analisa gaya statis mekanisme - Digital Library UWP

advertisement
BUKU AJAR
KINEMATIKA DAN DINAMIKA 2
TIM DOSEN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA
1
Bab I
GAYA-G AYA STATIS P ADA MEKANISME
1.1
Definisi
Gaya adalah besaran vektor yang ditentukan oleh arah, harga
vektornya dan titik tangkapnya. Gaya statis adalah gaya dimana baik
arah dan harga vektornya tetap sepanjang waktu, atau konstan.
1.2
Keseimbangan Statis Translasi
Keseimbangan statis adalah kondisi tertentu dari kon disi dinamis
yang memenuhi persamaan dari Hukum Newton II :
S F =m.a
( 1 –1)
yaitu bahwa percepatanya, a = 0, berarti merupakan kondisi yang diam
atau bergerak dengan
kecepatan konstan. Sehingga persamaan
menjadi :
S F =0
( 1 –2)
S F : jumlah dari vektor gaya -gaya luar yang dikenakan (bekerja) pada
benda, dalam hal ini pada batang atau link. Gaya luar termasuk gaya
aksi dan gaya reaksi, gambar 1a
(a)
(b)
(c)
Gambar-1.1, Gaya-gaya luar ( aksi dan reaksi ) benda yang dalam keseimbangan.
Adalah benda yang mendapat gaya aksi F1 dan F2, gambar-1b, reaksi
yang terjadi pada benda untuk mendacapai keseimbangan statis, dan
gambar-1c poligon gaya yang melukiskan keseimbangan gaya, dari
persamaan (1 -2). Gaya resultan adalah jumlah vektor dari gaya-gaya (
1
gaya luar), berarti keseimbangan statis terjadi bila gaya resultan adalah
nol.
1.3
Keseimbangan Statis Rotasi
Keseimbangan rotasi dari Hukum Newton II :
S M =I.a
(1–3)
Statis rotasi tercapai bila benda diam atau bergerak dengan putaran
konstan, persamaan (1 -3) menjadi :
S M =0
( 1 –4)
momen statis yang dihasilkan oleh gaya-gaya luar terhadap titik putar
adalah nol.
F1
a
b
F2
A
F1
F2
B
L
B
RA
(a)
F1
(b)
F1
F2
F2
A
RB
RA
(c)
RB
(d)
Gambar-1.2, Gaya-gaya luar ( aksi dan reaksi ) benda yang dalam keseimbangan rotasi.
Pada gambar-1.2a, menunjukkan batang yang dikenai gaya aksi F1
dan F2, batang dipen di A dan di tumpu rol di B. Ilustrasi dari persamaan
(1-4) adalah: bila titik putar di B, maka keseimbangan statis rotasi
mendapatkan reaksi RA, gambar-1.2b. Untuk titik putar di A keseimbangan
statis rotasi mendapatkan reaksi di B, gambar-1.2c.
Dalam hal ini batang juga seimbang dalam translasi, yang memenuhi
persamaan (1 -2), gambar 1.2d.
2
1.4.
Gaya -Gaya Tak Sejajar
Gambar 1.1 merupakan ilustrasi dari gaya-gaya tak sejajar, bila
terjadi keseimbangan , gaya-gaya tersebut bertemu pada satu titik.
Berikut akan diperjelas gaya-gaya tak sejajar yang bekerja pada batang.
1.4.1
Tiga gaya tak sejajar.
1. Kasus-1.
Bila pada batang bekerja tiga gaya : F1, F2, dan F3. Arah dan
besarnya F1, F2, diketahui, maka sistem batang akan seimbang bila F3
vektor penutup dari dua vektor gaya sebelumnya.
F1
F1
F2
F2
F1
F3
F3
(a)
(b)
(c)
Gambar-1.3, Sistem tiga gaya tak sejajar Kasus-1 dalam keseimbangan.
2.
Kasus-2
Bila pada batang bekerja tiga gaya : F1, F2, dan F3. Arah dan
besarnya F1 diketahui, F2, F 3 hanya arahnya saja, masing-masing l2 dan
l3, gambar-1.4a. Sistem batang akan seimbang bila ketiganya
membentuk segitiga ve ktor tertutup.
of
F1
of
F1
l2
F1
l3
l1
F3
F2
l3
(a)
(b)
(c)
Gambar-1.4, Sistem tiga gaya tak sejajar Kasus-2 dalam keseimbangan.
Penyelesaiannya adalah : 1) Tentukan titik kutub gaya, of; 2) dari of
lukis vektor F1 yang sudah diketahui arah dan besarnya ( diskala); 3)
3
pindahkan arah vektor gaya F2: l2, dan arah vektor gaya F3: l3,
sehingga kedua arah gaya tersebut berpotongan, gambar-1.4b; 4)
Tentukan arah gaya F2 dan F3, sedemikian membentuk segitiga vektor
tertutup, gambar-1.4c.
3.
Kasus-3
Bila pada batang bekerja tiga gaya : F1, F2, dan F3. Arah dan
besarnya
F1
diketahui, F2, hanya arahnya saja: l2,
dan F3 titik
tangkapnya : m, gambar-1.5a. Sistem batang akan seimbang bila
ketiganya membentuk segitiga vektor tertutup.
l2
l1
F1
l2
n
F1
l3
l2
F3
F1
.m
.m
F2
(a)
(
b)
(c)
(d)
Gambar-1.4, Sistem tiga gaya tak sejajar Kasus-2 dalam keseimbangan.
Penyelesaiannya adalah : 1) Buat garis arah gaya F1: l 1, perpanjang
sampai memotong garis l2, di titik n; 2) Hubungkan titik n dan titik m
menjadi sebuah garis untuk arah gaya F3: l3, gambar-1.5b; 3) Susun
gaya F1 dan kedua garis arah gaya l2, l3, dimana keduanya akan
berpotongan, gambar-1.5c; 4) Tentukan arah gaya F2
dan F3,
sedemikian membentuk segitiga vektor tertutup, gambar-1.5d.
1.4.2 Empat gaya tak sejajar.
Empat gaya tak sejajar merupakan pengembangan dari
kasus-
kasus tiga gaya tak sejajar. Banyak kemungkinan dari kasus empat
gaya, dalam hal ini, dipilih model dari kasus yang sering muncul.
1. Kasus-1
4
Bila ke empat gaya diketahui, dan sistem diharapkan dalam
keseimbangan, maka ke empat gaya tersebut akan membentuk
segiempat vektor gaya yang tertutup, gambar-1.1.
2. Kasus-2.
Bila tiga dari ke empat gaya diketahui arah dan besarnya, maka
gaya yang ke-empat sebagai penutup, untuk membuat segiempat
vektor gaya tertutup, supaya terjadi keseimbangan.
3.
Kasus-3.
Bila dua gaya F1, F2 diketahui besar dan arahnya, sedang dua lainnya
diketahui
arahnya:
l3
dan
l4,
gambar-1.6a. Untuk
penyelesaian
keseimbangan adalah : 1). Susun dua gaya yang sudah diketahui F1, dan
F2; 2). Letakkan garis arah gaya F4: l4 pada pangkal F1, dan garis arah
gaya F3: l 3 di ujung F2, sehingga berpotongan, gambar-1.6b; 3) Tentukan
arah (panah) vektor gaya F3 dan F4, sehingga membentuk segiempat
vektor yang tertutup, gambar-1.6c.
F2
F1
of
of
F1
F1
l4
l4
l3
l3
(a)
F4
F2
(b)
F3
F2
(c)
Gambar 1.6. Sistem Empat Gaya Tak sejajar Kasus -3.
4. Kasus-4.
Bila dua gaya F1, F2 diketahui besar dan arahnya, sedang F3
diketahui arahnya: l3 dan F4, titik tangkamnya m, gambar-1.7a. Untuk
penyelesaian keseimbangan adalah : 1). Susun dua gaya yang sudah
diketahui F1, dan F2 menjadi sebuah gaya R1, gambar-1.7b; 2). Garis
arah gaya R 1: p1, dipotongkan dengan garis arah l3 di titik n, gambar1.7c; 3) Tentukan arah (panah) vektor gaya F3 dan F4, sehingga
5
membentuk segitiga vektor yang tertutup, gambar-1.6c. [ lihat 1.4.1,
kasus 3 ]. 4). Uraikan kembali R 1 men
F2
F1
l1
r1
l2
n
l3
.
l3
m
F1
(a)
.m
.m
F2
R1
l3
R1
(b)
(c)
Gambar 1.7. Sistem Empat Gaya Tak sejajar Kasus -3.
Jadi F1 dan F2, sehingga terbentuk segiempat vektor tertutup seperti
1.4.2, kasus 3.
1.4.3 Sistem lebih dari empat gaya.
Penyelesaian lebih dari tiga atau empat gaya secara grafis untuk
mendapatkan keseimbangan adalah dengan memenehi dua variabel
vektor yang tidak diketahui. Umumnya kasus-kasus yang terjadi akan
cenderung serupa denga n kasus-3 pada 1.4.1 dan 1.4.2.
1.5
Sistem Gaya Paralel (Sejajar)
Sistem gaya paralel, dalam penyelesaian keseimbangan akan
ditinjau dalam sistem dua gaya dan sistem lebih dari dua gaya.
Keduanya harus memenuhi keseimbangan translasi lurus dan rotasi :
SF = 0 dan SM = 0
6
1.5.1 Sistem dua gaya paralel.
1. Dua gaya berimpit.
F1
Bila dua ga ya paralel, kedua garis
gayanya
berimpit ,maka bila terjadi
keseimbangan
besar
kedua gaya
a
(magnitude)
sama
besarnya,
tetapi arah vektornya ber
lawanan. Jadi :
F2
F1
F2
F1 = F 2
F1 = - F2
(1–5)
b
Gambar 1.7. Sistem dua gaya paralel ,
(a) Sistem dua gaya, (b). poligon gaya
2.Dua gaya tak berimpit.
Pada
sistem
mengakibat
dua
gaya
berimpit
kecenderungan
sistem
untuk bergerak translasi Bila dua gaya
tak berimpit, system cenderung berotasi
Dua gaya berimpit (a).
akibat kedua gaya mempunyai
jarak
Gambar 1.8
antar
Syarat
kedua
garis
keseimbangan
gayanya.
translasi
tetap harus terpenuhi, sehin gga :
keseimbangan gaya
(b).
F1 = F 2 dan F1 = - F2. Sistem dua
gaya tak be rimpit dengan besar yang sama dan berlawan
keseimbangan gaya (b). arah vektor gayanya akan menimbulkan
kopel , yang cenderung akan
memutar sistem, gambar-1.8. Kopel
identik dengan besaran momen.
K=F.d
………….
( 1 –6)
Ditinjau dari titik manapun besarnya kopel tetap, yaitu gaya dikalikan
dengan jarak antara kedua gaya yang paralel. Supaya sistem
seimbang terhadap rotasi maka akan diberikan kopel lawan, yang
7
arahnya ten tunya berlawanan dengan kopel yang diakibatkan oleh
dua gaya paralel tadi.
maka : S M = 0
K – TL = 0
F.d = T L
(1–7 )
Dimana arah vektor torsi lawan berlawan dengan arak kopel dari dua
gaya tak berimpit
F2
m .
TL
F1
F1
F2
R
Gambar 1.9. Keseimbangan rotasi.
Gambar
1.10.
Resultan
gaya paralel
3.Resultan dua gaya searah.
Dua gaya searah yang tidak berimpit dapat diganti menjadi gaya
tunggal. Gaya tunggal merupakan jumlah vektor kedua gaya
sebagai gaya resultan,R.
maka :
R = F 1 + F2
( 1 –8)
Letak resultan ditentukan berdasarkan teorema Varignon, yang
menyatakan bahwa momen dari gaya -gaya terhadap suatu titik sama
dengan momen yang diakibatkan oleh resultan dari gaya -gaya tadi. Bila
ditinjau dari titik m, a jarak F1 terhadap m, dan d jarak kedua gaya, serta r
jarak sebagai lokasi R terhadap m.( gambar-1.10 )
didapat persamaan :
R.r = F1.a + F 1.( a + d )
maka :
r
F1 .a F2 ( a d )
R
( 1 –9)
( 1 – 10 )
sehingga pada batang bekerja gaya tunggal R terhadap titik m,
gambar-1.11 yang cenderung
akan mengakibatkan batang
bergerak, atau batang tak stabil. Bila diingin
8
Rm 2
m .
m .
r
r
R
R
Rm 1
Gambar 1.11
Gambar 1.12. Tranformasi R ke titik m
kan keseimbangan, atau kestabilan, maka pada titik m diberikan dua
buah gaya yang sama besarnya dan arah vektornya berlawanan,
gambar-1.12.
R m 1 = R m2 = R
R m1 = - Rm 2, R m 1 = R
R = - Rm 2
Dari gaya-gaya R dan R m2 terjadi kopel Km , didapatkan :
Km = Rm2 . r = R . r , searah jarum jam.
Rm
m .
Km
m . Tm
F1
F2
Rm 1=R
Gambar 1.14. Sistem yang telah seimbang
Gambar 1.13. Beban di titik m : R= F 1 + F2 dan Km .
Jadi sekarang pada titik m bekerja beban akibat dua gaya sejajar F1
dan F2 adalah Rm1 = R dan kopel searah jarum jam, Km, gambar-1.13.
Supaya terjadi keseimbangan, maka pada titik m terdapat gaya dan
kopel yang sama besarnya dan berlawanan arah, yaitu R m dan Tm ,
gambar-1.14.
9
Sehingga :
R m = Rm 1 = R = F 1 + F 2
R m = - R m1 = - ( F1 + F 2 )
T m = Km = R . r = ( F1 + F2 )
Tm = - K m
1.5.2
Sistem tiga atau lebih gaya -gaya paralel.
`Untuk menyelesaikan batang yang menerima beban gaya -gaya
sejajar, tiga buah atau lebih, resultan gaya dari gaya-gaya tadi, menurut
persamaan (1 -8), yang dikembangkan menjadi :
R = F 1 + F2 + F3 + ……+ Fk +…… + Fn , atau
n
R
k 1
( 1 – 11 )
Fk
dan letak gaya resultan yang ditinjau terhadap suatu titik tertentu,
menurut persamaan (1-10) yang diturunkan dari teorema Varignan,
menjadi :
R .r = F1. a 1 + F 2. a2 + … ……+ Fk. a k +…… + F n. an, atau
r
F2 .a 2
F1 .a 1
F1
F2
........ Fk .a k
......... Fk
.......... Fn .a n
........... Fn
yang disederhanakan menjadi persamaan :
n
r
Fk .a k
k 1
n
k 1
( 1 – 12 )
Fk
dimana :
peninjauan.
10
Fk : mewakili gaya secara umum
a k : mewakili jarak gaya secara umum terhadap titik
12
Bab II
ANALISA GAYA STATIS MEKANISME
Gaya -gaya yang dibebankan pada batang (link) terjadi akibat
beberapa sumber yang berbeda, antara lain :
a. berat batang sendiri
b. gaya-gaya gesek
c. gaya-gaya akibat perubahan temperatur operasional
d. gaya-gaya asembling (ketika dirakit)
e. gaya-gaya pembebebanan
f.
gaya-gaya akibat energi yang ditransmisikan
g. gaya akibat tumbukan
h. gaya-gaya pegas, dan
i.
gaya-gaya inersia.
Gaya-gaya di atas hendaknya ditunjukkan ketika akan merencanakan
suatu
mekanisme
dari
permesinan.
Masing-masing
gaya
dapat
diklasifikasikan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.
2.1
Gaya Statis.
Gaya-gaya yang dikenakan kepada btang-batang mekanisme
mesin selalu dikalikan dengan operasional mesin. Berarti gaya tersebut
berada dalam domain operasional spesifik yaitu domain waktu. Sehingga
gaya -gaya selalu berhubungan dengan waktu ketika mesin beroperasi.
Bila gaya selama domain waktu tertentu besar (magnitude) dan arah
vektornya tetap konstan adalah gaya-gaya statis, sebaliknya bila besar
dan atau arah vektunya berubah terhadap waktu merupakan gayagaya dinamis. Berat batang adalah contoh dari gaya statis, umum selain
itu sebagai gaya-gaya dinamis.
13
Gaya,F(t)
Gaya,F(t)
F2
F 1=F 2
F1
t (waktu)
Gambar 2.1. Grafik gaya statis.
t (waktu)
Gambar 2.2. Grafik gaya dinamis.
Besarnya bertambah arah tetap ( ke atas )
Gaya statis terjadi memang beban yang dikenakan besarnya
tetap sepanjang waktu. Dari hukum Newton II, yang menyatakan
hubungan antara gaya luar dan gaya aibat inersia (kelembaman) massa
karena percepatan, adalah :
dF( t ) d m.a( t )
( 2 –1 )
dalam hal ini massa konstan, dan percepatan a adalah merupakan
gradien kecepatan terhadap waktu. Untuk kondisi statis berari diam, atau
kecepatannya nol. Kondisi statis juga bisa diartikan batang bergerak
dengan kecepatan konstan, maka: a = (dv/dt) = 0, persamaan 2-1
menjadi :
dF(t) = 0
( 2 –2)
maka sepanjang waktu kondisi awal dan kondisi akhir opersaional besar
gayanya tetap, , gambar-2.1, setelah diintegralkan, :
F2(t) = F 1(t)
2.2
( 2 –3 )
Gaya Dinamis
Dari persamaan 2-1, untuk harga a yang konstan, maka gaya saat
akhir domain waktu :
F2(t) = F 1(t) + m.a
( 2 –4 )
maka F2(t) ¹ F1(t), berarti berbeda besar gaya mengakibatkan
adanya percepatan pada batang. Gambar 2-2, untuk a positif, arah
vektor gaya tetap, besar gaya berubah, makin besar, dan sebaliknya.
2.3
Gaya Statis Komponen
14
Beban gaya diberikan atau ditransmisikan melalui pena, batang
luncur (slidder), roda gigi dab bermacam-macam yang membentu
mekanisme permesinan.
2.3.1 Gaya pena.
Bila berat pena dan gesekan tidak ada, atau diabaikan, maka
gaya -gaya yang bekerja
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.3. Gaya-gaya pada pena
pada pena harus melalui titik pusat pena. Gaya tersebut merupakan
resultan dari gaya-gaya yang mengarah radial pada permukaan kontak
antara permukaan pena dan permukaan lubang batang, gambar-2.3a,
dan gambar-2.3b. Bila terdapat gesekan gaya tersebut tidak akan
melalui pusat pena, gambar-2.3c. Demikian pula arah gaya pena
dipengaruhi oleh gaya -gaya yang bekerja pada batang. Bila gaya yang
bekerja pada batang hanya pada sambungan -sambuangan (joint) di
ujung-ujung batang, dan tidak ada gaya luar yang bekerja pada badan
batang, maka arah gaya pena melalui pusat pena dan berimpit dengan
sumbu batang, gambar-2.3a.
Untuk batang yang dikenai gaya luar pada badan batang, maka
gaya -gaya pada pena dan sambungan batang tidak mengarah aksial,
artinya arah gaya pada sambungan ujung batang belum diketahui.
Sehingga gaya ujung batang tersebut harus diuraikan menjadi normal Fn
dan gaya tangensial Ft .
2.3.2 Gaya batang luncur (slidder).
P
P
FS=m N
N
(a)
N
R
(b)
Gambar 2.4. Gaya-gaya pada batang luncur.
15
Gambar-2.4a, menunjukkan batang luncur (slidder) atau torak (piston),
atau kepala silang (sross-head), bila tidak ada gesekan maka gaya
normal, N, merupakan reaksi dari gaya beban P. Arah dari gaya normal
selalu tegak lurus terhadap arah gerak translasi batang luncur. Dalam
keseimbangan statis besar gaya normal sama dengan gaya beban,
untuk sistem dua gaya.
SF = 0
N = P
(2–5)
N =-P
(2–6)
Bila terjadi gesekan antara permukaan batang luncur dan permukaan
lantai luncur maka reaksi dari batang luncur merupakan resultan dari
gaya normal, N, dan gaya gesek, FS, gambar-2.4b.
R = N + FS
Besar gaya resultan :
N2
R
( 2 –7)
FS 2
( 2 –8)
Untuk keseimbangan statis sistem dua gaya berimpit pada batang luncur,
maka
P=R
( 2 –9)
P = -R
Arah gaya resultan membentuk sudut,
yang ditinjau terhadap sumbu
yang tegak lurus lintasan gerak batang luncur, yaitu :
tg
FS
N
arctg
.N
N
( 2 – 10 )
16
2.3.3. Gaya statis roda gigi.
Gambar 2.5. Sistem gaya statis roda gigi .
Roda gigi yang dibahas disini adalah roda gigi lurus ddengan profil
gigi involut, dan tanpa gesekan, sehingga gaya -gaya yang bekerja pada
permukaan kontak gigi roda gigi terletak pada garis normal, yang disebut
garis tekan. Umumnya garis ini mempunyai arah menurut sudut tekan
gaya,j, sebesar 14 1/ 2° dan 20 °.
Gambar-2.5a, menunjukkan dua buah roda gigi A dan B, roda gigi
A sebagai penggerak (driver), sedang roda gigi B yang digerakkan
(driven). Gambar-2.5b, merupakan diagram benda bebas, artinya
diagram yang memperlihatkan masing-masing komponen roda gigi.
Dalam diagram benda bebas harus digambarkan arah gerak dan beban
yang diberikan.
17
Pada roda gigi A, bergerak dengan putaran wA searah jarum jam,
dan beban kopel T A A juga searah jarum jam. Supaya dalam
keseimbangan,
maka
gaya
reaksi R
di
permukaan kontak
gigi,
sedemikian menimbulkan momen terhadap titik putar roda gigi A yang
arahnya melawan arah T A.
Pada roda gigi B, gaya R sebagai beban gaya yang diberikan
kepada
sistem,
yang
merupakan
gaya
aksi,
sehingga
menimbulkan kopel berlawanan jarum jam. Kopel lawan
gaya
ini
TB sebagai
reaksi, berarah searah jarum jam, dan terjadilah keseimbangan.
Gaya reaksi R meru pakan resultan dari gaya tangensial FT dan
gaya radial FR, dimana R harus teletak pada garis tekan, yang mengarah
sebesar sudut tekan j, terhadap garis radia di titik kontaknya.
2.4
Prosedur Penyelesaian Analisa Gaya Statis Mekanisme
Prosedur
penyelesaian
grafis
analisa
gaya
statis
mengikuti
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Gambar kembali setiap soal mekanisme, dengan skala gambar
yang benar.
2. Gambarkan diagram benda bebas masing-masing batang.
3. Carilah
batang
yang
sifatnya
sebagai
batang
penerus/pemindah gaya aksial. (lihat pada ketentuan subbab
2.3.1).
4. Selanjutnya perlihatkan perkiran arah-arah vektor gaya pada
sambungan-sambungan setiap batang, dan gaya beban yang
sudah diketahui.
5. Hitunglah jumlah variabel vektor gaya yang belum tahu atau
yang dicari untuk setiap batang, termasuk gaya beban yang
dikenakan pada setap batang.
6. Pilih batang yang mempunyai jumlah variabel vektor gaya
yang belum diketahui, yaitu dua buah, biasanya adalah besar
(magnitude)
atau
skalar
dari
gaya -gaya batang, untuk
mengawali analisa cara grafis, sehingga menghasilkan lukisan
18
keseimbangan
gaya
(poligon
gaya),
yang
membentuk
segibanyak vektor tertutup (biasanya segitiga vektor tertutup).
7. Bila setiap batang jumlah variabel vektor gaya lebih dari dua
buah, maka bisa men ggabungkan dua batang atau lebih,
untuk mendapatkan analisa seperti prosedur urutan 6.
8. Bila urutan 7 tidak mungkin dilaksanakan, biasanya untuk setiap
batang, salah satu dari arah vektor gaya yang belum diketahui
atau dicari, diuraikan menjadi komponen tangensial dan
komponen normal.
9. Gunakankan keseimbangan rotasi untuk mencari komponen
tangensial dari urutan 8.
Gambar 2.6 Analisa gaya statis mekanisme luncur tanpa beban luar.
19
10. Setelah itu besar gaya yang didapatkan merupakan beban
gaya dengan arah berlawanan terhadap batang berikutnya,
dan memenuhi urutan 6, atau 7, atau 8, begitu seterusnya.
11. Setiap batang akan memenuhi dua keseimbangan, translasi
lurus dan rotasi.
12. Bila telah diadpatkan keseimbangan dari semua batangbatang mekanisme, lukis poligon gaya totalnya.
2.5
Analisa Gaya Statis Mekanisme Luncur
Penyelesaian grafis gaya statis dalam analisa ini untuk mekanime
luncur ada dua kasus, yang pertama, bila pada batang hubung yang
sifatnya sebaga pemindah gaya aksial tidak dikenai gaya lua r, yang
kedua, bila batang tersebut dikenai gaya luar, sebagai beban.
2.5.1 Mekanisme luncur tanpa beban gaya luar pada batang hubung.
Gambar-2.6a adalah gambar permasalahan, dari mekanisme
luncur, dengan skala gambar 1 : 10. Ukuran masing-masing batang:
O2 A 20cm, AB
60cm,q 2
60  . Beban gaya pada batang-4 P =
30kN ke kiri.
Akan ditentukan besar dan arah vektor gaya -gaya sambungan,
serta Torsi lawan agar dihasilkan keseimbangan.
Penyelesaian
permasalahan
(soal),
dengan
menggambarkan
diagram benda bebas, serta ilustrasi arah vektor gaya untuk masingmasing batang, gambar-2.6b, dimana penenentuan arah vektor lebih
dahulu dari batang-3.[ urutan 2,3,dan 4 ]
Menentukan jumlah variabel vektor yang belum diketahui :
a. batang-2, 4 variabel : 1) besar F 12, 2) besar F32, 3) besar T 2, dan
4) arah T 2.
Arah F12 dan arah F32 sudah didapatkan,
yaitu // batang-3.
20
b. batang-3, 2 variabel : 1) besar F23, 2) besar F43. Arah F23 dan arah
F43 sudah didapatkan, yaitu berimpit dengan batang-3 [
ketentuan pada subbab 2.3.1 ]
c. batang-4, 2 variabel : 1) besar F14, 2) besar F34, dimana arah F14
diketahui
lintasan geraknya, dan arah F34 sudah didapatkan,
yaitu // batang-3.
Mulai mengerjakan dari batang yang mana ?
Yaitu dari batang-4, karena mempunyai dua variabel yang tidak
diketahui, termasuk beban gaya luar P. Batang-3 juga 2 variabel,
tetapi tidak mempunyai gaya luar.
Jadi urutan batangnya adalah :
1) batang-4, 2) batang-3, dan batang-2.
Urutan analisa grafis keseimbangan
1) Pada batang-4, dengan arah gaya-gaya pada gambar-2.6c.
Tentukan skala gaya, dalam hal ini misalnya 1cm = 20kN, mulai
dari P sepanjang 1,5cm, pindahkan arah F14 di pangkal P, dan
arah F34
di ujung P, sehingga arah F34
dan arah F14
berpotongan, dan terbentuklah poligon gaya keseimbangan
batang-4, gambar-2.6d. Jadi gaya-gaya yang bekerja pada
batang-4 seperti gambar-2.6e.
Dari lukisan (setelah diukur dengan penggaris) :
F34 = 1,6cm = 1,6cm ´ 20kN/cm = 32kN
F14 = 0,55cm = 0,55cm ´ 20kN/cm = 11kN.
2) Pada batang-3, merupakan sist em dua gaya sejajar berimpit.
Dari pena B batang-4, yang berpasangan dengan batang-3,
maka didapat
F43 = - F 34, dimana F43 = F34 = 32kN. Dari
keseimbangan batang-3 didapat F23 = - F43 dan F23 = F43 = 32kN.
gambar-2.6f.
3) Batang-2, merupakan sistem dua gaya sejajar tak berimpit,
maka terjadi kopel. Berasal dari pena A, batang-3 yang
berpasangan dengan batang-2, dihasilkan F32 = - F23 dan
F32=F 23=32kN. Keseimbangan translasi batang-2, mendapatkan
21
F12 = - F 32 dan F12 = F32 = 32N, dan dari keseimbangan rotasi
terhadap O2, didapatkan torsi lawan atau torsi reaksi batang-2 :
S MO2 = 0 : arah momen positif adalah searah
jarum jam.
-F32.h + T2 = 0
dimana h didapat dari lukisan = 1,9cm , harga sebenarnya
dikalikan lagi
dengan skala gambar pada gambar soal, jadi h = 1,9 ´ 10cm =
19 cm = 0,19m
Jadi, T2 = F32 . h = 32kN . 0,19m = 6,08kNm, s.j.j , gambar-2.6g.
4) Pada batang-1, di O 2, berasal dari batang-2, sebagai crank,
maka didapat beban
gaya F21 = - F 12, F21 = F12 = 32kN, dan
beban torsi sebesar T2 = 6,08kNm, b.j.j, gambar-2.6h.
5) Batang-1, sebagai landasan gerak batang-4 dihasilkan F41 = - F 14
dan F21 = F 12 = 11kN, gambar-2.6i.
6) Poligon
seluruh
batang
mekanisme
luncur
seperti
pada
gambar-2.6j.
2.5.2
Mekanisme luncur dengan gaya luar.
Seperti pada subbab 2.5.1. pada permasalahan ini batang-3,
sebagai batang penerus gaya dikenai gaya luar S = 40kN, AC
30cm ,
gambar-2.7a; data ukuran batang sama dengan permasalahan 2.5.1.
Penyelesaian permasalahan : mulai dari gambar-2.7a, mekanisme
digambar dengan skala 1:10. Gambar-2.7b, adalah diagram benda
bebasnya. Jumlah variabel vektor gaya yang tidak diketahui setiap
batang :
a. Batang-2, 6 variabel: 1) besar F12, 2) arah F12, 3) besar F32,
4) arah F32, 5) besar torsi lawan T2, 2) arah torsi lawan T 2.
22
Gambar 2.7 Analisa gaya statis mekanisme luncur dengan beban luar.
b. Batang-3, 4 veriabel: 1) besar F23, 2) arah F23, 3) besar F43, 4)
arah F43
c. Batang-4, 3 variabel: 1) besar F34, 2) arah F34, 3) besar F14,
sedang arah F14
lintasa n gerak batang-4.
Ternyata setiap batang tidak memenuhi untuk melukis
keseimbangan vektor gaya, yaitu 2 variabel yang belum
diketahui. Maka urutan pertama adalah pada batang-3.
1) Pada batang-3, gaya di titik B diuraikan menjadi
komponen tangensial dan komponen normal, dari F43 :
t dan
yaitu F43
F n43 . Kemudian dari keseimbangan rotasi
(momen) dari titik A, gambar-2.7c.
23
S MA = 0 :
t .
- ( S . h ) + ( F43
AB ) = 0
sehingga
bisa
disusun
perbandingan
gaya -gaya
terhadap perbandingan jarak:
S
F
t
43
AB
h
( 2 – 11 )
dimana: AB 60cm , dan S = 40 kN., sedang h didapat
dari lukisan, kemudian dikalikan dengan skala gambar.
maka:
h = 2,6cm = 2,6 ´ 10 = 26cm.
Kemudian
persamaan
(2-11)
dilukis
menjadi
perbandingan garis proposional, seperti pada gambar2.7d. dengan skala gaya 1cm=20kN, jadi S digambar
sepanjang 2cm .
Dari lukisan didapatkan :
t
F 43 = 0,87cm = 0,87cm ´ 20kN/cm = 17,4 kN.
Selanjutnya gaya-gaya di batang-3, seperti gambar2.7e.
2) Pada batang-4, dari pena A didapat F t
=-
43
, dan F t34
= F t43 = 17,4 kN, sehingga gaya-gaya pada batang: F t 43
// batang-3, F14 lintasan batang-4, P = 30 kN dan F t43 =
17,4 kN, gambar-2.7f , adalah sistem empat gaya tak
sejajar dengan dua variabel tidak tahu, maka bisa dilukis
keseimbangan gayanya secara grafis, gambar-2.7g,
hasilnya pada 2.7h.
maka :
F14 = 1,4cm = 1,4cm ´ 20 kN/cm = 28 kN.
n
F 34 = 1,8cm = 1,8cm ´ 20 kN/cm = 36 kN.
F 34
F t34
2
F n34
2
45,61kN
3) Kembali ke batang-3, dari pena B didapatkan F43 = -F 34
dan F43 = F34. Jadi gaya-gaya pada batang-3, adalah
sistem tiga gaya tak sejajar dengan satu variabel besar
24
F23, gambar-2.7i, arah gaya merupakan vektor penutup
dalam segitiga gaya vektor, dan ketiganya harus bisa
melalui satu titik tangkap, hasilnya pada gambar-2.7j.
F23 = 2,85cm = 2,85cm ´ 20 kN/cm = 57 kN/cm.
4) Batang-2, sebagai crank, yaitu batang berputar, jadi
sebagai sistem dua gaya tidak berimpit, mengakibatkan
kopel. Dari pena A, F32 = -F 23, dan F32 = F 23 = 57 kN., seperti
2.5.2 didapatkan torsi lawan T2,
T 2 = F 32 . h , h = 1,7cm = 1,7 ´ 10 = 17cm =
0,17 m
T 2 = 57kN ´ 0,17m = 9,69 kNm, s.j.j.
Di pena O2 dihasilkan F12 = -F 32, dan F12 = F 32 = 57 kN.,
gbr.-2.7k.
Poligon gaya total gambar-2.7l.
2.6
Analisa Gaya Statis Rocker Crank Mechanism
Rocker crank mechanism adalah mekanisme empat batang
dimana mempunyai sebuah batang yang berputar penuh dab sebuah
batang berayun.
Gambar-2.8 adalah bentuk dari rocker
crank mechanism, panjang-2
4
panjang-3
panjang-
panjang-1.
Syarat
terbentuknya mekanisme ini adalah :
panjang-1 + panjan g-2 panjang-3 +
pan-jang-4.
Penyelesaian keseimbangan berdasarkan
perkiraan arah vektor gaya pada pena-pena batang. Dimulai dari araharah vektor gaya pada connecting link, yaitu batang penerus/pemindah
gaya, dalam hal ini batang-3, pada mekanisme ini, adalah batang-3. Bila
batang dikenai beban gaya luar atau tidak. Di bawah ini beberapa
tahap penyelesaian dalam kedua kasus, akibat beban luar pada
batang-3.
25
2.6.1 Rocker crank mechanism tanpa gaya luar.
Gambar-2.9a, adalah rocker crank mech anism, yang menerima
beban
: O2 A
gaya
40cm, AB
45°, dan BC
P
=
O4 B
40
kN
di
70cm,O2 O4
batang-4.
Data -data
mekanisme
120cm ,q 2 =
34cm. Akan ditentukan gaya -gaya pada ujung-ujung
batang, dan torsi lawan di batang-2, supaya dicapai keseimbangan.
Penyelesaiannya :
Gambar 2.9. Rocker Crank Mechanism tanpa gaya di batang-3.
26
1. Gambar soal, seperti gambar-2.9a dilukis dengan skala gambar
1:20 ( 1cm = 20cm panjang batang ).
2. Gambar-2.9b, adalah diagram benda bebasnya, dengan
jumlah variabel vector gaya yang belum diketahui pada
masing-masing batang :
a. Batang-2: 6 variabel : 1) arah F32, 2) besar F32, 3) arah F12,
4) besar F12, 5) arah T2, dan 6) besar T2.
b. Batang-2: 2 variabel : 1) besar F23, 2) besar F43.
c. Batang-4: 3 variabel : 1) arah F14, 2) besar F14, 3) besar F34.
Dari batang yang mana memulai menyelesaikan ?.
1. Dari batang-4, lihat kembali ketentuan subbab 1.41.
kasus-3. Untuk mereduksi jumlah variabel yang belum
diketahui dari 3 menjadi 2 variabel, yaitu dengan
memotongkan garis gaya P dan F34, b erpotongan di n.
Sehingga arah F14 di tentukan oleh garis O2 n , gambar2.9c. Poligon gaya batang-4, dengan skala gaya 1cm =
20 kN, seperti gambar-2.9d dan 2.9e, dan didapatkan
dari pengukuran adalah :
F14 = 1,55cm = 1,55cm ´ 20 kN/cm = 31 kN
F34 = 0,75cm = 0,75cm ´ 20 kN/cm = 15 kN
2. Pada batang 3, sistem dua gaya berimpit, gambar-2.9f,
dari pena B, didapatkan F34 = - F 34, dan F43 = F34 = 15 kN,
gambar-2.9g.
3. Pada batang-2, gambar-2.9h pada pena didapatkan :
F32 = - F 23, dan F32 = F23 = 15 kN
h didapat dari lukisan :
h = 0,75cm = 0,75cm F34 = - F34, dan F43 = F34 =
15 kN 20 = 15cm = 0,15 m .
dari keseimbangan translasi (
F = 0 ):
F12 = - F 32, dan F12 = F32 = 15 kN
Dari
keseimbangan
momen
(rotasi) dari
titik
O2
didapatkan torsi lawan batang-2, T 2 :
27
T 2 = F 32 . h = 15 kN ´ 0,15 m = 2,25 kNm, s.j.j.
4. Pada batang-1 (fixed link), di pena O 2, gambar-2.9i
didapatkan beban dari batang-2:
F21 = - F 12, dan F21 = F12 = 15 kN
T 2 = 2,25 kNm, b.j.j.
Di pena O4, gambar-2.9j :
F41 = - F 14, dan F41 = F14 = 31 kN
5. Poligon untuk semua batang mekanisme ini, seperti
gambar-2.9k.
2.6.2. Rocker crank mechanism tanpa gaya luar.
Gambar 2.10. Rocker Crank Mechanisme dengan gaya luar di batang-3.
28
Gambar-2.10a, adalah rocker crank mechanism, yang menerima
beban gaya P = 40 kN di batang-4. Kemudian pada batang-3, sebagai
batang peimndah/penerus gaya (connecting link) mendapat beban luar
di titik C, S = 30 kN , arah 45 o, terhadap batang-3. Data-data mekanisme
: O2 A
40cm, AB
O4 B
70cm,O2 O4
120cm ,q 2 =45 °,
dan
BD
34cm.
Akan ditentukan gaya-gaya pada ujung-ujung batang, dan gaya lawan
Q yang batang-2, supaya dicapai keseimbangan.
Penyelesaiannya :
Gambar soal, seperti gambar-2.10a dilukis dengan skala gambar 1:20 (
1 cm = 20cmpanjang batang ).
1. Gambar-2.10b, adalah diagram benda bebasnya, dengan
jumlah variabel vector gaya yang belum diketahui pada
masing-masing batang :
a. Batang-2: 5 variabel : 1) arah F32, 2) besar F32, 3) arah F12,
4) besar F12, dan 5) besar Q.
b. Batang-2: 4 variabel : 1) besar F23, 2) arah F23, 3) besar F43,
4) arah F43.
c. Batang-4: 4 variabel : 1) arah F14, 2) besar F14, 3) besar F34,
4) arah F34.
Dari batang yang mana memulai menyelesaikan ?.
Bisa dari batang-3 atau batang-4, karena sistem gaya yang
bekerja pada ba tang sifatnya sama
1. Batang-3, untuk meroduksi jumlah variable yang belum
diketahui, maka pada pena B, F43 diuraikan menjadi :
F t43 dan Fn43 ,
besarnya
gambar-2.10c.
Kemudian
menentu kan
dari titik A berdasarkan keseimbangan
momen, dengan skala gaya 1cm = 20 kN , [lihat subbab
2.6.1.], gambar-2.10d, didapatkan :
t
F 43 = 0,45cm = 0,45cm ´ 20 kN/cm = 9 kN.
Sekarang sistem gaya batang-3 sepert pada
gambar-2.10e.
29
2. Batang-4, sekarang menjadi 3 variabel yang belum
diketahui: 1) arah F14, 2) besar F14, 3) besar F n43 .
Selanjutnya dua buah gaya, P dan F t34 digabung
menjadi sebuah gaya resultan R,
t
R = P + F 34
( 2 – 12 )
Ft34 = - F t 43, dan Ft 34 = Ft43 = 31 kN
Hasilnya didapatkan perpotongan garis gaya R dan
n
F 43
dititik n, gambar-2.10f. sehingga variabel yang
belum diketahui adalah 2 buah, 1) besar F14, 2) besar
n
F 43 , arah mengikuti O4 n , gambar-2.10g, sehingga bisa
dilukis poligon gaya keseimbangannya, gambar-2.10h,
hasilnya pada gambar-2.10i dan 2.10j, didapatkan dari
lukisan :
n
F 34 = 0,65cm = 0,65cm ´ 20 kN/cm = 13 kN.
F34 = 0,85cm = 0,85cm ´ 20 kN/cm = 17 kN.
F 14 = 1,45cm = 1,45cm ´ 20 kN/cm = 29 kN.
Jadi
gaya-gaya
pada
batang-4
dalam
keseimbangan seperti gambar-2.10k, ketiga gaya
tersebut harus melalui satu titik tangkap n.
3. Kembali ke batang-3, ada 2 variabel yang tidak
diketahui: 1) arah F23, 2) besar F23, gambar-2.10l, gaya F23
sebagai vektor penutup, gambar-2.10m., didapatkan
dari lukisan :
F43 = - F 34, dan F43 = F 34 = 17 kN
F23 = 0,7cm = 0,7cm ´ 20 kN/cm = 14 kN
4. Batang-2, dari pena A didapatkan :
F32 = - F 23, dan F32 = F 23 = 14 kN
Sistem 3 gaya, merupakan kasus-3, gambar2.10n, pada subbab 1.4.1, sehinga didapatkan
keseimbangannya seperti gambar-2.10o, dan
keseluruhan
poligon
bisa
disusun
seperti
gambar-2.10p.
30
F12 = 0,25cm = 0,25cm´ 20 kN/cm = 5 kN
Q
= 0,95cm = 0,95cm ´ 20 kN/cm = 19 kN
31
Bab III
PENGARU H G
GEESSEEK
KA
AN
N PADA GAYA ST ATIS
MEKANISME
Telah disebutkan dalam pendahuluan bab II, pada setiap kondisi
permukaan
kontak
sambungan
antara
dua
buah
batang
yang
berpasangan akan mempengaruhi letak dan kemungkinan arah vektor
gaya terhadap titik pusat pena sambungan, ataupun arah gaya resultan
pada permukaan batang luncur. Bila terjadi gesekan maka kondisinya
akan merubah posisi, besar dan arah gaya.
3.1
Gesekan Permukaan Luncur
Gaya gesek selalu dipengaruhi oleh arah gerak relatif benda atau
batang, dimana dari fenomena bahwa arah gaya gesek selalu
berlawanan dengan arah gerak benda atau batang.
Pada sambungan atau pasangan luncur dimodelkan dalam sebuah
empat persegi panjang de Permukaan kontak pada bagian atas dan
bagian bawah, maka kemungkinan letak gaya
kontak dipilih salah satu dari dua lokasi tersebut
dalam penyelesaian.
Gambar 3.1.Pasangan luncur
Bila dikombinasikan dengan arah gerak relatih
batang luncur, dalam hal ini arah ke kiri dan ke
kanan, didapatkan ada empat kemungkinan
kondisi gaya kontak dalam pasangan luncur.
N
R
N
FS
FS
(a)
N
R
FS
FS
R
R
N
(b)
(c)
Gambar 3.2. Kemungkinan lokasi Gaya Kontak R akibat gesekan
(d)
32
Gambar-3.2a dan 3.2b, mempelihatkan kemungkinan gesekan
berada pada bagian bawah dari batang luncur, bila arah gerak relatif ke
kanan menghasilkan arah gaya gesek dan gaya resultan R seperti
gambar-3.2a, sebaliknya, seperti gambar-3.2b. Untuk gesekan berada di
bagian atas, yang dengan kemungkinan gerak relatif batang seperti
pada gambar-3.2c dan 3.2d.
Sudur arah, f , dari gaya resultan R terhadap garis normal lintasan
gerak adalah :
f
arctg
FS
N
( 3 –1)
arctgm
dimana : adalah koefisien gesek statis, yang nilainya
tergantung material batang luncur dan material
lantai luncur.
3.2
Gesek an Pena
Telah disebutkan pada bab II, bahwa bila terjadi gesekan gaya
resultan tidak melalui pusat pena, sehingga menimbulkan persoalan
dalam menentukan harga dan arah gaya-gaya pada pena bila
melibatkan gesekan dalam analisa keseimbangan.
Ditekankan untuk menyelesaikan bahwa koefisien gesek diketahui
atau dimisalkan yang nilainya tidak tergantung terhadap kecepatan
relatif gerak batang dan beban. Metode seperti ini sudah mampu
menghasilkan
analisa
yang
cukup
teliti
dalam
sebagian
besar
perancangan mekanisme permesinan.
Gambar 3.3. Gaya-gaya pada sebuah pena dengan memperhatikan gesekan
33
Gambar 3.3a menunjukkan sebuah pena yang terletak di dalam
lubang bebas batang-3, yang dimisalkan disini berputar berlawanan
jarum jam.Unsur gaya ge sek terletak seperti yang ditunjukkan pada
masing-masing permukaan kontak, karena arah gaya gesek selalu
berlawanan dengan arah gerak relatif.
Akibat
gesekan,
yaitu
memberikan suatu momen searah putaran jarum jam terhadap pusat
lubang batang-3, untuk melawan arah gerak batang.
Pada gambar-3.3b, ditunjukkan bahwa gaya resultan, RPL
di
permukaan lubang batang merupakan gaya aksi atau beban gaya dari
pena kepada batang-3. Gaya ini merupakan jumlah dari gaya aksial, N,
sebagai gaya normal terhadap permukaan lubang, yang berimpit
dengan sumbu batang-3, dan gaya total gesekan, FS, pada titik kontak
permukaan yang berarah tangensial terhadap sumbu batang-3. Arah FS
sedemikian rupa yang mana momennya melawan arah gerak batang.
Secara vektor adalah :
( 3 –2)
RPL = N + FS
Besar gaya resultan adalah :
R PL
N
2
( 3 –3)
2
FS
dimana :
FS = m . N
Sehingga persamaan (3-3) menjadi :
RPL
N 1 m2
( 3 –4)
dari persamaan (3 -1), koefisien gesek adalah tangen sudut
arahgaya resultan
m = tgj, substitusikan ke persamaan (3-3), maka
RPL
N 1 tg 2j
N .secj
( 3 –5)
Berdasarkan teorema Varignon yang sudah dibicarakan
dalam Bab I, momen yang ditinjau dari pusat lubang
batang-3 adalah :
FS . R = RPL . r
m N . R = N.secj. r
N.tgj. R = N.secj . r
34
r = R . sinj
(3–6)
Persamaan adalah untuk menentukan jarak gaya resultan
terhadap pusat lubang batang, bila jari-jari pena, R, dan
koefisien gesek,
, telah diketahui. Jadi akibat gesekan,
maka gaya resultan tidak melalui pusat pena atau pusat
lubang batang, tetapi berada sejauh r, dan arah gaya
resultan akan menghasilkan momen yang melawan arah
gerak relatif batang.
Bila beban sebagai gaya tunggal P diberikan kepada
batang-3,
untuk
menghasilkan
keseimbangan
pada
batang, maka P harus sama besarnya dengan R PL, dan
harus terletak pada garis gaya R PL, dan terlak pada jarak r
dari pusat pena, gambar-3.3.b.
Selanjutnya jarak r disebut sebagai jari-jari lingkaran gesek.
3.3
Analisa Batang Penerus Gaya akibat Gesekan Pena
Dalam analisa keseimbangan akibat pengaruh gaya gesek pada
pena, secara grafis, hanya dibahas untuk mekanisme, dimana batang
penerus gaya tidak dikenai beban, gaya luar. Di atas sudah dijelaskan,
dalam mencapai keseimbangan gaya aksi akibat beban, dan gaya
reaksi sebagai gaya resultan, merupakan sistem dua gaya berimpit,
terletak sejauh r dari pusat lubang, atau pusat pena. Selanjutnya arah
momen kedua gaya melawan arah gera k relatif pada masing-masing
pusat lubang.
Gambar 3.4. Kemungkinan arah keseimbangan pada batang penerus gaya karena gesekan pena.
35
Dalam hal ini perlu diketahui juga kondisi gaya-gaya yang bekerja
pada batang ketika tidak ada gesekan. Hanya dua kemungkinan
batang tersebut akan mengalami tarikan atau tekan, maka ada empat
kemungkinan, dipilih salah satu yang memenuhi syarat.
Gambar-3.4, adalah contoh suatu
batang-3 dengan kondisi
menerima gaya tekan, dan batang-3, mempunyai gerak relatif terhadap
batang-2, w32, di A berlawanan jarum jam, dan gerak relatif terhadap
batang-4, w34, di B, juga berlawanan jarum jam.
Analisanya adalah, bahwa gaya di pena A arah momennya harus
melawan arah w32, demikian pula gaya di pena B arah momennya harus
melawan
arah
w34, jadi yang dipilih dari keempatnya adalah
kemungkinan (3).
Gambar 3.5. Mekanisme peluncur dengan gesekan luncur
3.4
Keseimbangan Gaya Mekanisme Luncur dengan Gesekan Luncur
36
Mekanisme luncur empat batang seperti kasus-kasus sebelumnya,
gambar-3.5a, skala gambar 1 : 10, dengan data -data ukuran batang
O2 A
20cm, AB
60cm,q 2
60  , batang luncur menerima beban gaya ke
kiri, P = 60 kN, koefisien gesek pasangan luncur, m = 0,364 . Batang-2
berputar melawan jarum jam. Akan ditentukan gaya-gaya ujung batang
dan torsi lawan batang-2 supaya terjadi keseimbangan, bila gesekan
terjadi pada bagian bawah dari batang luncur.
Penyelesaian :
1. Membuat diagram benda bebas, gambar-3.5b.
2. Menentukan sudut arah F14, yaitu f, karena batang-4 bergerak
ke kiri, maka gaya geseknya berarak ke kanan, sehingga letak
sudut gaya F14 di kwadran III, bila ditinjau pusatnya di B.
tgf = m
f = arctgm = arctg 0,364 = 20
3. Jumlah variabel vektor yang belum diketahui adalah :
a. Batang-2 : 4 variabel : 1) besar F12, 2) besar F32, 3) besar
T2, 4) arah T2.
arah F12 dan arah F32, diketahui, yaitu sejajar dengan
batang-3.
b. Batang-3 : 2 variabel : 1) besar F23, 2) besar F43, sedang
untuk arah F23 dan arah F43, diketahui, berimpit dengan
batang-3.
c. Batang-4 : 2 variabel : 1) besar F34, 2) besar F14, dimana
arah F34 diketahui sejajar batang-3, arah F14, diketahui,
membentuk sudut 20o terhadap vertikal.
4. Pelukisan poligon gaya dimulai dari batang-4, gambar-3.5c,
3.5d, dan 3.5e. Untuk skala gaya 1cm = 40 kN didapatkan :
F14 = 0,4cm = 0,4cm ´ 40 kN/cm = 16 kN
F34 = 1,45cm = 1,45cm ´ 40 kN/cm = 58 kN
5. Pada batang-3, dari pena B didapatkan F43 = - F34 dan F43 = F34 =
58 kN, gambar-3.5f, dari keseimbangan batang dihasilkan F23 = F43 dan F23 = F 43 = 58 kN, gambar-3.5g.
37
6. Pada batang-2 di pena A didapatkan F23 = - F32 dan F23 = F32 =
58 kN, dari keseimbangan translasi (S F = 0 ) gaya di pena O 2:
F12 = - F32 dan F12 = F32 = 58 kN. Jarak dua gaya di A dan O2, h
dari lukisan. Jadi h = 1,9cm = 1,9cm ´ 10 = 19cm = 0,19m, maka
torsi
lawan
ditinjau
dari
keseimbangan
momen
di
O2
didapatkan, T 2 = F32 . h = 58kN ´ 0,19m = 11,02 kNm, s.j.j,
gambar-3.5h.
Gambar 3.6. Mekanisme luncur, dengan lingkaran gesek pena.
3.5
Keseimbangan Gaya Mekanisme Luncur dengan Gesekan Pena
Mekanisme
luncur
empat
batang
seperti
sebelumnya,gambar-3.6a, skala gambar 1 : 10, dengan
ukuran batang O2 A
20cm, AB
60cm,q 2
kasus-kasus
data-data
60  , batang
38
luncur menerima beban gaya ke kiri, P = 45 kN, koefisien gesek pena, m =
0,354 ; dan jari-jari pena, R = 30mm. Akan ditentukan gaya-gaya pada
ujung masing-masing batang, dan torsi lawan pada batang-2 supaya
tercapai keseimbangan. Pada posisi ini, batang-2 berputar melawan
putaran tarum jam.
Penyelesaian :
1. Penentuan keseimbangan statis tanpa gesekan [ seperti dalam
Bab II ], untuk mengetahui kondisi gaya-gaya batang-3, tanpa
adanya
gesekan
pena.
didapatkan
bahwa
batang-3,
menerima gaya-gaya tekan.
2. Menentukan besarnya lingkaran gesek r, sebagai berikut :
diketahui m = 0,354
dari persamaan (3-1), j = arctg m = arctg0,354 = 19,494 °
dari persamaan (3-6), maka
r = R.. sinj = 30mm´sin19,494 o = 10,011mm
3. Menentukan gerak relatif batang, dengan memberi perubahan
kecil pada batang-2, ke arah putaran melawan jarum jam,
gambar-3.6b. Sudut-sudut q2, b , dan g adalah sudut pada posisi
awal. Selanjutnya sudut-sudut q’2, b ’, dan g’ adalah sudut pada
posisi setelah digerakkan sedikit, kemudian dibandingkan:
a. di pena A batang-3, terhadap batang-2 : b’ b, maka
arah w32 searah jarum jam, kemudian di pena B batang3, terhadap batang-4 : g’> g, didapat arah w34 searah
jarum jam, gambar-3.6.c.
b. Di pena O2 batang-2 , terhadap batang-1 :q’2 q2, maka
w32 berlawanan jaum jam.
4. Penentuan arah-arah gaya resultan ujung batang-3,yaitu F23
dan F43 berdasarkan kondisi sebagai batang tekan, dengan
arah-arah
gerak atau kecepatan sudut relatif seperti pada
butir 2a., didapatkan lokasi kedua gaya pada lingkaran
geseknya seperti gambar-3.6d.
5. Pada batang-2, gaya di pena A besar dan lokasi gaya sama
dengan yang di pena A batang-3, hanya berlawanan F32 = - F 23
39
dan F32 = F 23, sedang di pena O2, arah F12 // F 32 : F 12 = - F 32 dan
F12 = F32, seperti pada gambar-3.6e, arah momen F12 harus
melawan w21.
6. Dari keseimbangan gaya di batang-3, kemudian batang-2,
didapatkan poligon gaya, seperti gambar-3.6f dan 3.6g,
dengan skala gaya 1cm = 30 kN.
F14 = 0,35cm = 0,35cm ´ 30 kN/cm = 10,5 kN.
F34 = 1,6cm = 1,6cm ´ 30 kN/cm = 48 kN .
F12 = F32 = F23 = F43 = F34 = 48 kN.
7. Jarak kopel, h, didapatkan :
h = 1,7 cm = 1,7cm´ 10 = 17cm = 0,17m .
Torsi lawan, T2 = F 32. h = 48kN ´ 0,17m = 8,16kNm.s.j.j.
3.6
Keseimbangan Gaya Rocker Crank Mechanism akibat Gesekan
Pena
Pada pembahasan disini data-data tidak diberi angka, jadi bersifat
prosedural untuk penyelesaiannya. Gambar-3.7a, adalah contoh yang
umum dari rocker crank mech anism
40
Gambar 3.7. Akibat gesekan pena pada rocker crank mechanism
dibebani pada batang-4, dengan gaya yang sudah diketahui, P.
Kemudian dibatang-3 oleh gaya Q, yang akan dicari arah dan besarnya.
Bagiamana pengaruh gesekan pena terhadap gaya-gaya ujung setiap
batang, bila batang-4 berputar ke kanan.
Hasil keseimbangan akibat gesekan pena dalam diagram benda
bebas seperti pada gambar-3.7b. Untuk mendapatkan analisa seperti
diatas,
maka
yang
ditentukan
dahulu
adalah
dengan
analisa
keseimbangan statis tanpa gesekan, khususnya untuk batang-3, yang
menghasilkan kondisi tarikan, yaitu gaya F23 dan F43 mengarah ke luar
batang-3.
F43
B
3
F 23
A
B
F34
F34
4
(a)
(b)
P
O
F 14
P
(c)
F 14
Gambar 3.8. Analisa Keseimbangan statis tanpa gesekan pada batang-3 dan batang -4
Gambar-3.8 memperlihatkan cara mendapatkan kondisi tarik di
batang-3, berdasarkan keseimbangan statis tanpa gesekan pena.
Dimulai dari batang-4, gambar-3.8b, menghasilkan poligon gaya batang3, gambar-3.8c, sehingga
keseimbangan
mengikuti
hasil
batang-4,
didapatkan
keseimbangan
arah
batang-
4,gambar-3.8a.Kemudian
kecepatan relatif batan g,
dengan
memberi
perubahan gerak batang-4. Pembandi-ngan sudut-sudut posisi mula mu la, yaitu: q2, b, dan s.dengan sudut-sudut
setelah
berputar- nya
batang-4 ke kanan: q’2, b ’,dan s ’.
41
Setelah diamati didapatkan:
1) Pada batang-3 di pena A didapatkan b
b’, maka gerak batang-3
relatif terhadap batang-2, w32 berputar berlawanan jarum jam. Di pena
B, s
s ’: maka gerak realtif batang-3 terhadap batang-4, w34 berputar
berlawanan jarum jam.
2) Pada batang-2 di pena O2: q2
q’2, sehingga w2 berputar searah jarum
jam.
Untuk menentukan lokasi gaya resultan terhadap titik pudat pena,
dihitung jari-jari lingkaran gesek, r, dari persamaan (3 -6).
Pada batang-3, di pena A dipilih lokasi gaya F23 menyinggung
lingkaran r yang momennya melawan w32, dan di pena B dipilih lokasi
gaya F43 menyinggung lingkaran r yang momennya melawan w34. Jadi
momen oleh F23 dan F43 terhadap pusat lubang batang harus searah
jarum jam, dan merupakan sistem dua gaya berimpit, gambar-3.10.
B
3
w32
F43
w34
A
F23
Gambar 3.10. Efek gesekan pena pada batang-3.
Untuk batang-2, merupakan sistem tiga
gaya
tak
sejajar,
bila
mencapai
keseimbangan, ketiga garis kerja gaya
berpotongan pada satu titik. Di pena A
lokasi F32 di titik singgung yang
sama
dengan F23 tetapi berlawanan arah. Untuk
menentukan garis kerja F12 yang sebelum
arahnya
tidak
tahu,ditarik
dari
perpotongan garis kerja gaya Q dan F32 di n,menyinggung lingkaran
gesek di pena O2. Ada dua kemungkinan persinggungan, disebelah kiri
atau kanan. Dipilih
sebelah kiri, karena nantinya gaya F12, arah
momennya harus melawan arah w2, gambar-3.11.
Kasus dibatang-4, akibat gesekan, sifatnya sa ma dengan batang-2.
Keseimbangan gayanya bisa dilihat di gambar-3.7b.
42
Bab IV
ANAL ISA GAYA I NERSIA MEK ANIS ME
Dalam
menganalisa
percepatan mekanisme
yang
batang-
batangnya bergerak, terdapat percepatan -percepatan tertenu, yang
bisa ditentukan. Menurut Hukum Newton II, bahwa dalam mekanime
terdapat gaya-gaya atau kopel-kopel yang mengakibatkan percepatan
ini.
Yang dibahas disini adalh percepatan dari gerak bidang, yang
merupakan gabungan dari gerak translasi lurus dan rotasi. Konsep gayagaya inersia dikemukakan sesudah membahas masalah gaya resultan
yang mengibatkan gerakan.
4.1
Gaya dalam Gerak Bidang (Plane Motion)
Suatu batang bentuk sebarang, gambar-4.1, mempunyai massa M,
bergerak dengan kecepatan sudut, w (radian/detik) dan percepatan
sudut, a (radian/detik2), arah keduanya berlawanan jarum jam. Pada titik
P ditinjau eleme massa dM, sedang di titik A terdapat per
patan
translasi lurus a A. Perce
tan di P
adalah :
aP
aA
a PA
aP
aA
n
a PA
t
a PA
( 4– 1 )
dimana
n
: aPA
: komponen normal, ber impit
dengan AP ,
Gambar 24.1. Komponen
2 gaya inersia benda
= w . AP = w . r
t
a PA : komponen tangensial,te gak lurusAP =
a . AP =
a . r
Maka
persamaan (4 -1) menjadi
aP
aA
w 2 .r
a .r
( 4 –2 )
Akibat percepatan a P, elemen gaya terhadap elemen massadM di P :
43
dF = dM. aP = a P .dM +(w2.r).dM + (a .r). d M
( 4 –3 )
dalam hal ini, (w 2.r).dM = d Fn, adalah elemen gaya normal di P, berimpit
dengan AP
(a .r).dM = dFt, adalah elemen gaya tangensial di P,
dengan AP
aA.dM = dFA, adalah elemen gaya translasi di P, // dengan
aA.
Dalam analisa ini supaya tidak terdapat variabel besaran yang
terlalu banyak, maka sistem sumbu cartesian x-y, originnya ditempatkan
berimpit dengan titik A, dan absisnya berimpit dengan arah percepatan
aA. Benda atau batang dalam kondisi bebas, maka derajad kebebasan
geraknya (degree of freedom ) tiga buah, yaitu: 1) gerak translasi lurus ke
arah sumbu-y, 2) gerak translasi lurus ke arah sumbu -x, dan 3) rotasi
terhadap A. Komponen-komponen gaya di P, sekarang diamati
berdasarkan sistem sumbu cartesian tersebut, sehingga harus diuraikan.
Komponen-komponen gaya di P yang //
sb-x:
1).
d FA
=
aA
.
dM
(4 – 4)
2). dFnx = dFn.cosq = (w2.r).dM. cosq
(4 – 5)
3). dFt x = dFt .sinq = (a .r).dM. sinq
(4 – 6)
Komponen-komponen gaya di P yang // sb -y:
1). dFny = dFn.sinq = (w2.r).dM. sinq
2). dFt y = dFt .cosq = (a .r).dM. cosq
(4 – 7)
(4 – 8)
Resultan elemen gaya di P ke arah sumbu-x : dari Gambar 4.2.Komp onen
dF di P. persamaan (4 -4), (4-5), dan (4-7) :
dFx = dFA - dFnx - dFt x
dFx = a A . dM - (w2.r. cosq ).dM - (a .r. sin q ).dM, ……
(4 – 9)
dalam hal ini :
44
r. cosq = x
r. sinq = y, disubstitusikan ke persamaan (4-9)
dFx = a A . dM - w2.x.dM - a .x.dM
( 4 – 10 )
dengan cara yang sama komponen gaya searah sumbu -y, dari
persamaan (4 -7), (4-8)
dFy = a .x.dM - w2.x.dM
( 4 – 11 )
Apabila kedua persamaan (4-10) dan (4 -11), untuk seluruh massa benda
atau batang, yaitu dengan mengintegralkan, sehingga menjadi :
Fx = M. aA - w2 ò x.dM - a ò y.dM
( 4 – 12 )
Fy = a ò x.dM - w2ò y.dM
( 4 – 13 )
Komponen gaya-gaya dari elemen massa dM pada titik P, masingmasing menimbulkan momen terhadap titik A sebesar :
dTA = d Ft .r – d FA . r sinq
( 4 – 14 )
Substitusikan persamaan (4-3) ke (4-14)
dTA = a .r. dM .r – a A .dM . y
momen untuk seluruh benda terhadap A, adalah
TA = a ò r 2.dM – a A ò y.dM
( 4 – 15 )
Bila titik A merupakan titik berat benda atau batang, c, maka sukusuku persamaan (4-12), (4 -13) dan (4 -15) yang berisi :
ò y.dM = ò y.dM = 0
didapatkan,
Fx = M. aA = M. a G
( 4 – 16 )
Fy = 0
( 4 – 17 )
Tc = ( ò r 2.dM ) a = I . a
( 4 – 18 )
dimana :
ò
r 2.dM
=
I,
adalah
momen
inersia
massa
pollar,
Persamaan (4-18) bisa dirumuskan
( kgm -m 2)
T A = I. a
= Fx. h , dari pers. (4 -16)
maka :
I. a = M. a G .h
Jadi p osisi gaya resultan terhadap tiTik berat,
G:
45
h
I .a
M .a G
( 4 – 19 )
Gambar 4.3. Kemungkinan posisi gaya resultan. Momen inersia massa
dalam jari-jari girasi (k) adalah, I = M.k 2 ,
( 4 – 20 )
posisi gaya resultan menjadi
h
k 2 .a
aG
( 4 – 21 )
Arti dari dari tiga persamaan (4-16), (4-17), dan (4-18) di atas,
1) Gaya resultan yang diberikan kepada batang adalah sama
dengan massa seluruh batang dikalikan percepatan pada titik
beratnya.
2) Arah gaya resultan // dengan arah percepatan titik berat.
3) Garis kerja vektor percep atan adalah sumbu-x batang yang
melalui titik berat.
4) Gaya resultan tadi menempati pada suatu posisi tertentu,
sehingga menghasilkan momen [ torsi ] terhadap titik beratnya
sebesar I.a .
5) Arah momen gaya resultan terhadap titik berat, sama dengan
arah percepatan sudut batang.
Gambar-4.4 memperlihatkan dua kemungkinan posisi gaya resultan, di
atas atau di bawah G. Posisi yang benar bila arah momen yang
dihasilkannya oleh gaya terhadap titik berat arahnya sama dengan arah
percepatan sudut batang, jadi yang beradi di bawah. ( yang beradi di
atas salah ).
46
Gambar 4.4. Gaya resultan batang (a), gaya inersia batang (b).
4.2
Gaya Inersia Batang
Gaya
resultan
pada
suatu
batang,
R,
seperti
gambar-4.4,
merupakan jumlah vektor dari gaya-gaya F1 dan F2, yang dikenakan
pada batang tersebut, melalui sambungan pena-pena batang.
Berarti F1 dan F2 merupakan komponen -komponen dari R yang bekerja
pada pena batang.
Maka,
R = F1 + F2
( 4 – 22 )
dimana : R = M . aG
Persamaan
(4-23)
merupakan
hukum
( 4 – 23 )
Newton
II
identik
dengan
persamaan (4 -16), yang bisa dirumuskan menjadi :
R - M . aG = 0
R -f =0
( 4 – 24 )
( 4 – 25 )
yang dikenal sebagai Prinsip d’Alembert, merupakan persamaan dari
keseimbangan dinamik
suatu benda atau batang. Suku kedua
persamaan (4 -24) dalam kondisi ini disebut sebagai gaya inersia benda ( f
), yang merupakan respon terhadap gaya luar untuk mencapai kondidi
keseimbangan, walaupun benda pada keadaan dipercepat. Tanda
47
minus memnunjukkan bahwa arah gaya inersia selalu melawan arah
gaya resultan. Tentunya besar gaya inersia sama dengan gaya resultan,
yaitu massa benda dikalikan percepatan titik berat.
Posisi dari gaya inersia berada pada garis kerja gaya resultan,
sedemikian rupa mengakibatkan momen terhadap titik berat yang
arahnya melawan arah percepatan sudut benda atau batang.
4.3
Analisa Gaya Inersia Mekanisme Luncur
Mekanisme luncur empat batang , gambar-4.5a, yang mana
batang-2 berputar melawan jarum sebesar 10 radian/detik. Dan q2 = 60°.
Massa batang-2 adalah 5 kgm ; massa batang-3 = 10 kgm ; dan batang-4 =
4 kgm . Momen inersia dari batang-2 = 0,345 kgm -m 2; momen inersia dari
batang-3 = 0,454 kgm -m 2; Momen inersia dari batang-4 = 0,065 kgm -m 2.
Data-data
O2 A
20cm, AB
ukuran
60cm,O2 G 2
14cm, AG 3
batang
adalah
25cm.
Akan ditentukan besarnya gaya-gaya resultan dan gaya-gaya inersia
pada masing-masing batang, akibat putaran batang-2 yang konstan
tersebut.
48
Gambar 4.5. Analisa Gaya Inersia Mekanisme Luncur
49
Penyelesaian :
1. Gambar mekanisme dilukis dengan skala 1 : 10, luhat gambar4.5a.
2. Analisa kecepatan.
1).
m/detik,
2).
w2. O2 A = 10rad/detik ´ 20cm = 200cm/detik = 2
VA =
O2 A
VB = VA + VBA ;
VB : horisontal
VBA :
3).
AB
Melukis poligon kecepatan, gambar-4.5b, skala kecepatan
1cm = 1m/detik
didapat:
VB = 2,05 m/detik = 205 cm/detik
VBA = 1,05 m/detik = 105 cm/detik
4).
A
w3
VBA
3
B
Gambar 4.6. Arah kecepatan sudut batang-3
w3
V BA
AB
105cm / det ik
6060cm
1,7 5radian / det ik ,b. j. j.
3. Analisa percepatan.
1).
aA = an A + atA ,
w2 konstant = 10 radian/detik, b.j.j,maka a 2 = 0
atA = 0 .
a nA = (w 2) 2. O2 A = (10 rad/detik)2 ´ 20cm = 2000cm/detik2,
berimpit dengan batang-2, mengarah ke O2.
2).
aB = aA + anBA + atB A ,
aB : mengarah horisontal, besarnya dicari
atB A :
AB , besarnya dicari
50
anB A : berimpit AB , arahnya dari B menuju A,
= (w2)2.
AB =
(1,75 rad/detik)2 ´ 60cm = 183,75
cm/detik2
3).
Melukis poligon percepatan, dengan skala 1cm = 500
cm/detik2.
gambar-4.5c, memperlihat percepatan pada sambungan
(joint) batang.
4).
Menentukan percepatan pada masing-masing titik berat
batang.
a. di batang-2, percepatan titik beratnya di G2, aG2, karena
G2 segaris dengan A pada batang-2, maka garis vektor
percepatan aG2 berimpit dengan a A. Besar ditentukan
dari
perbandingan
percapatan
=
perbandingan
jaraknya.
a G 2 O2 G2
=
aA
O2 A
b. di batang-3, percepatan titik beratnya di G3, a G3,
c. aG3 = aA + a G3A, a A sudah diketahui lengkap (basar dan
arahnya sudah ada), aG3A
AG 3 tetapi besarnya belum
tahu, tetapi bisa ditentukan berdasarkan perbandingan
percepatan = perbandingan jaraknya, karena A dan G3
segaris pada batang-3, maka besar a G3A didapatkan.
d. Di batang-4, titik
berat G4 berimpit dengan titik
sambungan B, maka
aG 4 = a B,
5). Melukis poligon percepatan titik berat, dengan skala 1cm = 500
cm/detik2.
gambar-4.5d, dari lukisan didapatkan :
a G2 = 2,8cm = 2,8cm ´ 500 (cm/detik2)/cm= 1400 cm/detik 2
a G3 = 2,65cm = 2,65cm ´ 500 (cm /detik2)/cm= 1325 cm/detik 2
a G4 = a B = 1,35cm = 1,35cm ´ 500 (cm/detik2)/cm= 675 cm/detik2
6). Menentukan percepatan sudut masing-masing batang.
51
a. Untuk batang-2, karena w2 konstant
b. Batang-4, bergerak translasi lurus,
A
a2 = 0
a4= 0
a3
at BA
3
B
Gambar 4.7. Arah percepatan sudut batang -3
c. Pada batang-3, dari poligon kecepatan didapat :
at BA = 3,5cm = 3,5 ´ 500 = 1750 cm/detik 2
a3
a tBA
AB
1750cm / det ik 2
60cm
29,17rad / det ik 2,b. j. j
6). Melukis vektor-vektor percepatan pada mekanisme, gambar4.5e.
7). Menghitung gaya resultan batang
diketahui, M2=5 kg m , M3=10 kgm , M2=4 kgm
a. pada batang-2, R 2 = M2 . a G2 = 5 kgm ´ 14 m/detik2 = 70 N.
b. pada batang-3, R3 = M3 . aG3 = 10 kgm ´ 13,25 m/detik2 =
132,5 N.
c. pada batang-4, R 4 = M4 . aG4 = 4 kg m ´ 6,75 m/detik2 = 27
N.
8). Menentukan posisi gaya resultan.
diketahui/ditentukan : I2=0,345 kgm-m 2, I3=0,454 kg m-m 2, I4=0,75
kgm-m 2.
a 2 = a 4 = 0, a 3 = 29,17 radian/detik2.
a. pada batang-2, h 2 = 0
b. pada batang-4, h 4 = 0
c. pada
h3
batang-3,
I 3 .a 3
M 3 .a G 3
( 0,454k gm m 2 )( 29,17rad / det ik 2 )
( 10k gm )( 13,25m / det ik 2 )
h 3 = 0,099949 m = 10cm.
52
9). Melukis gaya resultan dan posisinya pada mekanisme, gambar4.5f.
10). Menentukan gaya inersia batang.
A. Besar gaya inersia sama dengan gaya resultan,
a. pada batang-2, f 2 = R 2 = 70 N.
b. pada batang-3, f 3 = R 3 = 132,5 N.
c. pada batang-4, f 4 = R 4 = 27 N.
B. Arah gaya inersia melawan arah gaya resultan (tinggal
membalik saja,
lokasi tetap pada titik singgung gaya
resultan), gambar-4.5g.
11). Transformasi gaya resultan dari posisinya kepada titik berat
batang, akan menjadi gaya yang tersebut disertai kopel yang nilai
sama dengan momen inersia batang kali percepatan sudut
batang.
Dalam hal ini haya terjadi pada batang-3, karena batang-2
dan batang-4 percepatan sudut batangnya nol.
Kopel batang-3, T3 = I 3. a 3 = (0,454 kg m-m 2)(29,17rad/detik2)
= 13,243 Nm, b.j.j.gambar-4.5h.
4.4
Analisa Gaya Inersia Rocker Crank Mechanism
Suatu rocker crank mechanism dengan diagram percepatan
yang dihasilkan, seperti pada gambar-4.8. Skala pengukuran untuk
panjang batang dan besar percepatan seperti yang dicantumkan.
Gambar 4.8. Diagram Mekanisme dan percepatan untuk Rocker Crank Mechanism.
53
Berat dari masing-masing batang :
W 2 = 50 N, W3 = 80 N, W 4 = 70 N.
Momen inersia massa polar masing-masing batang :
I2 = 0,030 kg m-m 2, I 3 = 0,075 kgm -m 2, I4 = 0,038kg m-m 2.
1). Besar percepatan berdasarkan poligon percepatan gambar4.8 :
A. Percepatang titik berat masing-masing batang :
a G2 = 2,950 m/detik2, a G2 = 6,000 m/detik2, aG2 = 2,150
m/detik2,
B. Percepatang sudut berat masing-masing batang :
a 2 = 12,000 rad/detik 2,s.j.j, a 2 = 9,300 rad/detik 2,b.j.j.
a 4 = 40,000 rad/detik 2 ,b.j.j.
2 ). Menentukan besarnya gaya resultan masing-masing batang
batang.
R2
M 2 .a G 2
R3
M 3.a G 3
R4
M 4 .a G 4
W2
.aG 2
g
W3
g
.a G 3
W4
.a G 4
g
50N
9 ,81m / det 2
80 N
9,81m / det
2
70 N
9 ,81m / det 2
2,950m / det 2
15,050N
6 ,000m / det 2
48,980N
2
15,360N
2,150m / det
3). Menentukan posisi dari gaya resultan terhadap titik berat
masing-masing batang
h2
I 2 .a 2
M 2 .a G 2
( 0,03k gm m 2 )( 12rad / det 2 )
15,05N
h3
I 3 .a 3
M 3 .aG 3
( 0,075kg m m )( 9 ,3rad / det )
48,98 N
h4
I 4 .a 4
M 4 .a G 4
( 0,038k gm m 2 )( 40rad / det 2 )
2
15,36 N
0,0239m
2,39cm
2
0,0142m
1,42cm
0,0990m
9,9cm
54
Gam bar 4.9. Gaya resultan pada masing -masing batang
4). Melukis gaya resultan dan posisinya terhadap titik berat masingmasing batang
gambar-4.9.
Gambar 4.10. Gaya-gaya inersia yang dihasilkan Rocker Crank Mechanism
5). Menentukan gaya inersia setiap batang.
Besar gaya inersia = gaya resultan,
f 2 = R 2 = 15,050N, f2 = - R 2
f 3 = R 3 = 48,980N, f3 = - R 3
f 4 = R 4 = 15,360N, f4 = - R 4
6). Melukis gaya inersia pada mekanisme, gambar-4.10.
4.5
Sistem ekivalen kinetik
Sistem ekivalen kinetik adalah dua atau lebih benda tang
tergabung secara tegar, sebagai pengganti sebuah benda, yang akan
55
memberikan percepatan -percepatan yang sama seperti sebuah benda
yang tergantikan di bawah aksi gaya-gayaluar yang sama.
Tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi suatu sistem ekivalen
kinetik :
1. Kedua sistem harus mempunyai massa yang sama.
2. Mempunyai titik berat yang terletak mempunyai di posisi yang
sama.
3. Keduanya mempunyai mempunyai momen inersia yang sama.
Gambar-4.11. Adalah sistem ekivalen, suatu benda dengan massa M
akan diganti menjadi dua benda yang masing-masing dengan massa m1
dan m2, dengan posisi masing-masing titik berat benda tunggal yang
telah ditentukan.
Dari definisi maka percepatan pada kedua benda pengganti
dengan percepatan benda tunggalnya: a1 = a2 = aG.
A
m1
aG
G
a1
M
A
G
B
m2
B
A2
h1
h1
h2
h2
benda tunggal
benda ekivalen
Gambar 4.11. Sistem ekivalen kinetik
Dari hukum Newton II, bila gaya P dikenakan pada benda tunggal
P = M . aG
Maka berlaku juga untuk dua benda prngganti, yaitu :
P = m 1.a1 + m 2.a2
Karena ketiga percepata dalam dua persamaan diatas sama, maka
M = m 1 + m2
( 4 – 26 )
56
Momen statis yang ditimbulkan berat benda tunggal, W harus
sama dengan momen dari komponen-komponennya. Ketika masing
benda tunggal momen gaya berat terhadap titik berat = nol, karena garis
kerja gaya resultan tepat pada titik berat, maka :
S MG = 0 :
W . 0 = (m1.g).h1 - (m 2.g).h 2
Maka :
m1. h 1 = m 2. h2
( 4 – 27 )
Momen putar ( rotasi ) yang ditimbulkan berat benda tunggal
terhadap titik berat benda atau batang, harus sama dengan momen
putar dari komponen -komponennya.
TG = I . a
momen putar benda pengganti,
TG = m 1.h12 + m 2.h22.
( 4 – 28 )
I . a = m 1.h12 + m2.h 22
( 4 – 29 )
maka,
Bila jari-jari girasi benda tunggal k, maka momen inersia massa
benda
I = M . k2
Sehingga didapat :
M . k 2 = m 1.h12 + m2.h 22
( 4 – 30 )
dari persamaan (4-27) didapatkan,
m1
m2
M = m2
h2
, substitusikan ke persamaan (4-26)( 4 – 31 )
h1
h2
+ m2
h1
Sehingga didapatkan antara massa-massa penganti dengan
massa benda tunggal
m2
M
h1
h1
h2
,
( 4 – 32 )
substitusikan ke persamaan (4 -31),
m1
M
h2
h1
h2
( 4 – 33 )
57
didapatkan,
M .k 2
M
h2
h1
2
h2
h1
M
h1
h1
2
h2
h2
sehingga didapatkan hubungan persamaan radius girasi benda
tunggal dengan jarak atau posisi benda pengganti terhadap titik
berat benda tunggal:
k 2 = h 1 . h2
( 4 – 34 )
58
BAB V
PERSAMAAM MATE MATIS PER CE PAT AN
PADA
MEKANISME PEL UNCU R E MPAT BATANG
Mekanisme peluncur empat batang sering dijumpai dalam
penerapan praktis, dan perancangan, maka dipandang perlu untuk
menentukan persamaan percepatan secara analitik matema tis.
Gambar 5.1. Mekanime peluncur empat batang
Dari gambar-5.1, akan diturunkan persamaan percepatan batang4 sebagai peluncur. Posisi dari pena B peluncur dinyatakan sebagai x
yang diukur dari O 2, sekaligus sebagai pusat sumbu-xy. Bila dalam hal ini,
R, adalah panjang batang-2 = O2 A .dan panjang batang-3 ( AB ) adalah
L.
Jadi posisi x terhadap O2 :
x = R .cos q + L .cos f
( 5 –1)
Karena mekanisme mempunyai sebuah derajad kebebasan gerak, maka
perubahan posisi batang-3 terhadap lintasan gerak batang-4, f,
dinyatakan dalam perubahan gerak sudut batang-2 terhadap lintasan
gerak batang-4, q.
Dari
O2AB didapatkan persamaan :
R sin q = L sin f
maka,
sin f
( 5 –2 )
R
sin q
L
( 5 –3 )
59
1 sin 2 f
diketahui bahwa cosf
( 5 –4)
substitusikan persamaan (5-3) dan (5 -4) ke persamaan (5 -1),
x
R cosq
R
sinq
L
L 1
2
( 5 –5)
Persamaan (5-5) adalah persamaan eksak dari posisi pena
peluncur B dari titik O 2.
Dalam mendapatkan persamaan percepatan, maka dilakukan
pendekatan. Karena bila persamaan eksak di atas langsung diaplikasikan
dalam mendapatkan persamaan kecepatan maupun percepatan,
bentuknya tidak sederhana dan sulit aplikasinya.
Berdasarkan teorema binomial didapatkan persamaan :
a b
n
n.a n 1 .b
1!
an
n.( n 1 ).a n 2 .b 2
2!
n.( n 1 )( n 2 )a n 3 .b 3
3!
......
( 5 –6)
Bila persamaan (5-5) disesuaikan dengan persamaan (5-6), maka :
R
sin q
L
a = 1; b
2
;n=
1
2.
( 5 –7 )
substitusikan data persamaan (5 -7) ke persamaan (5 -6)
1
1
R
sinq
L
1 1
2 2
2
1
1
2
1
2
1
12
2
+
1
2
12
R
sinq
L
1
1
2
1 1
2 2
1
1
2
12
1
1
3
2
1
2
1 2
R
sinq
L
1 2 3
R
sinq
L
2
3
.......
( 5 –8)
1
R
sinq
L
2
1
2
1
1 R
sinq
2 L
2
1 R
sinq
8 L
4
1 R
sinq
16 L
6
...;( 5 – 9 )
60
2
Harga maksimum untuk sinq = 1, dan bila R/L diambil ½, disubstitusikan
ke persamaan (5-9), dihasilkan deret sebagai berikut :
1-
1
1
1
8
128
1024
... 1 0 ,125 0,0078125 0 ,0009766 ...
untuk sinq = 1, dan bila R/L diambil 1/3, disubstitusikan ke persamaan(59), diha silkan deret sebagai berikut :
1-
1
18
1
648
1
... 1 0,0555556 0 ,001543 0 ,0000857 ...
11664
Berdasarkan kedua contoh pemberian harga sin dan R/L ternyata
menghasilkan bentuk deret konvergen yang sangat cepat, sehingga
akan terdapat kesalahan yang sangat kecil, bila suku ketiga dan
seterusnya
dihilangkan.
Sehingga
persamaan
(5-9) dalam
bentuk
pendekatan yang mendekati nilai eksak adalh dari suku pertama dan
suku kedua saja,
1
2
R
sin q
L
2
1 R
sinq
2 L
1
( 5 – 10 )
Sekarang persamaan perpindahan pena B batang peluncu r dalam
bentuk
persamaan
pendekatan,
yaitu
dengan
mensubstitusikan
persamaan (5 -10) ke persamaan (5-5) di dapatkan :
x
R cosq
Persamaan kecepatan
L
1 R2
sin 2 q
2 L
dari
gerak
( 5 – 11 )
batang
luncur yaitu
dengan
mendiferensialkan terhadap waktu, dalam hal ini R , L adalah konstanta,
sedang q yang tergantung pada waktu,
V
V
dimana :
dq
dt
dx
d( R cosq )
dt
dt
R sinq
dq
dt
dL
d
dt
1 R2
2
sin q
2 L
dt
2
R
dq
sinq . cosq
L
dt
sin q.cos q = ½ sin 2 q
w : kecepatan sudut
maka persamaan kecepatan luncur menjadi :
61
V
R.w .sinq
V
R 2w
sin 2q
2L
R.w. sinq
R
sin 2q
2L
( 5 – 12 )
Persamaan percepatan batang luncur dengan mendiferensialkan
terhadap waktu persamaan (5-12):
aB=
R .w
aB =
R .w
d sinq
dt
2
cosq
R d sin 2q
2L
dt
R .w cosq
R
cos 2q
L
dq
dt
R
dq
cosq
L
dt
( 5 – 13 )
Persamaan kecepatan dan percepatan menghasilkan tandanegatif,
bila perpindahan mengarah positik ke kanan, maka vektor kecepatan
dan percepatan mengarah ke kiri, dan sebaliknya.
62
Bab VI
PENYEIMB ANG F LU KTU ASI GAY A INERSI A
MEKANISME
Untuk melanjutkan pembahasan pada Bab IV dan Bab V tentang
pengaruh gaya inersia pada batang-batang suatu mekanisme. Dalam
Bab IV hanya memperlihatkan gaya inersia batang-batang mekanisme
pada satu posisi saja. Tetapi menurut Bab V sudah dibuat persamaan
percepatan pada pena batang luncur yang berlaku untuk seluruh
putaran penuh batang-2, sebagai crank atau engkol. Akibatnya besar
dan arah gaya inersia disetiap batang akan selau berubah. Kondisi
seperti ini tentunya akan membahayakan terhadap struktur mekanisme.
Untuk mengurangi
amplitudo
fluktuasi
gaya
ineria
dalam
perencanaan perlu diberikan suatu bobot balan sebagai massa
penyeimbang. Metodenya tidak eksak, tetapi prosedur atau tekn ik
penyelesaian berdasarkan hasil grafis dengan metode lingkaran gaya
inersia.
6 .1
Sistem Ekivalen Batang Penerus Gaya ( Connecting Rod )
Gambar 6.1. Berat Batang Penerus Gaya digantikan oleh dua berat terkonsentrasidi pena
engkol dan pena peluncur atau piston
63
Pada gambar-6.1 memperlihatkan batang-3 sebagai batang
penerus gaya, mempunyai titik berat di G3, berat total batang-3 adalah
W. Beart batang ini akan digantikan oleh sistem ekivalen, yaitu dua buah
massa yang masing-masing berat terkonsentrasi di pena engkol A dan
pena peluncur B. Berat terkonsentrasi di A, Wc’, sedang di B beratnya Wp’.
Dari subbab 4.5. tentang sistem ekivalen didapatkan harga
masing-masing berat terkonsentrasi :
W c'
W'
W
p
W
hp
L
hc
( 6 –1 )
( 6 –2)
L
hubungan panjang batang-3, L, dengan posisi atau jarak dari titik berat
batang-3 ke pena engkol, h c; dan ke pena peluncur, h p.
L = h c + hp
6.2
( 6 –3)
Gaya Inersia Batang Penerus Gaya
Gambar 6.2. Gaya inersia batang penerus gaya pada pena-pana batang.
Gaya inersia batang penerus gaya adalah akibat percepatan
dititik beratnya, G 3. Karena itu akan dianalisa dahulu posisi titik berat
terhadap titik referensi O2.
Persamaan posisi horisontal titik G3 terhadap O2:
64
x = R . cos q + h c . cos f
( 6 –4)
Persamaan posisi vertikal titik G3 terhadap O2:
y = hp .sin f
( 6 –5)
dari bab V didapat persamaan :
R
sinq
L
sinf
cosf
(1
( 6 –6)
2
sin q
1
2
)
1 R
1
sinq
2 L
2
( 6 –7)
substitusikan persamaan (6 -7) ke persamaan (6 -4), maka posisi horisontal
titik G 3 terhadap titik referensi O2 menjadi :
x
R .cosq
hc 1
1 R
sinq
2 L
2
(6–8)
substitusikan persamaan (6-6) ke persamaan (6 -5), sehingga posisi vertikal
titik G 3 terhadap titik referensi O2 menjadi :
y
R
sinq
L
hp
( 6– 9 )
Bila dideferensiasikan terhadap waktu untuk persamaan (6-8) didapat
komponen horisontal dari kecepatan titik G3 :
dx
dt
Vx
R.w .sin q
1
R
hc
2
L
2
w . sin 2q
( 6 – 10 )
sedangkan dideferensiasikan terhadap waktu untuk persamaan (6-9)
didapat komponen vertikal dari kecepatan titik G3 :
dy
dt
Vy
hp
R
w. cosq
L
( 6 – 11 )
Dideferensiasikan terhadap waktu untuk persamaan (6-10) didapat
komponen horisontal dari percepatan titik G3 :
aG3
x
dVx
dt
R.w 2 .cosq
hc
R
L
2
w 2 .cos 2q
( 6 – 12 )
sedangkan dideferensiasikan terhadap waktu untuk persamaan (6-11)
didapat komponen vertikal dari percepatan titik G3 :
a G 3y
dVy
dt
hp
R 2
w .sinq
L
( 6 – 13 )
65
Gaya inersia yang terjadi pada titik berat batang-3, G 3, untuk
komponen horisontal :
W
aG 3x
g
fx
W
R .w 2 .cosq
g
W
R
hc
g
L
2
w 2 .cos 2q
( 6 – 14 )
untuk komponen vertikal :
f
W
y
g
a
y
G3
R
W
hp
g
L
2
2
w . sin 2q
( 6 – 15 )
Sekarang menentukan gaya inersia dalam sistem ekivalen batang3, yaitu gaya inersia di pena engkol, A; dan pena batang peluncur, B:
Untuk gaya inersia akibat berat batang-3 yang terkonsentrasi di pena
engkol :
W c' n W h p
Rw 2
aA
g
g L
f1
( 6 – 16 )
arah dari gaya f1 afalah berimpit dengan batang-2 atau engkol,
yang membentuk sudut
dengan sumbu horisontal, sehingga dalam
tinjauan ini akan diuraikan menjadi dua komponen :
1) komponen horisontal :
x
f1
f1 .cosq
W hp
2
Rw cosq
g L
( 6 – 17 )
2) komponen vertikal :
y
f1
f 1 . sinq
W hp
g
L
2
( 6 – 18 )
Rw sinq
bisa dilihat pada gambar-6.2.
Gaya inersia yang diakibatkan oleh berat batang-3 yang
terkonsentrasi di pena peluncur, B, mengarah horisontal, seperti arah
percepatan a B ( lihat bab V ) :
f2
W 'p
g
aB
W hc
Rw 2 cosq
g L
R
cos 2q
L
( 6 – 19 )
66
Total komponen horisontal gaya inersia dari sistem ekivalen kinetik
batang-3 adalah :
x
fx
f2
f1
W hp
fx
g
2
R.w .cosq
L
W hc
g
L
fx
g
L
cos 2q
2
hc
W h p h c R.w 2 .cosq
g
L
R
R.w 2 cosq
2
R.w cos 2q
L
( 6 – 20 )
Karena : h p + h c = L
Sehingga total komponen horisontal gaya inersia sistem ekivalen
batang-3 :
fx
W
R .w 2 .cosq
g
W
R
hc
g
L
2
w 2 cos 2q
( 6 – 21 )
Total komponen vertikal gaya inersia dari sistem ekivalen kinetik
batang-3 adalah :
f
fy
y
f
y
1
W hp
R.w 2 . sinq
g L
( 6 – 22 )
Bila diperhatikan dari persamaan (6 -14) sama dengan persamaan
(6-21), demikian juga persamaan (6 -15) dengan persamaan (6 -22), maka
persamaan untuk menentukan inersia suatu batang dalam mekanisme
caranya akan lebih mudah bila dianalisa berdasarkan sistem ekivalen
kinetik,
karena
persanaan
percepatan
yang
digunakan
adalh
persamaan percepatan pada sambungan-sambung pena. Persamaan
percepatan pada sambungan lebuh sederhana bentuknya dari pada
persamaan percepatan di titik berat batang. ( Bandingkan mencari
poligon
percepatan
pada
sambungan
pena
dengan
poligon
percepatan pada titik berat batang ).
Kedua persamaan, (6-21) dan (6-22), juga diartikan merupakan
gaya resultan arah horisontal dan vertikal untuk gaya inersia batang.
67
Kedua gaya tersebut tidak terletak pada titik tangkap yang sama, tetapi
tetap sejajar dengan arah -arah gaya inersia ketika sistem batang atau
benda tunggal. Pada analisa fluktuasi gaya inersia tidak memperhatikan
titik tangkapnya, namun tidak ada kesalahan dalam sistem ekivalen untuk
analisa te rsebut.
6.3
Metode Grafis Tanpa Bobot Imbang
`Untuk menentukan gaya inersia total pada mekanisme, perlu
diperhitungkan juga gaya-gaya inersia dari batang-2 ( engkol / crank )
dan gaya inersia dari batang-4 ( peluncur / piston / torak ). Persamaan (621) dan (6-22) hanya diakibatkan oleh batang-3 ( batang penerus gaya /
connecting rod ) saja.
Bila berat peluncur sendiri adalah Wp, yang juga terkonsentrasi di
titik beratnya, B, ( = G4 ), maka gaya inersia peluncur sendiri di pena B :
f2p
Wp
g
aB
Wp
g
Rw 2 cosq
R
cos 2q
L
( 6 – 23 )
Sedang persamaan untuk gaya inersia batang-3 terkonsentrasi di
pena peluncur dari persamaan (6-19), sehingga total gaya inersia yang
terdapat di pena peluncur, B : f P adalah akibat berat peluncur sendiri dan
berat terkonsentrasi dari batang-3, maka :
fP = f 2 + f2p
fP
Wp
W' p
g
Rw 2 cosq
R
cos 2q
L
( 6 – 24 )
dalam posisi ini mengarah horisontal ke kanan.
Berat batang-2 atau berat engkol sendiri di titik beratnya, G2
adalah Wc , gaya inersia dari akibat beratnya sendiri :
f 1c
Wc
R.w 2
g
( 6 – 25 )
68
Gambar 6.3. Gaya Inersia total Mekanisme yang terkonsentras(a), resultannya (b).
Berat batang-3 yang terkonsentrasi di pena engkol gaya inersianya
seperti persamaan (6-16), sehingga total gaya inersia yang terjadi
pada pena engkol, A, adalah:
fc = f 1 + f1c
fc
Wc
W' c
g
R .w 2
( 6 – 26 )
Bila berat batang-2 diganti menjadi sistem ekivalen kinetik, dimana
beratnya dikonsentrasikan di pena engkol, berat yang terkonsentrasinya
adalah Wc”:
Wc . O 2 G 2 = Wc”. R
( 6 – 27 )
Bila Wc” sudah didapatkan nilainya disubstitusikan ke persamaan (6-26),
fc
Wc " W ' c
R.w 2
g
( 6 – 28 )
arahnya berimpit dengan batang-2 mengarah keluar
batang-2.
69
Gambar 6.4. Metode Grafis untuk mengkonstruksi fluktuasi gaya inersia Mekanisme Luncur
Jadi gaya inersia mekanisme ada empat gaya inersia yang
mempengaruhi flukstuasi arah dan besarnya :
1) Gaya inersia akibat berat batang peluncur, Wp.
2) Gaya inersia batang penerus gaya yang terkonsentrasi di pena
peluncur, Wp’.
3) Gaya inersia batang-2 ( engkol ) , Wc.
Gaya inersia batang penerus gaya yang terkonsentrasi di pena engkol,
Wc’.
Untuk mendapatkan besar dan arah dari gaya inersia total
mekanisme (bukan hanya di batang-3 saja), sebagai gaya resultan yang
fluktuatif (gambar-6.3b), maka dilakukan metode praktis yaitu dengan
melukis komponen -komponen gaya resultan dalam bentuk lingkaranlingkaran konsentris.
Ada tiga komponen yang diwakili dalam bentuk jari-jari lingkaran :
70
1) r1
2) r2
3) r3
Wc " W c'
R .w 2
g
Wp Wp'
g
Wp
Wp'
g
( 6 – 29 )
R.w 2
R.w 2
( 6 – 30 )
R
( 6 – 31 )
L
Prosedur melukis ( lihat gambar-6.4):
Misalnya batang-2 (engkol) mempunyai posisi sudut putar q, seperti
gamba r-6.3,
1) Lukis f c sebagai r1.
2) Lukis r 2, sebagai lingkaran gaya inersia primer di pena peluncur.
3) Lukis r 3, sebagai lingkaran gaya inersia sekunder di pena
peluncur.
4) Lukis f c ketika mempunyai sudut q digambarkan sebagai OM .
5) Lukis
perpanjangan
OM sampai memotong lingkaran r2
sebagai MN .
6) Tarik garis horisontal di titik M lingkaran r1, proyeksikan MN pada
garis ini menjadi MP , dimana mewakili gaya inersia primer
pada pena peluncur:
MP
fP
Wp
Pr imer
W' p
g
Rw 2 cosq
7) Lukis garis lurus membentuk sudut 2q
( 6 – 32 )
dari titik O terhadap
sumbu horisontal sampai memotong lingkaran r2 di Q, dan
lingkaran r3 di R .
8) Tarik garis horisontal dari Q, dan proyeksikan R ke garis ini,
didapat S. Segmen garis QS yang mewakili gaya inersia
sekunder pada pena peluncur:
QS
fP
W p W' p
Sekunder
g
Rw 2
R
cos 2q
L
( 6 – 33 )
71
9) Pindahkan segmen QS garis kepada perpanjangan garis
MP diihasilkan MS , segmen garis ini menunjukkan gaya inersia
total pada pena peluncur, seperti pada persamaan (6-24),
MS = f P
Wp
W' p
g
Rw 2 cosq
R
cos 2q
L
( 6 – 34 )
Gambar 6.5. Kurva Polar fluktuasi gaya inersia mekanime.
10) Tarik garis lurus dari dari O ke titik S, mendapatkan garis OS yang
menunjukkan besar gaya resultan mekanisme, fM, sudut arah
dari gaya ini, diukur dari sumbu horisontal dengan garis ini.
Untuk contoh dengan nilai variabel, sebagai berikut.:
Mekanisme peluncur dari Mesin Diesel Tunggal posisi horisontal :
Putaran batang-2 (engkol)
1200 rpm konstan
Panjang langkah ( 2R )
12 cm
Panjang batang-3 ( L )
30 cm
Jarak titik berat batang-3 ke pena engkol (hc) 10 cm
Berat engkol terkonsentrasi di pena engkol ( Wc”)
20N
72
Berat batang peluncur
( Wp )
40 N
Berat batang –3 ( W )
90 N
Akan ditentukan secara grafis bentuk fluktuasi gaya inersia total
mekanisme, dalam satu putaran penuh batang-2 ( engkol ): 0
360 .
Untuk menyelesikan dirancang, lingkaran dibagi untuk interval 15 ,
menjadi 24 sektor lingkaran, jadi nilai
untuk : 0 , 15 , 30 , 45 , 60 , 75 ,
…………… , 345 , 360 .
Akan dihasilkan lukisan fluktuasi gaya inersia total mekanisme
seperti dalam gambar-6.5.
6.5
Bobot Imbang Tambahan Mekanisme Peluncur
Untuk mengurangi besarnya fluktuasi gaya inersia yang dihasilkan
dalam satu putaran penuh batang engkol mekanisme peluncur, perlu di
tempatkan gaya lawan. Penempata bobot imbang ini dalam lakasi posisi
yang
berlawanan
dengan
posisi
pena
engkol
terhadap
pusat
perputarannya ( O 2 ). Berat bobot imbang, Wcb, dianggap terkonsentrasi
tepat pada titik lokasinya sendiri.
Gambar 6.6. Bobot imbang yang digunakan untuk mengurangi fluktuasi gaya inersia.
Gaya inersia yang dihasilkannya :
f cb
Wcb
g
Rw 2
( 6 – 35 )
arah fcb adalah sejajar / berimpit dan harus selalu melawan fc
supaya terjadi reduksi fluktuasi gaya inersia.
73
Pada lukisan gaya inersia bobot imbang dalam lingkaran-lingkaran
konsentris, ditempatkan di ujung titik S, gaya sekunder, kemudian ditarik
melawan dan sejajar arah fc
Gambar 6.7. Kurva fluktuasi gaya inersia dengan bobot imbang, Berat bobot imbang =
jumlah berat ekivalen dan berat ekivalen peluncur.
Gambar 6.8. Kurva fluktuasi gaya inersia dengan bobot imbang, Berat bobot imbang
jumlah berat ekivalen dan setengah berat ekivalen peluncur.
=
74
( OM ). Sehingga gaya inersia setelah diberi bobot imbang dalam lukisan
tersebut, besarnya dari O ke ujung fcb, gambar -6.7
Bentuk variasi bobot imbang dengan nilai yang berrbeda, yaitu nilai
Wbc adalah jumlah berat ekivalen dan setengah berat ekivalen
peluncur.
75
Download