STRUKTUR KOMUNITAS DECAPODA DI PERAIRAN KAMPUNG BUGIS KELURAHAN KAMPUNG BUGIS KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA Restu Asian Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Tegku Said Raza’I S. Pi. M.P Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan , FIKP UMRAH, [email protected] Ir. Linda Waty Zen, M.Sc Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan , FIKP UMRAH, ABSTRAK Kata Decapoda berasal dari kata Yunani Deca berarti‗ Sepuluh‘ dan pous artinya ‗ Kaki ‗digunakan untuk mengelompokkan berbagai akrab hewan laut seperti udang, lobster, udang, udang karang kepiting. Decapoda mempunyai morfologi yang tampak jelas, Mereka mempunyai 3 pasang apendik thorax yang termodifikasi menjadi maksiliped dan 5 pasang apendik thorax berikutnya sebagai kaki jalan atau periopod, sehingga Decapoda disebut juga dengan kaki sepuluh.Decapods adalah invertebrata bertelur, dengan jenis kelamin terpisah.Per ubahan seks selama hid up individu merupakan kejadian biasa dalam beberapa Dendrobranchiates. Decapods adalah poligini dan seksual dimorfik. Laki-laki cenderung lebih besar secara fisik dan ini memungkinkan kompetitif perilaku antara laki-laki untuk akses perempuan.Wanita di otherhand yang selektif dalam memilih pasangan mereka dan mendasarkankeputusan mereka pada kemampuan laki-laki untuk memperoleh sumber daya d an kemamp uan laki -laki mendo minasi laki laki lain. D e c a p o d a m e n g a l a m i pembelahan holoblastic lengkap. Karena spiral berkaki sepuluh holoblastic berlayar padanya dari sel, mereka memiliki khas yaitu telur lebih besar daripada Crustacea lain, bersama dengan masa kuning telur yang lebih besar. Pembelahan intralechi tal,blastoder m pembentukan dan pengembangan blastoderm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis Decapoda dan indeks keanekaragaman, Keseragaman dan dominansi decapoda di periaran Kampung Bugis Kelurahan Kampung Bugis.Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015.Penentuan metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara purposive sampling. Pengambilan sampling decapoda dilakukan pada saat air laut menjelang surut dengan menggunakan alat tangkap Sondong dengan jarak titik sampling 100 m dan dilakukan di tiga titik sampling dengan tiga kali pengulangan di tiap titik sampling. Pengukuran parameter kualitas perairan secara in situ dan sampel decapoda dianalisis di laboratorium FIKP-UMRAH. Hasil pengamatan ditemukan terdiri dari 4 Family diantaranyaAristeidae, palaemonidae, Penaidae, portunidae, sedangkan untuk Genus dijumpai sebanyak 5 genus antara lain; Aristaeopsis, Macrobrrachium, Penaeus, nematocarcinus, Scylla. Spesis/jenis yang dijumpai diperairan Kampung Bugis terdiri dari 8 Spesies Antara lain Aristaeopsis edwardsiana, Macrobrachium rosenbergii, Penaeus merguiensis, Nematocarcinus lanceopes, Penaeus peneus monodon, Penaeus semisulcatus, Portunus pelagicus, Scylla serrata. Namun secara keseluruhan hanya terdapat beberapa jenis yang banyak dijumpai salah satunya adalah jenis Penaeus merguiensis. Hasil analisis menunjukkan keanekaragaman decapoda pada perairan Kampung Bugis Kelurahan Kampung Bugis mencapai 1,17 dengan kategori indeks ke anekaragaman sedang. Untuk indeks keseragaman didapatkan hasil 0,39 dengan kategori keseragaman yang rendah. Untuk indeks dominansi didapatkan hasil 0,50 dengan kategori sedang. Kata Kunci :Struktur Komunitas Decapoda Di perairan Kampung Bugis Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota I. PENDAHULUAN negatif bagi kehidupan udang di perairan, kondisi ini di khawatirkan seandainya terjadi secara terus Latar Belakang menerus akan berimplikasi terhadap keberlangsungan hidupnya secara continue, sehingga perlu dila- Wilayah Kepulauan Riau memiliki Pokukan langkah perfentif agar ketersediaan udang tensi Perairan laut yang begitu besar karena memibagi masyarakat dapat terjamin secara continue. liki 97% wilayahnya terdiri atas perairan, sehingga Untuk melakukan langkah perfentif dalam rangka memiliki keanekaragaman biota yang dapat hidup mencegah kepunahan hidup bagi biota udang tendan dikembangkan, salah satubiota laut yang bertunya harus di awali dengan berbagai riset pemula potensicukup besar di kepulauan Riau adalah salah satunya adalah dengan mengetahui Struktur udang, karena udang memiliki protein yang tinggi Komunitasnya, dengan mengetahui Struktur Kodan memiliki jumlah yang beraneka ragam, mulai munitas yang terkini agar bisa di jadikan acuan dari jenis udang yang berukuran mikro dan makro. pengelolaan di masa yang akan datang maka dari Untuk udang yang berukuran makro pada umumitu perlu di lakukan penelitian mengenai Struktur nya tersebar diseluruh pesisir pantai Kepulauan Komunitas Decapoda di perairan Kampung Bugis Riau, dan tidak luput pula dipesisir Kampung BuKelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpigis, Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tannang Kota. jungpinang Kota Kepulauan Riau, akan tetapi tingginya angka pemanfaatanyang dilakukan oleh ne- Rumusan Masalah layan dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat Berdasarkan dari uraian diatas maka den- dan tingginya permintaan pasar tentunya akan gan tingginya angka eksploitasi yang terjadi terha- mempengaruhi ketersediaannya di perairan, udang dap biota udang dalam rangka memenuhi kebutu- yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi ba- han hidup masyarakat di tambah lagi, banyaknya nyak diminati oleh masyarakat sehingga angka aktifitas yang terjadi di daerah pesisir Kampung eksploitasi yang tinggi ini tidak dapat di elakkan. Bugis seperti limbah limbahpemukiman, jalur akti- Selaindari hal tersebut, tingginya aktivitas fitas kapal kapal dan aktifitas galangan kapal, ten- penduduk juga dapat mempengaruhi keberlangsun- tunya akan memberikan pengaruh negatif bagi ke- gan hidup bagi udang seperti limbah limbah pemu- hidupan udang di perairan makapadapenelitian ini kiman, jalur aktifitas kapal kapal dan aktifitas ga- rumusan masalah yang dikaji adalah“Struktur langan kapal, tentunya akan memberikan pengaruh Komunitas Decapodadiperairan Kampung Bu- gis Kelurahan Kampung bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota’’ A. Tujuan Penelitian Kigdom : Animalia Filum : Antropoda Kelas : Crustacea Crustacea memiliki karateristik adanya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Struktur Komunitas DecapodadiPerairan Kampung Bugis, meliputi komposisi indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi di Kelurahan kampung penyusun skeleton eksternal, segmen tubuh dan persatuan lengannya. Eksternal chitinous skeleton pada setengah segmen anterior sering kali bersatu Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota. dengan bagian karapaks yang menjadi tempat Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi keperluan studi maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang ekologi hewan, Khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat sekitar pada umumnya sebagai bahan informasi mengenai ―Struktur Komunitas Decapodadiperairan kalsium karbonat yang keras yang menjadi Kampung Bugis Kelurahan Kampung bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota‖. keluarnya rostrum. Tubuh Crustacea dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, thorax, dan abdomen, terkadang masing-masing bagian tersebut bersatu membentuk cephalothorax. Kepala biasanya terdiri dari empat sigmen yang bersatu, pada bagian Kepala memiliki dua pasang sensor (antena dan antenula) dan tiga pasang alat makan (mandibula, maksilula, dan maksila); kepala biasanya memiliki struktur tersendiri meliputi; II. TINJAUAN PUSTAKA rostrum, mata, labrum dan labrium, epistom serta A. Crustacea Crustacea sepasang termasuk kedalam filum Arthropoda seperti Insekta, laba-laba, kalajengking, milipedes dan centipedes. Klasifikasi decapoda dapat dilihat pada gambar 1. jenis maksiliped. Thorax dan abdomen memiliki sepasang apendiks yang digunakan untuk berjalan, memanjat, atau berenang(Rusyana , 2011). Sebagian besar dari taksa Crustacea seperti spesies ordo Decapoda mempunyai delapan pasang bagian dada. Tiga pasang adalah modifikasi maksiliped untuk membantu mandibula dan maksila dalam proses makan; dan lima pasang sisanya adalah khas kaki jalan. Seringkali sepasang Gambar 1.Scyllarus sp kaki jalan memiliki kuku pada ujungnya yang digunakan untuk menarik atau mengambil makanan (Rahayu dan Setyadi dalam Hariyadi 2012). Udang 1. Klasifikasi Udang Klass :Crustacea (binatang berkulit keras) Sub Kelas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi) Super Ordo : Eucarida Ordo :Decapoda (binatang berkaki sepuluh) Sub Ordo : Natantia (kaki digunakan untuk Gambar 2.Morfologi Udang. Keterangan: a = alat pembantu rahang g = kaki jalan b = kerucut kepala h = kaki renang c = mata I = anus d = cangkang kepala j = telson e = sungut kecil k = ekor kipas f = sungut besar (http://rizalbbapujungbatee.blogspot.com/2009/05/semuatentang-udangwindu. html) berenang) Famili Bagian kepala dilindungi oleh cangkang :Palaemonidae, Penaeidae kepala atau carapace. Bagian depanmeruncing dan Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua melengkung membentuk huruf S yang disebut cu- bagian, yaitu bagian kepala dan bagianbadan. Ba- cuk kepala ataurostrum. Pada bagian atas rostrum gian kepala menyatu dengan bagian dada disebut terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi cephalothorax yangterdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas untuk P. monodon. Bagian kepala lainnya adalah: di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Ba- 1. gianbadan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasanganggota badan Sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan. 2. (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung Mulut terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula) yangkuat. ruas keenam terdapatekor kipas 4 lembar dan satu 3. Sepasang sungut besar atau antena. telson yang berbentuk runcing (Rizal , 2009) 4. Dua pasang sungut kecil atau antennula. 5. Sepasang sirip kepala (scophocerit). 6. Sepasang Morfologi Udang (maxilliped). alat pembantu rahang 7. 8. Lima pasang kaki jalan (periopoda), kaki lakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang jalan pertama, kedua dan ketigabercapit sebenarnya terdiri dari bagiankepala dan dada yang yang dinamakan chela. menyatu. Bagian kepala tertutup kerapak, bagian Pada bagian hepatopankreas, Bagian badan tertutup oleh dalam jantung dan 6 perut terdiridari lima ruas yang masing-masing ruas insang. mempunyai pleopod dan ruas terakhir terdiridari (abdomen) ruas perut, dan ruas telson serta uropod (ekor ki- dan perut ruas, terdapat satu pas). Tubuh udang mempunyairostrum, sepasang samalainnya dihubungkan oleh selaput mata, sepasang antena, sepasang antenula bagian tipis. Ada lima pasang kaki renang dalam dan luar,tiga buah maksilipied, lima pasang (pleopoda) cholae (periopod), lima pasang pleopod, sepasang- yangmelekat yang pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, telson dan uropod. sedangkan pada ruas keenam,kaki renang Habitat Crustacea mengalami perubahan bentuk menjadi MenurutRomimohtarto danJuwana ekor kipas (uropoda). Di antaraekor kipas (2007)Habitat merupakan tempat atau lingkungan terdapat ekor yang meruncing pada bagian luar dimana tumbuh tumbuhan dan hewan hidup. ujungnya yang disebut telson.Organ dalam Sesuai dengan pendapat di atas Kuspiadi dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) Valorischa (2012) mengatakan habitat merupakan yang bermuara pada anus yangterletak lingkungan tempat makhluk hidup beradaptasi. pada ujung ruas keenam. Crustacea hidup disemua jenis habitat peCiri-ciri morfologi udang menurut Fast rairan dengan 89% diantaranya hidup diperairan dan Laster (1992) dalam Agus Budianto (2013), laut, 10% diperairan air tawar dan 1% di perairan udang mempunyai tubuhyang bilateral simetris teresterial (Abele dalam Syamsurisal, 2011).Udang terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kinlaut merupakan tipe yang tidak mampu atau memtin sebagaieksoskleton. Tiga pasang maksilliped punyai kemampuan terbatas dan mentolerir peruyang terdapat dibagian dada digunakan untukmabahan salinitas.Kelompok ini biasanya hidup terbakan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingtas pada daerah terjauh pada estuari yang umumnya ga disebut hewan berkakisepuluh (Decapoda). Tumempunyai salinitas 30% atau lebih.Kelompok buh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa yang mempunyai kemampuan untuk mentolerir tangga tali.Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri variasi penurunan salinitas sampai dibawah 30% dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagianbehidup di daerah terestrial dan menembus hulu estu- ari dengan tingkat kejauhan bervariasi sesuai den- berpasir, berbatu ataupunberlumpur. Spesies yang gan kemampuan spesies untuk mentolerir penuru- dijumpai pada ketiga tipe pantai ini berbeda-beda nan tingkat salinitas.Kelompok terakhir adalah sesuaidengan kemampuan masing-masing spesies udang air tawar.Kelompok ini biasanya tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi fisika kimiape- mentolerir salinitas diatas 5%. Udang menempati rairan (Nybakken, 1992). perairan dengan berbagai tipe pantai seperti: pantai Reproduksi Udang berpasir, berbatu ataupun berlumpur. Spesies yang Alat reproduksi udang jantan terdiri dari dijumpai pada ketiga tipe pantai ini berbeda-beda organ internal yaitu sepasang vas deferen dan sepasesuai dengan kemampuan masing-masing spesies sang terminal ampula, dan organ eksternal yaitu menyesuaikan diri dengan kondisi fisik, kimia pepetasma yang terletak pada kaki jalan yang ke-5 rairan (Nybakken dalam Syamsurisal2011 ). dan sepasang appendik maskulina yang terletak pada kaki renang ke-2 yang merupakan cabang ke- Habitat dan Penyebaran Udang Udang hidup disemua jenis habitat perai- 3 dari kaki renang. Fungsi alat kelamin eksternal ran dengan 89% diantaranya hidup diperairan laut, udang jantan adalah untuk menyalurkan sperma 10% diperairan air tawar dan 1% di perairan tere- dan meletakkan spermatophora pada alat kelamin sterial (Abele, 1982).Udang laut merupakan tipe betina (thelikum), sehingga telur yang akan keluar yang tidak mampu atau mempunyai kemampuan dari saluran telur (oviduct) ke tempat pengeraman terbatasdan salini- akan dibuahi oleh sperma dari thelikum tadi. Pe- tas.Kelompok ini biasanya hidup terbatas padadae- tasma ini merupakan modifikasi bagian endopodit rah terjauh pada estuari yang umumnya mempu- pasangan kaki renang pertama (Agus, 1993). nyai salinitas 30% atau lebih.Kelompok yang Udang betina alat reproduksinya terdiri dari organ mempunyai kemampuan untuk mentolerir variasi internal yaitu sepasang ovarium dan sepasang salu- penurunan salinitassampai dibawah 30% hidup di ran telur dan organ eksternal yaitu thelikum yang daerah terestrial dan menembus hulu estuari den- terletak diantara kaki jalan ke-3. Pada bagian da- gantingkat kejauhan bervariasi sesuai dengan ke- lam thelikum terdapat spermatheca yang berfungsi mampuan spesies untuk mentolerirpenurunan ting- untuk menyimpan spermatophora setelah terjadi kat salinitas.Kelompok terakhir adalah udang air kopulasi (Agus, 1993). mentolerir perubahan tawar.Udang darikelompok ini biasanya tidak dapat Udang biasa kawin di daerah lepas pantai mentolerir salinitas diatas 5%. Udang menempati- yang dangkal. Proses kawin udang meliputi pemin- perairan dengan berbagai tipe pantai seperti: pantai dahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina. Peneluran bertempat pada daerah lepas pan- lingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan tai yang lebih dalam. Telur-telur dikeluarkan dan akan menyerap material kuning telur (yolk) dari difertilisasi secara eksternal di dalam air. Seekor darah induk melalui sel-sel folikel (Wyban et al., udang betina mampu menghasilkan setengah sam- 1991). pai satu juta telur setiap bertelur. Dalam waktu 13- Organ reproduksi utama dari udang jantan 14 jam, telur kecil tersebut berkembang menjadi adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan apen- larva berukuran mikroskopik yang disebut nauplii/ diks maskulina.Sperma udang memiliki nukleus nauplius (Perry, 2008).Tahap nauplii tersebut me- yang tidak terkondensasi dan bersifat nonmotil makan kuning telur yang tersimpan dalam tubuh- karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan nya menjadi melalui vas deferens, sperma yang berdiferensiasi zoea.Tahap kedua ini memakan alga dan setelah dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi my- dalam sebuah chitinous spermatophore (Wyban et sis.Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan al., 1991). Menurut Dunham (1978) dalam Yano, et memakan alga dan zooplankton. Setelah 3 sampai 4 al (1988), bahwa adanya perilaku kawin pada krus- hari, mysis mengalami metamorfosis menjadi post- tasea disebabkan adanya feromon. Udang jantan larva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang hanya akan kawin dengan udang betina yang me- sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. miliki ovarium yang sudah matang. Kontak antena Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai post- yang dilakukan oleh udang jantan pada udang beti- larva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Di habi- na dimaksudkan untuk pengenalan reseptor seksual tat alaminya, postlarva akan migrasi menuju estu- pada udang (Burkenroad, 1974, Atema et al., 1979, arin yang kaya nutrisi dan bersalinitas rendah. Me- Berg and Sandfer, 1984 dalam Yano, et al., 1988). reka tumbuh di sana dan akan kembali ke laut ter- Proses kawin alami pada kebanyakan udang bi- buka saat dewasa. Udang dewasa adalah hewan asanya terjadi pada waktu malam hari (Berry, 1970, bentik yang hidup di dasar laut (Anonim 2, 2008). McKoy, 1979 dalam Yano, 1988). lalu mengalami metamorfosis Sistem reproduksi udang betina terdiri da- Betina mencapai kematangan gonad pada ri sepasang ovarium, oviduk, lubang genital, dan berat tubuh 20 gram, tetapi fekunditas yang baik thelycum. Oogonia diproduksi secara mitosis dari dicapai pada ukuran 50 gram ke atas atau panjang epitelium germinal selama kehidupan reproduktif tubuhnya 18,1-229 mm. Sedangkan induk jantan dari udang betina.Oogonia mengalami meiosis, kematangan gonadnya tidak dapat diketahui secara berdiferensiasi menjadi oosit, dan menjadi dikeli- visual, namun berdasar beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa udang dengan panjang 155 nanya semakin hijau pucat dan vo- dapat melakukan perkawinan , Berdasarkan litera- lumenya semakin mengecil dengan ture, Uno (1969) membagi perkembangan gonad ditandai adanya garis putus-putus. udang menjadi 4 stadia, yaitu: Tanda ini dalam 2 hari akan hilang. Stadia I : Garis ovarium kelihatan berwarna Faktor - faktoryang mempengaruhi hijau kehitaman, kemudian volu1. Suhu menya bertambah besar. Pada akhir Suhu adalah ukuran energi gerakan molestadia I, garis ini sudah sangat jelas kul.Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal dan terlihat membentuk segi 6 densesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai gan sudut yang menghadap ke arah dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu rostrum, runcing memanjang pada faktor yang penting dalam mengatur proses kehibagian dorsal cephalothorax. dupan dan penyebaran organisme. Proses kehiduStadia II : Warna dan bentuk ovarium semakin pan yang vital yang secara kolektif disebut metabojelas dan tebal. Pada akhir stadia II ini lisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang warna ovarium tampak kuning dan relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun bentuknya semakin lebar ke arah bedemikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru lakang rostrum. mampu mentolerir suhu sampai 85°C. Selain itu, Stadia III : Warna ovarium berubah menjadi kuning suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme tua dan volumenya berkembang ke di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktiviarah samping cephalothorax. Pada tas maupun perkembangbiakan dari organisme terakhir stadia II ini warana ovarium sebut.Oleh karena itu, tidak heran jika banyak diberubah menjadi orange dan organ jumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat eksternalnya yaitu thelikum dan di berbagai tempat di dunia yang mempunyai tolespermatheca (kantong penyimpan ransi tertentu terhadap suhu.Ada yang mempunyai spermatophora) semakin berkemtoleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disbang sebagai tanda udang telah ebut bersifat euryterm.Sebaliknya ada pula yang siap kawin. toleransinya kecil, disebut bersifat steno- Stadia IV : Setelah semua telur terovulasi maka term.Sebagai contoh ikan di daerah sub-tropis dan warna dan bentuk gonad dapat dikutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sebedakan dari stadia 3 yaitu wardangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat.Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk 2. Peningkatan aktivitas metabolisme ikan pertumbuhannya.Ikan yang berada pada suhu yang 3. Penurunan gas (oksigen) terlarut cocok, memiliki selera makan yang lebih baik. 4. Efek pada proses reproduksi ikan 5. Suhu ekstrim bisa menyebabkan kematian Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu terhadap biota akuatik adalah dalam pros- ikan. (Anonim, 2009. SITH ITB) es metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengam2. Salinitas bilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berenang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh rat garam yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil, gram perliselama pemijahan.Suhu air laut dapat mempercepat ter).Di perairan samudera, salinitas berkisar antara atau memperlambat mulainya pemijahan pada be340/00 – 350/00.Tidak semua organisme laut dapat berapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan hidup di air dengan konsentrasi garam yang berbesetelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling da. Secara mendasar, ada 2 kelompok organisme penting yang menentukan ―kekuatan keturunan‖ laut, yaitu organisme euryhaline, yang toleran terdan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan hadap perubahan salinitas, dan organisme stenohayang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim line, yang memerlukan konsentrasi garam yang pada daerah pemijahan (spawning ground) selama konstan dan tidak berubah. Kelompok pertama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memisalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. mon, eel, lain-lain yang beradaptasi sekaligus terSuhu berpengaruh terhadap kelangsungan hadap air laut dan air tawar. Sedangkan kelompok hidup ikan, mulai dari telur, benih sampai ukuran kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses hidup pada perubahan salinitas yang ek- penetasan telur dan perkembangan telur. Rentang strim.(Reddy, 1993). toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan Salinitas merupakan salah satu parameter ikan berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, hingga lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan stadia pertumbuhan yang berbeda. Suhu secara langsung akan mempengaruhi kehidupan memberikan dampak sebagai berikut terhadap ikan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju : pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, 1. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan ikan peningkatan suhu hidup. (Andrianto, 2005). Salinitas dipengaruhi kah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya oleh beberapa faktor menurut (Nontji, 1993) : arus pasut, arus secara langsung dapat mempenga- 3. 1. pola sirkulasi air, ruhi distribusi ikan-ikan dewasa dan secara tidak 2. penguapan, langsung mempengaruhi pengelompokan maka- 3. curah hujan, dan nan.(Lavastu dan Hayes 1981). 4. aliran air sungai. Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh arus Arus Arus laut adalah gerakan massa air laut dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada dari satu tempat ke tempat lain. arus.Arus tampak jelas dalam organ mechanorecep- Arus laut dapat terjadi karena : tor yang terletak garis mendatar pada tubuh 1. perbedaan salinitas massa air laut, ikan.Mechanoreceptor adalah reseptor yang ada 2. tiupan angin, pada organisme yang mampu memberikan infor- 3. pasang surut, atau perbedaan permukaan samudera. Arus karena perbedaan salinitas terjadi di masi perubahan mekanis dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan.Biasanya gerakan ikan selalu mengarah menuju arus.(Reddy, 1993). kedalaman laut dan tidak dapat dilihat gejalanya 4. Cahaya dari permukaan laut.Di permukaan samudera, arus Disebutkan bahwa cahaya merangsang dan laut terjadi terutama karena tiupan angin.Arus yang menarik ikan (fototaxis positif), sifat fototaxis ini terjadi di permukaan samudera memiliki pola-pola dapat berubah – ubah tergantung kepada tertentu yang tetap.Di tempat-tempat tertentu arus tingkathidup dan kedewasaan jenis ikan itu sendiri laut terjadi kerana perbedaan ketinggian permukaan (Brand, 1964). samudera.Di teluk-teluk atau muara sungai, arus Ikan bersifat fototaktik (responsif terhadap dipengaruhi oleh pasang surut. cahaya) baik secara positif maupun negatif.Banyak Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam ikan, hubungan arus terhadap penyebaran ikan adahari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan lah arus mengalihkan telur-telur dan anak-anak ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga diikan pelagis dan daerah pemijahan ke daerah pempengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada besaran dan ke tempat mencari makan. Migrasi beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam ikan-ikan dewasa disebabkan arus, sebagai alat sehari. Secara umum, sebagian besar ikan pelagis orientasi ikan dan sebagai bentuk rute alami; tingnaik ke permukaan sebelum matahari terbe- nam.Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini me- sebagai penyeimbang ekosistem laut (Campbell nyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan dan Reece, 2008). lebih dalam setelah matahari terbit.Ikan demersal Keanekaragaman biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar Keanekaragamanmerupakan jumlah dan selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pa- kelimpahan relatif dari spesies dalam sebuah da malam hari. komunitas biologis (Campbell dan Reece, 2008). Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu Dari beberapa pendapat di atas dapat memijah dan pada larva.Jumlah cahaya yang terse- disimpulkan bahwa keanekaragaman merupakan dia kelimpahan jumlah spesies yang menempati suatu dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan.Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hi- daerah dup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga dimaksud adalah keanekaragaman jenis Udang berkaitan dengan jumlah produksi organik yang Makroyang terdapat pada perairan Kampung Bugis sangat Kecamatan Tanjungpinang Kota. dipengaruhi oleh ketersediaan ca- tertentu. Dalam Penelitian ini yang haya.Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larZona intertidal va.Penangkapan beberapa larva ikan pelagis diteZona Intertidal merupakan daerah laut mukan lebih banyak pada malam hari dibandingkan yang dipengaruhi oleh daratan. Zona ini memiliki pada siang hari.(Reddy, 1993). faktor fisik atau faktor kimia yang mendukung semua organisme didalamnya untuk dapat tumbuh Manfaat Crustacea Sebagian Malacostraca dan berkembang dengan baik (Katili dalam Ha- dimanfaatkan manusia sebagai makanan yang kaya riyadi, 2012). Sedangkan menurut Rumimohtarto protein hewani, contohnya adalah udang, kepiting, dan Juana (2007) zona intertidal merupakan dan rajungan. Namun, beberapa jenis Crustacea bentangan pantai yang terletak antara paras air juga dapat merugikan manusia, contohnya yuyu tertinggi dari pasang surut purnama kearah daratan yang dapat merusak tanaman padi di sawah dan dan paras air terendah dari pasang surut purnama ketam kenari perusak tanaman kelapa di Maluku. kearah laut. Campbell dan Reece (2008) juga Sub-kelas berpendapat bahwa zona intertidal merupakan zona manusia besar Entomostraca sebagai juga pakan ikan dimanfaatkan untuk industri dangkal dari samudra yang bersisian dengan perikanan. Crustacea juga mempunyai peranan daratan dan terletak diantara garis pasang naik dan yang sangat penting didalam ekologi laut yaitu pasang surut. Dari berbagai pendapat di atas dapat maupun vertikal.Secara tidak langsung mengaki- disimpulkan bahwa zona intertidal merupakan batkan adanya perubahan komposisi organisme daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di dalam suatu ekosistem (Odum dalam Syamsurisal, samudera dunia berupa pinggiran yang sempit. 2011). Crustacea yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari sa- Parameter Kualitas Air linitas yang terlalu rendah, namun Crustacea yang 1. Salinitas bersifat sessile akan mengalami kematian jika penFaktor yang bereaksi pada daerah intergaruh air tawar berlangsung lama (Campbell dan tidal adalah salinitas yang mana dapat menimbulReece, 2008). kan tekanan osmotik. Perubahan salinitas akan mempengaruhi keseimbangan di dalam tubuh orga- b. Suhu nisme melalui perubahan berat jenis air dan peru- Suhu air permukaan diperairan nusantara bahan tekanan osmosis. Semakin tinggi salinitas, kita umumnya berkisar antara 28-31°C, dan suhu semakin besar tekanan osmosisnya sehingga orga- air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari nisme harus memiliki kemampuan beradaptasi ter- pada dilepas pantai (Nontji dalam Syamsurisal, hadap perubahan salinitas sampai batas tertentu 2011).Selanjutnya dikatakan bahwa hewan laut melalui mekanisme osmoregulasi.Menurut (Ny- dapat hidup pada batas suhu tertentu, ada yang bakken dalam Hariyadi, 2012) osmoregulasi ada- mempunyai toleransi besar terhadap perubahan lah kemampuan mengatur konsentrasi garam atau suhu, disebut bersifat euritem, sebaliknya ada pula air di cairan internal. toleransinya sangat kecil disebut bersifat steno- Selanjutnya (Nybakken dalam Hariyadi, term.Hewan yang hidup pada zona pasang surut 2012) menjelaskan bahwa fluktuasi salinitas di dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya daerah intertidal disebabkan oleh dua hal. Pertama tahan yang besar terhadap perubahan suhu. akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat Hutabarat dan Evans dalam Syamsurisal turun dan kedua akibat penguapan yang sangat (2011) menjelaskan tentang daerah intertidal yang tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan san- sangat berbahaya karena suhunya yang tinggi gat tinggi. Organisme yang hidup di daerah inter- akibat pemanasan dari sinar matahari. Hal ini yang tidal biasanya beradaptasi untuk mentolerir peruba- paling sering adalah resiko kemungkinan besarnya han salinitas yang cukup tinggi yaitu sekitar 15 o/o. kehilangan air tubuh yang basah dan sifatnya cepat Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme Crustacea baik secara horizintal, kehilangan air akibat penguapan. Air murni (H2O) berasosiasi sempurna c. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (dissolved oxygen, dis- sehingga memiliki ion H+ dan ion ingkat DO) merupakan salah satu parameter pent- OH—dalam konsentarasi yang sama, dan dalam ing dalam analisis kualitas air.Nilai DO yang bi- keadaan demikian pH air murni = 7. Semakin asanya diukur dalam bentuk konsentrasi yang me- tinggi konsentrasi ion H+, akan semakin rendah nunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam konsentrasi ion OH- dan pH < 7, perairan semacam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika air,mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas konsentrasi ion OH- yang tertinggi dan pH > 7, yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat maka perairan bersifat alkalis (ba) diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengue. Kecepatan Arus kuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana baArus merupakan gerakan mengalir suatu dan air mampu menampung biota air seperti ikan massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, dan mikroorganisme.Selain itu kemampuan air perbedaan dalam densitas air laut, maupun oleh untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan gerakan bergelombang panjang, misalnya pasang oleh banyaknya oksigen dalam air.Oleh sebab itu surut (Nontji, 1993 dalam Fausan, 2011 ). Pasang pengukuran parameter ini sangat dianjurkan dissurut juga dapat menggantikan air secara total dan amping parameter lain (Effendi, 2003). terus menerus sehingga perairan terhindar dari pencemaran (Winanto, 2004 dalam Kangkan, d.Derajat Keasaman Derajat keasaman lebih dikenal dengan 2006). III. METODOLOGI PENELITIAN istilah pH. pH (singkatan dari pussance negatif de H) yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H A. (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Waktu dan tempat Penelitianini dilakukan pada bulan No- Derajat keasaman atau pH air menunjukkan vember 2014 - Januari 2015 di Kampung Bugis, aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpi- dinyatakan sebagai nang Kota. konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat + ditulis pH= - log (H) (Kordi dan Tancung, 2007). B. Alat dan Bahan Adapun parameter, metode serta alat dan No Keterangan Alat bahan yang digunakan didalam penelitian Tabel 1. Parameter Uji, Bahan Dan Alat Serta Metode Yang Digunakan Kegunaan ini beserta fungsinya adalah dapat dilihat pada tabel berikut ini : 1. Pengamatan Decapoda 2. Parameter Kualitas Perairan NO Transek kuadran 100x 100 m Roll meter Kamera Buku dan pena Kertas label Plastik sampel. GPS Multi Tester Salt Meter Current Meter buatan Parameter 1. Crustacea 2. Suhu Perairan 3. Kecepatan Arus 4. Oksigen terlarut (DO) Pengamatan Menarik garis Titik Dokumentasi Mecatat hasil penelitian Menandai sampel Wadah untuk sampel Menentukan titik koordinat Mengukur pH, DO, Suhu Mengukur salinitas Mengukur kecepatan arus Satuan Bahan/Alat Metode Keterangan Individu/m2 Kotak transek : tali , Transek kuadrat In situ C Thermometer Elektometrik In situ m/detik current drouge Elektometrik In situ mg/l DO meter Elektrokimia In situ 0 M 5. Derajat Keasaman (pH) 6. Salinitas - pH meter Elektrokimia In situ etode Peneli- 0 /00 Refraktometer Elektrokimia In situ tian merupak C. Metode Penelitian an suatu sub-bagian perencanaan sebuah Praktek. Penelitian ini bersifat observational (non1. eksperimental), dengan menggunakan Teknik Pengambilan Sampel metode Pengambilan survey analitik,data di peroleh sampel Decapoda ini dengan dilakukan pada saat air laut menjelang surut dengan mengumpulkan data kuantitatif di lapangan secara metodePurposive SamplingMetode ini langsung tanpa memberikan perlakuan khusus dimaksudkan untuk mendata keanekaragaman jenis (memberi perubahan) terhadap variabel-variabel udang Decapoda di Titik Penelitian: untuk lebih yang akan diteliti. jelas dapat dilihat pada Gambar 3. D. Titik sampling gambar3. Pengambilan Sampel Pada tititk sampling Bibir pantai 2mtr 100 mtr Bibir Pantai 2mtr 100 mtr Bibir pantai 2mtr 100 mtr Teknik Pengambilan sampel akan dilakukan den- kap 2sampai dengan 3 meter dan panjang alat tang- gan menggunakan alat tangkap yang diberi na- kap 3 meter , di lakukan sebanyak 2 kali sepanjang ma“sondong” dengan luas bukaan mulut alat tang- 100 meter dari bibir pantai di 3 tiga titik stasiun. Gambar 4. Alat tangkap yang di gunakan untuk Pengambilan sampling E. F. Peta Lokasi Penelitian Pengukuran Kualitas air angka yang setabil, kemudian nilai suhu pada Adapun parameter fisika kimia air yang thermometer dapat dilihat dan dicatat tanpa diukur meliputi suhu, kecepatan arus, oksigen mengangkatnya terlebuh dahulu dari air. terlarut (DO), derajat keasaman (pH) dan salinitas. 2. Kecepatan Arus Secara terperinci prosedur pengukuran setiap parameter fisika kimia perairan adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan current drouge yang dilepaskan di perairan dan dibiarkan hanyut Suhu Pengukuran parameter suhu dilakukan berdasarkan SNI 06-6989.23 menurut Badan Standarisasi Nasional (2005). Dalam pengukuran terbawa arus hingga tali menegang lalu jarak pindah dan waktu perpindahan dihitung dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan arus dihiting dengan rumus berdasarkan SNI 06-2412-1991 parameter suhu air digunakan alat thermometer air (Badan Standarisasi Nasional, 1991) : raksa. Air raksa dalam termometer akan memuai s V = Dimana : V = kecepatan arus (m/det) t dan menyusut sesuai dengan suhu air yang s = jarak (meter) t = waktu (detik) diperiksa sehingga suhu air dapat dibaca pada sekala thermometer (oC). Cara pengukuran suhu dengan termometer adalah dengan mencelupkan termometer pada kolom air yang akan di analisis selama 2-5 menit sampai termometer menunjukkan 3. Oksigen Terlarut (DO) Pengukuran oksigen terlarut dilakukan berdasarkan prosedur Alaerts dan Santika (1984)dengan menggunakan bantuan alat DO meter. Pada DO meter terdapat Elektroda yang 06-6989.11 (Badan standarisasi, 2004) adalah terdiri dari katoda Ag dan anoda Pb atau Au yang sebagai berikut : dilindungi oleh membran yang bersifat semi 1. Terlebih dahulu alat dikalibrasi dengan permeabel dan hanya O2 yang dapat menembus larutan penyangga (sesuai intruksi kerja membran tersebut. Pengukuran dengan DO meter alat). dilakukan dengan cara terlebih dahulu elektroda 2. Selanjutnya elektroda dikeringkan dikalibrasi dengan air suling lalu dikeringkan dengan tisu kemudian dibilas kembali dengan tisu kemudian elektroda dicelupkan ke dengan air suling dan dikeringkan lagi dalam perairan yang akan diukur secara in-situ lalu dengan tisu. dicatat angka yang ditunjukkan oleh DO meter. 3. Kemudian elektroda dibilas dengan air sampel yang akan diuji. 4. Salinitas 4. Lalu elektroda dicelupkan pada sampel Prosedur pengukuran salinitas perairan air yang ingin dianalisis, sampai pH mengacu pada SNI 06-2412-1991 menurut Badan meter menunjukkan nilai pembacaan Standarisasi Nasional (1991). Pengukuran yang tetap. dilakukan dengan menggunakan hand 5. Selanjutnya nilai pH hasil pembacaan refractometer. Pengukuran diawali dengan terlebih pada pH meter dapat dicatat. dahulu alat dikalibrasi pada saat setiap ingin mengukur, kemudian sampel air yang telah G. Analisis Data 1. Struktur Komunitas Ikan a. Komposisi Spesies disimpan pada botol sampel diteteskan pada hand refractometer dan salinitas akan langsung terbaca oleh alat dengan satuan 0/00. Komposisi spesies adalah perbandingan antara 5. Derajat keasaman (pH) jumlah individu setiap spesies dengan jumlah Pengukuran pH dilakukan dengan individu seluruh spesies yang tertangkap, dengan menggunakan bantuan alat pH meter. Pada formula yang dimodifikasi dari fachrul: pengukuran dengan pH meter nilai pH (-logH+) 𝑛𝑖 Ks = 𝑥 100% ditetapkan dengan metode pengukuran secara potentiometri. Prosedur pengukuran nilai pH menggunakan pH meter yang mengacu pada SNI 𝑁 Keterangan :Ks = Komposisi spesies/Jenis : ni = jumlah individu setiap spesies ikan : dapat menunjukkan keseimbangan keanekaragaN = Jumlah individu seluruh spesies ikan b. indeks gambaran tentang man dalam suatu pembagian jumlah individu tiap spesies.Sedikit atau banyaknya keanekaragaman spesies ikan dapat dilihat dengan menggunakan Indeks Dominansi Nilai Indeks keanekaragaman adalah nilai yang dominansi dominansi memberikan suatu mempunyai nilai terbesar jika semua individu be- komunitas ekologi, yang dapat menerangkan rasal dari spesies yang berbeda beda. Sedangkan bilamana suatu spesies ikan lebih banyak terdapat nilai terkecil didapat jika semua individu berasal selama Indeks dari satu spesies saja ( Odum, 1983 ). Nilai indeks Dominansi Simpson ( C ) (odum,1993 dalam keanekaragaman Shannon (H) menurut Shannon Heriman, 2006 ) yaitu: and Wiener 1949 dalam heriman ( 2006 ) dihitung pengambilan 𝑛 C= data. dalam indeks keanekaragaman. Indeks keanekaragaman Rumus menggunakan rumus : ni 2 𝑖=1 N Keterangan H=− C = Indeks 𝑛 𝑖=1 Pi log2 Pi dominansi Keterangan : H‘= indeks Keanekaragaman Simpson Pi = Proporsi jumlah N = Jumlah individu individu (ni/N) seluruh spesies Nilai Indeks keanekaragaman Shannon – ni= Jumlah Individu dari Wiener ( Fachrul, 2007 dalam Zuraini, spesies ke-i 2012) dengan kriteri sebagai berikut : Indeks ominansi simpson berkisar berkisar antara 0 H‘< 1 : Keanekaragaman : Keanekaragaman : Keanekaragaman – 1 dengan criteria sebagai berikut : populasi rendah C = ~ 0, berarti dalam komunitas tidak ada jenis 1≤ H‘ ≤ 3 yang mendominan atau komunitas berada dalam populasi sedang keadaan stabil. H‘ > 3 C = ~ 1, Berarti dalam komunitas ada dominansi populasi tinggi dari jenis tertentu atau komunitas berada dalam keadaan tidak stabil. c. Indeks keanekaragaman d. Indeks Keseragaman Nilai indeks keseragaman (E) yaitu komposisi E< 0,4 individu tiap spesies yang terdapat dalam komuni- rendah tas (Krebs, 1989 dalam Heriman , 2006). Kesera- 0,4 ≤ E 0,6 gaman jenis didapat dengan membandingkan in- sedang deks keanekaragamn dengan nilai maksimumnya, E ≥ 0,6 yaitu : tinggi E= : Keseragaman populasi : Keseragaman populasi : Keseragaman populasi 𝑯′ 𝑯𝒎𝒂𝒙 IV. Keterangan : E = Indeks keseragaman H‘ = Indeks A. keanekaragaman Jenis Decapoda di perairan Kampung Bugis Hmax = Log2 S= Indeks Hasil keanekaragaman Shannon – Wiener S HASIL DAN PEMBAHASAN identifikasi jenis decapoda menggunakan ―World Registration of Marine = Jumlah Spesies Nilai keseragaman jenis suatu populasi berkisar antara 0 – 1, dengan Kriteria Spesies‖ dijumpai hasil identifikasi seperti pada tabel 3. sebagai berikut Tabel 3. Hasil identifikasi Jenis Decapoda Ordo Family Genus Spesies Aristeidae Aristaeopsis Palaemonidae Macrobrrachium Penaidae Penaeus Nematocarcinidae nematocarcinus Penaidae Penaeus Penaeidae Penaeus Portunidae Portunus Portunidae Scylla Decapoda Aristaeopsis edwardsiana Macrobrachium rosenbergii Penaeus merguiensis Nematocarcinus lanceopes Penaeus peneus monodon Penaeus semisulcatus Portunus pelagicus Scylla serrata Sumber: Data Primer Tahun 2015 Dari hasil tabel diatas, menunjukkan dae, sedangkan untuk Genus dijumpai sebanyak 5 bahwa jenis decapoda yang dijumpai di perairan genus antara lain; Aristaeopsis, Macrobrrachium, Kampung Bugis terdiri dari 4 Family diantara- Penaeus, nematocarcinus, Scylla. Spesis/jenis yang nyaAristeidae, palaemonidae, Penaidae, portuni- dijumpai diperairan Kampung Bugis terdiri dari 8 Spesies Antara lain Aristaeopsis edwardsiana, Ma- Scylla serrata. Namun secara keseluruhan hanya crobrachium rosenbergii, Penaeus merguiensis, terdapat beberapa jenis yang banyak dijumpai salah Nematocarcinus lanceopes, Penaeus peneus mono- satunya adalah jenis Penaeus merguiensis. don, Penaeus semisulcatus, Portunus 1. pelagicus, Aristaeopsis edwardsiana 1. Hasil Identifikasi klasifikasi 1. cea (Superclass) > Penaeus monodon Classification: Biota > cea (Subphylum) > Eumalacostraca (Subclass) > Animalia (Kingdom) > Arthropoda (Phylum) > Crusta- da (Superorder) > Den- 3. Portunus (Portunus) pelagicus (Linnaeus, 1758) Penaeoi- Penaeidae (Family) > Animalia (Kingdom) > Pe- Penaeus semisulcatus De Haan, 1844 [in De Haan, 1833-1850] Classification: Biota > Animalia (Kingdom) > Arthropoda (Phylum) > cea (Subphylum) > Crusta- Penaeus monodon (Species) cea (Subphylum) > 2. Pe- Penaeus semisulcatus (Species) Arthropoda (Phylum) > naeus (Genus) > Penaeoi- Penaeidae (Family) > Classification: Biota > dea (Superfamily) > Den- Eucari- Decapoda (Order) > drobranchiata (Suborder) > naeus (Genus) > Eucari- Decapoda (Order) > dea (Superfamily) > Malacostraca (Class) > Eumalacostraca (Subclass) > da (Superorder) > drobranchiata (Suborder) > Multicrusta- cea (Superclass) > Malacostraca (Class) > Crusta- Multicrusta- cea (Superclass) > MulticrustaMalacostraca (Class) > Eumalacostraca (Subclass) > da (Superorder) > Eucari- Decapoda (Order) > cyemata (Suborder) > Pleo- Brachyura (Infraorder) > Eubrachyura (Section) > ta (Subsection) > ta (Subsection) > Heterotrema- Portunoidea (Superfamily) > Portunidae (Family) > Portuninae (Subfamily) > Portunus (Genus) > nus) (Subgenus) > Portunoidea (Superfamily) > Portunidae (Family) > Scylla (Genus) > Portuninae (Subfamily) > Scylla serrata (Species) Portunus (Portu- Portunus (Portunus) pelagi- 6. Macrobrachium rosenbergii schenkeli Johnson, 1973 cus (Species) Classification: Biota > 4. Penaeus merguiensis de Man, 1888 Arthropoda (Phylum) > cea (Subphylum) > Classification: Biota > Animalia (Kingdom) > Crusta- Multicrust cea (Superclass) > Animalia (Kingdom) > Malacostraca (Class) > Arthropoda (Phylum) > Crustaca (Subclass) > cea (Subphylum) > Eumalacostra- Eucarida (Superorder) > capoda (Order) > cea (Superclass) > Pleocyemata (Suborder) > Malacostraca (Class) > Caridea (Infraorder) > Eumalacostraca (Subclass) > da (Superorder) > Palaemonoi- Eucaridea (Superfamily) > Decapoda (Order) > Palaemonidae (Family) > DenPalaemoninae (Subfamily) > drobranchiata (Suborder) > Macrobra- Penaeoichium (Genus) > dea (Superfamily) > Penaeidae (Family) > Macrobrachium rosenber- Pegii (Species) > naeus (Genus) > De- Multicrusta- Macrobrachium rosenbergii Penaeus merguiensis (Species) schenkeli (Subspecies) 7. 5. Scylla serrata (Forskål, 1775) Classification: Biota > cea (Subphylum) > cea (Superclass) > Crusta- cyemata (Suborder) > Eucari- Heterotrema- Multicrustacea (Superclass) > Malacostraca (Class) > Pleo- Brachyura (Infraorder) > Eubrachyura (Section) > Animalia (Kingdom) > Crustacea (Subphylum) > Malacostraca (Class) > Decapoda (Order) > Classification: Biota > Arthropoda (Phylum) > Multicrusta- Eumalacostraca (Subclass) > da (Superorder) > 1868) Animalia (Kingdom) > Arthropoda (Phylum) > Aristaeopsis edwardsiana (Johnson, Eumalacostraca (Subclass) > Eucarida (Superorder) > Decapoda (Order) > Dendrobranchiata (Suborder) > Penaeoidea (Superfamily) > cyemata (Suborder) > Aristeidae (Family) > Nematocarcinoidea (Superfamily) > Aristaeopsis (Genus) > Aristaeopsis edwardsiana (Species) cinidae (Family) > Caridea (Infraorder) > Nematocar- Nematocarcinus (Genus) > Nematocarcinus lanceopes (Species) 8. Nematocarcinus lanceopes Spence Bate, 1888 Classification: Biota > B. Animalia (Kingdom) > Arthropoda (Phylum) > Komposisi Decapoda di perairan Kampung Bugis CrustaKomposisi jenis decapoda yaitu persentase cea (Subphylum) > Multicrustasuatu jenis dibandingkan dengan jumlah decapoda cea (Superclass) > Malacostraca (Class) > seluruh jenis. Hasil analisis komposisi jenis deca- Eumalacostraca (Subclass) > da (Superorder) > Eucari- Decapoda (Order) > poda diperaran Kampung Bugis dapat dilihat pada Pleo- Tabel 4. Tabel 4. Hasil Komposisienis Decapoda Jenis Aristaeopsis edwardsiana Macrobrachium rosenbergii Jumlah Komposisi 256 37,26 6 0,87 413 60,12 Nematocarcinus lanceopes 1 0,15 Penaeus peneus monodon 2 0,29 Penaeus semisulcatus 5 0,73 Portunus pelagicus 1 0,15 Scylla serrata 3 0,44 Penaeus merguiensis JUMLAH 687 100 Sumber : Data Primer Tahun 2015 menerangkanPenaeus merguiensis Komposisi tertinggi. Dari table di atas didapatkan hasil Komposisi jenis nodondengan Persentase 0,29,jenisPenaeus semi- Aristaeopsis edwardsianadengan persentase 37,26 sulcatus 0,73%,jenisPortunus pelagic dengan per- %,jenisMacrobrachium rosenbergiidengan Persen- sentase 0,15%,jenis Scylla serrata dengan persen- tase 0,87%,JenisPenaeus merguiensisdengan per- tase 0,44% .selanjutnya komposisi jens decapoda sentase 60,12%, jenisNematocarcinus lanceopes dapat ilihat pada gambar 6. dengan persentase 0,15%,jenisPenaeus peneus mo- Penaeus peneus monodon, 0.29 Penaeus semisulcatus, 0.73 Portunus pelagicus, 0.15 Nematocarcinus lanceopes, 0.15 Scylla serrata, 0.44 Aristaeopsis edwardsiana, 37.2 6 Penaeus merguiensis, 60.12 Macrobrachium rosenbergii, 0.87 Sumber Data Primer 2015 Gambar 14. Komposisi Jenis Decapoda Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat Kampung Bugis diduga jenis ini memiliki penyeba- bahwa jenis decapoda yang memiliki komposisi ran yang luas diperairan didukung pada saat pen- tertinggi yaitu jenis Penaeus merguiensis dengan gambilan data merupakan musim tangkapan jenis persentase jenis 60,12 %. Melihat dari hasil terse- Penaeus merguiensis but dapat dikatakan bahwa jenisPenaeus merguien- C. Indeks Keanekaragaman, sis paling banyak ditemukan diperairan Kampung Keseragaman, dan Dominansi Bugis. Kondisi ini didukung oleh pengamatan peUntuk melihat suatu Komunitas dalam suneliti selama melakukan penelitian bahwa jenis atu Ekosistem digunakan pendekatan ekologi peraiPenaeus merguiensis merupakan decapoda yang ran untuk melihat kondisi perairan. Hasil analisis umumnya menjadi target tangkapan Nelayan sekiIndeks Keanekaragaman, Keseragaman, tar. Keberadaannya yang tinggi pada perairan Dominansi dapat ilihat pada table 5. Tabel 5.Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Nilai Indeks Kategori Keanekargaman (H) 1,17 SEDANG Keseragaman (E) 0,39 RENDAH Dominansi (C) 0,50 SEDANG Sumber Data Primer 2015. dan Berdasarkan hasil analisis tersebut didapati hasil gan kategori keseragaman yang rendah. Untuk in- indeks Indeks Keanekaragaman sebesar 1,17 den- deks dominansi didapatkan hasil 0,50 dengan kate- gan kategori indeks ke anekaragaman sedang. Un- gori sedang. Hasil indeks keanekaragaman, kese- tuk indeks keseragaman didapatkan hasil 0,39 den- ragaman , dominansi dapat ilihat pada gambar 7. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, Dominansi 1.17 0.50 0.39 Keanekargaman (H) Keseragaman (E) Dominansi (C) Gambar 15. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, Dominansi Dari gambar I atas dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman spesies dalam kondisi yang individu yang jumlahnya jauh lebih besar, maka keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil. sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bah- Untuk indeks keseragaman dalam kondisi wa kondisi perairan dalam keadaan kurang baik keseragaman yang Rendah mencirikan bahwa atau terjadi pencemaran ringan dapat dilihat kondi- adanya gangguan terhadap kondisi perairan men- si lokasi yang merupakan kawasan pemukiman gindikasikan terjadinya pencemaran perairan dili- sehingga menimbulkan buangan berupa sampah hat dari keseragaman yang rendah.Keseragaman sampah organic dan anorganik dengan adanya menggambarkan selisih antara jumlah spesies yang buangan tersebut dapat mengurangi kualitas perai- tidak seragam atau ada satu jenis yang menguasai ran sehingga kualitas air tersebut menurun dan da- jumlah keseluruhan decapoda dalam suatu komuni- pat mempengaruhi komunitasdecapoda.Menurut tas diperairan Kampung Bugis. Indeks keseraga- Odum ( 1971) keanekaragaman mencakup dua hal man menunjukkan komposisi inividu tiap jenis penting yaitu banyaknya jenis yang ada dalam sua- yang terdapat dalam suatu komunitas berada dalam tu komunitas dan kelimpahan dari masing masing keseimbangan .nilai indeks yang mendekati 1 me- jenis tersebut, sehigga makin kecil jumlah jenis dan nunjukkan penyebaran dari tiap jenis relative sama variasi jumlah individu tiap jenis atau ada beberapa Odum (1971 ). Selanjuntnya Indeks Dominansi dida- Secara keseluruhan dari hasil indeks ter- patkan hasil dengan kategori dominansi yang Se- sebut dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan dangmencirikan bahwa adanya jenis decapoda dalam keadaan yag kurang baik sehingga mempen- yang mendominansi meskipun dalam kondisi yang garuhi komunitas decapoda diperairan Kampung sedang.Berdasarkan hasil analisis menunjukan Bugis. Aktifitas aktifitas pesisir berupa pemukiman bahwa jenis yang memiliki kelimpahan yang ter- diduga menjadi factor utama perubahan kualitas tinggi adalah jenis Penaeus merguiensisyang me- perairan. nunjukkan bahwa jenis ini mendominansi diperai- D. Kondisi Fisika Kimia Perairan ran Kampung Bugis.Indeks dominansi berguna Kampung Bugis untuk menghitung adanya jenis tertentu yang men- Hasil pengukuran Fisika Kimia Perairan dominansi suatu komunitas biota.Jumlah jenis yang Kampung Bugis secara lengkap meliputi Suhu, ada pada komunitas tersebut juga turut menetukan Salinitas, Ph, Do dapat dilihat pada Tabel 6. besarnya nilai indeks tersebut. Tabel 6. Hasil Pengukuran Kondisi Fisika Kimia Perairan TITIK ULANGAN 1 1 2 3 1 2 2 3 1 3 2 3 RATA – RATA KISARAN 1. Suhu SUHU 30,8 29,6 29,9 30,7 30,6 30,4 31,1 31,8 31,5 30,71 29,6 - 31,8 SALINITAS 35,4 36 34,7 35,5 36,1 36,7 36,6 36,7 36,3 36,00 34,7 - 36,7 ARUS 0,13 0,41 0,17 0,0346 0,038 0,044 0,052 0,05 0,053 0,11 0,03- 0,41 PH 7,97 7,49 7,45 7,21 6,89 7,64 7,36 7,25 8,06 7,48 6,89-8,06 DO 5,9 7 7,2 4,1 3,1 4,5 6,2 6 6,7 5,63 4,1 - 7,2 mutu optimum untuk kehidu- pan decapoda. Artinya kondisi suhu pada perairan Kondisi suhu diperaira Kampung Bugis Kampung Bugis lebih tinggi dibaningkan dengan 0 0 berada pada kisaran 29,6 C – 31,8 C dengan rata kisaran optimal yang itentukan. Kondisi suhu yang 0 rata suhu 30,71 C.Umumnya organism aquatic tinggi dipengaruhi oleh terik matahari pada saat memerlukan suhu optimum berkisar antara 20 -30 siang hari sehingga mempengaruhi kondisi suhu 0 C.sedangkan suhu optimum untuk beberapa jenis perairan yag cenderung lebih tinggi. Namun secara Crustacea adalah 26 – 30 0C ( Romimohtarto & keseluruhan suhu periaran masih dapat di adaptasi Juwana, 2001 ). Mengacu dari hasil tersebut suhu iperairan kampug Bugis sedikit melampaui baku jenis decapoda yang ada di perairan Kampung Bu- si.Mengacu dari hasil tersebut kondisi arus tergo- gis. long lambat sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap penyebaran bahan organic yang di man- 2. Salinitas faatkan oleh hewan decapoda sebagai sumber baKondisi salinitas diperairan Kampung han makanan. Bugis berada pada kisaran 34, 70/00 – 36,70/00 dengan rata rata salinitas 36,00.0/00.Salinitas merupa- 4. Derajat Keasaman kan factor pembatas untuk kelangsungan hidup Kondisiderajat keasaman diperairan Kam- makrozoobentos termasuk crustacean, baik yang pung Bugis berada pada kisaran 6, 89 – 8,06 den- hidup di air tawar maupun air laut. Salinitas yang gan rata rata derajat keasman 7,48.Erajat keasaman optimum bagi Krustacea berkisar 23 – 26 0/00 ( Alfi- air laut cendeerung berada dalam keseimbangan triatussulus, 2003 ). Mengacu pada pendapat terse- karena ekosistem air laut mempunyai kapasitas but dapat diartikan bahwa kondisi salinitas sangat penyangga yang mampu mempertahankan nilai pH. tinggi dan melebihi baku mutu yang ditentukan. Menurut Odum (1971 ) air laut merupakan system Namun hasil penelitian bahwa menunjukkan masih penyangga yang sangat luas dengan Ph relative ditemukan 8 jenis decapoda yang mengartikan stabil sebesar 7,0 – 8,5.Mengacu pada pendapat di bahwa salinitas masih dapat ditoleransi oleh deca- atas rata rata derajat keasaman perairan kampung poda tersebut.Tingginya salinitas dipengaruhi oleh Bugis masih sesuai dengan PH optimum untuk suhu akibat teriknya matahari sehingga terjadinya kehiupan biota perairan meskipun pada perairan penguapan yang mengakibatkan tingginya salinitas. tersebut terdapat berbagai aktifitas namun begitu 3. Kecepatan Arus mempegaruhi kondisi PH perairan. Kondisi Kecepatan arus diperairan Kam- 5. Oksigen Terlarut pung Bugis berada pada kisaran 0,03 – 0,41 Kondisi ogsigen terlarut diperairan Kam- M/detik degan rata rata kecepatan arus 0,11 pung Bugis berada pada kisaran 4,1 mg/l – 7,2 M/detik. Menurut Wood (1987 ) dalam Wijayanti 2007 bahwa kisaran 0,1 – 1 m/detik termasuk ka- mg/l dengan rata rata ogsigen terlarut 5,63 mg/l. menurut KepMen LH tahun 2004 megenai Baku Mutu Ogsigen terlarut untuk biota perairan yang tegori sedang, dimana menguntungkan bagi orga- menentukan nilai ogsigen terlarut yang memenuhi nisme dasar terjadi pembaruan antara bahan organ- kisaran optimal adalah diatas 5 Mg/l. mengacu dari ic dan anorganik dan tidak terjadi akumula- hasil tersebut kondisi ogsigen terlarut masih layak untuk kehidupan decapoda. Menurut Effendi ( 2003 ) mengatakan dengan kategori keseragaman yang rendah. Untuk bahwa kisaran ogsigen terlarut yang cukup untuk indeks dominansi didapatkan hasil 0,50 dengan kehidupan biota perairan sebaiknya lebih dari 5 kategori sedang. Mg/l, namun beberapa biota perairan masih dapat B. Saran hidup pada kadar ogsigen terlarut dibawah 4 mg/l meskipun akan mempengaruhi kondisi fisiologis- Adapun saran yang ingin di sampaikan oleh peneli- nya. Kemudian wijayanti ( 2007 ) menjelaskan ti meliputi : bahwa ogsigen bahwa factor pembatas penting da- 1. Perlu dilakukan penelitian alnjutan mengenai lam kehidupan perairan. V. pola sebaran decapoda diperairan Kampung KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bugis 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai Kondisi Spesies/jenis yang dijumpai diperairan Kampung Bugis terdiri dari 8 Spesies Antara lain Aristaeopsis edwardsiana, Macrobrachium rosenbergii, Penaeus merguiensis, Nematocarcinus lanceopes, Penaeus peneus monodon, Penaeus semi- Populasi Decapoda Khususnya yang memiliki nilai ekonomis diperairan Kampung Bugis. 3. Perlu menjaga kondisi perairan Kampung Bugis agar tetap dalam kondisi yang sesuai baku mutu bagi kehidupan organisme aquatic. sulcatus, Portunus pelagicus, Scylla serrata. DAFTAR PUSTAKA Komposisi jenis Aristaeopsis edwardsianadengan persentase 37,26 %, jenisMacrobrachium rosenbergiidengan Persentase 0,87%,JenisPenaeus merguiensisdengan persentase 60,12%, jenisNematocarcinus lanceopes dengan persentase Abele, I.G. 1982. The Biology of Crustacea : volume 1. Academis Press. New York. Andiarto H. 2005. Studi Ekologi, Morfometri Tedong Gonggong (Strombus canarium Linne, 1758) dan Asosiasinya dengan Fauna Molusca di Perairan Pulau Bintan Riau. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 0,15%,jenisPenaeus peneus monodondengan PerBudianto Agus. 2013. sentase 0,29, jenisPenaeus semisulcatus 0,73%, http://agussangi.blogspot.com/2013/01/prop jenisPortunus pelagic dengan persentase 0,15%, osal- jenis Scylla serrata dengan persentase 0,44%. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapati hasil indeks Indeks Keanekaragaman sebesar 1,17 dengan kategori indeks ke anekaragaman sedang. Untuk indeks keseragaman didapatkan hasil 0,39 penelitian.html.di akses pada Tang- gal 06 Mei 2014 Badan Standardisasi Nasional. 2005. Air dan air limbah-Bagian 23: Cara uji suhu air dengan alat thermometer. SNI 06-6989.23. Jakarta Badan Standardisasi Nasional. 2004. Air dan air limbah-Bagian 11: Cara uji derajat keasaman dengan alat pH meter. SNI 066989.11. ICS No 13.060.50. Jakarta Badan Standardisasi Nasional. 1991. Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. SNI 06-2412. Jakarta. Cambell NA., Reece JB dan Mitchell LG. 2008. Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Erlangga, Jakarta. Effendi, H. 2000.Telaah Kualitas Air Bagi pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan MSP. Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB: Bogor. Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta. Fast A.W. adnd Lester, L.J. 1992.Pond Monitoring and Management Marine Shrine Culture Principle and Practise. Metherlands, Amsterdam. Hayes L.M dan Leavastu. 1982. Fisheries Oceanographiy and Ecologi. England : Fhising new book ltd. Hela I dan Leavastu. 1982. Fisheries Oceanographiy new Ocean Enviromental Service. England : Fhising new book ltd. Kangkan LA. 2006. Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Program Pascasarjana, Universitas Dipenogoro. Semarang Kordi M.GH dan Tancung AB. 2007. Pengelolaan kualitas air. Rineka Cipta. pJakarta. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. Gramedia, Jakarta. 456 hal. Perry, herriet M. 2008.Marine Resources and History of Gulf Coast.http://dmr.state.ms.us Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2009. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta. Djambatan. Reddy M.DM. 1993. Influence of The Variouse Oceanographic on The Abundance of Fhis Catch, Proseeding of International Workshop. India. . Rizal. 2009. ―Semua Tentang Windu‖.http://rizalbbapujungbatee.blogspot.com/ 2009/05/semua-tentang-udang-windu.html. di akses pada Tanggal 06 Mei 2014 Rusyana, Adun. Zoologi Invertebrata. Bandung: ALFABETA, 2011. Syamsurisal.2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Malrozoobentos di Hutan Mangrove, Universitas Hassanudin, Makasar. Wyban, James A dan james M. Sweeny. 1991. Interive Shrimp Production Technologi.Oceanic Institute Hawaii, Hawaii.