Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAGI PESERTA DIDIK KELAS VII SEMESTER 2 SMP NEGERI 5 WATES KULON PROGO Marijan Guru SMP Negeri 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta Email : [email protected] ABSTRAK Kajian ini bertujuan ingin mengkomunikasikan pengalaman dalam membangun peserta didik yang akrab lingkungan sebagai langkah awal menumbuhkan keasadaran peduli lingkungan. Guru ingin menciptakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik berpartisipasi aktif, kreatif dalam suasana menyenangkan sehingga diharapkan terwujud pembelajaran yang efektif dan efisien. Membangun pengetahuan melalui model konstruktivisme merupakan upaya guru yang sedikit demi sedikit meninggalkan pemahaman bahwa guru sebagai sumber ilmu dan peserta didik sebagai botol kosong yang senantiasa harus diisi. Arah kegiatan ini diharapkan agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dengan melibatkan seluruh indera dalam menangkap dan memahami konsep keanekaragaman tumbuhan. Metode yang didisain dalam pembelajaran ini adalah praktikum dan presentasi dengan objek tumbuhan dari lingkungan sekitar sekolah. Sasaran kajian ini adalah peserta didik kelas VII semester 2 SMPN 5 Wates pada khususnya. Hasil pembelajaran yang dapat dirasakan adalah tumbuhnya kemandirian, kreativitas dan keterampilan belajar peserta didik dalam mencari, mengolah, menginformasikan dan mengkomunikasikan hasil belajarnya. Bekerja secara bersama-sama dengan teliti , tekun, tanggung jawab dan tumbuhnya rasa hormat terhadap pendapat orang lain merupakan karakter yang terbangun dari praktikum dan presentasi keanekaragaman tumbuhan ini. Penguasaan konsep materi keanekaragaman tumbuhan secara utuh, mengalami peningkatan. Kata kunci : lingkungan sekitar, sumber belajar, ciri makhluk hidup PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman, maka paradigma pendidikan juga mengalami pergeseran. Pendidikan yang pada awalnya ditengarai dengan pemahaman bahwa guru sebagai pusat sumber belajar bagi peserta didik kini diformat guru sebagai fasilitator yang mesti memfasilitasi berbagai hal yang diperlukan peserta didik untuk belajar. Dalam hal ini ada pergeseran paradigma pendidikan yang sangat bermakna. Namun demikian bukan berarti guru membiarkan peserta didik secara bebas melainkan guru tetap sebagai pengendali dalam proses belajar mengajar. Dalam fungsinya sebagai fasilitator , guru mesti berusaha menciptakan suasana belajar yang dapat membangun dan meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik. Kemampuan dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar yang dicantumkan dalam Standar Nasional merupakan bahan minimal yang harus dikuasai peserta didik. Oleh karena itu, di daerah, sekolah atau guru diharapkan dapat mengembangkan , menggabungkan, atau menyesuaikan bahan yang disajikan dengan situasi dan kondisi setempat . Realitanya hasil belajar peserta didik dalam materi IPA belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. B-1 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 Kondisi SMPN 5 Wates Kulon Progo kini memiliki berbagai sarana yang cukup memadai untuk kegiatan belajar mengajar baik sarana secara alami terlebih sarana yang diadakan oleh sekolah. Pembelajaran IPA yang memiliki peluang untuk dilakukan di luar kelas sangat didukung oleh adanya sarana lapangan sepakbola dan ekosistemnya yang berada di belakang gedung sekolah. Taman sekolah yang berada di halaman depan dan di halaman tengah sekolah sungguh merupakan sarana yang keberadaan awalnya diadakan sekolah namun berkembang secara alami makin luas dan keanekaragamannya sangat tinggi. Taman di halaman tengah sekolah dimaksud tersebar di depan setiap kelas, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, laboratorium fisika, laboratorium biologi, perpustakaan, sekitar lapangan basket dan di depan musholla. Selama ini guru memang belum mengoptimalkan berbagai sumber belajar yang bermakna, sumber belajar yang bisa meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA. Guru sebatas menggunakan metode ceramah serta penugasan kepada peserta didik. Dalam kegiatan belajar guru hanya memberikan paparan materi dan contoh-contoh di papan tulis, kemudian memberikan tugas untuk mengerjakan soal. Dan kegiatan ini terus berulang dari hari ke hari, minggu ke minggu hingga tahun ke tahun. Hal ini berlaku berulang-ulang dan guru hanya menggunakan sumber belajar yang sama pula dari tahun ke tahun. Tampaknya kenaekaragaman tumbuhan yang tinggi ini belum optimal dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran IPA pada materi keanekaragaman tumbuhan. Masalah-masalah dalam pendidikan IPA dewasa ini adalah masih dominannya guru dalam proses pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran kurang melibatkan peserta didik pada proses belajar. Masalah yang lain adalah kurangnya penggunaan sumber belajar untuk mendukung suatu kegiatan belajar mengajar. Dengan alasan target materi yang harus disampaikan menurut kurikulum , guru sering mementingkan asalkan materi disampaikan. Sumber belajar yang diartikan sebagai perwujudan dari alat dan bahan ajar sering dilupakan keberadaannya. Padahal sumber belajar yang asli dan dapat diamati secara langsung oleh peserta didik akan sangat memotivasi peserta didik dan dapat menciptakan iklim belajar yang ideal. Dengan hadirnya sumber balajar di hadapan peserta didik dapat menggeser kebiasaan pembelajaran yang hanya menjejali peserta didik dengan seabrek hafalan materi menjadi keaktifan dan kreativitas belajar peserta didik yang muncul di permukaan. Salah satu cara yang bisa memberikan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan sekitar sekolah. Sumber belajar tersebut dipilih karena lingkungan sekitar sekolah banyak tersedia hal nyata, benda-benda konkrit yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan juga dapat menjadi contoh nyata untuk menanamkan konsep pada peserta didik dalam pembelajaran IPA khususnya pada materi keanekaragaman tumbuhan. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pengembangan penggunaan sumber belajar oleh guru sangat terbatas padahal sumber belajar itu sendiri sangat beragam adanya. Hal yang terlupakan sehingga belum dioptimalkan adalah bahwa sumber belajar secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik khususnya. Dalam artikel ini akan dibahas, apakah pembelajaran tentang keanekaragaman tumbuhan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dapat meningkatkan prestasi peserta didik ? Apakah pembelajaran dengan memanfaatkan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik? Apakah peserta didik merasa senang belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar ? B-2 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 Tujuan dari pembahasan artikel ini adalah untuk memberikan masukan bagi guru dan peserta didik agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan sekitar sekolah, pembudayaan dalam memanfaatan lingkungan sekitar sekolah dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas hasil belajar pada peserta didik melalui pengalaman belajar yang bermakna yang didapatkan dari sumber belajar lingkungan sekitar sekolah. Komponen-komponen yang meraup kemanfaatan dari pembahasan artikel ini meliputi peserta didik, sekolah, guru pada umumnya dan guru pembahas artikel ini khususnya. Bagi peserta didik dapat memacu semangat belajar kaitannya dengan pemanfaatan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah. Adapun bagi sekolah dapat digunakan sebagai acuan menyusun program pembelajaran dengan memberdayakan pembelajaran yang berpusat kepada kebutuhan peserta didik melalui kemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Artikel ini dapat mempengaruhi pembaca khususnya guru untuk mengubah wawasan dalam mencari solusi terbaik perancangan suatu pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar khususnya materi keanekaragaman tumbuhan. Bagi pembahas / penulis artikel ini dapat memberikan sumbangan berharga sebagai bahan kajian dalam mencari alternatif pemecahan masalah dan makin mendewasakan diri kaitannya dengan tugasya sebagai perancang proses pembelajaran serta meningkatkan motivasi dalam kajian keprofesionalannya sebagai pendidik. Adapun alasan pemilihan tumbuh-tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar keanekaragaman tumbuhan karena adanya faktor kemudahan, kepraktisan, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran dan tidak perlunya melibatkan biaya operasional dalam kegiatan observasinya. Kriteria ini sangat relevan dengan yang dikemukakan oleh Muhibbin (2001). Dijelaskan bahwa dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: 1) ekonomis, tidak terpatok pada harga yang mahal, 2) praktis, tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka, 3) mudah, dekat dan tersedia di lingkungan sekitar, 4) fleksibel, dapat digunakan secara luwes, dan 5) sesuai dengan tujuan, mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar peserta didik. Di samping itu peserta didik SMP kelas VII usia rata-rata di bawah 14 tahun maka sangat perlu pembelajarannya menggunakan sumber belajar benda yang konkrit. Seperti diungkapkan oleh Suryabrata (1978) bahwa kemampuan berpikir abstrak anak mulai berkembang pada usia 14-16 tahun, sementara pada usia 12 tahun telah duduk di bangku SMP. Dengan kata lain, pada usia tersebut anak mengalami masa transisi di mana membutuhkan pengalaman konkrit yang menyenangkan sebagai dasar dalam memahami ide-ide abstrak yang diberikan kepadanya. PEMBAHASAN Guru yang berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk mempelajari bebagai hal di sekitarnya. Seperti kita ketahui bahwa peserta didik usia SMP memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu serta memiliki minat yang kuat untuk mengobservasi lingkungan. Pengenalan terhadap lingkungan di sekitarnya merupakan pengalaman yang positif untuk mengembangkan minat keilmuan yang dimilikinya. Tak perlu diragukan bahwa proses belajar mengajar akan lebih bermakna (meaningful learning) ketika peserta didik dihadapkan dengan sumber belajar yang merupakan situasi dan keadaan sebenarnya. Pembelajaran dengan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah tidak hanya mengada-ada seperti halnya peserta didik mendengarkan cerita yang dikarang dalam kemasan guru. Akan tetapi, peserta didik segera memiliki kayakinan yang tinggi terhadap B-3 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 kebenaran konsep atau prinsip yang disajikan guru. Dengan hadirnya sumber belajar alami maka terpenuhilah prinsip kekonkritan dalam belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan anak ( Sutardi,1981). Selanjutnya terbangun tidaknya kualitas pembelajaran tergantung kreativitas guru dalam mengemas proses pembelajaran ketika sumber belajar telah disediakan oleh alam sekitar. Kemauan yang keras dan komitmen yang kuat dari seorang guru sebagai modal untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas itu bisa terlaksana dengan baik. Dan sebaliknya tak akan dapat berlangsung pembelajaran yang berkualitas sekalipun sumber belajar tersedia secara lengkap apabila tidak ada kemauan dan kemampuan guru dalam mengelola lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang murah dan melimpah. Mengingat faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pembelajaran banyak sekali maka perlu antisipatif agar pembelajaran berhasil baik. Faktor yang mempengaruhi proses belajar di antaranya kurikulum, guru, sesama siswa, lingkungan dan media (sumber ) belajar. Sumber belajar adalah sesuatu yang digunakan untuk membantu proses belajar. Kehadiran sumber belajar yang konkrit dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang ikut mewarnai merah putihnya hasil pembelajaran. Kenaekaragaman tumbuhan dapat dipelajari dari sumber belajar alami secara langsung yaitu tumbuh-tumbuhan di sekitar sekolah. Implementasi Pembelajaran Keanekaragaman Tumbuhan Fokus pembahasan dalam artikel ini adalah bentuk implementasi materi pembelajaran tentang keanekaragaman tumbuhan, hasil pembelajaran, motivasi belajar peserta didik serta keuntungan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan alam di sekitar sekolah. Pertama, implementasi pembelajaran keanekaragaman tumbuhan. Implementasi pembelajaran keanekaragaman tumbuhan ini dilakukan dengan mengamati tumbuhan di sekitar sekolah oleh karena materi ini dalam Standar Nasional masuk wilayah standar kompetensi “Memahami Keanekaragaman Makhluk Hidup “ dengan kompetensi dasar “Mendeskripsikan keanekaragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai organisme” teruntuk peserta didik jenjang SMP kelas VII semester 2. Pemanfaatan berbagai tumbuhan di halaman sekolah sebagai sumber belajar dalam pembelajaran IPA tak habis-habisnya untuk digali. Jahya Ranawidjaya dalam bukunya Pedoman Guru Buku Manusia dan Sekitarnya mengemukakan bahwa sesuatu yang ada di sekitar kita juga di sekitar anak-anak, merupakan alam sekitar dan merupakan sumber pengajaran. Halaman sekolah dapat merupakan sumber pengajaran yang baik dan sumber bahan yang tak habis-habisnya (Jahya Ranawidjaya, 1972). Peserta didik yang meliputi 4 kelas paralel yakni VIIA, VIIB, VIIC, dan VIID masingmasing terdiri 32 orang. Pembagian kelompok dilakukan secara acak yang beranggotakan 4 orang per kelompok. Jadi tiap kelas ada 8 kelompok. Langkah yang dilakukan setiap kelompok adalah mengidentifikasi tumbuhan yang diobservasi. Observasi terhadap tumbuhan dilakukan dengan mengacu batasan wilayah. Artinya, tidak setiap kelompok mengobservasi seluruh tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar sekolah, akan tetapi lingkungan sekitar sekolah dibagi 8 kemudian setiap kelompok hanya mengobservasi 1 wilayah. Sebelum proses pembelajaran , peserta didik cukup diberi arahan dan rambu-rambu tentang apa yang diobservasi, apa yang dilaporkan dan tata cara presentasi yang baik. Dengan bimbingan yang tidak banyak membuang –buang kata dan ucapan , peserta didik tampaknya tidak banyak mendominasi waktu untuk bermain. Padahal biasanya tidak memperhatikan penjelasan guru ketika pembelajarannya menggunakan metode ceramah. B-4 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 Ternyata di luar dugaan, peserta didik yang selama ini dikenal bersikap pasif dalam pembelajaran kini menunjukkan sikap yang sebaliknya. Ketika melakukan pembelajaran yang bersinggungan dengan objek sumber belajar secara langsung, antusias peserta didik muncul di permukaan. Kegiatan mengidentifikasi bentuk-bentuk daun, bentuk-bentuk akar dan bentuk-bentuk batang setiap objek yang diobservasi dilakukan secara serius. Diskusi dalam presentasi semua anggota kelompok mengeluarkan suara dan pendapatnya, karena memang diwajibkan demikian. Kedua, hasil pembelajaran. Evaluasi penguasaan konsep tentang keanekaragaman tumbuhan dilakukan setelah proses pembelajaran dilakukan. Tabel Hasil Evaluasi Penguasaan Konsep No 1 2 3 Nilai > 68 ≤ 50 ≤ 68 < 50 JUMLAH Banyak Siswa 97 22 9 128 Prosentase Siswa (%) 75,79 17,18 7,03 100 Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa ketuntasan terhadap materi keanekaragaman tumbuhan dengan memanfaatkan sumber belajar tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah ada peningkatan. Dari 128 peserta didik , 75,79% mendapat nilai lebih dari 70. Nilai 70 ini telah tuntas melebihi KKM IPA kelas VII yang hanya 68. Angka ini menunjukkan lonjakan yang signifikan apabila dibandingkan perolehan nilai hasil evaluasi materi-materi sebelumnya yang sangat berimbang antara yang nilainya melebihi dengan yang kurang daripada KKM. Bahkan materi gerak dan keanekaragaman tumbuhan berbanding terbalik. Artinya, lebih banyak peserta didik yang tidak tuntas daripada yang tuntas. Hal ini dapat dihubungkan dengan kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran keanekaragaman tumbuhan, peserta didik berhubungan langsung dengan sumber belajar yang nyata dan konkrit. Sukarno (1981) mengemukakan bahwa pendidikan di luar kelas memperkaya anak akan pengalaman pertama, bukan pengalaman kedua atau pengalaman yang disampaikan oleh gurunya atau oleh buku. Bukan hal yang berlebihan apabila hasil evaluasi tersebut di atas merupakan pembenaran dari pendapat yang pernah dikemukakan sebelumnya. Pengalaman pertama yang melibatkan beberapa indera dalam proses pembelajaran akan tertanam kuat dan tahan lama dalam pikiran seseorang yang mengalami belajar. Staton(1978) dengan jelas mengemukakan bahwa dengan penggunaan yang tepat sumber belajar dapat meningkatkan pemahaman peserta didik dan mempercepat seluruh proses latihan. Suatu kemajuan dalam proses belajar banyak ditemukan. Peserta didik yang biasanya tidak bertanya, dalam observasi dan presentasi banyak bertanya, berpendapat dan mau menginformasikan data dengan membandingkan hasil pengamatannya serta ada yang berani mempertahankan pendapat walaupun dalam jumlah prosentase kecil. Hal ini kemungkinan besar disebabkan ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran yang disumberi objek tumbuhan secara langsung. Sebagaimana yang dikemukakan Dwijoseputro dalam bukunya Petunjuk Guru Ilmu Hayat SMP bahwa alam sekitar dapat menyediakan kemungkinan-kemungkinan yang cukup banyak untuk belajar Ilmu Hayat. Sawah, taman, kebun, kolam, sungai, dan sebagainya merupakan laboratorium alam. Kenyataan di alam dapat lebih menarik daripada kenyataan buatan di laboratorium (Dwijoseputro,1973). Pembelajaran yang berbasis lingkungan seperti pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah untuk mempelajari keanekaragaman tumbuhan dapat meminimalisir sikap verbalisme peserta didik B-5 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 terhadap penguasaan konsep. Sumber belajar yang nyata dan konkrit dengan kegiatan observasi dan diakhiri presentasi, menuntut peserta didik untuk memafaatkan seluruh indera yang dimiliki untuk menguasai konsep, keterampilan bebicara dan berargumentasi. Betapa tidak ! Indera mata untuk mengobservasi objek, organ tangan untuk memegang objek dan mencatat, telinga untuk mendengarkan bimbingan guru dan tanggapan peserta diskusi dan otak untuk berpikir mengkaithubungkan referensi dengan sumber belajar yang dihadapi. Presentasi memberikan kontribusi yang besar berkaitan dengan kecerdasan berpendapat, rasa percaya diri, keterampilan merangkai kata hingga bermakna dalam suatu proses penguasaan konsep keilmuan yang dipelajari. Belajar yang melibatkan seluruh indera untuk dioptimalkan aktif maka terbangunlah pembelajaran yang produktif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Apabila pembelajaran dapat berlangsung demikian ini maka akan bermakna bagi si pembelajar. Sesungguhnya pembelajaran bermakna itulah merupakan hakikat pembelajaran itu sendiri. Ketiga, motivasi belajar peserta didik. Motivasi belajar adalah perasaan semangat melakukan segala proses kegiatan dalam pembelajaran. Semangat inilah merupakan roh dalam kegiatan belajar. Tanpa semangat, belajar tak akan bermakna. Sebaliknya, belajar dengan semangat tinggi dapat dipastikan akan diperleh prestasi yang tinggi pula. Semangat itu roh maka yang dapat dilihat adalah perilaku peserta didik dalam menerapkan pembelajarannya. Kiranya tidak salah bahwa dikatakan sifat anak muda itu “emoh suwara ning doyan sego (Jawa) / tak mau suara tetapi lahap dengan nasi.” Artinya, anak muda lebih suka diberi sedikit nasihat akan tetapi banyak fasilitas dan teladan yang mesti diberikan ( Paparan KH Jazir dalam seminar IKA UNY 5 Mei 2012 di gedung Rektorat UNY). Ucapan Kyai itu benar sekali bila dikaitkan dengan kenyataan dari 128 peserta didik, 105 (82%) di antaranya tercatat aktif melakukan proses observasi, dan presentasi. Sedangkan sisanya, 23(18%) peserta didik tampak kurang serius dan ada yang tergolong acuh terhadap kegiatan yang tengah berlangsung. Angka peserta didik aktif (82%) itu lebih kecil apabila dibandingkan dengan angka jawaban peserta didik yang menyatakan rasa suka 114 orang (89%) dengan pembelajaran memanfaatkan sumber belajar keanekaragaman tumbuhan di lingkungan sekitar dan sisanya 14 orang (11 %) menyatakan tidak suka, tidak tertarik dan tanpa pilihan yang jelas. Partisipasi peserta didik aktif (82%) dan peserta didik yang merasa suka terhadap pembelajaran yang berbasis sumber belajar nyata (89%) ini sebagai cermin bahwa peserta didik lebih suka diberi kesempatan melakukan aktivitas daripada diberi informasi dengan tidak menghadirkan sumber belajar yang konkrit. Adanya rasa suka terhadap pemanfaatan lingkungan sekitar digunakan sebagai sumber belajar disebabkan kemungkinan munculnya dorongan rasa ingin tahu, dan dorongan untuk melakukan kegiatan inquiri pada diri peserta didik. Dorongan - dorongan inilah yang pada akhirnya akan membentuk sikap dan perilaku ilmiah seperti yang diharapkan dalam proses pembelajaran IPA ( Amien, 1985). Keempat, keuntungan pemanfaatan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah. Sumber belajar yang bervariasi menimbulkan beberapa keuntungan baik bagi guru terlebih bagi peserta didik. Ketika keanekaragaman tumbuhan diajarkan dengan ceramah dan pengerjaan soal-soal yang ada di LKS, berkembanglah daya membayangkan pada peserta didik karena tidak pernah diyakinkan oleh kehadiran objek nyata dan konkrit. Peserta didik hanya hafal bacaan/objek yang tertulis pada buku. Itu pun apabila peserta didik rajin membaca. Konsep yang diterima pun belum tentu utuh bahkan tidak benar. Hal ini disebabkan oleh buku yang dibaca menyajikan informasi yang kurang lengkap bahkan ada yang salah konsep. Mempelajari keanekaragaman tumbuhan dengan mengobservasi langsung sumber belajar (objek tumbuhannya), pemahaman peserta didik sangat kuat dan tidak mudah tergoyah keilmuannya oleh datangnya informasi yang tidak benar. Inilah cerminan meaningful learning yang B-6 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 berarti proses pembelajaran lebih bermakna. Kebermaknaan ini terjadi karena pembelajarannya melalui proses panjang yang meliputi pengamatan objek, identifikasi, deskripsi, pemaknaan terhadap berbagai sifat objek serta keterkaitannya dengan lingkungan objek tersebut berada. Sungguh merupakan proses pembelajaran yang utuh dan tidak sepotong-potong seperti yang ditulis dalam kebanyakan buku sekarang ini. Melalui aktivitas berbagai indera yang dioptimalkan mengantarkan pemahaman terhadap objek yang dipelajari tidak mudah lepas dan lupa. Pemahaman akan materi keanekaragamn tumbuhan diperkuat oleh adanya presentasi yang memang menuntut kesiapan menginformasikan data, kesiapan menjawab adanya pertanyaan dari peserta, kesiapan menerima adanya pendapat yang berbeda, dan kesiapan memberikan penguatan/pemantapan data yang disampaikan. Melalui kegiatan presentasi kelas, peserta didik dihadapkan dengan kenyataan bahwa pengamatan terhadap tumbuhan yang berbeda dan oleh pengamat yang berbeda berpotensi melahirkan perrbedaan apresiasi dan perlu adanya diskusi untuk menyamakan persepsi. Dari kenyataan ini menyadarkan peserta didik menghargai pendapat orang lain, kepribadian orang lain, dan mengakui ketidakmutlakan kebenaran pendapat seseorang serta pendapat bagi orang lain. Sungguh, presentasi membawa peserta didik terlatih membangun keseimbangan dalam berpendapat. Keadaan yang demikian ini dikatakan Winataputra (2006) bahwa pembelajaran yang berbasis lingkungan memiliki beberapa keuntungan antara lain : 1) lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari peserta didik, 2) kegiatan pembelajaran lebih menarik, 3) proses pembelajaran lebih bermakna, 4) aktivitas peserta didik lebih meningkat, dan 5) terjadi pembentukan pribadi peserta didik. Kiranya perlu ditambahkan 1 keuntungan lagi yang menonjol ialah bahwa lingkungan merupakan sumber belajar yang murah dan melimpah. Keuntungankeuntungan pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar seperti yang dikemukakan Winataputra ini tampaknya benar adanya. PENUTUP Berdasakan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: pertama, pembelajaran di era penguasaan kompetensi dasar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran, seharusnyalah keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk ditingkatkan. Paradigma pendidikan “ Teacher Center “ harus diubah ke “ Student Center.” Proses penyerapan informasi hendaknya diperoleh dari keterlibatan berbagai indera peserta didik sehingga menjadi bangunan pengetahuan yang kokoh, kuat dan tahan lama. Untuk itu kehadiran sumber belajar yang asli, nyata dan konkrit sangat diperlukan. Kedua.untuk mewujudkan konsep-konsep di atas, guru dituntut: 1) meningkatkan kemauan dan semangatnya dalam menyikapi pemahaman bahwa pembelajaran menjadi ajang latihan menghadapi masalah hidup dan kehidupan di masa datang sehingga pemecahan masalah perlu dilatihkan kepada peserta didik. Oleh karena itu keaktivan dan kreativitas perlu dikedepankan dengan memberi kesempatan peserta didik berhubungan langsung dengan sumber belajar di lingkungan sekitar sekolah yang penuh fenomena dan menarik untuk dikaji, 2) meningkatkan kemampuan untuk dapat melihat masalah dari lingkungan alam sekitar yang dapat digunakan untuk pembelajaran, dan 3) meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan sumber alam sekitar itu dalam pembelajaran materi keanekaragaman tumbuhan. Ketiga, pembelajaran yang mengedepankan keaktivan dan kreativitas peserta didik dalam memanfaatkan tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar keanekaragaman tumbuhan dengan disain praktikum dan presentasi pada peserta didik kelas VII SMPN 5 Wates B-7 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 semester genap tahun pelajaran 2011/2012 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) ada peningkatan partisipasi dalam kegiatan pembelajaran, 2) ada peningkatan prestasi, baik jumlah peserta didik maupun angka perolehan keberhasilan mencapai KKM, 3) ada peningkatan motivasi terhadap pembelajaran yang menggunakan objek alam di sekitar sekolah sebagai sumber belajar, dan 4) banyak diperoleh keuntungan dalam pembentukan kepribadian peserta didik antara lain: giat bekerja sama, sikap teliti, tekun, bertanggung jawab, dan tumbuhnya rasa hormat terhadap pendapat orang lain. Saran yang dapat penulis kemukakan berdasarkan ulasan di atas adalah: Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan di lingkungan sekitar sekolah hendaknya tidak hanya sebatas dilakukan dalam kegiatan pembelajaran akan tetapi perlu ada penugasan –penugasan yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang sama. Rekomendasi yang dapat diberikan yakni: Pembelajaran dengan pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar hendaknya tidak dianggap remeh sehingga guru justru proaktif memberikan apresiasi positif , pembimbingan yang komunikatif, dalam menyambut jerih payah peserta didik sebagai perilaku pembelajaran yang melibatkan 3 ranah ( afektif, psikomotorik dan kognitif ) sekaligus. DAFTAR PUSTAKA Amien Mochammad. 1985. Hakekat Sains. Yogyakarta : FKIE IKIP Dwijoseputro,dkk. 1973. Buku Petunjuk Guru Ilmu Hayat SMP. Jakarta : Departemen P dan K. Jarir, KH. 2012. Paparan dalam seminar IKA UNY 5 Mei 2012 di gedung Rektorat UNY). Muhibbin, Syah. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos, Wacana Ilmu. Ranawidjaya, Jahya .1972. Pedoman Guru Buku Manusia dan Sekitarnya, Jakarta : Departemen P dan K. Staton,T.F. 1978. How to Instruct Succesfully. Mc Graw-Hill Book Company. Sydney. Sukarno.dkk.1981. Dasar-Dasar Pendidikan Sains. Jakarta : PT Bharata Suryabrata. 1978. Psycologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press. Sutardi,dkk. 1981.Pemanfaatan Alam Sebagai Sumber Belajar. Jakarta: Analisis Pendidikan. Winataputra,Udin S. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. B-8 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 CURICULUM VITAE Nama : Drs. Marijan Tanggal lahir : 5 Agustus 1965 NIP : 19650805 199512 1 002 Tugas : Mengajar IPA Tempat tugas : SMPN 5 Wates Kulon Progo Pendidikan : Sarjana Pendidikan Biologi IKIP Yogyakarta Lulus 1992 Pangkat/Gol. : Pembina Tk I / IV b Pengalaman Menulis Artikel : 1. Banyak sekali artikel pendidikan pada Buletin Warta Guru, Majalah Gerbang UMY, Warta IKIP Yogyakarta, Majalah Candra, Majalah Prestasi, Majalah Cerdas dan lainlain 2. Harian Kedaulatan Rakyat, Suara Karya, Bernas, Solopos dan lain lain-lain. Pengalaman Menulis Buku : 1. Cara Gampang Pengembangan Profesi Guru. 2012. Sabda Media 2. Metode Pendidikan Anak . 2012 . Sabda Media Pengalaman sebagai Redaktur 1. Buletin Warta Guru terbitan Dinas Propinsi DIY( Sejak 2006) 2. Jurnal Ilmiah Kependidikan FIGURA Kulon Progo ( Sejak 2006) Pengalaman Pemakalah Artikel Ilmiah : 1. Upaya Meningkatkan Keaktifan, Prestasi Belajar Dan Rasa Suka Terhadap Konsep Ekosistem Dan Upaya Pelestariannya Pada Siswa Smp N 3 Samigaluh Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2. Pentingnya Meningkatkan Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Upaya Membangun Karakter Peserta Didik 3. Upaya Mendongkrak Prestasi Belajar Melalui Peningkatan Motivasi Pada Peserta Didik SMP 4. Pentingnya Pemberian Tugas Membuat Herbarium Kering Pada Materi Klasifikasi Tumbuhan Bagi Siswa Smp Kelas Vii Semester 2 5. Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Siswa Kelas VIII A Smp 3 Samigaluh Dengan Alat Peraga Model Penampang Batang, Anat omi Daun, Gi gi Dan Saluran Pencer naan Manusia Buatan Guru B-9 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 MENDAFTAR PEMAKALAH SEMINAR NASIONAL PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN PENERAPAN MIPA UNY , 2 JUNI 2012 NAMA : DRS. MARIJAN INSTANSI : SMP NEGERI 5 WATES KULON PROGO ALAMAT : TRIHARJO, WATES, KULON PROGO TELPON : 085292466006 E-MAIL : [email protected] SEBAGAI : GURU BIAYA SEMINAR SEBESAR Rp 200.000 ( DUA RATUS RIBU RUPIAH) BIAYA PESAN PROSIDING Rp 150.000 ( SERATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH ) DIBAYARKAN DENGAN CARA: TRANSFER KE REKENING A.N NUR INSANI NO. REK. 0038663352 BNI CAB. UGM B-10 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerpan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012 B-11