SEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY 1) Eko Yuli Handoko & K. Saha Aswina 1) 1) Teknik Geomatika, FTSP-ITS Abstract Indonesia, which is an archipelago, has nearly 17,000 islands. Changes in sea level which tend to increase will affect the sustainability of coastal areas and the existence of the small islands. The use of satellite altimetry, such as Jason-1 and Envisat can help to know the trend of change sea level rise globally and especially in Indonesian seas. The data used in this study are GDR data from October 2002 until December 2005. Merger Jason-1 data and Envisat performed to obtain the data density of a better path. By gridding process 0.125o x 0.125 o, result of sea level rise using 3 years data merger is 2-4 millimeters per month. Keywords: Sea Level Rise, Indonesian Seas, Jason-1, Satellite Altimetry 1. Pendahuluan Pemantauan dan pemahaman mengenai perubahan kedudukan tinggi muka air laut global merupakan salah satu isu yang aktual saat ini dalam studi perubahan global dan lingkungan. Pemanasan global dapat menyebabkan terjadinya perubahan kedudukan tinggi muka air laut termasuk di Indonesia yang memiliki luas perairan sekitar 70% dari seluruh luas wilayahnya o o o o Wilayah Lautan Indonesia terletak pada 95 – 141 BT dan 6 LU – 11 LS dengan kedalaman laut rata-rata 200 meter. Wilayah ini juga terletak di antara dua samudera Pasifik dan samodera Hindia, dimana air dari lautan pasifik bertemu dengan air dari lautan Hindia, dan disebut Indonesian Through Flow (ITF). ITF merupakan salah satu kunci yang memegang peranan penting dalam variasi iklim dan lautan di asia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan mayoritas penduduknya tersebar di sekitar wilayah pesisir, akan merasakan secara langsung dampak negatif dari fenomena perubahan kedudukan tinggi muka air laut. Terutama dampak di wilayah pesisir seperti erosi garis pantai, penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas bajir, meningkatnya dampak badai di pesisir, salinasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Dengan perkembangan teknologi satelit yang begitu pesat, salah satunya satelit altimetry yang mempunyai tujuan jangka panjang yaitu : mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, mengamati perubahan muka laut rata-rata (Mean Sea Level) global, dan dinamika lautan lainnya. Altimetri pada dasarnya adalah suatu teknik penentuan tinggi. Satelit altimetri mengukur waktu yang diperlukan oleh sinyal radar untuk bergerak dari antena di satelit ke permukaan bumi dan kembali ke penerima di satelit. Jika dikombinasikan dengan data posisi satelit teliti, pengukuran altimetri dapat mengetahui ketinggian muka air laut. Diantara satelit altimetry yang beroperasi sekarang ini, terdapat satelit Jason-1 dan Envisat. Satelit JASON-1 merupakan misi lanjutan kerjasama antara “Centre Nation d’Etudes Spatiales” (CNES) milik Perancis dan “National Aeronautics and Space Administration” (NASA) milik Amerika Serikat yang bertujuan untuk mempelajari sirkulasi global dari luar angkasa. Misi tersebut menggunakan teknik satelit altimetri untuk melakukan pengamatan yang presisi dan akurat mengenai ketinggian air laut untuk beberapa tahun. Tujuan utama dari misi ini adalah untuk mengukur tinggi permukaan air laut (SSH – Sea Surface Height). Jason-1 mempunyai rediode orbital selama 10 hari dengan spasi antara masing-masing track 315 km. Envisat (Environmental Satellite) merupakan misi lanjutan dari ERS-1 dan ERS-2. Diperuntukan untuk studi lingkungan, khususnya perubahan iklim, misinya adalah untuk mengamati atmosfer dan permukaan bumi. Satelit ini dibuat oleh ESA (European Space Agency) dengan dilengkapi sepuluh peralatan untuk melakukan pengamatan mulai dari parameter ketinggian satelit dari geoid air laut Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 157 hingga parameter emisi gas resolusi tinggi. Diantara peralatan tersebut terdapat suatu radar altimeter, dan sistem penentuan orbit teliti Doris. Envisat memiliki periode orbital selama 35 hari dengan spasi antar track sekitar 90 km, seperti halnya ERS-2 dan beberapa fase ERS-1. Karena telah terintegrasi dalam program tentang studi iklim internasional seperti GOSS dan GODAE. Gambar 1. Konsep pengukuran satelit altimetry (http://www.aviso.oceanobs.com) Dengan berkembangnya teknologi satelit, dalam hal ini dengan munculnya satelit altimetri yang memang diperuntukkan bagi ocean monitoring, maka diharapkan dapat membantu upaya-upaya pemantauan kedudukan tinggi muka air laut secara terus menerus, termasuk memantau kecenderungan kenaikan tinggi muka air laut di wilayah perairan Indonesia. Dalam kajian ini Satelit altimetry digunakan dalam pemantauan Sea Surface Variability di Lautan Indonesia menggunakan data Satelit Jason-1. 2. Data Processing Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data Jason-1, dari cycle 028 – cycle 146 dan data Envisat dari bulan Oktober 2002 hingga Desember 2005. Data ini diperoleh dari stasion pengamatan Jason-1 yang ada di NASA (USA) dan CNES (Perancis) dan data Evisat diperoleh dari ESA (European Space Agency) . Format dan jenis data yang digunakan adalah GDR (Geophisycal Dara Record) , Dalam GDR juga terdapat semua koreksi lingkungan dan geofisik, sedangkan koreksi instrumen telah diberikan pada data pengamatan. Data GDR ini diberikan berdasarkan cycle Gambar 2 memperlihatkan ground track atau lintasan satelit Jason-1 yang melintasi wilayah lautan Indonesia. Area yang dibatasi kotak hitam merupakan daerah yang dipilih untuk ditentukan perubahan permukaan laut secara berkala (series). Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 158 1 4 2 3 Gambar 2. Track lintasan satelit Jason-1 dan Envisat dengan 4 area pengamatan sea surface variability Pertama, untuk mendapatkan data yang valid maka perlu dilakukan proses kontrol kualitas data, kontrol kualitas data berupa flagging dan editing. Flagging adalah pengecekan tanda parameter untuk melihat indikator-indikator parameter yakni memeriksa jenis permukaan yang menjadi bidang pantul berupa daratan, lautan ataupun es (memiliki nilai 0 jika bidang pantulnya berupa lautan), dilakukan penyaringan data pada daerah yang tidak diperlukan. Editing adalah penapisan data untuk menyaring data dari kesalahan tidak acak dengan menetapkan suatu kriteria sesuai dengan batasan-batasan yang diberikan dalam User handbook masing-masing satelit (Jason-1 dan Envisat). Dalam hal ini juga dilakukan koreksi terhadap geophysical errors, termasuk kesalahan ionosfer dan troposfer, serta pasang surut. Setelah melewati proses kontrol kualitas data, maka data yang diperoleh dapat dikatakan telah valid. Selanjutnya dilakukan proses penggabungan cycle data satelit Jason-1dan Envisat untuk mendapatkan nilai Sea Level Anomaly (SLA) perbulannya. Menurut Aviso [4], SLA ini mengindikasikan perubahan dari Mean Sea Level (MSL) Karena lintasan satelit tiap cycle tidak sama, dilakukan dahulu pembuatan lintasan baru dengan menggunakan metode titik normal. Setelah data tiap cycle memiliki lintasan yang sama data-data tersebut dapat digabungkan dengan dirata-ratakan. Dilakukan gridding data dan, gridding dilakukan dengan menggunakan interpolasi inverse distance o o weight dengan spasi grid adalah 0,125 x 0,125 . Dihitung kecenderungan kenaikan tinggi muka air laut dari nilai SLA tiap bulan tersebut. Dari nilai tersebut diambil sampel 4 titik untuk mendapatkan trend linier kenaikan tinggi muka air laut selama tiga tahun. 3. Hasil dan Diskusi Dari data pengamatan satelit Jason-1 dan Envisat selama hampir 3 tahun (Akhir 2002 hingga Akhir 2005), dapat diperoleh hasil sebagai berikut : Terjadi variasi kenaikan permukaan laut atau dapat kita sebut sea surface variability di perairan laut Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 Dari nilai sea surface variability ini mempunyai kecenderungan atau trend kenaikan permukaan laut. Nilai trend dari masing-masing titik sample ditunjukkan pada gambar 3 Tabel 1 Trend kenaikan permukaan laut pada titik sampel No.Titik Lintang 1 2 3 4 4 LU o 2,5 LS o 4 LS o 3 LU o Bujur Lokasi o Laut Cina Selatan Selat Makasar Laut Banda Lautan Pasifik 107 BT o 119 BT o 127 BT o 138 BT Kenaikan permukaan laut Per bulan 4 millimeter 2 millimeter 2 millimeter 5 millimeter Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 159 1 4 2 3 Gambar 3. Sea Surface Variability di Titik-titik Sample Perairan Laut Indonesia Untuk mengetahui pola perubahan yang lebih baik dibutuhkan data pengamatan yang panjang, seperti data 18,6 tahun atau lebih.Selain itu , diperlukan data pengamatan pasut menggunakan tide gauge di stasion pasang surut secara kontinyu Perubahan permukaan laut ini perlu diwaspadai terkait dengan keberadaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir. Diperlukan usaha-usaha dalam penanganan jangka pendek maupun jangka panjang dalam antisipasi perubahan-perubahan yang terjadi Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 160 Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4] [5] [6] Abidin, H.Z.[ 2001] Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita. Arief, A.R. [2009] Pemodelan Topografi Muka Air Laut (Sea Surface Topography) Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon; Studi Kasus Samudera Indonesia. Surabaya : Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. AVISO dan PODAAC.[1996] AVISO User Handbook Merged Topex/Poseidon Products. AVISO [2009], (http://www.aviso.oceanobs.com) dikunjungi tanggal 10 Desember 2009 Ilk,K.H.,Flury.J.,Rummel.R.[2005]. Mass Transport and Mass Distribution in the Earth System. Deutchland: Technisce Universitat Munchen. Nurmaulia, S.L, Prijatna.K, dan Darmawan.D. [2005] Studi Awal Perubahan Kedudukan Muka Laut (Sea Level Change) diPerairan Indonesia berdasarkan Data Satelit Altimetri TOPEX/Poseidon. Bandung: Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-ITB. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 161 Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009 A - 162