MANFAAT EKSTRAK RUMPUT KEBAR (Biophytum petersianum Klotzsch) TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI MENCIT PUTIH BETINA PETRUS D. SADSOEITOEBOEN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Manfaat Ekstrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap Penampilan Reproduksi Mencit Putih Betina, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicamtumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2005 Petrus D. Sadsoeitoeboen NRP: B651020021 ABSTRAK PETRUS DOMINIKUS SADSOEITOEBOEN. Manfaat Esktrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap Penampilan Reproduksi Mencit Putih Betina. Dibimbing oleh BAMBANG PURWANTARA dan ITA DJUWITA Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh menyebar secara meluas di Afrika, Madagaskar dan Asia Tenggara termasuk beberapa pulau lain di Indonesia, kecuali Semenanjung Malaka, Sumatera dan Kalimantan. Di Irian Jaya Barat rumput ini hanya terdapat pada dataran tinggi Kecamatan Kebar Kabupaten Manokwari dengan ketinggian rata-rata 500 – 600 meter dpl, dan lebih dikenal dengan nama rumput Kebar. Tumbuhan ini merupakan salah satu tanaman yang dipakai secara turun temurun oleh penduduk Kebar sebagai obat tradisional untuk berbagai keperluan kesehatan. Penelitian ini untuk mengetahui kandungan bahan kimia rumput Kebar, dosis terbaik pemberian ekstrak rumput Kebar dan pengaruhnya terhadap peningkatan penampilan reproduksi mencit putih (Mus musculus albinus) betina. Kandungan kimia yang terdapat dalam rumput Kebar (asam amino, protein, lemak, vitamin dan mineral) dilakukan analisa dengan metode proksimat. Lama siklus estrus dilakukan dengan metode ulas vagina selama 4 siklus yaitu 2 siklus sebelum perlakuan dan 2 siklus selama perlakuan. Jumlah anak sekelahiran diperoleh dengan cara menghitung anak yang lahir dari setiap induk, sedangkan bobot lahir anak sekelahiran diperoleh dengan cara menimbang anak yang lahir sesaat setelah dilahirkan. Digunakan mencit putih betina dewasa strain DDY 80 ekor dengan berat badan berkisar antara 30 – 40 gram (rata-rata 35 gram), yang dibagi dalam dua kelompok yaitu 40 ekor untuk koleksi embrio dan 40 ekor lainnya untuk mengetahui jumlah anak, dan bobot anak sekelahiran serta jantan fertil 40 ekor sebagai pemacek (rasio jantan betina, 1 : 2). Pemberian ekstrak rumput Kebar dilakukan dengan cara mencekok mencit percobaan dengan dosis perlakuan 0.045 mg/g bb (dosis 1), dosis 0.09 mg/bb (dosis 2) dan dosis 0.135 mg/g bb. Pencekokan dilakukan selama 10 hari, kemudian induk langsung dikawinkan. 10 ekor induk dari masing-masing perlakuan yang positif kawin (ditunjukkan dengan adanya sumbat vagina) pada hari ke 4 dimatikan untuk koleksi embrio, sedangkan 10 ekor lainnya dibiarkan sampai terjadi kelahiran. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan 10 ulangan. Jika terdapat perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi kimia rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terdiri dari protein 7.35%, lemak 0.72%, mineralmineral dalam bentuk Ca dan P masing-masing 1.52% dan 0.60%, dan terdiri atas 17 asam amino. Pemberian ekstrak rumput Kebar dosis 2 dan dosis 3 mampu meningkatkan (P<0.05) rata-rata lama estrus, perkembangan embrio sampai tahap blastosis, pertambahan bobot badan induk, jumlah anak dan bobot lahir masingmasing 63.60 ± 9.88 dan 63.60 ± 5.80 jam, 8.71 ± 1.11 dan 10.86 ± 1.68 sel, 0.35 ± 0.04 dan 0.31 ± 0.02 gram/ekor, 11.70 ± 0.67 dan 12.90 ± 0.99 ekor, 1.77 ± 0.11 dan 1.69 ± 0.10 gram/ekor. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak rumput Kebar mampu memperpendek siklus estrus, memperpanjang lama estrus, meningkatkan jumlah embrio, pertambahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran serta bobot lahir anak dan pemberian ekstrak rumput Kebar per oral sebanyak 0.135 mg/gram bobot badan merupakan dosis terbaik untuk meningkatkan penampilan reproduksi mencit putih betina. ABSTRACT PETRUS DOMINIKUS SADSOEITOEBOEN. The Beneficial of Biophytum petersianum Klotzsch Extract on the Reproduction Appearance Performance of Female Mus musculus albinus. Under the supervision of BAMBANG PURWANTARA and ITA DJUWITA. Biophytum petersianum Klotzsch is a cushion plant which grows and distribute from Africa, Madagascar and South-East Asia include few islands in Indonesia, except to Malay Peninsula, Sumatera and Kalimantan. In Indonesian Province of Irian Jaya Barat, this plant is restricted to the area of Kebar valley (Kebar district, Manokwari regency) with altitude 500 – 600 m asl., and also known as the Kebar’s grass. This plant has been used by local people for many years as traditional drug through simple process for various health need. The objective of this research is to identify the chemicals content of the Kebar’s grass (Biophytum petersianum Klotzsch), and its effect on appearance of the reproduction performance in female Mus musculus albinus. The chemicals content (amino acids, proteins, lipids, vitamins and minerals) of the Kebar’s grass extract were analyzed using proximate analysis methods. The periode of oestrus cycle was done by vagina’s smear method for 4 cycles (2 cycles before the treatment and 2 cycles during the treatment). Litter size was obtained by calculating of each female, and the body weight litter obtained by weighing. Eighty adult females (body weight mean 35 gram) were devided into four groups, consist of females and well be analyzed for (a) quality and quantity of embryos, (b) litter size and weight. Ten days before and during treatment (4 cyclus) all females were examined their oestrus cycle using vagina smear methods. After treatment all females were mated with male mice (ratio 1 : 2). Sign of mating was examined by the presenced of vaginal plug. Four days after mating ten females of each group were sacrisfie followed by early embryo collection; while ten other were breeded until partus to examine the litter size and weight. The experiment was designed by using completely random design with four treatments and ten replications. The data were analyzed by using analysis of variance and LSD was applied to compares statistical differences between each treatments. The results showed that the chemicals content of the Kebar’s grass extract are protein 7.35%, lipid 0.72%, minerals; Ca, P, 1.52% and 0.60%, respectively and 17 amino acids contains. The application of this extract with 0.090 and 0.135 mg/g body weight extend the oestrus length and increase number embryo, increasing daily gain, mean of litter size and weight; 63.60 ± 9.88 and 63.60 ± 5.80 hours, 8.71 ± 1.11 and 10.86 ± 1.68 cells, 0.35 ± 0.04 dan 0.31 ± 0.02 gram, 11.70 ± 0.67 and 12.90 ± 0.99 weigth and 1.77 ± 0.11 dan 1.69 ± 0.10, respectively. In conclusion, Kebar’s grass extract extend the oestrus length, increase quality and quantity of embryos, daily gain, litter size and litter weight. The oral application of the Kebar’s grass extract 0.135 mg/g body weight, is the best to can improve the reproduction performance of female Mus musculus albinus. ©Hak cipta milik Petrus D. Sadsoeitoeboen, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya Manfaat Ekstrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap Penampilan Reproduksi Mencit Putih Betina PETRUS D. SADSOEITOEBOEN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Manfaat Ekstrak Rumput Kebar petersianum Klotzsch) terhadap Reproduksi Mencit Putih Betina Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Petrus D. Sadsoeitoeboen : B651020031 : Biologi Reproduksi (Biophytum Penampilan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc Ketua Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil Anggota Ketua Program Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS Prof. Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 10 November 2005 Tanggal Lulus : Biologi Reproduksi, RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 31 Oktober 1965 dari pasangan Joseph M Sadsoeitoeboen (Alm) dan Wihelmina Rejaan. Penulis merupakan putra keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1984 penulis lulus dari SMA Katholik St. Agustinus Sorong Irian Jaya Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cenderawasih melalui jalur Seleksi Sipenmaru. Penulis memilih Program Studi Peternakan, Jurusan Budidaya Pertanian dan lulus pada tahun 1989. Tahun 1990 penulis diterima sebagai staf pengajar di Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Manokwari dan mengasuh bidang studi Reproduksi Ternak, Ternak Potong Kerja, Swakarya Wirausaha dan Fisika. Tahun 2002 penulis diterima sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Negeri Manokwari Irian Jaya Barat dan pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi pada Program Magistes Sains (S2) dan diterima di Program Studi Biologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan pada Sekolah Pascasarjana IPB. PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkatNya penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini memuat penelitian tentang Manfaat Ekstrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap Penampilan Reproduksi Mencit Putih Betina. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih pada bapak Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc dan Ibu Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil. masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan mulai penyusunan rencana penelitian sampai penyelesaian tesis. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS, Ketua Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana IPB yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi dan telah memberikan banyak masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Khusus untuk Rani, drh.Candramaya siska, A. Selamet Aku, S.Pt, M.Si, Ir. Wellem H Muskita dan tim Laboratorium Embriologi FKH IPB yang telah banyak membantu dalam penelitian, Keluarga Besar Program Studi Biologi Reproduksi SPs IPB, Badan Pengembangan SDM Departemen Pertanian RI dan Pimpinan serta Keluarga Besar STPP Manokawari yang telah memberikan bantuan dana dan izin melanjutkan pendidikan, melalui kesempatan ini ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan. Buat Istri tercinta Jakomina Karolina Marini, SH, M.Hum, anak-anakku Fransiska Alfiani Merry dan Daniel Joseph Sadsoeitoeboen yang rela tinggal ditinggal lama, selalu berdoa untuk Bapak mereka serta Mama, Bapak (Alm), saudara-saudaraku dan keluarga Mertua yang terus mendorong keberhasilan studi, hanya tesis ini dipersembahkan semoga semua pengorbanan yang ada dapat membawa kebaikan dimasa datang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam bentuk yang nyata sehingga tujuan pemanfaatan dari hasil penelitian ini dapat diperoleh. Bogor, Oktober 2005 Penulis DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .............................................................................................. Hal iii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... Iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 Latar Belakang............................................................................................ 1 Tujuan Penelitian......................................................................................... 2 Manfaat Penelitian....................................................................................... 2 Hipotesis...................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3 Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch)..................................... 3 Sistimatika Rumput Kebar..................................................................... 3 Habitat Rumput Kebar ........................................................................... 4 Fungsi Biologi Ekstrak Rumput Kebar ................................................... 4 Biologi Mencit.............................................................................................. 5 Fisiologi Reproduksi Mencit Putih ......................................................... 5 Siklus Estrus........................................................................................... 6 Perkembangan Embrio Mencit .............................................................. 8 Peranan Asam Amino terhadap Perkembangan Embrio....................... 10 MATERI DAN METODE.................................................................................. 12 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................... 12 Materi Penelitian.......................................................................................... 12 Rumput Kebar........................................................................................ 12 Pembuatan Larutan Esktrak Rumput Kebar..................................... 12 Pemberian dan Dosis Esktrak Rumput Kebar................................... 12 Hewan Percobaan.................................................................................. 13 Metode Penelitian........................................................................................ 14 Analisa Proksimat................................................................................... 14 Penentuan Jumlah dan Berat Molekul Protein....................................... 14 i Uji Biologis ............................................................................................ 16 Penelitian Pendahuluan.................................................................... 16 Penelitian Utama .............................................................................. 17 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik.............................................. 18 Parameter Penelitian .................................................................................. 20 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 21 Penelitian Pendahuluan.............................................................................. 21 Komposisi Kimia Rumput Kebar............................................................. 21 Jumlah dan Berat Molekul protein.......................................................... 23 Uji Biologis pada Mencit Afkir................................................................ 23 Penelitian Utama......................................................................................... 25 Siklus dan Lama Estrus.......................................................................... 25 Jumlah Embrio....................................................................................... 28 Pertambahan Bobot Badan Induk, Jumlah Anak Sekelahiran dan Bobot Lahir ..................................................................................... 30 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 34 Simpulan..................................................................................................... 34 Saran.......................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 35 LAMPIRAN...................................................................................................... 39 ii DAFTAR TABEL No. Uraian Hal 1. Data Biologis dan Reproduksi Mencit Laboratorium............................... 5 2. Komposisi Kimia Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch).... 21 3. Komposisi Asam Amino Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) ................................................................................................. 22 4. Data Siklus Estrus dan Jumlah Anak Mencit Afkir................................... 24 5. Rata-rata Siklus Estrus dan Lama Estrus................................................ 25 6. Rata-rata Jumlah Embrio ........................................................................ 28 7. Rata-rata Pertambahan Bobot Badan Induk, Litter Size dan Berat lahir Anak ....................................................................................................... iii 30 DAFTAR GAMBAR No. Uraian Ha l 1. Rumput Kebar............................................................................................ 3 2. Gambaran Sitologi Vagina Mus musculus albinus Selama Siklus Estrus . 17 3. Alur Penelitian ........................................................................................... 19 iv DAFTAR LAMPIRAN No. Uraian Hal 1.a. Rata-rata Siklus Estrus dan Lama Estrus Mencit Putih (Mus musculus) Betina Sebelum Perlakuan ............................................ 39 1.b. Anova Siklus Estrus Mencit Putih Betina Sebelum Perlakuan......... 39 1.c. Anova Lama Estrus Mencit Putih Betina Sebelum Perlakuan ........ 40 1.d. Rata-rata Siklus Estrus dan Lama Estrus Mencit Putih (Mus musculus) Betina Selama Perlakuan .............................................. 40 1.e. Anova Siklus Estrus Mencit Putih Betina Selama Perlakuan......................................................................................... 40 1.f. Anova Lama Estrus Mencit Putih Betina Selama Perlakuan .......... 41 2.a. Rata-rata Perkembangan Embrio Mencit putih (Mus musculus albinus) Betina ................................................................................ 42 2.b. Anova Total Embrio Mencit Putih Betina.......................................... 42 2.c. Anova Embrio Tahap 2 – 4 Sel Mencit Putih Betina........................ 43 2.d. Anova Embrio Tahap Morula – Blastosis Mencit Putih Betina......... 43 2.e. Anova Sel Telur yang Tidak Dibuahi/degenerasi Mencit Putih Betina............................................................................................... 44 3.a. Rata-rata Pertambahan Bobot Badan Induk, Jumlah Anak dan Bobot Lahir anak Mencit putih (Mus musculus albinus) Betina............................................................................................... 44 3.b. Anova Pertambahan Bobot Badan Induk Mencit Putih Betina............................................................................................... 45 3.c. Anova Jumlah Anak Sekelahiran Mencit Putih ............................... 3.d. Anova Bobot Lahir Anak Mencit Putih ............................................. 4. Hasil SDS-PAGE Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch)........................................................................................... v 45 46 46 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Biophytum petersianum Klotzsch merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh menyebar secara meluas di Afrika, Madagaskar dan Asia Tenggara termasuk beberapa pulau lain di Indonesia, kecuali Semenanjung Malaka, Sumatera dan Kalimantan (Veldkamp, 1976). Di daerah Irian Jaya Barat spesies ini hanya terdapat pada dataran tinggi kecamatan Kebar kabupaten Manokwari dan lebih dikenal dengan nama rumput Kebar. Tumbuhan ini merupakan salah satu tanaman yang dipakai secara turun temurun oleh penduduk Kebar sebagai obat tradisional yang diolah secara sederhana untuk berbagai keperluan kesehatan. Menurut Veldkamp (1976) tumbuhan ini digunakan sebagai obat kumur (sariawan), penawar racun gigitan ular dan obat pencuci perut untuk anak. Namun pada daerah dataran tinggi kecamatan Kebar Kabupaten Manokwari tumbuhan ini lebih banyak digunakan oleh penduduk setempat sebagai obat kesuburan wanita. Dari informasi yang didapat banyak pasangan suami istri yang telah lama belum memiliki keturunan (anak) dengan mengkonsumsi (minum) rebusan tumbuhan rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dapat memberikan hasil yang memuaskan, bahkan ada beberapa wanita yang memiliki ovarium kiri dan kanan tinggal separuh akibat kista dengan mengkonsumsi rebusan tumbuhan rumput Kebar masih dapat menghasilkan keturunan (anak). Selain itu, beberapa wanita menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi rebusan rumput Kebar dapat menormalkan siklus haid yakni yang semula 14 hari menjadi 28 – 30 hari. Lebih lanjut diketahui dari Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari tahun 2003 bahwa perkembangan ternak sapi Bali yang berada di daerah dataran tinggi Kebar lebih cepat dibandingkan dengan daerah pesisir pantai. Data laporan 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa perkembangan Sapi Bali di daerah Kebar adalah 44.37 % atau rata-rata pertahun 14.79 %. Namun demikian, permasalahan dan kendala yang ada selama ini belum banyak laporan mengenai bahan aktif yang terdapat dalam rumput Kebar, komposisi kimia, metode dan dosis pemberian ekstrak rumput Kebar yang tepat dan pengaruhnya terhadap penampilan reproduksi betina. 2 Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang rumput Kebar, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan penampilan reproduksi hewan betina. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui kandungan bahan kimia rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch). 2. Mengetahui pengaruh ekstrak rumput Kebar terhadap peningkatan penampilan reproduksi hewan betina (siklus estrus, jumlah embrio, jumlah anak sekelahiran dan bobot lahir anak). 3. Mengetahui dosis terbaik dari ekstrak rumput Kebar terhadap peningkatan penampilan reproduksi hewan betina Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : (1) Memberikan informasi tentang komposisi bahan kimia rumput Kebar. (2) Sebagai bahan publikasi penting tentang fungsi dan manfaat rumput Kebar terhadap peningkatan penampilan reproduksi betina. (3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai informasi untuk peningkatan kesuburan ternak pengganti hormon reproduksi. Hipotesis Hipotesis yang dijadikan landasan pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak rumput Kebar dapat meningkatkan penampilan reproduksi mencit putih betina. 3 TINJAUAN PUSTAKA Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) Sistimatika Rumput Kebar Sistimatika rumput Kebar menurut Veldkamp (1976) : Kelas Famili Genus Species : Dycotiledoneae : Oxalidaceae : Biophytum : Biophytum petersianum, Klotzsch. Dengan ciri- ciri sebagai berikut : Penducle Daun Bunga Buah Berkelamin : berukuran sangat pendek : bentuk obovate/umumnya bulat, mengumpul dan berpasangan. pucuk daun 3 – 9 pasang. : di bagian tengah daun rosette, berwarna kuning, jingga atau merah : bakal buah menumpang dan berlekuk/bersegi 5. buah kotak atau buni mengandung biji berukuran kecil. : dua (jantan dan betina) Dibawah ini adalah salah satu bentuk rumput Kebar yang sudah siap di panen. d tp d tp pb b a A bh b pb a B B Gambar 1 Rumput Kebar (Biophytum petersianum, Klotzsch). Keterangan : A = Rumput jantan; B = Rumput betina a = akar; b= batang; d=daun; bh= buah; tp(A)= tinggi pohon (10-12 cm); pb(A)= panjang batang (8-10 cm); tp(B)= 5-6 cm; pb(B)= 2-3 cm. 4 Habitat Rumput Kebar Rumput Kebar (Biophytum petersianum, Klotzsch) merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh pada ketinggian 500 – 600 m diatas permukaan laut. Tanaman ini biasanya tumbuh berasosiasi dengan Paspalum konyugatum dan Imperata cylindrica dengan permeabilitas tanah sedang (4.01 Cm/jam – 5.17 cm/jam), pH tanah agak masam sampai masam (5.6 – 4.6), disamping kandungan sulfur tanah 0.04 % sampai 0.2 %. Tumbuh pada iklim basah dengan curah hujan rata-rata 2383 mm/tahun, suhu 26.680C, kelembaban 82.97 % dan intensitas cahaya matahari 64.87 lux (Imbiri, 1997). Fungsi Biologis Ekstrak Rumput Kebar Dari informasi yang ada banyak pasangan suami istri yang telah lama belum memiliki keturunan (anak) dengan mengkonsumsi (minum) rebusan tumbuhan rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dapat memberikan hasil yang memuaskan, bahkan ada beberapa wanita yang memiliki ovarium kiri dan kanan tinggal separuh akibat kista dengan mengkonsumsi rebusan tumbuhan rumput Kebar masih dapat menghasilkan keturunan (anak). Selain itu, beberapa wanita yang juga mengalami masalah dalam siklus haid menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi rumput Kebar dapat menormalkan kembali siklus haidnya. Hasil uji pendahuluan yang dilakukan pada mencit-mencit betina afkir (umur > 1.5 tahun) menunjukkan bahwa mencit yang diberi ekstrak rumput Kebar dapat meningkatkan jumlah anak rata-rata dari 3 ekor menjadi 7 ekor bahkan ada yang menjadi 11 ekor. Wajo (2005) melaporkan bahwa pemberian ekstrak rumput Kebar melalui air minum dapat meningkatkan berat ovarium, menstimulir perkembangan folikel, daya tetas telur serta meningkatkan motilitas spermatozoa pada ayam buras. Pasaribu dan Indyastuti (2004) melaporkan bahwa pemberian ekstrak rumput Kebar mampu meningkatkan kandungan 17 ß-estradiol pada serum darah mencit. Berdasarkan data-data tersebut diketahui bahwa ekstrak rumput Kebar dapat meningkatkan penampilan reproduksi mencit putih betina, namum mekanismenya secara pasti belum banyak dilaporkan. 5 Biologi Mencit Mencit merupakan hewan yang biasa dipakai dalam penelitian atau percobaan di laboratorium. Hewan ini dijadikan sebagai hewan model karena mudah dipelihara, masa reproduksinya pendek dan berkembangbiak dengan cepat. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mencit laboratorium memiliki data biologis dan reproduksi seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Data biologis dan reproduksi mencit laboratorium Sifat biologi Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus estrus Lama estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Segmentasi ovum menjadi blastosel Implantansi Berat dewasa Berat lahir Jumlah anak Perkawinan kelompok Kecepatan tumbuh Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988) Waktu 1 – 2 tahun 9 bulan 19 – 21 hari 1 sampai dengan 24 jam 21 hari 35 hari • 8 minggu Poliestrus 4 – 5 hari 12 – 14 jam pada waktu estrus, spontan dekat akhir estrus, spontan 2 jam sesudah kawin 2.5 – 4.0 hari 4-5 hari sesudah perkawinan Jantan 20 – 40 gram Betina 18 --35 gram 0.5 – 1.00 gram Rata-rata 6 ekor 4 betina : 1 jantan 1 gram/hari Fisiologi Reproduksi Mencit Putih Berdasarkan data biologi mencit, terlihat bahwa siklus estrus, lama estrus, segmentasi ovum menjadi blastosel, jumlah anak dan rata-rata berat lahir masing-masing 4 - 5 hari, 12 - 14 jam, 2.5 - 4 hari, rata-rata 6 ekor dengan berat rata-rata 0.5 – 1 gram. Briggs dan Brotherton (1970) dalam Caropeboka (1980), menyatakan bahwa pada tikus, siklus estrusnya juga berlangsung selama 4 – 5 hari yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan. 6 Siklus Estrus Sekalipun hampir pada setiap hewan atau spesies mempunyai perbedaan waktu siklus estrus, namun secara umum telah diketahui bahwa siklus estrus umumnya dibagi menjadi 4 fase. Diketahui bahwa hampir tidak dapat dibedakan kondisi fisiologis antara tikus dan mencit putih (Mus musculus albinus), namun diduga perbedaan-perbedaan yang ada tergantung pada kondisi lingkungan dan respon fisiologis secara individu antara tikus dan mencit putih. Menurut Toelihere (1985), siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah. Fase ini sering disebut sebagai fase folikuler. Baker et al. (1980) menyatakan bahwa pada fase proestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel epitel berinti yang muncul secara tunggal atau bertumpuk (berlapis-lapis) jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Pada tikus fase ini berlangsung selama kira-kira 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Fase estrus adalah fase yang ditandai dengan keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk kopulasi. Pada fase ini folikel de Graaf membesar dan menjadi matang. Pada fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graaf yang matang akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina (Toelihere, 1985). Menurut Briggs dan Brotherton (1970) dalam Caropeboka (1980), fase estrus pada tikus berlangsung selama 9 – 15 jam, dan pada mencit berlangsung selama 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Baker et al. (1980) menyatakan bahwa pada fase estrus dapat diketahui dengan adanya sel-sel tanduk yang banyak pada lumen vagina yang biasanya nampak pada preparat ulas vagina. Kondisi demikian disebabkan oleh banyaknya pembelahan mitosis yang terjadi didalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan memiliki bentuk skuamosa dan bertanduk. Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke dalam lumen vagina (Partodihardjo, 1992). Fase estrus dipengaruhi mekanisme hormonal yaitu berhubungan antara hormon-hormon hipotalamus-hipofisis (GnRH, LH, FSH), hormon-hormon ovarial 7 (estradiol dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin). Proses estrus sangat erat kaitannya dengan mekanisme sistem hormonal. Telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya bahwa pada saat estrus konsentrasi estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graaf, dan selanjutnya di bawah pengaruh serta peran LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah ovulasi dan selanjutnya terjadi pembentukan corpus luteum (CL). Pada waktu CL telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi progesteron. Menurut Silva et al. (2004) secara in vitro FSH dapat mempengaruhi pertumbuhan folikel primordial pada kambing. Yu et al. (2003) melaporkan bahwa FSH dan LH dapat mencegah terjadinya folikel atresia. Toelihere (1985) menyatakan bahwa progesteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh CL (sel luteal), plasenta dan korteks adrenal atas stimulasi LH. Selanjutnya dijelaskan bahwa progesteron diangkut melalui aliran darah karena ikatannya dengan globulin dan pengaturan progesteron kemungkinan karena rangsangan LH. Progesteron mempunyai fungsi mempersiapkan lingkungan uterus untuk implantasi dan memelihara kebuntingan melalui peningkatan sekresi glandula endometrium dan menghambat motilitas miometrium. Dengan adanya umpan balik negatif dari hipothalamus maka estrus, ovulasi dan siklus estrus dapat dicegah. Progesteron dalam jumlah kecil dengan adanya estrogen dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda estrus dan penerimaan pejantan. Disamping itu progesteron bekerja secara sinergis dengan estrogen merangsang sekresi alveoli serta pertumbuhan kelenjar mammae. Menurut Guyton (1994) fungsi utama estrogen adalah untuk menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin serta jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Estrogen (17 â-estradiol) perkembangan duktus adalah hormon steroid pada betina, kelenjar mamae, bers ama oks itos in dan PGF 2á meningkatkan frekuensi kontraksi uterus. Estrogen berpengaruh pada otak yang ada hubungannya dengan tingkah laku estrus. Estrogen juga mengontrol perubahan pada alat kelamin betina, produksi lendir pada uterus yang akan mengubah aktivitas metabolismenya. Kesemuanya berlangsung guna mempersiapkan uterus untuk menerima ovum dan spermatozoa. Pada tikus yang 8 disuperovulasi akan terjadi peningkatan konsentrasi estradiol dan progesteron dalam darah meningkat yang menghasilkan bertambahnya panjang siklus estrus (Fitrianti, 2002). Produksi etradiol selama fase luteal menginisiasi luteolisis. Hal ini dimediasi oleh pembentukan reseptor oksitosin dalam endometrium ternak betina. Keluarnya oks itos in dari CL mengikat res eptor menghas ilkan PGF 2á dan terjadi luteolisis. Menurut Beard et al. (1994) terdapat korelasi positif antara konsentrasi estradiol dan jumlah reseptor oksitosin uterus. Pada fase metestrus ovarium mengandung corpora lutea dan folikel-folikel kecil. Pada tikus fase ini berlangsung selama 10 - 14 jam, fase ini ditandai dengan bertumbuhnya CL dari sel-sel granulosa folikel dengan cepat yang dipengaruhi oleh Luteinizing hormone (LH) dari adenohyphofisa. Menurut Baker et al. (1980) fase metestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel tanduk dan sel-sel leukosit jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Fase luteal terjadi pada akhir periode metestrus dan pada tikus serta mencit pada fase ini tidak mengalami perubahan uterus yang disebabkan oleh progesteron akibat pendeknya rahim pada kedua species ini. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada tikus fase metestrus dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium 1 yang berlangsung kira-kira 15 jam dan stadium 2 kira-kira berlansung selama 6 jam. Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dari siklus estrus. Corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progestreon terhadap saluran reproduksi menjadi nyata (Toelihere, 1985). Pada tikus periode ini berlangsung selama 57-60 jam dan selama periode ini terjadi penyusutan corpora lutea secara fungsional, rahim mengecil, mukosa vagina menipis dan dipenuhi oleh leukosit. Baker et al. (1980) menyatakan bahwa pada fase diestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel leukosit dan sedikit sel-sel epitel yang berinti jika dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Perkembangan Embrio Mencit Proses perkembangan embrio dimulai dari bertemunya sel telur (ovum) dengan spermatozoa. Hasil fertilisasi (zigot) akan mengalami pembelahan secara mitosis dari satu sel menjadi dua sel, empat sel, delapan sel, 16 sel tanpa terjadi perubahan ukuran zigot (Partodihardjo, 1992). 9 Menurut Pincus (1965) perkembangan embrio (embriogenesis) merupakan proses perkembangan yang belum memiliki bentuk defenitif. Berdasarkan proses dan ciri-ciri embrio, embriogenesis dibedakan menjadi 4 tahap yaitu tahap pembentukan sigot (cleavage), tahap blastulasi, tahap gastrulasi dan tahap neurulasi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada mencit kecepatan perkembangan embrio setelah fertilisasi adalah untuk fase 2 sel (hari ke-1), fase 8 sel (hari ke-2), fase morula (hari ke-3), fase blastosis (hari ke-3.5), fase gastrula (hari ke-6.5) dan fase neurula (hari ke-7.5). Menurut Sukra et al. (1989) blastomer yang sedang membelah akan membentuk kelompok besar yang disebut morula. Pada tahap selanjutnya sel morula mensekresikan cairan dan mengelilingi rongga di tengah yang berisi blastomer kemudian terbentuk blastosis. Blastosis akan bergerak masuk ke dalam uterus yang dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium yaitu progesteron dan estrogen. Gardner et al. (1993) menyatakan bahwa pada embrio mencit selama fase preimplantasi terjadi perubahan metabolisme energi, yaitu perubahan dari metabolisme dasar piruvat pada stadium 1 sel ke metabolisme dasar glukosa pada proses glikolisis aerobik, pada stadium selanjutnya. Telah diketahui bahwa bentuk perubahan energi berkaitan dengan perubahan nutrisi. Selanjutnya pada tahap 8-sel embrio dapat hidup dan berkembang dalam medium yang sumber energinya berasal dari glukosa atau sejumlah rantai karbon lainnya. Selama perkembangan embrio terjadi perubahan sumber energi yang dibutuhkan. Pada embrio yang ditumbuhkan secara in vitro, pada tahap awal membutuhkan piruvat sebagai sumber energi, namun ketika embrio telah mencapai tahap 2 sel, sumber energinya selain piruvat juga membutuhkan, oksaloasetat, laktat dan fosfoenel piruvat (Brinster, 1973). Pada medium untuk fertilisasi in vitro, glukosa berfungsi sebagai sumber energi bersama-sama laktat atau piruvat. Kebutuhan glukosa tergantung dari stadium perkembangan embrio dan jenis hewan, sekalipun demikian asam-asam amino dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi untuk perkembangan embrio melalui jalur trikarboksilta (TCA) atau siklus krebs. Roberts dan Bazer (1988) menyatakan bahwa pada periode implantasi tingkat kematian embrional sangat tinggi dan merupakan waktu kritis bagi kelangsungan embrio dan kebuntingan. Implantasi merupakan interaksi langsung 10 antara embrio trofoblas dan endometrium uterus. Guyton (1994), menyatakan bahwa implantasi terjadi akibat sel-sel trofoblas yang berkembang pada permukaan blastosis yang mensekresikan enzim proteolitik yang berfungsi mencerna sel-sel endometrium. Sel-sel trofoblas juga membentuk pita-pita sel yang masuk dan melekat ke dalam endometrium dan blastosis akan membentuk lubang dan melekatkan diri pada endometrium. Pada embrio tikus proses implantasi akan terjadi apabila estradiol dan progesteron tercukupi (Arkaraviehien dan Kendle, 1990 dalam Carvalo, 2001). Kekurangan estradiol dan progesteron akan menyebabkan kontraksi uterus yang secara terus menerus sehingga menyebabkan aborsi. Peranan Asam Amino terhadap Perkembangan Embrio Cairan saluran reproduksi betina (in vivo) ditandai dengan tingginya konsentrasi asam amino, dimana oosit dan embrio mempunyai suatu perbedaan asam amino endogenous, yang menunjukkan bawa asam amino mempunyai suatu fungsi biologis (Brisnter 1973). Pada kultur in vitro, asam amino dapat meningkatkan perkembangan embrio mencit, kelinci, hamster, sapi dan domba yang sangat bermanfaat untuk perkembangan 8 sel ke tahap blastosis. Gardner et al. (1993) menyatakan bahwa penambahan asam amino spesifik pada media kultur dapat mengurangi pengaruh hambatan perkembangan untuk mencapai tahap perkembangan selanjutnya. Perubahan pengamatan asam amino yang diperlukan selama periode preimplantasi sesuai dengan perubahan fisiologi embrio sebagai kelanjutan perkembangan. Peralihan dari sigot ke blastosis tidak hanya dihubungkan dengan beberapa peristiwa morfologi, seperti morula kompak, pembentukan blastosis, tetapi juga dengan perubahan umum dalam energi metabolisme zat nutrisi. Miyoshi et al. (1995) menambahkan bahwa kebutuhan asam amino selama pembentukan blastosis pada tikus mungkin tidak untuk sintesis protein saja, tetapi juga untuk melaksanakan metabolisme lain yang diperlukan, misalnya sebagai substrak untuk menghasilkan energi. Ini dapat dipahami karena selama masa preimplantasi pada mamalia, piruvat dan laktat dimetabolisme melalui siklus asam trikarbosiklat (TCA) untuk menghasilkan energi. 11 Beberapa peneliti menyatakan bahwa asam amino sangat dibutuhkan dalam jumlah tinggi pada tahap awal perkembangan embrio (Aurich dan Han, 1994). Brinster (1973) menyatakan bahwa sistin, triptofan, fenilalanin, lisin, arginin, dan valin diperlukan pada pembelahan tahap awal pembentukan embrio kelinci. Demikian juga menurut Chatot et al. (1989) bahwa glutamin dapat membantu mengatasi hambatan perkembangan tahap 2 sel pada embrio tikus yang dikultur. Menurunnya jumlah anak sejalan dengan menurunnya jumlah blastosis yang normal pada masa implantasi. Menurut Jones dan Krohn (1961) dalam Sunarti (1992) menyebutkan bahwa menurunnya jumlah anak mencit, hamster dan tikus tua disebabkan menurunnya jumlah implantasi. Sunarti (1992) melaporkan jumlah sel telur yang diovulasikan menurun dengan bertambahnya umur baik pada superovulasi maupun tidak melalui superovulasi. Menurut Savio et al. (1992) dalam Melasari (1998), lama hidup folikel dominan yang optimal adalah selama sembilan hari. Pertumbuhan folikel yang melampaui batas waktu tersebut dapat mengakibatkan folikel dominan menjadi persisten dan akan menurunkan fertilitas. 12 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmokologi FKH IPB Bogor, Laboratorium Teknologi Pakan Ternak Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang 6 bulan. Materi Penelitian Rumput Kebar Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar Rumput Kebar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kecamatan Kebar kabupaten Manokwari provinsi Irian Jaya Barat. Rumput tersebut dikeringkan dengan penjemuran panas matahari. Pembuatan larutan ekstrak rumput Kebar dilakukan di Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Rumput Kebar yang telah kering direbus (dimasak) semua bagian tanamannya (akar, batang, daun) dalam aquabides dengan perbandingan 1 : 3 (100 gram dalam 3 liter aquabides) sambil diaduk dan dibiarkan mendidih hingga tersisa larutan sebanyak 1 liter, kemudian larutan tersebut disaring dan dibiarkan dingin lalu dibekukan dalam freezer untuk selanjutnya dijadikan bubuk dengan metode pengering bekuan (Freeze Drying). Bubuk yang terbentuk dilarutkan kembali dengan aquabides untuk membuat larutan ekstrak rumput Kebar sesuai dosis pada perlakuan. Pemberian dan Dosis Ekstrak Rumput Kebar Penentuan Dosis Penentuan dosis pada mencit didasarkan pada dosis standar yang diberikan pada manusia. Dosis yang diberikan pada manusia sebanyak ± 30 gram rumput Kebar kering atau 0.95 gram bahan yang terlarut dalam 200 ml larutan ekstrak rumput Kebar (Nilai hasil pengering bekuan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Gizi FATETA- IPB). 13 Dosis yang diberikan pada mencit ditentukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut : Bobot badan manusia = 50/70 x 0.0026 = 0.0018571 (A) Bobot badan Mencit / 20 x 0.0018571 (A) = 35/20 x 0.0018571 = 0.003249998 (B). Dosis standar yang diberikan pada mencit = (B) x dosis yang diberikan pada manusia. Dosis standar pada mencit = 0.003249998 x 0.95 gram = 0.003087498 gram atau 3.087498 mg • 3 mg/ekor/hari. Pemberian Ekstrak Rumput Kebar Pemberian ekstrak rumput Kebar pada setiap induk dari masing-masing perlakuan sebanyak 0.2 ml per hari untuk setiap dosis perlakuan dan dilakukan dengan cara mencekok selama 10 hari (dua siklus estrus), setelah itu mencit dikawinkan. Mencit yang telah kawin sebanyak 10 ekor dari masing-masing perlakuan pada hari keempat dibunuh untuk melihat jumlah embrio sedangkan 10 ekor lagi dari masing-masing perlakuan dibiarkan sampai melahirkan untuk melihat jumlah anak yang lahir. Pemberian ekstrak rumput Kebar yang akan dicobakan adalah sebagai berikut : Kontrol Dosis 1 (D1) Dosis 2 (D2) Dosis 3 (D3) : tanpa ekstrak rumput Kebar : 0.045 mg/gram bobot badan : 0.090 mg/gram bobot badan : 0.135 mg/gram bobot badan Hewan Percobaan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus albinus) betina dewasa sebanyak 80 ekor dengan berat badan berkisar antara 30 – 40 gram (rata-rata 35 gram) dan jantan fertil sebanyak 40 ekor digunakan sebagai pemacek. Hewan percobaan diperoleh dari Biofarma Bandung. Penelitian menggunakan kandang percobaan hewan Laboratorium FKH IPB, Bogor. Lingkungan kandang dibuat tidak lembab, ventilasi udara cukup dan penyinaran otomatis dimana lama terang dan gelap masing-masing 12 jam. Setiap kelompok hewan perlakuan dimasukkan dalam kotak plastik dengan 14 ukuran 40 cm x 30 cm x 15 cm untuk 10 ekor dan didalamnya diberi sekam padi sebagai alas kandangnya. Untuk memudahkan pengamatan terhadap jumlah anak yang lahir dan rata-rata bobot badan lahir anak dari setiap induk perlakuan, maka setiap induk yang telah bunting dimasukkan kedalam kotak yang berukuran 25 cm x 30 cm x 15 cm. Makanan yang diberikan pada hewan perlakuan berupa pellet ikan dengan kandungan protein kasar berkisar antara 20 – 25 %. Makanan dan minuman diberi secara ad libitum. Metode Penelitian Analisa Proksimat Analisa proksimat dilakukan pada Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat dilakukan untuk melihat prosentase kandungan bahan yang terdapat dalam rumput Kebar (bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, kalsium, fosfor, garam dan energi bruto). Disamping itu juga dilakukan analisa kandungan asam amino, baik esensial maupun non esensial serta vitamin yang berpengaruh dalam reproduksi yaitu vitamin A dan vitamin E. Penentuan Jumlah dan Berat Molekul Protein Untuk melihat jumlah protein yang terdapat dalam ekstrak rumput Kebar dan besarnya berat molekul (BM) dari masing-masing protein tersebut, menggunakan metode Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Prosedur kerja dilakukan sebagai berikut : λ Penyiapan bahan-bahan yang akan dipakai dalam analisa λ Pembuatan stok larutan Acrylamide, Amonium persulfat 10 % , SDS 10 % dan larutan buffer. λ Pembuatan separating gel 12 % pada pH 8,8 sebanyak 30 ml yang terdiri dari Bisacrylamide 12 ml; eaquabidestilata 10.05 ml; Tris HCl (pH 8.6) 7.5 ml; S DS (10 %) 0.3 ml; Amonium pers ulfat (10 %) 150 ì l dan T emed 15 ì l; kemudian campuran tersebut diaduk dan disedot dengan menggunakan pipet lalu dimasukkan kedalam alat cetak secara perlahan-lahan agar tidak banyak 15 gelembung, tetapi jangan terlalu lambat agar tidak keburu mengeras (mengental). Setelah itu permukaan gel diberikan beberapa tetes eaquabidestilata hingga rata dan dibiarkan hingga terbentuk gel atau selama ± 40 menit. Setelah 40 menit eaquabidestilata tersebut diisap sampai habis. λ Pembuatan stacking gel 4 % pada pH 6.8 sebanyak 5 ml yang terdiri dari Bisacrylamide 0.65 ml; eaquabidestilata 3.05 ml; Tri HCl (pH 6.8) 1.25 ml; S DS (10 %) 50 ì l; Amonium pers ulfat (10 %) 25 ì l dan T emed 5 ì l; kemudian campuran tersebut diaduk dan disedot dengan pipet lalu dimasukkan kedalam alat cetak (pada bagian atas separating gel) hingga batas garis atas lalu masukkan brush sebagai alat pencetak sumur (well). Kemudian permukaan gel diberi beberapa tetes aquabidestilata dan dibiarkan ± 50 menit hingga terbentuk gel. Setelah 50 menit brush ditarik secara perlahan-lahan agar sumurnya dapat terbentuk dengan baik, lalu aquabidestilatanya diisap sampai habis. λ Pasang alat cetak yang terdapat gel pada piring elektroforesis lalu dimasukkan dalam bak elektroforesis yang telah diisi larutan buffer dengan posisi vertikal, kemudian bagian atas piring elektroforesis diisi juga dengan larutan buffer. λ Penyediaan sampel dan marker yang akan dianalisa ditambahkan dengan buffer contoh dengan perbandingan 4 : 1, kemudian sediaan sampel dan marker direndam dalam air panas dengan suhu konstan 95ºC selama 5 menit. λ Masukkan sediaan sampel dan marker secara berurutan kedalam sumur (well) yang tersedia pada gel. λ Alat elektroforesis dihubungkan dengan power suplay dengan kuat arus 3 mA atau 150 volt selama ± 5 jam, atau sampel dan marker pada setiap sumur sampai pada batas ± 1 cm dari sisi paling bawah (jangan melewati batas bawah gel). λ Setelah itu gel dikeluarkan dan dilakukan pewarnaan dengan perak nitrat, lalu dilakukan evaluasi (jumlah jenis protein dan berat molekulnya). 16 Uji Biologis Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ekstrak rumput Kebar dilakukan terhadap mencit betina afkir (umur ± 1.5 tahun) sebanyak 12 ekor yang telah memiliki anak setiap kelahiran hanya 3 ekor. Pengujian dilakukan dengan cara mencekok mencit tersebut dengan ekstrak rumput Kebar selama 16 hari. Variabel yang diamati adalah siklus estrus sebelum dan selama perlakuan dan jumlah anak sesudah perlakuan. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut : λ Pembuatan ekstrak rumput Kebar berdasarkan aplikasi yang diberikan pada manusia yaitu 30 gram rumput Kebar yang telah kering dimasak dengan aquabidest sebanyak 600 ml dan dibiarkan mendidih hingga tersisa 200 ml, kemudian larutan tersebut disaring lalu dibiarkan dingin. λ Mencit-mencit betina afkir sebanyak 12 ekor dibagi dalam 2 kelompok yaitu masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor. λ Siklus estrus dilakukan dengan metode ulas vagina selama 10 hari (2 siklus), yaitu 1 siklus sebelum dan 1 siklus selama perlakuan. Hasil ulasan difiksasi dengan menggunakan methanol teknis selama 5 menit setelah itu dibiarkan kering lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 10 % (direndam selama 30 menit), kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Hasil ulasan yang telah diwarnai diamati dibawah mikroskop cahaya λ Semua mencit afkir dari kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan ekstrak rumput Kebar dengan cara dicekok selama 5 hari (satu periode siklus estrus), kemudian pada hari ke-6 dikawinkan (perbandingan 1 jantan : 3 betina) λ Selanjutnya semua mencit pada kelompok 1 setelah dikawinkan tidak diberikan perlakuan ekstrak rumput Kebar dan dibiarkan sampai terjadi kelahiran, sedangkan semua mencit pada kelompok 2 setelah dikawinkan masih diberikan perlakuan ekstrak rumput Kebar sampai hari ke-16 lalu dibiarkan sampai terjadi kelahiran. λ Pada saat terjadi kelahiran dilakukan evaluasi terhadap jumlah anak yang lahir dari masing-masing induk tersebut. 17 Penelitian utama Lama Siklus Estrus Lamanya siklus estrus dilakukan dengan metode ulas vagina selama 4 siklus yaitu 2 siklus sebelum perlakuan dan 2 siklus selama perlakuan. Hasil ulasan difiksasi dengan menggunakan methanol teknis selama 5 menit setelah itu dibiarkan kering lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 10 % (direndam selama 30 menit), kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Hasil ulasan yang telah diwarnai diamati dibawah mikroskop cahaya. Penentuan fase siklus dari hasil ulas vagina dilakukan berdasarkan keberadaan dan jumlah kualitatif sel-sel epitel vagina. Fase proestrus ditunjukkan oleh keberadaan sel-sel epitel berinti, fase estrus oleh sel-sel pertandukan (cornified cells), fase metestrus oleh sel-sel pertandukan dan sel-sel darah putih, dan fase diestrus oleh sel-sel darah putih (Baker et al. 1980) dan hasil pengamatan ulas vagina dapat diketahui lamanya siklus estrus yang terjadi yaitu jarak waktu antara estrus pertama dan kedua baik sebelum maupun selama perlakuan. ep t A B l C l D Gambar 2 Gambaran sitologi vagina Mus musculus albinus selama siklus estrus. Keterangan : A=Proestrus; B=Estrus; C=Metestrus; D=Diestrus ep= sel epitel; t=sel tanduk; l=sel leukosit 18 Jumlah Embrio Pengamatan jumlah embrio dilakukan dengan cara sebagai berikut : λ Hewan perlakuan yang pada pemeriksaan sumbat vagina positif (telah kawin), pada hari ke-4 dimatikan (dibunuh), lalu organ reproduksinya diambil dan dicuci dalam larutan NaCl fisiologis. λ Kemudian masukkan kedalam cawan petri yang berisi larutan PBS untuk dilakukan pembilasan terhadap tanduk rahim (kornua uteri) dengan menggunakan larutan PBS. λ Embrio hasil pembilasan dalam cawan petri diamati dibawah mikroskop cahaya dan dilakukan evaluasi. Pertambahan Bobot Badan Induk Pertambahan bobot badan induk diperoleh dengan cara menimbang setiap induk dari masing-masing perlakuan dengan menggunakan timbangan mekanik berkapasitas 200 gram dengan tingkat ketelitian 0.1 gram. Penimbangan dilakukan sebelum perlakuan sebagai bobot badan awal dan sesudah perlakuan sebagai bobot badan akhir. Jumlah Anak dan Bobot Lahir Anak Sekelahiran Jumlah anak sekelahiran diperoleh dengan cara menghitung anak yang lahir dari setiap induk dari masing-masing perlakuan pada saat terjadi kelahiran, sedangkan bobot lahir anak sekelahiran diperoleh dengan cara menimbang anak yang lahir dari masing-masing induk perlakuan dengan menggunakan timbangan mekanik berkapasitas 200 gram dengan tingkat ketelitian 0.1 gram sesaat setelah kelahiran berakhir. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dosis ekstrak rumput Kebar dengan sepuluh ulangan. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih (Mus musculus albinus) strain DDY betina dewasa sebanyak 80 ekor dengan berat badan berkisar antara 30 – 40 gram (rata-rata 35 gram) dan mencit jantan fertil 19 sebanyak 40 ekor digunakan sebagai pemacek, dengan perbandingan 1 jantan dan 2 betina. Hewan percobaan dibagi dalam dua bagian penelitian, yaitu 40 ekor digunakan untuk koleksi embrio dan histologi ovarium dan 40 ekor lainnya digunakan untuk melihat jumlah anak sekelahiran serta bobot lahir anak. Alur penelitian tertera pada gambar 3. Data dianalisis menggunakan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Steel dan Torrie, 1991). Model persamaan linier dari percobaan ini adalah sebagai berikut : Yij i j ì Ôi Åij = = = = = = ì + ôi + åij, dimana : Banyaknya perlakuan. Banyaknya ulangan dari setiap perlakuan. Pengaruh rata-rata pengamatan. Pengaruh adanya perlakuan ke i. Random error dari percobaan. 8 0 ek or beti na i nduk S ebel um per l ak uan U l as vagi na ( 1 0 har i ) Kontrol : 0.00 (20 ekor) Dosis 1 (D1) : 0.045 mg/gram bb ( 2 0 ek or ) Dosis 2 (D2) : 0.090 mg/gram bb( 2 0 ek or ) Dosis 3 (D3) : 0.135 mg/gram bb ( 2 0 ek or ) Pem ber i an ( 1 0 har i ) 4 har i s es udah k awi n ( 4 0 ek or untuk k ol ek s i em br i o) S el ama per l ak uan U l as vagi na ( 1 0 har i ) Di k awi nk an Pem el i har aan s ampai l ahi r ( 4 0 ek or j um l ah anak dan bobot l ahi r ) Gambar 3 Alur penelitian. 20 Parameter Penelitian Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : λ Siklus estrus, pengamatan dilakukan dengan metode ulas vagina selama empat siklus yaitu dua siklus sebelum perlakuan dan dua siklus selama perlakuan. λ Jumlah embrio diperoleh dari hasil pengamatan dibawah mikroskop terhadap embrio yang dibilas dari tuba Fallopii induk pada umur kebuntingan 4 hari. λ Pertambahan bobot badan induk diperoleh dengan cara menimbang setiap induk dari masing-masing perlakuan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. λ Jumlah anak dan bobot anak sekelahiran diperoleh setelah masing-masing induk beranak. Jumlah anak sekelahiran diperoleh dengan menghitung jumlah anak yang lahir dari masing-masing induk, sedangkan bobot anak sekelahiran diperoleh dengan menimbang semua anak yang lahir dari satu induk. 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Komposisi Kimia Rumput Kebar Hasil analisis komposisi kimia yang terkandung dalam rumput Kebar antara lain protein kasar, serat kasar, lemak kasar, Beta-N, mineral-mineral dan vitamin-vitamin. Komposisi kimia rumput Kebar tertera pada Tabel 2. Toelihere (1985) menyatakan bahwa banyak faktor prenatal yang mempengaruhi kualitas anak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, perkembangan embrio dalam endometrium sebelum implantasi, jumlah anak dalam satu induk, posisi fetus dalam kornua uteri dan ukuran plasenta. Tabel 2 Komposisi kimia rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) Bahan penyusun Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Beta-N Calsium (Ca) Phospor (P) NaCl Vitamin A (IU) Vitamin E (IU) Jumlah (%) 89.06 12.76 7.35 35.85 0.72 32.38 1.52 0.60 0.09 199.30 13.27 Berdasarkan komposisi gizi dan asam amino yang terdapat pada rumput Kebar diketahui bahwa kandungan zat-zat makanan yang tersedia sangat dibutuhkan untuk pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir anak mencit putih. Hasil analisis komposisi kimia yang terdapat pada rumput Kebar terlihat bahwa rumput Kebar mengandung hampir semua kebutuhan nutrien untuk aktivitas produksi dan reproduksi pada mencit putih betina dewasa. Pemberian ekstrak rumput Kebar memberikan tambahan nutrien berdasarkan dosis yang dicobakan dalam penelitian ini. Rata-rata tambahan nutrien yang diperoleh dari ekstrak rumput Kebar adalah 0.045 mg/g bobot badan, 0.090 mg/g bobot badan dan 0.135 mg/g bobot badan masing-masing untuk dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 dibandingkan mencit yang tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol). 22 Selain itu, pada protein rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) juga mengandung asam-asam amino yang sangat dibutuhkan untuk aktivitas reproduksi dan produksi. Komposisi asam amino rumput Kebar tertera pada Tabel 3. Lehninger (1994) menyatakan bahwa nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, kebutuhan hidup pokok dan aktivitas reproduksi. Kebutuhan nutrisi berbeda untuk masing-masing aktivitas. Pada semua hewan atau ternak yang sedang tumbuh, bunting atau menyusui membutuhkan lebih banyak nutrien dibandingkan dengan hewan atau ternak yang tidak berada dalam fase tersebut. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahan dasar makanan mencit bervariasi. Kebutuhan dasar untuk mencit adalah protein 20-25%; lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4% atau kurang; dan harus berisi vitamin A 15.000 – 20.000 IU/kg, asam linoleat 5 – 10 g/kg; tiamin 15-10 mg/kg. Untuk mencit dewasa rata-rata kebutuhan makanannya 3 – 5 gram ekor/hari dan bertambah jika mencit dalam keadaan bunting atau menyusui. Tabel 3 Komposisi asam amino rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) Jenis asam amino Asam Aspartat Asam Glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Sistin Iso-leusin Leusin Fenil-alanin Lysin Jumlah (%) 0.255 0.230 0.198 0.123 0.345 0.310 0.220 0.115 0.345 0.316 0.252 0.287 0.254 0.237 0.298 0.360 0.259 Pada penelitian ini, kandungan bahan makanan yang diberikan sesuai dengan standar untuk mencit dewasa. Hasil analisis komposisi nutrien pada rumput Kebar menunjukkan bahwa terdapat kandungan vitamin A dan vitamin E masing-masing 199.30 dan 13.00 mg/100 ml IU (Tabel 2). Pemberian ekstrak rumput Kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan 23 vitamin E pada mencit setiap hari berdasarkan dosis yang dicobakan. Menurut Besenfelder et al. (1996) suplementasi beta-karoten (provitamin A) pada pakan akan meningkatkan litter size pada tikus. Jumlah dan Berat Molekul Protein Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar memiliki 4 jenis protein dengan Berat Molekul (BM) masing-masing 14648.731, 17556.583, 49730.176, dan 52033.136 dalton. Berdasarkan hasil analisis elektroforesis, ternyata rumput Kebar memiliki 2 jenis protein yang BM-nya hampir sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonadothropin (PMSG), yaitu pada BM 17556.583 dan 52033.136 dalton. Telah diketahui bahwa PMSG mengandung FSH dan LH. Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa FSH dan LH memiliki BM yang berkisar antara 30000 sampai 67000 dalton. Terdapat perbedaan BM FSH dan LH pada spesies yang berbeda termasuk tumbuhan. Pada babi BM FSH adalah 29000 dalton, pada domba 67000 dalton (Partodihardjo, 1992), sedangkan pada manusia menurut Atterwil dan Flack (1992) BM FSH adalah 34000. Menurut Ball (1971) dalam Crosignam dan James (1974), pada manusia BM FSH 31000, pada sapi 28300 dan babi 32095 dalton. Selanjutnya BM LH menurut Crosignam dan James (1974) pada manusia adalah 26750 dalton, babi 27400, 30000 dalton pada manusia (Partodihardjo, 1992), pada domba 32000 dalton. Berdasarkan BM antara FSH dan LH terlihat bahwa BM FSH cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan BM LH pada beberapa spesies yang telah dilaporkan. Uji Biologis pada Mencit Afkir Hasil uji biologis pengaruh ekstrak rumput Kebar pada mencit putih betina afkir (umur > 1.5 tahun) tertera pada Tabel 4. 24 Tabel 4 Data siklus estrus dan jumlah anak mencit afkir Diberikan ekstrak rumput Kebar selama 5 hari Siklus estrus (hari) Jumlah anak (ekor) Ulangan Sebelum Selama Sebelum Sesudah 1 4 3 3 2 2 5 4 3 1 3 5 4 3 0 4 5 4 3 1 5 5 4 3 2 6 5 4 3 0 Total 29 23 18 6 Rataan 4.83 3.83 3.00 1.00 Diberikan ekstrak rumput Kebar selama 16 hari 1 5 4 3 7 2 5 4 3 7 3 4 3 3 11 4 4 3 3 7 5 5 4 3 7 6 5 4 3 11 Total 28 22 18 50 Rataan 4.67 3.67 3.00 8.33 Berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat bahwa, pemberian ekstrak rumput Kebar selama 5 hari pada mencit afkir mampu memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.83 menjadi 3.83 hari, namun tidak mampu meningkatkan jumlah anak yang lebih banyak (rata-rata 1 ekor), sedangkan pemberian ekstrak rumput Kebar selama 16 hari selain memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.67 menjadi 3.67 hari juga mampu meningkatkan rata-rata jumlah anak yang dihasilkan dari 3 ekor menjadi 8.33 ekor. Kondisi ini diduga disebabkan pada mencit afkir kemampuan untuk memproduksi asam-asam amino dan zat-zat makanan untuk kebutuhan produksi dan reproduksi mengalami penurunan sehingga diperlukan tambahan zat-zat gizi yang berasal dari luar tubuh. Pemberian esktrak rumput Kebar mampu menyuplai kebutuhan gizi untuk produksi dan aktivitas reproduksi, sehingga mencit afkir dapat meningkatkan rata-rata kualitas produksi dan reproduksinya. Sekalipun demikian suplai zat-zat gizi dibutuhkan dalam waktu yang relatif lebih lama sehingga kebutuhan gizi yang diperlukan tersedia dalam jumlah yang cukup. Hasil analisis komposisi zat-zat makanan yang terdapat pada ekstrak rumput kebar mengandung zat-zat gizi khususnya asam-asam amino yang 25 sangat dibutuhkan untuk produksi dan reproduksi sehingga mampu dalam menjaga proses perkembangan embrio sampai lahir. Penelitian Utama Siklus dan Lama Estrus Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap siklus estrus dan lama estrus mencit putih betina (Mus musculus albinus). Pemberian ekstrak rumput Kebar D1, D2 dan D3, nyata (P<0.05) memperpendek rata-rata lama estrus masing-masing 4.00 ± 0.00 hari dibandingkan kontrol dengan lama estrus rata-rata 5 hari. Pada parameter panjang estrus, perlakuan D2, dan D3 nyata (P<0.05) memperpanjang lama estrus rata-rata 63.60 ± 9.88 jam dan 63.60 ± 5.80 jam dibandingkan D1 dan kontrol dengan masing-masing panjang estrus 52.80 ± 6.20 jam dan 33.60 ± 9.47 jam (Tabel 5). Berdasarkan data pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan D1, D2 dan D3 mampu memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.70 – 4.80 hari sebelum perlakuan menjadi rata-rata 4 hari selama perlakuan, sedangkan pada mencit putih yang tidak diberikan esktrak rumput Kebar tidak terjadi perubhan rata-rata siklus estrus yaitu 4.6 hari. Selanjutnya pada parameter lama estrus perlakuan D1, D2 dan D3 pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menambah lama estrus selama perlakuan dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Selanjutnya terlihat bahwa peningkatan dosis akan meningkatkan rata-rata lama estrus. Tabel 5 Rata-rata siklus dan lama estrus Perlakuan Kontrol 0.045 mg/bb 0.090 mg/bb 0.135 mg/bb Parameter Siklus estrus (hari) Lama estrus (jam) Sebelum Selama Sebelum Selama a a a c 4.60± 0.52 4.60 ± 0.52 31.2 ± 4.37 33.60 ± 9.47 a b a b 4.70± 0.48 4.00 ± 0.00 31.2 ± 5.51 52.80 ± 6.20 a b a a 4.70± 0.48 4.00 ± 0.00 32.4 ± 5.80 63.60 ± 9.88 a b a a 4.80± 0.42 4.00 ± 0.00 33.6 ± 6.45 63.60 ± 5.80 Keterangan : a,b,c,= huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 1. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan rata-rata siklus estrus dan lama estrus pada mencit laboratorium masing-masing 4-5 hari dan 12-14 jam. 26 Pada penelitian ini terlihat bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar D1, D2 dan D3 mampu memperpendek rata-rata siklus estrus namun masih berada dalam kisaran normal siklus estrus mencit. Sekalipun demikian, perlakuan D1, D2 dan D3 mampu memperpanjang lama estrus dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol). Menurut Toelihere (1985), siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah. Fase ini sering disebut sebagai fase folikuler. Fase estrus ditandai dengan keinginan kawin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada fase ini folikel de Graaf membesar dan menjadi matang. Fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graaf yang matang, akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina. Dalam selang waktu siklus estrus akan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan folikel serta menghasilkan sejumlah estradiol dari ovarium yang distimulasi oleh FSH. Folikel yang telah matang akan distimulasi oleh LH dan akan terjadi ovulasi. Folikel yang tidak terovulasi akan mengalami atresia Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar memiliki protein dengan Berat Molekul (BM) yang sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonadothropin (PMSG). Solomon (1988) menyatakan bahwa PMSG adalah hormon yang mempunyai bioaktifitas mirip FSH dan LH. Selanjutnya dikatakan bahwa hormon ini punya peran fisiologis untuk merangsang pembentukan folikel, sel-sel interstitial serta terbentuknya sel-sel luteal. Hogan et al (1986) menyatakan bahwa PMSG menyebabkan sel folikel berproliferasi dan kemudian folikel tersebut tumbuh didalam ovarium sehingga semakin bertambah jumlahnya dan selanjutnya mengalami pematangan. Liu dan Hseuh (1987), Canipari (1994) dan Mattioli (1994) menyatakan bahwa PMSG secara in vitro dapat mengoptimalisasikan stimulasi sel-sel kumulus untuk mensekresikan Progesteron, Estradiol dan Prostaglandin dengan kadar yang relatif cukup tinggi dan dapat berperan dalam proses suplai nutrisi yang dibutuhkan oleh embrio. Pasaribu dan Indyastuti (2004) yang melaporkan bahwa pemberian ekstrak rumput Kebar dapat meningkatkan kadar 17 ß-estradiol dalam darah mencit putih. Selanjutnya dilaporkan oleh Wajo (2005) bahwa pemberian ekstrak 27 rumput Kebar akan perkembangan folikel ayam buras, karena diduga mengandung saponin yang merupakan bahan dasar untuk sintesis hormon-hormon steroid. Steroid dalam darah akan menyebabkan sel-sel granulosa menjadi sensitif terhadap gonadotropin dan menstimulas proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulosa. Kondisi tersebut akan mempengaruhi aksis hiphothalamus-pituitaria menyebabkan kenaikan konsentrasi LH dan meningkatkan frekuensi pelepasan sampai mencapai puncak (Indrasari, 2003). Fase estrus dipengaruhi mekanisme hormonal yaitu berhubungan antara hormon-hormon hipotalamus-hipofisis (GnRH, LH, FSH), hormon-hormon ovarial (estradiol dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin). Telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya bahwa pada saat estrus konsentrasi estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graaf, dan selanjutnya di bawah pengaruh serta peran LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah ovulasi dan selanjutnya terjadi pembentukan corpus luteum (CL). Pada waktu CL telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi progesteron. Telah diketahui bahwa semakin lama estrus semakin besar kesempatan jumlah sel telur yang diovulasikan. Menurut Hafez (1987) makin tinggi angka ovulasi, makin besar peluang fertilisasi yang akan terjadi sehingga lebih banyak embrio yang dihasilkan. Pada penelitian ini diduga ekstrak rumput Kebar mampu meningkatkan jumlah hormon estradiol sehingga merangsang peningkatan hormon estrogen yang berfungsi menginduksi ovulasi. Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995), estradiol, progesteron serta faktor pertumbuhan lain merupakan perangsang pertumbuhan jaringan uterus untuk mempersiapkan perubahan biokimia uterus sebelum implantasi. Pada penelitian ini terlihat kecenderungan peningkatan dosis ekstrak rumput Kebar akan meningkatkan rata-rata lama estrus. Telah diketahui, makin panjang lama estrus akan memberikan peluang lebih besar kepada hewan untuk ovulasi. Dengan demikian, pemberian ekstrak rumput Kebar pada D1 (0.045 mg/g bobot badan), D2 (0.09 mg/g bobot badan) dan D3 (0.135 mg/g bobot badan), mampu meningkatkan rata-rata lama estrus pada mencit putih betina. 28 Jumlah Embrio Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap perkembangan embrio mencit putih betina (Mus musculus albinus). Rata-rata jumlah embrio (total embrio) yang dihasilkan pada perlakuan dosis 3 (rata-rata 11.14 ± 1.68 embrio) nyata lebih banyak dibandingkan dosis 1, dosis 2 dan kontrol (P<0.05) (masing-masing 8.57 ± 1.81, 8.86 ± 1.21 dan 8.14 ± 6.94 embrio). Hal ini didukung oleh kualitas embrio yaitu jumlah embrio yang mampu berkembang mencapai tahap morula sampai blastosis pada perlakuan 2 dan 3 (masing-masing 8.71 ± 1.11 dan 10.86 ± 1.68 embrio) nyata lebih banyak (P<0.05) dibandingkan dengan pada perlakuan dosis 1 dan kontrol (masing-masing 7.14 ± 3.53 dan 5.43 ± 2.30) (Tabel 6). Tabel 6 Rata-rata jumlah embrio Perlakuan Embrio 2-4 sel Kontrol 0.045 mg/bb 0.090 mg/bb 0.135 mg/bb 1.57 ± 2.07 ab 0.29 ± 0.76 b 0.14 ± 0.48 ab 0.29 ± 0.76 a Parameter Sel telur yang tidak terbuahi-Degenerasi Morulablastosis c 5.43 ± 2.30 bc 7.14 ± 3.53 ab 8.71 ± 1.11 a 10.86 ± 1.68 a 1.14 ± 1.21 a 1.14 ± 2.19 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 Total b 7.00 ± 2.00 b 7.43 ± 2.88 b 8.86 ± 1.21 a 11.14 ± 1.68 Keterangan : a = huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 2. Data pada Tabel 6 menunjukkan rata-rata jumlah embrio (total embrio) yang dihasilkan pada dosis 3 (11.14 ± 1.68 embrio) nyata lebih banyak dibandingkan dosis 1, dosis 2 dan kontrol (P<0.05) (masing-masing 7.43 ± 2.88, 8.86 ± 1.21 dan 7.00 ± 2.00 embrio). Hal ini didukung oleh kualitas embrio yaitu jumlah embrio yang mampu berkembang mencapai tahap blastosis pada dosis 2 dan 3 (masing-masing 8.71 ± 1.11 dan 10.86 ± 31.68 embrio) nyata lebih banyak (P<0.05) dibandingkan dengan dosis 1 dan kontrol (masing-masing 7.14 ± 3.53 dan 5.43 ± 2.30). Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar embrio yang diperoleh pada hari keempat telah berada pada tahap morula-blastosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Pincus (1965), yang menyatakan bahwa pada hari 29 keempat embrio tikus berada pada tahap morula dan pada hari 4.5 berada pada tahap blastosis. Menurut Brinster (1973) cairan reproduksi betina (in vivo) ditandai dengan tingginya konsentrasi asam amino, dimana oosit dan embrio mempunyai suatu perbedaan asam amino endogenous yang menunjukkan bahwa asam amino mempunyai fungsi biologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar mempunyai 17 asam amino. Pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menyediakan asam amino yang dibutuhkan untuk perkembangan embrio. Pada kelinci, sistin, triptopan, fenilalanin, lisin, arginin dan valin esensial untuk pembelahan embrio. Diduga kondisi ini berlaku juga pada pembelahan embrio mencit putih. Asam amino akan mengurangi hambatan perkembangan embrio untuk mencapai perkembangan selanjutnya (Eriani, 1998). Berdasarkan hasil penelitian diduga komposisi asam amino akan dimanfaatkan secara optimal untuk perkembangan embrio mencit putih. Selain itu pemberian esktrak rumput Kebar juga menyediakan nutrien yang dibutuhkan mencit untuk perkembangan embrional. Selain kandungan asam amino, ekstrak rumput Kebar juga mengandung vitamin A dan vitamin E. Pada perlakuan penelitian dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 terlihat adanya peningkatan suplementasi vitamin A dan vitamin E. Menurut Parakkasi (1988), vitamin A berperan dalam menjaga keutuhan lapisan epitel dan jaringan reproduksi hewan, dan vitamin E juga diduga turut berperan dalam menjaga pertumbuhan embrio mencit putih, dimana salah satu fungsi vitamin E adalah menjaga pertumbuhan embrio dari fase awal sampai lahir. Vitamin E telah diketahui berfungsi sebagai antioksidan (Earl et al, 1997; Gadea et al, 2000), yang tidak dapat diadur ular dalam sel termasuk sel embrio sehingga dibutuhkan penambahan dari luar termasuk pakan dan air minum. Dengan demikian pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menyuplai kebutuhan vitamin E, sehingga rata-rata kualitas embrio mencit putih dapat ditingkatkan. Hardjopranjoto (1995) menyatakan kekurangan vitamin E pada tikus betina dapat menyebabkan kematian fetus dan penyerapan kembali fetus awal oleh dinding uterus. Dengan demikian esktrak rumput Kebar memberikan sumbangan bagi perkembangan embrio sampai lahir. 30 Pertambahan Bobot Badan Induk, Jumlah Anak sekelahiran dan Bobot Lahir Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran (littes size) dan bobot lahir anak mencit putih (Mus musculus albinus). Pada parameter pertambahan bobot induk mencit terlihat bahwa perlakuan D1 menghasilkan rata-rata pbb induk lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan D2, D3 dan kontrol, masing-masing 0.40 ± 0.03, 0.35 ± 0.04, 0.31 ± 0.02 dan 0.26 ± 0.02 gram/ekor/hari. Selanjutnya pada parameter liter size terlihat bahwa peningkatan dosis esktrak rumput Kebar semakin meningkatkan rata-rata liter size berturutturut untuk D1, D2, D3 dibandingkan dengan kontrol adalah 10.80 ± 0.79, 11.70 ± 0.67, 12.90 ± 0.99 dan 8.40 ± 1.70. Untuk parameter berat lahir anak, perlakuan D2 dan D3 (1.77 ± 0.11 dan 1.69 ± 0.10) nyata (P<0.05) menghasilkan berat lahir anak dibandingkan D1 dan kontrol, masing-masing 1.47 ± 0.07 dan 1.46 ± 0.11 gram/ekor. Tabel 7 menjelaskan rata-rata pertambahan bobot induk, liter size dan berat lahir anak mencit putih putih yang diberikan esktrak rumput Kebar dosis 1, dosis 2, dosis 3 dan kontrol. Tabel 7 Rata-rata pertambahan bobot badan induk, litter size dan berat lahir anak Perlakuan Kontrol 0.045 mg/bb 0.090 mg/bb 0.135 mg/bb Pbb Induk (g/ekor/hari) d 0.26 ± 0.02 a 0.40 ± 0.03 b 0.35 ± 0.04 c 0.31 ± 0.02 Parameter Litter Size (ekor) Berat lahir (gram/ekor/hari) d 8.40 ± 1.70 c 10.80 ± 0.79 b 11.70 ± 0.67 a 12.90 ± 0.99 b 1.46 ± 0.11 b 1.47 ± 0.07 a 1.77 ± 0.11 a 1.69 ± 0.10 Keterangan : a = huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 3. Toelihere (1985) menyatakan bahwa faktor prenatal yang mempengaruhi kualitas anak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, perkembangan embrio dalam endometrium sebelum 31 implantasi, jumlah anak dalam satu induk, posisi fetus dalam kornua uteri dan ukuran plasenta. Berdasarkan komposisi gizi dan asam amino yang terdapat pada rumput Kebar diketahui bahwa kandungan zat-zat makanan yang tersedia sangat dibutuhkan untuk pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir anak mencit putih betina. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia yang terdapat pada rumput Kebar terlihat bahwa rumput Kebar mengandung hampir semua kebutuhan nutrien untuk aktivitas produksi dan reproduksi pada mencit putih betina dewasa. Lehninger (1994) menyatakan bahwa nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, kebutuhan hidup pokok dan aktivitas reproduksi. Kebutuhan nutrisi berbeda untuk masing-masing aktivitas. Pada semua hewan atau ternak yang sedang tumbuh, bunting atau menyusui membutuhkan lebih banyak nutrien dibandingkan dengan hewan atau ternak yang tidak berada dalam fase tersebut. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahan dasar makanan mencit bervariasi. Kebutuhan dasar untuk mencit adalah protein 20-25%; lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4% atau kurang; dan harus berisi vitamin A (15.000 – 20.000 IU/kg), asam linoleat 5 – 10 g/kg; tiamin (15-10 mg/kg). Untuk mencit dewasa rata-rata kebutuhan makanannya 3 – 5 gram ekor/hari dan bertambah jika mencit dalam keadaan bunting atau menyusui. Pada penelitian ini, kandungan bahan makanan yang diberikan sesuai dengan standar untuk mencit dewasa. Hasil analisis komposisi nutrien pada rumput Kebar menunjukkan bahwa terdapat kandungan vitamin A dan vitamin E masing-masing 199.30 dan 13.00 mg/100 ml IU (Tabel 1). Pemberian ekstrak rumput Kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan vitamin E pada mencit setiap hari berdasarkan dosis yang dicobakan. Pemberian ekstrak rumput Kebar memberikan tambahan nutrien berdasarkan dosis yang dicobakan dalam penelitian ini. Rata-rata tambahan nutrien yang diperoleh dari ekstrak rumput Kebar adalah 0.045 mg/g bobot badan, 0.090 mg/g bobot badan dan 0.135 mg/g bobot badan masing-masing untuk dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 dibandingkan mencit yang tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol). Pada pertambahan bobot induk mencit terlihat bahwa perlakuan D1 menghasilkan rata-rata pbb induk nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan D2, 32 D3 dan kontrol. Hal ini disebabkan peningkatan dosis esktrak rumput Kebar akan meningkatkan rata-rata kandungan serat kasar yang dikonsumsi oleh mencit. Diduga peningkatan kandungan serat kasar pakan akan menghambat pertambahan bobot badan mencit putih betina. Hal ini disebabkan karena serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis. Menurut Linder (1992) serat yang kaya selulosa merangsang pemindahan bahan makanan dalam dan melalui saluran pencernaan sehingga lambung cepat kosong. Dengan demikian, kesempatan penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih kecil dan terjadi penurunan penyerapan unsur mikro dari zat-zat makanan yang terdapat dalam ekstrak rumput Kebar. Selanjutnya pada litter size terlihat bahwa peningkatan dosis esktrak rumput Kebar semakin meningkatkan rata-rata litter size berturut-turut untuk D1, D2, D3 dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata litter size yang diperoleh dalam penelitian ini (D3) lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan Rosa (2004) berkisar antara 8.22 – 10.18 ekor/induk, Jaenuddin (2002) rata-rata 10.13 ekor/induk. Hal ini dapat dipahami, karena setiap peningkatan dosis ekstrak rumput kebar semakin meningkatkan rata-rata tambahan nutrien pada induk mencit. Kon dan Cowie (1961) dalam Rosa (2004) menyatakan bahwa litter size sangat bergantung pada umur dan ukuran tubuh induk, sedangkan nutrisi induk akan menentukan ukuran bobot lahir anak mencit putih. Menurut Mystkowska (1980) jumlah anak sekelahiran (Litter size) berhubungan erat dengan bobot lahir anak. Jumlah anak sekelahiran yang lebih banyak umumnya menyebabkan bobot lahir anak yang lebih kecil. Menurut Besenfelder et al. (1996) suplementasi beta-karoten (provitamin A) pada pakan akan meningkatkan litter size pada tikus. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perlakuan dosis 3 menghasilkan jumlah anak lebih banyak namun rata-rata bobot anak lebih kecil 12.90 ± 0.99 ekor dan 1.69 ± 0.10 g/ekor dibandingkan perlakuan dosis 2 dengan 11.70 ± 0.67 anak dan 1.77 ± 0.11 g/ekor bobot lahir anak. Telah diketahui bahwa pertumbuhan fetal tergantung pada pasokan makanan dan kemampuan fetus menggunakan pakan. Terdapat hubungan yang erat antara pasokan makanan dan perkembangan fetus. Hafez dan Hafez (2000) menyatakan bahwa faktor lingkungan, nutrisi induk, litter size, ukuran plasenta dan tekanan iklim akan mempengaruhi terhadap bobot lahir anak. 33 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan D2 menghasilkan rata-rata bobot lahir anak lebih tinggi dibandingkan perlakuan D3 (P>0.05) dan nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan D1 dan kontrol (P<0.05). Hasil yang diperoleh pada perlakuan D2 dan D3 lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan Smith dan Mengkoewdijojo (1988) yang menyatakan bahwa bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 0.5 – 1 g/ekor, Fox et al. (1984) yang melaporkan bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 1.0 – 1.5 g/ekor dan Rosa (2004) yang melaporkan bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 1.47 – 1.51 g/ekor. McDonals et al. (1988) menyatakan bahwa malnutrisi pada induk akan menyebabkan kurang terpenuhinya nutrisi fetus sehingga dapat mengurangi bobot lahir anak. Selain itu, jumlah anak yang lebih banyak menghasilkan ratarata bobot lahir yang lebih rendah, karena terjadinya persaingan dalam memanfaatkan nutrisi yang berasal dari induk. Pada jumlah anak yang lebih besar nutrisi anak akan terbagi menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah anak yang lebih sedikit. Menurut Mystkowska (1980) jumlah anak sekelahiran (litter size) berhubungan erat dengan bobot lahir anak. Litter size yang lebih besar umumnya menyebabkan bobot lahir anak yang lebih kecil. 34 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ekstrak rumput Kebar mengandung zat-zat makanan dan 17 asam amino yang dibutuhkan untuk meningkatkan penampilan reproduksi mencit putih betina. 2. Ekstrak rumput Kebar mampu memperpendek siklus estrus, memperpanjang lama estrus, meningkatkan jumlah embrio, pertambahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran dan bobot lahir anak pada mencit putih betina. 3. Pemberian ekstrak rumput Kebar sebanyak 0.135 mg/g merupakan dosis terbaik untuk meningkatkan penampilan reproduksi mencit putih betina. SARAN 1. Perlu diuji kandungan zat aktif dari rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap penampilan reproduksi pada manusia dan ternak lainnya. 3. Perlu penelitian lanjutan untuk menentukan dosis terbaik dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak rumput Kebar diatas 0.135 mg/g bobot badan. 35 DAFTAR PUSTAKA Laporan Tahunan Dinas Peternakan. 2003. Kabupaten Manokwari dalam angka. Hlm. 1-11 Atterwil CK, JD Flack. 1992. Endocrine toxicology. Cambridge University press. Aurich. C and J. Han. 1994. In vitro maturation, fertilization and culture of bovine oocyte in amodified Menezo. Anim.Reprod Sci. 35:153– 62. Baker DEJ, JR Lindsey, SH Weisbroth. 1980. The laboratory rat. Vol. II. Research applications. Academic Press Inc. London Beard APM, G Hunter GE Lamming. 1994. Quantitative control of oxytosininduced estradiol PGF 2á releas e by proges terone and oes tradiol in ewes . J. Reprod. And fert. 100 : 143-150 Besenfelder U, L Solti, J Seregi, M Muller, G Brem. 1996. Different roles for ßkaroten and Vitamin A in the reproduction on rabbits. Theriogenology. 1995 : 1583-1591 Brinster. R. L. 1973. Nutrition and metabolisme of the ovum, zygote and blastocyt. In S. R. Geiger (Ed) Endocrinology. American physiological society. Washington. Vol. II.p. 165 – 185. Canipari. R. 1994. Cell–cell interactions and oocyte growth. Zygote.2:343 – 345. Caropeboka AM. 1980. Pengaruh ekstrak akar phimpinella alpina koord. Terhadap sistem reproduksi tikus. (Tesis). Bogor. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Carvalo ETL. 2001. Efektifitas penyuntikan PMSG dalam Superovulasi pada bobot badan dan ukuran tubuh anak tikus putih saat lahir. (Skripsi). Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Insitut Pertanian Bogor. Chatot. C. L, A. Ziomek, B. D. Bavister, J. L. Lewis and I. Torres. 1989. An improved culture medium support development of random-bred 1-cel mouse embryos in vitro. Reprod.Fertil. 86:679 – 688. Crosignam PG, FHT James. 1974. Recent progress in reproductive endocrinology. Academic Press. London and New York. Gadea J, E Selles, S Ruiz, P Coy, R Romar, C Matas, I Compas. 2000. Effect on the presence of Gluthathione in the thawing diluent on the penetrability capacity of porcine oocytes in vitro. Proceedings 14th ICAR, Stockholm 2-6 July 2000. 17:11. Abstract. Earl CR, RJ Kelly, J Rowe, DT Amstrong. 1997. Gluthathione treatment of bovine sperm enhances in vitro blasrocyts production rates. Theriogenology. 47:255. Abstract Eriani K. 1998. Pengaruh penambahan asam amino dalam medium kultur bebas serum terhadap perkembangan preimplantasi embrio mencit in vitro. (Tesis). Bogor: Program pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 36 Fitirianti. 2002. Efektifitas penyuntikan prostaglandin F2á satu kali dan dua kali untuk sinkronisasi estrus pada tikus putih (Rattus sp). (Skirpsi). Bogor: Fakultas Kedokterann Hewan, Insitut Pertanian Bogor. Fox JG, BJ Cohen, FM Leow. 1984. Laboratorty animal medicine. Academic press, San Diego, California. Gardner. D. K, and M. Lane. 1993. Amino acid and ammonium regulate mouse embryo development in culture. Biol. Reprod. 18 : 337 – 350. Guyton AC. 1994. Fisiologi Kedokteran bagian III. Edisi 7. Penerjemah. Ken Ariata Tengadi, Penerbit buku kedoketarn EGC. Jakarta. Hafez ESE. 1987. Mamalian eggs. In Reproduction in farm animal. 2th Lea and Fabiger. Philadelphia. Hlm. 99-114. Hafez ESE. 2000. Reproduction in farm animals. 6th. Edit. Lea and Febiger. Philadelphia. Hlm. 140-155 Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu kemanjiran pada ternak. Surabaya. Airlangga University Press. Hogan. B, F. Constantini and E. Lacy. 1986. Manipulating the mouse embryo. Cold Spring Harbor Laboratory, USA. Imbiri ANNH. 1997. Kajian tentang habitat rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) di Kecamatan Kebar Kabupaten Manokwari. (Skripsi) Faperta Uncen Manokwari. Indrasari W. 2003. Penggunaan hormon 17 ß-estradiol dan progesterone pada medium TCM-199 dan D-MEM untuk fertilisasi in vitro Macaca fasicularis. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jaenuddin. 2002. Respon reproduksi dan pertumbuhan mencit (Mus musculus) dengan penambahan stimulan monogastrik. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 20-29. Lehninger AL. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 3. Penerjemah M. Thenawijaya. Jakarta. Erlangga. 5-40; 80-110. Linder MC. 1992. Nutrisi dan Metabolisme makro dan mikromineral. dalam : nutrisi dan metabolisme karbohidrat. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 51-58. Liu YX, AJW Hseuh. 1987. Plasminogen activator activity in cumulus-oocytes complexes of gonadotrophin – Treated rats during preovulatory period. Biol. Reprod. 36:1055–1062. Manalu W dan MY Sumaryadi. 1995. Hubungan antara konsentrasi progesteron dan estradiol dalam serum induk selama kebuntingan dengan total masa fetus pada akhir kebuntingan. Prodising seminar nasional sains dan Teknologi peternakan, Pengolahan dan komunikasi hasil pertanian. Balai penelitian ternak, Pusat penelitian dan pengembangan peternakan, Balai penelitian dan pengembangan pertanian. Ciawi, Bogor. Hal. 57-63. 37 Mattioli M. 1994. Transduction mechanisms for gonadotrophin-Induced oocyte maturation in mammals. Zygote. 2:347–349. McDonalds DP, RA Edwards, JFD Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4th Edit. Longman Scientific and Technical Copublished with John Wiley and Sons, Inc. New York. Hlm. 321-374 Melasari T. 1998. Efektifitas Sinkronisasi Estrus Menggunakan Progesteron dan kombinasinya dengan esterogen terhadap respons estrus dan angka kebuntingan pada Sapi potong. Tesis. Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Miyoshi K, LR Abeydeera, K Okudo, K. Niwa. 1995. Effect of osmolarity and amino acids in a chemically defined medium on development of rat one-cell embryos. Reprod. Fertil. 100:27-32 Mystkowska ET. 1980. The effect of litter size on body weight of young rats. Theriogenology 25:273-275. Parakkasi A. 1988. Ilmu gizi dan makanan ternak monogastrik. Bandung. Angkasa Partodiharjdo, S. 1992. Ilmu reproduksi hewan. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pasaribu H, R Indyastuti. 2004. Efek infusa rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) terhadap kadar 17 ß-estradiol, jumlah folikel ovarium dan tebal endometrium pada mencit (Mus musculus). (Skripsi). Jogyakarta. Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana. Pincus G. 1965. The control of fertility. Academic Press Inc. Nem York and London. Ltd Roberts RM, FW Bazer. 1988. The function of uterine secretions. J. Reprod. Fert. 82:875-892 Rosa S. 2004. Performa reproduksi induk mencit (Mus musculus) oleh penambahan bawang putih (Allium sativum) dalam pakan pada masa bunting dan Laktasi. Skripsi. Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 16-25. Silva JRV, R Van den Hurk, MHT de Matos, RR dos Santos, C Pessoa, MO de Moraes, JR Fiqueiredo. 2004. Influences of FSH and EGF on primordial follicles during in vitro culture of caprine ovarian cortical tissue. Theriogenology 61:1691-1704. Smith JB, S Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. UI Press. Jakarta. Hlm. 10-36 Solomon. S. 1988. The Placenta as an Endocrine organ : Steroids. Dalam The Physiology of Reproduction dengan Editor : E. Knobil, J. Neill, L. L. Ewing, G. S. Greenwald, C. L. Market, D. W. Pfaff. Hal : 2115 – 2122. Raven Press Ltd. New York. 38 Sukra Y, L Rahardja, I Djuwita. 1989. Bahan Pengajaran Embriologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan. Dirjen Dikti. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor. Insitut Pertanian Bogor. Sunarti, 1992. Pengaruh umur induk terhadap perkembangan awal embrio mencit (mus musculus albinus) hasil superovulasi. (Tesis). Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Steel. R. G. D, and J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa : Bambang Sumantri. Cetakan ke-2. PT. Gramedia. Jakarta. Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Angkasa. Bandung. Hlm. 266-299. Veldkamp JF. 1976. Flora Malesiana Noordhoff Leyden. The Nedherlands. Seri 1, Vol.7:151– 78. International Publishing. Wajo MJ. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui Air Minum terhadap Fertilitas Ayam Buras. Laporan penelitian. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu kelautan. Universitas Negeri Papua. Yu Y, W Li, Z Han, M Luo, Z Chang, J Tan. 2003. The effect of follicle-stimulating hormone on follicular development, granulosa cell apoptosis and steroidogenesis and its mediation by insulin-like growth factor-I in the goat ovary. Theriogenology 60:1691-1704. 39 LAMPIRAN Lampiran 1.a. Rata-rata siklus estrus dan lama estrus mencit putih (Mus musculus albinus) betina sebelum perlakuan Ulangan siklus 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 total rataan stdev 1 1 1.5 1 1.5 1 1 1.5 1.5 1.5 12.5 1.25 0.26 Kontrol siklus 2 rataan siklus 1 1.50 1.25 1.25 1.25 1.50 1.00 1.00 1.50 1.25 1.50 13 1.3 0.20 2 1.5 1 1.5 1.5 1 1.5 1.5 1 1 13.5 1.35 0.34 (hari) 2 1.5 1 1.5 1.5 1 1 1.5 1 1.5 13.5 1.35 0.34 Dosis 1 siklus 2 rataan siklus 1 (hari) 1 1 1.5 1.5 1.5 1 1.5 1.5 1 1 12.5 1.25 0.26 Dosis 2 siklus 2 rataan siklus 1 Dosis 3 siklus 2 (hari) 1.50 1.25 1.25 1.50 1.50 1.00 1.50 1.50 1.00 1.00 13 1.3 0.23 1 1 1.5 1 1.5 1.5 1.5 1.5 1 1 12.5 1.25 0.26 1.5 1 2 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1 14.5 1.45 0.28 Lama estrus rataan Kontrol Dos 1 (hari) 1.3 1.0 1.8 1.3 1.5 1.5 1.5 1.5 1.3 1.0 13.5 1.35 0.24 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 27 2.7 0.48 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 26 2.6 0.52 3.0 2.5 2.5 2.5 3.0 2.5 2.5 2.5 2.5 3.0 26.5 2.65 0.24 36 30 30 30 24 42 72 60 60 30 36 24 24 36 36 24 36 30 36 36 36 60 72 60 60 36 30 36 36 24 24 36 30 24 60 60 72 312 31.2 4.73 312 31.2 5.51 324 32.4 5.80 636 63.6 5.80 Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Siklus estrus Sebelum Perlakuan DF 3 36 39 R-Square 0.023810 Sum of Squares 0.20000000 8.20000000 8.40000000 C.V. 10.15448 Mean Square 0.06666667 0.22777778 F Value 0.29 Root MSE 0.477260 Pr > F 0.8304 Sesudah Mean 4.70000000 T tests (LSD) for variable: Siklus estrus Sebelum Perlakuan Alpha= 0.05 df= 36 MSE= 0.227778 Critical Value of T= 2.03 Least Significant Difference= 0.4329 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PER A A A A A A A 4.8000 10 Dosis 1 4.7000 10 Dosis 2 4.7000 10 Dosis 3 4.6000 10 Kontrol Lampiran 1.c. Anova lama estrus mencit putih betina sebelum perlakuan Dependent Variable: Lama estrus Sebelum perlakuan Source Model Error DF 3 36 Sum of Squares 38.70000000 1213.20000000 Mean Square 12.90000000 33.70000000 Dos 3 36 30 30 Lampiran 1.b. Anova siklus estrus mencit putih betina sebelum perlakuan Source Model Error Total Dos 2 (Jam) F Value 0.38 Pr > F 0.7660 40 Total 39 R-Square 0.030913 1251.90000000 C.V. 18.16955 Root MSE 5.805170 BELUM Mean 31.95000000 T tests (LSD) for variable: Lama estrus Sebelum perlakuan Alpha= 0.05 df= 36 MSE= 33.7 Critical Value of T= 2.03 Least Significant Difference= 5.2652 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N A A A A A A A 33.600 10 dosis 3 PER 31.800 10 dosis 2 31.200 10 Dosis 1 31.200 10 Kontrol Lampiran 1.d. Rata-rata siklus estrus dan lama estrus mencit putih (Mus musculus albinus) betina selama perlakuan Ulangan siklus 1 Kontrol siklus 2 rataan siklus 1 (Hari) Dosis 1 siklus 2 rataan siklus 1 (Hari) Dosis 2 siklus 2 rataan siklus 1 (Hari) Dosis 3 siklus 2 Lama estrus rataan Kontrol Dos 1 (Hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 total rataan 2 1 2 2 1 2 2 1 1 2 16 1.6 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 12 1.2 1.50 1.00 1.50 2.00 1.00 1.50 2.00 1.00 1.00 1.50 14 1.4 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 23 2.3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 21 2.1 2.50 2.50 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.50 2.50 22 2.2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 27 2.7 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 26 2.6 3.0 3.0 2.0 2.0 3.0 2.5 2.5 2.5 3.0 3.0 26.5 2.65 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 27 2.7 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 26 2.6 3.0 2.5 2.5 2.5 3.0 2.5 2.5 2.5 2.5 3.0 26.5 2.65 stdev 0.52 0.42 0.39 0.48 0.32 0.26 0.48 0.52 0.41 0.48 0.52 0.24 60 60 48 48 48 48 72 72 48 48 72 60 72 60 60 60 72 60 48 24 24 36 48 48 60 60 60 60 72 72 60 60 60 72 336 33.6 528 52.8 636 63.6 636 63.6 9.47 6.20 9.88 5.80 Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Siklus estrus Selama Perlakuan DF 3 36 39 R-Square 0.529412 Sum of Squares 2.70000000 2.40000000 5.10000000 C.V. Mean Square 0.90000000 0.06666667 F Value 13.50 Root MSE 6.221660 Pr > F 0.0001 Sesudah Mean 0.258198 4.15000000 T tests (LSD) for variable: siklus estrus selama Perlakuan Alpha= 0.05 df= 36 MSE= 0.066667 Critical Value of T= 2.03 Least Significant Difference= 0.2342 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N A 4.6000 10 Kontrol B B B B 4.0000 10 Dosis 1 4.0000 10 Dosis 2 B 4.0000 10 Dos 3 36 24 36 48 24 36 Lampiran 1.e. Anova siklus estrus mencit putih betina selama perlakuan Source Model Error Total Dos 2 (jam) PER Dosis 3 41 Lampiran 1.f. Anova lama estrus mencit putih betina selama perlakuan Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Lama estrus selama perlakuan Source Model Error Total DF 3 36 39 R-Square 0.720207 Sum of Squares 6004.80000000 2332.80000000 8337.60000000 C.V. 15.07462 Mean Square F Value 2001.60000000 30.89 64.80000000 Root MSE 8.049844 Pr > F 0.0001 ESTRUS Mean 53.40000000 Analysis of Variance Procedure T tests (LSD) for variable: Lama estrus selama perlakuan Alpha= 0.05 df= 36 MSE= 64.8 Critical Value of T= 2.03 Least Significant Difference= 7.3011 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PERL A A A 63.600 10 Dosis 2 63.600 10 Dosis 3 B 52.800 10 Dosis 1 C 33.600 10 Kontrol Lampiran 2.a. Rata-rata perkembangan embrio mencit putih (Mus musculus albinus) betina Kontrol UL PE 1 2 3 4 5 6 7 Total Rataan St Dev 0 0 4 5 0 1 1 11 1.57 2.07 MB D (sel) 9 0 8 0 5 3 3 0 5 1 5 2 3 2 38 8 5.43 1.14 2.30 1.21 Dosis 1 T 9 8 9 8 5 6 4 49 7.00 2.00 PE MB 0 0 0 0 2 0 0 2 0.29 0.76 (sel) 10 11 8 7 0 7 7 50 7.14 3.53 Dosis 2 D 0 1 0 0 6 1 0 8 1.14 2.19 T PE 10 11 8 7 2 7 7 52 7.43 2.88 MB 0 0 0 0 0 1 0 1 0.14 0.38 (sel) 8 8 8 8 9 9 11 61 8.71 1.11 Dosis 3 D 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 T 8 8 8 8 9 10 11 62 8.86 1.21 PE 2 0 0 0 0 0 0 2 0.29 0.76 MB D (sel) 10 14 10 11 9 12 10 76 10.86 1.68 Keterangan : UL = ulangan PE = Embrio 2 - 4 sel M B = Morula sampai Blastosis D = Degenerasi/sel telur yang tidak dibuahi T = Total Lampiran 2.b. Anova total embrio mencit putih betina Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Total embrio Source Model DF 3 Sum of Squares 73.25000000 Mean Square 24.41666667 F Value 5.89 Pr > F 0.0037 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0.00 T 12 14 10 11 9 12 10 78 11.14 1.68 42 Error Total 24 27 R-Square 0.424199 99.42857143 172.67857143 C.V. 23.64781 4.14285714 Root MSE 2.035400 TOTAL Mean 8.60714286 T tests (LSD) for variable: Total Embrio Alpha= 0.05 df= 24 MSE= 4.142857 Critical Value of T= 2.06 Least Significant Difference= 2.2455 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PERL A 11.143 7 Dosis 3 B B B B B 8.857 7 Dosis 2 7.429 7 Dosis 1 7.000 7 Kontrol Lampiran 2.c. Anova embrio tahap 2 sampai 4 sel mencit putih betina Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Source DF Model 3 Error 24 Total 27 R-Square 0.220000 Embrio Tahap 2 sampai 4 sel Sum of Squares Mean Square 9.42857143 3.14285714 33.42857143 1.39285714 42.85714286 C.V Root MSE 206.5339 1.180193 F Value 2.26 Pr > F 0.1077 BELAH Mean 0.57142857 T tests (LSD) for variable: Embrio Tahap 2 sampai 4 sel Critical Value of T= 2.06 Least Significant Difference= 1.302 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping A A B B B B B A A A Mean N PERL 1.5714 7 Kontrol 0.2857 7 Dosis 1 0.2857 7 Dosis 3 0.1429 7 Dosis 2 Lampiran 2.d. Anova embrio tahap morula sampai blastosis mencit putih betina Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Morula sampai Blastosis Source Model Error Total DF 3 24 27 Sum of Squares 112.10714286 130.85714286 242.96428571 Mean Square 37.36904762 5.45238095 F Value 6.85 T tests (LSD) for variable: Morula sampai Blastosis Pr > F 0.0017 43 Least Significant Difference= 2.576 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping A A B B B C C Mean 10.857 N 7 PERL Dosis 3 A 8.714 7 Dosis 2 C 7.143 7 Dosis 1 5.429 7 Kontrol Lampiran 2.e. Anova sel telur yang tidak terbuahi-degenerasi mencit putih betina Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Sel telur yang tidak terbuahi-Degenerasi Source Model Error Total DF 3 24 27 R-Square 0.195122 Sum of Squares 9.14285714 37.71428571 46.85714286 C.V. 219.3741 Mean Square 3.04761905 1.57142857 F Value 1.94 Root MSE 1.253566 Pr > F 0.1502 DEGE Mean 0.57142857 T tests (LSD) for variable: Sel telur yang tidak terbuahi-Degenerasi Critical Value of T= 2.06 Least Significant Difference= 1.3829 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping A A A A A A A Lampiran 3.a. Mean N PERL 1.1429 7 Kontrol 1.1429 7 Dosis 1 0.0000 7 Dosis 2 0.0000 7 Dosis 3 Rata-rata Pertambahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran dan bobot lahir mencit putih (Mus musculus albinus) betina Kontrol Dosis 1 PBB induk (g/ekor) Jumlah anak yang lahir (ekor) Rata-rata bobot lahir (g/ekor) PBB induk (g/ekor) 0.26 0.25 0.27 0.28 0.25 0.24 0.29 0.25 0.27 0.26 2.62 0.262 0.015 8 7 7 8 8 8 10 10 9 9 84 8.4 1.07 1.47 1.61 1.65 1.45 1.48 1.51 1.32 1.34 1.35 1.37 14.55 1.455 0.11 0.39 0.46 0.43 0.36 0.37 0.4 0.38 0.39 0.42 0.41 4.01 0.401 0.030 Dosis 2 Jumlah anak yang Rata-rata bobot lahir (ekor) lahir (g/ekor) 11 11 12 10 12 10 10 11 11 10 108 10.8 0.79 1.49 1.4 1.39 1.55 1.33 1.51 1.55 1.51 1.49 1.5 14.72 1.472 0.07 Dosis 3 PBB induk (g/ekor) Jumlah anak yang lahir (ekor) Rata-rata bobot lahir (g/ekor) PBB induk (g/ekor) 0.3 0.33 0.32 0.34 0.39 0.35 0.4 0.29 0.4 0.38 3.5 0.35 0.041 12 11 11 12 12 12 11 11 13 12 117 11.7 0.67 1.63 1.77 1.79 1.82 1.89 1.87 1.8 1.78 1.53 1.79 17.67 1.767 0.11 0.34 0.29 0.28 0.32 0.31 0.29 0.31 0.32 0.33 0.3 3.09 0.309 0.019 Jumlah anak yang Rata-rata bobot lahir lahir (ekor) (g/ekor) 14 14 12 13 11 13 13 14 12 13 129 12.9 0.99 1.58 1.55 1.81 1.78 1.82 1.69 1.67 1.59 1.79 1.65 16.93 1.693 0.10 44 Lampiran 3.b. Anova pertambahan bobot badan induk mencit putih betina Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Pertambahan Bobot Badan Induk Source Model Error Total DF 3 36 39 R-Square 0.786361 Sum of Squares 0.10505000 0.02854000 0.13359000 C.V. 8.519307 0.028156 Mean Square 0.03501667 0.00079278 Root MSE 0.33050000 F Value 44.17 Pr > F 0.0001 BBINDUK Mean Analysis of Variance Procedure T tests (LSD) for variable: PBB INDUK Least Significant Difference= 0.0255 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping Mean N PERL A 0.40100 10 B 0.35000 10 Dosis 2 C 0.30900 10 Dosis 3 D 0.26200 10 Kontrol Dosis 1 Lampiran 3.c. Anova jumlah anak sekelahiran mencit putih Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Jumlah Anak Sekelahiran Source Model Error Total DF 3 36 39 R-Square 0.789703 Sum of Squares 108.90000000 29.00000000 137.90000000 C.V. 8.196598 Mean Square 36.30000000 0.80555556 F Value 45.06 Root MSE 0.897527 Pr > F 0.0001 JML Anak Mean 10.95000000 T tests (LSD) for variable: Jumlah Anak sekelahiran Least Significant Difference= 0.814 Means with the same letter are not significantly different. T Grouping A B C D Lampiran 3.d. Mean 12.9000 11.7000 10.8000 8.4000 N PERL 10 dosis 3 10 dosis 2 10 Dosis 1 10 Kontrol Anova bobot lahir anak mencit putih Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: Bobot Lahir Source DF Sum of Squares Mean Square Model 3 0.73904750 0.24634917 Error 36 0.36303000 0.01008417 Total 39 1.10207750 R-Square C.V. Root MSE 0.670595 6.289022 0.100419 F Value 24.43 Pr > F 0.0001 BBLAHIR Mean 1.59675000 Analysis of Variance Procedure T tests (LSD) for variable: Bobot Lahir anak Critical Value of T= 2.03 Least Significant Difference= 0.0911 Means with the same letter are not significantly different. 45 T Grouping Mean A A A B B B N PERL 1.76700 10 Dosis 2 1.69300 10 Dosis 3 1.47200 10 Dosis 1 1.45500 10 Kontrol Lampiran 4. Hasil SDS-PAGE rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch A B 52.033 KDa 17.556 KDa 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 Keterangan : A. (1) Campuran utuh (akar, batang, daun); (2) Marker Berat Molekul (BM); (3) Akar; (4) Batang; (5) Daun; (6) PMSG B. (1) Marker Berat Molekul (BM); (2) Campuran utuh (akar, batang, daun); (3) Akar; (4) Batang;