KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh: Tria Septiani Subagyo NIM 11308144019 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016 KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh: Tria Septiani Subagyo NIM 11308144019 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016 i Motto: hauslah akan ilmu karena samudera pengetahuan tak akan pernah mengering “Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (Q. S. Al-An’am 6: 38) “Bangun setiap hari dengan mengingat bahwa mimpi-mimpi kita jauh lebih indah daripada masalah hidup apapun yang sedang kita hadapi saat ini. Jadi, teruslah berjuang, menjadikan semua mimpi-mimpi itu nyata.” (Chelsea Elizabeth Islan) v PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada Universitas Negeri Yogyakarta vi KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH Oleh: Tria Septiani Subagyo NIM 11308144019 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan tingkat keanekaragaman jenis capung berdasarkan ragam lokasi di kawasan Rawa Jombor. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi dengan metode distance sampling, yakni menghitung individu capung dewasa yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan (line transect). Individu yang dijumpai diidentifikasi berdasarkan kenampakan morfologi warna tubuh, corak, warna mata, dan ciri bagian tubuh, lalu ditandai dengan cat berbahan nitrocellulose agar tidak terjadi penghitungan ulang, kemudian dilepaskan kembali. Penelitian ini dilakukan pada Februari s.d. April 2016 di kawasan Rawa Jombor yang terbagi menjadi enam lokasi dengan karakteristik yang berbeda berdasarkan keberadaan sumber air dan vegetasi di sekitarnya, yakni (1) kawasan waduk, (2) kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, (3) kawasan rawa, (4) kawasan kolam, (5) kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan (6) kawasan sawah. Pengamatan dilakukan pada pukul 08.00-11.00 WIB selama tiga kali dalam jangka waktu tidak lebih dari dua minggu pada tiap lokasi pengamatan. Ditemukan 28 jenis Odonata dari 6 famili, yakni capung jarum dari Famili Chlorocyphidae 1 jenis, Famili Coenagrionidae 5 jenis, dan Famili Platycnemididae 1 jenis, capung biasa dari Famili Aeshnidae 2 jenis, Famili Gomphidae 1 jenis, dan Famili Libellulidae 18 jenis. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 2,57, dan nilai indeks keanekaragaman jenis capung pada tiap lokasi pengamatan termasuk dalam kategori sedang dengan nilai tertinggi pada kawasan rawa 2,23 dan terendah pada kawasan waduk 1,64. Kata kunci: keanekaragaman, Odonata, capung, Rawa Jombor vii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segenap puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Capung (Odonata) di Kawasan Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan agung, Nabi Muhammad SAW, Sahabat, dan keluarganya. Tugas akhir skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di bidang Ilmu Biologi. Penyusun berharap karya ini dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber ilmu bagi pembaca. Proses penyusunan karya ini melibatkan berbagai pihak yang dengan rendah hatinya berkenan membantu penyusun, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Suyanta selaku Wakil Dekan I Fakultas MIPA UNY tahun 2015 yang telah memberikan izin penelitian sehingga proses penelitian dapat dilaksanakan. 2. Dr. Paidi, M. Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA UNY yang telah mengabulkan pengajuan permohonan izin penelitian. 3. Dr. Ir. Suhartini, M. S., Evi Yulianti, M. Sc. dan Kartika Ratna Pertiwi, MD, M. Biomed. Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik selama menempuh masa kuliah, yang telah memberikan arahan, dukungan, dan motivasi. viii 4. Triatmanto, M. Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Tien Aminatun selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan arahan yang membangun dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini. 5. Sukiya, M. Si selaku Dosen Penguji I dan Dr. Ir. Suhartini, M. S. selaku Dosen Penguji II. 6. Abdu Rohman dan Ahmad Zulfikar Abdullah yang telah mengenalkan dunia penelitian capung. 7. Hening Triandika Rachman dan Prajawan Kusuma Wardhana, sahabat meneliti capung. 8. Dina Chaerunnisa, Tini Adiatma, Fauzan Rizky Pamungkas, Gana Yuriko Putra, Putri Wijayanti, Misbachun Aji Santosa, Heny Rahmawati, Harlina Jatiningsih, Andi Joko Purnomo, Opik Prasetyo, Marbellisa Briliani, Setyo Sulistyono, Failasuf Aulia Nugroho, Rendra Darari Fakhrin Ikranagara, Bima Gana Pradana, Ahmad Arifandy Hidayat, Ariani Anugrah Putri, M. Fajar Hariadi, M. Yatsrib Ramadhan, Jalu Prianggodo, Kurnia Cahyani, Wahyu Nuryadi Harsono, Irfan Aziz Nurhidayat, Nrangwesthi Widyaningrum, Arellea Revina Dewi, dan Nurrohman Eko Purnomo selaku sahabat-sahabat yang berkenan memberikan bantuan, semangat, dan nasihat ketika pengambilan data dan pengerjaan laporan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung. 9. Pihak Laboratorium, BSO Arwana, dan BSO BSG Jurdik Biologi Fakultas MIPA UNY yang telah memberikan kemudahan dalam meminjamkan peralatan yang mendukung penelitian ini. ix 10. Pak Wahyu Sigit Rhd yang dengan ramahnya berkenan berdialog mengenai capung secara luas. 11. Keluarga yang tidak hentinya memberikan kepercayaan dan dukungan, baik dalam bentuk spirit maupun materi agar penyusun dapat melakukan penelitian dengan baik. 12. Keluarga Biologi E 2011 UNY yang senantiasa memberikan dukungan. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penelitian ini. Penyusun menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan keterbatasan penyusun, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangatlah penyusun harapkan. Akhir kata, semoga karya ini memberikan manfaat di dunia ilmu pengetahuan. Yogyakarta, September 2016 Penyusun x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii PERNYATAAN..................................................................................................... iii PENGESAHAN ..................................................................................................... iv MOTTO ...................................................................................................................v PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 A. Latar Belakang................................................................................................1 B. Identifikasi Masalah .......................................................................................3 C. Batasan Masalah .............................................................................................3 D. Rumusan Masalah ..........................................................................................3 E. Tujuan Penelitian ............................................................................................4 F. Manfaat Penelitian ..........................................................................................4 G. Definisi Operasional .......................................................................................5 BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................7 A. Dasar Teori .....................................................................................................7 1. Morfologi Capung ....................................................................................8 2. Topografi Capung .....................................................................................9 3. Siklus Hidup dan Usia Capung ...............................................................11 4. Persebaran Capung .................................................................................14 5. Habitat Capung .......................................................................................14 6. Klasifikasi ...............................................................................................15 7. Peranan Capung ......................................................................................19 xi 8. Keanekaragaman Jenis ...........................................................................20 9. Gambaran Umum Kawasan Rawa Jombor .............................................21 B. Kerangka Pikir ..............................................................................................21 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................23 A. Jenis dan Metode Penelitian .........................................................................23 B. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................23 C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................23 D. Variabel Penelitian .......................................................................................24 E. Instrumen Penelitian .....................................................................................24 F. Teknik Pengambilan Data ............................................................................25 1. Observasi Pendahuluan..........................................................................25 2. Pengamatan Jenis Capung .....................................................................31 3. Pengamatan Mangsa Capung dan Faktor Abiotik .................................34 G. Rancangan Organisasi Data ..........................................................................34 1. Data Jenis, Jumlah Individu...................................................................34 2. Data Faktor Abiotik ...............................................................................34 H. Teknik Analisis Data ....................................................................................35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................37 A. Kondisi Lokasi Penelitian .............................................................................37 B. Jenis-Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ................................................ 39 C. Tingkat Keanekaragaman Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ............98 D. Faktor Abiotik Kawasan Rawa Jombor ......................................................103 E. Mangsa Capung Kawasan Rawa Jombor ...................................................105 BAB V PENUTUP...............................................................................................106 A. Simpulan .....................................................................................................106 B. Saran ...........................................................................................................106 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................108 LAMPIRAN .........................................................................................................110 xii DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel Rancangan Organisasi Data Jenis dan Jumlah Individu Tiap Jenis .....................................................................................................34 Tabel 2. Tabel Rancangan Organisasi Data Faktor Abiotik..............................34 Tabel 3. Komposisi Vegetasi di Lokasi Pengamatan ........................................37 Tabel 4. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Acisoma panorpoides .................................................40 Tabel 5. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Aethriamanta aethra ..................................................42 Tabel 6. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agriocnemis femina....................................................44 Tabel 7. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agriocnemis pygmaea ................................................46 Tabel 8. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agrionoptera insignis .................................................48 Tabel 9. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Anax guttatus..............................................................50 Tabel 10. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Brachydiplax chalybea ...............................................52 Tabel 11. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Brachythemis contaminata .........................................54 Tabel 12. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Copera marginipes .....................................................56 Tabel 13. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Crocothemis servilia ..................................................58 Tabel 14. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Diplacodes trivialis ....................................................60 Tabel 15. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Gynacantha subinterrupta .........................................62 Tabel 16. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Ictinogomphus decoratus ...........................................64 xiii Tabel 17. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Ischnura senegalensis ................................................66 Tabel 18. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Lathrecista asiatica ....................................................69 Tabel 19. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Libellago lineata ........................................................71 Tabel 20. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Neurothemis terminata ...............................................73 Tabel 21. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Orthetrum sabina .......................................................75 Tabel 22. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Orthetrum testaceum ..................................................77 Tabel 23. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pantala flavescens......................................................79 Tabel 24. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Potamarcha congener ................................................81 Tabel 25. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pseudagrion microcephalum .....................................83 Tabel 26. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pseudagrion rubriceps ...............................................85 Tabel 27. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Rhodothemis rufa .......................................................88 Tabel 28. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Tholymis tillarga ........................................................90 Tabel 29. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Urothemis signata ......................................................92 Tabel 30. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Zyxomma obtusum......................................................94 Tabel 31. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Zyxomma petiolatum ..................................................96 xiv Tabel 32. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Berbagai Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor dan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung Kawasan Rawa Jombor ....................98 Tabel 33. Rentang Nilai Faktor Abiotik di Kawasan Rawa Jombor .................103 Tabel 34. Mangsa Capung di Kawasan Rawa Jombor ......................................105 xv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Topografi Capung Dewasa: Kenampakan Lateral (Aeshnidae sp., male) dan Anal Appendages (Embelan) Jantan ..................................9 Gambar 2. Topografi Kepala Capung Subordo Anisoptera dan Subordo Zygoptera ..........................................................................................10 Gambar 3. Pangkal Sayap Depan dan Sayap Belakang Diplacodes bipunctata Jantan ................................................................................................10 Gambar 4. Sayap Belakang Capung Subordo Zygoptera dan Subordo Anisoptera .........................................................................................11 Gambar 5. Capung Dewasa Hydrobasilleus croceus Keluar dari Nimfa ...........12 Gambar 6. Tahap Perkembangan Capung ..........................................................13 Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir .......................................................................22 Gambar 8. Peta Penutupan Lahan di Sekitar Lokasi Pengamatan & Kawasan Lokasi Pengamatan ...........................................................................30 Gambar 9. Aplikasi Transek Garis pada Lokasi Pengamatan ............................31 Gambar 10. Binomial System Sheppard (1969) pada Diptera .............................32 Gambar 11. Titik Perjumpaan Acisoma panorpoides ...........................................41 Gambar 12. Titik Perjumpaan Aethriamanta aethra ............................................43 Gambar 13. Titik Perjumpaan Agriocnemis femina .............................................45 Gambar 14. Titik Perjumpaan Agriocnemis pygmaea ..........................................47 Gambar 15. Titik Perjumpaan Agrionoptera insignis...........................................49 Gambar 16. Titik Perjumpaan Anax guttatus .......................................................51 Gambar 17. Titik Perjumpaan Brachydiplax chalybea.........................................53 Gambar 18. Titik Perjumpaan Brachythemis cotaminata.....................................55 Gambar 19. Titik Perjumpaan Copera marginipes...............................................57 Gambar 20. Titik Perjumpaan Crocothemis servilia ............................................59 Gambar 21. Titik Perjumpaan Diplacodes trivialis ..............................................61 Gambar 22. Titik Perjumpaan Gynacantha subinterrupta ...................................63 Gambar 23. Titik Perjumpaan Ictinogomphus decoratus .....................................65 Gambar 24. Titik Perjumpaan Ischnura senegalensis ..........................................68 Gambar 25. Titik Perjumpaan Lathrecista asiatica ..............................................70 xvi Gambar 26. Titik Perjumpaan Libellago lineata ..................................................72 Gambar 27. Titik Perjumpaan Neurothemis terminata.........................................74 Gambar 28. Titik Perjumpaan Orthetrum sabina .................................................76 Gambar 29. Titik Perjumpaan Orthetrum testaceum ............................................78 Gambar 30. Titik Perjumpaan Pantala flavescens ...............................................80 Gambar 31. Titik Perjumpaan Potamarcha congener ..........................................82 Gambar 32. Titik Perjumpaan Pseudagrion microcephalum ...............................84 Gambar 33. Titik Perjumpaan Pseudagrion rubriceps .........................................87 Gambar 34. Titik Perjumpaan Rhodothemis rufa .................................................89 Gambar 35. Titik Perjumpaan Tholymis tillarga ..................................................91 Gambar 36. Titik Perjumpaan Urothemis signata ................................................93 Gambar 37. Titik Perjumpaan Zyxomma obtusum ...............................................95 Gambar 38. Titik Perjumpaan Zyxomma petiolatum ............................................97 Grafik 1. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Berbagai Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor ...............100 Grafik 2. Nilai Kemelimpahan Relatif Setiap Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ............................................................................................101 xvii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis, Jumlah Individu Tiap Jenis, dan Kemelimpahan Relatif Jenis Capung pada Tiap Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor ........................................111 Lampiran 2. Kondisi Lokasi Penelitian.............................................................113 Lampiran 3. Alat, Bahan, dan Buku Panduan Identifikasi................................119 Lampiran 4. Kegiatan Penangkapan, Penandaan, dan Morfometri Capung .....120 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Odonata atau capung merupakan golongan serangga yang mudah dikenali dan ragam jenisnya paling banyak dijumpai di kawasan tropis karena kawasan tropis memiliki berbagai jenis habitat yang ideal sepanjang tahun, seperti Indonesia. Di Indonesia, jumlah capung diperkirakan ada sekitar 750 spesies (Shanti Susanti, 1998: 7) dari total 5680 spesies capung dunia yang sudah diketahui hingga saat ini (Kalkman, V. J., et. al., 2008: 351). Bagi manusia, capung dewasa memiliki peran sebagai predator alami serangga hama tanaman pangan dan dalam ekosistem berperan sebagai agen pengendali hayati (Wakhid, dkk., 2014: 42), selain itu nimfa capung juga memangsa jentik-jentik nyamuk, ikan-ikan kecil, dan lain-lain (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 25). Capung identik dengan kawasan perairan tawar karena capung menghabiskan sebagian besar masa hidupnya sebagai nimfa yang sangat bergantung pada habitat perairan tawar, dan tidak ditemukan satu jenis pun capung yang hidup di laut (Shanti Susanti, 1998: 8). Salah satu kawasan perairan tawar yang terdapat di Jawa adalah kawasan Rawa Jombor. Rawa Jombor merupakan kawasan air tawar yang memiliki aliran air tenang dan air menggenang, dulunya merupakan resapan air alami yang berbentuk rawa, dimanfaatkan sebagai irigasi perkebunan tebu di sekitarnya, kemudian sebagian dari kawasan rawa tersebut dibangun tanggul yang bentuknya mengelilingi rawa hingga menjadi waduk seperti saat ini. Rawa Jombor terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Klaten, tepatnya di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, 1 Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan luas permukaan kurang lebih sekitar 18.900 m2, mendukung fungsi ekologis wilayah sekitarnya (Endri Priyanto, 2009: 1-2). Rawa Jombor saat ini berfungsi sebagai sumber irigasi sawah, tambak ikan, dan wisata memancing serta kuliner berupa rumah makan apung. Kawasan Rawa Jombor merupakan habitat spesifik bagi capung dengan berbagai lokasi yang terdapat sumber air dan vegetasi dengan karakteristik beragam, mendukung sebagai tempat berburu, berlindung, dan lokasi berkembang biak bagi capung karena kawasan dengan karakteristik yang beragam akan memberikan peluang untuk dijumpainya jenis capung yang beragam pula. Eksplorasi keanekaragaman capung belum tuntas serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Rawa Jombor mengenai potensi sumber daya flora dan fauna masih sedikit, sehingga penelitian dasar seperti keanekaragaman capung masih perlu dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, capung merupakan fauna asal perairan tawar yang populasinya dapat dijumpai di kawasan air tawar seperti Rawa Jombor, sehingga eksplorasi keanekaragaman capung di sana perlu dilakukan. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi sumber pengetahuan dan sumber belajar mengenai keanekaragaman dan penyebaran capung di berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor, serta dapat menjadi informasi dasar dan pendukung untuk melindungi eksistensi suatu spesies beserta habitatnya, khususnya di kawasan Rawa Jombor. 2 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain: 1. Bagaimana keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor? 2. Bagaimana persebaran capung di kawasan Rawa Jombor? 3. Apa peran ekologis jenis-jenis capung di kawasan Rawa Jombor? 4. Bagaimana hubungan jenis-jenis capung dengan kawasan Rawa Jombor sebagai habitat spesifik capung? 5. Apa pengaruh aktivitas kultural manusia di kawasan Rawa Jombor terhadap keberadaan jenis-jenis capung di sana? 6. Bagaimana keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor berdasarkan ragam lokasi di kawasan Rawa Jombor? C. Batasan Masalah Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada eksplorasi keanekaragaman jenis capung dewasa di kawasan Rawa Jombor, Desa Krakitan, Klaten, Jawa Tengah selama pengambilan data pada bulan Februari-April 2016. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor berdasarkan ragam lokasi di kawasan tersebut? 2. Bagaimanakah tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor berdasarkan ragam lokasi di kawasan tersebut? 3 E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor berdasarkan ragam lokasi di kawasan tersebut. 2. Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor berdasarkan ragam lokasi di kawasan tersebut. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini menambah informasi, pengalaman di lapangan, dan melatih kemampuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis capung. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai data awal (primer) atau acuan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi dalam upaya konservasi terhadap capung (Odonata). 2. Bagi Pemerintah Bagi pemerintah dapat menjadi data inventaris kekayaan hayati di kawasan perairan Rawa Jombor untuk kepentingan pengawasan lingkungan serta pengelolaan dan perlindungan kawasan. 3. Bagi Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Bagi LSM data hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu menyumbangkan informasi dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam membuat program kerja organisasi dan langkah strategis organisasi khususnya terkait capung dan lingkungan Rawa Jombor. 4 4. Bagi Masyarakat Umum Bagi masyarakat umum diharapkan menjadi tahu dan turut menjaga kelestarian capung, mampu bekerja sama dengan pihak pemerintah atau LSM untuk saling membantu dalam menjaga keseimbangan lingkungan agar keanekaragaman hayati tetap lestari. G. Definisi Operasional 1. Capung (Odonata) dalam penelitian ini adalah capung jarum (Subordo Zygoptera) dan capung biasa (Subordo Anisoptera) pada fase dewasa (imago). 2. Jenis-jenis capung adalah jenis capung yang ditemukan pada berbagai lokasi pengamatan di kawasan Rawa Jombor selama pengamatan pada bulan Februari-April 2016. Jenis-jenis capung yang ditemukan dideskripsikan berdasarkan morfologi individu tiap jenis dan diidentifikasi sampai ke tingkat spesies. 3. Tingkat keanekaragaman jenis capung dalam penelitian ini dihitung berdasarkan pembandingan jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis capung yang dijumpai pada berbagai lokasi pengamatan di kawasan Rowo Jombor ketika pengambilan data pada bulan Februari-April 2016 menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. 4. Kawasan Rawa Jombor dalam penelitian ini meliputi berbagai lokasi, yakni waduk dan wilayah terdekat dengan waduk yang terdapat sumber air tawar (freshwater) serta terdapat vegetasi yang sesuai sebagai tempat berburu, tempat berlindung, dan tempat berkembang biak bagi capung, antara lain kawasan 5 sungai aliran masuk menuju waduk, kawasan rawa, kawasan kolam, kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan kawasan sawah. 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Dasar Teori Capung merupakan salah satu kelompok serangga (Kelas Insecta) yang familiar (IUCN Red List, 2009: 1), termasuk dalam golongan serangga air (Morse J. C., 2009: 167). Ukuran, warna, dan kebiasaannya yang mencolok membuat kelompok serangga ini populer di antara para ahli serangga maupun orang awam (Klakman, V. J., et. al., 2008: 351). Capung muncul sejak zaman karbon sekitar 360-290 ratus juta tahun yang lalu (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22), tercatat ada 5680 spesies serangga capung yang telah ditemukan di dunia (IUCN Red List, 2009: 5), dan diperkirakan dapat mencapai 7000 spesies (Morse J. C., 2009: 172). Capung memiliki kelebihan pada kemampuan terbang dan penglihatannya. Berdasarkan pernyataan Moore (1954), jarak tempuh terbang Anax imperator yang sedang tidak dalam aktivitas kawin dapat mencapai lebih dari 200 meter (Corbet, P. S., 1962: 144), dan Sympetrum depressiusculum tercatat memiliki jarak terbang maksimum sejauh 1196 meter dari lokasi berkembang biaknya (Dolný A. et. al. 2014: 7), dan capung tertentu juga ada yang merupakan migran, terbang menempuh jarak berkilo-kilo meter, salah satu spesies migran yang sering ditemukan di Indonesia adalah Pantala flavescens (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 29). Sensitivitas capung terhadap pergerakan di sekitarnya sangat tinggi dan capung dapat melihat dalam sudut pandang 360 derajat. Saat terbang, beberapa jenis capung dapat terbang ke segala arah dengan kecepatan tinggi dan mampu berubah arah seketika (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 29). 7 1. Morfologi Capung Tubuh capung secara umum terdiri dari bagian kepala, toraks, dan abdomen, memiliki enam tungkai dan dua pasang sayap dengan venasi yang pada tiap spesies memiliki pola berbeda (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22). Kepala capung berukuran besar dengan mata yang besar pula, antena pada kepala berukuran pendek dan ramping. Mata majemuknya berukuran besar, terdiri dari banyak mata kecil (faset) atau ommatidium. Capung mampu mendeteksi gerakan dan melihat ke segala arah dengan matanya tersebut serta dengan mudah dapat mendeteksi keberadaan mangsa atau meloloskan diri dari musuh (Shanti Susanti, 1998: 1-2). Capung memiliki toraks yang kuat dan kaki yang sempurna. Keempat sayap berada pada bagian toraks, sayapnya berselaput dan banyak urat. Abdomen panjang dan ramping, terdiri dari sembilan sampai sepuluh ruas, tidak memiliki ekor, tetapi memiliki berbagai bentuk umbai ekor (embelan) yang telah berkembang dengan baik (Shanti Susanti, 1998: 1; Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22). Tubuh capung tidak berbulu dan biasanya berwarna-warni. Beberapa jenis capung ada yang mempunyai warna tubuh yang mengkilap (metalik). Kedua pasang sayap capung berurat-urat. Kaki capung tidak terlalu kuat, oleh karena itu capung menggunakan kakinya bukan untuk berjalan, melainkan untuk hinggap dan menangkap mangsanya. Kaki-kaki capung yang ramping itu juga dapat membentuk kurungan untuk membawa mangsanya (Shanti Susanti, 1998: 3-4). 8 2. Topografi Capung A B Gambar 1. A: Topografi Capung Dewasa: Kenampakan Lateral (Aeshnidae sp., male), Bellman (1993) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 13); B: Anal Appendages (Embelan) Jantan (a) Zygoptera dan (b) Anisoptera Tampak dari Atas (Terence de Fonseka, 2000: 27) 9 Gambar 2. Topografi Kepala Capung Subordo Anisoptera (2A dan 2B) dan Subordo Zygoptera (2C dan 2D) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 14) Gambar 3. Pangkal Sayap Depan (Atas) dan Sayap Belakang (Bawah) Diplacodes bipunctata Jantan (Sumber: Theischinger, G., 2009: 15) 10 Gambar 4. Sayap Belakang Capung Subordo Zygoptera (Atas) dan Subordo Anisoptera (Bawah) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 15) 3. Siklus Hidup dan Usia Capung Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 23), siklus hidup capung melalui tiga tahap perubahan bentuk (metamorfosis), yaitu telur, nimfa, dan dewasa, metamorfosis ini termasuk dalam kategori metamorfosis tidak lengkap (Shanti Susanti, 1998: 14). Siklus diawali dengan proses kopulasi sepasang capung, kemudian capung bertelur di dalam air atau disisipkan pada tanaman air, kemudian setelah 5-40 hari menetas menjadi larva yang disebut nimfa (Corbet, P. S., 1980: 191). Seekor nimfa dapat hidup di dalam air selama berbulan-bulan, perkembangan nimfa menjadi capung dewasa pada capung jarum biasanya lebih cepat dibandingkan nimfa capung biasa, perkembangan nimfa capung sekitar 36180 hari (Corbet, P. S., 1962: 91). Nimfa hidup di dalam air bernapas dengan insang (Shanti Susanti, 1998: 14), pada kedalaman hingga 120 cm (Michael P., 11 1994: 1377), memanggsa jentik-jeentik nyamu uk, ikan-ikaan kecil, dann larva seraangga lainnya (W Wahyu Sigitt Rhd, dkk., 2013: 25). Nimfaa setelah berganti b kullit 10-15 kaali akan menjadi m nim mfa tua (mature), kemudian nimfa terssebut memaanjat batan ng tanaman air atau bbenda lain untuk u keluar darri air dan bertengger b p pada batang g atau bendda tersebut, dalam beb berapa jam prosees menjadi capung c sem mpurna dan capung kelluar dari nim mfa tua (W Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 25; Gam mbar 5). Seetelah keluaar dari nimfa, capung yang berukurann kecil dapaat terbang setelah 30 menit, tetaapi capungg dengan uk kuran tubuh yanng lebih bessar memerllukan waktu u yang lebiih lama ataau sesuai deengan temperatuur lingkungaannya hinggga dapat terrbang. Capuung yang sudah dewasa ini biasanya memangsa nyamuk, lalat, l dan beberapa b jeenis serangga lain maaupun jenisnya sendiri (Shannti Susanti, 1998: 17-2 25). Gambaar 5. Capungg Dewasa Hydrobasille H eus croceus Keluar darri Nimfa (Fo oto oleh: Heening Triand dika Rachm man) 12 Menurut Corbet, P. S. (1980: 198-199), selama periode reproduksi kebanyakan Zygoptera hidup pada rentang waktu 1-2 minggu dan bisa mencapai 5-8 minggu, untuk Anisoptera 2-3 minggu dan bisa mencapai 3-6 minggu. Jika termasuk dengan periode pematangan (maturasi), maksimum rentang waktu kehidupan di alam bisa mencapai 7-9 minggu untuk Zygoptera dan 8-10 minggu untuk Anisoptera. Beberapa spesies dari Famili Aeshnidae memiliki kapasitas untuk hidup lebih lama, bisa mencapai 11-13 minggu. B C 49-91 Hari 36-180 Hari 5-40 Hari A B C Gambar 6. Tahap Perkembangan Capung: (A) Telur, (B) Nimfa, dan (C) Capung Dewasa (Sumber: (A) Corbet, P. S., 1962: 40 & (B & C): Gillot, C., 2005: 6-7) 13 4. Persebaran Capung Capung tersebar di seluruh dunia, jumlah capung sangat melimpah di kawasan tropis seperti Indonesia, karena di kawasan tropis terdapat berbagai macam habitat (Shanti Susanti, 1998: 6-7). Capung jarum dan capung biasa tersebar luas dan melimpah di hampir semua perairan tawar dan payau (Morse J. C., 2009: 167). Wilayah penyebarannya di pegunungan, sungai, danau, rawa, sawah, hingga pantai (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22). Corbet, P. S. (1962: 183) menyatakan bahwa populasi capung menyebar setelah kemunculannya dari fase nimfa menjadi capung dewasa. Capung bisa tersebar luas hanya pada fase dewasa, karena hanya jika terjadi kejadian luar biasa pada fase telur dan larva (nimfa) dapat berpindah dari satu habitat ke habitat lainnya. Menurut Moore (1960), capung dewasa tersebar karena aktivitasnya, dan penyebaran capung dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: (1) terbang mencari makan, tempat berlindung, atau tempat berkembang biak, (2) terbang untuk pertama kali, dan (3) migrasi (Corbet, P. S., 1962: 183). Kebanyakan jenis capung memiliki jarak penyebaran yang sempit karena habitatnya yang spesifik (Kalkman V. J., et. al., 2008: 351). 5. Habitat Capung Capung identik dengan kawasan perairan tawar karena capung menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai nimfa yang sangat bergantung pada habitat perairan tawar, dan tidak ditemukan satu jenis pun capung yang hidup di laut, namun ada beberapa yang tahan terhadap tingkat garam tertentu, dan ada juga nimfa capung hutan tropis yang hidup di darat (Shanti Susanti, 1998: 8). 14 Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat mereka berkembang biak dan berburu makanan (Shanti Susanti, 1998: 11). Buchwald (1994) menyatakan bahwa himpunan jenis-jenis capung pada umumnya tergantung pada komposisi dan struktur dari vegetasi (Siregar A. Z., dkk., 2005: 106). Sebagain besar capung senang hinggap pada pucuk rumput, perdu, dan lainlain, yang tumbuh di sekitar perairan (Shanti Susanti, 1998: 11). Vegetasi air yang hidup di perairan tawar juga berperan sebagai tempat meletakkan telur bagi sebagian besar jenis capung (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 23). Capung aktif pada siang hari ketika matahari bersinar, pada hari yang panas capung akan sangat aktif terbang dan sulit didekati, sedangkan pada dini hari atau senja, capung terkadang lebih mudah untuk didekati (Shanti Susanti, 1998: 11). 6. Klasifikasi Capung digolongkan dalam dua subordo, yakni Zygoptera dan Anisoptera. Berdasarkan perbedaan ukuran, Zygoptera (capung jarum) memiliki ukuran tubuh yang kecil dan ramping seperti jarum, dan ketika hinggap posisi sayapnya menutup di atas punggung, sedangkan Anisoptera (capung/capung biasa) memiliki tubuh yang lebih besar dan lebih kekar daripada capung jarum, capung biasa umumnya dapat terbang dengan kecepatan tinggi dan dengan jarak yang jauh, dan ketika hinggap posisi sayapnya terentang. Kebiasaan capung jarum adalah makan sewaktu hinggap, sedangkan capung biasa biasanya dapat menangkap dan memakan mangsanya sambil terbang (Shanti Susanti, 1998: 413). 15 Menurut Theischinger, G. (2009: 18), perbedaan antara Zygoptera dan Anisoptera berdasarkan venasi pada sayap adalah sel discoidal (discoidal cell) Zygoptera berbentuk segiempat sederhana, kadang-kadang terpotong oleh crossvein, dan kadang terbuka di bagian pangkal, sedangkan discoidal cell Anisoptera terbagi menjadi banyak segitiga dan segitiga, biasanya bentuknya berbeda antara sayap depan dan sayap belakang, dan biasanya terpotong oleh crossvein. Berikut ini penggolongan capung Subordo Zygoptera dan Subordo Anisoptera ke dalam beberapa famili berdasarkan morfologi dan kebiasaan. a. Subordo Zygoptera-capung jarum Sayap-sayap depan dan belakang serupa bentuknya dan keduanya menyempit di dasar, pada waktu istirahat diletakkan bersama di atas tubuh atau sedikit agak membuka. Sayap pada jantan dan betina berbentuk sama. Kepala memanjang secara transversal. Jantan mempunyai empat embelan pada ujung abdomen, yakni sepasang embelan superior dan sepasang embelan inferior (Gambar 1). Betina mempunyai ovipositor yang pada umumnya menyebabkan ujung abdomen tampak agak membengkak (Borror, et. al., 1992: 245-254). 1) Famili Chlorocyphidae. Anggota famili ini tidak seperti capung jarum pada famili lainnya, yakni bagian abdomennya lebih pendek daripada sayapnya. Mereka memiliki bentuk kepala yang unik, wajah yang khas menonjol memberikan penampilan seperti moncong. Capung-capung ini umumnya berwarna-warni seperti permata, aktivitas kawin biasanya di air yang mengalir (umumnya aliran air yang ada di hutan) dan tidak terbang 16 jauh dari tempat tersebut (Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M., 2010: 35). 2) Famili Coenagrionidae-capung jarum bersayap-sempit. Capung jarum yang berukuran paling kecil berasal dari famili ini. Ciri sayapnya bening dan tidak lebar, di tungkainya terdapat seta atau rambut yang pendek dan agak tebal (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33). Anggota famili ini berjumlah banyak, baik dalam genera maupun spesiesnya. Capung jarum ini terdapat di berbagai habitat, terutama sepanjang aliran-aliran air, dan lainnya terdapat di kolam-kolam atau rawa. Anggota famili ini kebanyakan merupakan penerbang lemah, ketika hinggap posisi tubuhnya horisontal dan sayapnya diletakkan bersama-sama di atas tubuh. Jantan dan betina memiliki warna yang sangat berbeda pada kebanyakan jenis, yakni jantan lebih berwarna cerah daripada betina (Borror, et. al., 1992: 255). 3) Famili Platycnemididae. Anggota famili ini adalah capung jarum yang berukuran kecil hingga sedang, ditandai oleh tubuhnya yang cukup ringan, sayap hialin cukup sempit dengan retikulasi agak terbuka. Bentuk kepala pada umumnya lebih ringan dan memanjang, lebih sempit dibandingkan famili Coenagrionidae. Mereka memiliki banyak duri tipis yang panjang pada bagian femur dan tibia, pada beberapa spesies tibianya melebar dan berwarna cerah. Mereka mendiami sungai di hutan, rawa, kolam teduh, dan sumber (Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M., 2010: 83). 17 b. Subordo Anisoptera-capung biasa Bagian dasar sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan, pada waktu istirahat diletakkan secara atau agak horisontal. Sayap belakang yang jantan semuanya agak berlekuk pada sudut analnya, kecuali Famili Libellulidae, sedangkan sayap-sayap belakang dari semua Libellulidae dan betina dari famili lainnya mempunyai sudut anal yang membulat. Kepala biasanya tidak memanjang secara transversal, tetapi agak membulat. Jantan mempunyai tiga embelan pada ujung abdomen, yakni dua embelan superior dan satu inferior (Borror, et. al., 1992: 246-248; Gambar 1). 1) Famili Aeshnidae-capung loreng. Kelompok capung ini mencakup capung-capung dengan ukuran tubuh yang besar dan kuat, pada umumnya berukuran sekitar 75 mm, berwarna hitam dengan tanda-tanda biru atau kebiru-biruan pada toraks dan abdomen. Tersebar luas di perairan kolam (Borror, et. al., 1992: 251). Senang hinggap di daun atau ranting yang tinggi (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33). 2) Famili Gomphidae-capung berekor-gada. Kelompok ini anggotanya memiliki ukuran tubuh cukup besar, anggota famili ini kebanyakan terdapat di sepanjang aliran-aliran sungai dan danau. Panjang tubuh 50-75 mm, berwarna hitam dan biasanya dengan corak kekuning-kuningan atau kehijau-hijauan. Jenis dari kelompok ini kebanyakan pada ruas tertentu abdomennya menggembung (Borror, et. al., 1992: 250-251). Posisi mata majemuknya terpisah (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 32). 18 3) Famili Libellulidae-capung penyaring-umum/capung sambar. Anggota dari kelompok ini pada umumnya dapat ditemukan di sekitar kolam-kolam dan rawa-rawa. Kelompok ini sangat umum dapat dijumpai. Capung-capung ini sangat bervariasi panjangnya, yakni antara 25-75 mm. Banyak jenis memiliki tanda-tanda berupa bintik atau pita pada sayapsayapnya (Borror, et. al., 1992: 252). Bentuk andomennya cenderung melebar dan tipis (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33). 7. Peranan Capung Capung dewasa merupakan predator alami bagi serangga hama tanaman pangan dan dalam ekosistem berperan sebagai agen pengendali hayati (Wakhid, dkk., 2014: 42). Pada fase nimfa, capung memangsa jentik-jentik nyamuk, ikanikan kecil, dan lain-lain. Seekor nimfa dapat hidup di dalam air selama beberapa bulan hingga tahun dan sensitif terhadap kondisi air yang tercemar. Kondisi air yang baik atau tidak dapat diketahui dari keberadaan nimfa di suatu perairan. Oleh karena itu, capung dapat dijadikan bioindikator pencemaran air (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 25). Moore (1997) menyatakan bahwa capung sangat sesuai digunakan untuk menilai perubahan lingkungan dalam jangka panjang maupun jangka pendek, meskipun capung tidak sesensitif invertebrata bentik lainnya (IUCN Red List, 2009: 1), tetapi capung dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran air (Michael P., 1994: 442), karena kepekaannya terhadap kualitas suatu habitat dan relatif mudah dalam pengidentifikasiannya (IUCN Red List, 2009: 1). 19 8. Keanekaragaman Jenis Organisme dalam suatu lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan sekelilingnya, mereka membentuk bagian dari lingkungan itu sendiri. Jika suatu jenis mengalami gangguan atau kerusakan dapat menyebabkan penurunan suatu jenis. Keanekaragaman dan jumlah jenis dalam suatu komunitas sangatlah penting karena melalui keanekaragaman jenis dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah (Michael, 1994: 12, 269). Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali dan tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Ada dua cara pendekatan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan, yakni: (1) pembandingan-pembandingan yang didasarkan bentuk, pola, atau persamaan kurva banyaknya jenis, dan (2) pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan jenis kepentingan (Odum, 1993: 184-185). Keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah komponen utama yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor-faktor geografi, perkembangan, atau fisik. Komponen utama pertama disebut sebagai kekayaan jenis atau komponen varietas, komponen utama kedua adalah kesamarataan atau equitibilitas dalam pembagian individu yang merata di antara jenis (Odum, 1993: 185). Prinsip ekologi yang penting dan berhubungan dengan keanekaragaman adalah semakin tinggi kenaekaragaman berarti ranta-rantai makanan lebih panjang 20 dan lebih banyak simbiosis (mutualisme, parasitisme, komensalisme, dan sebagainya), dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk kendali umpan balik negatif, yang mengurangi goyangan-goyangan dan meningkatkan kemantapan. Akibatnya, komunitas di dalam lingkungan yang mantap mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas-komunitas yang dipengaruhi oleh gangguan musiman atau secara periodik oleh manusia atau alam (Odum, 1993: 185-186). 9. Gambaran Umum Kawasan Perairan Rawa Jombor Rawa Jombor merupakan rawa yang dibendung, kawasannya merupakan daerah resapan air yang memiliki aliran air tenang dan air menggenang, terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Klaten, tepatnya di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Rawa Jombor memiliki luas permukaan kurang lebih sekitar 18.900 m2 (Endri Priyanto, 2009: 1), waduk tersebut dikelilingi oleh bukit yang banyak ditumbuhi pohon-pohon. Kawasan Rawa Jombor merupakan kawasan resapan air yang mendukung fungsi ekologis wilayah sekitarnya (Endri Priyanto, 2009: 1-2). Menurut Winarsih (2004), Rawa Jombor merupakan ekosistem perairan tawar yang dikelilingi bukit, utamanya difungsikan untuk irigasi, selain itu juga memiliki peranan penting dalam beberapa sektor, yakni pertanian, perikanan, dan wisata perairan (Staf Desa Krakitan, 2013: 1-3). B. Kerangka Pikir Capung (dalam fase imago) adalah serangga yang memiliki morfologi tubuh yang kasat mata dan mudah dikenali dengan bentuk dan warnanya yang beragam, 21 banyak tersebar di sekitar kawasan perairan tawar karena perairan tawar merupakan habitat spesifik bagi capung terkait siklus hidupnya. Salah satu wilayah perairan tawar di Jawa yang dapat dijumpai adalah Rawa Jombor. Kawasan Rawa Jombor merupakan ekosistem perairan tawar berupa rawa yang sebagian besar wilayahnya dibangun tanggul di sekelilingnya sehingga menyerupai waduk, perairannya cukup luas dan masih ditemukan banyak vegetasi dengan berbagai jenis. Kawasan Rawa Jombor memiliki berbagai lokasi dengan air tenang dan air menggenang yang cocok bagi keberadaan capung dewasa untuk beraktivitas berdasarkan keberadaan air tawar dan ragam vegetasi. Lokasi yang beragam akan memberikan peluang lebih besar untuk dijumpainya jenis capung yang beragam pula, dan pendekatan terhadap keanekaragaman jenis capung dapat berdasarkan indeks keanekaragaman. Capung merupakan serangga spesifik kawasan perairan tawar Rawa Jombor merupakan kawasan perairan tawar Kawasan Rawa Jombor memiliki berbagai lokasi yang terdapat air tawar dan vegetasi yang beragam, cocok bagi aktivitas capung Jenis-jenis capung dan jumlah setiap jenis capung Tingkat keanekaragaman jenis capung Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasi, yakni mengamati langsung fakta yang ada di lapangan (Sugiyono, 2012: 199). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode distance sampling Buckland (1993), yakni mencatat setiap perjumpaan di sepanjang jalur pengamatan (Balai TNGM, 2011: 4) yang berupa transek garis (line transect). B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan perairan tawar Rawa Jombor pada bulan Februari-April 2016. Penentuan waktu lamanya penelitian berdasarkan rentang waktu maksimum kehidupan capung dewasa yakni sekitar 13 minggu. Lokasi penelitian ini adalah di kawasan resapan air Rawa Jombor dengan berbagai lokasi di sekitarnya, terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan, lokasi penelitian dikategorikan berdasarkan keberadaan sumber air dan karakteristik vegetasi yang berbeda, diwakilkan oleh enam lokasi, yakni kawasan waduk, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, kawasan rawa, kawasan kolam, kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan kawasan sawah. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi: jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor. 2. Sampel: jenis-jenis capung yang teramati pada berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor selama pengambilan data pada bulan Februari-April 2016. 23 D. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini antara lain: 1. Variabel bebas: lokasi-lokasi pengamatan di kawasan Rawa Jombor. 2. Variabel tergayut: jenis-jenis capung di kawasan Rawa Jombor. E. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, insectnet, jangka sorong, GPS (Global Positioning System) Garmin 62s, jam tangan Casio AQ163W, binokuler Alpen 8x40, kamera Canon EOS 600D lensa 18-55 mm dan ponsel Xiaomi Mi4i, lux meter, termometer udara, higrometer, anemometer, alat tulis, papan jalan, dan indikator universal pH. Bahan yang digunakan adalah cat berbahan nitrocellulose. Pedoman identifikasi yang digunakan, antara lain: 1. Shanti Susanti. (1998). Seri Panduan Lapangan: Mengenal Capung. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. 2. Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010). A Photographic Guide to The Dragonflies of Singapore. Singapore: Raffles Museum of Biodiversity Research. 3. Terence de Fonseka. (2000). The Dragonflies of Sri Lanka. Sri Lanka: WHT Publications (Private) Limited. 4. Theischinger, G. (2009). Identification Guide To The Australian Odonata. Sydney: Department of Environment, Climate Change and Water NSW. 5. Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013). Naga Terbang Wendit. Malang: Indonesia Dragonfly Society. 24 F. Teknik Pengambilan Data 1. Observasi Pendahuluan Observasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui medan di lokasi penelitian. Lokasi ditentukan berdasarkan keberadaan air tawar dan vegetasi yang cocok bagi keberadaan capung. Vegetasi berhubungan dengan capung karena vegetasi menjadi tempat berburu dan berlindung, dan vegetasi yang berada di air digunakan oleh banyak jenis capung untuk tempat meletakkan telur saat berkembang biak. Pengamatan dilakukan pada 6 lokasi yang berbeda di kawasan Rawa Jombor, yakni (1) kawasan waduk, (2) kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, (3) kawasan rawa, (4) kawasan kolam, (5) kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan (6) kawasan sawah. Lokasi pengamatan capung ini dikategorikan berdasarkan karakter keberadaan sumber air dan vegetasi yang sesuai bagi keberadaan capung untuk beraktivitas maupun beristirahat. Lokasi pengamatan pertama, kawasan waduk 7°45'19,262"S & 110°38'3,107"E, adalah kawasan rawa yang dibendung dan dibangun pintu air untuk aliran menuju dan keluar waduk, kawasan waduk ini sangat luas dan lokasi pengamatan capung ditentukan berdasarkan keberadaan vegetasi eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) yang tumbuh di permukaan air waduk yang sesuai sebagai habitat berkembang biak bagi capung. Kelompok tumbuhan eceng gondok pada sisi Timur waduk merupakan kelompok yang tetap posisinya dibandingkan kelompok lainnya yang tumbuh di waduk. Sejak pengamatan pendahuluan pada bulan Oktober 2015 hingga pengamatan pada bulan Februari 25 2016 populasi eceng gondok pada sisi timur waduk ini tidak berpindah karena adanya pendangkalan sehingga akar-akar eceng gondok dapat tertambat pada substrat di dasar waduk, sedangkan posisi populasi eceng gondok yang tumbuh mengapung pada sisi lain waduk setiap harinya dapat bergeser sesuai dengan arah hembusan angin ketika angin berhembus kencang, sehingga sisi Timur waduk berdasarkan keberadaan populasi tumbuhan eceng gondok ini ditentukan menjadi lokasi pengamatan. Di lokasi ini juga dijumpai Ipomoea fistulosa tumbuh di antara tumbuhan eceng gondok. Di tepi bagian waduk ini terdapat kebun-kebun jagung (Zea mays) yang teramati menjadi tempat berburu bagi banyak jenis capung, sehingga waduk dengan ceruk-ceruk air dan tumbuhan airnya yang cocok bagi capung untuk berkembang biak serta kebun jagung yang sangat dekat dengan waduk yang sesuai sebagai tempat berburu menjadi pertimbangan penentuan lokasi tersebut sebagai lokasi pengamatan. Lokasi waduk ini sangat terbuka (tidak ada naungan dari kanopi pohon besar), naungan yang ada di sekitar waduk adalah beberapa pohon pisang yang menjadi tempat beristirahat bagi beberapa spesies capung yang kurang mampu beradaptasi dengan intensitas cahaya tinggi. Lokasi pengamatan ke dua, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk 7°45'15,606"S & 110°37'9,974"E, berada dekat dengan area persawahan yang berada di sepanjang kedua sisinya (Lampiran 2, Gambar 41), lebar sungai sekitar 5 meter dan jarak dari tepi sungai ke area sawah sekitar 5 meter, dan sungai ini terletak sekitar 200-300 meter dari rawa yang berada di sebelah utaranya. Di sepanjang sungai ini terdapat pohon-pohon besar dan semak-semak di kedua 26 tepinya, hampir seluruh kawasan tepi sepanjang aliran sungai ini tertutupi kanopi pohon tetapi tidak terlalu rapat. Di dekat pintu air menuju waduk, terdapat pintu air kecil untuk irigasi sawah. Di dekat pintu air yang kecil ini terdapat ceruk dengan air tergenang yang ditumbuhi vegetasi air serta tertutup oleh kanopi pohon besar di tepinya (Lampiran 2, Gambar 41), di lokasi ini banyak ditemukan capung jarum beristirahat di semak-semak dan berkembang biak di sekitar air. Lokasi pengamatan ke tiga, kawasan rawa 7°45'4,394"S & 110°37'10,705"E, merupakan kawasan terbuka tanpa naungan pohon besar (Lampiran 2, Gambar 44). Keadaan tanahnya sangat labil, tidak padat, dan tergenang air, ciri khas tanah rawa. Wilayah terluarnya telah difungsikan sebagai lahan pertanian jagung dan padi (Oryza sativa), dan berbatasan langsung dengan jalan raya. Di bagian tengah rawa hingga tepi ke arah Barat terdapat saluran air berupa parit yang dibangun siring, air mengalir dari arah pemukiman dan berujung di tengah-tengah rawa tersebut. Di kawasan rawa ini banyak ditemukan tumbuhan kangkung (Ipomoea aquatica) dan eceng gondok serta berbagai jenis tumbuhan semak, termasuk rumput teki (Famili Cyperaceae). Kangkung-kangkungan utamanya dijumpai pada permukaan air rawa, sedangkan eceng gondok dan rumput-rumput pada substrat tanah rawa yang labil. Lokasi pengamatan ke empat, kawasan kolam 7°45'3,535"S & 110°37'5,856"E, berada di dekat tebing karst, terpisah oleh jalan raya dan petak kebun dari lokasi rawa. Kawasan ini terdiri dari dua bagian kolam yang sudah 27 tidak difungsikan oleh manusia, seluruh bagian kolam dipenuhi tumbuhan eceng gondok dan keladi air dengan air yang sangat jernih. Kolam-kolam ini dikelilingi pepohonan besar dan dengan kanopi rapat serta berbatasan langsung dengan tebing karst (Lampiran 2, Gambar 45). Jarak antara kedua kolam tidak lebih dari 7 meter dan di sekitarnya ditumbuhi pepohonan lebat. Keadaan di sekitar kolam terasa lembab karena kawasannya tertutup oleh kanopi pohon yang rapat, penetrasi cahaya hanya mampu menembus bagian tengah kolam, sedangkan pada bagian lainnya hanya sedikit. Lokasi pengamatan ke lima, kawasan sungai aliran keluar dari waduk 7°45'46,803"S & 110°37'28,01"E, merupakan lokasi dengan naungan dan tanpa naungan, di sekitar kanan dan kiri sepanjang sungai aliran keluar ini merupakan lahan pembibitan hortikultura, sehingga banyak dijumpai berbagai jenis bibit pohon, dan di sepanjang sisi sungai ditumbuhi pohon-pohon besar dengan kanopi rapat. Sekitar 50 meter dari tepi sungai terdapat lahan-lahan basah terbuka yang tergenang air yang ditumbuhi rumput-rumput seperti di rawa. Lahan-lahan tersebut juga dikelilingi oleh pohon-pohon dengan kanopi besar dan rapat, kawasan ini merupakan lokasi dengan karakteristik yang lebih beragam, antara lain aliran sungai yang terbuka tanpa naungan, aliran sungai yang tertutup kanopi pohon, lahan pembibitan holtikultura, lahan basah terbuka, dan lahan basah yang tertutup oleh kanopi pohon (Lampiran 2, Gambar 46 dan 47). Lokasi pengamatan ke enam, kawasan sawah 7°45'24,624"S & 110°37'0,712"E. Di sekitar kawasan Rawa Jombor terdapat banyak lahan yang difungsikan sebagai sawah. Lokasi sawah yang menjadi lokasi pengamatan 28 capung dalam penelitian ini adalah yang tidak berimpit dengan lokasi lainnya. Pengamatan capung di habitat sawah ini adalah di area petak-petak sawah dan tepi-tepi sawah. Di tepi-tepi sawah terdapat pohon-pohon besar yang di bawahnya terdapat semak-semak dan aliran air, tempat ini juga menjadi titik pengamatan capung selain petak-petak sawah pada lokasi ini (Lampiran 2, Gambar 49). Berikut ini kenampakan penutupan lahan di lokasi pengamatan di Kawasan Rawa Jombor. 29 Gambar 8. Peta Penutupan Lahan di Sekitar Lokasi Pengamatan (Atas) & Kawasan Lokasi Pengamatan (Bawah) 30 Jenis transek pengamatan yang digunakan adalah transek garis (line transect), berupa garis atau jalur yang memotong ke arah seberang komunitas capung yang diamati (Melati Ferianita Fachrul, 2012: 13-14). Aplikasi transek menggunakan transek garis yang ditarik lurus pada lokasi pengamatan, waduk dari Utara ke arah Selatan, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk dari hilir ke arah hulu sungai, kawasan rawa dari sisi Timur ke arah Barat, kawasan kolam dari Timur ke arah Barat, kawasan sungai aliran keluar dari waduk dari hulu ke arah hilir sungai, dan kawasan sawah dari sisi Tenggara ke arah Barat Laut sejauh 100-300 meter. Area pengamatan capung meliputi kanan dan kiri transek dengan jarak maksimum 50 meter kanan dan 50 meter kiri transek seperti pada Gambar 9. Gambar 9. Aplikasi Transek Garis pada Lokasi Pengamatan (Sumber: Balai TNGM, 2011: 4) 2. Pengamatan Jenis Capung Metode yang dipakai untuk mengamati capung adalah metode distance sampling Buckland (1993), yakni mencatat setiap perjumpaan di sepanjang jalur 31 pengamatan (Balai TNGM, 2011: 4). Agar tidak terjadi penghitungan berulang (double counting), capung yang dijumpai ditangkap menggunakan insectnet lalu ditandai dengan cat di bagian sayap depan atau sayap belakang sebelah luar serta di bagian toraks dengan mengadaptasi sistem penandaan binomial system milik Sheppard (1969) untuk Diptera (Southwood, T. R. E. & Henderson, P. A., 2000: 111). Kombinasi angka dengan sistem penandaan ini dapat digunakan untuk menandai sekitar 255 individu yang berbeda dengan menggunakan satu warna cat. Gambar 10. Binomial System Sheppard (1969) pada Diptera (Sumber: Southwood, T. R. E. & Henderson, P. A., 2000: 111) Penandaan dengan cat akan menunjukkan nomor penandaan setiap individu capung yang tertangkap, penandaan berupa kombinasi penjumlahan posisi titik pada bagian sayap dan toraks dapat menunjukkan urutan penomoran mulai dari 1, 2, 3, dan seterusnya hingga kombinasi angka mencapai nomor maksimum 255. Melalui penandaan ini dapat membedakan setiap individu yang pernah tercatat dan dapat mendeteksi jika satu individu capung dijumpai di beberapa lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-11.00 WIB. Menurut Suharni (1991), pemilihan waktu tersebut berdasarkan aktifnya capung dewasa, sehingga diharapkan dapat menjumpai jenis capung yang beragam selama 32 pengamatan (Novita Patty, 2006: 25). Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dalam kurun waktu tidak lebih dari dua minggu pada setiap lokasi, kurun waktu ini ditentukan berdasarkan rentang waktu kehidupan capung jarum dewasa pada periode reproduksi sekitar 1-2 minggu dan capung biasa sekitar 2-3 minggu (Corbet, P. S., 1980: 198). Capung yang dijumpai diamati kebiasaannya di lokasi pengamatan, ditangkap, diidentifikasi berdasarkan kenampakan morfologinya, sehingga bagian tubuh dicirikan secara jelas melalui pengukuran panjang tubuh dan panjang sayap (morfometri) menggunakan jangka sorong dan deskripsi warna tubuh, corak, dan warna mata, serta bentuk bagian tubuh tertentu, kemudian didokumentasikan dalam bentuk foto. Proses identifikasi dibantu dengan menggunakan buku panduan, kemudian capung yang sudah tertangkap tersebut ditandai dengan menggunakan cat lalu dilepaskan kembali di sekitar lokasi penangkapan. Menurut Terence de Fonseka (2000: 20), ciri nyata yang berguna untuk mengidentifikasi capung ketika di lapangan adalah menggunakan ciri warna tubuh secara umum, warna pola/corak, dan warna mata. Penghitungan jumlah individu tiap jenis capung dilakukan berdasarkan penangkapan secara langsung di kanan dan kiri jalur transek ketika pengamatan. Jika capung yang dijumpai ketika di lapangan belum bisa teridentifikasi langsung saat pengamatan maka tubuh capung difoto secara jelas dan lengkap dari berbagai sisi, setelah itu diidentifikasi melalui studi literatur lebih lanjut atau melalui diskusi dengan ahli. 33 3. Pengamatan Mangsa Capung dan Faktor Abiotik Data mangsa capung dan faktor abiotik merupakan data pendukung yang diambil pada masing-masing lokasi. a. Mangsa capung Capung yang teramati sedang melakukan aktivitas makan pada masingmasing lokasi pengamatan diamati kebiasaan memangsanya, yakni makan ketika hinggap atau terbang, lalu diamati dan dicatat jenis mangsanya dan jenis capung pemangsanya. b. Faktor abiotik Faktor abiotik sebagai data pendukung pada masing-masing lokasi didata setiap kali pengamatan. Temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan pH air dihitung secara kuantitatif menggunakan alat ukur. G. Rancangan Organisasi Data 1. Data Jenis dan Jumlah Individu Capung Tabel 1. Tabel Rancangan Organisasi Data Jenis dan Jumlah Individu Tiap Jenis Jumlah Individu Jenis No. Lokasi Capung 1 2 3 4 5 6 1 2 3 ...dst 2. Data Faktor Abiotik Tabel 2. Tabel Rancangan Organisasi Data Faktor Abiotik Waktu Pengamatan Intensitas Cahaya (lux) Suhu Udara (ºC) 34 Kecepatan Angin (m/s) H. Teknik Analisis Data Jenis-jenis capung yang dijumpai diidentifikasi dan didokumentasikan. Identifikasi di lapangan menggunakan spesimen langsung dan mencocokkan dengan buku panduan identifikasi Odonata berdasarkan kenampakan morfologi, kebiasaan, dan karakter lokasi perjumpaannya, sedangkan spesimen yang belum diketahui jenisnya ketika di lapangan, difoto seluruh bagian tubuhnya dan diukur panjang tubuh dan sayapnya, serta dicatat karakter lokasi perjumpaannya, lalu diidentifikasi lebih lanjut atau ditanyakan kepada ahli. Jumlah jenis capung dan jumlah individu dari tiap jenis capung yang dijumpai di setiap lokasi dicatat. Tingkat keanekaragaman jenis diukur dengan menggunakan indeks keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener, menurut Schowalter (2006: 255): H pi pi Keterangan: H = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pi = i/N i = jumlah individu dari suatu jenis i N = jumlah total individu seluruh jenis Terdapat tiga kriteria keanekaragaman jenis serangga berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, yakni H’<1 keanekaragaman jenis dikatakan rendah, H’≤1≤3 keanekaragaman jenis dikatakan sedang, dan H’>3 keanekaragaman jenis dikatakan tinggi. 35 Selain itu dilakukan juga analisis kemelimpahan relatif jenis capung yang ditemukan untuk mengetahui kemerataan individu jenis capung dari keanekaragaman jenis yang didapat. Penentuan kemelimpahan relatif (Pi) tiap jenis capung menggunakan rumus van Balen (1984) sebagai berikut (Melati Ferianita Fachrul, 2012: 67). Pi ∑ ∑ 100% 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis capung dan tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah berdasarkan karakteristik lokasi yang berbeda-beda pada kawasan tersebut. Lokasi dikategorikan berdasarkan karakter keberadaan sumber air dan vegetasi yang sesuai bagi keberadaan capung untuk beraktivitas maupun beristirahat, sehingga dapat dijumpai sebanyak mungkin jenis capung. A. Kondisi Lokasi Penelitian Tabel 3. Komposisi Vegetasi di Lokasi Pengamatan Lokasi Pengamatan Vegetasi Kawasan Waduk Eichhornia crassipes: *** Ipomoea aquatica: * Ipomoea fistulosa: ** Zea mays: *** Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: ** Kawasan Sungai Aliran Masuk Ipomoea aquatica: ** Ipomoea fistulosa: ** Oryza sativa: *** Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: *** Pohon besar: ** Kawasan Rawa Eichhornia crassipes: *** Ipomoea aquatica: *** Keladi air: ** Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: ** Kawasan Kolam Eichhornia crassipes: *** Keladi air: ** Semak-semak pendek: ** Semak-semak tinggi: * Pohon besar: *** Kawasan Sungai Aliran Keluar Eichhornia crassipes: * Ipomoea aquatica: * Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: *** Pohon besar: *** 37 Lokasi Pengamatan Kawasan Sawah Vegetasi Oryza sativa: *** Semak-semak pendek: ** Semak-semak tinggi: ** Pohon besar: * Keterangan: *** = banyak, ** = sedang, * = sedikit Kawasan waduk merupakan kawasan air tergenang dengan vegetasi didominasi oleh Eichhornia crassipes dan berbatasan langsung dengan lahan jagung sehingga dijumpai banyak tumbuhan Zea mays di sepanjang tepinya. Capung-capung jarum di kawasan ini dijumpai di semak-semak pendek dan semak-semak tinggi, sedangkan capung biasa umumnya dijumpai di bagian ujungujung tumbuhan Eichhornia crassipes, Ipomoea, dan Zea mays. Kawasan sungai aliran masuk menuju waduk merupakan kawasan aliran sungai yang berbatasan langsung dengan area sawah di sepanjang kanan dan kirinya, sehingga banyak dijumpai Oryza sativa di kawasan terluar lokasi pengamatan yang menjadi kawasan berburu capung. Pengamatan dimulai dari hilir menuju hulu sungai, semakin ke hulu semakin banyak dijumpai tumbuhan di badan air, yakni Ipomoea aquatica dan Ipomoea fistulosa, dan pohon besar di kedua tepi sungai. Vegetasi didominasi oleh semak-semak pendek dan tinggi di kedua tepi sungai. Capung jarum banyak dijumpai hinggap di semak-semak pendek di tepi sungai di bawah kanopi pohon besar serta hinggap pada tumbuhan yang tumbuh di badan air, capung biasa sering dijumpai terbang di atas badan air dan hinggap di ujung-ujung semak-semak tinggi. Kawasan rawa merupakan kawasan air tergenang dan ditumbuhi vegetasi dominan Eichhornia crassipes, Ipomoea aquatica, dan semak-semak pendek 38 seperti rumput teki, selain itu dijumpai juga vegetasi keladi air dan semak-semak tinggi. Kawasan kolam merupakan kawasan air tergenang yang ditumbuhi Eichhornia crassipes dan keladi air di bagian kolamnya, kawasan sekitarnya banyak pohon-pohon besar yang tumbuh rapat dan lantainya ditumbuhi semaksemak pendek. Kawasan sungai aliran keluar dari waduk merupakan kawasan aliran air yang banyak dijumpai vegetasi pohon besar dan semak-semak dengan jenis yang bervariasi di sepanjang kanan dan kiri tepi sungai. Pengamatan dimulai dari pintu keluar air waduk ke arah hilir sungai. Eichhornia crassipes dan Ipomoea aquatica dijumpai hanya tumbuh di badan air dekat pintu keluar air waduk. Kawasan sawah merupakan kawasan air menggenang, vegetasi didominasi oleh Oryza sativa. Di tepi-tepi sawah ditumbuhi semak-semak pendek maupun tinggi dan beberapa pohon berkanopi besar. B. Jenis-Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor Odonata atau capung dalam Bahasa Jawa umumnya disebut kinjeng, dan khususnya penduduk di Klaten menyebutnya dok iyik untuk capung jarum dan dok erok untuk capung biasa. Capung utamanya tersebar di dekat perairan tawar terkait siklus hidupnya, oleh karena itu kawasan Rawa Jombor sebagai kawasan perairan tawar memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan capung di sana. 39 Berikut ini pembahasan mengenai masing-masing jenis capung yang dijumpai di berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor, terdapat 28 jenis capung berdasarkan ciri-ciri morfologinya, yakni: 1. Acisoma panorpoides Tabel 4. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Acisoma panorpoides Gambar Spesimen Ciri Morfologi Abdomen berwarna biru muda kekuningan dengan bercak hitam, berbentuk seperti terompet melebar pada segmen 1-5 ke arah dorsoventral dan lateral, di bagian ventral apendix saling bertaut berwarna hitam, segmen 8-10 berwarna hitam penuh, embelan putih dengan pinggiran hitam; Jantan dengan panjang tubuh 20 ♂ © Tria Septiani Subagyo mm, sayap depan 21 mm, sayap Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk belakang 13 mm; Betina berwarna kuning dengan panjang tubuh 24 mm, sayap depan 20 mm, sayap belakang 19 mm; Sayap transparan dengan venasi hitam, stigma (pterostigma) kuning pucat, distal antenodal komplit. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Rawa 3. Sungai aliran keluar *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Terence de Fonseka (2000: 157), Filum : Arthropoda Odonata dengan uraian di atas adalah Kelas : Insekta Acisoma panorpoides (Burmeister, 1839) Ordo : Odonata Famili : Libellulidae Genus : Acisoma Spesies : Acisoma panorpoides 40 Acisoma panorpoides merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh tergolong kecil, disebut juga capung perutterompet karena bagian abdomennya menggembung dan berlekuk menyerupai terompet. Capung ini biasa dijumpai terbang rendah dan dengan jarak terbang yang dekat, hinggap pada daun tumbuhan eceng gondok dan rumput-rumput. Di kawasan Rawa Jombor, A. panorpoides banyak dijumpai di lokasi dengan air tergenang seperti di kawasan waduk dan rawa, sedikit dijumpai di sekitar kawasan sungai aliran keluar. Kawasan waduk dan rawa merupakan habitat terbuka tanpa naungan, didominasi tumbuhan eceng gondok, sedangkan di sungai aliran keluar terdapat naungan pohon-pohon besar di tepi sungai. Capung ini aktif ketika berawan hingga cerah. Gambar 11. Titik Perjumpaan Acisoma panorpoides 41 2. Aethriamanta aethra Tabel 5. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Aethriamanta aethra Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dewasa dengan panjang tubuh 30,5 mm, sayap depan 25 mm, sayap belakang 23,5 mm, tubuh dominan tertutup pruinescent berwarna biru di toraks dan abdomen, abdomen segmen 7-10 berwarna hitam, pangkal sayap belakang berwarna cokelat kehitaman; Betina dengan panjang tubuh 27 ♂ © Tria Septiani Subagyo mm, sayap depan 23 mm, dan sayap Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk belakang 22 mm, mata majemuk bagian atas berwarna cokelat kemerahan, bagian bawah abu-abu kecokelatan, warna tubuh kuning kecokelatan, pada toraks terdapat garis-garis hitam di sisi dorsal dan lateral, di abdomen sisi dorsal terdapat pola hitam berbentuk segitiga di segmen 2-4, bentuk jam pasir di segmen 5-8, segmen 9-10 berwarna hitam penuh, pangkal sayap belakang cokelat; Sayap transparan dengan venasi hitam dan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan Sungai aliran keluar *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Filum : Arthropoda Hämäläinen, M. (2010: 133), Odonata Kelas : Insekta dengan uraian di atas adalah Ordo : Odonata Aethriamanta aethra (Ris, 1912) Famili : Libellulidae Genus : Aethriamanta Spesies : Aethriamanta aethra 42 Aethriamanta aethra merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh tergolong kecil. Capung ini dijumpai di sekitar lokasi sungai aliran keluar, hinggap pada ujung-ujung ranting mati di tepi aliran sungai yang terbuka tanpa naungan. Jenis capung ini senang berjemur di terik matahari, dapat dijumpai ketika berawan hingga cerah. Ketika terbang capung jenis ini dapat terbang dengan cepat dengan jarak yang jauh dan tinggi. Gambar 12. Titik Perjumpaan Aethriamanta aethra 43 3. Agriocnemis femina Tabel 6. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agriocnemis femina Gambar Spesimen Ciri Morfologi Ukuran tubuh kecil; Toraks jantan berwarna hijau atau hijau pucat, hitam di sisi dorsal dan antero-lateral, saat dewasa tertutup pruinescent berwarna putih; Abdomen 1-6 hijau, hijau pucat, hingga kebiruan di sisi ventral, sisi dorsal hitam, abdomen 7-10 kuning hingga jingga; Embelan inferior jantan lebih ♂ © Hening Triandika Rachman panjang dibandingkan embelan Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju superior; Waduk Betina pradewasa berwarna merah, dewasa berwarna kehijauan, protoraks memiliki tonjolan cuping dengan bentuk curam yang dalam di bagian tengahnya; Sayap transparan dengan stigma hitam, venasi cokelat kehitaman. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa 4. Kolam 5. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Terence de Fonseka (2000: 80-81) Filum : Arthropoda dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 110), Kelas : Insekta Odonata dengan uraian di atas adalah Ordo : Odonata Agriocnemis femina (Baruer, 1868) Famili : Coenagrionidae Genus : Agriocnemis Spesies : Agriocnemis femina Agriocnemis femina disebut juga capung-jarum centil (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 109), anggota dari Famili Coenagrionidae. Jenis ini memiliki ukuran 44 tubuh yang sangat kecil. Pada jantan yang sudah tua akan muncul serbuk putih (pruinescent) yang menutupi bagian toraksnya, sedangkan betina dewasa akan memiliki warna dominan hijau pucat dan hitam. Agriocnemis femina dapat dijumpai di kawasan waduk, sungai aliran masuk, rawa, kolam, dan sawah, baik di tempat terbuka tanpa naungan maupun tempat dengan naungan, tetapi biasanya lebih banyak ditemukan di tempat dengan naungan, hinggap di rumput, semak, dan padi, terbang rendah dengan jarak yang dekat dan termasuk penerbang lemah seperti capung jarum pada umumnya. Capung ini dijumpai ketika berawan hingga cerah. Gambar 13. Titik Perjumpaan Agriocnemis femina 45 4. Agriocnemis pygmaea Tabel 7. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agriocnemis pygmaea Gambar Spesimen Ciri Morfologi Toraks jantan berwarna hijau atau hijau pucat, hitam di sisi dorsal dan antero-lateral; abdomen 1-6 berwarna hijau, hijau pucat, hingga kebiruan di sisi ventral, sisi dorsal hitam, abdomen 7-10 kuning hingga jingga; Embelan inferior pada jantan hampir sama atau lebih pendek dibandingkan superior, ujung ♂ © Hening Triandika Rachman embelan superior tidak berimpit, Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk permukaan atas embelan superior agak melengkung ke bawah; Betina tidak memiliki tonjolan cuping di protoraks seperti A. femina betina, terdapat titik berwarna biru muda di dekat kedua mata majemuk dan protoraks, serta garis tipis berwarna biru muda di toraks membatasi warna hitam pada sisi dorsal dan warna cokelat pada sisi antero-lateral; Sayap transparan dengan venasi cokelat, stigma kuning pucat pada sayap depan dan hitam pada sayap belakang. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Sungai aliran keluar *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Filum : Arthropoda Hämäläinen, M. (2010: 54), Terence de Kelas : Insekta Fonseka (2000: 80-81), dan Wahyu Sigit Ordo : Odonata Rhd, dkk. (2013: 110), Odonata dengan Famili : Coenagrionidae uraian di atas adalah Agriocnemis Genus : Agriocnemis pygmaea (Rambur, 1842) Spesies : Agriocnemis pygmaea 46 Agriocnemis pygmaea disebut juga capung-jarum kecil (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 113), sesuai dengan namanya memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, anggota dari Famili Coenagrionidae. Agriocnemis pygmaea jantan memiliki ciri yang mirip dengan A. femina jantan, ciri yang membedakan keduanya adalah bentuk embelan pada ujung abdomen, yakni A. pygmaea memiliki sepasang embelan superior yang lebih panjang dibandingkan dengan embelan inferior, berkebalikan dengan A. femina. Betina A. pygmaea juga memiliki ciri yang mirip dengan betina A. femina, namun keduanya dibedakan dari bentuk cuping yang menonjol di bagian protoraks. Jenis ini terbang rendah dengan jarak yang dekat, termasuk penerbang lemah seperti capung jarum pada umumnya, dapat dijumpai di tempat terbuka tanpa naungan maupun dengan naungan, hinggap di rumputrumput di sekitar lokasi dengan air tenang di sekitar waduk, sungai aliran masuk, dan sungai aliran keluar dalam kondisi berawan hingga cerah. Gambar 14. Titik Perjumpaan Agriocnemis pygmaea 47 5. Agrionoptera insignis Tabel 8. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Agrionoptera insignis Gambar Spesimen Ciri Morfologi Toraks berwarna hitam-hijau metalik; Abdomen sisi ventral hitam, sisi dorsal 3-7 berwarna kuning, jingga, merah, atau hitam, di segmen 8-10 berwarna hitam pekat, embelan hitam; Jantan dengan panjang tubuh 42-44 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 31,5-32 mm, abdomen ♂ © Tria Septiani Subagyo jingga-kemerahan; Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk Betina dengan panjang tubuh 42,544 mm, sayap depan 35-35,5 mm, sayap belakang 33 mm, abdomen kuning sampai dengan hitamkemerahan; Sayap transparan atau bening kecokelatan dengan bercak cokelat pada ujung-ujung sayap, venasi dan stigma hitam. Lokasi Perjumpaan 1. Kolam 2. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Theischinger, G. (2009: 115), Filum : Arthropoda Odonata dengan uraian di atas adalah Kelas : Insekta Agrionoptera insignis (Rambur, 1842) Ordo : Odonata Famili : Libellulidae Genus : Agrionoptera Spesies : Agrionoptera insignis Agrionoptera insignis merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang. Ciri-ciri jenis ini adalah pada jantan terdapat occeli, vertex, dan frons yang berwarna biru metalik. Capung jenis ini 48 ditemukan di lokasi yang tertutup naungan pohon dan sering ditemukan istirahat hinggap di ranting-ranting dan di balik daun-daun pohon yang tidak terpapar sinar matahari secara langsung dan hanya sesekali terbang dengan jarak terbang yang tinggi menuju ranting-ranting pohon ketika terusik. Capung ini dijumpai di kawasan lokasi pengamatan ketika berawan. Lokasi dijumpainya jenis ini adalah tempat dengan kanopi pohon yang rapat di sekitar kolam dan sungai aliran keluar. Gambar 15. Titik Perjumpaan Agrionoptera insignis 49 6. Anax guttatus Tabel 9. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Anax guttatus Gambar Spesimen Ciri Morfologi Ukuran tubuh besar; Warna tubuh dominan hijau; Pangkal abdomen berwarna hijaubiru dan sedikit warna kuning di sepanjang abdomen; Sayap transparan. Lokasi Perjumpaan Rawa *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, Filum : Arthropoda L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 98) dan Kelas : Insekta Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 44), Ordo : Odonata Odonata dengan uraian di atas adalah Famili : Aeshnidae Anax guttatus (Burmeister, 1839) Genus : Anax Spesies : Anax guttatus Anax guttatus merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Aeshnidae atau disebut juga capung-barong bercak-biru (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 43), yakni dengan ciri utama ukuran tubuh besar, mata majemuk luas berimpit, dan warna tubuh dominan hijau dengan bercak biru. Dijumpai terbang di tempat terbuka tanpa naungan, terbang rendah menyusuri sepanjang aliran air dengan gerak yang cepat dan mampu merubah arah seketika terbang tinggi dan dengan jarak yang sangat jauh. Capung ini dijumpai terbang aktif pada kondisi cerah. Capung ini dijumpai satu kali di kawasan rawa, terbang menyusuri aliran air. Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 44), A. guttatus memiliki kebiasaan aktif pada pagi hari menjelang siang untuk berburu mangsa, dan spesies ini sangat 50 suka terbang dengan kecepatan tinggi di atas permukaan air. Capung jenis ini biasa terbang terus-menerus dalam jangka panjang, jarang dijumpai hinggap, serta sensitif jika didekati. Hal ini sesuai dengan hasil perjumpaan ketika pengamatan, yakni terbang rendah menyusuri sepanjang aliran air dengan gerak yang cepat sehingga sulit untuk ditangkap dan didokumentasikan melalui foto. Gambar 16. Titik Perjumpaan Anax guttatus 51 7. Brachydiplax chalybea Tabel 10. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Brachydiplax chalybea Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 31,538 mm, sayap depan 25-30,5 mm, sayap belakang 24,5-29 mm, toraks sisi lateral dan abdomen sisi ventral berwarna cokelat, sisi dorsal toraks dan dorsal abdomen diselimuti serbuk pruinescent berwarna biru keputih-putihan, abdomen segmen 7-10 hitam; Betina dengan toraks dan abdomen ♂ © Tria Septiani Subagyo berwarna cokelat dengan corak Lokasi: Kolam hitam; Sayap transparan dengan stigma cokelat, venasi hitam, pada pangkal kedua pasang sayap berwarna cokelat, antenodal di sayap depan kurang dari sembilan. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Kolam 3. Sungai aliran keluar *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Shanti Susanti (1998: 64), Tang, H. Filum : Arthropoda B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. Kelas : Insekta (2010: 140), dan Theischinger, G. (2009: Ordo : Odonata 114), Odonata dengan uraian di atas Famili : Libellulidae adalah Brachydiplax chalybea (Brauer, Genus : Brachydiplax 1868) Spesies : Brachydiplax chalybea Brachydiplax chalybea merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh kecil. Jantan memiliki ciri mirip A. aethra, namun dapat dibedakan dari jumlah segmen yang berwarna hitam pada ujung abdomen, yakni pada B. chalybea pada segmen 7-10, sedangkan pada A. aethra 52 pada segmen 9-10. Capung jenis ini sering dijumpai hinggap dan sesekali terbang dengan jarak yang dekat, sering dijumpai hinggap di daun-daun eceng gondok dan ujung ranting mati di tempat terbuka tanpa naungan seperti waduk maupun di tempat dengan naungan seperti di lokasi kolam dan sekitar sungai aliran keluar. Capung jenis ini dijumpai aktif ketika berawan hingga cerah. Gambar 17. Titik Perjumpaan Brachydiplax chalybea 53 8. Brachythemis contaminata Tabel 11. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Brachythemis contaminata Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 31 mm, sayap depan 24-25 mm, sayap belakang 23 mm, warna toraks hijau kecokelatan, abdomen berwarna jingga kecokelatan dengan garis cokelat di sisi dorsal, sayap berwarna jingga kecokelatan di bagian tengah dari pangkal hingga 2/3 sayap, stigma jingga, venasi cokelat kemerahan; Betina berwarna hijau kecokelatan di ♂ © Tria Septiani Subagyo bagian toraks, cokelat pucat di bagian Lokasi: Waduk abdomen, sayap transparan dengan stigma kuning tua cerah. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Shanti Susanti (1998: 65) dan Filum : Arthropoda Terence de Fonseka (2000: 158-159), Kelas : Insekta Odonata dengan uraian di atas adalah Ordo : Odonata Brachythemis contaminata (Fabricius, Famili : Libellulidae 1793) Genus : Brachythemis Spesies : Brachythemis contaminata Brachythemis contaminata merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae, mudah dikenali melalui ukuran tubuhnya yang kecil dengan sayap berwarna jingga. Capung jenis ini senang hinggap di ujung-ujung ranting mati ataupun ujung batang tumbuhan yang masih hidup yang tak berdaun di dekat air yang menggenang maupun mengalir di tempat terbuka tanpa naungan pada siang hari, jika terbang hanya terbang rendah dan dengan jarak dekat untuk 54 mencari tempat hinggap. Capung jenis ini dijumpai di kawasan waduk, sungai aliran masuk, dan rawa pada kondisi berawan hingga cerah. Capung ini sangat tahan berlama-lama berjemur pada kondisi cuaca cerah. Gambar 18. Titik Perjumpaan Brachythemis contaminata 55 9. Copera marginipes Tabel 12. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Copera marginipes Gambar Spesimen Ciri Morfologi Tubuh pradewasa berwarna putih kecokelatan dengan tungkai putih pada betina, cokelat cerah pada jantan; Jantan dewasa berwarna dominan hitam, toraks hitam dan kuning, ventral abdomen putih, tungkai kuning; Betina dengan panjang tubuh 35-37 mm, sayap depan 20-21 mm, sayap ♂ © Hening Triandika Rachman belakang 19 mm, dewasa berwarna Lokasi: Waduk hitam pucat dengan tungkai cokelat; Sayap transparan dengan venasi dan stigma hitam. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Kolam 4. Sawah *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 130- Filum : Arthropoda 131), Odonata dengan uraian di atas Kelas : Insekta adalah Copera marginipes (Rambur, Ordo : Odonata 1842) Famili : Platycnemididae Genus : Copera Spesies : Copera marginipes Copera marginipes merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Platycnemididae atau disebut juga capung-hantu kaki-kuning (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 130). Capung jarum ini memiliki ciri rambut-rambut halus yang panjang dan tipis pada tungkainya yang berwarna kuning. Pada fase pradewasa, tubuh capung jenis ini berwarna putih secara keseluruhan baik pada jantan 56 maupun betina. Capung ini dijumpai aktif pada siang hari di tempat-tempat dengan naungan pada kondisi berawan hingga gerimis, merupakan penerbang lemah sehingga hanya mampu terbang pada kondisi angin tenang hingga sepoisepoi. Namun, ada beberapa capung yang baru keluar dari nimfa dijumpai di tempat terbuka dengan temperatur panas. Capung jenis ini dijumpai di kawasan waduk, sungai aliran masuk, kolam, dan sawah, sedang hinggap di daun-daun eceng gondok, semak, dan kangkung di dekat air di bawah naungan pepohonan, dan individu yang dijumpai seringnya pada fase pradewasa. Gambar 19. Titik Perjumpaan Copera marginipes 57 10. Crocothemis servilia Tabel 13. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Crocothemis servilia Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 45-47 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 32-33 mm, warna tubuh pradewasa kuning kehijauan dan dewasa merah dengan garis hitam di sepanjang bagian tengah dorsal abdomen; Betina dengan panjang tubuh 41 mm, sayap depan 32 mm, sayap belakang 30 mm, warna tubuh ♂ © Gana Yuriko Putra kuning hingga kecokelatan dengan Lokasi: Waduk garis hitam di sepanjang bagian dorsal abdomen; Sayap transparan dengan venasi cokelat (jantan) dan kuning (betina), stigma kuning pudar dengan warna hitam di sisi luarnya. Pangkal sayap belakang cokelat tua. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa 4. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 49), Filum : Arthropoda Odonata dengan uraian di atas adalah Kelas : Insekta Crocothemis servilia (Drury, 1770) Ordo : Odonata Famili : Libellulidae Genus : Crocothemis Spesies : Crocothemis servilia Crocothemis servilia merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-sambar garishitam (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 49) karena ciri jenis ini terdapat garis hitam 58 tipis di sepanjang sisi dorsal abdomennya. Jantan berwarna merah dan betina berwarna kuning kecokelatan pada fase dewasa, pada fase pradewasa C. servilia memiliki warna yang sama baik jantan maupun betina, yakni berwarna kuning kehijauan. Capung jenis ini dijumpai aktif beraktivitas pada lokasi dengan tempat terbuka tanpa naungan, yakni di kawasan waduk, sungai aliran masuk, rawa, dan sawah, sedangkan di lokasi dengan kanopi pohon yang rapat seperti kolam tidak dijumpai kehadirannya. Jenis ini dijumpai pada keadaan berawan hingga cerah. Capung ini mampu terbang ketika keadaan angin kencang dan sering dijumpai pada keadaan temperatur udara yang panas, hinggap pada daun-daun eceng gondok, jagung, dan padi. Gambar 20. Titik Perjumpaan Crocothemis servilia 59 11. Diplacodes trivialis Tabel 14. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Diplacodes trivialis Gambar Spesimen Ciri Morfologi Tubuh jantan dewasa diselimuti pruinescent berwarna biru keabuabuan; Subtriangle pada sayap depan terbagi menjadi dua atau tiga sel; Abdomen capung pradewasa hitamkuning dengan embelan putih; Betina dengan panjang tubuh 30,4 mm, sayap depan 23,6 mm, sayap belakang 22 mm, embelan berwarna ♀ © Tria Septiani Subagyo putih; Lokasi: Waduk Sayap transparan dengan venasi hitam, stigma berwarna abu-abu hingga kecokelatan. Pangkal sayap belakang berwarna kuning hingga kecokelatan. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Theischinger, G. Filum : Arthropoda (2009: 123), Odonata dengan uraian di Kelas : Insekta atas adalah Diplacodes trivialis (Rambur, Ordo : Odonata 1842) Famili : Libellulidae Genus : Diplacodes Spesies : Diplacodes trivialis Diplacodes trivialis merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh kecil. Capung ini sering dijumpai hinggap di seresah-seresah pada permukaan tanah yang terbuka tanpa naungan, sesekali dijumpai di dekat air pada fase pradewasa. Lokasi tempat dijumpainya capung jenis ini adalah tempat-tempat terbuka tanpa naungan di kawasan waduk dan 60 sungai aliran masuk. Dijumpai ketika kondisi cerah, kebiasaan capung jenis ini adalah terbang dalam jarak pendek dan rendah. Gambar 21. Titik Perjumpaan Diplacodes trivialis 61 12. Gynacantha subinterrupta Tabel 15. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Gynacantha subinterrupta Gambar Spesimen Ciri Morfologi Ukuran tubuh besar dengan warna didominasi cokelat dan hijau; Jantan dengan panjang tubuh 61,8 mm (tanpa embelan), 68,7 mm (termasuk embelan), sayap depan 45 mm, sayap belakang 44,2 mm, toraks sisi dorsal berwarna hijau kebiruan, sisi lateral berwarna hijau tua, dan sisi ventral cokelat muda, abdomen segmen 1-2 menggembung ke arah dorso-ventral ♂ © Hening Triandika Rachman dan lateral berwarna hitam dengan Lokasi: Kolam corak hijau dan biru, segmen 3 menyempit di sisi anterior, segmen 410 berbentuk silinder berwarna cokelat dengan corak hijau kekuningan, embelan superior berwarna cokelat dan terdapat struktur rambut di sisi dalamnya serta terdapat struktur embelan inferior meruncing deperti tombak mengarah ke anal di antara embelan superior di segmen 10; Sayap transparan dengan venasi hitam, pangkal sayap berwarna cokelat kehitaman. Segitiga anal capung jantan berisi tiga sel atau lebih. Stigma sempit berwarna abu-abu kecokelatan. Lokasi Perjumpaan Kolam *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Terence de Fonseka Filum : Arthropoda (2000: 125) dan Theischinger, G. (2009: Kelas : Insekta 70), Odonata dengan uraian di atas Ordo : Odonata adalah Gynacantha subinterrupta Famili : Aeshnidae (Rambur, 1842) Genus : Gynacantha Spesies : Gynacantha subinterrupta 62 Gynacantha subinterrupta merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Aeshnidae dengan ukuran tubuh yang besar. Capung ini memiliki abdomen yang ramping dengan ciri warna tubuh didominasi cokelat dan hijau dengan embelan yang panjang dan biasanya variasi embelan ini digunakan sebagai ciri pembeda spesies di dalam genusnya. Capung jenis ini hanya dijumpai di kawasan kolam, yakni tempat dengan naungan kanopi pohon yang rapat. Capung ini mampu terbang tinggi untuk meraih ranting-ranting maupun daun-daun pohon besar untuk hinggap dan istirahat, keadaan angin yang tenang mendukung pergerakan capung jenis ini karena kebiasaan terbangnya dengan jarak dekat. Gambar 22. Titik Perjumpaan Gynacantha subinterrupta 63 13. Ictinogomphus decoratus Tabel 16. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Ictinogomphus decoratus Gambar Spesimen Ciri Morfologi Ukuran besar, mata majemuk tidak berimpit berwarna hijau keabu-abuan, toraks berwarna hitam-hijau; Abdomen silinder berwarna hitam dengan bintik kuning di sisi anterodorsal, embelan hitam; Tungkai kekar dan pendek berwarna hitam kecokelatan; Betina dengan panjang tubuh 65,9 mm, sayap depan 40,5 mm, sayap ♀ © Hening Triandika Rachman belakang 38,5 mm, abdomen agak Lokasi: Waduk melengkung ke arah ventral dan memiliki cuping di segmen ke 8, di sisi ventral segmen 3 berwarna putih; Sayap transparan atau bening kecokelatan dengan venasi hitam. Lokasi Perjumpaan Waduk *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, Filum : Arthropoda L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 116), Kelas : Insekta Odonata dengan uraian di atas adalah Ordo : Odonata Ictinogomphus decoratus (Selys, 1854) Famili : Gomphidae Genus : Ictinogomphus Spesies : Ictinogomphus decoratus Ictinogomphus decoratus merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Gomphidae, disebut juga capung-tombak loreng dengan ciri badan yang besar kekar dan mata majemuk terpisah, warna tubuh didominasi hitam dan kuning. Capung jenis ini dijumpai di habitat waduk dengan kondisi kawasan terbuka tanpa naungan pada keadaan cerah. Capung ini dijumpai sedang terbang rendah mengitari sekitar kawasan waduk di sekitar eceng gondok. 64 Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 37), capung jenis ini memiliki daya jelajah yang luas dan bersifat soliter, dan merupakan predator ganas bagi serangga hama. Gambar 23. Titik Perjumpaan Ictinogomphus decoratus 65 14. Ischnura senegalensis Tabel 17. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Ischnura senegalensis Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 22 mm, sayap depan 14 mm, sayap belakang 13 mm, mata majemuk sisi atas hitam dan sisi bawah hijau kebiruan, toraks berwarna hijau kebiruan dengan garis hitam di sisi dorsal dan antero-lateral, abdomen sisi ventral hijau pucat dan sisi dorsal hitam di segmen 1-7 dan 910, segmen 8 biru, segmen 1, 2, 9, dan 10 berwarna biru di sisi lateral, ♂ © Hening Triandika Rachman sayap transparan dengan stigma sayap Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju depan berwarna hitam dan sayap Waduk belakang cokelat; Betina dengan panjang tubuh 29-31 mm, sayap depan 16-17,8 mm, sayap belakang 15-16,6 mm, mata majemuk seperti jantan, toraks berwarna kuning kecokelatan dengan garis hitam tebal di sisi dorsal dan cokelat muda di sisi antero-lateral, abdomen sisi dorsal segmen 1-10 berwarna hitam, sisi ventral segmen 1-2 kuning kecokelatan, segmen 3-6 hijau kebiruan, dan segmen 7-10 biru, sayap transparan dengan venasi dan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, Filum : Arthropoda dkk. (2013: 117-118), Odonata dengan Kelas : Insekta uraian di atas adalah Ischnura Ordo : Odonata senegalensis (Rambur, 1842) Famili : Coenagrionidae Genus : Ischnura Spesies : Ischnura senegalensis 66 Ischnura senegalensis merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Coenagrionidae, disebut juga capung-jarum sawah (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 116). Sesuai dengan namanya, capung ini biasanya mudah dijumpai di area persawahan (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 118), namun di sawah di kawasan Rawa Jombor, capung jenis ini sulit dijumpai. Hal ini dikarenakan sistem pertanian padi di kawasan Rawa Jombor yang selalu ditanami padi tanpa seling atau jeda, sehingga petak-petak sawah selalu diolah untuk bercocok tanam padi secara terus-menerus, hal ini berhubungan dengan penyemprotan insektisida yang dilakukan oleh petani terhadap hama tanaman terus bergulir dan memberikan dampak terhadap keberadaan capung di area persawahan terutama capung jarum karena jenis ini bukan penerbang yang kuat sehingga tidak dapat pergi terlalu jauh dari tempat berkembang biaknya di air. Hal yang lebih tidak menguntungkan bagi keberadaan capung jarum di lokasi sawah ini adalah petak-petak sawah yang ditanami padi tidak serempak usia padinya, sehingga penyemperotan insektisida tidak dalam periode yang serempak akan sering memutus siklus hidup capung di kawasan tersebut. Selain di kawasan sawah, I. senegalensis juga dijumpai di kawasan waduk dan sungai aliran masuk. Capung jenis ini dijumpai hinggap di daun-daun eceng gondok dan ujung ranting mati di sekitar ceruk-ceruk yang ada di waduk. Di kawasan sungai aliran masuk, capung jenis ini dijumpai pada bagian sungai yang tergenang di dekat pintu air sungai aliran masuk. Ischnura senegalensis dapat dijumpai di tempat terbuka tanpa naungan maupun tempat dengan naungan ketika berawan hingga cerah, capung jarum jenis ini termasuk penerbang lemah sehingga aktif terbang pada kondisi angin yang tenang. 67 Menurut Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 69), capung jenis ini tidak terlalu sensitif dengan gangguan di habitat terbuka seperti kolam dan sawah dengan aliran air tenang. Gambar 24. Titik Perjumpaan Ischnura senegalensis 68 15. Lathrecista asiatica Tabel 18. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Lathrecista asiatica Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 43-44 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 32-33 mm, toraks hijau pucat kekuningan dengan garisgaris hitam saat dewasa tertutup pruinescent berwarna abu-abu termasuk abdomen segmen 1-2 yang berwarna kuning kehijauan di bagian lateralnya, abdomen segmen 3-8 berwarna merah hingga merah ♂ © Hening Triandika Rachman tua, segmen 9-10 hitam dengan Lokasi: Kolam embelan hitam; Betina dengan panjang tubuh 41 mm, sayap depan 34 mm, sayap belakang 32,5 mm, abdomen berwarna kecokelatan dengan garis kuning kehijauan di tengah dorsal segmen 1-8, embelan hitam; Sayap transparan dengan venasi dan stigma hitam. Distal antenodal tidak lengkap, 15-17 antenodal pada sayap depan. Ujung-ujung sayap dekat ujung stigma berwarna cokelat. Lokasi Perjumpaan 1. Kolam 2. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Terence de Fonseka Filum : Arthropoda (2000: 148-149) dan Theischinger, G. Kelas : Insekta (2009: 122 & 144), Odonata dengan Ordo : Odonata uraian di atas adalah Lathrecista asiatica Famili : Libellulidae (Fabricius, 1798) Genus : Lathrecista Spesies : Lathrecista asiatica 69 Lathrecista asiatica merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh termasuk sedang, memiliki ciri yang mirip dengan A. insignis. Ciri pembeda di antara jantan kedua jenis ini adalah pada pola warna hitam pada ujung abdomen, jika pada L. asiatica segmen yang berwarna hitam adalah 9-10, maka pada A. insignis segmen yang berwarna hitam adalah segmen 8-10. Selain itu, jika dilihat dari sisi lateral, abdomen A. insignis tampak menyempit di bagian tengah, sedangkan L. asiatica tampak lurus dari pangkal hingga ujung. Lathrecista asiatica dijumpai di kawasan kolam dan sungai aliran keluar dengan tempat yang tertutup naungan pohon dengan kanopi rapat, sedang hinggap beristirahat di balik daun-daun atau di ranting pohon yang agak tinggi. Capung jenis ini dijumpai di dekat air tergenang ketika berawan. Capung ini biasanya tidak kuat berlama-lama terpapar sinar matahari langsung, sehingga hanya ditemukan di lokasi yang memiliki kanopi pohon yang rapat. Gambar 25. Titik Perjumpaan Lathrecista asiatica 70 16. Libellago lineata Tabel 19. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Libellago lineata Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan berwarna hijau dan hitam di bagian toraks, abdomen segmen 1-4 berwarna kuning tua, segmen 5-8 kuning dan hitam, segmen 9-10 hitam; Betina dengan panjang abdomen 13 mm, sayap depan 19,4 mm, sayap belakang 19,3 mm, warna toraks hijau kecokelatan dengan garisgaris hitam, abdomen cokelat muda ♂ © Ahmad Arifandy Hidayat dengan garis-garis hitam di sisi Lokasi: Sawah dorsal dan lateral, di kedua sisi samping segmen 8-10 terdapat cuping yang melebar; Sayap lebih panjang daripada abdomen, transparan dengan venasi sayap jantan berwarna hitam terkadang cokelat kemerahan di dekat pangkal dan stigma hitam, venasi sayap betina cokelat dengan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan Sawah *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, Filum : Arthropoda dkk. (2013: 102-103), Odonata dengan Kelas : Insekta uraian di atas adalah Libellago lineata Ordo : Odonata (Burmeister, 1839) Famili : Chlorocyphidae Genus : Libellago Spesies : Libellago lineata Libellago lineata merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Chlorocyphidae, capung ini disebut juga capung–batu kuning (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 102) dengan ciri sayap lebih panjang dari abdomen. Capung ini dapat 71 dijumpai di sekitar aliran air yang jernih dan terdapat banyak vegetasi yang tumbuh menaungi sekitar alirannya. Di kawasan Rawa Jombor, capung jenis ini dijumpai di kawasan sawah, namun bukan tepat di petak-petak sawah, tetapi di aliran irigasi di tepi sawah. Aliran ini memiliki air yang jernih dan terdapat pohon-pohon dengan kanopi besar dan semak-semak di sepanjang tepinya. Capung jenis ini dijumpai di tempat dengan naungan pohon di sepanjang aliran air di tepi sawah, hinggap pada ranting-ranting mati dan semak yang ada di sepanjang aliran air ketika kondisi berawan. Capung jenis ini memiliki kebiasaan tidak tahan berlama-lama di bawah terik matahari, sehingga senang beristirahat di tempattempat sejuk seperti di bawah kanopi pohon. Capung ini mampu terbang cepat dengan jarak tinggi menuju ke dahan-dahan pohon ketika terusik. Gambar 26. Titik Perjumpaan Libellago lineata 72 17. Neurothemis terminata Tabel 20. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Neurothemis terminata Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 39-42 mm, sayap depan 29-30,8 mm, sayap belakang 29-30 mm, tubuh dan ¾ dari kedua pasang sayapnya didominasi warna merah hati, mata majemuk sisi atas berwarna cokelat dan sisi bawah berwarna hijau, frons merah, toraks berwarna cokelat kemerahan, abdomen berwarna merah hati dengan pola ♂ © Hening Triandika Rachman hitam pada sisi dorsal dan lateral Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk yang semakin menebal ke arah posterior, segmen 10 hitam dengan embelan putih gading, sayap berwarna merah hati dari pangkal sampai ¾ sayap atau mencapai pertengahan stigma dan selebihnya transparan, stigma berwarna merah. Lokasi Perjumpaan 1. Rawa 2. Kolam 3. Sungai aliran keluar *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Shanti Susanti (1998: 54 & 68), Filum : Arthropoda Odonata dengan uraian di atas adalah Kelas : Insekta Neurothemis terminata (Ris, 1911) Ordo : Odonata Famili : Libellulidae Genus : Neurothemis Spesies : Neurothemis terminata Neurothemis terminata merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, memiliki ciri tubuh yang dominan berwarna merah hati. Sayap jantan capung jenis ini memiliki warna merah hati hingga merah kecokelatan dari pangkal hingga dekat ujung sayap, tidak seperti 73 kebanyakan jenis lain dari Famili Libellulidae yang ditemukan di kawasan Rawa Jombor yang memiliki sayap transparan. Capung jenis ini dijumpai di kawasan rawa, kolam, dan sungai aliran keluar, di tempat dengan naungan maupun tanpa naungan, lebih sering dijumpai di tempat tanpa naungan, dijumpai ketika kondisi cerah. Capung jenis ini sering dijumpai terbang rendah di antara rumput-rumput teki ataupun daun-daun eceng gondok. Tetapi, ketika terusik capung ini mampu terbang dengan jarak yang tinggi dan jauh dalam gerakan yang cepat. Gambar 27. Titik Perjumpaan Neurothemis terminata 74 18. Orthetrum sabina Tabel 21. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Orthetrum sabina Gambar Spesimen Ciri Morfologi Toraks berwarna hijau kekuningan dengan garis-garis hitam, abdomen segmen 1-3 menggembung secara dorso-ventral dan lateral dan berwarna kuning kehijauan dengan garis-garis hitam, segmen 4-6 berbentuk silinder tipis berwarna hitam dan di bagian lateral tengahnya putih, segmen 7-9 melebar secara dorso-ventral dan ♂ © Tria Septiani Subagyo berwarna hitam, segmen 10 sangat Lokasi: Rawa kecil berwarna hitam dan embelan berwarna putih; Sayap transparan dengan venasi hitam kecokelatan dan stigma cokelat, pada pangkal sayap belakang berwarna kuning kecokelatan; Jantan dengan panjang tubuh 4952,8 mm, sayap depan 34-36 mm, sayap belakang 33-35,3 mm, jarak antar embelan rapat. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa 4. Sungai aliran keluar 5. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Terence de Fonseka Filum : Arthropoda (2000: 154) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. Kelas : Insekta (2013: 70-71), Odonata dengan uraian di Ordo : Odonata atas adalah Orthetrum sabina (Drury, Famili : Libellulidae 1770) Genus : Orthetrum Spesies : Orthetrum sabina 75 Orthetrum sabina merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-sambar hijau (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 70) karena cirinya yang memiliki warna tubuh didominasi hijau dengan garis-garis hitam. Capung jantan dan betina dari jenis ini memiliki ciri yang sangat mirip pada fase pradewasa maupun dewasa. Capung ini sangat ganas sebagai predator, sering dijumpai sedang memangsa serangga lain seperti belalang dan lalat, maupun capung dari jenisnya sendiri. Capung jenis ini dapat dijumpai di banyak tempat, hampir di semua lokasi dapat dijumpai kecuali lokasi kolam. Dijumpai ketika keadaan mendung hingga cerah. Di kawasan waduk, sungai aliran masuk, rawa, sungai aliran keluar, dan sawah dapat dijumpai capung dari jenis ini baik di tempat terbuka tanpa naungan maupun di tempat dengan naungan, tetapi tidak dijumpai pada lokasi dengan kanopi rapat seperti di sekitar kolam. Gambar 28. Titik Perjumpaan Orthetrum sabina 76 19. Orthetrum testaceum Tabel 22. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Orthetrum testaceum Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 49,5 mm, sayap depan 38 mm, sayap belakang 36,3 mm, mata majemuk berwarna cokelat pudar keabuabuan, toraks berwarna jingga kecokelatan, abdomen dan embelan berwarna merah terang, sayap transparan dengan venasi dan stigma hitam dengan berkas cokelat di bagian ujung-ujung sayap dan ♂ © Tria Septiani Subagyo tepi sayap di sisi anal. Pangkal Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju sayap belakang berwarna jingga Waduk kecokelatan. Lokasi Perjumpaan Sungai aliran masuk *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, Filum : Arthropoda L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 179), Kelas : Insekta Odonata dengan uraian di atas adalah Ordo : Odonata Orthetrum testaceum (Burmeister, 1839) Famili : Libellulidae Genus : Orthetrum Spesies : Orthetrum testaceum Orthetrum testaceum merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang. Capung jenis ini dapat dijumpai di lokasi terbuka dengan naungan maupun tanpa naungan pada keadaan cerah di kawasan sungai aliran keluar. Capung ini memiliki ciri abdomen berwarna merah terang dengan toraks berwarna jingga kecokelatan, dan sayap transparan. Ukuran tubuh yang sedang mendukung kemampuan terbangnya, ketika dijumpai capung ini aktif terbang tinggi, hanya sesekali hinggap di ranting mati. 77 Gambar 29. Titik Perjumpaan Orthetrum testaceum 78 20. Pantala flavescens Tabel 23. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pantala flavescens Gambar Spesimen Ciri Morfologi Abdomen berwarna cokelat kekuningan atau jingga kemerahan, di sisi dorsal segmen 4-10 terdapat bercak hitam yang melebar dan menebal di segmen 8-9, embelan hitam dengan pangkal berwarna kuning; Jantan dengan panjang tubuh 42-46 mm, sayap depan 40-41 mm, sayap belakang 38-39 mm; ♀ © Tria Septiani Subagyo Betina dengan panjang tubuh 50,5Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju 53 mm, sayap depan 42-44,7 mm, Waduk sayap belakang 39-42,7 mm; Sayap belakang melebar, transparan dengan venasi cokelat dan stigma jingga kecokelatan, pada ujungujung sayap terdapat bercak berwarna cokelat gelap melebihi posisi stigma, di pangkal sayap belakang terdapat corak putih kecil di dekat pola kuning ke arah anal. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa 4. Sungai aliran keluar 5. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Theischinger, G. Filum : Arthropoda (2009: 124), Odonata dengan uraian di Kelas : Insekta atas adalah Pantala flavescens Ordo : Odonata (Fabricius, 1798) Famili : Libellulidae Genus : Pantala Spesies : Pantala flavescens 79 Pantala flavescens merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung kembara. Capung jenis ini memiliki kemampuan terbang yang kuat, didukung dengan morfologi sayap belakang yang lebar, sering dijumpai terbang berkelompok di tempattempat yang luas terbuka, ketika pengamatan teramati mulai hinggap untuk istirahat ketika menuju tengah hari pada kondisi cerah. Capung ini dijumpai hampir di semua lokasi, yakni di kawasan waduk, sungai aliran masuk, rawa, sungai aliran keluar, dan sawah, hanya di kawasan kolam tidak dijumpai capung jenis ini karena di sekitar kolam merupakan tempat dengan pohon-pohon besar berkanopi rapat, hanya di bagian tengah kolam yang tidak tertutup kanopi pohon, sehingga kurang mendukung bagi kebiasaan capung jenis ini untuk terbang secara berkelompok di sekitar kawasan kolam. Gambar 30. Titik Perjumpaan Pantala flavescens 80 marcha conggener 21. Potam Tabel 24. Gambar Sppesimen, Cirri Morfolog gi, Lokasi Peerjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Potamarchha congenerr Gambar Spesimen Ciri Morfoologi S Abdomen segmen 1-7 memilliki garis berwarna kuningg si sepanjaang gan sisi dorsal, sayap transsparan deng venasi daan stigma hitam, paada ujung-ujunng sayap teerdapat berccak berwarna cokelat; c Jantan denngan panjangg tubuh 46--48 mm, sayapp depan 35 mm, say yap belakang 32,5-34 3 mm m, toraks hijjau pucat-kekuuningan deengan garris♀ © Tria Septiani Suubagyo garis hitam m, abdomenn segmen 1-8 Lokasi: Suungai Alirann Masuk meenuju berwarna kuning k tua di sisi laterral, Waduk selebihnya hitam, toraks dan d abdomen tertutupi pruinesccent berwarna biru keabbu-abuan saat s dewasa, abdomen segmen 1-3 tertutupi prruinescent ddi seluruh sisi, s sedangkan 4-10 haanya di sisi s ventral, em mbelan hitam m; Betina denngan panjang tubuh 44--46 mm, sayapp depan 36,5 mm, say yap belakang 36 mm, warna tub buh mirip denggan jantan m muda, terdaapat cuping berwarna b hitam yaang melebar di segmen 8. Lokasi Peerjumpaan 1. Sungai aliran masuuk 2. Rawa 3. Sungai aliran keluaar 4. Sawah *tempat teerbuka denggan naungann dan tanpa naungan Identifikaasi Klasifikasii Berdasarkkan deskrripsi yangg yang Kingdom : Animalia dikemukakkan oleh Terence T de Fonseka Filum : Arthropodda (2000: 156-157), Odonata dengaan uraian Kelas : Insekta di atas adalah a Pottamarcha congener Ordo : Odonata (Rambur, 1842) Famili : Libelluliddae Genus : Potamarccha Spesies : Potamarccha congeneer 81 Potamarcha congener merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang. Capung jenis ini dijumpai di tempat terbuka, baik tanpa naungan maupun dengan naungan, senang hinggap di ujungujung ranting mati baik di tempat yang rendah maupun di tempat yang agak tinggi. Di kawasan aliran sungai, capung ini sering dijumpai terbang menyusuri aliran sungai dan hinggap di ranting-ranting mati yang ada di tepi-tepi sungai. Capung ini lebih mudah dijumpai aktif terbang di dekat air ketika hari cerah. Di kawasan Rawa Jombor, capung jenis ini dapat dijumpai di kawasan sungai aliran masuk, rawa, sungai aliran keluar, dan sawah. Gambar 31. Titik Perjumpaan Potamarcha congener 82 22. Pseudagrion microcephalum Tabel 25. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pseudagrion microcephalum Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 33,5-35 mm, sayap depan 13-19 mm, sayap belakang 12-18 mm, toraks berwarna biru dan terdapat garis hitam tipis di sisi dorsal dan antero-lateral, mata majemuk bagian atas berwarna biru tua kehitaman dan bagian bawah biru muda dengan titik hitam di bagian tengah, abdomen bagian dorsal hitam dan bagian ventral biru di segmen 2-7, segmen 1 dan 8-10 berwarna ♂ © Tria Septiani Subagyo biru dengan bercak hitam di sisi dorsal Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari segmen 10, embelan superior lebih Waduk panjang daripada inferior dan berbentuk V berwarna hitam; Betina berwarna lebih pucat daripada jantan, toraks berwarna hijau kebiruan dengan garis hitam di sisi dorsal, garis cokelat di sisi antero-lateral, abdomen berwarna hitam di sisi dorsal, berwarna hijau pucat kebiruan di sisi lateral hingga ventral; Sayap transparan dengan venasi hitam dan stigma cokelat tua. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Theischinger, G. Filum : Arthropoda (2009: 60) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. Kelas : Insekta (2013: 120-121), Odonata dengan uraian Ordo : Odonata di atas adalah Pseudagrion Famili : Coenagrionidae microcephalum (Rambur, 1842) Genus : Pseudagrion Spesies : Pseudagrion microcephalum Pseudagrion microcephalum merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Coenagrionidae, disebut juga capung-jarum kepala-kecil (Wahyu Sigit 83 Rhd., dkk., 2013: 120). Tubuh capung jenis ini didominasi oleh warna biru dan hitam, terutama pada jantan. Capung ini dijumpai di kawasan waduk dan sungai aliran keluar, hinggap di daun-daun rumput atau daun dan batang tanaman air, dapat dijumpai ketika gerimis hingga cerah. Capung jarum ini bukan penerbang kuat, sehingga dijumpai tidak jauh dari air. Gambar 32. Titik Perjumpaan Pseudagrion microcephalum 84 23. Pseudagrion rubriceps Tabel 26. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Pseudagrion rubriceps Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 37-38 mm, sayap depan 18,5-20 mm, sayap belakang 17,5-18 mm, frons dan sebagian mata majemuk berwarna jingga, toraks berwarna biru dan metalik jingga kehijauan di sisi dorsal, terdapat garis hitam di sisi dorsal dan antero-lateral toraks, abdomen segmen 2-7 berwarna hitam di sisi dorsal dan biru di sisi ♂ © Hening Triandika Rachman ventral, segmen 1 dan 8-10 biru Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju dengan bercak hitam di ujung segmen 8-9 di sisi dorsal; Waduk Betina dengan panjang tubuh 30,7 mm, sayap depan 16,5 mm, sayap belakang 15,5 mm, mata majemuk sisi atas cokelat dan hijau kekuningan di sisi bawah, warna toraks hijau pucat dengan garis hitam tebal di sisi dorsal dan cokelat di sisi antero-lateral, abdomen segmen 1 berwarna hijau pucat, segmen 2-10 berwarna hitam di sisi dorsal, hijau pucat di sisi lateral dan kebiruan di sisi ventral; Sayap transparan dengan venasi dan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan 1. Sungai aliran masuk 2. Rawa * tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, Filum : Arthropoda dkk. (2013: 126-127), Odonata dengan Kelas : Insekta uraian di atas adalah Pseudagrion Ordo : Odonata rubriceps (Selys, 1876) Famili : Coenagrionidae Genus : Pseudagrion Spesies : Pseudagrion rubriceps 85 Pseudagrion rubriceps merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Coenagrionidae, disebut juga capung-jarum metalik (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 126), memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada P. microcephalum. Capung jenis ini memiliki ciri mata majemuk yang berwarna jingga kehijauan dan bagian toraks sisi dorsal yang bercorak metalik. Capung ini dapat dijumpai di tempat-tempat dengan air tergenang maupun mengalir di sekitar kawasan sungai aliran masuk dan rawa. Teramati ketika sedang kopulasi di sekitar air yang tenang di sungai aliran masuk, telur-telur diselipkan oleh capung betina pada batang tumbuhan air yang terendam air, sehingga separuh abdomen betina dicelupkan ke dalam air, sedangkan jantan berada di dekat tempat meletakkan telur, hinggap pada daun tumbuhan air. Capung jenis ini dapat dijumpai aktif ketika berawan hingga cerah pada tempat dengan naungan maupun tempat terbuka tanpa naungan. Pseudagrion rubriceps bukan penerbang kuat, sehingga lebih sering dijumpai di dekat air, tetapi jenis ini mampu terbang cepat ketika terusik. Capung jantan lebih sering dijumpai hinggap di tumbuhan-tumbuhan air, sedangkan betina sering teramati hinggap pada semak-semak di tepi sungai. Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 127), capung jenis ini aktif terbang ketika pagi dan siang hari, hinggap di daun atau tanaman air, dan biasanya melakukan kopulasi ketika siang hari. Hal ini juga teramati ketika pengamatan, jenis ini dijumpai sedang melakukan kopulasi di bagian air menggenang, di sekitar tanaman-tanaman air. 86 Gambar 33. Titik Perjumpaan Pseudagrion rubriceps 87 24. Rhodothemis rufa Tabel 27. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Rhodothemis rufa Gambar Spesimen Ciri Morfologi Antenodal crossveins berjumlah lebih dari sembilan, mata majemuk berdekatan namun tidak rapat; Jantan dengan panjang tubuh 44,8 mm, sayap depan 35 mm, sayap belakang 34 mm, frons berwarna merah, mata majemuk dan toraks berwarna merah kecokelatan, abdomen merah tanpa bercak hitam dan embelan merah, terdapat garis ♂ © Tria Septiani Subagyo merah sepanjang dorsal toraks dari Lokasi: Kolam dekat mata majemuk hingga pangkal abdomen bercorak metalik; Sayap transparan dengan venasi cokelat dan stigma cokelat pudar, di pangkal sayap belakang terdapat bercak berwarna cokelat terang. Lokasi Perjumpaan Kolam *tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, Filum : Arthropoda dkk. (2013: 78-79), Odonata dengan Kelas : Insekta uraian di atas adalah Rhodothemis rufa Ordo : Odonata (Rambur, 1842) Famili : Libellulidae Genus : Rhodothemis Spesies : Rhodothemis rufa Rhodothemis rufa merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-merah punggungmetalik (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 78). Jantan jenis ini memiliki tubuh berwarna dominan merah dengan sayap transparan, mirip dengan O. testaceum, tetapi dibedakan dengan ciri pada R. rufa terdapat garis metalik pada bagian 88 dorsal toraks hingga pangkal abdomen. Capung jenis ini hanya dijumpai di kawasan kolam di tempat yang terbuka tanpa naungan maupun di tempat dengan naungan kanopi pohon, hinggap pada daun-daun eceng gondok yang tumbuh di tengah kolam. Capung ini dijumpai ketika berawan, terbang rendah berpindah dari daun satu ke daun eceng gondok lainnya, sangat mudah terusik dengan gerakangerakan di sekitarnya. Gambar 34. Titik Perjumpaan Rhodothemis rufa 89 25. Tholymis tillarga Tabel 28. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Tholymis tillarga Gambar Spesimen Ciri Morfologi Jantan dengan panjang tubuh 44-47 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 33,5-34,5 mm, mata majemuk sisi atas berwarna merah dan sisi bawah berwarna hijau dengan titik hitam di tengahnya, toraks dan abdomen berwarna jingga kemerahan hingga jingga kecokelatan, ciri utama adalah di bagian sayap belakang terdapat ♂ © Tria Septiani Subagyo bercak berwarna cokelat dari Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari pangkal hingga ¼ bagian sayap dan berwarna putih di ujung bercak Waduk cokelat tersebut serta bercak cokelat tipis di pangkal sayap depan; Betina dengan panjang tubuh 4243,5 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 33,5-34,8 mm, warna tubuh cokelat kekuningan, sayap memiliki bercak seperti pada jantan, tetapi tidak ada bercak putih di ujungnya, embelan berwarna hitam di bagian ujung; Sayap dengan venasi hitam dan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Kolam 4. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang Kingdom : Animalia dikemukakan oleh Theischinger, G. Filum : Arthropoda (2009: 121) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. Kelas : Insekta (2013: 81-83), Odonata dengan uraian di Ordo : Odonata atas adalah Tholymis tillarga (Fabricius, Famili : Libellulidae 1798) Genus : Tholymis Spesies : Tholymis tillarga 90 Tholymis tillarga merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-sambar senja (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 81). Capung ini dijumpai sedang hinggap beristirahat di daun-daun pohon di dekat sumber air, seperti di kawasan sungai aliran masuk, kolam, dan sungai aliran keluar. Dijumpai satu kali hinggap di tumbuhan air di waduk yang terbuka karena capung tersebut baru keluar dari nimfa. Capung jenis ini sering dapat dijumpai di tempat-tempat dengan naungan yang rapat pada kondisi gerimis hingga berawan. Gambar 35. Titik Perjumpaan Tholymis tillarga 91 26. Urothemis signata Tabel 29. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Urothemis signata Gambar Spesimen Ciri Morfologi Sisi dorsal abdomen memiliki pola hitam yang menebal di segmen 8-9; Jantan dengan panjang tubuh 43-46, sayap depan 33-38 mm, sayap belakang 31-36 mm, mata majemuk bagian atas merah gelap dan bagian bawah cokelat gelap, toraks dan abdomen berwarna merah kecokelatan atau merah terang, embelan merah; Betina dengan panjang tubuh 42,3-45 mm, sayap depan 35-36,4 mm, sayap belakang 32-34,9 mm, mata majemuk bagian atas berwarna merah kecokelatan dan bagian bawah abuabu, toraks dan abdomen berwarna jingga kemerahan; Sayap transparan dengan venasi merah dan stigma cokelat gelap, di pangkal sayap belakang berwarna cokelat hingga kehitaman. Antenodal crossveins berjumlah kurang dari sembilan. ♂ © Tria Septiani Subagyo Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk Lokasi Perjumpaan 1. Waduk 2. Sungai aliran masuk 3. Rawa 4. Sungai aliran keluar 5. Sawah *tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Theischinger, G. (2009: 116) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 90-91), Odonata dengan uraian di atas adalah Urothemis signata (Rambur, 1842) Klasifikasi Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta : Odonata : Libellulidae : Urothemis : Urothemis signata Urothemis signata merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-jemur bercakhitam (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 90) karena kebiasaannya pada hari yang 92 terik sering ditemukan hinggap di ujung-ujung tertinggi bagian tumbuhan seperti daun eceng gondok, ujung bunga jantan tanaman jagung, dan ujung-ujung ranting tumbuhan atau pohon yang tidak berdaun di tempat-tempat terbuka. Ciri utama dari jenis ini adalah bercak hitam yang terdapat pada ujung abdomennya. Tubuh jantan dewasa umumnya berwarna merah dengan toraks gelap dan betina memiliki warna kuning hingga jingga kemerahan. Capung jenis ini banyak dijumpai aktif di tempat terbuka tanpa naungan terbang di atas tanaman air dan semak-semak ketika berawan hingga cerah. Urothemis signata merupakan capung yang paling sering dijumpai di berbagai lokasi, kecuali di kawasan kolam tidak dijumpai satu pun dari jenis ini karena kawasan kolam merupakan lokasi dengan kanopi pohon yang rapat kurang sesuai bagi kebiasaan U. signata yang aktif pada tempat terbuka tanpa naungan. Gambar 36. Titik Perjumpaan Urothemis signata 93 27. Zyxomma obtusum Tabel 30. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Zyxomma obtusum Gambar Spesimen Ciri Morfologi Tubuh jantan berwarna putih dan betina berwarna cokelat, pada abdomen segmen ke 4 sedikit menyempit di bagian anterior, segmen 1-3 menggembung secara dorso-ventral dan lateral; Jantan dengan panjang tubuh 49,2 mm, sayap depan 37,5 mm, sayap belakang 37 mm, sayap berwarna putih dari pangkal sampai batas ♂ © Hening Triandika Rachman stigma dan sisanya sampai ujung Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk sayap berwarna cokelat tua; Betina dengan panjang tubuh 47,8 mm, sayap depan 36,4 mm, sayap belakang 36 mm, sayap transparan dengan ujung berwarna cokelat sperti jantan; Venasi sayap hitam dengan stigma cokelat. Lokasi Perjumpaan 1. Kolam 2. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 93- Filum : Arthropoda 94), Odonata dengan uraian di atas Kelas : Insekta adalah Zyxomma obtusum (Albarda, Ordo : Odonata 1881) Famili : Libellulidae Genus : Zyxomma Spesies : Zyxomma obtusum Zyxomma obtusum merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh termasuk sedang, disebut juga capung-sambar putih. Ciri utama capung jantan dari jenis ini adalah tubuh dan sayapnya didominasi warna putih, sedangkan tubuh betina berwarna cokelat dengan sayap 94 transparan. Capung jenis ini dijumpai di tempat dengan naungan sedang beristirahat hinggap di ranting-ranting maupun di balik daun-daun pohon yang rindang. Capung ini tidak terlalu kuat terhadap paparan sinar matahari dengan intensitas tinggi, sehingga pada siang hari hanya dijumpai sedang hinggap beristirahat di tempat dengan naungan kanopi-kanopi pohon besar. Capung jenis ini dijumpai ketika cuaca berawan pada kawasan kolam dan kawasan sungai aliran keluar di dekat sumber air yang menggenang. Gambar 37. Titik Perjumpaan Zyxomma obtusum 95 28. Zyxomma petiolatum Tabel 31. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Zyxomma petiolatum Gambar Spesimen Ciri Morfologi Betina dengan panjang tubuh 49 mm, sayap depan 31,6 mm, sayap belakang 32 mm, mata majemuk berwarna hijau di bagian atas dan abu-abu di bagian bawah, warna tubuh dan tungkai cokelat, bentuk abdomen sangat ramping, segmen 1-3 menggembung ke arah dorsoventral dan lateral, tetapi lebih condong ke arah ventral, sisi lateral ♀ © Hening Triandika Rachman segmen 4 menyempit lalu segmen Lokasi: Kolam 5-7 melebar kemudian menyempit kembali di segmen 8-10; Sayap transparan dengan venasi hitam dan stigma cokelat, pangkal sayap berwarna cokelat. Lokasi Perjumpaan Kolam *tempat dengan naungan Identifikasi Klasifikasi Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan Kingdom : Animalia oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Filum : Arthropoda Hämäläinen, M. (2010: 206), Odonata Kelas : Insekta dengan uraian di atas adalah Zyxomma Ordo : Odonata petiolatum (Rambur, 1842) Famili : Libellulidae Genus : Zyxomma Spesies : Zyxomma petiolatum Zyxomma petiolatum merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang. Ketika pengamatan hanya individu betina yang dijumpai di kolam. Capung jenis ini memiliki ciri tubuh yang mirip dengan Z. obtusum, tetapi pemanjangan abdomen Z. petiolatum lebih ramping. Selain ciri tubuh, karakter tempat dijumpainya capung jenis ini pun sama dengan 96 Z. obtusum, yakni dijumpai sedang beristirahat hinggap di tempat dengan naungan berkanopi rapat. Gambar 38. Titik Perjumpaan Zyxomma petiolatum Berdasarkan jenis-jenis di atas diketahui ada enam famili capung yang dijumpai. Famili yang termasuk capung jarum antara lain Chlorocyphidae, Coenagrionidae, dan Paltycnemididae, famili yang termasuk capung biasa antara lain Aeshnidae, Gomphidae, dan Libellulidae. Di lokasi pengamatan kawasan waduk dijumpai 15 jenis, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk dijumpai 14 jenis, kawasan rawa dijumpai 12 jenis, kawasan kolam dijumpai 11 jenis, kawasan sungai aliran keluar dari waduk dijumpai 16 jenis, dan kawasan sawah dijumpai 10 jenis. Famili Chlorocyphidae, Platycnemididae, Aeshnidae, dan 97 Gomphidae, adalah yang paling sedikit dijumpai jenisnya, hanya satu atau dua jenis saja dari masing-masing famili dan hanya dijumpai pada satu lokasi pengamatan, kecuali Famili Platycnemididae, yakni C. marginipes yang dijumpai di empat lokasi dari enam lokasi yang diamati. Sedangkan Famili Coenagrinodae dan Libellulidae dijumpai dengan jenis paling banyak dan dijumpai di berbagai lokasi pengamatan. C. Tingkat Keanekaragaman Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor Tabel 32. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Berbagai Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor dan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung Kawasan Rawa Jombor No. Lokasi Pengamatan H’ Keterangan 1 Kawasan Waduk 1,64 Sedang 2 Kawasan Sungai Aliran Masuk Menuju Waduk 1,77 Sedang 3 Kawasan Rawa 2,23 Sedang 4 Kawasan Kolam 2,00 Sedang 5 Kawasan Sungai Aliran Keluar dari Waduk 2,09 Sedang 6 Kawasan Sawah 1,73 Sedang Keanekaragaman Capung Kawasan Rawa Jombor 2,57 Sedang Sumber: Analisis Data Primer (2016) Nilai indeks keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor sebesar 2,57 termasuk kategori sedang dan nilai indeks keanekaragaman jenis capung di enam lokasi pengamatan masing-masing, yakni kawasan waduk 1,64, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk 1,77, kawasan rawa 2,23, kawasan kolam 2,00, kawasan sungai aliran keluar dari waduk 2,09, dan kawasan sawah 1,73. Seluruh kawasan lokasi pengamatan memiliki tingkat keanekaragaman jenis capung sedang. Pada enam lokasi pengamatan, nilai keanekaragaman jenis capung tertinggi ≥ 2 adalah di kawasan rawa, diikuti oleh kawasan sungai aliran keluar, dan kawasan kolam, ketiga kawasan ini merupakan kawasan yang tidak banyak 98 aktivitas manusia yang dapat mengganggu aktivitas capung di kawasan tersebut, sedangkan kawasan waduk, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, dan kawasan sawah memiliki nilai keanekaragaman jenis capung yang lebih rendah < 2 dibandingkan dengan kawasan lainnya. Ketiga kawasan yang memiliki nilai keanekaragaman capung lebih rendah berbatasan langsung dengan atau merupakan lahan pertanian, yakni sawah dan lahan jagung, banyak dijumpai aktivitas manusia di sana. Menurut Magdalena P. N., dkk. (2014: 13-22), aktivitas manusia di sekitar badan air dapat menyebabkan pencemaran badan air sehingga menyebabkan lebih rendahnya tingkat keanekaragaman jenis capung, seperti di tiga lokasi di atas. Jika adanya aktivitas manusia pada suatu kawasan yang cocok bagi aktivitas capung menyebabkan gangguan bagi capung, maka aktivitas capung seperti berburu, berkembang biak, dan berlindung pun akan terganggu dengan ditandai tidak hadirnya jenis capung pada kawasan tersebut. 99 Indeks Keaanekaragam man Jenis (H') Capun ng pada Beerbagai Lokasi di d Kawasan n Rawa Jom mbor 2.5 2 Indeks Keanekaragaman Jeniss H'≤1≤3, Sedang 1.5 1 0.5 Kawasan Sawah Kawasan Sungai Aliran Keluar dari Waduk Kawasan Kolam Kawasan Rawa Kawasan Sungai Aliran Masuk Menuju Waduk K Kawasan W Waduk d k 0 Grafikk 1. Perbandingan Nilaai Indeks Keeanekaragam man Jenis C Capung padaa Berbagaai Lokasi Peengamatan di d Kawasann Rawa Jom mbor mlah kompoonen utama, yakni perrtama Keanekaraagaman jennis mempunnyai sejum disebut seebagai kekaayaan jeniss, kedua ad dalah kesam marataan daalam pembagian individu di d antara jeenis (Odum m, 1993: 185 5). Pada Grafik G 1, perrbandingan nilai indeks keanekaragam man jenis capung padaa berbagai lokasi penggamatan, teerlihat tingkat keeanekaragam man capunng di kawaasan rawa lebih tingggi dibandin ngkan kawasan waduk, kaw wasan sunggai aliran masuk mennuju wadukk, dan kaw wasan un ketiga kawasan k teersebut mem miliki sungai aliiran keluar dari waduuk, meskipu jumlah jeenis capunng lebih banyak b dib bandingkan kawasan rawa. Haal ini menunjukkkan bahwaa tingkat keanekarag gaman jenis tidak haanya ditenttukan berdasarkaan jumlah jenis capunng yang diitemukan, tetapi t juga ditentukan oleh jumlah inddividu tiap jenis j capungg. 100 Kemelim mpahan Reelatif Jeniss (Pi) Capu ung Kawasaan Rawa Jom mbor 15.57 11.42 2.88 2.42 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 0.00 0.69 0.35 2.00 0.35 4.00 0.35 6.00 0.46 1.38 0.23 3.23 2.19 0.12 0.81 0.12 8.00 Kemelimpahan Relatif (%) 3.23 2.08 0.46 0.69 5.88 6.92 10.00 0.12 12.00 4.73 14.00 0.35 0.81 16.00 14.99 18.00 17.19 20.00 Grafikk 2. Nilai Kemelimpah K han Relatif Setiap S Jenis Capung di Kawasan Rawa Jomb bor Keterangan: K Zyygoptera Chlorocypphidae 1. Libeellago lineata Coenagrioonidae 2. Agriiocnemis fem mina 3. Agriiocnemis pyygmaea 4. Ischhnura seneggalensis 5. Pseuudagrion microcephaluum 6. Pseuudagrion ruubriceps Platycnem mididae 7. Coppera marginipes Anisopterra Aeshnnidae 8. Anax guttatus upta 9. Gynacantha subinterru Gompphidae 100. Ictinogom mphus decorratus Libelluulidae 11. Acisoma panorpoides 12. Aethriamanta aethra 13. Agrionopteera insigniss a 14. Brachydipllax chalibea 15. Brachythem mis contaminata 16. Crocothem mis servilia 17. Diplacodess trivialis 18. Lathrecistaa asiatica mis terminatta 19. Neurothem 20. Orthetrum sabina 21. Orthetrum testaceum 22. Pantala flaavescens 23. Potamarchha congenerr mis rufa 24. Rhodothem 25. Tholymis ttillarga 26. Urothemis signata 27. Zyxomma oobtusum 28. Zyxomma ppetiolatum 101 Kemelimpahan relatif merupakan persentase jumlah individu satu jenis capung dari seluruh jenis capung yang ditemukan. Beberapa jenis capung memiliki nilai kemelimpahan relatif tertinggi, lebih dari 10% (Grafik 2), yakni Agriocnemis femina 14,99%, Acisoma panorpoides 11,42%, Orthetrum sabina 15,57%, dan Urothemis signata 17,19%. Menurut Odum (1993: 185), kemelimpahan relatif yang berbanding lurus dengan dominansi akan tinggi seiring dengan rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis. Kemelimpahan relatif keempat jenis capung di atas tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya yang ditemukan di seluruh lokasi pengamatan, dan keempat jenis capung tersebut melimpah di tiga lokasi yang memiliki nilai keanekaragaman capung lebih rendah, yakni Acisoma panorpoides dan Urothemis signata melimpah di kawasan waduk, Agriocnemis femina melimpah di kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, dan Orthetrum sabina melimpah di kawasan sawah (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan pembagian jumlah individu di antara jenis tidak merata, sehingga ada jenis-jenis capung dengan jumlah individu jauh lebih banyak atau melimpah daripada individu jenis capung lainnya pada lokasi pengamatan di kawasan Rawa Jombor. 102 D. Faktor Abiotik Kawasan Rawa Jombor Pengukuran terhadap faktor-faktor abiotik di setiap lokasi pengambilan data jenis capung dilakukan secara kuantitatif dan didapatkan rentang intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan pH air untuk kawasan Rawa Jombor sebagai berikut. Tabel 33. Rentang Nilai Faktor Abiotik di Kawasan Rawa Jombor Waktu Pengukuran Intensitas Cahaya (lux) Suhu Udara (ºC) Kecepatan Angin (m/s) 08.00-11.00 104-1238 28-37 0-6,4 Intensitas cahaya yang terukur di kawasan Rawa Jombor bervariasi dalam rentang 104-1238 lux. Kondisi penutupan vegetasi di sekitar kawasan pengamatan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang sampai pada permukaan tanah, semakin terbuka maka semakin besar intensitas cahaya yang diterima (Arellea Revina Dewi, 2015: 59). Pada lokasi pengamatan, lokasi-lokasi dengan kawasan terbuka seperti kawasan waduk, rawa, dan sawah memiliki nilai intensitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan kawasan kolam, sungai aliran masuk menuju waduk, dan sungai aliran keluar dari waduk. Intensitas cahaya mempengaruhi perilaku dan penyebaran hewan (Michael, 1994: 16), faktor abiotik utama yang mempengaruhi aktivitas capung dewasa untuk aktivitas terbang adalah intensitas cahaya yang berbanding lurus dengan suhu udara. Capung merupakan serangga yang termasuk dalam golongan hewan yang memperoleh panas dari lingkungan untuk menaikkan suhu tubuhnya (Agus Dharmawan, 2005: 20), sehingga suhu lingkungan menentukan suhu tubuh bagi capung. Sejatinya, capung memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuhnya, 103 tetapi kemampuan ini sangat terbatas. Jika suhu lingkungan ekstrem rendah di bawah ambang toleransi, capung akan mati karena metabolisme tubuh terhambat. Jika suhu lingkungan rendah namun masih dapat ditoleransi oleh capung, metabolisme tubuh akan terbatas, sehingga aktivitas gerak capung akan sangat berkurang. Ketika pengamatan, kebiasaan capung yang teramati yang berhubungan dengan suhu lingkungan adalah jika suhu udara terasa terlalu panas, capung akan berlindung di tempat-tempat yang teduh, hal ini agar suhu tubuhnya tidak terlalu tinggi akibat pengaruh suhu lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, suhu lingkungan menjadi faktor pembatas bagi aktivitas capung, yakni mempengaruhi kebiasaan terbang capung dewasa. Rentang suhu udara 28ºC sampai dengan 37ºC yang terukur pada kisaran pukul 08.00-11.00 setiap harinya selama pengamatan menjadi rentang suhu udara yang optimum secara umum bagi capung di kawasan Rawa Jombor untuk beraktivitas. Aktivitas organisme dapat juga dibatasi oleh angin (Michael, 1994: 32), kecepatan angin yang terukur di kawasan Rawa Jombor pada rentang 0-6,4 m/s menjadi rentang kecepatan angin bagi aktivitas jenis-jenis capung yang dijumpai di kawasan Rawa Jombor, ketika kecepatan angin semakin kencang teramati semakin sedikit capung yang dijumpai terbang, capung-capung mulai hinggap pada ujung-ujung tanaman, terutama capung-capung jarum yang merupakan penerbang lemah. 104 E. Mangsa Capung Kawasan Rawa Jombor Berikut ini data mengenai jenis capung pemangsa dan mangsa capung yang teramati selama pengamatan di berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor. Tabel 34. Mangsa Capung di Kawasan Rawa Jombor No. Spesies Capung Mangsa 1 Diptera Agriocnemis femina 2 Arachnida, Diptera Ischnura senegalensis 3 Lepidoptera, Orthetrum sabina Orthetrum sabina 4 Hymenoptera Pseudagrion rubriceps 5 Orthoptera Urothemis signata Data di atas menunjukkan mangsa capung yang teramati selama pengamatan, capung merupakan serangga karnivora, semua mangsa yang teramati adalah dari golongan serangga sendiri, kecuali Arachnida. Orthetrum sabina sering teramati memakan jenisnya sendiri (kanibal). Dua di antara jenis mangsa merupakan golongan serangga yang dapat menjadi hama tanaman pangan, yakni Lepidoptera dan Orthoptera. Kebiasaan capung memangsa serangga lain seperti ini dapat memberikan manfaat bagi manusia sebagai predator alami bagi serangga hama pemakan tanaman pangan dan pengendali hayati (Wakhid, dkk., 2014: 42). 105 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Jenis-jenis capung di kawasan Rawa Jombor dari enam lokasi pengamatan ada 28 jenis, antara lain capung jarum dari Famili Chlorocyphidae 1 jenis, Famili Coenagrionidae 5 jenis, dan Famili Platycnemididae 1 jenis; capung biasa dari Famili Aeshnidae 2 jenis, Famili Gomphidae 1 jenis, dan Famili Libellulidae 18 jenis. Jumlah jenis dan individu terbanyak dari Famili Coenagrionidae dan Libellulidae, sedangkan yang paling sedikit dari Famili Gomphidae. 2. Tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor 2,57 termasuk dalam kategori sedang. Nilai keanekaragaman jenis capung di enam lokasi pengamatan masing-masing, yakni kawasan waduk 1,64 (terendah) dengan 15 jenis capung, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk 1,77 dengan 14 jenis capung, kawasan rawa 2,23 (tertinggi) dengan 12 jenis capung, kawasan kolam 2,00 dengan 11 jenis capung, kawasan sungai aliran keluar dari waduk 2,09 dengan 16 jenis capung, dan kawasan sawah 1,73 dengan 10 jenis capung. B. Saran Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian keanekaragaman capung di kawasan Rawa Jombor pada musim kemarau, peralihan musim kemarau ke musim hujan, dan peralihan musim hujan ke musim kemarau untuk melengkapi data keanekaragaman capung Rawa Jombor, selain itu perlu dilakukan pengamatan jenis nimfa pada masing-masing lokasi pengamatan untuk mengetahui penyebaran jenis nimfa di kawasan Rawa Jombor. Data penelitian ini 106 dapat dituangkan ke dalam bentuk media yang lebih mudah diakses untuk mengetahui jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor. 107 DAFTAR PUSTAKA Agus Dharmawan, Ibrohim, Hawa Tuarita, Hadi Suwono, & Pudyo Susanto. (2005). Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang. Arellea Revina Dewi. (2015). Keanekaragaman Jenis dan Distribusi Burung berdasarkan Ketinggian di Lereng Utara dan Lereng Selatan Gunung Merapi. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Balai TNGM. (2011). Survey Kondisi Tumbuhan dan Satwa Liar Taman Nasional Gunung Merapi Paska Erupsi Tahun 2010. Yogyakarta: DIPA BA 029 Balai Taman Nasional Gunung Merapi. Borror, Donald J., Triplehorn, Charles A., & Johnson, Norman F. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. edisi VI. (Alih bahasa: Soetijono Partosoedjono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Corbet, Philips S. (1962). A Biology of Dragonflies. London: H. F. & G. Witherby Ltd. Corbet, Philips S. (1980). Biology of Odonata. Annu. Rev. Entomol. 25: 189-217. Dolný, A., Harabiš, F., & Mižičová, H. (2014). Home Range, Movement, and Distribution Patterns of the Threatened Dragonfly Sympetrum depressiusculum (Odonata: Libellulidae): A Thousand Times Greater Territory to Protect? Plos ONE 9(7): e100408. doi: 10.1371/journal.pone.0100408. Endri Priyanto. (2009). Perencanaan Lanskap Rawa Jombor Klaten sebagai Kawasan Rekreasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Gillot, C. (2005). Entomology. Third Edition. Netherland: Springer. 831 pp. 1-8. IUCN Red List. (2009). The Status and Distribution of Dragonflies of The Mediterranean Basin. Malaga: IUCN. Kalkman, V. J., et. al. (2008). Global Diversity of Dragonflies (Odonata) in Freshwater. Freshwater Animal Diversity Assessment, Hydrobiologia (2008) 595. Hlm. 351-363. Magdalena P. N., dkk. (2014). Peluit Tanda Bahaya, Capung Indikator Lingkungan, Panduan Penilaian Kualitas Lingkungan Melalui Capung. Yogyakarta: IDS. Melati Ferianita Fachrul. (2012). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. (Alih bahasa: Yanti R. Koestoer). Jakarta: UI-Press. 108 Morse, John C. (2009). Insect Biodiversity: Science and Society. (Editor: Robert G. Foottit & Peter H. Adler). Malden: Blackwell Publishing Ltd. Novita Patty. (2006). Keanekaragaman Jenis Capung (Odonata) di Situ Gintung Ciputat, Tangerang. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Odum, Eugene P. (1993). Fundamentals of Ecology. 3rd. ed. (Dasar-Dasar Ekologi). edisi ketiga. (Alih bahasa: Ir. Tjahjono Samingan, Msc.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Schowalter, Tomothy D. (2006). Insect Ecology: An Ecosystem Approach. 2nd. ed. Oxford: Elsevier Inc. Shanti Susanti. (1998). Seri Panduan Lapangan: Mengenal Capung. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. Siregar, A. Z., Che Salmah Md. Rawi, & A. Hassan Ahmad. (2005). The Diversity of Odonata in Relation to Ecosystem and Land Use in Northern Peninsular Malaysia. Jurnal Imiah Pertanian Kultura. Vol. 40. No. 2. Hlm. 106-112. Southwood, T. R. E. & Henderson, P. A. (2000). Ecological Methods. 3rd. ed. Oxford: Blackwell Science Ltd. Staf Desa Krakitan. (2013). Buku Monografi Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Pemerintah Desa Krakitan. Klaten. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010). A Photographic Guide to The Dragonflies of Singapore. Singapore: Raffles Museum of Biodiversity Research. Terence de Fonseka. (2000). The Dragonflies of Sri Lanka. Sri Lanka: WHT Publications (Private) Limited. Theischinger, G. (2009). Identification Guide To The Australian Odonata. Sydney: Department of Environment, Climate Change and Water NSW. Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013). Keanekaragaman Capung Perairan Wendit, Malang, Jawa Timur.. Malang: Indonesia Dragonfly Society. Wakhid, Roni Koneri, Trina Tallei, dan Pience V. Maabuat. (2014). Kelimpahan Populasi Capung Jarum (Zygoptera) di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara. Jurnal Bioslogos, Agustus 2014. Vol. 4 Nomor 2. 109 LAMPIRAN 110 Lampiran 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis, Jumlah Individu Tiap Jenis, dan Kemelimpahan Relatif Jenis Capung pada Tiap Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor Tabel 35. Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Tiap Lokasi Pengamatan Famili Chlorocyphidae Coenagrionidae Platycnemididae Aeshnidae Gomphidae Libellulidae Total Spesies Libellago lineata Agriocnemis femina Agriocnemis pygmaea Ischnura senegalensis Pseudagrion microcephalum Pseudagrion rubriceps Copera marginipes Anax guttatus Gynacantha subinterrupta Ictinogomphus decoratus Acisoma panorpoides Aethriamanta aethra Agrionoptera insignis Brachydiplax chalybea Brachythemis contaminata Crocothemis servilia Diplacodes trivialis Lathrecista asiatica Neurothemis terminata Orthetrum sabina Orthetrum testaceum Pantala flavescens Potamarcha congener Rhodothemis rufa Tholymis tillarga Urothemis signata Zyxomma obtusum Zyxomma petiolatum Indeks Keanekaragaman Jenis Capung (H’) padaTiap Lokasi Pengamatan 1 2 3 4 5 6 0,079 0,054 0,363 0,177 0,366 0,264 0,023 0,059 0,061 0,092 0,059 0,076 0,034 0,023 0,061 0,132 0,208 0,061 0,158 0,054 0,059 0,099 0,194 0,033 0,176 0,023 0,353 0,314 0,190 0,136 0,333 0,061 0.132 0,219 0,061 0,224 0,034 0,294 0,103 0,122 0,206 0,188 0,316 0,023 0,059 0,160 0,061 0,094 0,206 0,366 0,113 0,346 0,277 0,232 0,364 0,034 0,023 0,080 0,264 0,103 0,059 0,146 0,094 0,165 0,079 0,121 0,023 0,034 0,099 0,061 0,359 0,160 0,208 0,266 0,183 0,121 0,103 0,099 1,641≈ 1,771≈ 2,227≈ 1,999≈ 2,091≈ 1,73 1,64 1,77 2,23 2,00 2,09 Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (< 1= rendah, ≤ 1 ≤ 3 = sedang, > 3 = tinggi) 111 Indeks Keanekaragaman Jenis Capung (H’) Kawasan Rawa Jombor 0,020 0,285 0,025 0,059 0,014 0,111 0,084 0,008 0,039 0,008 0,248 0,020 0,102 0,090 0,167 0,185 0,020 0,039 0,144 0,290 0,008 0,111 0,080 0,025 0,034 0,303 0,034 0,020 2,573≈2,57 Tabel 36. Jumlah Individu Tiap Jenis Capung dan Kemelimpahan Relatif Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ∑ Individu Capung Tiap Lokasi Pengamatan 2 3 4 5 6 0 0 0 0 0 3 3 62 10 36 0 19 1 2 0 0 1 0 6 2 3 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 6 13 0 1 8 3 2 0 3 0 11 0 0 1 0 0 0 0 0 0 7 0 0 1 0 0 0 0 0 65 0 29 0 5 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 24 1 0 10 0 0 10 1 0 23 1 25 0 2 0 9 12 11 0 0 28 1 2 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 0 0 4 9 28 0 8 36 22 0 7 62 0 1 0 0 0 0 1 3 20 0 2 2 0 7 4 0 4 3 0 0 0 4 0 0 1 1 0 3 1 0 109 8 13 0 9 10 0 0 0 4 2 0 0 0 0 3 0 0 242 145 155 109 69 147 1 Spesies Libellago lineata Agriocnemis femina Agriocnemis pygmaea Ischnura senegalensis Pseudagrion microcephalum Pseudagrion rubriceps Copera marginipes Anax guttatus Gynacantha subinterrupta Ictinogomphus decoratus Acisoma panorpoides Aethriamanta aethra Agrionoptera insignis Brachydiplax chalybea Brachythemis contaminata Crocothemis servilia Diplacodes trivialis Lathrecista asiatica Neurothemis terminata Orthetrum sabina Orthetrum testaceum Pantala flavescens Potamarcha congener Rhodothemis rufa Tholymis tillarga Urothemis signata Zyxomma obtusum Zyxomma petiolatum Total Pi Jenis Capung pada Tiap Lokasi Pengamatan 2 3 4 5 6 2,04% 1,24% 42,76% 6,45% 33,03% 12,93% 0,41% 1,38% 1,45% 2,48% 1,38% 1,94% 0,68% 0,41% 1,45% 4,14% 8,39% 1,45% 5,44% 1,24% 1,38% 2,75% 7,48% 0,65% 6,42% 0,41% 26,86% 18,71% 7,25% 4,35% 22,02% 1,45% 4,13% 9,17% 1,45% 9,50% 0,69% 16,13% 2,90% 3,72% 8,28% 7,10% 19,05% 0,41% 1,38% 5,51% 1,45% 2,58% 8,26% 40,58% 3,31% 24,83% 14,19% 10,15% 42,18% 0,69% 0,41% 2,07% 12,90% 2,90% 1,36% 4,83% 2,58% 5,80% 2,04% 3,67% 0,41% 0,69% 2,75% 1,45% 45,04% 5,52% 8,39% 13,04% 6,80% 3,67% 2,90% 2,75% 1 Keterangan: Lokasi 1=kawasan waduk; 2=kawasan sungai aliran masuk menuju waduk; 3=kawasan rawa; 4=kawasan kolam; 5=kawasan sungai aliran keluar dari waduk; dan 6=kawasan sawah 112 Lampiran 2. Kondisi Lokasi Penelitian Gambar 39. Kenampakan Kawasan Rawa Jombor Via Satelit Gambar 40. Lokasi Pengamatan 1, Waduk, Berbatasan Langsung dengan Kebun Jagung 113 Gambar 41. Lokasi Pengamatan 2, Sungai Aliran Masuk menuju Waduk Gambar 42. Bagian Tengah Lokasi Sungai Aliran Masuk 114 Gambar 43. Pintu Air Kecil menuju Sawah dari Sungai Aliran Masuk Gambar 44. Lokasi Pengamatan 3, Rawa yang Dominan Ditumbuhi Eceng Gondok, Kangkung, dan Beberapa Rumput Teki, Menutupi Permukaan Air Rawa 115 Gambarr 45. Lokasii Pengamataan 4, Kolam m, Dikelilinggi Pepohonan yang Raapat Gambbar 46. Lokaasi Pengamaatan 5, Sung gai Aliran Keluar K dari W Waduk yan ng Ditumbuhi Tanaman Budidaya B Holtikultura di d Kedua Teepinya 116 Gambar 47. Lahan Basah yang Dikelilingi Pohon Berkanopi Rapat yang Terletak tidak Jauh dari Sungai Aliran Keluar Gambar 48. Lokasi Pengamatan 6, Sawah 117 Gambar 49. Pohon-Pohon Besar di Tepi Sawah yang Terdapat Semak-Semak di Bawahnya dan Aliran Air Jernih di Sepanjang Tepi tersebut 118 Lampiran 3. Alat, Bahan, dan Buku Panduan Identifikasi Gambar 50. Insectnet Gambar 51. Cat Berbahan Nitrocellulose Gambar 52. Jangka Sorong Gambar 53. GPS Garmin 62s Gambar 54. Indikator pH universal Gambar 55. Buku Panduan Identifikasi di Lapangan 119 Lampiran 4. Kegiatan Penangkapan, Penandaan, dan Morfometri Capung Gambar 56. Proses Penangkapan Capung menggunakan Insectnet Gambar 57. Proses Penandaan Capung yang Tertangkap 120 Gambar 58. Proses Morfometri Capung 121