BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit altimetri merupakan satelit yang berfungsi untuk mengamati topografi dan dinamika permukaan laut. Sistem satelit ini terdiri dari radar altimeter yang memiliki pemancar pulsa, penerima pulsa dan jam berakurasi tinggi. Satelit ini juga dilengkapi dengan receiver GPS untuk menentukan tinggi satelit altimetri terhadap ellipsoid referensi. Sejak satelit Skylab yang merupakan misi altimetri pertama diluncurkan pada tahun 1973 (Abidin, 2001), satelit ini telah terbukti sangat baik dalam mengamati dinamika yang terjadi di lautan lepas seperti sirkulasi lautan global, perubahan volume lempengan es di kutub serta perubahan Mean Sea Level (MSL) global. Namun satelit altimetri masih memiliki kelemahan, terutama untuk pengukuran permukaan laut di wilayah pesisir. Hal ini terjadi karena bentuk gelombang pantul (waveform) yang diterima satelit terganggu oleh adanya medan pantul daratan (Gommenginger, et al., 2011). Selain keberadaan daratan yang mengganggu waveform satelit altimetri, faktor kedalaman dasar laut serta bentuk bibir pantai juga mempengaruhi tingkat kontaminasi waveform satelit altimetri tersebut. Bentuk fisis waveform satelit atimetri di wilayah pesisir pada umumnya sangat tidak beraturan dan jauh berbeda dari bentuk teoritis yang diharapkan (Gambar 1.1 dan 1.2). Perbedaan bentuk ini sangat mempengaruhi penentuan jarak satelit terhadap muka air sehingga pengukuran yang dilakukan hasilnya kurang maksimal. 1 Gambar 1.1 Contoh-contoh waveform satelit altimetri di wilayah pesisir Thermal t1 t2 Gambar 1.2 Bentuk waveform teoritis (Brown-Model) , biasa muncul di wilayah lautan terbuka sehingga sering juga disebut sebagai waveform ocean Bermula dari kenyataan bahwa pengukuran satelit altimetri masih memiliki kelemahan, terutama di wilayah pesisir maka dewasa ini banyak dilakukan penelitian mengenai waveform retracking yang secara sederhana merupakan proses pengolahan ulang dan pemanipulasian data-data gelombang pantul satelit altimetri agar dapat menghasilkan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai 2 keperluan. Salah satunya adalah informasi dinamika air laut yang bermanfaat bagi pengelolaan wilayah pesisir dalam mencegah kerusakan akibat kenaikan muka laut global yang saat ini banyak terjadi di wilayah pesisir Indonesia. Menurut UU No. 27 Tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Wilayah ini merupakan wilayah yang sangat vital dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu contohnya adalah wilayah ini merupakan wilayah yang paling banyak dihuni oleh penduduk, disebabkan oleh posisinya yang strategis untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan perekonomian. Selain itu wilayah pesisir juga menjadi sumber bahan makanan dan bahan mentah yang berlimpah. Hal ini semakin memperkuat alasan mengapa informasi dinamika air laut yang kontinyu dan teliti sangat dibutuhkan dalam pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai terpanjang ke-4 di dunia. Hal ini menyebabkan negara ini banyak memiliki daerah pesisir dengan beragam permasalahnnya. Sebagai contoh adalah terjadinya banjir air pasang (rob) di pesisir utara Jakarta. Fenomena ini dapat terjadi akibat kenaikan muka air laut. Oleh karena itu dibutuhkan informasi megenai kenaikan muka air laut secara cepat dan teliti agar dapat dimanfaatkan untuk mencegah kerusakan bertambah parah. Namun sehubungan dengan rendahnya kualitas pengukuran satelit altimetri di kawasan pesisir, informasi yang dibutuhkan tersebut sangatlah kurang sehingga mempersulit proses pengambilan keputusan dalam penanganan masalah tersebut. Hal ini turut menunjukkan betapa pentingnya penelitian di bidang coastal altimetry (altimetri di wilayah pesisir). 3 Dalam Tugas Akhir ini penulis akan mengidentifikasi waveform satelit altimetri di wilayah pesisir Indonesia yang terkontaminasi efek daratan untuk kemudian dianalisis faktor-faktor penyebab kontaminasi tersebut. Langkah pengidentifikasian waveform terkontaminasi merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses waveform retracking di wilayah pesisir. Jika proses ini telah dijalankan, maka dapat ditentukan metode waveform retracking yang sesuai untuk memperbaiki data ukuran satelit altimetri tersebut. Wilayah studi yang digunakan adalah Pulau Sulawesi dikarenakan panjang garis pantai di pulau ini merupakan salah satu yang terpanjang di Indonesia sehingga banyak data pengukuran satelit altimetri yang berkualitas buruk. Selain itu pulau ini juga memiliki variasi nilai kedalaman laut yang tinggi, banyak terdapat pulau-pulau kecil di sekitarnya serta bentuknya yang unik sehingga memiliki laut tertutup dan laut lepas sekaligus. Dengan beberapa karakteristik tersebut pulau ini menjadi daerah penelitian yang menarik dalam bidang coastal altimetry. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi waveform satelit altimetri yang terkontaminasi efek daratan di wilayah pesisir pulau Sulawesi untuk kemudian di analisis faktor-faktor penyebabnya. Jika waveform satelit altimetri yang terkontaminasi telah teridentifikasi dengan baik, maka dapat sangat membantu proses waveform retracking. Selanjutnya, dengan dilakukannya retracking waveform altimetri di pesisir, maka data-data hasil pengamatan altimetri pun dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengembangan wilayah pesisir. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi oleh 2 faktor penyebab kontaminasi waveform di wilayah pesisir. Kedua faktor tersebut adalah jarak footprint terhadap daratan serta kedalaman dasar laut di bawah area footprint. Efek topografi dasar laut serta keadaan lautan tidak diperhatikan dalam penelitian ini. 4 Sebagaimana telah disinggung dalam sub-bab tujuan penelitian di atas, penelitian ini dibatasi oleh 2 aspek. Aspek pertama adalah definisi kontaminasi dan yang kedua adalah definisi wilayah pesisir. Yang dimaksud dengan kontaminasi waveform dalam penelitian ini adalah tingkat perbedaan waveform baik dari segi geometrik fisik maupun statistik terhadap bentuk waveform teoritis yang diharapkan (Gambar 1.2). Sedangkan definisi wilayah pesisir telah dipaparkan dalam sub-bab latar belakang diatas. Namun untuk keperluan teknis penelitian, wilayah pesisir yang digunakan adalah dari jarak 200 km dari bibir pantai hingga tepat di garis pantai. Bentuk garis pantai yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan citra Google Earth (Gambar 1.3). Sedangkan waveform satelit altimetri yang digunakan adalah data hasil pengukuran satelit Jason 2 pada cycle 120 dan 121 yang direkam pada bulan Desember 2011. Data-data pengukuran altimetri yang digunakan adalah yang melintasi Pulau Sulawesi, yaitu pass 12, 25, 101, 114 dan 190. Sedangkan untuk data batimetri lepas pantai Sulawesi yang digunakan adalah model batimetri SRTM 30. 01 02 19 Gambar 1.3 Citra Google Earth daerah penelitian, garis berwarna kuning merupakan data waveform Jason-2 yang digunakan (sumber: Google) 5 1.4 Metodologi Penelitian Berikut ini adalah metodologi dalam penelitian ini : a. Studi pustaka terhadap literatur, buku, makalah hasil penelitian, presentasi seminar serta artikel-artikel dari situs internet. Studi pustaka ini meliputi kajian mengenai informasi daerah penelitian, kajian mengenai pengolahan data altimetri di wilayah pesisir serta bentuk waveform satelit altimetri. b. Setelah dilakukan studi literatur awal terhadap tema penelitian ini, dilakukan pengambilan data waveform satelit Jason-2 di atas wilayah penelitian. Pada data waveform tersebut, dilakukan analisis berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu jarak terhadap pesisir, arah lintasan, bentuk pantai serta kedalaman perairan di lepas pantai tersebut. Data waveform yang digunakan adalah waveform 20 Hz pada cycle 120 dan 121 yang direkam pada bulan Desember 2011. Jarak terhadap pesisir berdasarkan bentuk garis pantai yang diambil dari citra Google Earth. Sedangkan untuk data kedalaman digunakan data SRTM 30. c. Pengolahan data, yang meliputi : • Pengolahan data waveform 20 Hz menggunakan software Matlab. • Plotting waveform terhadap jarak dari pantai dan arah lintasan satelit. • Plotting retracking gate waveform terhadap kedalaman perairan di bawahnya. • Identifikasi waveform yang terkontaminasi oleh pengaruh daratan. d. Penarikan analisis, kesimpulan dan saran. 6 Berikut ini disajikan diagram alir penelitian ini : Mulai Studi Literatur Persiapan Topografi Pantai Data SGDR 20 Hz Jason 2 Plotting data waveform terhadap jarak dari pantai, dan arah lintasan Data batimetri Sulawesi Penghitungan tracking gate waveform Plotting tracking gate terhadap kedalaman Identifikasi waveform terkontaminasi Analisis Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 1.4 Diagram alir metodologi penelitian 7 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang penelitian, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penilisan. BAB 2 DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip dasar pengukuran satelit altimetri, bentuk waveform teoritis, serta teori-teori lain yang berkaitan dengan efek daratan terhadap bentuk fisis waveform. BAB 3 PENGOLAHAN DATA Bab ini akan membahas proses kegiatan yang dilakukan dalam penelitian yang mencakup tahapan penelitian dan penjelasan proses yang dilakukan pada tiap tahapan kegiatan tersebut beserta hasil yang diperoleh pada setiap tahapan kegiatan tersebut. BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI Bab ini membahas proses pengidentifikasian waveform satelit altimetri yang terkontaminasi oleh efek daratan berdasarkan bentuk fisis maupun statistiknya beserta analisis terhadap faktor-faktor penyebabnya. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan analisis terhadap hasil-hasil pengolahan data yang telah dilakukan dan saran – saran yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai waveform retracking di wilayah pesisir Pulau Sulawesi. 8