Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Analisis Tingkat Kerentanan Tsunami Di Wilayah Pesisir Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia Zhafran Muhammad Asyam Bustomi1, Taufiq Hadi Ramadhan1, Hary Cahyadi1, Dicky Muslim2 1Program Sarjana Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran 2Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor, 45363 Telp/Fax: 022-7796545, Jawa Barat Email : [email protected] Abstrak Indonesia terletak di daerah tektonik aktif sehingga sering terjadi gempa besar yang menyebabkan tsunami. Salah satu daerah rawan tsunami di Jawa Barat adalah wilayah pesisir Kabupaten Garut yang membentang sepanjang 80 kilometer. Sebagai studi kasus pada tahun 2006, wilayah pesisir Pangandaran yang letaknya 65 kilometer dari Kabupaten Garut telah mengalami gempa dengan kekuatan 7,7 Mw dan tsunami yang menyebabkan kerugian besar dan korban jiwa. Tujuan dari paper ini adalah untuk menganalisis potensi landaan tsunami, dan memberikan informasi kepada masyarakat setempat. Oleh karena itu, wilayah pesisir Kabupaten Garut harus dibuatkan instrumen dalam menghadapi ancaman bencana tsunami, yaitu analisis resiko tingkat kerentanan tsunami wilayah pesisir. Metode yang digunakan adalah analisis dari data sekunder yang meliputi analisis peta topografi, citra satelit, kemiringan lereng dan peta kawasan rawan bencana tsunami. Parameter yang digunakan untuk menganalisis tingkat kerentanan tsunami yaitu: elevasi, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jarak dari sempadan pantai, jarak dari sempadan sungai. Klasifikasi tingkat kerentanan wilayah pesisir kabupaten Garut dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat rendah, rendah, menengah, tinggi, dan sangat tinggi. Dari pengolahan dan analisis data dihasilkan peta tingkat kerentanan tsunami di wilayah pesisir Kabupaten Garut. Dapat disimpulkan bahwa Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat rendah dan rendah dominan di bagian utara seperti kecamatan Cisewu, Cisompet, Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet. Tingkat kerentanan menengah dan tinggi di wilayah pesisir kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Pakenjeng, Cikelet, Cibalong. Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi yaitu kecamatan Pameungpek. Peta ini dapat digunakan untuk penataan ruang, mengurangi kerugian dan menghindari korban nyawa dari ancaman bencana tsunami di daerah sekitar wilayah pesisir Kabupaten Garut. Kata Kunci : Analisis Resiko, Kabupaten Garut, Tingkat Kerentanan, Tsunami. 1. Pendahuluan Kabupaten garut terletak dipesisir selatan jawa barat. Kabupaten garut memiliki garis pantai sepanjang 80 kilometer. Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung di sebelah barat, timur dan utara, sedangkan dibagian selatan berupa dataran rendah dan pesisir pantai. Wilayah pesisir kabupaten garut behadapan langsung dengan samudera hindia yang secara tektonik sangat aktif, karena merupakan pertemuan antara lempeng benua eurasia dan lempeng samudera indo-australia. Dari aktivitas tektonik tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya gempa bumi, apabila intensitas kekuatannya sangat besar dapat menyebabkan gelombang tsunami. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran gelombang menjadi ancaman tersendiri ketika gelombang tsunami menerjang. Selain itu, penataan ruang di wilayah pesisir yang kurang sesuai dapat meningkatkan potensi jatuhnya korban saat gelombang tsunami menerjang. 1.3 Tujuan Tujuan pembuatan paper ini adalah membuat analisa wilayah pesisir pantai dan sekitarnya serta membuat peta kerentanan gelombang tsunami. 2. Tinjauan Pustaka Gambar 1. Lokasi Penelitian, Wilayah Pesisir Kabupaten Garut. 1.1 Latar Belakang Pesisir selatan Kabupaten Garut berada pada zona subduksi sehingga berpotensi terjadi tsunami. Kondisi pantai yang datar dan memanjang tanpa adanya penghalang gelombang meningkatkan potensi gelombang tsunami mencapai daratan. Sebagai perbandingan, pada juli 2006 terjadi gempa bumi berkekuatan 7.7 Mw di lepas pantai jawa barat dengan kedalaman 48.6 kilometer, gempa ini memicu terjadinya gelombang tsunami yang menghancurkan wilayah pesisir kabupaten pangandran dan tasikmalaya dengan tinggi run up diatas 2 meter. Meskipun tidak terdampak langsung oleh gelombang tsunami tetap saja wilayah pesisir kabupaten garut mengalami kerusakan parah. Oleh karena itu, dimasa sekarang untuk membuat orang terdekat sadar tentang gelombang tsunami, maka disusunlah analisa resiko dan zonasi bahaya gelombang tsunami diwilayah pesisir kabupaten garut. 1.2 Masalah Wilayah selatan garut memiliki pesisir pantai yang membentang sangat panjang yang membentang sejauh 80 kilometer. Banyaknya pemukiman yang padat penduduk dipesisir pantai dengan topografi pesisir pantai yang landai dengan tidak adanya penahan Berdasarkan peta geologi lembar garut dan pameungpeuk (M.Alzwar dkk, 1992), Kabupaten Garut bagian selatan didominasi oleh batupasir tufan (Tmpb) dan aluvium (Qa). Dibagian tengah didominasi oleh batuan gunung api tua tak teruraikan (QTv) dan breksi tufaan (Tpv). Di bagian utara terdiri dari batuan gunungapi malabar-tilu (Qmt), batuan gunungapi Guntur, Pangkalan dan Kendang (Qgpk), dan endapan danau (Qd) . Menurut van Bemmelen (1949) terbentuknya tataan bentang alam, khususnya di sekitarKabupaten Garut, dikontrol oleh aktivitas vulkanik yang berlangsung pada periode Kuarter (sekitar 2 juta tahun lalu sampai sekarang). Setelah terjadi pergerakan tektonik yang memicu pembentukan pegunungan di akhir Pleistosen, terjadilah deformasi regional yang digerakan oleh beberapa patahan, seperti patahan Lembang, patahan Kancana, dan patahan Malabar-Tilu. Khusus di sekitar dataran antar gunung Garut diperkirakan telah terjadi suatu penurunan (depresi) akibat isostasi (proses menuju keseimbangan) dari batuan dasar dan pembebanan batuan sedimen volkaniklasik diatasnya. Secara morfologi kabupaten Garut memiliki karakteristik yang beragam, dataran rendah dan pantai dibagian pesisir selatan hingga perbukitan terjal yang tersebar dibagian tengah dan utara. Morfologi yang sedemikian rupa menyebabkan wilayah tersebut memiliki kemiringan lereng yang landai dibagian pesisir selatan hingga kemiringan lereng curam di bagian tengah dan “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran utara. Dengan beberapa sungai yang ada di Garut aliran sungainya bermuara di Samudera Hindia seperti Sungai Cikaengan dan Sungai Cilaki. Kondisi tektonik pesisisr selatan jawa barat merupakan aktivitas pergerakan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia yang mengakibatkan daerah Jawa Barat sebagai salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia berkaitan dengan aktivitas benturan lempeng (Haunan Afif, dkk, 2012). gambar). Gempa tersebut mengakibatkan gelombang tsunami dengan tinggi run up 2 meter yang menerjang wilayah pesisir Pangandaran dan sekitarnya. Jarak Pangandaran dengan Kabupaten Garut adalah kilometer, sehingga kejadian tsunami di Pangandaran bisa menjadi gambaran bagi wilayah pesisisr Kabupaten Garut. Intensitas kegempaan dengan kekuatan yang tinggi inilah menjadi penyebab terjadinya gelombang tsunami. Tsunami adalah gelombang laut diakibatkan oleh proses geologi bawah laut berupa gempa bumi, letusan gunungapi,longsoran serta jatuhnya meteor di laut (Mamay Surmayadi, dkk. 2012). Pada bagian selatan Pulau Jawa sumber gempa bumi berasosiasi dengan zona subduksi, sehinga menghasilkan deformasi vertikal yang dapat mengakibatkan tejadinya gelombang tsunami. Kedalaman dasar laut sangat mempengaruhi kecepatan gelombang tsunami. Kecepatan rambat gelombang tsunami sangat bergantung pada kedalaman diana semakin dalam akan semakin cepat gelombang tsunami merambat. Daerah yang memiliki potensi terdampak oleh bencana tsunami merupakan kawasan rawan bencana tsunami. Kondisi pantai yang berbukit, berbatu, terumbu karang, atau tertutup vegetasi dapat meredam energi tsunami, begitu pula dengan pantai yang memiliki sungai yang telah membentuk tanggul alam akibat sedimentasi dapat memperkecil energi gelombang (Yudhicara,dkk, 2006). Sebagai studi kasus adalah kejadian gempa pangandaran yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006. Berdasarkan data yang terekam oleh United States Geological Survey (USGS), gempa tersebut berkekuatan 7.7 Mw, berpusat pada 9,295°LS 107,347°BT berjarak 245 Kilometer arah tenggara Tasikmalaya dengan kedalaman dibawah 30 kilometer (Lihat Gambar 2. Intensitas Gempa Selatan Jawa Analisa resiko adalah suatu tindakan untuk mengetahui dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tsunami. Analisis resiko difokuskan kepada penilaian fungsi ekonomi dari kerusakan atau kehilangan akibat bencana tsunami. Elemen resiko meliputi populasi manusia, harta benda pusat kegiatan ekonomi, perkebunan, dan lain sebagainya yang terdapat di dalam suatu kawasan rawan bencana (UNDRO, 1979). Kerentanan merupakan situasi yang menentukan dari potensi bahaya berubah menjadi bencana, hal ini tentu bergantung pada faktor-faktor pendukung dari bencana tersebut. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran yaitu elevasi (topografi), kemiringan lereng, jarak dari sempadan pantai, penggunaan lahan dan jarak dari sempadan sungai. Berdasarkan 5 parameter tersebut sebuah matriks untuk menetapkan level daerah kerentanan tsunami dibuat seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. 3. Metodologi Penelitian ini dilakukan dengan integrasi data penginderaan jauh dan GIS dengan menggunakan program MapInfo pro 12.5. Metode yang digunakan yaitu Analisis data sekunder dengan metode scoring dan tumpang susun yang mencakup beberapa parameter Tabel 1. Matrix dari parameter kerentanan pesisir terhadap bencana tsunami N o Parameter Bobot (%) Kerentanan Sangat tinggi Skor 1 Elevasi (m) 25 <10 5 2 Kemiringan Lereng (%) 20 0 – 2% 5 3 Jarak dari Sempadan Pantai (m) 20 <500 4 Penggunaa n Lahan 15 5 Jarak dari Sempadan Sungai (m) 20 Bobot x Nilai 100 Kerentanan Tinggi Skor Kerentanan Menengah Skor 10-25 4 25-50 3 50-100 2 100-350 1 2 – 5% 4 5 – 15% 3 15 – 40% 2 >40% 1 5 500-1000 4 1000-1500 3 1500-3000 2 >3000 1 Pemukiman 5 Perkebunan/ Ladang 4 Sawah 3 Semak Belukar/Tana h Kosong 2 Hutan 1 100 5 100-200 4 >200-300 3 >300-500 2 >500 1 5 4 3 Kerentanan Rendah Skor Kerentanan Sangat Rendah 2 (Sumber: Modifikasi Dari Iqoh Faiqoh. dkk, 2013) Penentuan jarak dari garis pantai didasarkan dari nilai mean sea level, jadi jarak dari garis pantai tidak dipengaruhi oleh pasang surut. Matriks tersebut ditentukan oleh Skor dan bobot, scoring dimaksudkan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter. Penetapan bobot untuk masing-masing parameter dalam penelitian ini berkisar antara 15-25 % dan skor dikisaran 1-5 menunjukan tingkat kerentanan tsunami (sangat tinggi, tinggi, menengah, rendah, dan sangat rendah) kelas nilai-nilai ini didasari oleh rumus perhitungan (Muzaki,2008). ` N = total nilai dari bobot, Bi = bobot setiap kriteria, Si = nilai setiap kriteria. Secara matematis perhitungan teknik analysis tumpang susun adalah: [ ( elevasi * 0,25 ) + ( kemiringan lereng * 0,2 ) + ( penggunaan lahan * 0,15 ) + ( jarak dari garis pantai * 0,20 ) + ( jarak dari sempadan sungai * 0,2 ) ]. Kalkulasi dari analisis teknik tumpang susun adalah perkalian dari bobot dan skor pada lima parameter dalam setiap sel. Perkalian dari bobot dan skor menghasilkan total nilai bobot (N) untuk setiap parameter. Nilai N digunakan untuk menentukan interval kelas tingkat kerentanan. Perhitungan tiap kelas interval didapatkan dari perkalian nilai maksimu dari tiap bobot dan skor (Nmaksimum) dikurang perkalian dari nilai minimu (Nminimum) yang dibagi menjadi lima berdasarkan jumlah parameter yang digunakan (Muzaki,2008): “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Skor 1 Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Dimana, L = lebar dari interval kelas, n = jumlah parameter kelas. 3 Menengah 2,17-3,12 4 Tinggi 3,13-4,08 5 Sangat tinggi 4,09-5,04 4. Hasil dan Diskusi 4.1 Elevasi Peta Elevasi Peta Kemiringan Lereng Peta Jarak dari Sempadan Pantai Peta Penggunaan Lahan Peta Jarak dari Sempadan sungai Digitasi Semakin rendah elevasi tanah suatu daerah, semakin besar tingkat kerentanan bahaya tsunami (Oktariadi, 2009). Verifikasi dan Validasi Tidak Berdasarkan peta elevasi (gambar.4) menunjukkan kerentanan tsunami untuk elevasi tanah (topografi) dibagi menjadi 5 kelas yaitu, kelas sangat tinggi (1- 10 m), tinggi (10-25 m), menengah (25 - 50 m), rendah (50-100 m), dan sangat rendah (100350 m). Dasar Data Spasial Hasil menunjukan bahwa sebagian besar wilayah pesisir penelitian adalah dataran rendah dengan ketinggian 10-50 m, di Kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Cikelet, Cibalong sehingga memiliki tingkat kerentanan menengah hingga tinggi. Pada wilayah pesisir Kecamatan Pameungpeuk didominasi dataran rendah dengan ketinggian 1-10 m sehingga memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Ya Parameter Kerentanan Tsunami Timpang Susun Peta Kerentanan Gambar 3. Diagram alur pengolahan dan analisis data Berdasarkan perhitungan formula diatas, kelas interval dengan lebar 0,95 dengan Nmin bernilai 0,25 dan Nmax bernilai 5 didapatkan. Tingkat kerentanan sangat rendah (1) didapatkan dari Nmin ditambah dengan lebar kelas interval 0,95. Lalu tingakat level rendah (2) didapatkan dari interval maksimum kelas 1, yang bernilai 1,2 ditambah 0,95. Dan begitupun seterusnya untuk tingkat level menengah, tinggi dan sangat tinggi yang di tampilkan pada tabel 2. Tabel 2. Interval kelas kerentanan tsunami Kelas Tingkat kerentanan Interval kelas 1 Sangat rendah 0,25-1,2 2 Rendah 1,21-2,16 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa wilayah pesisir Kecamatan Pameungpeuk yang didominasi dataran rendah dengan ketinggian 1-10 m memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap landaan gelombang tsunami dibanding dengan wilayah pesisir lainnya. Secara umum, semakin tinggi tingkat kerentanan, semakin besar resiko. Semakin rendah elevasi dari suatu area, lebih sering wilayah tersebut terkena landaan dari tsunami. 4.2 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah ukuran dari kemiringan relatif terhadap bidang horizontal yang umumnya dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (o). Dalam penelitian ini, unit lereng yang dipakai dalam persen (%). “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Kemiringan lereng berpengaruh terhadap dampak ketinggian gelombang tsunami (runup). semakin curam lereng, semakin rendah pengaruh tinggi gelombang tsunami (Sengaji dan Nababan, 2009). Hasil menunjukan bahwa sebagian besar wilayah pesisir penelitian didominasi kemiringan lereng agak landai hingga landai (2%-15%) pada Kecamatan Caringin, Mekarmukti, sehingga memiliki tingkat kerentanan menengah hingga tinggi dan kemiringan lereng agak landai hingga datar (0%-15%) Pada Kecamatan Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet, Cibalong sehingga memiliki tingkat kerentanan menengah hingga sangat tinggi Wilayah pesisir Kecamatan Pameungpeuk didominasi kemiringan lereng datar dengan persentase kemiringan lereng 0%-2%, sehingga memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Gambar 4. Peta Elevasi Pesisir Garut Selatan Dari data tersebut dapat diketahui bahwa wilayah pesisir Kecamatan Pameungpeuk yang didominasi kemiringan lereng datar memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap landaan gelombang tsunami dibanding dengan wilayah pesisir lainnya dari sudut pandang kemiringan lereng. 4.3 Jarak Dari Sempadan Pantai Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng Pesisir Garut Selatan Berdasarkan peta kemiringan lereng (gambar.5) didapatkan informasi secara kuantitatif dari kemiringan lereng di daerah penelitian. Kemiringan lereng dibuat berdasarkan perhitungan yang dirumuskan oleh van Zuidam. Gambar 6. Peta jarak dari sempadan pantai Bencana tsunami bersifat merusak, oleh karena itu diperlukan untuk mempunyai zona dampak dalam perencanaan spasial. Dalam kasus ini, zona dampak dibuat dengan jarak dari sempadan pantai. Pembuatan tersebut “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran untuk menentukan area mana yang aman dari landaan tsunami dari sudut pandang pengembang. Jarak dari sempadan pantai sangat berpengaruh dalam menetukan tingkat kerentanan tsunami, jarak yang sangat dekat tentunya memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Berdasarkan peta jarak dari garis pantai (gambar.6) diketahui bahwa wilayah yang berjarak 500 meter dari garis pantai memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi, dan tingkat kerentan yang sangat rendah jika memiliki jarak lebih dari 3000 meter. 4.4 Penggunaan Lahan penggunaan lahan adalah penggunaan kompleks oleh alam atau campur tangan manusia menurut kebutuhan tersendiri untuk memenuhi finansial dari kebutuhan fisik (Vink, 1975). penggunaan lahan di pinggir pantai di dominasi oleh sawah dan perkebunan sehingga memiliki tingkat kerentanan menengah hingga tinggi. Pada Kecamatan Cikelet dan Pameunpeuk penggunaan lahan dipinggir pantai didominasi oleh ladang dan pemukiman sehingga memiliki tingkat kerentanan tinggi hingga sangat tinggi. Pada Kecamatan Cibalong penggunaan lahan diwilayah pesisir pantai di dominasi oleh ladang dan pemukiman sehingga memiliki tingkat kerentanan tinggi hingga sangat tinggi. 4.5 Jarak Dari Sempadan Sungai Sungai – sungai yang bermuara di Samudera Hindia juga memiliki tingkat kerentanan, hal ini dikarenakan pada saat tsunami terjadi gelombang pasang bisa masuk kedarat melalui sungai yang bermuara di laut. Berdasarkan peta sempadan sungai (Lihat gambar.8) hampir setiap kecamatan memiliki sungai yang bermuara ke laut, dimana jarak dari sempadan sungai di bawah 100 meter memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi, dan tingkat kerentanan sangat rendah apabila berjarak lebih dari 500 meter. Gambar 7. Peta penggunaan lahan Pengunaan lahan dipesisir pantai menjadi salah satu aspek yang menentukan tingkat kerentanan tsunami. Berdasarkan peta penggunaan lahan (gambar.7) menunjukkan bahwa pada wilayah pesisir Kecamatan Caringin dan Bungbulang penggunaan lahan di dominasi oleh sawah dan ladang dengan sedikit pemukiman sehingga memiliki tingkat keretanan menengah hingga tinggi. Pada Kecamatan Mekarmukti Gambar 8. Peta jarak dari sempadan sungai 4.6 Kerentanan Landaan Tsunami Gelombang tsunami bernilai minimum ketika menimpa wilayah yang jauh dari laut dan maksimum pada wilayah yang berdekatan “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran dengan laut. Semakin jauh dari pantai, ketinggian tsunami menurun (Rahmawan, 2012). Sebagai contoh, ketinggian landaan tsunami di Pangandaran berkisar 1,6-7,6 m. Daerah dengan tingkat ancaman yang tinggi terhadap tsunami merupakan wilayah dengan tingkat resiko dan kerentanan yang tinggi terhadap tsunami, dan sebaliknya. Analisis landaan dan tinggi tsunami gelombang di wilayah pesisir kabupaten Garut yang diperiksa menggunakan input utama data topografi (DEM). Ketinggian gelombang tsunami digunakan sebagai contoh dalam penelitian ini adalah 7,6 m. Hal ini didasarkan pada ketinggian maksimum dari gelombang tsunami yang terjadi di Pangandaran. Gambar 9. Peta run up gelombang tsunami 7,6 m 4.7 Peta Kerentanan Tsunami Gambar 10. Peta kerentanan tsunami wilayah pesisir kabupaten Garut “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Klasifikasi tingkat kerentanan Wilayah pesisir kabupaten Garut dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat rendah, rendah, menengah, tinggi, dan sangat tinggi. Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat rendah dan rendah dominan di bagian utara yang jauh dari bagian pesisir seperti kecamatan Cisewu, Cisompet, Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet. Area yang memiliki tingkat kerentanan Menengah dan Tinggi dominan di bagian barat dan timur pesisir kabupaten garut seperti wilayah pesisir kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Pakenjeng, Cikelet, Cibalong. Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi dominan dibagian tengah pesisir kabupaten garut yaitu kecamatan Pameungpek. Area yang memiliki tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi mempunyai potensi kerusakan terbesar pada kerusakan lingkungan, kerusakan infrastruktur, dan korban jiwa. Area tersebut ditandai dengan pantai dan pesisir dengan kemiringan datar, elevasi yang rendah, vegetasi lahan dalam bentuk kebun, ladang, bidang, jarak yang relatif pendek dari garis pantai, kehadiran sungai, dan pemukiman yang relatif padat. Area yang memiliki tingkat kerentanan rendah dan sangat rendah area tersebut aman dari landaan tsunami. Area ini ditandai dengan elevasi yang tinggi, kemiringan agak landai, jarak dari pantai dan sungai relatif jauh, vegetasi lahan hutan dan lahan kosong. 5. Kesimpulan Tingkat kerentanan tsunami di wilayah pesisir kabupaten Garut bervariasi tergantung dari elevasi, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jarak dari sempadan pantai, jarak dari sempadan sungai.. Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi yaitu kecamatan Pameungpek. Area ini berpotensi mengalami kerusakan tertinggi karena pesisir dengan kemiringan datar, elevasi rendah, vegetasi kebun dan ladang, jarak relatif pendek dari garis pantai, kehadiran sungai, dan pemukiman relatif padat. Area yang memiliki tingkat kerentanan Menengah dan Tinggi dominan yaitu wilayah pesisir kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Pakenjeng, Cikelet, Cibalong. Area yang memiliki tingkat kerentanan sangat rendah dan yaitu kecamatan Cisewu, Cisompet, Bungbulang, Pakenjeng, Cikelet. Area ini terletak jauh dari laut dan tidak padat penduduk. Pustaka Afif, Haunan, dkk. 2012.Laporan Penyelidikan Pasca Bencana Gempabumi Di CisurupanGarut, Jawa Barat. Bandung: Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Alzwar,M., dkk. 1992. Peta Geologi Lembar Garut Dan Pameungpeuk,Jawa. Bandung: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Faiqoh Iqoh, dkk. 2013. Vulnerability Level Map of Tsunami Disaster in Pangandaran Beach, West Java. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences Vol.10 No.2 : https://www.researchgate.net/publication/ 273451403 Surmayadi, Mamay, dkk. 2012. Evaluasi Resiko Bencana Tsunami Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi. UNDRO. 1979. Natural Disaster and Vulnerability Analysis in Report of Expert Group Meeting (9-12 July 1979). Geneva. Geneva : UNDRO (United Nations Disaster Relief Coordination). United States Geological Survey. (2015, Januari 28). M7.7 - south of Java, Indonesia. Dikutip 3 April 2016, dari USGS Website: http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/ev entpage/usp000ensm#impact_dyfi. Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology Of Indonesia, Volume 1 A. The Hague MartinusNijhoff, Netherlands. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Yudhicara, dkk. 2006. Penyelidikan Tsunami Daerah Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”