UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH PARE

advertisement
UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH PARE
(Momordica charantia L) TERHADAP Streptococcus mutans PENYEBAB
KARIES GIGI
SKRIPSI
Oleh:
DAMAR MUKTI
066107040
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH PARE
(Momordica charantia L) TERHADAP Streptococcus mutans PENYEBAB
KARIES GIGI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Pada Program Studi Farmasi Fakultas Matematika & Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
Oleh:
DAMAR MUKTI
066107040
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L)
TERHADAP Streptococcus mutans PENYEBAB
KARIES GIGI
Nama
: Damar Mukti
NPM
: 066107040
Program Studi
: Farmasi
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui :
Bogor, Januari 2013
Pembimbing II
Pembimbing I
(Dra. Bina Lohita Sari, M.Pd., Apt)
(Dr. Oom Komala)
Mengetahui,
Dekan FMIPA UNPAK
Ketua Program Studi Farmasi
(Dr. Prasetyorini)
(Dra. Ike Yulia W, M.Farm.,Apt)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAMAR MUKTI, lahir di Bogor pada hari selasa tanggal
28 September 1989. Penulis terlahir sebagai putra kedua
dari tiga bersaudara, anak dari Bapak Ahmad Sukarna dan
Ibu Endang Ciptowati. Penulis memulai pendidikan
formalnya di TK Pertiwi pada tahun 1995-1996. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1
Muarasari Kota Bogor pada tahun 1996, dan lulus pada
tahun 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di
SMPN 9 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah di SMA
Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor (YPHB) 2004-2007 dan kemudian
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Pakuan pada tahun 2011.
Selama masa perkuliahan penulis merupakan anggota aktif dalam kepengurusan
HIMAFAR (Himpunan Mahasiswa Farmasi) pada Bidang Tim Keuangan. Penulis
juga Pernah menjadi beberapa kali menjadi panitia di dalam acara kegiatan
Himpunan Mahasiswa Farmasi Universitas Pakuan Periode 2008-2009 dan 20092010.
“Tuhan memberikanmu hadiah 86.400 detik dalam sehari. Apakah kamu sudah menggunakan
setidaknya sedetik untuk mengucap syukur untuk itu?”
–William ArthurWard-
Begitu berharganya waktu, Betapa mahal dan pentingnya waktu. Betapa berharganya
kesempatan. Ia adalah satu-satunya sumber daya yang bila telah hilang tidak akan bisa kembali
maupun diganti lagi. Bagi kita waktu yang dimiliki sama dengan jatah usia yang akan kita lalui.
Karenanya siapa saja yang membuangnya sama dengan menyia-nyiakan umurnya sendiri. Waktu
yang telah berlalu memang merugikan, Tapi hasil ini tidak akan pernah menjadi sebuah
penyesalan, terima kasih Tuhan atas waktu yang telah kau berikan untuku.
Untuk yang pertama, skripsi ini ku persembahkan untuk ibuku. Sosok yang pertama dari
tujuan hidupku, yang selalu membangkitkanku di saat keterpurukan hidupku bahkan disaat aku
tidak mampu bergerak menghadapi kehidupan, ya Allah terimakasih kau telah berikan ku
malaikat tercantik yang pernah ku punya selama hidupku karena kau telah lahirkan aku dari
rahimnya, terimakasih ya Allah.
Untuk sosok yang selalu menjadi panutanku dalam hidup selama ini, yang selalu
mengajarkannku arti dari hidup. terimakasih untuk Ayah tercinta karena ia lah pahlawan ku
dan sampai kapan pun kau akan menjadi seorang super hero di kehidupanku, Dan juga
terimakasih kepada sosok adik dan kaka tercinta yang selalu kusayang.
Dan ucapan Terimakasih yang amat dalam, kepada dua dosen pembimbing saya Ibu Oom
dan Ibu Bina yang telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dengan kekurangan saya yang
sangat banyak. Sunggug, beliau kedua-duanya benar benar memberikan bimbingan yang sangat
berarti bagi saya dalam proses pembuatan skripsi ini.
tidak luput Terimakasih saya dipersembahkan untuk teteh tercinta merintha setya yang
selalu menemani saya setiap malam dalam merancang penelitian dan menjadi pembimbing luar
yang sangat baik dan sabar dalam memberikan suatu hal yang sangat berharga. untuk teman
teman seperjuangan angkatan 2007 Irsyad, ayu, hendra, andan, rifki, ahmad, qilit, heri, ardi, ade,
dani, iqbal, aji, henri, ferdi dan juga angkatan lainnya yang memberikana warna pada hidup saya
yuda, abel, dan cheris. Terimakasih teman, kebaikanmu takan bisa ku balas dengan apapun.
love you mom …..
- DAMAR -
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal dengan judul “Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Buah Pare (Momordica charantia L) Terhadap Streptococcus mutans Penyebab
Karies Gigi”
Penulisan proposal ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan di Bogor.
Dalam penyusunan proposal ini banyak sekali dukungan yang penulis
dapatkan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung, terutama kepada:
1. Ibu Dr. Oom Komala selaku pembimbing I dan Dra. Bina Lohita Sari, M.Pd.,
Apt. selaku pembimbing II.
2. Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor
3. Orang tua serta keluarga besar yang telah memberikan doa serta dukungan
baik moril maupun materil.
4. Semua teman-teman Farmasi 2007 serta Farmasi angakatan lainnya yang
membuat saya semangat dalam menjalaninya. Terima kasih buat semua
dukungan dan bantuannya
Penulis membuka pintu selebar-lebarnya untuk menerima kritik dan saran
yang membangun guna menyempurnakan proposal ini.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
RINGKASAN
DAMAR MUKTI. 066107040. 2011. EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL
BUAH PARE (Momordica charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERI
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI. Di Bawah Bimbingan :
Dr. Oom Komala dan Dra. Bina Lohita Sari , M.Pd, Apt.
Tanaman pare (Momordica charantia L) merupakan salah satu tanaman
yang mengandung senyawa-senyawa seperti alkaloid, flavonoid dan saponin yang
cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki
potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Streptococcus
mutans. Bakteri Streptococcus mutans termasuk golongan bakteri Gram positif
berbentuk bulat, penyebab penyakit karies pada gigi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri dari
beberapa konsentrasi ekstrak etanol buah pare terhadap bakteri Streptococcus
mutans. Pengujian antibakteri ekstrak etanol buah pare dilakukan dengan
mengukur Diameter Daerah Hambat (DDH) melalui metode difusi kertas cakram
dan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) melalui metode dilusi agar. Pengujian
DDH dilakukan terhadap konsentrasi ekstrak buah pare 70%, 60%, 50%, 40%,
30% serta amoksisilin 30 µg/mL sebagai kontrol positif dan akuadest sebagai
kontrol negatif. Sedangkan pengujian KHM dilakukan terhadap konsentrasi 30%,
35%, 40%, 45%, 50%, 55% dan 60%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare kurang
efektif sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans, karena pada pengujian
DDH zona hambat yang terbentuk tidak absolut atau tidak membentuk suatu
lingkaran sempurna. Namun pada KHM terlihat pada konsentrasi 50% ekstrak
etanol buah pare dapat sedikit menghambat dan konsentrasi 60% terlihat sudah
tidak ada pertumbuhan bakteri, sehingga dapat disimpulkan KHM berada di
konsentrasi 60%.
Kata kunci: Buah pare (Momordica charantia L), Ekstrak etanol,
Streptococcus mutans, efektivitas antibakteri
SUMMARY
DAMAR MUKTI. 066107040. 2011. EFFECTIVENESS OF BITTER
MELON FRUIT ETHANOL EXTRACT (Momordica charantia L) as an
ANTIBACTERIAL of Streptococcus mutans CAUSE DENTAL CARIES.
Under Guidance: Dr. Oom Komala and Dra. Bina Lohita Sari, M. Pd, Apt.
Bitter melon plants (Momordica charantia L) is one of the plants that
contain such as alkaloid, flavonoid and saponin compounds which fairly much in
the fruit. Under these conditions, bitter melon fruit has a considerable potential to
be used as Streptococcus mutans antibacterial, Streptococcus mutans Bacteria
included in the group of Gram-positive round bacteria, cause dental caries disease.
This research aims to determine the antibacterial effectivity from several
concentrations bitter melon fruit of ethanol extract to the Streptococcus mutans
bacteria. Antibacterial testing of bitter melon fruit measuring of inhibition zone
diameters (IZD) by paper disc diffusion method and Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) through the method of dilution. IZD test conducted on the
concentration of bitter melon fruit ethanol extract 70%, 60%, 50%, 40%, 30% and
amoxicillin 30 µg/mL as a positive control and aquadest as a negative control.
While MIC testing performed on the concentration of 30%, 35%, 40%, 45%,
50%, 55% and 60%.
The results showed that bitter melon fruit ethanol extract is less effective
as an antibacterial against Streptococcus mutans, because the testing of IZD is not
absolute, or do not form a perfect circle. However, the MIC in concentrations of
50% ethanol extract of bitter melon fruit can be slightly inhibited and the
concentration of 60% seemed to have no bacterial growth, so it can be concluded
MIC is in concentration of 60%.
Key words: bitter melon fruit (Momordica charantia L), Ethanol extract,
Streptococcus mutans,the effectiveness of antibacterial
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
RINGKASAN ................................................................................................
vi
SUMMARY ....................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ....................................................................
1
1.2
Tujuan Penelitian ................................................................
2
1.3
Hipotesis .............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pare (Momordica charantia L) ............................................
3
2.1.1 Deskripsi ………………………………………….
3
2.1.2 Kandungan Kimia dan Khasiat ...............................
4
2.2 Simplisia .............................................................................
5
2.2.1 Simplisia Nabati ......................................................
5
2.2.2 Simplisia Hewani ....................................................
5
2.2.3 Simplisia Pelikan atau Mineral ...............................
6
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia .....
6
2.3 Ekstraksi .............................................................................
6
2.3.1 Maserasi ..................................................................
7
2.3.2 Perkolasi ...…………………...……………...….....
7
2.3.3 Soxhletasi …………………………………………
9
2.3.4 Refluks ……………………………………………
9
2.4 Antibakteri ..........................................................................
10
2.5 Amoksisilin ..........................................................................
10
2.6
Streptococcus mutans………………..….………………...
11
2.7 Pengujian Sensitivitas Bakteri ……………………………
12
Difusi Cakram …………………………………….
12
2.7.2 Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ………………… .
13
2.7.1
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat ..............................................................
14
3.2
Alat dan Bahan ...................................................................
14
3.3
Metode Penelitian ...............................................................
14
3.3.1 Persiapan Bahan Penelitian ......................................
14
3.3.2 Pembuatan Simplisia Buah Pare ..............................
15
3.3.3 Penetapan Kadar Air ................................................
15
3.3.4 Penetapan Kadar Abu ..............................................
15
3.3.5 Pembuatan Ekstrak Buah Pare .................................
16
3.3.6 Uji Fitokimia Ekstrak Buah Pare ............................
16
3.3.6.1 Uji Alkaloid ................................................
16
3.3.6.2 Uji Flavonoid ..............................................
17
3.3.6.3 Uji Saponin .................................................
17
3.3.6.4 Uji Tanin .....................................................
17
3.3.7 Uji Aktivitas Ekstrak Buah Pare (Momordica
charantia L) ............................................................
17
3.3.7.1 Penyimpanan Media ....................................
17
3.3.7.2 Regenerasi Bakteri Uji .................................
18
3.3.7.3 Penyiapan Larutan Uji dan Larutan Kontrol
18
3.3.7.4 Penyiapan Kertas Cakram ............................
18
3.3.7.5 Pengujian Antibakteri ..................................
19
3.3.7.6 Penetapan KHM (Konsentrasi Hambat
Minimum) Ekstrak Buah Pare .....................
20
3.3.8 Parameter Penelitian ...............................................
20
3.3.9 Rancangan Penelitian ..............................................
20
ix
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Tanaman ................................................
4.2
22
Hasil Penetapan Kadar Abu Total dan Kadar Air
Ekstrak …………………………………………………...
22
4.2.1 Hasil Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak ………. .
22
4.2.2 Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak ………………..
23
4.3
Ekstraksi …………………………………………...
23
4.4
Identifikasi Senyawa Fitokimia …………………………
24
4.4.1 Identifikasi Senyawa Alkaloid ……………………...
24
4.4.2 Identifikasi Senyawa Saponin ……………………...
25
4.4.3 Identifikasi Senyawa Flavonoid……………………… 26
4.5
Pengujian Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Pare Terhadap
Bakteri Streptococcus mutans …………………………………. 26
4.5.1 Diameter Daerah Hambat …………………………… 26
4.5.2 Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ….
BAB V
30
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan ………………………………………………..
32
5.2
Saran ……………………………………………………….
32
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................
33
LAMPIRAN
.................................................................................
36
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Tanaman Buah Pare (Momordica Charantia L)…………………
4
2.
Bakteri Streptococcus mutans…………………………………………
11
3.
Posisi Pengujian Antibakteri Dengan Metode Difusi Cakram…...
19
4.
Hasil Uji Diameter Daya Hambat Ekstrak Buah Pare Terhadap
Bakteri Streptococcus mutans ……………………………………….
27
Histogram Diameter Daerah Hambat (DDH) Ekstrak Etanol
Buah Pare dan Kontrol Positif amoksisilin Terhadap
Streptococcus mutans ……………………………………………
29
Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Buah Pare
Terhadap Bakteri Streptococcus mutans …………………………
30
7.
Moisture Balance ………………………………………………………
43
8.
Rotary Evaporator ……………………………………………………..
43
9.
Candle Jar ………………………………………………………..
44
10.
Autoklaf ………………………………………………………….
44
11.
Media Mueller…………………………………………………………..
44
12.
Kertas Cakram …………………………………………………...
44
13.
Mikro Pipet ………………………………………………………
44
14.
Inkubator …………………………………………………………
44
5.
6.
DAFTAR TABEL
Gambar
Halaman
1.
Tabel ANOVA ………………………………………...................
21
2.
Tabel Kaidah Keputusan ……………………………………………….
21
3.
Kadar Abu dan Kadar Air Ekstrak Buah Pare……………………
23
4.
Rendemen Ekstrak Buah Pare……………………………………
24
5.
Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Buah Pare ………………………...
24
6.
Diameter Daerah Hambat Ekstrak Etanol Buah Pare ……………
28
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar
Halaman
1.
Determinasi Tanaman ……………………………........................
37
2.
Alur Penelitian ……………………………………………………….
38
3.
Pembuatan Simplisia Serbuk Buah Pare …………...……………
39
4.
Pembuatan Ekstrak Buah pare .....................................................
40
5.
Pembuatan Media .........................................................................
41
6.
Penetapan Kadar Abu dan Rendemen ………………………...…
41
7.
Analisis Data ……………………………………………………..
42
8.
Beberapa Alat dan Bahan yang Digunakan …………………...…
43
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi berlubang (caries) merupakan satu penyakit yang paling umum
terjadi bahkan seringkali mengganggu aktivitas manusia. Penyakit ini terjadi
akibat penurunan email pada gigi. Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia menyebutkan bahwa 80% orang Indonesia mengidap
penyakit gigi berlubang. Data survei menyebutkan prevalensi caries (gigi
berlubang) di Indonesia adalah 90,05% (Muis, 2010). Caries sebagian besar
disebabkan karena adanya infeksi bakteri penyebab sakit gigi. Jadi, pencegahan
agar tidak terjadi infeksi dan gigi berlubang lebih penting dibandingkan dengan
pengobatannya, misalnya dengan penggunaan obat kumur dan menyikat gigi
secara teratur. Maka perawatan gigi yang baik merupakan usaha yang tepat untuk
menghindari komplikasi penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri penyebab
sakit gigi (Muis, 2010).
Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak adalah bakteri
yang mampu membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu bakteri dari genus
Streptococcus. Bakteri yang ditemukan dalam jumlah besar pada plak penderita
caries adalah Streptococcus mutans (Roeslan, 1996).
Buah pare dapat bermanfaat sebagai anthelmintik, antibakteri, antibiotic,
antidiabetes, antiinflasi, antimikroba, antileukimia, antioksidan, antitumor,
antivirus, obat pencahar, afrodisiak, astringen, karminatif, sitostatik, sitotoksik,
hipotensi, hipoglikemik, imunostimulan, insektisida, stomatik, dan tonik (Karpu et
al, 2006). Sedangkan data yang di dapat dari Technical Data Report For Bitter
Melon Herbal Secret of the Rainforest 2nd Edition ekstrak daun pare, ekstrak buah
pare, serta jus buah pare dengan pelarut air, etanol, maupun metanol telah melalui
uji
klinis
menunjukan
aktivitas
antibakteri
terhadap
bakteri
E.coli,
Staphylococcus, Pseudomonas, Salmonella, Streptobacillus dan Streptococcus.
Dalam penelitian lain, ekstrak buah menunjukan aktivitas terhadap ulkus lambung
2
bakteri penyebab Helicibacter pylori. Meskipun semua bagian tanaman telah
menunjukan aktivitas antibakteri yang aktif, tak satupun yang menunjukan
aktivitas terhadap jamur atau ragi. Buah Pare (Momordica charantia L)
merupakan salah satu tanaman yang mengandung senyawa-senyawa seperti
tannin, flavonoid dan alkaloid yang cukup banyak pada buahnya (Gunawan, 2009)
Maka untuk mengetahui manfaat buah pare dalam mengatasi kerusakan
gigi penelitian ini akan dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak buah
pare (Momordica charantia L) terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab
karies dengan pelarut etanol.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Menentukan Diameter Daerah Hambat (DDH) dan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM)
b. Menentukan konsentrasi ekstrak buah pare (Momordica charantia L) yang
paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
1.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
a. Ekstrak buah pare (Momordica charantia L) memiliki efektivitas antibakteri
terhadap bakteri Streptococcus mutans.
b. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak buah pare (Momordica charantia L),
semakin luas pula daerah hambatnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pare (Momordica charantia L)
2.1.1 Deskripsi
Tanaman pare (Momordica charantia L) berasal dari kawasan Asia Tropis,
namun belum dipastikan sejak kapan tanaman ini masuk ke wilayah Indonesia.
Saat ini tanaman pare sudah dibudidayakan di berbagai daerah di wilayah
Nusantara. Umumnya, pembudidayaan dilakukan sebagai usaha sampingan. Pare
ditanam di lahan pekarangan, atau tegalan, atau di sawah bekas padi sebagai
penyelang pada musim kemarau. Tanaman pare (paria) adalah tanaman herba
berumur satu tahun atau lebih yang tumbuh menjalar dan merambat (Subahar dan
dan Tim Lentera, 2004). Tanaman yang merupakan sayuran buah ini mempunyai
daun yang berbentuk menjari dengan bunga yang berwarna kuning. Permukaan
buahnya berbintil-bintil (Gambar 1) dan rasa buahnya pahit. Tanaman pare ini
sangat mudah dibudidayakan, karena cara penanamannya relative mudah
serta tumbuhnya tidak tergantung pada musim. Pare memiliki nama yang beragam
disetiap daerah diantaranya Prien (Gayo), Paria (Batak Toba), Foria (Nias), Peria
(Melayu), Kambeh (Minangkabau), Papare (Jakarta), Paria (Sunda), Pare (Jawa
Tengah), Pepareh (Madura), Paya Truwok (Sasak), Paria (Bima), Pania (Timor),
Popari (Menado), Beleng gede (Gorontalo), paria (Makasar), Paria (Bugis),
Papariane (Seram), Papari (Buru), Papare (Halmahera), Kepare (Ternate)
merambat (Subahar dan dan Tim Lentera, 2004).
Buah pare bulat memanjang berbentuk spul cylindris, permukaan buahnya
bintil-bintil tidak beraturan dengan panjang 8-30 cm. Warna buah hijau dan jika
sudah masak jika dipecah akan berwarna orange dengan 3 katup. Irisan melintang
buah membentuk cincin atau gelang dengan tepi tidak rata dan tidak beraturan,
diameter 1,5 cm sampai 5 cm, tebal 3mm sampai 5mm warna coklat kekuningan,
bagian luar warnanya lebih tua dibanding bagian dalam Pada penampang
melintang tampak daging buah terdiri dari eksokarpium, mesokarpium dan
4
endokarpium. Pada eksokarpium terdiri dari satu lapis sel epidermis berbentuk
segi empat. Pada epidermis terdapat kutikula dan rambut kelenjar terdiri dari 2 sel
tangkai dan 3 sel kepala.
Gambar 1. Buah Pare (Momordica charantia L)
(Sumber: IPTEK, 2005)
Di bawah epidermis terdapat lapisan kolenkim terdiri dari sel berbentuk
poligonal atau bundar dengan ukuran lebih besar dari sel epidermis. Bagian ini
mangandung kloroplas sehingga berwarna hijau. Bagian mesokarpium terdiri dari
sel parenkim bentuk poligonal dan makin ke dalam ukurannya semakin besar,
mengandung kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan resin. Bagian
endokarpium terdiri dari sel parenkim panjang-panjang , serabut dan berkas
pembuluh. Pada bagian dalam endokarpium terdapat jaringan yang berasal dari
daun buah terdiri dari sel bentuk bundar , berdinding tebal dengan ruang sel
berbentuk segitiga. Pada sayatan paradermal nampak epidermis berbentuk
poligonal hampir bundar dan sel yang mengandung resin (Champbell, 2002).
2.1.2
Kandungan Kimia dan Khasiat
Secara umum, buah pare mempunyai berbagai khasiat antara lain anti
inflamasi dan antelmintik, selain itu juga dapat sebagai obat untuk penyakit batuk,
radang tenggorokan, sakit mata merah, menambah nafsu makan, kencing manis,
rhematik, sariawan, bisul, abses, demam, malaria, sakit liver, serta sembelit. Buah
pare digunakan pada demam, disentri biasanya sebanyak 2 buah pare segar.
Senyawa fitokimia yang terkandung dalam buah pare yakni tanin, minyak atsiri,
5
flavonoid, ursolic, oleanolic, karoten, alkaloid. Daun pare digunakan pada
disentri, kencing manis, membangkitkan nafsu makan, nifas, pelancar ASI, sakit
liver, bisul (obat luar). Untuk radang kulit bernanah (obat luar) digunakan 1 buah
segar dilumatkan dan diborehkan. Sedangkan akar pare digunakan pada disentri
amoeba. Senyawa flavonoid, alkaloid, dan tanin buah pare dapat dipakai sebagai
antiseptik dan antimikroba (bakteri dan virus) (Champbell, 2002).
2.2
Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang telah dikeringkan dan dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga kecuali dinyatakan
lain. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan (mineral).
2.2.1
Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Simplisia nabati juga merupakan tanaman atau
bagian tanaman yang telah dikeringkan. Bagian yang dibuat simplisia bisa seluruh
tanaman atau hanya sebagian. Jika dimaksudkan sebagian tumbuhan bisa berupa
batang, kulit batang, akar, daun, umbi, bunga, buah atau biji tanaman (Djumidi,
1998). Bagian tanaman yang dibuat simplisia secara utuh misalnya kayu angin
dan rumput laut. Sedangkan yang diambil akarnya misalnya pule pandak dan
pasak bumi. Umbi (rimpang tanaman) misalnya jahe dan temulawak. Kulit batang
misalnya kayumanis, pule pohon. Batang tanaman misalnya kayu sintok, cendana
dan brotowali. Bunga misalnya cengkeh. Buah dan biji misalnya kemukus dan
cabe jawa. Daun tanaman umumnya paling banyak dibuat simplisia, misalnya
sambiloto, meniran, tempuyung, saga, sirih dan masih banyak lagi.
2.2.2
Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,
misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).
6
2.2.3
Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.
2.2.4
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia
a.
Bahan baku simplisia
Bahan baku simplisia biasa diperoleh dari tanaman liar atau tanaman
yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya, keseragaman
umur, masa panen dan galur (asal-usul dan garis keturunan) dapat dipantau.
Sementara jika diambil dari tanaman liar, banyak kendala yang biasa
dikendalikan seperti asal, umur dan tempat tumbuh.
b.
Proses pembuatan simplisia
Pada dasarnya pembuatan simpisia meliputi beberapa tahap, dimulai
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk
(perajangan), pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan.
2.3
Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua pelarut diuapkan dan massa serbuk atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes
RI, 1995). Proses ekstraksi bahan nabati/bahan obat alami dapat dilakukan
berdasarkan teori penyarian. Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa
zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga
terjadi larutan aktif dalam cairan penyari tersebut. Terdapat 4 metode ekstraksi
yaitu:
7
2.3.1
Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lainlain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau
pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya
kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian
. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian
cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna .
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan
derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan
75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya, sambil berulang - ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas
diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai,
sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Benjana ditutup, dibiarkan
ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan
dipisahkan (Depkes RI, 1986).
2.3.2
Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi (Depkes RI, 1986). Prinsip perkolasi adalah sebagai
berikut:
8
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang dibagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang
dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh
kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya
kapiler yang cenderung untuk menahan (Depkes RI, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi
karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia
membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran
kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,
sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. (Depkes RI, 1986). Alat
yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari
perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian
disebut ampas atau sisa perkolasi (Depkes RI, 1986).
Kalau tidak dinyatakan lain perkolasi dilakukan dengan membasahi 10 bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi
dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam
bejana tertutup sekurang - kurangnya selama 3 jam. Kemudian massa dipindahkan
sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati - hati.
Selanjutnya dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Kemudian
perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya cairan dibiarkan
menetes dengan kecepatan 1 ml/menit dan ditambahkan berulang - ulang cairan
penyari berikutnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas
simplisia, hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak
meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disuling atau diuapkan dengan tekanan
9
rendah pada suhu tidak lebih dari 500C hingga konsistensi yang dikehendaki. Pada
pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat
selanjutnya diuapkan hingga diperoleh 0,2 bagian yang selanjutnya dicampurkan
ke dalam perkolat pertama. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan
langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak.
Sedangkan kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama
proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Depkes RI,
1986).
2.2.3
Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon (Depkes RI, 1986).
Alat soxhletasi merupakan penyempurnaan alat ekstraksi, alat tersebut disebut alat
”Soxhlet”. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian
diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung
yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif
serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan
sifon, seluruh cairan kembali ke labu. Cairan ini lebih menguntungkan karena uap
panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Ekstraksi
sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di
KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan (Depkes RI, 1986).
2.3.4
Refluks
Refluks adalah penyarian untuk mendapatkan ekstrak cair yaitu dengan
proses penguapan dengan menggunakan alat refluks. Prinsip kerja refluks yaitu
dengan cara cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada
10
tabung dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan
karat atau bahan lainya yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih.
Uap penyari akan naik ke atas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun
karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia
sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap
kembali berulang seperti proses di atas (Depkes RI, 1986).
Keuntungan dari metode refluks ini yaitu menggunakan pelarut yang sedikit,
hemat serta ekstrak yang didapat lebih sempurna. Sedangkan kerugian metode ini
yaitu uap panas langsung melalui serbuk simplisia (Depkes RI, 1986).
2.4
Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang
merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan
menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan. Antibakteri
termasuk kedalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri.
2.5
Amoksisilin
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti : Streptococcus pneumoniae,
enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Amoksisilin
diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi
klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut
lainnya (Siswandono dan Soekarjo, 2000). Amoksisilin digunakan dalam
penelitian ini sebagai kontrol positif.
11
2.6
Streptococcus mutans
Klasifikasi
dari
Streptococcus
mutans
termasuk
kedalam
famili
Micrococcaceae, spesies Steptococcus mutans. Streptococcus mutans adalah salah
satu jenis dari bakteri yang mendapat perhatian khusus karena kemampuannya
dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Bakteri ini pertama kali diisolasi
membentuk rantai panjang apabila ditanam pada medium yang diperkaya seperti
pada Brain Heart Infusion (BHI) Broth. Sedangkan bila ditanam dimedia agar
memperlihatkan rantai pendek dengan bentuk sel tidak beraturan (Michalek dan
Ghee, 1982).
Gambar 2. Bakteri Streptococcus mutans
(Bergey, 1998)
Michalek dan Ghee (1982) menyatakan bahwa media selektif untuk
pertumbuhan
Steptococcus
menghambat
kebanyakan
mutans
bakteri
adalah
mulut
agar
lainnya
Mitis
Salivarius,
kecuali
yang
Streptococcus.
Penghambatan pertumbuhan bakteri mulut lainnya pada agar Mitis Salivarius
disebabkan karena kadar biru trypan. Disamping itu, media ini juga mengandung
Kristal violet, telurit dan sukrosa berkadar tinggi.
Streptococcus mutans
yang tumbuh pada agar Mitis Salivarius
memperlihatkan bentuk koloni halus berdiameter 0,5-1,5 mm, cembung, berwarna
biru tua dan pada pinggiran koloni kasar serta berair membentuk genangan
disekitarnya. Seperti bakteri Streptococcus lainnya, bakteri ini juga bersifat gram
positif, selnya berbentuk bulat atau lonjong dengan diameter 1 mm dan tersusun
dalam bentuk rantai (Michalek dan Ghee,1982).
Streptococcus mutans tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob (Michalek
dan Ghee, 1982). Dalam keadaan anaerob, bakteri ini memerlukan 5% CO2 dan
12
95% nitrogen serta memerlukan ammonia sebagai sumber nitrogen agar dapat
bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal. Streptococcus mutans
menghasilkan dua enzim, yaitu glikosiltransferase dan fruktosiltransferase.
Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk subtrat sukrosa yang digunakan untuk
sintesa
glukan
dan
fruktan.
Pada
metabolisme
karbohidrat,
enzim
glikosiltransferase menggunakan sukrosa untuk mensintesa molekul glukosa
dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-3) dan glukosa
alfa (1-3) (Michalek dan Ghee, 1982). Ikatan glukosa alfa (1-3) bersifat sangat
pekat seperti lumpur, lengket dan tidak larut dalam air. Kelarutan ikatan glukosa
alfa (1-3) dalam air sangat berpengaruh terhadap pembentukan koloni bakteri ini
dalam kaitannya dengan pembentukan koloni Streptococcus mutans pada
permukaan gigi. Ikatan glukosa alfa (1-3) berfungsi pada perlekatan dan
peningkatan koloni bakteri ini dalam kaitannya dengan pembetukan plak dan
terjadinya karies gigi.
2.7
Pengujian Sensitivitas Bakteri
2.7.1
Difusi Cakram
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan diantara
kedua metode tersebut di atas. Pada metode ini, jumlah bakteri diinokulasikan
pada media agar dan cakram yang mengandung larutan uji atau antibakteri
tertentu diletakkan pada permukaan media agar yang telah memadat. Setelah
diinkubasi terlihat daerah hambatan sebagai daerah bening yang tidak ditumbuhi
bakteri di sekeliling cakram. Metode ini praktis dan sederhana dalam
pengerjaannya tes ini merupakan kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan
kertas cakram berporos yang mengandung zat antibakteri. Pada metode ini
penghambatan pertumbuhan ditujukan oleh luasnya wilayah jernih (zona hambat)
di sekitar kertas cakram (Brander et al., 1999).
13
2.7.2
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Metoda ini merupakan ukuran kuantitatif sensitivitas bakteri. Penentuan
KHM dilakukan dengan cara membunuh mikroorganisme dalam serangkaian
pengenceran antibakteri. Konsentrasi terendah yang mencegah pertumbuhan
bakteri disebut Konsentrasi Hambat Minimum (KMH) (Brander et al., 1991).
Teknik dalam pengujian KHM ada 3 macam, yaitu :
a.
Teknik Dilusi Broth
b.
Teknik Dilusi Agar
c.
Teknik Dilusi Broth dengan Microtube
Teknik dilusi agar adalah teknik paling banyak digunakan dibandingkan
dengan yang lain karena dapat dilakukan pada laboratorium skala kecil. Pengujian
KHM ada dua macam yaitu dengan cara teknik dilusi agar dan teknik difusi agar.
Pada teknik dilusi agar menggunakan tabung yang berisi media cair, bakteri dan
zat antibakteri. Pengujian ini berdasarkan kekeruhan yang menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilakukan selama tiga bulan dari bulan Juli 2011 sampai
bulan Oktober 2011 di Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor dan Laboratorium Mikrobiologi
Balai Penelitian Veteriner Bogor dan Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong,
Bogor.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, inkubator, neraca analitik,
neraca digital, tabung reaksi, pengayak mesh 40, krus tutup, cawan petri, oven,
botol kaca warna coklat, eksikator, rotavapour, grinder, penangas air, batang
pengaduk, alumunium foil, timbangan, autoklaf, moisture balance, gelas ukur,
kertas saring, pemanas, beaker glass, kain batis, lemari pendingin, kompor listrik,
batang pengaduk, rak tabung, lampu spirtus, kertas cakram, candle jar dan ose.
Bahan yang akan digunakan adalah ekstrak buah pare (Momordica
charantia L), isolate Streptococcus mutans, etanol 70%, media Nutrient Agar,
Nutrient Broth , Mueler-Hinton, kertas cakram uji, aqua desdilata, asam klorida,
pereaksi bouchardat, dragendorf, mayer, magnesium, dan larutan Besi (III) klorida
Amoksisilin 30 UI.
3.3
Metode Penelitian
3.3.1
Persiapan Bahan Penelitian
Buah pare (Momordica charantia L) segar yang akan digunakan didapat
dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik (BALITRO) di Bogor,
kemudian dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat
Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Buah yang dipanen adalah buah pare yang
bintil-bintil dan keriputnya masih agak rapat dengan galur-galur yang belum
melebar.
15
3.3.2
Pembuatan Simplisia Buah Pare
Buah yang telah dikumpulkan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang
menempel (sortasi basah), dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian
tiriskan untuk membebaskan buah dari sisa-sisa air cucian. Buah yang telah bersih
dan bebas dari sisa air cucian kemudian buah di pisah kan dari bijinya lalu
dirajang tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 0,1 cm, kemudian dikeringkan
dalam oven dengan suhu 50-60 ºC selama 24 jam. Simplisia kering dibersihkan
kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang pada saat pencucian (sortasi
kering). Tahap selanjutnya simplisia kering digrinder sehingga menjadi simplisia
serbuk sesuai dengan derajat kehalusan simplisia buah pare (mesh 40), disimpan
dalam wadah bersih dan tertutup rapat.
3.3.3
Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat
moisture
balance, kerjanya dengan cara menyalakan tombol on/off terlebih dahulu,
kemudian pinggan disimpan dibagian tengah dan penahan punch di atasnya. Diset
program, akurasi maupun temperatur sesuai dengan jumlah simplisia yang diuji.
Punch disimpan diatas penyangga, kemudian ditara. Ditimbang serbuk atau
ekstrak kental etanol sebanyak 1 g (akurasi rendah) atau 5 g (akurasi sedang),
serbuk atau ekstrak kental etanol disimpan diatas punch dengan jumlah yang telah
disesuaikan dengan akurasi yang diinginkan. Ekstrak kental diratakan sampai
menutupi permukaan punch, lalu ditutup. Setelah proses selesai, maka persen
kadar air dari simplisia akan tertera secara otomatis (DepKes RI, 2000).
3.3.4
Penetapan kadar abu
Penetapan kadar abu simplisia dilakukan dengan cara ditimbang seksama
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan
ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, pijaran hingga arang
habis, didinginkan, kemudian ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, maka ditambah dengan air panas, disaring melalui kertas saring
bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat
16
dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI,
2004).
bobot akhir serbuk
Kadar abu =
x 100%
bobot awal serbuk
3.3.5 Pembuatan Ekstrak buah Pare (Momordica charantia L)
Pembuatan ekstrak buah pare dilakukan dengan menggunakan metode
maserasi. Maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol 70% (1:10). Sebanyak
1000 gram simplisia dimasukkan ke dalam bejana ditambah 75% (7,5 Liter)
pelarut dan direndam selama lima hari sambil diaduk setiap 6 jam, kemudian
disaring dan ampasnya dimaserasi kembali dengan 25% (2,5 Liter) pelarut dan
dimaserasi kembali dengan perlakuan yang sama. Maserat yang dihasilkan
kemudian dikumpulkan untuk dipekatkan dengan rotary evaporator hingga
didapat ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.
Bobot ekstrak
Rendemen =
x 100%
Bobot simplisia
3.3.6 Uji Fitokimia Ekstrak buah Pare (Momordica charantia L)
Uji fitokimia dilakukan secara kualitatif pada ekstrak kental buah pare
untuk mengetahui adanya kandungan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin dalam
ekstrak yang kemungkinan berperan sebagai antibakteri.
3.3.6.1 Uji Alkaloid
Ekstrak sebanyak 500 mg ditambah 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL
akuades, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan disaring,
kemudian dibagi dalam dua tabung reaksi. Pada tabung pertama dimasukkan
pereaksi Mayer, hasil dinyatakan positif bila terbentuk endapan putih. Pada
17
tabung kedua dimasukkan pereaksi Bouchardat. Hasil dinyatakan positif bila
terbentuk endapan coklat sampai hitam.
3.3.6.2 Uji Flavonoid
Sejumlah 500 mg ekstrak etanol ditambah 100 mL air panas, kemudian
dididihkan selama 5 menit, disaring sehingga diperolah filtrat yang digunakan
sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 mL larutan percobaan ditambahkan serbuk
magnesium dan 1 mL HCl pekat. Selanjutnya ditambahkan amil alkohol dikocok
Dengan kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga dalam larutan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa golongan
flavonoid (Depkes, 1995).
3.3.6.3 Uji Saponin
Ekstrak sebanyak 500 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 menit. Hasilnya, dinilai positif pada penambahan 1 tetes asam klorida 2
N, buih tidak hilang (Depkes RI, 1977).
3.3.6.4 Uji Tanin
Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan 5mL akuades kemudian dididihkan
selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes
FeCl3 1% (b/v). warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukan
adanya tannin (DepKes RI, 1989).
3.3.7
Uji Aktivitas Ekstrak Buah pare (Momordica charantia L)
3.3.7.1 Penyiapan Media
Media yang digunakan adalah media Nutrient Agar (NA). Media NA
dibuat dengan melarutkan 28 gram serbuk Nutrient Agar dalam 1000 mL akuades,
Lalu diaduk menggunakan stirer sampai homogen. Sebelum digunakan media ini
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121º C dan tekanan 1 atm selama lebih
kurang 15 menit.
18
3.3.7.2 Regenerasi Bakteri Uji
Sebelum digunakan, bakteri yang akan dipakai harus diregenerasikan
terlebih dahulu. Bakteri yang berasal dari kultur primer, mula-mula dibiakkan ke
dalam agar miring Nutrient Agar (NA), kemudian diambil satu ose bakteri dan
disebarkan ke dalam Nutrient Broth (NB), kemudian diambil satu ose lalu
digoreskan ke dalam agar miring Nutrient Agar lalu diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam. Sebanyak satu ose bakteri dari stok bakteri dibiakkan dalam media
cair Nutrient Broth dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam
Biakkan segar diukur densitas optisnya. Jika densitas optiknya lebih besar
dari 0,5, untuk inokulasi diambil 50 μl. Jika densitas optiknya kurang dari 0,5,
untuk inokulasi diambil 100 μL.
3.3.7.3 Penyiapan Larutan Uji dan Larutan Kontrol
Dibuat konsentrasi ekstrak buah pare dengan konsentrasi 70%;60%,
50%;40% dan 30% . Pembuatan larutan ekstrak diawali dari pembuatan larutan
stok konsentrasi 70% yaitu dengan melarutkan 7 g ektrak kental buah pare dengan
akuades sampai volume 10 mL. Kemudian dilakukan pengenceran larutan stok
untuk mendapatkan konsentrasi 60%, 50% , 40% dan 30%. Kontrol positif
(Amoksisilin) yang digunakan sudah terkandung dalam kertas cakram dengan
konsentrasi 30 UI.
3.3.7.4 Penyiapan Kertas Cakram
Kertas cakram yang digunakan berukuran 6 mm. Kertas cakram
diletakkan dalam cawan petri kemudian disterilkan pada autoklaf suhu 121 C dan
tekanan 1 atm selama 15 menit. Lalu kertas cakram yang sudah disterilkan
tersebut dicelupkan dalam ekstrak dan kontorl negatif, kemudian di simpan di
dalam cawan petri dan tetesi larutan uji dan kontrol negatif masing-masing 20 µL.
19
3.3.7.5 Pengujian Antibakteri
Pengujian efektivitas ekstrak buah pare dilakukan dengan menggunakan
metode difusi cakram. Pada metode ini dilihat daerah atau zona bening yang
dihasilkan sekitar kertas cakram.
Sebanyak 50 µl hasil inokulasi dari media cair Nutrient Broth yang telah
diukur densitas optiknya disebarkan di dalam cawan petri yang telah mengandung
20 mL media Nutrient Agar padat dengan menggunakan segitiga penyebar.
Selanjutnya kertas cakram yang telah dipotong – potong dengan ukuran 6 mm
(diameter) dibasahi dengan semua larutan yang akan digunakan yaitu ekstrak buah
pare, kontrol positif (Amoksisilin) dan kontrol negatif (Aqua destilata) sampai
kertas saring terbasahi semua lalu di tiris kan, kemudian kertas saring tersebut
diletakkan di atas media agar selektif yang telah diberi tanda. Cawan ditutup rapat
dan diinkubasi secara anaerob dalam candle jar pada suhu 370C.
Setelah 24 jam di inkubasi di amati dan di ukur diameter daerah hambat
dari zona yang terbentuk menggunakan penggaris, sehingga diketahui diameter
daerah hambat dari ekstrak buah pare. Posisi pengujian ekstrak dapat dilihat pada
Gambar 3.
b
a
c
f
b
a
c
f
b
b
24 jam
37º C
e
d
e
b
b
b
g
d
g
b
Gambar 3. Posisi Pengujian Antibakteri dengan Metode Difusi Cakram
Keterangan: a= ekstrak buah pare 70%; b= ekstrak buah pare 60%; c= ekstrak buah pare 50%; d=
ekstrak buah pare 40%;e= ekstrak buah pare 30%; f= kontrol positif (Amoksisilin); g= kontrol
negatif (akuades)
Diameter daerah hambat = (Diameter hambat 1) – (Diameter hambat 2)
2
20
3.3.7.6 Penetapan KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) Ekstrak buah pare
Penentuan konsentrasi hambat minimum dilakukan dengan metode dilusi
agar. Konsentrasi yang dibuat adalah adalah 30%, 35%, 40%, 45%, 50%, 55%
dan 60%. Sebanyak 5gr serbuk Mueller Hinton dilarutkan dalam 125 ml akuades.
Kemudian dididihkan dan disterilisasi dalam otoklaf suhu 121oC selama 15 menit.
Media agar di dinginkan kemudian dimasukan kedalam cawan petri masingmasing sebanyak 20 mL dan di biarkan memadat pada suhu kamar. Khusus untuk
media streptococcus larutan agar tersebut di campur darah domba steril sebanyak
1mL lalu Masing-masing cawan petri dimasukkan konsentrasi ekstrak sebanyak 1
mL, diaduk sampai homogen dan dibiarkan mengeras (Peoloengan. 2006). Bakteri
uji disiapkan sebanyak 0,2 mL disebar diatas permukaan agar, Kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi dilihat dan diamati
adanya pertumbuhan koloni bakteri atau tidak. Konsentrasi terendah dari
antibakteri yang tidak terjadi pertumbuhan bakteri pada cawan petri merupakan
konsentrasi hambat minimum (KHM). Larutan kontrol positif digunakan larutan
Amoksisilin 30 UI. Sedangkan untuk kontrol negatif adalah media agar dasar
tanpa ekstrak buah pare.
3.3.8 Parameter Penelitian
1
Menetapkan kadar air dan kadar abu
2
Menguji kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid secara
kualitatif
3
Mengukur DDH dan menetapkan KHM
3.3.9 Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan, maka data diameter daerah
hambat (DDH) dianalisis dengan menggunakan ANOVA RAL dengan 7
perlakuan dan 4 kali pengulangan. Jika terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji
Duncan untuk membandingkan daya antibakteri diantara masing masing
perlakuan.
21
Tabel 1. Tabel ANOVA
Sumber Ragam
DB
Antar Perlakuan
Antar plot dalam
t- 1
JK
KT
F
F Tabel
hitung
0,05 0,01
ΣXi2/ri-(X..)2
JK1
KTp
Σri
DBP
Kte
Σ(Σxij-Xi2)
JK2
ri
DBe
(Σri) - t
setiap perlakuan
(Galat)
Total
(Σri)-1
Σxij-(X..)2
Σri
Keterangan:
DB
JK
KT
: Derajat Bebas
: Jumlah Kuadrat
: Kuadrat Tengah
Tabel 2. Tabel Kaidah Keputusan
Hasil Analisis
Kesimpulan Analisis
Fh ≤ f 0.05
tidak nyata, Tidak ada perbedaan
pengaruh antar perlakuan
f 0,05 < fh < f 0,01
Nyata, Ada perbedaan pengaruh antar
perlakuan
Fh > f 0,01
Sangat nyata, Ada perbedaan pengaruh
antar perlakuan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Tanaman
Berdasarkan hasil determinasi di “Herbarium Bogoriens” bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor menyatakan bahwa sampel atau bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah buah dari tanaman pare (Momordica charantia L)
dengan suku Curcubitaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.2 Hasil Penetapan Kadar Abu Total dan Kadar Air Ekstrak
4.2.1 Hasil Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak
Pada penelitian ini kadar abu total ekstrak buah pare sebesar 7,24% (Tabel 3),
nilai ini belum memenuhi karena sedikit melebihi ketentuan kadar abu buah pare
dalam DepKes (1997) yaitu 7,2%. Hal ini mungkin terjadi karena kandungan mineral
buah pare yang besar, selain itu juga dapat terjadi karena adanya cemaran logam berat
dari lingkungan.
Penetapan kadar abu total dilakukan untuk melihat cemaran berupa bahan
anorganik pada simplisia yang sukar menguap walaupun dipanaskan pada suhu
tinggi. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik
dan air.
Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam
proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak,
karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas
diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakukan
pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum
sepenuhnya diketahui (Winarno,1997 dalam Jaya, 2010).
23
4.2.2 Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak
Pada penelitian ini kadar air ekstrak buah pare sebesar 7,43% nilai ini
menujukan bahwa ekstrak yang digunakan memenuhi ketentuan ekstrak kental
Penetapan kadar air simplisia dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia
yang digunakan telah memenuhi ketentuan kadar air simplisia dengan mutu yang
baik. Kadar air harus ditentukan karena air yang tersisa dalam simplisia merupakan
media
pertumbuhan
kapang
dan
jasad
renik.
Pertumbuhan
kapang
dan
mikroorganisme lain dapat menyebabkan perubahan kimia pada senyawa aktif dan
dapat mengakibatkan kemunduran mutu simplisia, beberapa kapang tertentu misalnya
Aspergillus dapat menghasilkan zat racun yang disebut mikotoksin alfatoksin yang
merugikan dan membahayakan (Ditjen POM, 1985). Kadar air simplisia buah yang
diperbolehkan ≤ 10% (Ditjen POM, 1985).
.
Tabel 3. Kadar Abu dan Kadar Air Ekstrak Buah Pare
Jenis Sampel
Ekstrak
Kadar Abu(%)
Kadar Air(%)
7,24%
7,43
4.3 Ekstraksi
Berdasarkan perhitungan rendemen ekstrak buah pare menunjukkan bahwa
rendemen buah pare memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 17,9% (Ditjen POM,
2006).
Berat Ekstrak
Rendemen Ekstrak =
x 100%
Berat Simplisia
24
Tabel 4. Rendemen Ekstrak Buah Pare
Berat Simplisia Awal
(g)
Berat Ekstrak (g)
Rendemen (%)
301,38
30,138
1000
Dari hasil ekstraksi ditentukan rendemen, penentuan rendemen bertujuan
untuk mengetahui perbandingan dari simplisia dan ekstrak, dari penentuan rendemen
dapat diketahui jumlah ekstrak dari simplisia pada berat tertentu (Ditjen POM, 2000).
4.4 Identifikasi Senyawa Fitokimia
Penentuan uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak buah pare. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
ekstrak buah pare mengandung alkaloid, saponin, flavonoid dan tidak mengandung
tanin.
Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Buah Pare
Golongan senyawa
Hasil Fitokimia
Keterangan
Alkaloid
+
Endapan Putih
Saponin
Tanin
+
-
Flavonoid
+
Timbul Buih
Tidak Terbentuk Warna Biru
Tua atau Hijau Kehitaman
Warna Jingga
4.4.1 Identifikasi Senyawa Alkaloid
Berdasarkan hasil uji fitokimia (tabel 5), ekstrak etanol buah pare
menunjukkan hasil positif mengandung senyawa alkaloid karena saat campuran
ekstrak ditambah beberapa tetes pereaksi Mayer terbentuk endapan putih. Alkaloid
menurut Harbone (1987) merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen yang biasanya dalam bentuk gabungan, sebagian adalah bagian dari sistem
25
siklik. Alkaloid menurut Jouvenaz et al (1972) dan Karou (2006) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kemampuan senyawa Alkaloid
sebagai antibakteri Steptococcus mutans sangat dipengaruhi oleh keaktifan biologis
senyawa tersebut. Senyawa alkaloid memanfaatkan sifat reaktif gugus basa pada
senyawa alkaloid,
adanya gugus basa pada Alkaloid apabila mengalami kontak
dengan bakteri Steptococcus mutans akan bereaksi dengan senyawa-senyawa asam
amino yang menyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri yang merupakan
penyusun utama inti sel yang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi
ini terjadi karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan
senyawa asam dalam hal ini adalah asam amino. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur dan susunan asam amino karena sebagian besar asam amino telah
bereaksi dengan gugus basa dari senyawa alkaloid (Gunawan, 2009).
Perubahan susunan asam amino ini jelas akan merubah susunan rantai DNA
pada inti sel yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan.
Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA akan menimbulkan perubahan
keseimbangan genetik pada asam DNA sehingga DNA bakteri Steptococcus mutans
akan mengalami kerusakan. Dengan demikian bakteri Steptococcus mutans akan
menjadi inaktif dan hancur.
4.4.2 Identifikasi Senyawa Saponin
Berdasarkan hasil uji fitokimia (Tabel 5), ekstrak etanol buah pare
menunjukkan hasil positif mengandung senyawa tanin karena saat campuran ekstrak
dikocok kuat-kuat selama 10 menit menimbulkan buih dan dengan penambahan 1
tetes asam klorida buih tidak hilang
Saponin adalah suatu kelas gabungan senyawa kimia, salah satu senyawa
metabolit sekunder yang ditemukan dari sumber alami dan dari berbagai macam
spesies tanaman. Secara spesifik, saponin merupakan glikosida amphiatik dengan
struktur seperti busa sabun yang dihasilkan bila dikocok pada larutan berair dan
26
strukturnya terdiri dari satu atau lebih glikosida hidrofilik dikombinasikan dengan
derivat triterpene lipofilik (Cahyadi, 2009).
Senyawa saponin mempunyai sifat seperti sabun yang merupakan senyawa
“surfactant agent” yang kuat, sehingga dapat menurunkan tegangan permukaaan sel.
Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995). Diabsorpsinya
saponin pada permukaan sel akan mengakibatkan kerusakan sel dengan naiknya
permeabilitas, sehingga bahan-bahan esensial yang dibutuhkan bakteri untuk
kehidupannya hilang dan dapat menyebabkan kematian sel bakteri.
4.4.3 Identifikasi Senyawa Flavonoid
Berdasarkan hasil uji fitokimia (tabel 5), ekstrak etanol buah pare
menunjukkan hasil positif mengandung senyawa flavonoid karena saat campuran
ekstrak dan serbuk magnesium ditambah asam klorida terbentuk warna merah jingga
sampai ungu.
Flavonoid merupakan turunan fenol yang dapat menyebabkan denaturasi dan
koagulasi protein sel bakteri dimana senyawa flavonoid dalam merusak sel bakteri
memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri dengan gugus
alkohol pada senyawa flavonoid. dilakukan dengan merusak dinding sel bakteri
Streptococcus mutans yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan
gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding akan rusak dan segera
mengalami penguraian yang di ikuti penetrasi fenol ke dalam sel bakteri dan
menyebabkan koagulasi protein sehingga membran sel bakteri mengalami lisis.
4.5 Pengujian Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Pare Terhadap Bakeri
Streptococcus mutans
4.5.1 Diameter Daerah Hambat
Dari hasil pengamatan dan pengukuran diameter zona hambat yang berupa
zona hambat di sekitar kertas cakram menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare
27
pada konsentrasi berbeda mempunyai tingkatan efektivitas antibakteri yang berbedabeda terhadap bakteri Streptococcus mutans (Gambar 4).
Gambar 4. Hasil Uji Diameter Daya Hambat Ekstrak Buah Pare Terhadap
Bakteri Streptococcus mutans.
Keterangan: K+= Kontrol Positif, K- = Kontrol Negatif
Berdasarkan pengujian terhadap bakteri Streptococcus mutans, didapatkan
nilai diameter daerah hambat ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi 30%; 40%;
50%; 60% dan 70 % memiliki diameter daerah hambat lebih rendah bila
dibandingkan dengan kontrol positif yaitu amoksisilin 30 UI. Pada gambar 6 dapat
dilihat bahwa zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak buah pare tidak absolut, ini
dikarenakan efektivitas buah pare terhadap bakteri Streptococcus mutans tidak kuat
atau lemah. Sehingga zona hambat di sekitar kertas cakram menjadi tidak rata, masih
terlihat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
mutans
yang ditandai
terbentuknya koloni-koloni bakteri di dalam zona hambat (Parsial).
dengan
28
Tabel 6. Diameter Daerah Hambat Ekstrak Etanol Buah Pare
Diameter Daerah Hambat (mm)
Ulangan Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Kontrol Kontrol
Negatif
30%
40%
50%
60%
70%
Positif
1
12
12
13,5
13,5
15,5
43,5
0
2
10,5
12,5
13,5
13
14
45,5
0
3
11,5
12,5
14,25
12,5
14
44,5
0
4
12
13
14,25
14
14,5
44
0
Jumlah
46
50
55,5
53
58
177,5
11,5
12,5
13,875
13,25
14,5
44,375
Ratarata
0
0
Berdasarkan tabel 6 diperoleh data diameter daerah hambat yang
menunjukkan efektivitas ekstrak kental buah pare, konsentrasi 70% adalah
konsentrasi yang paling menghambat diantara konsentrasi ekstrak lainnya, karena
memiliki diameter daerah hambat yang paling besar dengan rata-rata diameter daerah
hambat sebesar 14.5 mm. Namun bila dibandingkan dengan kontrol positif yaitu
amoxicillin, maka ekstrak etanol buah pare memiliki efektivitas antibakteri sangat
lemah. Menurut Siswandono, dkk., (1995) amokisisilin merupakan antibiotik yang
dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri dan mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Gram negatif maupun Gram positif.
Nilai diameter daerah hambat yang diperoleh, di analisis menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dimana perlakuan yang digunakan adalah
konsentrasi sedangkan responnya adalah diameter daerah hambat (DDH) yang
terbentuk. Pengujian ini dilakukan dengan 4 kali ulangan. Berdasarkan analisis ragam
terhadap bakteri Streptococcus mutans memperlihatkan bahwa nilai diameter daerah
hambat dari ke tujuh perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
29
diameter daerah hambat pada bakteri Streptococcus mutans (Lampiran 6). Hasil uji
Duncan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa nilai DDH dari ke tujuh perlakuan
menunjukkan perbedaan yang nyata.
Gambar 7. Histogram Diameter Daerah Hambat (DDH) Ekstrak Etanol Buah
Pare dan Kontrol Positif Amoksisilin Terhadap Streptococcus
mutans
Histogram diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan pada konsentrasi 30%,
40%, 50% dan 70% ekstrak buah pare yang digunakan, sedangkan pada konsentrasi
60% buah pare tidak efektif dalam menghambat bakteri Streptococcus mutans.
dimungkinkan karena pada saat perendaman kertas cakram pada ekstrak dengan
konsentrasi 60% tidak melarut rata pada kertas cakram sehingga kandungan zat aktif
yang berfungsi tidak menyerap secara sempurna didalam kertas cakram oleh karena
itu untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan dapat dilakukan metode lain
dalam penentuan antibakteri tanpa menggunakan kertas cakram, yaitu dengan metode
perforasi dimana dibuat lubang sumur pada media yang telah ditanami bakteri dan
diberi ekstrak pada lubang tersebut.
30
4.5.2 Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Pada Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) metode yang
digunakan adalah metode dilusi padat. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair
namun menggunakan media padat (agar). Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Krisno, 2011).
Gambar 8. Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Buah Pare
Terhadap Bakteri Streptococcus mutans
Hasil yang diperoleh menunjukan ekstrak etanol 70% buah pare pada konsentrasi
30% hingga konsentrasi 45% menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri yang
sempurna seperti pertumbuhan bakteri pada kontrol negatif, hal ini menujukkan
ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi tersebut tidak memberikan daya hambat
31
terhadap bakteri Streptococcus mutans. Pada konsentrasi 50% dan konsentrasi 55%
ekstrak etanol buah pare sudah menujukkan daya hambatnya ditandai dengan
pertumbuhan bakteri yang lebih jarang dibandingkan dengan konsentrasi 30% hingga
konsentrasi 45%, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak etanol buah pare
tersebut memiliki sifat
bakteriostatik yaitu kemampuan suatu senyawa untuk
menghambat pertumbuhan bakteri. Pada konsentrasi 60% ekstrak etanol buah pare
menunjukkan daya hambat yang cukup besar ditandai tidak adanya pertumbuhan
bakteri pada konsentrasi tersebut, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak
etanol buah pare tersebut memiliki sifat bakteriosidal. sehingga dapat dilihat KHM
berada di konsentrasi 60%. Gambar zona hambat yang terbentuk dapat dilihat pada
Gambar 8.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L) pada konsentrasi 70%
menunjukkan efektivitas yang paling besar terhadap bakteri Streptococcus
mutans namun bersifat parsial.
2. Pada pengujian Konsentrasi Hambat Minimum disimpulkan KHM berada di
konsentrasi 60%.
5.2 Saran
Dari penelitian ini, disarankan:
1. Perlunya pengujian lebih lanjut mengenai pelarut yang cocok untuk maserasi
atau metode lainnya agar senyawa aktif yang terkandung dalam buah pare
dapat terisolasi secara maksimal sehingga efektivitas antibakterinya dapat
maksimal pula.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. ITB Press. Bandung 21. 38 – 39
Anonim. 2008. Streptococcus mutans. http://www. emedicine.com/emerg/topic
128.html.
Bergey. 1998. Bakteri Streptococcus mutans. http://wordpress.com Diakses .29
Januari 2011.
Brander, G. C., Pough, D. M, Bywater, R. J & Jenkins, W. L. 1999. Veterinary
Applied Pharmacology and Therapeutic. 5th Edition. Brailler Tindal,
London.
Cahyadi, Robby. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare
(Momordica charantia L.) terhadap Larva Artemia Salina Leach dengan
Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Skripsi Program Pendidikan
Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro: Semarang
Champbell. 2002 .Tanaman Pare. Erlangga. Jakarta. 197
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI . Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. 163
_____. 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid 1. Jakarta
_____. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta.
_____. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta.
_____. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Jendral Pengawas Obat dan
Makanan. Jakarta.
_____. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta.
_____. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta
_____. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta
_____. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. ed. 1. Jakarta
_____. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta.
_____. 2004. Penetapan Kadar Air. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
34
_____. 2006. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Djumidi H. 1998. Simplisia Nabati. Jilid 1. Depkes RI. Jakarta.
Gunawan, Adiputra. 2009. Potensi buah pare momordica charantia l sebagai
antibakteri salmonella typhimurium. Denpasar:
adigunawan2009.wordpress.com/2009/05/26.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K, Soediro I, Niksolihin S. Terbitan
Pertama. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Iptek. 2005. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=92 diakses 12
Januari 2011;
Jaya, Rahayu Marta. 2010. Kadar Abu. http://eremjezone.blogspot.com
/2010/05/kadar-abu.html diakses 2 Oktober 2011
Jouvenez, Dp. Blum, M MS., Maccconel, JB. 1972. Antibakterial Activiti of
Fenom Alkaloid from The Imported Fire and Solepncsis Invicta Buren.
Amerikan society for Microbiologi: 2 (4): 291-293.
Karou, D. Aly, S. Antonella, C. Saydou, Y Alfed ST. 2006. Antibakterial Activiti
of Fenom Alkaloid from The Imported Fire and Solepncsis Invicta Buren.
Amerikan society for Microbiologi: 2 (4): 291-293
Krisno, Agus. 2011. Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Indikator Uji.
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/pemanfaatanmikroorganisme-sebagai-indikator-uji diakses 3 Oktober 2011
Kumar D.S, Vamshi S.K, Yogeswaran P, Haranin A, Sudhakar K, Sudha P, banji
D. 2010. A Medicinal Potency of Momordica Charantia. International
Journal of Pharmaceutical Science Review and Research Volume 1, Issue
2, Article 018: 96-98
Muis E. 2010. Situs Pelayanan Kesehatan. Decha Care . (24 Mei 2011)
Michalek. S.M.. J.R. Mc Ghee. 1982. Dental Microbiology. Fourth Edition.
Harper & Raw Publisher. Philadelphia.
Peoloengan M, Chairul, Komala I, Salmah S, Susan M.N,. 2006. Aktivitas
Antimikroba dan Fitokimia Dari Beberapa Tanaman Obat. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Bogor.
Prescott LM. 2005. Microbiology 2nd Edition. Mc. Grow-Hill. New York.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Edisi ke-VI
(Diterjemahkan oleh Padmawinata, K). institutTeknologi Bandung.
35
Roeslan B.O. 1996. Karakteristik Penyebab Karies Gigi. Majalah Kedokteran
Gigi FKG Usakti. Jakarta.
Rukmana R. 1998. Budi Daya Pare. Kanisius. Yogyakarta
Siswandono dan Soekardjo B. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University
Press. Surabaya. Hal: 10 – 14.
Saeed dan Tariq P. 2005. Antibacterial Activities of Mentha Piperita, Pisum
Sativum and Momordica Charantia. Departement of Microbiology
University of Karachi. Karachi. Pakistan: 997-1001
Subahar T & Tim Lentera. 2004. Khasiat & Manfaat Pare, Si Pahit Pembasmi Penyakit.
Agromedia Pustaka. Indonesian.
Taylor L. 2002. Technical Data Report For Bitter Melon From Herbal Secrets of
the Rainforest 2nd edition. Sage Press. Austin. Hal: 2
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
.
37
Lampiran 1. Determinasi Tanaman
38
Lampiran 2. Alur Penelitian
Persiapan Penelitian
Pembuatan serbuk simplisia
Penetapan kadar air dan kadar
abu serbuk simplisia
Pembuatan ekstrak kental
simplisia
Uji Fitokimia Ekstrak Buah
Pare
Uji Efektifitas Ekstrak Buah
Pare terhadap Streptococcus
mutans (DDH dan KHM)
Pengolahan Data Hasil
Pengamatan
39
Lampiran 3. Pembuatan Simplisia Serbuk Buah Pare
Pengumpulan Bahan
Sortasi Basah
Pencucian
Pengeringan
Sortasi Kering
Penggilingan
Pengayakan Dengan Ayakan Mesh
40
Serbuk Simplisia Buah Pare
40
Lampiran 4. Pembuatan Ekstrak Buah pare
Serbuk Buah Pare
Ekstraksi dengan etanol 70% sebagai
pelarut dan dituangkan perlahan-lahan
secara terus menerus sebanyak 75%
bagian
Diamkan selama 5 hari serbuk simplisia
sambil di aduk setiap 6 jam
Disaring dan ampasnya diekstraksi
dengan 25% sisa pelarut dengan perlakuan
yang sama
Dikentalkan dengan rotary evaporator
Ekstrak kental buah pare
Pembuatan konsentrasi ekstrak
30%, 40%, 50%, 60%, 70%
41
Lampiran 5. Pembuatan Media
Mueller Hinton Agar
Komposisi :

Beef, Dehydrated Infusion 300,0

Casein hydrolysate 1,75

Starch 1,5

Agar 17,0
Cara Pembuatan :
Suspensikan 38 gram serbuk media dalam 1 liter aquadest. Panaskan
untuk melarutkan media sepenuhnya. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C
selama 15 menit.
Lampiran 6. Data Penetapan Kadar Abu dan Rendemen
a. Data Kadar Abu Ekstrak
Bobot
cawan
(g)
Bobot cawan
+ sampel
awal (g)
Bobot sampel
awal (g)
Bobot
cawan +
abu (g)
Kadar
abu (%)
21,3775
22,4925
1,1150
21,4582
7,24
(Bobot Cawan Kosong + Abu) – Bobot Cawan Kosong
Kadar Abu =
x 100%
Bobot Sampel
b. Data Rendemen Ekstrak
Berat Simplisia
Awal (g)
Berat
Ekstrak (g)
Rendemen (%)
1000
301,38
30,138
42
Bobot Ekstrak
Rendemen Ekstrak =
x 100%
Bobot Simplisia
Lampiran 7. Analisis Data
Descriptives
DDH
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
30 %
4
11.5000
.70711
.35355
10.3748
12.6252
10.50
12.00
40 %
4
12.5000
.40825
.20412
11.8504
13.1496
12.00
13.00
50 %
4
13.8750
.43301
.21651
13.1860
14.5640
13.50
14.25
60 %
4
13.2500
.64550
.32275
12.2229
14.2771
12.50
14.00
70 %
4
14.5000
.70711
.35355
13.3748
15.6252
14.00
15.50
Kontrol (+)
4
44.3750
.85391
.42696
43.0162
45.7338
43.50
45.50
Kontrol (-)
4
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
28
15.7143
12.81939
2.42264
10.7434
20.6851
.00
45.50
Total
ANOVA
DDH
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
4429.589
6
738.265
7.500
21
.357
4437.089
27
F
2067.142
Sig.
.000
43
DDH
a
Duncan
Subset for alpha = 0.01
Sampel
N
1
2
3
Kontrol (-)
4
30 %
4
11.5000
40 %
4
12.5000
60 %
4
50 %
4
70 %
4
Kontrol (+)
4
Sig.
4
5
6
.0000
12.5000
13.2500
13.2500
13.8750
13.8750
14.5000
44.3750
1.000
.028
.090
.154
.154
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Lampiran 8. Beberapa Alat dan Bahan yang Digunakan
Gambar 7. Moisture Balance
Gambar 8. Rotary Evaporator
1.000
44
Gambar 9. Candle Jar
Gambar 11. Media Mueller
Hinton
Gambar 13. Mikro Pipet
Gambar 10 .Autoklaf
Gambar 12. Kertas Cakram
Gambar 14. Inkubator
Download