Khotbah Minggu (07 Juli 2013) Ringkasan Khotbah GRII Kelapa Gading Pengkhotbah : Pdt. Billy Kristanto, Th.D Tema : …....….…..……………...…......... Nas Alkitab : ............................................................................................................. 681/720 Tahun ke-14 Hidup Menyenangkan Tuhan atau Manusia? Pdt. Billy Kristanto, Th.D. 30 Juni 2013 Lukas 3:21-22 Pada hari ini kita akan mempelajari peristiwa yang sangat penting yaitu Yesus Kristus sendiri yang juga di baptis, tentu saja waktu kita membicarakan bagian ini, ada perbedaan yaitu baptisan yang dialami oleh Yesus Kristus yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, berbeda dengan bukan hanya baptisan yang kita alami, tetapi juga baptisan yang dialami oleh orang banyak pada saat itu, yang juga dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Maka waktu kita membaca di dalam ayat 21, distinction ini juga nampak waktu kita membaca, di situ dikatakan, seluruh orang banyak telah di baptis oleh Yohanes Pembaptis, sebagai baptisan pertobatan, sehingga mereka dilayakkan untuk menerima injil yang datang di dalam Yesus Kristus melalui satu tindakan pertobatan tersebut, tetapi tentu saja ini bukan baptisan yang diterima oleh Yesus Kristus. Karena Yesus dibaptis bukan di dalam pengertian pertobatan, Yesus tidak membutuhkan pertobatan, saudara dan saya yang membutuhkan pertobatan. Tetapi Yesus di sini dikatakan dibaptis untuk meneguhkan kontinuitas pelayanan dari Yohanes Pembaptis menuju kepada Yesus Kristus. Kalau di dalam versi dari Matius, kita membahas ada tekanan di situ, perkataan dari Yohanes Pembaptis yang mengatakan, demikian terjadi supaya genaplah apa yang diperintahkan oleh Tuhan, tetapi dalam bagian ini kita tidak membaca bagian tersebut. Tapi ada perbedaan perspektif, bagaimana Yesus dengan jelas digambarkan sebagai seseorang yang melanjutkan atau meneruskan pekerjaan dari pada Yohanes Pembaptis, maksudnya adalah di dalam ayat 18 dikatakan, bahwa Yohanes, setelah dia menegor raja Herodes, kemudian dia dimasukkan ke dalam penjara, lalu kita masuk ke dalam ayat 21. Ini tidak dimengerti secara kronologis historikal, karena kalau kita mengerti secara kronologis historikal akan sangat kesulitan, karena di dalam ayat 18, 19 dikatakan, Yohanes Pembaptis ke penjara, lalu setelah itu bagaimana Yesus dibaptis, apakah Yesus dibaptis di dalam penjara? Atau minta ijin Herodes dahulu mau dibaptis oleh GRII KG 681/720 (hal 4) Yohanes Pembaptis dst., padahal dia sudah dipenjara? Tetapi kita bukan mengerti secara kronologis historikal seperti itu, Lukas mau menghadirkan di dalam satu gambaran bahwa Yohanes Pembaptis dipenjara, setelah di penjara, di dalam akhir dari masa pelayanan yang Tuhan percayakan di dalam kehidupannya, kemudian Yesus Kristus memulai pelayananNya dengan inaugurasi atau pentahbisan dari Allah Bapa sendiri. Yesus di baptis, tetapi ada keunikannya, berbeda dengan orang-orang lain yang juga di baptis oleh Yohanes Pembaptis. Waktu Yesus di baptis di situ dikatakan, “langit itu terbuka, lalu Roh Kudus turun di dalam rupa burung merpati ke atasNya”, langit terbuka, itu satu motif di dalam alkitab sejak dari Perjanjian Lama, di dalam PL itu seringkali dikatakan, waktu langit terbuka, itu Tuhan menyatakan penghukumanNya, misalnya, di dalam peristiwa air bah, langit dibuka, lalu air yang ada di langit itu diturunkan oleh Tuhan, lalu menjadi penghukuman, penghakiman bagi orang-orang yang hidup di dalam dosa, dalam zaman Nuh. Kita bisa membaca ayat ini dalam pengertian seperti itu atau bisa juga membaca di dalam pengertian yang sebaliknya, yang pasti ada satu transformasi motif. Karena sebagaimana biasa, waktu langit terbuka, termasuk juga dalam peristiwa Sodom dan Gomora, Tuhan menjatuhkan dari langit belerang dsb., tetapi di sini menjadi satu berita kasih karunia, Yesus sudah datang bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyelamatkan orang-orang yang berdosa, menyelamatkan saudara dan saya. Kalau Tuhan menghakimi, tidak ada satu orang pun yang bisa luput, karena setiap orang dari pada kita berdosa dan kita hidup dalam satu zaman yang semakin lama bergerak ke arah semakin sekuler, orang semakin tidak mengerti apa artinya dosa, hal ini sudah menjangkiti dunia barat. Saya baru mengikuti satu konferensi tentang Heidelberg katekismus, lalu di situ ada perdebatan tentang bagaimana orang masih bisa menghayati relevansi dari pada Heidelberg katekismus (salah satu pengakuan iman reformed), ada beberapa pembawa acara yang kemudian memberikan satu GRII KG 681/720 (hal 1) Hidup Menyenangkan Tuhan atau Manusia? pendapat bahwa pengakuan ini sudah harus diganti, karena tidak cocok lagi dengan cara pikir orang modern, karena pengakuan ini sudah 450 tahun yang lalu. Tetapi masih ada juga pembawa acara yang coba mengkaitkan, toh masih ada hal yang relevan dst. Yang pasti dalam diskusi itu ada satu kata yang memang seringkali sulit untuk dipahami yaitu waktu ada pertanyaan mulai dengan satu kalimat, “apakah penghiburanmu yang satu-satunya baik di dalam kehidupan atupun kematian, what is thy only comfort in life and death?”. Pertanyaan pertama dalam Heidelberg katekismus membuka kalimat seperti itu. Waktu kita bicara tentang penghiburan, orang yang tidak tahu-menahu atau tidak jujur di dalam kehidupannya tentang penderitaan, kita tidak akan bisa membicarakan tentang penghiburan, karena penghiburan itu hanya relevan bagi orang-orang yang sadar bahwa dia hidup di dalam penderitaan. Secara menarik, kalimat penghiburan kan bukan bicara tentang apakah kebahagiaanmu? Karena kebahagiaan kan bisa sangat subyektif, orang bisa berbicara tentang kesenangan, oh saya bahagia kalau saya dapat mobil mewah, kalau saya menikah, kalau saya dapat pekerjaan yang gajinya besar dsb., jadi kebahagiaan bisa banyak sekali artinya. Tetapi waktu bicara tentang penghiburan, apakah pengiburanmu satu-satunya? Pertanyaan itu mengasumsikan, apakah engkau sadar, engkau di dalam keadaan yang miserable, yang kasihan dan karena itu engkau membutuhkan penghiburan? Itu yang ada dibalik pertanyaan tersebut, maka orangorang yang terus-menerus menghidupi satu kehidupan yang seperti, bahagia, tidak ada persoalan, senyum terus, kuat terus, tidak ada air mata, tidak ada kesusahan, tidak ada kesedihan, waktu ditanyakan kalimat ini “what is thy only comfort, apakah penghiburanmu satu-satunya?”, dia akan bengong. Penghiburan apa? Saya ini bukan orang susah, saya orang yang berhasil, saya bukan orang yang sedih, saya orang yang kuat, dst., ketika kita membicarakan penghiburan kalimat yang pertama itu menjadi tidak relevan di dalam kehidupan orang modern, yang sekali lagi, ya memang sering berpura-pura. Kita percaya, di dalam kehidupan manusia tidak ada satu orang pun yang tidak menderita, tapi apakah orang itu jujur, apakah orang itu terbuka di dalam pergumulan dengan penderitaan tersebut, apakah orang itu mau mengakui bahwa dia memang berada di dalam penderitaan? Ada orang-orang yang berusaha menutup penderitaannya dengan berbagai macam aksesoris, termasuk aksesoris rohani, kompensasi supaya tidak kelihatan bahwa dia susah, bahwa dia di dalam pergumulan, maka Hidup Menyenangkan Tuhan atau Manusia? dia coba untuk membangun satu benteng, supaya orang tidak melihat kesulitan tersebut, ketidakjujuran di dalam kehidupan manusia. Kalau kita sudah bersikap seperti ini, maka saya percaya, pertanyaan pertama dari Heidelberg katekismus menjadi sangat tidak relevan. Sebenarnya bukan Heidelberg katekismus yang tidak relevan, kita yang tidak relevan dengan firman Tuhan, karena kita tidak jujur, karena tidak mau hidup apa adanya, karena kita tidak terbuka dihadapan Tuhan dan juga akhirnya dihadapan manusia. Jadi waktu seseorang sadar bahwa dia berada di dalam penderitaan dan alkitab mengatakan, penderitaan yang terbesar adalah manusia sudah jatuh di dalam dosa dan mereka tidak bisa keluar dari padanya, saudara dan saya, kita semua tidak bisa keluar daripada jerat dosa itu, inilah penderitaan yang terbesar di dalam kehidupan manusia. Manusia bahkan tidak mampu untuk memiliki dirinya sendiri, tidak bisa menjadi tuan atas kehidupannya, dia menjadi budak dari dosa, maka waktu Heidelberg katekismus bertanya, apakah penghiburanmu satu-satunya? Di jawab dengan satu jawaban sederhana yaitu bahwa aku menjadi milik Yesus Kristus, ini penghiburan terbesar, kita dimiliki oleh Tuhan. Karena kita sendiri tidak sanggup untuk memiliki diri kita sendiri, saudara dan saya, kita pikir kita sanggup untuk memiliki diri kita sendiri, saya memiliki saya pun sebetulnya menurut firman Tuhan itu tidak ada kesanggupan. Karena kita cenderung untuk menyakiti diri kita sendiri, bahkan menyakiti orang-orang yang ada disekitar kita, kita tidak tahu bagaimana untuk membuat kehidupan kita berbahagia dengan jalan dan bijaksana kita sendiri. Maka waktu dikatakan bahwa aku adalah milik Kristus, sungguhsungguh adalah penghiburan yang terbesar, kita menjadi milik Kristus artinya Kristus yang akan take care, yang akan merawat kehidupan kita dari awal sampai dengan akhir, Dia yang memulai iman di dalam kehidupan kita akan menggenapkan dan menyempurnakan sampai pada akhirnya. Itu adalah penghiburan di dalam kehidupan manusia. Kalau kita sadar, kalau kita jujur, kalau kita rendah hati bahwa kita dari dalam satu keadaan yang miserable, di dalam satu keadaan yang sulit, di dalam satu keadaan yang kasihan, di dalam satu keadaan yang terpuruk, maka injil menjadi sesuatu yang masih relevan di dalam kehidupan manusia. Tanpa pengertian terbukalah langit di dalam aspek penghakiman atau penghukuman Tuhan, seperti Sodom dan Gomora atau orang-orang berdosa yang ada di dalam zaman Nuh, tanpa pengertian ini, maka kita akan sulit untuk menghayati apa artinya langit terbuka dan Tuhan bukan GRII KG 681/720 (hal 2) menghukum tetapi menyatakan kasih karuniaNya. Bukankah kekristenan seringkali dituduh sebagai agama murahan? Bukankah iman kristen seringkali dilecehkan sebagai satu gambaran…aah itu orang-orang kristen berbuat dosa tidak apa-apa, nanti tinggal datang kepada Yesus Kristus minta ampun, semua dosanya akan diampuni, betapapun jahatnya, bukankah seringkali ada gambaran karikatural seperti itu? Memang masuk akal, kenapa? Karena tanpa penghayatan seseorang akan dosa, akan seriusnya kejahatan manusia dan akan kengerian betapa dahsyatnya murka Allah, maka orang cenderung tidak bisa mengerti tentang injil karunia, akhirnya masuk di dalam gambaran karikatural seperti itu. Kok enak sekali ya, hidup berdosa lalu diampuni, berdosa lagi diampuni lagi, itu gambaran terlalu murahan, manusia tidak membayar apa yang sudah dia tabur akhirnya, lalu manusia dengan begitu mudahnya menyerahkan kepada Yesus Kristus untuk mengampuni, dst., maka terjadilah gambaran distorsi yang seperti itu. Tetapi kalau kita memahami secara benar, sekali lagi, berita dari Yohanes Pembaptis, penghakiman, gambaran tentang seperti apa yang dicatat dalam ayat 17, “alat penampi sudah ditanganNya untuk membersihkan tempat pengirikanNya dan untuk mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbungNya, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak terpadamkan”, ini satu kalimat yang keras. Tanpa berita ini, sulit untuk menghayati apa artinya langit terbuka, lalu Roh Kudus turun di dalam rupa merpati, ke atas diri Yesus, menjadi satu berita kash karunia yang membebaskan kita dari dosa. Saya rindu, kalimat seperti ini bukan hanya terjadi waktu kita bertobat sekali seumur hidup itu, tetapi juga di dalam ulangan-ulangan secara repetitive di dalam kehidupan kita sehari-hari. Waktu kita melihat bahwa kita masih bergumul, bagaimana kita terus-menerus membiarkan Roh Kudus itu bekerja di dalam kehidupan kita untuk mematikan keinginan manusia lama yang sudah disalibkan bersama dengan Kristus. Waktu kita membaca di dalam ayat 22, kita mendapati satu prinsip yang sangat padat diucapkan oleh Bapa yang di sorga kepada Yesus Kristus di dalam peristiwa pentahbisan ini, saya percaya di dalam bagian ini waktu kita membaca, langit terbuka, Roh Kudus turun keatasNya, itu sangat khusus, itu particularly dialami oleh Yesus Kristus dan berbeda dengan seluruh orang banyak yang dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Tapi ayat 22 waktu Bapa memberikan kalimat kepada Yesus Kristus ini menjadi satu prinsip yang mendasari kehidupan kita sebagai human being, sebagai manusia, ada 3 prinsip: Pertama, tentang identitas, karena di sini Bapa meneguhkan identitas Yesus sebagai Sang Anak, sebagai satu-satunya Anak, Anak yang tunggal, “Engkaulah AnakKu yang Kukasihi”. Baptisan itu adalah satu penyataan pengumuman identitas, sebagaimana yang dibangun, diberikan oleh Tuhan sendiri di dalam kehidupan kita. Baptisan itu menyatakan identitas yang diberikan Tuhan di dalam diri kita, bukan identitas yang kita cari sendiri atau yang diberikan dunia. Di dalam kehidupan kita, identitas berusaha dibangun dari luar, pertanyaan siapa kamu, siapa saya, itu menurut dunia dibangun berdasarkan apa yang kita peroleh, apa yang kita achieve. Siapa kamu? Oh saya orang kaya, maksudnya adalah berapa banyak uang saya, itu menentukan identitas saya, ini cara dunia. Siapa kamu? Oh saya jenderal, maksudnya saya bukan kopral, jadi identitas kita dibangun berdasarkan power, dibangun berdasarkan jabatan yang kita miliki di dalam dunia ini, lalu membentuk identitas kita. Jadi apa yang kita achieve, apa yang kita peroleh, apa yang dapat kita raih di dalam dunia ini, hal itu kemudian membentuk identitas kita. Tetapi ini bukan jalan kristen, jalan kristen tidak membangun di dalam cara seperti ini, dunia terus berusaha menarik kita di dalam pembangunan identitas yang salah seperti ini. Orang-orang yang terus-menerus berusaha untuk membangun identitas diri dari apa yang dia capai, dari apa yang dia peroleh. Bahkan Yesus pun waktu kita membaca, setelah Dia mengalami peristiwa inaugurasi, pentahbisan, masuk di dalam pencobaan di padang gurun, dikatakan, iblis pun mencobai Yesus dengan berusaha untuk merontokkan identitasNya dengan cara, Yesus disuruh membangun, membuktikan identitasNya bahwa Dia adalah Anak Allah dengan achievement bisa mengubah batu menjadi roti. Yesus pasti mempunyai kuasa mengubah batu menjadi roti, itu bukan persoalan, Yesus itu bisa, bukan tidak bisa, lalu kenapa Yesus tetap tidak melakukan? Karena Dia bukan membangun identitasNya dengan cara seperti itu, bukan membangun satu identiitas Anak Allah dengan berusaha untuk membuktikan, dengan sanggup melakukan ini, maka itu membuktikan bahwa Dia adalah Anak Allah. Kita bukan membangun identitas kita dengan cara apa yang kita lakukan, bukan, justru identitas kita itu menjadi dasar dari apa yang kita lakukan, mengapa saya bertindak seperti itu? Karena saya memiliki identitas ini dan bukan saya memiliki identitas ini karena saya bertindak itu, bukan, itu sesuatu pembentukan yang terbalik. Identitas itu diberikan oleh Tuhan sendri sudah mulai dari penciptaan mula-mula, original creation, waktu kita membaca, manusia itu diberikan identitas, created in the GRII KG 681/720 (hal 3) image of God. Tetapi manusia, kalau kita baca pada saat peristiwa menara babel, manusia tidak puas dengan identitas yang diberikan oleh Tuhan. Manusia berusaha mencari nama, manusia berkumpul menjadi satu lalu membangun satu menara yang sampai menuju ke langit, manusia mencari nama, padahal manusia sudah diberikan nama, Adam, Adam itu satu nama bukan? Tetapi manusia tidak puas dengan identitas yang diberikan oleh Tuhan. Sekali lagi, dunia akan terus menyeret kita untuk membangun identitas kita dengan cara-cara seperti, membuktikan diri, berusaha sekeras mungkin supaya dihargai oleh orang lain, berusaha sekeras mungkin untuk membuktikan diri supaya orang mengenal siapa saya. Saya pernah share, kita hidup di dalam satu dunia yang melakukan scaning, waktu kita masuk ke satu toko di scaning dulu, orang ini kira-kira kekuatan ekonominya berapa banyak? Lalu kita juga merasa terganggu juga, kenapa orang scaning kita seperti itu? Lalu mungkin juga, jangan-jangan kita juga berusaha untuk membuktikan diri supaya tidak dihina orang lain, dst., karena kita memang hidup di dalam budaya yang ketakutan untuk dihina dan keserakahan untuk dihormati dst. Tetapi alkitab memberikan kita pengertian bahwa kita bukan membangun identitas kita dengan cara seperti itu, tidak, kita bukan membangun identitas kita dengan membuktikan diri, apa yang kita capai, apa yang kita kerjakan lalu membuat orang lain tertarik dan memberikan kita selamat karena keberhasilan kita, bukan seperti itu. Tetapi dengan identitas yang diberikan oleh Bapa sendiri, Engkaulah AnakKu, kalimat ini cukup dan bagi Yesus juga cukup, tidak perlu dibuktikan dihadapan iblis waktu Dia dicobai, tidak perlu. Dan karena bagi Yesus cukup, maka harusnya bagi saudara dan saya juga cukup, mau identitas apa lagi? Engkaulah AnakKu, kita juga bisa mengatakan bahwa kita juga anak Allah bukan? Seperti Yesus yang adalah Anak Allah dan kita diadopsi di dalam Yesus Kristus menjadi anak Allah, bukankah itu satu identitas yang sangat mulia dan tinggi? Tetapi manusia di dalam kejatuhannya waktu kita membaca di dalam kitab Kejadian 3, dia tidak puas dengan identitas ini, dia ingin menjadi seperti Allah, seperti saya mau menjadi setara dengan Allah. Itu iblis menularkan ambisi liarnya, ambisi keberdosaannya di dalam diri manusia, waktu manusia berusaha menjadi seperti Allah di dalam pengertian yang keliru. Tetapi berbahagialah kita kalau kita sadar bahwa kita adalah anak Allah dan karena itu kita melakukan pekerjaan seorang anak Allah. Dari identitas, kita bertindak, kita melakukan, kita merasakan, kita mengekspresikan diri kita, dasarnya adalah pengenalan identitas yang benar, engkau adalah anak Allah. Apakah kita bertindak, berkelakuan, berkata-kata seperti seorang anak Allah? Kedua, dalam ayat ini dikatakan, “Engkaulah AnakKu yang Kukasihi”, ada seorang penafsir mengatakan, ini juga adalah basic human need yaitu kebutuhan penerimaan, acceptance, Kukasihi. Bapa memberikan satu statement ini kepada Sang Anak dan juga kepada saudara dan saya, kita adalah orang-orang yang dikasihi oleh Tuhan dan kasih itu begitu sempurna, kasih yang dinyatakan diatas kayu salib, kasih yang menerima kita apa adanya. Sehingga kita tidak perlu membuktikan diri supaya kita dikasihi, tidak perlu, kita datang di dalam kegagalan, kerentanan, kehinaan dan kebobrokan kita dan Tuhan menerima kita apa adanya di dalam kasihNya yang sempurna, kasih yang mengampuni dan kasih yang memeluk. Ada banyak orang yang bergumul di dalam persoalan cinta kasih, saya tidak tahu saudara lahir di dalam keluarga seperti apa, tetapi saya sendiri mengamati di dalam kehidupan saya sehari-hari, keluarga kita kan selalu tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu ada macam-macam, ada yang sangat tidak sempurna sampai keluarga yang broken home, meskipun tidak broken home, tetap tidak sempurna juga. Di dalam persoalan keluarga kita tidak bisa mendapati diri kita dikasihi secara sempurna dan ada orang yang memiliki sensitivitas kepekaan seperti terlalu tinggi, hidupnya seperti diombang-ambingkan satu pertanyaan antara penerimaan atau penolakan? Dia menjadi orang yang sangat sensitif dalam hal seperti itu. Waktu seseorang bergumul dalam keadaan seperti ini, dia akan sulit sekali untuk mengasihi orang lain, sesamanya dan juga termasuk mengasihi Tuhan dengan bebas. Karena dia selalu ada pertanyaan, kenapa dia tidak mengasihi saya? Kenapa dia tidak menerima saya? Kenapa saya kurang diperhatikan? Dst., pergumulan yang tidak selesai-selesai, mencari penerimaan, mencari seseorang yang menghargai dia, sedikit mirip dengan persoalan identitas, tapi ada nuansa yang berbeda. Allah yang mengasihi kita dengan sempurna, waktu kita di dalam dunia berusaha untuk mencari penerimaan, kita akan exhausted, akan kelelahan, karena dunia kita adalah dunia yang tidak sanggup mengasihi, bahkan keluarga kita pun, orang yang paling dekat dengan kita adalah orangorang yang juga tidak bisa mengasih kita secara sempurna, baik papa, mama, suami istri atau anak. Bagaimana kita bisa mengharapkan kasih yang sempurna dari mereka seperti kita mengharapkan kasih Tuhan sendiri? Maka Yesus di sini dikatakan, Engkaulah AnakKu yang Kukasihi, Bapa tidak mengatakan, Engkaulah AnakKu yang akan dikasihi oleh mereka ini yang ada di sini, tidak, Yesus tidak menerima kalimat seperti GRII KG 681/720 (hal 4) itu. Yesus tidak menerima kalimat, Engkaulah AnakKu yang dikasihi oleh Yohanes Pembaptis, tidak, karena Yohanes Pembaptis pun juga bisa kecewa pada Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis menjadi discourage waktu dia berada di dalam penjara (memang tidak dibahas di sini), tetapi di dalam injil yang lain dikatakan, Yohanes Pembaptis bertanya-tanya, betulkah Dia Mesias? Mengapa Dia tidak membebaskan saya dari penjara? Padahal di dalam kutipan kitab nabi-nabi dalam PL dikatakan, Dia bukan hanya menyembuhkan orang yang buta menjadi celik, orang lumpuh menjadi berjalan, tapi orang dalam penjara juga akan keluar, tetapi saya tetap di dalam penjara? Sebetulnya ini Mesias yang asli atau bukan? Kalau Yesus membangun diriNya di dalam penerimaan Yohanes Pembaptis, maka pelayananNya akan sangat rapuh, demikian juga saudara dan saya, waktu kita membangun di dalam kehidupan, kita meletakkan pada kasih sesama kita atau kasih seorang istri, kasih seorang suami, kasih keluarga atau kasih orang-orang yang dekat dengan kita, maka kita akan menghidupi satu kehidupan yang sangat rentan. Tidak ada orang yang bisa mengasihi kita secara sempurna, tidak ada orang yang bisa menerima secara sempurna sampai tidak pernah melukai sama sekali, kecuali Tuhan. Berbahagialah mereka yang membangun kehidupan penerimaan ini di dalam Yesus Kristus yang menerima kita apa adanya. Hanya orang-orang yang menerima penerimaan seperti itu dia bisa mengasihi sesamanya dengan bebas, karena dia tidak ada motif mencari penerimaan bagi dirinya sendiri lagi. Sekali lagi, orang yang masih terus-menerus bergumul tentang penerimaan untuk dirinya, waktu dia mengasihi orang lain, dia bukan mengasihi orang lain, dia berusaha untuk mencari penerimaan atas dirinya sendiri, wah bahaya sekali pelayanan yang dikerjakan seperti ini. Pelayanan menabur kesan, saya melayani ini supaya saya dikenang, supaya saya kelihatan bagus, supaya orang kagum kepada saya, supaya saya kelihatan sebagai orang yang wah, supaya saya kelihatan sebagai orang yang baik, maka saya melayani dia, saya tersenyum kepada dia, ini bukan tulus, supaya orang melihat sebenarnya saya orang yang suka tersenyum, ramah dst. Membangun image, itu satu kehidupan yang berpusat kepada diri sendiri, bukan satu kehidupan yang mempermuliakan Tuhan, tetapi satu kehidupan yang berpusat kepada diri sendiri. Kasihan sekali orang-orang yang terus-menerus bergumul dengan persoalan penerimaan yang tidak selesai-selesai seperti ini, akhirnya seluruh kehidupannya itu dibangun untuk mengalami, untuk mendapatkan penerimaan dari sesama manusia. Bagus tidak saya mengerjakan ini, bagus kan? Kagum kan? Hebat kan? Orang seperti ini tidak mengerti apa yang dikatakan Bapa di sini kepada Yesus Kristus, Engkaulah AnakKu yang Kukasihi, kalimat ini cukup, kasih Tuhan itu cukup, ini bukan berarti lalu kita menganggap sepi semua penerimaan manusia, bukan. Yesus pun memberikan diriNya untuk dilayani, waktu Dia diurapi oleh seorang perempuan yang berdosa, Yesus menyambut penerimaan pelayanan tersebut, bahkan menegur Yudas yang berpura-pura memperhatian orang miskin dsb. Tetapi yang dimaksudkan di sini, bahwa Yesus mencukupkan diriNya dengan kasih yang sempurna dari BapaNya dan ini menjadi satu kekuatan pelayanan, Dia tidak pernah mencari muka, Dia tidak pernah mencari perhatian, Dia tidak pernah di dalam pelayananNya itu berusaha untuk mendapatkan sekedar penerimaan dari manusia, tidak. Tetapi Dia melakukan segala sesuatu dengan tulus justru karena Dia sudah diterima secara sempurna, dikasihi secara sempurna oleh BapaNya yang di sorga. Kita rindu di dalam kehidupan kita, khususnya yang hari ini menerima Baptis, Sidi dan Atestasi juga mempunyai satu kekuatan kepribadian seperti ini, kepribadian yang kuat, waktu kita berhasil, waktu kita bisa menerima dengan apa adanya penerimaan Tuhan di dalam kehidupan kita. Ketiga, kepadaMulah Aku berkenan, perkenanan Allah, pleasing God and only pleasing God, hanya menyenangkan Tuhan, mencari perkenanan Tuhan. Penafsir tadi mengatakan, ini juga salah satu dari basic human need, yaitu persoalan tentang security, persoalan kemananan, menurut Maslow itu termasuk salah satu dari basic human need yang terakhir, aktualisasi diri dsb., kita tidak mengikuti teorinya dia. Tetapi banyak pemikir di dalam dunia ini yang mengatakan, memang persoalan security itu adalah persoalan yang paling dasar di dalam kehidupan manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa security, tidak bisa hidup tanpa keamanan, kita hidup berkeluarga, kita mau secure dan saya percaya, waktu kita menjalankan secure, ini bukan cuma sekedar kas untuk wanita saja, tetapi laki-laki juga sesungguhnya membutuhkan security di dalam kehidupannya. Entah wanita atau pria, keduanya membutuhkan security, membutuhkan kemananan, satu keadaan yang tidak menggelisahkan, keadaan seperti itu, keamanan dibangun dengan apa? Menurut alkitab dibangun waktu kita berusaha untuk terus-menerus hidup menyenangkan Tuhan, lawan katanya adalah hidup menyenangkan manusia. Hidup menyenangkan manusia, itu membuat kita hidup sangat tidak secure, hidup gelisah, karena kita sudah berusaha menyenangkan bagaimanapun ternyata dia tidak puas. Akhirnya kita semakin gelisah, lalu sudah disenangkan pun, hari ini senang, hari GRII KG 681/720 (hal 1) Hidup Menyenangkan Tuhan atau Manusia? ini menerima, lalu besok sudah melupakan, akhirnya gelisah lagi, hari ini memuji saya, besok mencaci maki saya, hari ini mengangkat, besok merendahkan dst., lalu orang membangun di dalam keadaan seperti itu, sangat kasihan sekali orang yang berusaha untuk memperkenan manusia. Entah itu di dalam kehidupan keluarga atau bahkan dalam kehidupan pekerjaan kita, kan ada batas waktu kita berusaha menyenangkan orang lain, mau sampai mana? Orang yang disenangkan juga tidak mengerti bahwa kita sudah berusaha untuk menyenangkan dia, tidak ketemu standarnya atau kita berkompetisi dengan orang lain, juga berusaha menyenangkan dia, akhirnya masuk di dalam keadaan luar biasa insecure, sangat tidak secure dan kultur kebudayaan kita itu biasa menghidupi dengan cara seperti ini, sekali lagi, satu kebudayaan saling mencari muka, saling menyenangkan muka. Tetapi Yesus membangun kehidupanNya dengan terus-menerus mencari perkenanan dari BapaNya yang di sorga, Dia datang untuk satu tujuan yaitu menggenapkan kehendak Bapa yang di sorga, bukan untuk mencari kesenangan manusia. Kalau Yesus mencari kesenangan manusia, Dia akan menjadi orang yang sangat kasihan, Dia tidak lagi akan melakukan pekerjaan Tuhan, demikian juga saudara dan saya. Waktu kita berusaha untuk mencari perkenanan manusia, waktu kita berusaha untuk menyenangkan manusia, kehidupan kita akan masuk dalam satu kegelisahan yang tidak habis-habis. Tetapi jangan lupa, bukan hanya menyenangkan manusia dalam pengertian menyenangkan manusia orang lain, tetapi kita juga bisa jatuh ke dalam dosa menyenangkan diri sendiri. Mungkin bukan cari muka, tetapi berusaha untuk menyenangkan diri sendiri, memperkenanan diri sendiri, bukan memperkenan Tuhan, orang yang terus-menerus mencari dirinya sendiri, alkitab dengan jelas mengatakan, dia akan kehilangan, barangsiapa mencari nyawanya, dia justru kehilangan nyawanya, barangsiapa mengejar dirinya sendiri, dia akan kehilangan dirinya sendiri. Mendapatkan diri bukan berusaha untuk menyelamatkan, tetapi dengan mengorbankannya bagi Tuhan, itu dia menyelamatkan dirinya sendiri. Sekali lagi, Heidelberg katekismus mengatakan, kita ini milik Kristus, itu satu penghiburan yang tinggi, penghiburang yang satu-satunya baik di dalam kehidupan ini atau di dalam kematian. Kita ini milik Kristus, maka waktu kehidupan kita berusaha untuk menyenangkan Kristus, itu menjadi satu kehidupan yang betul-betul paling bermakna, yang bisa dihidupi oleh seorang manusia. tetapi waktu seseorang berusaha untuk Hidup Menyenangkan Tuhan atau Manusia? menyenangkan dirinya sendiri dengan satu pikiran, “saya adalah milik saya sendiri”, “saya adalah milik keluarga saya”, “keluarga saya adalah milik saya” dan tidak ada milik Kristus di situ, maka yang terjadi adalah kita berusaha saling memperkenan satu dengan yang lain, lalu masuk di dalam kebudayaan sungkanisme. Sungkanisme itu juga ada batasnya, satu saat akan meledak juga, kehidupan seperti itu sebetulnya tidak bisa dihidupi, terlalu rentan, terlalu rapuh. Orang yang di dalam kehidupannya, baik dia memperkenan sesamanya, memperkenan orang lain atau memperkenan dirinya sendiri, maka dia tidak akan mengalami sekuritas yang sejati seperti yang diberikan Bapa kepada Yesus. Yesus yang seumur hidupNya terusmenerus berusaha untuk memperkenan Tuhan, waktu memperkenan Tuhan kadang bisa ada konflik dengan memperkenan manusia. Tetapi kita percaya orang-orang seperti itu yang memelihara integritas hidup yang sesungguhnya, integritas rohani seperti yang diajarakan oleh firman Tuhan. Kita teringat kepada seorang Petrus waktu dia sendiri juga berada di dalam konflik, seorang Petrus yang sangat punya kelemahan tentang hal ini, dia orang yang takut-takut, takut-takut kepada sesama dan sepertinya ini tidak langsung beres di dalam kehidupannnya. Paulus pernah mencatat, ini bahkan setelah peristiwa Yesus sudah merestorasi dia, kita tahu Petrus jatuh di dalam dosa kegagalan dia berusaha untuk menyenangkan manusia, akhirnya dia menghianati Yesus, dia menyangkal Yesus, lalu Yesus memulihkan dia, tapi masih juga punya kelemahan ini. Waktu Paulus mencatat di dalam surat Galatia, dikatakan disitu bagaimana Petrus makan bersama dengan orang-orang yang tidak disunat, kemudian datang orang-orang Yahudi, lalu Petrus purapura mengundurkan diri, seolah-olah dia tidak pernah makan bersama dengan orang-orang yang tidak berusunat tersebut. Masih berusaha untuk mencari perkenan muka manusia, lalu Paulus menegur dia, karena itu satu perbuatan kemunafikan dst. Tapi kita membaca di dalam kesaksian yang mempermuliakan Tuhan, yang dicatat di dalam Kisah Para Rasul, bagaimana waktu dia berada di dalam konflik, masih ada pilihan mau menyenangkan Tuhan atau menyenangkan manusia, di situ dia dengan berani di dalam kepenuhan Roh Kudus mengatakan, silahkan kamu tentukan sendiri, mana yang lebih baik, takut kepada Allah atau takut kepada manusia? (Waktu di dalam peristiwa dia menyembuhkan seseorang di pintu gerbang, lalu di situ dipersoalkan menjadi satu tindakan yang melawan hukum taurat). GRII KG 681/720 (hal 2) Kita rindu di dalam kehidupan kita ada pengalaman-pengalaman seperti ini, mungkin tidak harus setiap hari, tetapi waktu datang saat-saat seperti ini kita bisa memilih dengan tepat, siapa yang kita senangkan, menyenangkan Tuhan atau menyenangkan manusia, menyenangkan diri sendiri atau mempekenan Tuhan? Yesus seumur hidupNya, Dia membangun di dalam satu kehidupan yang terus-menerus menyenangkan BapaNya yang di sorga dan di dalam keadaan seperti ini, masuk ke dalam berbagai macam penderitaan, krisis, masuk ke dalam berbagai macam pergumulan yang begitu berat, Dia tetap secure, Dia tetap tidak tergoncangkan, karena Dia hanya memiliki satu goal di dalam kehidupanNya yaitu bagaimana menyenangkan BapaNya. Kiranya ini menjadi satu kehidupan yang juga hadir di dalam kehidupan kita dan kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS) GRII KG 681/720 (hal 3)