PEMERINTAH KABUPATEN KAIMANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (IUJK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAIMANA, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2. 3. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya sehingga penyelenggaraannya perlu diatur untuk mewujudkan tertib pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan peningkatan peran masyarakat; bahwa berdasarkan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi disebutkan bahwa badan Usaha Nasional yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah ditempat domisilinya; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b dan perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kaimana tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK); Undang - undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi 1 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 57 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4842); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Radja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956); Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956); Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3957); Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAIMANA dan BUPATI KAIMANA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (IUJK). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Kaimana. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Beserta Perangkat Daerah Otonom yang Lain Sebagai Badan Eksekutif Daerah. 3. Bupati ialah Bupati Kaimana. 4. Jenis Usaha dan Jasa Kontruksi adalah Jasa Konsultasi Perencanaan Pekerjaan Kontruksi, Jasa Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultasi Pengawasan Pekerjaan Konstruksi. 5. Bentuk Usaha Jasa Konstruksi adalah Badan dan perorangan. 6. Bidang Usaha Jasa Konstruksi adalah meliputi Bidang Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Elektrikal dan Tata Lingkungan. 7. Badan adalah Badan Usaha Nasional dibidang jasa konstruksi baik berbentuk Badan atau perorangan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, dan perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap, Serta Bentuk Badan Usaha Lainnya selanjutnya disebut Badan Usaha. 8. Lembaga adalah Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang bertujuan untuk mengembangankan kegiatan jasa konstruksi nasional. 9. Izin usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disingkat IUJK adalah izin yang diperlukan bagi Badan Usaha untuk dapat melaksanakan usaha jasa konstruksi. 10. Surat Permohonan izin yang selanjutnya disingkat SPI adalah surat Permohonan dari Badan Usaha Jasa Konstruksi kepada Bupati untuk mendapatkan IUJK. 11. Retribusi IUJK adalah pungutan daerah atas pemberian IUJK yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. 12. Wajib Retribusi adalah pribadi atau badan usaha jasa konstruksi yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi yang terutang termasuk pemungut atau pemotong retribusi. 13. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi diwajibkan untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kabupaten Kaimana. 14. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang dapat disingkat SPTRD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 15. Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pambayaran lain yang ditetapkan oleh kepala daerah. 16. Surat Ketetapan Retribusi daerah yang dapat disingkat SKRD adalah surat keputusan yang meliputi surat ketetapan Retribusi daerah kurang bayar atau surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar tambahan atau surat ketetapan retribusi daerah lebih bayar atau surat ketetapan retribusi daerah nihil; 17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang dapat disingkat SKRDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang, jumlah kredit retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok 3 18. 19. 20. 21. 22. retribusi, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang dapat disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah ratribusi yang telah ditetapkan. Surat ketetapan retribusi daerah lebih bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKRDN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah retribusi yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit retribusi, atau retribusi tidak terutang dan tidak ada kredit retribusi. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Pertama Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha Pasal 2 Usaha jasa konstruksi mencakup jenis usaha, bentuk usaha, dan bidang usaha jasa. (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) Pasal 3 Jenis Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi Jasa perencanaan, jasa pelaksanaan, dan jasa pengawasan konsntruksi. Usaha jasa perencanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa konsultasi perencanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan. Usaha Jasa Pelaksanaan konstruksi memberikan layanan Jasa pelaksanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan. Usaha Jasa pengawasan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa konsultasi pengawasan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan. Pasal 4 Lingkup layanan jasa perencanaan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat terdiri dari : a. Survei; b. Perencanaan umum, studi makro, dan studi mikro; c. Studi kelayakan Proyek, Industri, dan produksi; d. Perencanaan teknik, operasi, dan pemeliharaan; e. Penelitian. Lingkup layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dapat terdiri dari jasa : a. pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi; b. pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil pekerjaan konstruksi. Lingkup layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan secara terintegrasi dapat terdiri dari jasa : a. rancang bangun; b. perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan terima jadi; c. penyelenggaraan pekerjaan terima jadi. 4 (4) (1) (2) (1) (1) (2) (3) (4) (5) Pengembangan layanan jasa perencanaan dan atau pengawasan lainnya dapat mencakup antara lain jasa : a. manajemen proyek; b. manajemen konstruksi. Pasal 5 Bentuk usaha dalam kegiatan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi usaha orang perseorangan dan badan usaha nasional. Badan usaha nasional dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum. Pasal 6 Bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : a. Bidang pekerjaan arsitektural yang meliputi antara lain arsitektur bangunan berteknologi sederhana, arsitektur bangunan berteknologi menegah, arsitektur bangunan berteknologi tinggi, arsitektur ruang dalam bangunan (interior), arsitektur lansekap, termasuk perawatannya; b. Bidang pekerjaan sipil yang meliputi antara lain jalan dan jembatan, jalan kereta api, landasan, terowongan, jalan bawah tanah, saluran drainase dan pengendalian banjir, pelabuhan, bendung/bendungan, bangunan dan jaringan pengairan atau prasarana sumber daya air, struktur bangunan gedung, geoteknik, konstruksi tambang dan pabrik, termasuk perawatannya, dan pekerjaan penghancuran bangunan (demolition); c. Bidang pekerjaan mekanikal yang meliputi antara lain instalasi tata udara/AC, instalasi minyak/gas/geotermal, instalasi industri, isolasi termal dan suara, konstruksi lift dan eskalator, perpipaan, termasuk perawatannya; d. Bidang pekerjaan elektrikal yang meliputi antara lain instalasi pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi, instalasi listrik, sinyal dan telekomunikasi kereta api, bangunan pemancar radio, telekomunikasi dan saran bantu navigasi udara dan laut, jaringan telekomunkasi, sentral telekomunikasi, instrumentasi, penangkal petir, termasuk perawatannya; dan/atau e. Bidang pekerjaan tata lingkungan yang meliputi antara lain penataan perkotaan/planologi, analisa dampak lingkungan, teknik lingkungan, tata lingkungan lainnya, pengembangan wilayah, bangunan pengolahan air bersih dan pengolahan limbah, perpipaan air bersih dan perpipaan limbah, termasuk perawatannya; Bagian Kedua Klasifikasi dan Kualifikasi Usaha Pasal 7 Usaha orang perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat. Klasifikasi usaha jasa konstruksi terdiri dari : a. Klasifikasi usaha bersifat umum diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. Klasifikasi usaha bersifat spesialis diberlakukan kepada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian sub bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan c. Klasifikasi usaha orang perorangan yang berketrampilan kerja tertentu diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan suatu ketrampilan kerja tertentu. Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam : a. kualifikasi usaha besar; b. kualifikasi usaha menengah; c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perseorangan. Sertifikasi klasifikasi dan sertifikasi kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara berkala diteliti/dinilai kembali oleh lembaga. Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan 5 (6) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (1) (2) usaha sebagai dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah medapat akreditasi dari lembaga. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan oleh lembaga. Pasal 8 Usaha orang perseorangan dan atau badan usaha jasa konsultasi perencanaan dan atau jasa konsultasi pengawasan konstruksi hanya dapat melakukan layanan jasa perencanaan dan layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga Usaha orang perseorangan selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruks sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga untuk pekerjaan yang beresiko kecil, berteknologi sederhana, dan berbiaya kecil. Badan Usaha jasa pelaksana konstruksi yang berbentuk bukan badan hukum hanya dapat mengerjakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga untuk pekerjaan yang beresiko kecil sampai sedang, berteknologi sederhana, dan berbiaya kecil sampai sedang. Badan usaha jasa pelaksana konstruksi yang berbentuk badan Hukum dapat mengerjakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang ditetapkan oleh lembaga. Untuk pekerjaan konstruksi yang beresiko tinggi dan atau yang berteknologi tinggi dan atau berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau badan usaha asing yang dipersamakan. Pasal 9 Kriteria resiko pada pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) terdiri dari : a. Kriteria resiko kecil mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda; b. Kriteria resiko sedang mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat beresiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, dan jiwa manusia; c. Kriteria resiko tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya beresiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia, dan lingkungan. Kriteria penggunaan teknologi pada pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terdiri dari : a. Kriteria teknologi sederhana mencakup pekerjaan konstruksi yang menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli; b. Kriteria teknologi madya mencakup pekerjaan konstruksi yang menggunakan sedikit peralatan berat dan memerlukan sedikit tenaga ahli; c. Kriteria teknologi tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang menggunakan banyak peralatan berat dan banyak memerlukan tenaga ahli dan tenaga terampil; Kriteria biaya pelaksanaan pada pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terdiri atas kriteria biaya kecil dan atau biaya sedang dan atau biaya besar yang ditentukan berdasarkan besaran biaya dan volume pekerjaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria resiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh lembaga. Pasal 10 Penanggung jawab teknik badan usaha jasa perencanaan, jasa pelaksanaan dan jasa pengawasan harus memiliki sertifikat keterampilan dan atau keahlian sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja konstruksi. Tenaga teknik dan atau tenaga ahli yang berstatus tenaga tetap pada suatu badan usaha, dilarang merangkap sebagai tenaga tetap pada saham orang perseorangan atau badan usaha lainnya dibidang jasa konstruksi yang sama. 6 BAB III PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI Pasal 11 (1). Badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah di tempat domisilinya. (2). Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi diseluruh Wilayah Republik Indonesia. (3). Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada badan usaha nasional yang telah memenuhi persyaratan : a. memiliki tanda registrasi badan usaha yang dikeluarkan oleh lembaga; b. melengkapi ketentuan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangundangan lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha. (1) (2) (3) (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (1) BAB IV PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN Bagian Pertama Persyaratan Pasal 12 Setiap orang pribadi dan atau badan usaha yang melakukan usaha jasa konstruksi wajib memiliki izin dari Bupati. Pemohon IUJK wajib mengajukan permohonan dengan mengisi formulir Surat Permohonan Izin (SPI) yang dilengkapi dengan melampirkan : a. Surat Permohonan Kepada Bupati; b. Foto Copy Sertifikasi Badan Usaha (SBU) atau tanda registrasi yang dikeluarkan oleh lembaga sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; c. Foto Copy KTP yang berlaku; d. Foto Copy Akta pendirian Perusahaan; e. Foto Copy Nomor Wajib Pajak (NPWP); f. Foto Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); g. IUJK lama bagi yang telah memiliki; h. Surat keterangan Domisili Perusahaan; dan/atau i. Pas Foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar; IUJK diberikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak penyerahan dokumen SPI dinyatakan lengkap. Pasal 13 Apabila permohonan Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dipenuhi, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan oleh Tim dan dibuatkan Berita Acara hasil pemeriksaan; Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati. Atas Dasar Berita Acara tersebut, Bupati dapat mengabulkan atau menolak permohonan IUJK. Bagi perusahaan yang telah memenuhi persyaratan diberikan nomor kode dan IUJK. Bagian Kedua Jangka Waktu Pasal 14 IUJK berlaku selama 3 (tiga) tahun. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) habis, pemegang izin wajib mengajukan perpanjangan. Pengusaha Jasa Konstruksi yang telah memperoleh IUJK, apabila terjadi perubahan kualifikasi, kepemilikan, kepengurusan dan atau hal-hal lain yang menyebabkan izin berubah diharuskan mengurus IUJK baru. Bagian Ketiga Penolakan Pasal 15 Permohonan izin ditolak apabila ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) tidak dipenuhi. 7 (2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud ditetapkan Bupati dengan alasan-alasannya. pada ayat (1) Pasal ini BAB V NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 16 Dengan nama Retribusi IUJK dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas setiap pemberian IUJK. (1) (2) Pasal 17 Obyek retribusi adalah setiap pemberian izin usaha jasa konstruksi oleh pemerintah Daerah. Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan Usaha yang memperoleh izin usaha jasa konstruksi dari Pemerintah Daerah. BAB VI DASAR PENGENAAN DAN TARIF RETRIBUSI Pasal 18 Dasar pengenaan tarif retribusi adalah untuk menutup sebagian atau semua biaya penyelenggaraan pemberian IUJK. Pasal 19 Besarnya pengenaan tarif Retribusi IUJK diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha, bentuk usaha, bidang usaha, tingkat kedalaman/kompetensi dan potensi kemampuan usaha sebagai berikut : JENIS USAHA GOLONGAN BIDANG BENTUK USAHA USAHA USAHA BADAN PERORANGAN 1. Perencanaan Kecil (K) Semua Rp. 1.000.000,Rp. 500.000 menengah (M) bidang Rp. 1.500.000,Besar (B) usaha Rp. 2.500.000,2. Pelaksanaan Kecil (K) Semua Rp. 1.500.000,Rp. 500.000 menengah (M) bidang Rp. 5.000.000,Besar (B) usaha Rp. 8.000.000,3. Pengawasan Kecil (K) Semua Rp. 1.000.000,Rp. 500.000 menengah (M) bidang Rp. 1.500.000,Besar (B) usaha Rp. 2.500.000,Pasal 20 Besarnya tarif perpanjangan retribusi IUJK yang habis masa berlakunya dan atau perubahan data dipungut sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari tarif sebagaimana dalam Pasal 19. (1) (2) BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN, TATA CARA PEMUNGUTAN, MASA RETRIBUSI, DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 21 Retribusi IUJK terutang dipungut di Daerah. Masa Retribusi adalah masa berikutnya IUJK. Pasal 22 Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan Pasal 23 Saat terutangnya retribusi IUJK adalah pada saat diterbitkannya SPTRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (1) BAB VIII PENDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 24 Terhadap orang pribadi atau badan usaha yang melaksanakan usaha jasa konstruksi dilakukan pendaftaran melalui pengisian formulir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. 8 (2) (1) (2) (3) Formulir Permohonan diisi oleh wajib retribusi dengan jelas, lengkap dan benar sebagai bahan pengisian daftar induk wajib retribusi. Pasal 25 Setiap wajib pajak mengisi SPTRD. SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. SPTRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 10 (sepuluh) hari setelah berakhir masa retribusi. BAB IX PERHITUNGAN DAN PENETAPAN Bagian kesatu Perhitungan dan penetapan sendiri retribusi Terutang oleh Wajib Retribusi. (1) (2) (1) (2) (1) (2) Pasal 26 Wajib retribusi membayar sendiri SPTRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan sendiri retribusi yang terutang Jika sejak disampaikannya SPTRD sampai dengan 10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya masa retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan (3), wajib retribusi tidak atau kurang membayar pokok retribusi terutang dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan tagihan dengan menerbitkan STRD. Bagian kedua Perhitungan dan Penetapan Retribusi Terutang oleh Pejabat yang ditunjuk Pasal 27 Dalam hal wajib retribusi tidak memperhitungkan dan menetapkan sendiri pokok retribusi terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) atau sampai dengan 10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya masa retribusi wajib retribusi belum menyampaikan SPTRD, maka Bupati atau pejabat yang ditunjuk menetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD. Jika SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak SKRD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan SPTRD. Pasal 28 Dalam Jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak saat terutang retribusi, Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan : a. SKRDKB; b. SKRDKBT, dan; c. SKRDN; SKRDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterbitkan : a. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain retribusi yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari retribusi yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang retribusi; b. Jika SPTRD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25 % (dua puluh lima perseratus) sebulan dihitung dari retribusi yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang retribusi; atau c. Jika kewajiban mengisi SPTRD tidak dipenuhi retribusi yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25 % (dua puluh lima perseratus) dari pokok retribusi ditambah sanksi adminiatrasi 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari retribusi yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung 9 (3) (4) (5) (6) (1) (2) (3) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (1) (2) sejak saat terutang retribusi; SKRDKBT sebagaimana dimaksud apa ayat (1) huruf b diterbitkan jika ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan retribusi. SKRDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, diterbitkan jika jumlah retribusi yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit retribusi atau retribusi terutang dan tidak ada kredit retribusi. Jika kewajiban mambayar retribusi terutang dalam SKRDKB dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STRD ditambah dengan sanksi berupa denda sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan. Penambahan jumlah retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dikenakan, jika wajib retribusi sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB X PEMBAYARAN Pasal 29 Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTRD, SKRD, SKRDKB, SKRDKBT atau STRD. Jika pembayaran retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan retribusi harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1 x 24 Jam. Bukti pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah SSRD atau dokumen lain yang disamakan. Pasal 30 Pembayaran retribusi dilakukan sekaligus atau lunas. Bupati atau pejabat dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar. Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada wajib retribusi untuk menunda pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan yang dikenakan bunga sebesar 2% (dua perseratus) dari jumlah retribusi yang belum atau kurang bayar. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB XI PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 31 Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk sejak jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi pajak yang terutang. Pasal 32 Jika jumlah retribusi yang haus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah retribusi yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. Bupati atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. 10 (1) (2) (3) (4) (1) (2) BAB XII PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 33 Bupati atau pejabat yang ditunjuk karena jabatan atau permohonan wajib retribusi dapat : a. Membetulkan SKRD, SKRDKB, SKRDKBT, atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah; b. Membatalkan ketetapan retribusi yang tidak benar; atau c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahnnya. Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKRD, SKRDKB, SKRDKBT, atau STRD sebagimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib retribusi kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal terima SKRD, SKRDKB, SKRDKBT, atau STRD dengan memberikan alasan yang jelas. Bupati atau pejabat yang ditunjuk memberikan keputusan paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. Jika setelah lewat waktu 3 (tiga) Bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan, ketetapan dan pengahapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XIII KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 34 Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi IUJK, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. Kadaluwarsa penagihan retribusi IUJK sebagaiman dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tertangguh apabila : a. diterbitkannya surat teguran atau; b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung; BAB XIV PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN Pasal 35 Ketentuan lebih lanjut Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaan akan diatur oleh Bupati. Pasal 36 Pembinaan terhadap pelaksanaan peraturan Daerah ini dilakukan oleh satuan kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk oleh Bupati dan mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dibidang Jasa Konstruksi berdasarkan Perundang-undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 37 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 11 ayat (1) yang dilakukan oleh badan usaha dikenakan sanksi administrasi berupa : a. peringatan tertulis; b. pembekuan izin usaha; atau c. pencabutan izin usaha; (2) sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pda ayat (1) dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan dan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati; (3) disamping sanksi administrasi, pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenai pula sanksi pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); 11 (4) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam dengan kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang. Pasal 38 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4) menjadi penerimaan Daerah. (1) (2) (3) (1) (2) (1) (2) BAB XVI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 39 Pejabat Pegawai Negeri tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah tersebut; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi j. Menghentikan penyidikan k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan; Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pelaksanaannya. BAB XVII PELAKSANAAN Pasal 40 Pelaksanaan penarikan retribusi dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk oleh Bupati. Hasil penarikan sebagaimana pada ayat (1) seluruhnya disetor ke Kas daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 Pengusaha Jasa konstruksi yang telah memiliki IUJK yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak disahkannya peraturan Daerah ini, wajib mengajukan IUJK baru berdasarkan Peraturan Daerah ini. Terhadap IUJK yang telah dikeluarkan Bupati sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan dan telah sesuai dengan ketantuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. 12 (1) (2) BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Bupati dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan IUJK kepada Kepala Dinas/Instansi yang mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab dalam penerbitan izin dan pembinaan jasa konstruksi. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 43 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan, pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Kaimana. Ditetapkan di Kaimana pada tanggal 19 Juli 2009 BUPATI KAIMANA CAP/TTD Drs. HASAN ACHMAD, M.Si Diundangkan di Kaimana pada tanggal 19 Juli 2009 SEKERTARIS DAERAH KABUPATEN KAIMANA CAP/TTD Drs. YUSUF SYAWAL, M.Si LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2009 NOMOR 27 Untuk Salinan yang sah sesuai dengan aslinya An. SEKERTARIS DAERAH KABUPATEN KAIMANA KEPALA BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI NAFTALI FURIMA, SH, M.Si PENATA TK I NIP. 640 023 137 13 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (IUJK) I. UMUM Bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, perlu menetapkan besarnya retribusi Izin Usaha jasa Konstruksi (IUJK) sebagai salah satu sember pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kabupaten Kaimana. Bahwa dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka daerah kabupaten/kota dapat menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997. Bahwa untuk maksud tersebut dipandang perlu menetapkan Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) yang diatur dengan Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 s/d 22 : Cukup jelas Pasal 23 : Dokumen lain yang dipersamakan adalah berupa karcis, kupon, kartu langganan, blanko invoice/tagihan atau blanko lain yang lazim dipergunakan dalam penerbitan IUJK Pasal 24 s/d 42 : Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA NOMOR 5 14