BAB IV ANALISA DATA DAN PERENCANAAN 4.1. Analisa Data Dari Tabel 3.1, dapat kita lihat bahwa genset sebagai sumber tenaga listrik cadangan tidak memasok listrik 100% penuh untuk kebutuhan gedung, melainkan hanya di kisaran 66% saja. Ada beberapa alasan kenapa hanya 66% saja daya listrik cadangan yang direncanakan : 1. Permintaan dari Pihak Pemberi Tugas (Owner) bahwa untuk area - area hunian (apartemen), fasilitas, kanto (kantor toko) dan komersil untuk pasokan genset hanya mendapatkan 30% - 33% saja, diluar hal - hal tersebut mendapatkan pasokan 100%. 2. Jika dilihat dari lokasi proyek yang terletak di Jl. MT. Haryono - Jakarta Selatan, kecil kemungkinannya PLN akan sering melakukan pemadaman karena didaerah tersebut banyak gedung - gedung pemerintah dan perkantoran. 47 48 3. Jika mengacu kepada faktor diversity atau keserempakan pada beban, sebenarnya pasokan sebesar 66% tersebut sudah bisa dikatakan cukup sebagai tenaga listrik cadangan karena pada prakteknya dilapangan tidak semua beban akan beroperasi secara bersamaan. 4.2. Analisa Perencanaan 4.2.1. Analisa Penentuan Rating Kinerja Daya Genset Seperti yang sudah penulis uraikan pada bab 3, bahwa dengan melihat brosur genset (lihat lampiran 1), terdapat 2 pilihan (Tabel 3.2) dalam penentuan rating kinerja daya genset berdasarkan data estimasi beban yang terdapat pada tabel 3.1, yang pertama adalah genset dengan kapasitas daya 1 x 1500 kVA dan yang kedua adalah genset dengan kapasitas daya 2 x 750 kVA, dan untuk memenuhi salah satu prinsip dasar instalasi listrik, yaitu Reliability (kehandalan), maka penulis memilih genset dengan kapasitas 2 x 750 kVA prime rating. Maksud kehandalan disini adalah semua peralatan yang digunakan suatu sistem instalasi listrik dinyatakan handal bila operasi sistem kelistrikan dapat bekerja selama mungkin dan dapat diatasi dengan cepat bila terjadi gangguan. Dengan adanya 2 buah genset, ketika pasokan listrik dari PLN padam dan salah satu genset mengalami gangguan sehingga tidak bisa melakukan tugasnya, maka genset yang lainnya masih dapat memasok tenaga listrik dengan melayani beban beban prioritas saja dengan catatan genset kedua tidak mengalami gangguan pada saat start. Berbeda halnya jika genset yang digunakan adalah genset dengan kapasitas 1 x 1500 kVA, ketika pasokan listrik dari PLN padam dan genset 49 mengalami gangguan sehingga tidak bisa melakukan tugasnya, maka sistem kelistrikan akan padam total. Untuk itu didalam perencanaan ini dipilih 2 buah genset karena alasan kehandalan sistem. 4.2.2. Analisa Penentuan Rating Pengaman Keluaran Genset Dengan menggunakan persamaan (3.1), dan berdasarkan data pada tabel (3.2) maka akan didapatkan arus nominal dari genset dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Generator 1 In Genset 1 = 750 kVA 3 x 380 V = 1,1395 kA = 1.139,5071 A 2. Generator 2 In Genset 2 = 750 kVA 3 x 380 V = 1,1395 kA = 1.139,5071 A Setelah didapatkan arus nominal genset berdasarkan perhitungan diatas, langkah selanjutnya adalah melihat brosur MCCB. Sebagai acuan, didalam perencanaan ini penulis mengambil merek salah satu MCCB yang ada dipasaran dan yang sudah umum dipakai dalam berbagai proyek. Pada brosur (lihat lampiran 2), tidak ada MCCB dengan rating pengaman 1.139,5071 A, yang ada adalah MCCB dengan rating pengaman 1000 A, 1250 A dan 1600 A. Untuk itu penulis menggunakan MCCB dengan rating pengaman 50 yang terdekat dan diatas arus nominal genset, yaitu MCCB dengan rating 1250 A untuk pengaman keluaran genset 1 dan 2. Dasar penulis menggunakan MCCB sebagai pengaman keluaran genset adalah dasar Economic (Ekonomi). Maksud ekonomi disini adalah perencanaan sistem instalasi listrik perlu mempertimbangkan kondisi operasional jangka panjang agar dapat dihemat biaya - biaya yang dikeluarkan terhadap pemeliharaan dan perluasan sistem, pemakaian atau penggantian peralatan pengoperasian sistem. Kondisi ekonomis pada suatu sistem instalasi dikatakan berhasil bila efesien dan efektif terhadap penggunaan daya listrik, peralatan yang digunakan cukup handal dan kecilnya delay time pada pengoperasian proses produksi. Jika di bandingkan dengan ACB (Air Circuit Breaker), harga MCCB lebih murah dan pada brosur MCCB yang digunakan juga terdapat rating arus yang kita inginkan. 4.2.3. Analisa Penentuan Luas Penampang dan Jumlah Penghantar Genset untuk menentukan diameter, jumlah dan tipe penghantar yang digunakan, langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan KHA atau Kuat Hantar Arus dengan menggunakan persamaan (3.2). Berdasarkan hasil dari perhitungan arus nominal genset diatas, maka akan didapatkan KHA dengan perhitungan sebagai berikut : 51 1. Generator 1 KHA 1 = 115 % x 1.139,5071 A = 1.310,4332 A 2. Generator 2 KHA 2 = 115 % x 1.139,5071 A = 1.310,4332 A Setelah KHA didapatkan berdasarkan perhitungan diatas, langkah selanjutnya adalah melihat brosur kabel. Sebagai acuan, didalam perencanaan ini penulis mengambil merek salah satu kabel yang ada dipasaran dan yang sudah umum dipakai dalam berbagai proyek. Jenis kabel yang penulis gunakan didalam perencanaan ini adalah kabel NYY yang berinti tunggal. Kabel jenis ini sangat banyak digunakan untuk kabel feeder maupun kabel power dan juga dapat di tanam didalam tanah selain itu lapisan luarnya juga terbuat dari bahan yang tidak disukai tikus. Pada brosur (lihat lampiran 3), tidak ada ukuran kabel yang mampu untuk melewatkan arus sebesar 1.310,4332 A. Untuk itu jumlah inti kabel harus ditambahkan, pilihannya adalah sebagai berikut : 52 Tabel 4.1. Perbandingan Pemilihan Kabel NYY Diameter Kabel (mm2) KHA (A) / 1C Jumlah Inti Diambil Yang Terendah 500 2 x 1C 730 400 3 x 1C 632 300 3 x 1C 552 240 3 x 1C 481 185 4 x 1C 418 Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, terdapat 5 pilihan untuk menentukan kabel penghantar yang akan digunakan berdasarkan besaran diameter kabel dan jumlah intinya. Pada penentuan kabel penghantar ini penulis menggunakan prinsip Accessibility (Kemudahan). Maksud dari kemudahan adalah Kondisi yang harus dicapai adalah kemudahan terhadap pengoperasian, perawatan dan perbaikan sistem, pemasangan dan penggantian peralatan sistem, pengembangan dan perluasan sistem. Kemudahan pada sistem instalasi listrik dinyatakan tercapai apabila pengoperasian suatu sistem tidak memerlukan skill tinggi, cepat dan tepat dalam pemasangan peralatan sistem serta mudah dalam melaksanakan perawatan dan perbaikan sistem. Untuk itu penulis memilih menggunakan penghantar dengan dengan ukuran 3 x 1C x 240 mm2. Dengan menambah jumlah kabel menjadi 3 inti maka total arus yang mampu dilewati kabel tersebut menjadi 1.443 A, artinya kabel penghantar tersebut sudah melewati KHA minimal yang diharuskan berdasarkan perhitungan yakni, 1.310,4332 A. 53 Kabel tersebut adalah untuk jumlah kabel per fasa, maka untuk 3 total kabel keseluruhan yang digunakan fasa untuk kabel penghantar dari genset 1 dan 2 ke PKG (Panel Kontrol Genset) adalah 4 x (3 x 1C x 240 mm2) + NYA 1C x 120 mm2, jumlahnya 4 karena 3P + N ditambah dengan kabel untuk pentanahan (grounding). Dasar penentuan untuk ukuran kabel netral dan grounding adalah mengikuti standar dengan melihat peraturan yang terdapat dalam PUIL (lihat lampiran 4). Penggunaan kabel berinti tunggal hanya untuk memenuhi aspek kemudahan didalam penginstalasiannya saja. Untuk kabel dengan ukuran luas penampang besar seperti diatas jika menggunakan kabel berinti tunggal, maka kabel akan lebih mudah dibengkokkan jika dibandingkan dengan menggunakan kabel yang berinti banyak bila didalam jalur penginstalasiannya banyak berbelok - belok. Setelah jenis, ukuran dan jumlah kabel didapatkan, langkah selanjutnya adalah menghitung jatuh tegangan dengan menggunakan persamaan (3.5). Sebelum menghitung jatuh tegangan, terlebih dahulu hitung impedansi kabelnya dengan menggunakan persamaan (3.6). Berdasarkan persamaan (3.6), untuk mendapatkan nilai impedansi kabel, harus diketahui nilai resistansi dan reaktansi kabel. Perhitungannya adalah sebagai berikut : 54 Arus maksimum (I max) kabel berdasarkan pengaman genset adalah 1250 A, panjang kabel dari masing - masing genset ke PKG adalah 20 M. Dengan melihat data (lihat lampiran 5), maka didapat : NYY 4 x (3 x 1C x 240 mm2) Perhitungan untuk nilai resistansi kabel adalah sebagai berikut : Pada brosur nilai resistansi pada AC adalah 0,093 ohm/km, nilai ini adalah nilai resistansi untuk 1 kabel. Karena ada 3 kabel/fasa maka nilai resistansinya menjadi : R = 1 1 1 1 + + 0,093 0,093 0,093 = 0,0310 ohm / km Perhitungan untuk nilai reaktansi kabel adalah sebagai berikut : Pada brosur kabel, tidak ada nilai reaktansi kabel, yang ada hanya nilai induktansi kabel dalam satuan mH/km. Dari data tersebut, nilai induktansinya harus dirubah kedalam satuan H/km dengan perhitungan sebagai berikut : pada brosur nilai induktansi pada Flat formation adalah 0,307 mH/km, nilai ini adalah nilai induktansi untuk 1 kabel. Karena ada 3 kabel/fasa maka nilai induktansinya menjadi : L = 1 0,307 x 10−3 1 1 1 + + −3 0,307 x 10 0,307 x 10− 3 = 0,1020 x 10−3 H / km 55 Setelah nilai induktansi didapat, langkah selanjutnya adalah menentukan reaktansi kabel dengan menggunakan persamaan (3.7) : XL = 2 x 3,14 x 50 x 0,1020 x 10−3 XL = 0,0321 ohm / km Perhitungan impedansi kabel dengan menggunakan persamaan (3.6) : Zl (0,0310 x 0,8)2 + (0,0321 x 0,6)2 = = 0,0314 ohm / km Zl Setelah impedansi kabel didapatkan, langkah selanjutnya adalah menghitung tegangan jatuh dengan menggunakan persamaan (3.5) : V d l −l = 3 x 0,0314 x 20 3 x 1000 V d l −l %V d l −l x 1250 = 0,4532 V = % V d l −l 0,4532 380 x 100 % = 0,1200 % Dari hasil perhitungan jatuh tegangan diatas, terlihat bahwa jatuh tegangan pada terminal di PKG hanya 0,1200%, sementara jatuh tegangan yang diperbolehkankan adalah 0,5%. 56 Artinya penghantar NYY 4 x (3 x 1C x 240 mm2) + NYA 1C x 120 mm2 yang digunakan untuk menyalurkan daya dari masing - masing genset ke PKG telah memenuhi persyaratan - persyaratan yang ditetapkan dalam penentuan penghantar.