BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permukiman merupakan salah satu masalah esensial dalam kehidupan. Setiap manusia memerlukan permukiman untuk pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari. Permukiman menjadi wadah bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya disamping menjadi tempat berinteraksi dengan manusia lainnya dalam satu komunitas. Di antara faktor yang mempengaruhi ketersediaan permukiman bagi masyarakat adalah ketersediaan lahan untuk membangun permukiman tersebut. Danau Tempe merupakan lahan milik pemerintah yang sifatnya open space (lahan terbuka) bagi siapa saja yang ingin tinggal dan menetap di sana. Pemerintah memberikan kebebasan kepada warga yang ingin membangun rumah dan memanfaatkan lahan Danau Tempe sebagai tempat bermukim. Warga yang membangun rumah terapung di wilayah Danau Tempe tidak dibebankan biaya sewa ataupun harga untuk lahan yang mereka tempati. Pemerintah hanya menarik retribusi kepada warga terhadap usaha penangkapan ikan yang di lakukan di wilayah Danau Tempe. Pada umumnya warga yang menghuni permukiman terapung Danau Tempe tinggal menetap dan melaksanakan aktivitas sehari-hari di atas danau dan mereka tidak memiliki rumah di daratan. Namun sebagian dari mereka adalah nelayan yang juga memiliki rumah di daratan. Rumah terapung yang mereka miliki 1 hanya sebagai tempat istirahat ataupun menyimpan perlengkapan menangkap ikan. Namun demikian intensitas keberadaan mereka di rumah terapung tetaplah lebih lama dibanding dengan rumah mereka di daratan, terutama pada waktu musim penangkapan ikan. Masyarakat yang mediami permukiman terapung Danau Tempe adalah nelayan yang berasal dari daratan sekitar danau, dan sebagiannya lagi adalah merupakan nelayan pendatang dari daerah lain di Sulawesi Selatan. Para nelayan tersebut adalah masyarakat Suku Bugis yang merupakan suku mayoritas warga yang mendiami Propinsi Sulawesi Selatan bagian tengah. Meski demikian tidak ada aturan ataupun larangan terhadap pendatang dari suku yang berbeda untuk tinggal dan menetap di sana. Hanya saja kenyataannya bahwa sampai saat ini dapat dikatakan bahwa etnik yang mendiami permukiman terapung di Danau Tempe hanya satu yakni Etnik Bugis. Keseragaman tersebut semakin lengkap dengan kesamaan agama yang dianut yaitu Islam. Permukiman terapung Danau Tempe tidak memiliki fasilitas umum sebagai penunjang aktivitas warga sehari-hari seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, ataupun tempat ibadah. Untuk keperluan tersebut semuanya dipenuhi dengan pergi ke daratan. Orang sakit yang mau berobat, anak-anak yang ingin bersekolah, dan orang-orang yang hendak sholat berjama'ah semuanya harus naik ke daratan karena fasilitas-fasilitas tersebut hanya ada di daratan. Sebagai nelayan, aktivitas warga permukiman terapung berkutat pada usaha penangkapan dan pengolahan ikan. Para laki-laki dewasa dan remaja pergi 2 menangkap ikan, sementara para wanita bertugas menjual hasil tangkapan suami atau anak mereka dan jika berlebih maka sebagian ikan diolah untuk diawetkan menjadi ikan asin. Begitulah aktivitas mereka sehari-hari dan telah berlangsung secara turun temurun. Danau Tempe di Kabupaten Soppeng terletak di dua kecamatan yakni Kecamatan Marioriawa dan Kecamatan Donri-Donri menjadi wilayah andalan untuk sektor perikanan air tawar khususnya di Kelurahan Limpomajang, Kelurahan Kaca, dan Desa Kessing. Hasil perikanan Danau Tempe saat ini tidak hanya dipasarkan di wilayah Kabupaten Soppeng saja, tetapi juga menjangkau beberapa kabupaten sekitarnya seperti Kabupaten Sidrap, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Bone, bahkan sebagiannya dipasarkan di Kota Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Pasang surut air danau mempengaruhi aktivitas perekonomian masyarakat permukiman terapung Danau Tempe. Pada saat air pasang atau kondisi air danau naik atau danau masih tergenang air, maka warga beraktivitas menangkap ikan sebagai nelayan. Sebaliknya pada saat air danau surut atau kering pada musim kemarau warga bekerja menjadi petani palawija di wilayah danau. Tanaman yang umumnya ditanam adalah jagung, kacang hijau, kedelai dan semangka. Kondisi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun sebagai tradisi yang dilakukan masyarakat secara terun-temurun terutama sejak Danau Tempe telah mengalami pendangkalan (Naing, 2009). 3 Serupa dengan aktivitas perekonomian, posisi atau kedudukan permukiman terapung Danau Tempe tidak menetap, tetapi juga mengikuti pasang surut air danau. Pada saat musim hujan, air danau mencapai volume maksimal atau bahkan menutupi sebagian wilayah daratan maka permukiman penduduk berpindah mendekat ke daratan, sebaliknya pada musim kemarau ketika volume air danau surut, maka permukiman penduduk pindah ke tengah danau yang masih memiliki air. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan fungsi dan konstruksi rumah yang dibangun khusus di atas air. Material bangunan rumah khusunya rakit pengapung dari bambu bila tidak berada di air, dapat pecah dan rusak. Permukiman masyarakat terapung di Danau Tempe merupakan salah satu fenomena kehidupan dan budaya bermukim yang unik. Aktivitas kehidupan bermukim merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti. Upaya-upaya yang dilakukan masyarakat terapung untuk tetap sustain atau bertahan termasuk pola pemanfaatan ruang danau beserta sumber daya alam yang ada di dalamnya merupakan bagian yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. 1.2. Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitan ini adalah bagaimanakah konsep permukiman terapung di Danau Tempe Kelurahan Limpomajang Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan? 4 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini berdasarkan permasalahan penelitian adalah: mengeksplorasi konsep permukiman terapung Danau Tempe, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian mengenai permukiman terpung Danau Tempe maka terdapat manfaat yang diharapkan dapat dipetik di antaranya adalah : 1. Memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis. 2. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah terhadap penentuan kebijakan dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas masyarakat permukiman terapung Danau Tempe. 3. Sumbangsih terhadap bangunan ilmu pengetahuan dalam hal bentukbentuk dan pola permukiman penduduk. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian dengan tema permukiman memang telah beberapa kali dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Di antara peneleitian tersebut adalah Konsepsi Rumah di Atas Air Masyarakat Kampung Kayupulo, Tobati dan Enggros oleh Yusuf Paulus Bano (2011), Konsep dan Pola Ruang Permukiman Tradisional Suku Bajo di Pulau Bungin Kabupaten Sumbawa oleh Dinica Arie Suprapto. Ada juga penelitian denga judul Konsep dan Moral Dasar Permukiman 5 Multietnik di Tepian Sungai Palu Kotamadya Palu oleh Yusnandar (2005). Tetapi lokus dari penelitian tersebut bererbeda dengan lokus penalitian yang akan peneliti lakukan yakni di Permukiman Terapung Danau Tempe. Apalagi permukiman terapung Danau Tempe merupakan suatu bentuk permukiman yang unik yang berbeda dengan permukiman-permukiman yang telah diteliti sebelumnya tersebut. Penelitian-penelitian yang pernah dilaksanakan sebelumnya di Danau Tempe memiliki fokus yang berbeda dengan apa yang akan peneliti lakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang mengambil lokasi di Danau Tempe di antaranya adalah Penelitian yang dilakukan oleh Naidah Naing (2009) dengan judul Kearifan Lokal Tradisional Masyarakat Nelayan pada Permukiman Mengapung di Danau Tempe Sulawesi Selatan, ada juga penelitian oleh Fitriyandi Nur Priyatna dan Sumartono (2011) dengan judul Pola Pemanfaatan Sumber Daya, Subsistensi dan Pola Hubungan Patron Klien Masyarakat Nelayan Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Kedua penelitian tersebut memiliki fokus yang berbeda dengan fokus penelitian ini serta lokasinya secara khusus juga berbeda, karena lokasi keduanya danau yang berada di wilayah Kabupaten Wajo yang tentunya tidak sama dengan wilayah danau di Kabupaten Soppeng. Jadi sepanjang pengetahuan penulis, belum ada penelitian dengan tema permukiman dan fokus pada konsep permukiman terapung di permukiman terapung Danau Tempe Kabupaten Soppeng, sehingga penelitian ini masih asli dan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. 6