KAJIAN PENGARUH ARAH SERAT KOMPOSIT PADA SAYAP HSFTB V2 BERDASARKAN GAYA AERODINAMIKA Samsu Hidayat – Dr. Ir. Agus Sigit Pramono, DEA. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Pada suatu pesawat UAV yang bernama HSFTB V2 dirancang untuk melakukan kondisi terbang menjelajah dalam pencapaian trajektori yang sejauh mungkin dan mampu mendarat. Hal ini terkait dengan pengambilan data-data dari beberapa sensor yang terpasang pada pesawat, yang nantinya sebagai penunjang Roket Pengorbit Satelit (RPS). Pada kondisi terbang tersebut, seluruh bagian luarnya akan mengalami tekanan akibat beban aerodinamika udara bebas. Namun, gaya angkat pesawat bersifat dominan pada sayap pesawat karena desain sayap berfungsi menerima gaya angkat sehingga pesawat mampu diterbangkan. Gaya ini menghasilkan tegangan regangan struktur sayap serta tidak menutup kemungkinan terjadi deformasi bahkan kerusakan struktur. Oleh karena itu, untuk menghindari kerusakan struktur saat pesawat diterbangkan maka perlu dilakukan analisa struktur lebih lanjut. Kata kunci: HSFTB V2, Komposit, Ansys 1. Pendahuluan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memiliki misi dalam memperkuat kemampuan penguasaan teknologi roket, satelit, dan penerbangan serta pemanfaatannya untuk menjadi mitra industri strategis penerbangan dan pembina nasional pengembangan roket dan satelit. Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan melakukan riset dan penelitian roket yang berpusat di Tarogong, Bogor. Selain itu, Lapan juga mengembangkan wahana pesawat UAV (Unmanned Aerial Vehicle) bernama HSFTB V2 yang mampu mengambil data-data yang dibutuhkan dalam mendukung peluncuran Roket Pengorbit Satelit (RPS). Wahana ini diluncurkan dari launcher dengan menggunakan roket booster. Pada saat motor roket burn out, dilakukan separasi untuk memisahkan HSFTB V2 dari boosternya, dan kemudian wahana ini akan terbang dengan menggunakan mesin turbojetnya sendiri. Gambar 1.1 Kondisi HSFTB V2 pada Uji Terbang [1] High Speed Flying Test Bed (HSFTB V2) ini dirancang sebagai wahana pembelajaran roket outo pilot yang dapat melalui uji terbang berkali-kali dan untuk mendapatkan trajektori yang sejauh mungkin dengan mengaplikasikan mesin turbojet. Pada saat pesawat beroperasi, struktur ini akan mengalami berbagai macam gaya yang terdistribusi pada sayap pesawat. Gaya-gaya ini menghasilkan tegangan regangan struktur serta tidak menutup kemungkinan terjadi deformasi bahkan kerusakan struktur. Oleh karena itu, untuk menghindari kerusakan struktur saat pesawat diterbangkan maka perlu dilakukan analisa struktur lebih lanjut. 2. Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang mendukung pembuatan tugas akhir ini, yaitu mengenai: 2.1 Material Komposit Bahan komposit dikembangkan sebagai bahan alternatif untuk mendapatkan sifat yang lebih baik seperti high strength/modulus dan densitas rendah sesuai yang diterapkan dalam industri penerbangan, antariksa, dan otomotif. Pada industri-industri ini membutuhkan komponen yang ringan namun memiliki karakteristik yang handal. Sehingga penggunaan material komposit dibuat optimal di setiap struktur produk agar diperoleh pengurangan berat yang signifikan. Kelebihan lainnya dari komposit adalah mampu memberikan sifat anisotropik berdasarkan arah serat pada manufakturnya. Secara umum bahan komposit terdiri dari dua bagian utama, yaitu : matriks yang menggisolasi fasa berupa serrat dan pennguat (reinforcement) atau fasa f sebarann berupa reesin. m fasa-fasa pem mbentuk kompposit Gabungan makroskopis adalah matriks dan penguuat. k yangg digunakan pada HSFTB B V2 Bahan komposit adalah jenis epoxy yaang umum digunakan pada p pembuatan aircraft. Eppoxy merupaakan salah satu d kategorri thermoset (jika ( matriks yanng termasuk dalam dipanaskan akan mengerras). Matriks ini cukup bannyak p bidang airplane, a kareena sifatnya yang y digunakan pada tahan terhaadap kelembaaban, penyusuutan rendah saat curing sehingga tidak dapat diubaah atau dibenntuk kembali, taahan temperattur tinggi, daan mudah daalam proses fabriikasi. Epoxy merupakan m ressin yang mem miliki sifat adhesiff. Fungsinya adalah menyaatukan serat pada p laminat dann antar laminaat. Sehingga diharapkan d beeban yang bekerj rja pada strukktur tidak dittahan resin yang y tidak berfunngsi menahann beban melaainkan serat. Dari D kedua kompponen tersebuut maka terbenntuk laminat (satu ( ataupun bebberapa lapisann komposit) Pelat beerlapis (laminnate) merupaakan pelat yang y terdiri dari dua lapisann atau lebihh yang digabbung bersama membentuk m s struktur yangg integral. Pelat P berlapis dibbuat agar elemen struktur tersebut mam mpu menahan beeban multiakssial, sesuatu yang tidak dapat d dicapai dengan lapisan tuunggal. Lapissan tunggal haanya mampu padda arah serattnya saja, tetaapi lemah daalam arah tegak lurus serat. Oleh O karena itu, lapisan yang y m addalah digunakan untuk menahhan beban multiaksial minate yang merupakan gabungan g lappisan lapisan lam komposit yaang memiliki arah serat yaang berbeda pada p setiap lapisaan. [2] cho ord adalah suudut serang ((α). Selain ittu, angle of atta ack juga dibentuk antara ggaya angkat (L) ( dan gaya norrmal (N) atau gaya hambatt (D) dan gay ya aksial (A). Berrdasarkan geoometri pada gaambar di baw wah ini dapat ditu uliskan rumus sebagai berikkut: (2.1) Nc - Asinα L = Ncosα (2.2) D = Nsinα N + Acosα α A a 2.2 Gaya Aerodinamika Pada HSSFTB V2, konndisi terbang take off dan clim mb digunakann engine braacket boosterr dan motor rok ket hingga meencapai cruisee. Selain itu, kondisi take off pada HSFTB V2 dipersingkkat tanpa adan nya landasan bang (bantuann peluncur). Kondisi terrbang cruise terb men nyatakan baahwa terjadi kesetimbaangan gaya aero odinamika yaang bekerja paada pesawat. Berdasarkan huk kum newtonn yang peertama tentaang gerak, men nyatakan bahw wa sebuah beenda akan tetaap diam saat istirrahat, dan sebbuah obyek yyang bergerak k (kecepatan kon nstan) akan terus t bergeraak kecuali teerdapat gaya eksternal. Apabilla tidak ada gaya eksternal maka obyek n. Sehingga akaan mempertahhankan keceppatan konstan pad da kondisi terbbang cruise m menyatakan bahwa b terjadi kesetimbangan gaya g aerodinaamika yang bekerja b pada pesawat. a umum mnya juga berttujuan dalam Desain aircraft efissiensi saat cruuise, dengan eestimasi bahw wa T/W akan didaapatkan thrusst matching. Hal ini berkaaitan dengan pem milihan thrusst engine yyang digunaakan dalam men ngatasi drag force yang timbul. Kettika pesawat terb bang dengann kecepatan konstan, th hrust senilai den ngan drag. Seeperti halnya nilai berat pesawat yang sam ma dengan lift dan dapat dirrumuskan seb bagai berikut: [2] Sayyap pesawatt berfungsi sebagai pennjaga stabilitas terrbang, sehinggga tidak terjaddi gerakan rollling. Gerakan rollling pada pessawat dapat menggagalkan m misi terbang. Haal ini salah satunya dapat disebabkan oleh pembuatan struktur sayaap yang tidakk tepat, sehinngga m menerrima dalam operrasionalnya saayap tidak mampu beban peluuncuran pesawat. Dalam kondisi terbbang struktur sayyap pesawat mengalami m gaaya aerodinam mika, baik berupaa gaya hambaat maupun gaaya angkat. Gaya G aerodinamikka dan momeen pada airfoiil terdiri dari dua, yaitu: - Distribusi tekanan pada permukaan airfoil - Distribusi tegangan regaangan pada peermukaan airffoil g Mekanisme alami memiiliki hubungaan terhadap gaya pada airfoiil yang berggerak melaluui fluida addalah distribusi tekanan dann tegangan regangan pada p permukaan. Akibat dari tekanan t dan teegangan reganngan mukaan airfoiil adalah resuultan secara umuum pada perm gaya aeroddinamika (R)) dan momeen pada airf rfoil. Kecepatan udara bebaas dapat diartikan d sebbagai a yang jaauh dari perm mukaan body atau kecepatan aliran biasa disebbut kecepatann free stream m. Umumnyaa, R merupakan penjumlahan vektor dari gaya g yang bekkerja y sejajar dan tegak lurus terhadap chhord. Sudut yang dibentuk anntara sumbu arrah kecepatann udara bebas dan Gambar G 2.1 Gaya G Aerodin namika pada Airfoil [3] kanan dinamikk pada airfoill bekerja padaa luasan area Tek pen nampang dapaat dirumuskan: (2.3) q = ½ ρ v2 (N/m2) Berrikut merupaakan koefisieen gaya daan koefisien mom men yang diteerima airfoil. (2.4) Cl = L / (q S) (lift coefficiennt) Dim mana : L = gayya angkat (N) S = surrface area (m2) v = keccepatan obyekk (m/s) 1 ⎛T ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ W ⎠ cruise (L D ) cruise Gambar 2.2 (2.5) Gayaa yang Bekerrja Saat Cruisse m benntuk Padda pesawatt yang memiliki penampang horizontal beerupa rectanggular chord, gaya g lift yang terjjadi di center of grafity dappat didistribusikan dalam bentuuk elliptical distribution d lifft sepanjang jarak per span saayap dari fusselage. Besarnnya gaya lift per span sayapp dapat dikeetahui dengaan menggunaakan persamaan berikut: b [4] L (y )= 4L πb ⎛ y ⎞ 1− ⎜ ⎟ ⎝ b ⎠ 2 (2.6) Dimana : L((y) = Distribussi gaya lift perr span (N/m) L = Gaya liftt pada CG (N) m) y = jarak per span sayap daari fuselage (m s (m) b = panjang sayap Pada persam maan tersebut diambil jarakk per span denngan interval sebeesar 15,7 cm. Gambar 2.3 D Distribusi Gaaya Angkat Seccara strukturaal, beban yanng mengakibaatkan deformasi pada suatuu struktur dinamakan d g gaya S gaaya internal merupakan suatu eksternal. Sedangkan respon dari gaya eksternnal yang diterima (stress) dan d struktur (strain). (s Pada gambar di baawah deformasi dari ini menunjukkan strukttur yang meengalami tenssion, compressionn, dan shear. Gambar G 2.4 Pembebaanan Arah No ormal dan Radial pada Silinder Karrena materiaal komposit yang dianaalisa secara mak kromekanik, maka m perhitunngan kekuatan n tarik hanya berd dasarkan perbbandingan bebban yang diteerima dengan luass penampang,, sehingga peersamaan yan ng digunakan adaalah sebagai beerikut: σ=F/A ε = Δl / l Dim mana : σ = tegangan (N/m2) g (N) F = gaya A = luas l penampaang (m2) ε = regangan r Δl = perubahan paanjang (m) p awal ((m) l = panjang (2.7) (2.8) Suatu struktur kom mposit dikattakan gagal apaabila struktur tersebut telaah mengalam mi kerusakan totaal ketika menndapat suatu beban terten ntu. Hal ini berllaku baik baggi komposit ddengan satu la ayer maupun mulltilayer. Berddasarkan batassan yang telaah dijelaskan sebelumnya yaituu berdasarkann sifat makrosskopik, maka kuatan materrial kompositt dilihat seb bagai suatu kek matterial utuh sehhingga analisaa kekuatannya didasarkan pad da kekuatan laapisannya. Teerdapat tiga kemungkinan k mod dus kegagalann pada kompoosit yang men nerima beban tarik longitudinall, yaitu : B failure : matriks mam mpu menahan n beban geser a. Brittle dan menerusskan beban ttersebut kepaada serat di sekitarnya. Sehingga S serrat yang pattah semakin banyak sampaai timbul retakkan b. Debonding D : matriks tidakk mampu men nahan beban geser sehinggga serat terleepas dari maatriks. Bahan komposit akaan rusak searahh serat c. Brush-type : Serat patahh di sembarrang tempat bersamaan deengan rusaknyya matriks. [5]] Kriteria kegagalan pada material anisotropis telaah dikembanggkan oleh T Tsai-Hill unttuk material kom mposit. Teori tersebut meruupakan kriteriia kegagalan lam mina orthotroppis yang menngalami kegagalan akibat pem mbebanan muultiaksial (m multiaxial streess). Dalam kritteria ini kegaagalan akan tterjadi apabilaa memenuhi kon ndisi di bawahh ini: 1 (2.9) Nilai-nilai tegangan pada persamaan di atas harus sesuai dengan karakteristik σ11 dan σ22. Jika σ11 bersifat tegangan tarik maka nilai digunakan SLt yang juga bersifat tarik, sedangkan apabila σ22 merupakan tegangan tekan maka yang digunakan adalah nilai STc. Hal ini berlaku pula untuk komponen-komponen lain. [6] 3. Metodologi Penelitian A PEMBUATAN MODEL SAYAP NACA 0009 (PROGRAM ANSYS) PERHITUNGAN SIFAT MEKANIK LAMINAT GABUNGAN DENGAN VARIASI ARAH SERAT 0o, 45o & 90o angle ply < 90 Metodologi dalam proyek tugas akhir diperlukan sebagai panduan dalam proses pengerjaan proyek tugas akhir agar tahapan dalam pengerjaan tugas akhir dapat berjalan secara terarah dan sistematis. Berikut ini merupakan alur metodologi pengerjaan tugas akhir yang dilakukan oleh penulis : o ARAH SERAT = 90o? angle ply = 90 o SIMULASI PEMBEBANAN PADA SAYAP HSFTB V2 ANALISA TEGANGAN START ARAH SERAT YANG PALING PENGAMBILAN DATA & STUDI LITERATUR FINISH INPUT GEOMETRI HSFTB V2 (PROGRAM MISDAT) Gambar 3.1 ANALISA KOEFISIEN GAYA AERODINAMIKA PADA HSFTB V2 MENGHITUNG DISTRIBUSI GAYA ANGKAT PADA SAYAP M < 0,75 MACH NUMBER = 0,75? Diagram Alir Tugas Akhir Model yang digunakan untuk analisa struktur HSFTB V2 dibuat berdasarkan dimensi NACA 0009 dengan ketebalan 3mm. Karena sayap pesawat bersifat simetri, maka hanya diperlukan setengah sayap saja untuk menyelesaikan permasalahan ini. Model tersebut dilakukan pada Ansys Workbench guna mempermudah dalam penentuan koordinat geometri. Berikut ini merupakan design modeler geometry sayap NACA 0009: M = 0,75 A Gambar 3.1 Geometry Sayap HSFTB V2 Desain sayap HSFTB V2 memiliki kekuatan struktur yang berbeda dengan sayap pesawat pada umumnya. Gambar di atas pada bagian dalam airfoil tidak terdapat rangka/truss sebagai penunjang bentuk airfoil. 4.1 Analisa Hasil Analisa struktur sayap HSFTB V2 dilakukan dengan cara mensimulasikan secara numerik sehingga didapatkan besar tegangan maksimum pada bidang laminat. Selanjutnya dilakukan perhitungan kegagalan struktur sayap menggunakan teori kegagalan Tsai-Hill. Tsai-Hill work theory memperhitungkan kegagalan dari suatu lapisan komposit berdasarkan tegangan yang terjadi dengan arah longitudinal dan transversal. Kemudian dilakukan perhitungan teori kegagalan TsaiHill dengan tensile ultimate strength, compressive ultimate strength, dan ultimate shear strength sebagai berikut: • Angle Ply 0o Compression :SLc=425MPa;STc=70MPa;SS=3836,41MPa Tension : SLt=440MPa ; STt=70MPa ; SS=3836,41MPa Analisa Kegagalan Angle Ply 0o Tabel 4.1 Mach Number Stress 11 (Mpa) Shear Stress 12 (Mpa) Stress 22 (Mpa) Tsai‐Hill Work Theory 0.55 2959.2 1579.5 5637.9 704.4793844 0.6 3587 1914.6 6834 1035.102281 0.65 4146.1 2213 7899.1 1382.900798 0.7 4921.5 2626.9 9376.5 1948.565344 0.75 5823.8 3108.5 11096 2728.720811 Mach Number Stress 11 (Mpa) Shear Stress 12 (Mpa) Stress 22 (Mpa) Tsai‐Hill Work Theory 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 6952.4 8242.4 9722.3 11564 14006 2761.2 3273.5 3861.3 4592.9 5562.6 5219.2 6187.5 7298.5 8681.5 10514 5815.25366 8173.195243 11371.77916 16089.73227 23599.24353 5. Kesimpulan Setelah melakukan beberapa simulasi dan analisa berdasarkan kegagalan material komposit maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kekuatan laminat angle ply 0o dalam menahan beban yang terjadi pada sayap memiliki perbedaan nilai Tsai-Hill 51,6% terhadap angle ply 45o. Sedangkan antara arah serat 0o dan 90o terdapat perbedaan nilai Tsai-Hill work theory sebesar 87,9% 2. [1] o Compression:SLc=240MPa;STc=240MPa;SS=2019.61 MPa Tension : SLt=240MPa ; STt=240MPa ; SS=2019.61 MPa Analisa Kegagalan Angle Ply 45o Tabel 4.2 Mach Number Stress 11 (Mpa) Shear Stress 12 (Mpa) Stress 22 (Mpa) Tsai‐Hill Work Theory 0.55 1854.5 3764.9 11664 1455.172827 0.6 2247.9 4563.7 14139 2138.142532 0.65 2598.3 5275.5 16343 2856.683173 0.7 3084.2 6261.5 19399 4024.970239 0.75 3649.7 7409.6 22956 5636.302069 • Angle Ply 90o Compression:SLc=70MPa;STc=425MPa;SS=12587.26 MPa Tension : SLt=70MPa ; STt=440MPa ; SS=12587.26 Mpa Dari perbandingan di atas, arah serat yang paling optimal dalam menerima beban gaya lift saat cruise adalah laminat komposit epoxy dengan arah serat 0o. 6. Daftar Pustaka [2] • Angle Ply 45 Analisa Kegagalan Angle Ply 90o Tabel4.3 [3] [4] [5] [6] Sudiana, Oka. “Laporan Uji Terbang HSFTB V2.” Laporan. Bidang Kendali Teknologi Dirgantara Lapan, 2011. Subianto, Nicki. “Analisis Kekuatan Tarik Komposit Serat Bambu Yang Dibuat dengan Metode Manufaktur Hand Lay Up.” Tesis. Program Studi Aeronotika Astronotika Institut Teknologi Bandung, 2009. Anderson, John D. “Fundamental of Aerodynamics.” McGraw-Hill, Inc., 1984. http://aerospace. eng.usm.my/rcp/index. php/ analysis/finite-element-analysis-fea Raymer, Daniel P. “Aircraft Design – A Conceptual Approach 2nd Edition.” California AIAA Education Series, 1992. Yuwono, Akhmad H. “Analisis Mekanik Komposit Laminat.” Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia, 2009.