BAB 1 Pendahuluan

advertisement
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi dewasa ini semakin meluas hingga ke berbagai kalangan.
Salah satu teknologi yang marak diperbincangkan adalah penggunaan internet. Tidak hanya
kalangan dewasa saja yang mengkonsumsi penggunaan internet, namun kalangan remaja
dianggap cukup memberikan pengaruh dalam skala penggunaan internet. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan dari penelitian sebelumnya, yang menyebutkan bahwa remaja
masa kini disebut sebagai “Net Generation” karena banyaknya aktifitas mereka diantaranya
seperti melakukan interaksi sosial, belajar, bermain, blogging dan lainnya dilakukan dengan
menggunakan internet (Amichai-Hamburger & Barak, 2009). Selain itu hal tersebut juga
didukung oleh data yang menunjukkan bahwa 40% (30 juta) dari 75 juta pengguna internet
di Indonesia adalah remaja (Techinasia 2014, 20 Februari). Fungsi dan fitur yang tersedia
dalam penggunaan internet, salah satunya adalah mengakses situs jejaring sosial. Situs
jejaring sosial yang dalam bahasa Inggris disebut Social Network Sites (SNS) merupakan
sebuah web berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil,
melihat daftar pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk
bergabung dalam situs tersebut (Juditha, 2011), dan salah satu situs jejaring sosial yang
marak diperbincangkan serta dipergunakan di Indonesia adalah situs jejaring sosial atau
yang biasa disebut sebagai Facebook.
Facebook didefinisikan sebagai situs jejaring sosial pribadi, dimana fitur-fitur
didalamnya memudahkan pengguna untuk saling berinteraksi satu sama lain. Fitur-fitur
tersebut meliputi halaman depan Facebook yang dapat digunakan untuk menuliskan biodata
pengguna Facebook, serta kolom untuk menuliskan komentar atau yang lebih dikenal
sebagai penulisan status. Fitur lainnya memungkinkan Facebook untuk mengunggah foto,
membuat group serta melakukan obrolan online (chatting). Serta para pengguna Facebook
dapat saling memberikan komentar disetiap posting tulisan yang terdapat di halaman
Facebook mereka(Yang & Brown, 2013).Menurut
1
data statistik pada tahun 2014,
2
Indonesia menduduki peringkat ke 4 sebagai negara yang paling banyak jumlahnya dalam
mengakses situs jejaring sosial Facebook(Socialbakers 2014, 10April).
Selain dari data statistik penggunaanan Facebook di atas, peneliti telah melakukan
survey awal guna menjadikannya sebagai data pendukung yang mewakili wilayah DKI
Jakarta. Penyebaran dilakukan pada tanggal 10 Maret 2014 ke 33 Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yang tersebar di wilayah Jakarta Barat, Timur, Utara, Selatan dan Pusat,
dengan total 413 responden. Kuesioner disebarkan kepada responden laki laki sebanyak
48,4% (200) dan perempuan sebanyak 51,5% (213). Perolehan data menunjukkan bahwa
Facebookmeraih jumlah tertinggi yang mencapai 72,7% (300 pengguna), dibandingkan dua
situs jejaring sosial lainnya yaitu Twitter 64,9% (268 pengguna) dan Instagram yang hanya
28,1% (116 pengguna). Merujuk dari data statistik yang diperoleh dari beberapa sumber di
atas serta hasil survei yang telah dilakukan, terlihat bahwa penggunaan Facebook di
Indonesia hingga tahun 2014 ini masih menjadi situs jejaring sosial yang paling banyak di
minati dikalangan remaja. Selain itu penelitian sebelumnya juga mengkonfirmasi bahwa
Facebook merupakan situs jejaring sosial terkemuka dikalangan anak muda (Yang &
Brown, 2013).
Menurut Santrock
perkembangan transisi
perubahan biologis,
(2003), remaja
(adolescence)
diartikan
sebagai
masa
antara masa kanak-kanakke masa dewasa yang mencakup
kognitif, dan sosial-emosional. Menurut literatur pada penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa transisi yang terjadi pada masa remaja menghadapkan
mereka pada tantangan dalam mengembangkan hubungan interpersonal yang intim
(Erikson, 1959 dalam Yang & Brown, 2013). Berdasarkan hal tersebutlah yang menjadikan
salah satu motif para remaja menggunakan Facebook, para remaja yang sedang dalam
tahapan perkembangan transisi tersebut cenderung menggunakan Facebook untuk hal yang
positif dan negatif, dalam hal positif mereka menggunakan Facebook sebagai sarana dalam
tetap menjalin hubungan dengan teman-teman lamanya atau teman-teman yang sulit untuk
dijumpai dengan bertatap muka. Sedangkan dalam hal negatif motif mereka menggunakan
Facebook hanya untuk terlihat gaul atau dianggap keren, bahkan sampai ada yang
melakukan pengintaian (lurking) atau memata matai (stalking) (Subrahmanyam et al, 2008
dalam Yang & Brown, 2013).
3
Peneliti melakukan wawancara pada tanggal 9 April 2014, terhadap beberapa siswa
dan siswi sekolah menengah pertama (SMP).Wawancara dilakukan dengan memberikan
pertanyaan
seputar
kepemilikan
dan
penggunaan
akun
Facebook
kepada
8
responden.Tujuh orang diantaranya mengakui memiliki akun Facebook yang hingga kini
masih aktif digunakan. Mereka menyatakan, hampir setiap hari dalam seminggu dan setiap
jam dalam satu hari menggunakan Facebook. Kemudian menjadikan Facebook sebagai
media informasi serta sarana berkomunikasi. Merekapun menyatakan bahwa ketika tengah
memainkan Facebook, sulit untuk mengontrol waktu sehingga melupakan kegiatan lainnya.
Selain itu rata-rata dari mereka menyatakan telah memiliki 500 hingga 2000 pertemanan.
Selanjutnya 5 dari 7 orang mengakui bahwa memainkan Facebook merupakan hal
yang menyenangkan serta menghibur ketika jenuh. Mereka mengaku sedih bahkan merasa
akan kesusahan ketika seandainya situs jejaring sosial Facebook tidak ada atau ditutup.
Kemudian 2 dari 7 orang lainnya mengakui bahwa mereka sangat gemar menggunakan
Facebook hingga seringkali melihat notifikasi atau pemberitahuan pada Facebook mereka
dan mengakui menggunakan Facebook untuk stalking people, dan menganggap hal itu
sangatlah menyenangkan. Selain itu 1 dari 7 orang menyatakan dirinya menggunakan
Facebook hanya agar terlihat gaul. Selain itu hal yang lebih mengejutkan lagi rata-rata dari
para responden mengakui bahwa Facebook tidak memiliki manfaat bahkan merugikan.
Mereka mengakui bahwa mereka merasa kehilangan waktu yang berharga ketika
menggunakan Facebook. Namun ketika ditanyakan mengapa mereka tetap menggunakan
Facebook jika demikian, merekapun menjawab tidak tahu dan mengaku tetap merasa
senang menggunakan Facebook.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa para remaja tersebut, muncul
dugaan bahwa para remaja tersebut mengalami penggunaan internet yang bermasalah,
permasalahan tersebut didukung oleh fenomena yang dikemukakan oleh Badan Pengamat
Teknologi bahwa 40% remaja mengakses Facebook pada saat pelajaran berlangsung, hal ini
menandakan mereka lebih sering online daripada memperhatikan hal-hal penting lainnya
hingga menyebabkan penggunaan Facebook yang berlebihan (Kompasiana 2012, 13April).
Penggunaan berlebihan yang dimaksud adalah frekuensi dalam penggunaan
Facebook mereka. Jika dimisalkan individu mengakses Facebook pada jam pertama dan
4
mengaksesnya kembali pada 1 jam berikutnya, dan begitu seterusnya. Aktifitas tersebut
tidak lagi merujuk pada batasan waktu namun lebih merujuk kepada beberapa dimensi
dalam Problematic Internet Use (PIU), yaitu Cognitive Preoccupation ketika seseorang
mengalami obsesi dalam pemikiran, yang mengakibatkan seseorang tersebut memiliki
kecenderungan untuk selalu ingin kembali online walaupun ia sedang tidak online, dan
Compulsive Internet Use yang merupakan sebuah perilaku yang akhirnya menjadi deficient
self regulation atau perilaku yang kurang baik dalam penggunaan internet yang kompulsif
(Caplan, 2010).
Jika dikaitkan dengan hasil wawancara dimana para remaja tersebut mengakui
“menggunakan Facebook mereka setiap jam dalam sehari dan mengaku melakukan itu
setiap hari”, benar adanya seperti yang diungkapkan bahwa mereka mengakses Facebook
disaat jam pelajaran berlangsung (Kompasiana 2012, 13April). Selain itu perilaku-perilaku
yang muncul seperti “ketika tengah memainkan Facebook, sulit untuk mengontrol
penggunaan internetnya sehingga melupakan kegiatan lainnya” pernyataan ini serupa
dengan dimensi Compulsive Internet Use (CIU) yaitu, jika individu sampai tidak dapat
mengontrol
perilaku
penggunaan
internetnya,
hingga
mempengaruhi
aktifitas
kesehariannya maka individu tersebut mengalami kompulsif dalam penggunaan internet
(Caplan, 2010). Kemudian “memainkan Facebook merupakan hal yang menyenangkan
serta menghibur ketika jenuh” dan “mengaku sedih bahkan merasa akan kesusahan ketika
seandainya situs jejaring sosial Facebook tidak ada atau ditutup” serupa dengan dimensi
Mood Regulation. Kemudian pernyataan “sangat gemar menggunakan Facebook, hingga
seringkali selalu melihat notifikasi atau pemberitahuan pada Facebook mereka” serupa
dengan dimensi Cognitive Preoccupation, pikiran obsesif untuk selalu kembali online
ketika sedang tidak online. Hal-hal tersebut merupakan dimensi-dimensi yang terdapat
didalam Problematic Internet Use (PIU) (Caplan, 2010).
Selain itu masalah lainnya yang sering terkait dengan PIU diantaranya meliputi
ketidakmampuan dalam mengotrol waktu yang dihabiskan untuk berselancar di internet,
sehingga menimbulkan permasalahan fisik seperti Carpal Tunnel Syndrom (nyeri
dipergelangan tangan karena syaraf tertekan), mata kering dan sakit kepala, akademis dan
kinerja yang buruk, serta pola tidur yang cenderung berubah (Tsitsika 2013). Hasil dari
5
literatur-literatur yang ada, menunjukkan bahwa banyaknya remaja sebagai pengguna
Facebook di Indonesia, memungkinkan untuk mengalami PIU jika penggunaan Facebook
mereka berlebihan. Seperti hal nya yang telah dijelaskan berdasarkan fenomena yang ada,
keadaan ini menimbulkan kemungkinan negatif terhadap kognitif para remaja, serta
kemungkinan akan terganggunya fungsi normal keseharian hidupnya. Pernyataan tersebut
didukung oleh literatur yang menjabarkan bahwa pandangan terhadap perilaku kognitif
dapat di gunakan untuk menjelaskan perkembangan dan kelanjutan dari PIU, dan dasar dari
pandangan ini dikenal sebagai maladaptive cognition (Durak & Durak, 2011). Selain itu
pada maladaptive cognition juga ditemukan disfungsi perilaku seperti ketidakmampuan
untuk terlibat dalam sosial, keluarga, dan pekerjaan, serta penggunaan internet diketahui
dapat menjadi alasan sebagai cara melarikan diri dari permasalahan psikologis yang
mengarah pada PIU (Caplan, 2002 dalam Durak&Durak, 2011).
Penggunaan situs jejaring sosial pada remaja tidak hanya menimbulkan
permasalahan PIU, namun adanya aspek kognitif yang terdapat dalam PIU (Caplan,2003
dalam Caplan, 2010), membawa pembahasan lebih lanjut mengenai variabel Cogntive
Distortion (CD). Keterkaitan dalam aspek kognitif tersebut sesuai dengan teori CD yang
diusung oleh Briere (2001) bahwaCD didefinisikan sebagai keadaan yang menyebabkan
terjadinya pikiran negatif dan memotivasi perilaku maladaptif. Hal tersebut menjelaskan
bahwa diantara variabel PIU dengan CD memiliki keterkaitan melalui aspek kognitifnya.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa, didalam
pandangan terhadap aspek kognitif memiliki peran dalam kelanjutan PIU (Caplan, 2002
dalam Durak&Durak, 2011).
Selain itu Briere (2001) menggambarkan Cogntive Distortion sebagai perilaku
mementingkan atau merendahkan diri sendiri dimana hal ini disebut sebagai self criticism.
Jika ditelusuri lebih lanjut Preference Online Social Interaction (POSI) dan Mood
Regulation yang merupakan dimensi-dimensi dalam PIU, memiliki keterkaitan dengan Self
Criticism yang merupakan salah satu dimensi dari CD. Hal tersebut dijelaskan oleh Briere
(2001) bahwa individu yang mengalami Self Criticism seringkali memunculkan pikiran
negatif dengan merendahkan dirinya sendiri hingga mengaggap dirinya buruk dan tidak
dapat diterima dalam lingkungan, namun Briere (2001) menyatakan bahwa seseorang
6
dengan Self Criticism biasanya dianggap sebagai individu dengan self esteem rendah.
Sehingga muncul dugaan bahwa individu dengan self criticism cenderung mengisolasi
dirinya, untuk menghindari interaksi langsung dengan individu dilingkungan luar, dan
mereka lebih memilih menggunakan internet sebagai pelariannya (Douglas, Mills, Niang,
Stepchenkova, Byun, Ruffini, 2008 dalam Durak & Durak, 2011). Hal ini terkait dengan
salah satu dimensi PIU lainya yaitu mood regulation dimana Caplan (2005) menyatakan
bahwa internet digunakan oleh individu sebagai mood regulator.
Selain itu Caplan (2010) juga menjelaskan bahwa individu yang mengalami POSI
lebih menyenangi berinteraksi melalui online daripada bertatap muka langsung, yang
berarti jika seseorang mengalami Self Criticism sejatinya seseorang tersebut cenderung
akan lebih senang berinteraksi secara online daripada bertatap muka langsung. Jika
dimisalkan salah satunya adalah dengan menggunakan situs jejaring sosial facebook,
individu dengan self criticism cenderung mengisolasi diri untuk menghindari interaksi
langsung terhadap dunia luar (Douglas, Mills, Niang, Stepchenkova, Byun, Ruffini, 2008
dalam Durak & Durak, 2011), mereka mengatasi permasalahan itu dengan melakukan
interaksi onlineyang salah satunya menggunakan facebook sebagai mood regulator (Caplan,
2005). Facebook juga dapat menjaga mereka tetap dapat berinteraksi dengan orang lain
tanpa harus bertemu langsung dengan orang tersebut, hal tersebut didukung oleh fitur yang
terdapat didalam facebook dimana salah satu fiturnya memungkinkan untuk individu
memiliki banyak pertemanan, dan dapat melakukan obrolan (chatting)(Yang & Brown,
2013). Hal-hal tersebut didukung dengan temuan dari literatur, yang menyatakan benar
adanya bahwa self esteem rendah dalam self crtiticism yang merupakan salah satu dimensi
dalam CD, dapat menjadi salah satu faktor pemicu seseorang tersebut mengalami PIU
(Durak & Durak, 2011). Berdasarkan fenomena, permasalahan yang ada serta dukungan
dari penjelasan dan uraian dari literatur-literatur sebelumnya. Menjadikan hal-hal tersebut
sebagai urgensi dari penelitian ini, hingga dianggap penting untuk ditelusuri lebih lanjut,
dengan melihat apakah terdapat hubungan diantara Cognitive Distortion dengan
Problematic Internet Use.
7
1.2 Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah apakah terdapat
hubungan antara Cognitive DistortiondenganProblematic Internet Usepada Remaja
pengguna Facebook di Jakarta.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang ada
dan mengetahui hubungan antara Cognitive Distortion dengan Problematic Internet Use
pada remaja pengguna Facebook di Jakarta. Serta menjelaskan bagaimana hubungan yang
terjadi di antara Cognitive Distortion dengan Problematic Internet Use pada remaja
pengguna Facebook di Jakarta.
Download