulat. Koloni yang terbentuk merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri. Media NA merupakan media nonspesifik, sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Oleh karena itu pada media NA dapat dihitung jumlah koloni bakteri untuk menentukan banyaknya bakteri yang tumbuh, namun tidak dapat ditentukan jenis bakterinya karena seluruh koloni bakteri yang tumbuh serupa, dengan bentuk bulat berwarna putih. Setiap koloni dalam lempeng agar dihitung, sehingga diperoleh hasil pertumbuhan bakteri pada tabel 4.1. 40 41 Tabel 4.1 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel Konsentrasi 10-4 10-5 10-6 10-7 Kontrol (-) 1 TBUD 223,5 106,5 TSUD 0 2 TBUD 281 189 70 0 3 245,5 131,5 77 TSUD 0 4 TBUD 259 261,5 195 0 5 48 TSUD TSUD TSUD 0 6 TBUD TBUD 255 31 0 Sampel Keterangan: TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung TSUD = Terlalu Sedikit Untuk Dihitung Berdasarkan data pada tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa jumlah koloni semakin sedikit dengan pengenceran yang semakin tinggi, kemudian dilakukan penghitungan menggunakan rumus dan didapatkan hasil jumlah bakteri pada setiap sampel soto ayam, yang hasilnya tercantum dibawah ini. Tabel 4.2 Hasil Penghitungan TPC pada Setiap Sampel Sampel Rata-Rata Jumlah Bakteri (CFU/gram) Keterangan 1 1,1 x 107 Melebihi ambang batas 2 1,9 x 107 Melebihi ambang batas 3 7,7 x 10 6 Melebihi ambang batas 4 2,6 x 10 6 Melebihi ambang batas 5 4,8 x 104 Melebihi ambang batas 6 3,1 x 107 Melebihi ambang batas Keterangan: CFU = Colony Form Unit Nilai ambang batas = 104 CFU/ gram Pada tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa pada sampel 6 memiliki hasil rata-rata jumlah bakteri tertinggi dibandingkan dengan sampel lain, yaitu 3,1x107CFU/gram. Sedangkan hasil terendah terdapat pada sampel 5 42 sebesar 4,8x104 CFU/gram. Hasil rata-rata jumlah pada seluruh sampel makanan melebihi ambang batas normal, dengan batas maksimum jumlah bakteri pada makanan 104 CFU/ gram, yang ditetapkan berdasarkan keputusan Dirjen POM No 03726/B/SK/VII/89. Dengan adanya pertumbuhan bakteri yang melebihi ambang batas pada seluruh sampel, maka dapat dibuktikan bahwa soto ayam mendukung pertumbuhan bakteri sehingga terjadi pencemaran oleh bakteri. 12,16,26 Penelitian lain yang menggunakan sampel daging ayam yang dijual di pasar tradisional untuk menghitung jumlah koloni bakteri, dilakukan oleh Tri Yahya Budiarso dkk (2009). Pada penelitian ini sampel yang diinokulasi pada media Rappaport Vasilliadis Soya (RSV) Broth diinkubasi, kemudian dilakukan isolasi pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) dan Chromocult Coliform Agar (CCA). Sampel daging ayam berjumlah 15 dengan pengambilan masing-masing sebanyak 3 kali, dan diperoleh hasil dari 45 sampel tersebut jumlah bakterinya adalah 1,5 x 10 7 – 7,7 x 107 CFU/ml pada media SSA dan 4,2 x 107 – 2,62 x 108 CFU/ml pada media CCA. Angka tersebut melebihi batas normal, yang menunjukkan adanya pencemaran bakteri terhadap sampel daging ayam. 32 Pada penelitian yang saya lakukan, sampel pertama kali diisolasi pada media Nutrien Agar (NA) dan dilakukan penghitungan jumlah bakteri, sehingga hasil penghitungan tersebut merupakan jumlah berbagai jenis bakteri (belum spesifik jenis bakteri tertentu). Penelitian juga dilakukan oleh Nita Citrasari (2010) dengan metode TPC menggunakan sampel soto ayam, dan makanan lain seperti omlet, pecel, ayam goreng, nasi goreng, siomay, sup kambing serta sate kambing. Pada soto ayam diperoleh 281x101 - 105x102 CFU/ml, angka ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri dalam soto ayam masih dibawah batas. Diantara seluruh makanan tersebut, hanya pecel yang dianggap tidak layak konsumsi karena melebihi batas maksimal. 34 Hasil tersebut berlawananan dengan hasil penelitian yang saya lakukan, hal ini disebabkan kemungkinan sampel soto ayam yang diuji oleh Nita Citrasari 43 (2010) mengalami proses pengolahan yang baik sehingga tidak mengalami pencemaran oleh bakteri. Dapat dibuktikan dengan hasil penghitungan bakteri pada berbagai jenis sampel dibawah ambang batas, kecuali pecel. 4.1.2. Isolasi Bakteri dari Sampel Soto Ayam dalam Media Spesifik Supaya dapat mengetahui bakteri yang terdapat pada sampel makanan, maka dilakukan isolasi bakteri pada media spesifik yaitu media Endo Agar dan Salmonella Shigella Agar (SSA). Setelah diinkubasi selama 24 jam, terbentuk koloni pada kedua media tersebut seperti pada gambar 4.2. Endo Agar Gambar 4.2 SSA Hasil Kultur Bakteri dari Sampel Soto Ayam yang diisolasi pada media Endo Agar dan SSA Pada media Endo Agar, Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa dan menyerap fukhsin kristal yang menyebakan terbentuknya koloni bulat dengan warna merah kilap logam. Sedangkan pada media SSA, Salmonella sp. adalah koloni bulat, kecil, koloni tidak berwarna dengan warna hitam ditengah. Bakteri Salmonella sp. tidak dapat memfermentasi laktosa maka koloni tidak berwarna atau transparan. Namun bakteri ini mampu memecah asam amino yang mengandung sulfur, sehingga terbentuklah endapan garam FeS yang menyebabkan adanya warna hitam dibagian tengah koloni. Keberadaan bakteri Escherichia coli terdapat pada 5 sampel soto ayam dari 6 sampel yang digunakan (83,33%), sedangkan bakteri Salmonella sp. terdapat pada 4 sampel (66,67%). Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. merupakan 44 bakteri penyebab infeksi pada pangan yang mendukung pertumbuhan bakteri.13 Penelitian juga dilakukan oleh Siswatiana (2012) dengan uji TPC dan isolasi bakteri dari sampel daging ayam dalam media agar darah dan MacConkey Agar untuk pemeriksaan Escherichia coli dan media SSA untuk Salmonella sp. Hasil yang diperoleh yaitu Escherichia coli mencemari 26 sampel dari 35 sampel (74,3%) dan Salmonella sp. mencemari 12 sampel (4,2%).29 4.1.3. Pewarnaan Gram Bakteri yang telah tumbuh pada media Endo Agar dan SSA adalah bakteri Escherichia coli dan Shigella sp., maka dilakukan pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan Gram ini sebagai berikut. Esche richia coli Salmonella sp. Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Gram dari Kultur Bakteri Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 100x, didapatkan bakteri berbentuk kokobasil (batang pendek) bersifat Gram negatif maka diduga bakteri tersebut adalah Escherichia coli. Sedangkan bakteri hasil isolasi dari media SSA, dilakukan pemeriksaan mikroskop berbentuk batang panjang dan bersifat Gram negatif, maka diduga bahwa bakteri tersebut adalah Salmonella sp. 45 4.1.4 Uji Resistensi Antibiotik terhadap Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Hasil uji resistensi antibiotik pada bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. terhadap tiga jenis antibiotik adalah sebagai berikut. Gambar 4.4 Efek Antibiotik terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella sp. Berdasarkan gambar diatas, tampak terbentuknya zona jernih disekeliling disk antibiotik. Zona jernih tersebut merupakan zona yang tidak ditumbuhi oleh bakteri karena dihambat oleh antibiotik, dikenal dengan istilah zona hambat. Setiap antibiotik memiliki nilai kepekaan masing-masing. Oleh karena itu, setelah diketahui ukuran zona hambat pada setiap antibiotik, nilai yang diperoleh disesuaikan dengan grafik interpretasi ukuran diameter zona hambat dari National Committee for Clinical Laboratory Standards, tertulis nilai intermediet pada antibiotik siprofloksasin yaitu 16-20 mm, gentamisin 13-14 mm dan amoksisilin 11-14 mm. Untuk nilai resistensi dibawah nilai intermediet, dan nilai sensitif diatas nilai intermediet. 46 Nilai zona hambat yang terbentuk disekeliling disk antibiotik siprofloksasin, gentamisin dan amoksisilin pada bakteri Escherichia coli, sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Resistensi bakteri Escherichia coli terhadap antibiotik CIP, CN dan AML Sampel Diameter zona hambat antibiotik (mm) CIP CN AML 1 37 (S) 17 (S) 0 (R) 2 39 (S) 23 (S) 0 (R) 3 36,5 (S) 21,5 (S) 0 (R) 4 38 (S) 16 (S) 0 (R) 5 - - - 6 36 (S) 20 (S) 0 (R) Persentase 100% (S) 100% (S) 100% (R) Keterangan: CIP = Siprofloksasin CN = Gentamisin AML = Amoksisilin S = Sensitif R = Resisten Setelah diukur kemudian disesuaikan dengan tabel nilai normal, dapat diambil kesimpulan bahwa bakteri Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik siprofloksasin (100%), terhadap antibiotik gentamisin termasuk kategori sensitif (100%), sedangkan pada amoksisilin sudah mengalami resisten yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk (100%). Pada sampel 5 tidak dilakukan pengujian karena tidak diperoleh koloni Escherichia coli dalam media spesifik Endo Agar yang berasal dari sampel 5. Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera dalam tabel 4.3, ratarata zona hambat Escherichia coli terhadap antibiotik siprofloksasin 37,3 mm; antibiotik gentamisin 19,5 mmdan antibiotik amoksisilin 0 mm. Dapat pula disimpulkan bahwa zona hambat paling luas antibiotik 47 siprofloksasin yaitu 39 mm pada sampel dua, antibiotik gentamisin 23 mm pada sampel dua dan antibiotik amoksisilin tidak terbentuk zona hambat. Hal ini dapat dilihat dalam grafik 4.1 sebagai berikut: 45 ZONA HAMBAT (mm) 40 37 39 36.5 38 36 35 30 23 25 20 21.5 17 20 16 CIP (Siprofloksasin) CN (Gentamisin) 15 AML (Amoksisilin) 10 5 0 S1 S2 S3 S4 S5 S6 SAMPEL Grafik 4.1 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Escherichia coli Terjadinya resistensi terhadap antibiotik amoksisilin diduga akibat penggunaan antibiotik yang meluas dan sering tanpa indikasi pemberian antibiotik. Hal ini dapat terjadi karena amoksisilin pemakaiannya secara oral, sudah dikenal oleh masyarakat serta harganya murah. Organisme Escherichia coli menghasilkan β-laktamase (penisilinase), yang sering menyebabkan terjadinya resistensi terhadap amoksisilin.8,33 Penelitian uji resistensi antibiotik juga dilakukan oleh Refdanita dkk. (2004), mereka melakukan pengujian terhadap bakteri Gram negatif Pseudomonas sp., Klebsiella sp. dan Escherichia coli dan menggunakan beberapa jenis antibiotik golongan sefalosporin, penisilin, dan dari golongan lain yaitu golongan fenikol (kloramfenikol), golongan tetrasiklin (tetrasiklin), golongan kombinasi (kotrimoksazol), golongan kuinolon (siprofloksasin), golongan aminoglikosida (gentamisin) dan golongan lain (fosmisin). Hasil yang diperoleh dari bakteri Escherichia coli terhadap amoksisilin yaitu 86,2%, terhadap siprofloksasin 40% dan terhadap gentamisin 40% mengalami resistensi. Hal yang sama ditemukan pada 48 penelitian ini yaitu Escherichia coli lebih banyak mengalami resisten terhadap amoksisilin, sedangkan terhadap siprofloksasin dan gentamisin lebih banyak yang masih sensitif meskipun perbandingan dengan yang sudah resisten hanya sedikit.31 Terjadinya resistensi pada siprofloksasin dan gentamisin menurut Refdanita dkk. (2004) kemungkinan dikarenakan penggunaan antibiotik secara luas atau pemberian dosis dan durasi pemakaian yang tidak tepat. Hasil pada bakteri Salmonella sp. adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Resistensi bakteri Salmonella sp. terhadap antibiotik CIP, CN dan AML Sampel Diameter zona hambat antibiotik (mm) 1 2 3 4 5 6 Persentase Keterangan: CIP 37 (S) 36,5 (S) 35 (S) 35,5 (S) 100% (S) CIP = Siprofloksasin CN = Gentamisin AML = Amoksisilin CN 22 (S) 20 (S) 20 (S) 11 (I) 75% (S) 25% (I) AML 0 (R) 0 (R) 0 (R) 0 (R) 100% (R) S = Sensitif R = Resisten I = Intermediet Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa bakteri Salmonella sp. masih sensitif terhadap pemberian antibiotik siprofloksasin pada seluruh sampel uji yaitu sampel 2, 3, 4 dan 5 (100%); telah resisten terhadap pemberian amoksisilin karena tidak terbentuk zona hambat (100%). Pada pemberian gentamisin, tiga dari empat sampel uji (sampel 2, 3, dan 4) melebihi 14 mm sehingga termasuk sensitif (75%). Sedangkan pada sampel 5 bernilai <12 mm, hal ini termasuk kedalam intermediet (25%). Untuk sampel 1 dan 6 tidak dilakukan pengujian karena tidak ditemukan koloni Salmonella sp. pada media Salmonella Shigella Agar dari sampel 1 49 dan 6. Rata-rata zona hambat yang terbentuk pada Salmonella sp.terhadap antibiotik siprofloksasin 36 mm; antibiotik gentamisin 20,7 mm; dan antibiotik amoksisilin 0 mm. Hasil uji resistensi antibiotik pada tabel diatas, dijelaskan pula dalam grafik sebagai berikut: 40 37 36.5 ZONA HAMBAT (mm) 35 35 35.5 30 25 22 20 20 20 CIP (Siprofloksasin) CN (Gentamisin) 15 11 AML (Amoksisilin) 10 5 0 S1 S2 S3 S4 S5 S6 SAMPEL Grafik 4.2 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Salmonella sp. Dalam grafik tersebut, zona hambat paling luas terhadap siprofloksasin yaitu pada sampel dua dengan hasil 37 mm,terhadap gentamisin 23 mm pada sampel dua dan pada amoksisilin tidak terbentuk zona hambat di seluruh sampel. Resistensi yang terjadi pada amoksisilin dapat dikarenakan tidak adanya PBP (Penicillin Binding Protein), terjadi perubahan pada PBP atau PBP tidak terjangkau karena sawar pada membran luar bakteri. Selain itu dapat pula akibat enzim autolitik tidak teraktivasi sehingga bakteri tidak mengalami lisis.8 Resistensi terhadap gentamisin dapat dikarenakan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Golongan aminoglikosida efektif untuk bakteri Gram negatif yang aerob dan pemberian pada bakteri anaerob atau 50 fakultatif anaerob dapat menimbulkan terjadinya resistensi. Walaupun berdasarkan teori bakteri ini dapat diberikan pada infeksi akibat Escherichia coli, tetapi sebaiknya hanya pada kondisi infeksi berat agar tidak mempermudah terjadinya resistensi. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Yanti Mulyana (2007) terhadap bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi memberikan hasil berbeda pada antibiotik amoksisilin. Dari 317 sampel, 315 sampel (99,36%) masih sensitif terhadap amoksisilin dan 304 sampel (95,89%) sensitif terhadap siprofloksasin.32 Kemungkinan penggunaan amoksisilin di daerah tempat penelitian masih rasional, sehingga bakteri jenis Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masih sensitif terhadap antibiotik tersebut. Selain itu penelitian dilakukan pada tahun 2007, sangat memungkinkan dalam jangka waktu 8 tahun ini terjadi peningkatan resistensi berbagai jenis bakteri terhadap antibiotik, terutama amoksisilin yang penggunaannya sudah sangat luas. Penelitian lain dilakukan oleh Juwita S. dkk. (2013) pada bakteri Salmonella typhi terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin dan kotrimoksazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Salmonella typhi resisten terhadap amoksisilin sebesar 85%. Pola resistensi antibiotik bergantung pada sifat bakteri, penggunaan antibiotik, tatalaksana penyakit, kecepatan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pola sensitivitas Salmonella sp. pada daerah dan waktu tertentu dapat berbeda. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan dari hasil berbagai uji resistensi antibiotik terhadap Salmonella sp.33 51 4.2 Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan antara lain: Tidak dilakukan pengukuran suhu sampel makanan saat dibeli Tidak dilakukan penilaian terhadap higienitas penjual, lingkungan serta dalam proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penyajian makanan Tidak dilakukan pengujian biokimia untuk identifikasi bakteri Tidak diketahui secara pasti makanan tersebut menyebabkan diare, karena tidak dilakukan pengujian langsung pada manusia BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Pada seluruh sampel soto ayam terdapat cemaran bakteri. Jumlah koloni bakteri pada 6 sampel yang diuji melebihi ambang batas normal yang ditetapkan Dirjen BPOM. Keberadaan bakteri Escherichia coli terdapat dalam 5 sampel ayam (jumlah sampel = 6), sedangkan bakteri Salmonella sp. ditemukan dalam 4 dari 6 sampel uji. Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. masih sensitif terhadap antibiotik siprofloksasin dan resisten terhadap amoksisilin sebesar 100%. Bakteri Escherichia coli sensitif terhadap gentamisin sebesar 100%, sedangkan Salmonella sp. sebesar 75%. 5.2 Saran Sesuai dengan keterbatasan penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut: Penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengukuran terhadap suhu sampel makanan, sehingga dapat diketahui secara pasti suhu yang optimal untuk pertumbuhan bakteri Penelitian lebih lanjut disertai dengan penilaian terhadap higienitas penjual, lingkungan serta dalam proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penyajian makanan sehingga dapat diketahui faktor penyebab terbanyak kontaminasi bakteri pada makanan 52 53 Penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji biokimia selain pewarnaan Gram, agar jenis bakteri yang mengkontaminasi makanan dapat teridentifikasi lebih pasti Penelitian lebih lanjut dengan menghitung jumlah mahasiswa yang mengalami diare dalam jangka waktu tertentu Penelitian lebih lanjut dengan melakukan wawancara pada penjual untuk mengetahui sumber makanan uji 53 DAFTAR PUSTAKA 1. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. 2006. 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Jakarta: Badan POM RI. 2009. 3. Zelenakova L, Ziarovska J, Kozelova D, Mura L, Lopasovsky L, Bobkova A, Zajac P, Capla J, Tinakova K. Campylobacteriosis: Importance Of Strengthening Surveillance And Reported Foodborne Disease Control Within European Union. Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences [Internet]. 2012 Februari [cited 2015 Februari 24];(1): 855867 4. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Kasus Keracunan Makanan di Indonesia. 2011. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. RISKESDAS. 2013. 6. Suharyono. Diare Akut Klinik Laboratorik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008. 7. Harti AS, Dra., M.Si. MIKROBIOLOGI KESEHATAN: Peran Mikrobiologi dalam Bidang Kesehatan. Edisi 1. Yogyakarta: Andi. 2015. Halaman 184-105 8. Neal MJ. Medical Pharmacology at a Glance. Fifth Edition. Blackwell Publishing Ltd. 2006. Halaman 85-80 9. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012. Halaman 722-585 10. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. 2011. 54 55 11. Badan Pengawas Obat dan Makanan Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Nasional. Laporan Kasus Keracunan tahun 2014. SIKer Nasional [Internet]. 2014 [cited 2015 Februari 7]. Available from: http://ik.pom.go.id/v2014/ 12. Siagian A. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU Institutional Repository [Internet]. 2002 Juni [cited 2015 Maret 2] 13. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengujian Mikrobiologi Pangan. InfoPOM Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol.9, No.2. 2008 Maret. [cited 2015 April 7]. 14. Hartono, Andry. Penyakit Bawaan makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC. 2006. Halaman 58-1 15. Betty, C, Hoobs. Food Poisoning and Food Hygiene.7th edition. London: Hodder Arnold. 2007. 16. Betty dan Yendri. Cemaran mikroba terhadap telur dan daging ayam. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, Padang. 2007. 17. Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Subdit Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan, Dit jen PPM & PL. 2006. 18. NSW Government Health Indonesian. Foodborne disease. Multicultural Health Communication [Internet]. [cited 2015 Februari 24]. Available from: http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publicat ion-pdfs/diseases-and-conditions/7120/doh-7120-ind.pdf 19. World Health Organization. Food Safety. Geneva. 1993. 20. Jawetz E, Melnick J and Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. 2005. Halaman 264-63 21. Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. 22. Kayser, FH. Medical Microbiology. New York: Thieme Stuttgart. 2005. Halaman. 295-187 23. Ferdiaz, Srikandi. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. 1993. 56 24. Richard V, dkk. Medical Microbiology, MIMS. Elsevier. 2010. 25. Engelkirk PG, Burton GRW. Burton’s Microbiology for the heatlh sciences. 8th edition. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. Halaman 317-126 26. Badan Standarisasi Nasional RI. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 08.3-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 2009. 27. Setiawan L. Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi klinis. Jakarta: EGC. 2011. Halaman. 115-92 28. Budiarso TY, Belo MJ. Deteksi Cemaran Salmonella sp. Pada Daging Ayam Yang Dijual Di Pasar Tradisional Di Wilayah Kota Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA [Internet]. 2009 [cited 2015 April 25] 29. Taha SR. Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan Di Pasar Tradisional Kota Gorontalo. Laporan Penelitian [Internet]. 2012 [cited 2015 Maret 2] 30. Citrasari, Nita. Analisis Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri pada Makanan Olahan di Kantin Pusat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. [Internet]. 2010 Juli [cited 2015 April 8] 31. Refdanita, dkk. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara, Kesehatan, Volume 8, No.2 [Internet]. 2004 Desember [cited 2015 Mei 7] 32. Mulyana Y. Sensitivitas Salmonella sp. Penyebab Demam Tifoid Terhadap Beberapa Antibiotik di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unpad [Internet]. 2007 [cited 2015 April 8] 33. Juwita S, dkk. Pola Sensitivitas In Vitro Salmonella typhi Terhadap Antibiotik Kloramfenikol, Amoksisilin, dan Kotrimoksazol. Berkala Kedokteran, Vol.9 ,No.1 [Internet]. 2013 April [cited 2015 April 9] LAMPIRAN 1 Hasil Penghitungan Penelitian Tabel 1 Jumlah koloni pada setiap konsentrasi dengan duplo dan pada kontrol negatif Konsentrasi 10-4 10-5 10-6 10-7 kontrol (-) TBUD 217 111 TSUD 0 TBUD 230 102 TSUD - TBUD 285 186 86 0 TBUD 277 192 54 - 254 136 81 TSUD 0 237 127 73 TSUD - TBUD 253 269 186 0 TBUD 265 254 204 - 47 TSUD TSUD TSUD 0 49 TSUD TSUD TSUD - TBUD TBUD 240 34 0 TBUD TBUD 270 28 - Sampel 1 2 3 4 5 6 Keterangan: TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung TSUD = Terlalu Sedikit Untuk Dihitung 57 58 Tabel 2 Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri pada setiap sampel Konsentrasi 10-4 10-5 10-6 10-7 Rata-rata Jumlah Bakteri Sampel (CFU/gram) 1 TBUD 223,5 106,5 TSUD 1,1 x 107 2 TBUD 281 189 70 1,9 x 107 3 245,5 131,5 77 TSUD 7,7 x 106 4 TBUD 259 261,5 195 2,6 x 106 5 48 TSUD TSUD TSUD 4,8 x 104 6 TBUD TBUD 255 31 3,1 x 107 Penghitungan Rata-Rata Jumlah Bakteri Sampel 1 Jumlah bakteri = = 106,5 x 105 = 1,1 x 107 Sampel 2 Jumlah bakteri = = 189 x 105 = 1,9 x 107 Sampel 3 Jumlah bakteri = = 77 x 105 = 7,7 x 106 Sampel 4 Jumlah bakteri = = 259 x 104 = 2,6 x 106 Sampel 5 Jumlah bakteri = = 48 x 103 = 4,8 x 104 Sampel 6 Jumlah bakteri = = 31 x 106 = 3,1 x 107 Keterangan Melebihi ambang batas Melebihi ambang batas Melebihi ambang batas Melebihi ambang batas Melebihi ambang batas Melebihi ambang batas 59 Tabel 3 Hasil Uji Resistensi Antibiotik Sampel 1 E.coli Diameter zona hambat Antibiotik (mm) CIP CN AML 37(S) 17(S) 0(R) 2 E.coli 39(S) 23(S) 0(R) Salmonella sp. 37(S) 22(S) 0(R) E.coli 36.5(S) 21.5(S) 0(R) Salmonella sp. 36.5(S) 20(S) 0(R) E.coli 38(S) 16(S) 0(R) Salmonella sp. 35(S) 20(S) 0(R) 5 Salmonella sp. 35.5(S) 11(I) 0(R) 6 E.coli 36 (S) 20 (S) 0 (R) 3 4 Keterangan: Bakteri CIP = Siprofloksasin CN = Gentamisin AML = Amoksisilin S = Sensitif R = Resisten I = Intermediet 60 LAMPIRAN 2 Alat dan Bahan Timbangan digital Vortex Hotplate Kulkas Kulkas media Laminar air flow Inkubator Media agar NA 61 LAMPIRAN 3 Langkah Kerja Penelitian Sterilisasi media dan alat Pembuatan media agar SSA Pembuatan media cair NB Penanaman sampel pada media agar Pengambilan koloni bakteri Pewarnaan Gram Pengamatan di mikroskop Pemberian cakram antibiotik Penghitungan zona jernih 62 LAMPIRAN 4 Hasil Penelitian Pertumbuhan Bakteri pada Media NA 10-4 (1) 10-4 (2) 10-5 (2) 10-6 (1) 10-7 (1) 10-7 (2) 10-5 (1) 10-7 (2) Kontrol 63 LAMPIRAN 5 Grafik Interpretasi Ukuran Zona Hambat untuk Bakteri 64 LAMPIRAN 6 Riwayat Penulis RIWAYAT HIDUP Nama : Putri Auliya Hilfa Lubis Usia : 21 tahun Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 26 Juli 1994 Alamat : Jl. Tawakal XI no.21, Tomang, Jakarta Barat No. Hp : 081912309120 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Paminggir IV Garut 2000-2006 2. SMP Negeri 1 Garut 2006-2009 3. SMA Negeri 78 Jakarta 2009-2010 4. SMA Negeri 1 Garut 2011-2012 5. PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012-sekarang