Agency Problems and the Theory of the Firm

advertisement
Agency Problems and the Theory of the Firm
Eugene F. Fama.
Makalah ini mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran pemisahan
kontrol dan
kepemilikan sekuritas-biasanya pada perusahaan besar- sehingga menjadi organisasi ekonomi
yang efisien. Pertama, mari kesampingkan anggapan bahwa sebuah perusahaan mempunyai
pemilik. Demikian halnya pula dengan wirausaha yang telah tercakup dalam korporasi modern.
Dua fungsi yang selalu terkait dengan wirausaha-manajemen dan pengambilan resiko- dianggap
sebagai faktor yang secara natural terpisah dari seperangkat kontrak yang disebut perusahaan.
Perusahaan berkompetisi dengan perusahaan lainnya, mengharuskan evolusi dengan tujuan
pengawasan seluruh tim dan anggota individual dalam perusahaan—khususnya manager—dalam
menghadapi persaingan dan kesempatan dalam pasar untuk mewujudkan pelayanan yang baik, di
dalam maupun di luar perusahaan.
Ahli Ekonomi telah lama prihatin mengenai problema insentif yang muncul saat
pengambilan keputusan dalam perusahaan menjadi wewenang manajer, yang bukan anggota
pemegang sekuritas dalam perusahaan. Hal tersebut merupakan keluaran dari teori perusahaan
behavioral dan manajerial yang menolak model klasik wirausahan atau yang disebut dengan
manajer-pemilik, yang bekerja dengan pikiran sendiri dalam menjalankan perusahaan untuk
memaksimalisasi keuntungan, atas nama teori yang fokus pada motivasi manajer untuk
mengontrol, namun bukan pemilik yang memiliki sedikit kemiripan atas economic man klasik.
Contoh dari pendekatan ini adalah Baumol (1959), Simon (1959), Cyert and March (1963), dan
Williamson (1964).
Literatur terkini telah bergerak menuju teori yang menolak model klasik dari perusahaan
namun berasumsi bahwa bentuk klasik dari perilaku ekonomi adalah bagian dari agen-agen
dalam perusahaan. Perusahaan dilihat sebagai seperangkat kontrak diantara faktor produksi,
dimana setiap faktor mempunyai motivasi tersendiri. Dengan mengedepankan penekanan pada
pentingnya hak dalam organisasi yang tertulis dalam kontrak, literatur ini mempunyai karakter
dibawah rubrik property rights. Alchian dan Demsetz (1972) dan Jensen dan Meckling (1976)
adalah contoh yang terbaik. Pendahulu karya mereka adalah Coase (1937, 1960).
Perbedaan dalam yang mendasar dari Alchian dan Demsetz (1072) serta Jensen dan
Meckling (1976) adalah dalam sudut pandang perusahaan sebagai seperangkat kontrak di antara
faktor produksi. Efeknya, perusahaan dilihat sebagai sebuah tim, dimana anggotanya bergerak
atas dasar kepentingan masing-masing namun menyadari bahwa nasib mereka bergantung pada
bisa tidaknya tim bergelut dalam kompetisi dengan tim (perusahaan) lainnya. Namun, sudut
pandang tersebut tidak tertanam cukup jauh. Dalam teori klasik, agen yang mempersonalisasikan
perusahaan adalah pemilik yang merangkap manajer dan pengambil resiko. Meski jabatannya
terkadang berubah—misalnya, Alchian dan Demsetz menyebutnya orang yang memberikan
pekerjaan (employer)--, pemilik meneruskan perannya sebagai pemegang peranan sentral dalam
perusahaan pada literatur hak kepemilikan perusahaan. Sebagai konsekuensi, literatur ini gagal
untuk menjelaskan korporasi besar modern, dimana kontrol atas perusahaan ada ditangan
manajer yang lebih kurang terpisah dari para pemegang sekuritas perusahaan.
Thesis utama dari makalah ini adalah pemisahan kontrol dan kepemilikan sebagai bentuk
organisasi yang efektif dalam perspektif seperangkat kontrak. Pertama, mari kesampingkan
anggapan bahwa sebuah perusahaan mempunyai pemilik. Demikian halnya pula dengan
wirausaha yang telah tercakup dalam korporasi modern. Dua fungsi yang selalu terkait dengan
wirausaha-manajemen dan pengambilan resiko- dianggap sebagai faktor yang secara natural
terpisah dari seperangkat kontrak yang disebut perusahaan. Perusahaan berkompetisi dengan
perusahaan lainnya, mengharuskan evolusi dengan tujuan pengawasan seluruh tim dan anggota
individual dalam perusahaan—khususnya manager—dalam menghadapi persaingan dan
kesempatan dalam pasar untuk mewujudkan pelayanan yang baik, di dalam maupun di luar
perusahaan.
Irrelevansi konsep kepemilikan dalam Perusahaan.
Untuk mengatur kerangka berpikir dalam analisis, mari perjelas peran manajemen dan
pengambilan resiko dalam seperangkat kontrak yang disebut perusahaan. Manajemen adalah tipe
pekerjaan dengan peran spesial—mengatur aktivitas sesuai dengan kontrak yang telah disepakati,
yang bisa dikarakterisasikan sebagai pembuat keputusan. Untuk menjelaskan peran pengambil
resiko, maka asumsikan sejenak bahwa sebuah perusahaan menyewa segala faktor produksi dan
kontrak rental tersebut dinegosiasikan di awal produksi dengan pembayaran di akhir produksi.
Pengambil resiko harus meneken kontrak yang menyebutkan ketidakpastian dan kemungkinan
selisih negatif antara biaya dan pendapatan total pada setiap akhir periode produksi.
Mengingat segala faktor produksi dibayar setiap akhir periode, maka pengambil resiko
tidak perlu menginvestasikan apapun pada perusahaan ketika awal periode dimulai. Namun pada
umumnya, pengambil resiko akan menjamin performa mereka dengan menerapkan wealth ex
ante, menggunakan uang tersebut untuk membeli modal dan teknologi yang digunakan
perusahaan dalam aktivitas produksi. Dalam cara ini, fungsi pengambilan resiko dikombinasikan
dengan kepemilikan modal dan teknologi. Kami pun mengobservasi bahwa fungsi yang
bergabung tersebut dikemas sedemikian rupa dan dijual pada sejumlah grup investor yang
berbeda. Contohnya, modal yang dimiliki naik dengan menerbitkan obligasi dan common stock,
obligasi tersebut juga mencakup kombinasi pengambilan keputusan dan kepemilikan modal
dengan relativitas pengambilan resiko yang sangat kecil terhadap kombinasi pengambilan resiko
dan kepemilikan modal pada common stock. Kecuali jika obligasi tidak beresiko, fungsi
pengambilan keputusan dibuat terpisah oleh pemegang obligasi, dan kepemilikan modal dibagi
pada pemegang obligasi dan pemegang saham.
Namun, kepemilikan modal harus berbeda jelas dengan kepemilikan perusahaan. Setiap
faktor dalam perusahaan dimiliki oleh sekelompok orang. Perusahaan hanyalah seperangkat
kontrak yang mencakup input untuk menghasilkan output dan cara agar output dapat dibagi
dianatara input. Dalam perspektif nexus of contracts ini, kepemilikan perusahaan adalah konsep
yang irrelevan. Mengesampingkan pergerakan bahwa perusahaan dimiliki oleh pemegang
sekuritas adalah hal yang penting karena menyangkut langkah pertama untuk mencapai
kesepahaman atas pernyataan kontrol perusahaan tidak serta merta ada pada wewenang
pemegang sekuritas. Langkah kedua adalah mengatur peranan dalam perusahaan yang biasanya
terkait dengan wirausaha.
Manajemen dan Pengambilan Resiko: “Lebih Mendalam”
Wirausahawan (manajer-pengambil resiko) adalah sentral, baik menurut analisis JensenMeckling maupun Alchian-Demsetz atas perusahaan. Contohnya, Alchian Dez mengatakan:
Esensi dari perusahaan klasik diidentifikasi sebagai struktur kontrak dengan: 1) kerjasama
produksi; 2) beberapa kerjasama pemilik; 3) satu pihak yang mengetahui segala kontrak
kerjasama; 4) yang mempunyai hak untuk bernegosiasi ulang kontrak kerjasama manapun secara
independen dengan pemilik lainnya; 5) memiliki klaim residual dan 6) memiliki hak untuk
menjual status residual kontrak utama. Agen sentral disebut dengan pemilik perusahaan dan
pegawai.
Untuk dapat memahami perusahaan modern, maka disarankan untuk memisahkan
manajer, agen poin 3 dan poin 4 pada definisi perusahaan oleh Alchian-Demsets, atas pengambil
keputusan yang dicantumkan pada poin 5 dan poin 6. Rasionalisasi pemisahan fungsi-fungsi
tersebut tidak serta merta agar berujung pada hasil akhir yang sangat deskriptif atas perusahaan,
seperti poin yang tertera baik dalam makalah Alchian-Demsetz maupun Jensen-Meckling.
Kerugian terbesar dalam mempertahankan konsep wirausaha adalah pencegahan perkembangan
sudut pandang atas manajemen dan pengambilan keputusan sebagai faktor produksi yang
terpisah, masing-masing menghadapi tuntutan pelayanan untuk menyediakan alternatif
kemungkinan, dan dalam kasus manajemen, motivasi atas performa.
Lebih lanjut, dengan diberikannya seperangkat kontrak semacam itu, maka sebuah
perusahaan sedang berada dalam kompetisi dengan perusahaan lainnya, dengan kata lain
sejumlah tim yang bekerjasama dalam faktor produksi. Jika ada bagian dari tim yang mempunyai
kepentingan khusus demi kelangsungan hidupnya, maka hal tersebut tidak serta merta menjadi
resiko. Tak dapat dipungkiri, sebuah tim tidak menyediakan faktor kelangsungan hidup tersebut,
seperti manajemen dan kepegawaian, dan dilindungi oleh pasar yang menyatakan bahwa
pelayanan yang mereka berikan di suatu waktu dapat dijual atau disewakan ke tim lainnya.
Pengambil keputusan, sebagai pengklaim residual, juga terlihat menderita konsekuensi yang
paling langsung dari gagalnya sebuah tim. Namun, pengambil keputusan dalam korporasi
modern juga mempunyai pangsa pasar bagi pelayanan mereka –pasar modal- yang
memungkinkan mereka untuk bertukar posisi di antara sesama tim dengan biaya transaksi yang
sangat murah dan untuk membendung kegagalan tim atas nama perbedaan jaminan antar tim.
Sudah pasti, teori portofolio untuk investor sudah seharusnya dibedakan antar sekuritas
dalam banyak perusahaan. Maka, sejak pemilik sekuritas memegang sekuritas beberapa
perusahaan untuk mencegah kekayaan tergantung hanya pada satu perusahaan, jaminan
individual
biasanya tidak memperhitungkan langkah yang diambil oleh perusahaan lain.
Singkatnya, pengambilan keputusan yang efisien harus mengimplementasikan pemisahan
kepemilikan sekuritas secara masal demi jaminan kontrol perusahaan.
Di sisi lain, manajer perusahaan menyewa kekayaan substansial—Sumber daya manusiapada perusahaan, dan biaya rental bagi sumber daya tersebut bergantung pada kesuksesan
perusahaan tersebut. Fungsi manajemen adalah untuk mengawasi kontrak di antara berbagai
faktor dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Untuk fungsi pasar kepegawaian
manajerial, asosiasi manajer sebelumnya beserta kesuksesan atau kegagalannya adalah informasi
yang menjelaskan talenta manajer yang dimiliki olehnya. Manajer dari sebuah perusahaan,
layaknya pelatih dalam sebuah tim, tidak akan serta merta langsung mengalami kenaikan atau
penurunan gaji atas penampilan timnya, namun akan ada dampak di masa mendatang pada gaji
atas kesuksesan atau kegagalan yang dihadapi timnya, maka hal ini menjadi pancang manajer
untuk mewujudkan kesuksesan dalam timnya.
Pemegang sekuritas perusahaan menyediakan bantuan yang penting namun tidak secara
langsung bagi manajer untuk memenuhi tugas manajerial pada perusahaan. Pemegang sekuritas
ingin membeli sekuritas dengan kepercayaan bahwa harga yang telah dibayarkan akan mendapat
resiko yang sepadan dan memungkinkannnya mendapat keuntungan di masa depan. Maka, meski
individu pemegang sekuritas tidak begitu tertarik untuk meninjau manajemen dari sebuah
perusahaan, ia harus mengawasi pasar modal yang secara efisien menentukan harga sekuritas
perusahaan. Signal yang berasal dari pasar modal tersebut dapat menjadi nilai evaluasi bagi pasar
manajerial.
Kini kita sampai di pertanyaan sentral. Sampai batas mana sinyal tersebut mempengaruhi
kinerja manajer? Maka langkah pertama yang harus didiskusikan adalah tipe disiplin yang
ditekankan oleh pasar kepegawaian manajerial, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Maka,
disiplin tersebut dianalisis untuk tujuan memecahkan problema insentif potensial yang bisa
diasosiasikan dengan pemisahan kontol dan kepemilikan sekuritas.
Kelangsungan Pemisahan Kontrol dan Kepemilikan Jaminan pada Perusahaan: Komentar
Umum
Pasar kepegawaian manajerial membuat perusahaan memikul tekanan untuk memilah
manajer berdasarkan performa. Salah satu bentuk tekanan datang dari fakta bahwa perusahaan
yang sedang berjalan selalu membutuhkan manajer baru. Manajer baru yang potensial dilihat
melalui performa yang akan dinilai, dan juga performa yang akan mendatangkan keuntungan
baginya. Lebih jauh, saat sistem keuntungan perusahaan tidak responsif dengan performa, maka
perusahaan tersebut akan kehilangan manajer, dan manajer terbaik akan menjadi yang pertama
meninggalkan perusahaan.
Selain itu, juga terdapat pengawasan internal terhadap manajer melalui manajer itu
sendiri. Bagian dari talenta seorang manajer adalah kemampuan untu mengevaluasi produktivitas
manajer yang berada lebih rendah dari posisinya. Namun tidak menutup kemungkinan bagi yang
mempunyai jabatan lebih rendah untuk mengawasi yang lebih tingggi, meski jarang di apresiasi
dengan baik. Manajer tersebut mencari kelemahan manajer yang berada di atas mereka. Lebih
jauh, dalam sebuah tim dan kontrak nexus atas perusahaan, setiap manajer diharuskan untuk
menganalisis performa manjer di atas dan di bawahnya, ketika performanya sudah menjadi suatu
fungsi yang positif. Akhirnya, meski manajer yang lebih tinggi dipengaruhi lebih dibanding
manajer yang lebih rendah, semua manajer menyadari bahwa pasar kepegawaian manajerial
menggunakan performa dari perusahaan untuk menentukan tingkat gaji setiap manajer.
Singkatnya, setiap manajer mempunyai posisi tersendiri atas performa manajer di atas dan
dibawahnya, dan sebagai konsekuensi, juga ikut mengawasi pekerjaannya tersebut.
Semua manajer yang berada dibawah manajer tingkat atas mempunyai kepentingan yang
berbeda dalam melihat pasar manajerial. Namun dalam mekanisme apa manajemen tingkat atas
tersebut didisiplinkan? Karena fungsi ini seharusnya dimiliki oleh sejumlah direktur, maka
mekanisme tersebut dikonstruksikan sebagai tugas direktur. Sekumpulan direktur yang
didominasi oleh pemegang sekuritas tersebut tampaknya tidak bekerja secara optimal. Perbedaan
kepemilikan jaminan berguna bagi alokasi optimal dalam pengambilan resiko, namun
mempunyai konsekuensi bawa pemegang sekuritas dalam perusahaan terlalu diversif di antara
semua pemegang sekuritas antar perusahaan untuk mengambil keuntungan di perusahaan
tertentu.
Jika ada kompetisi di antara manajer tingkat atas tersebut (semua ingin mnejadi bos di
antara para bos), maka seharusnya mereka yang mengatur para direktur tersebut. Mereka berada
di garda paling depan dalam menghadapi manajer yang berada di tingkat bawah ketika terjadi
performa yang buruk. Juga karena kekuatannya dalam pengambilan keputusan perusahaan, maka
pasar bagi penentuan gaji mereka pun ditentukan oleh performa perusahaan. Jika mereka juga
bersaing untuk posisi teratas dalam perusahaan, maka merekalah yang paling mengetahui kritik
atas performa perusahaan itu sendiri.
Dengan keadaan dikontrol oleh direktur, manajemen teratas tersebut dapat berasumsi
bahwa kolusi dan pengambil alihan kekayaan pemegang sekuritas lebih baik dibanding
kompetisi di antara mereka. Kemungkinan pengaturan kolusi tersebut dapat diperkecil, dan
kelangsungan direktur sebagai pihak yang terekspos mekanisme pasar juga dapat ditingkatkan,
dengan inklusi direktur luar perusahaan. Hal tersebut dapat menjadi pengawas profesional yang
bertugas untuk menstimulasi dan mengawasi kompetisi di antara sejumalh manajemen teratas
dalam perusahaan tersebut. Atas nama evolusi terdepan dari persiangan yang menjadi dinding
penopang perusahaan, direktur luar tersebut diawasi oleh pasar yang menetukan gaji mereka atas
performa sebagai pengawas. Karena sistem ini sangat ditentukan oleh pasar, maka dapat
menimbulkan daya saing yang baik dalam pemegang sekuritas dari perusahaan tersebut.
Analisis tersebut tidak menyebut bahwa para direktur harus diisi oleh posisi manajer dan
direktur luar. Namun, dilihat sebagai institusi yang taat pada pasar, pengawasan internal dari
seperangkat kontrak yang disebut perusahaan, yang peranan terpentingnya adalah memeriksa
keputusan tertinggi atas nama perusahaan. Dalam sebuah tim atau kontrak nexus atas perusahaan,
satu pihak tidak dapat menentukan evolusi badan direktur yang berisi berbagai faktor produksi
(atau representatif yang disewa), dimana perjanjian yang umum adalah produk marjinal
dipengaruhi oleh pemegang keputusan tertinggi. Di sisi lain, satu pihak juga tidak dapat
mengambil kesimpulan bahwa semua faktor akan muncul secara natural karena akan ada institusi
lainnya, misalnya, sebuah kesatuan, yang secara efektif mengawasi manajer atas nama beberapa
faktor yang spesifik. Kesimpulan yang bisa ditarik adalah mekanisme lingkungan yang
kompetitif dan dengan biaya murah adalah yang paling bisa bertahan. Peran badan direktur
dalam kerangka kerja adalah untuk menyediakan mekanisme dengan biaya yang rendah untuk
mengganti manager teratas; biaya rendah, misalnya, mekanisme yang dibiarkan dicampuri oleh
pihak luar, meskipun, tentu saja eksistensi pihak luar menjadi kekuatan tersendiri untuk
meningkatkan pasar manajerial internal.
Perspektif yang disarankan dalam makalah ini berutang pada literatur hak kepemilikan
properti. Lebih jauh, Alchian (1969) dan Alchian dan Demsetz (1972) mengomentari cara
mendisiplinkan manajer yang melibatkan pihak dalam dan pihak luar. Namun, pengawasan atas
kedisiplinan manajer tersebut juga terkait dengan pengambil keputusan, yang dibantu oleh pasar
manajerial dan kemungkinan diambil alihnya perusahaan oleh pihak luar. Jensen dan Meckling
(1976) menempatkan pengambil resiko sebagai pengawas bagi manajerial, namun tidak
mengizinkan bantuan dari pihak luar. Dari semua penulis literatur hak kepemilikan properti,
Manne (1965, 1967) menekankan pengambikan kontrol pasar atas perusahaan. Ia menemukan
bahwa fungsi pengambil keputusan dan manajemen kepemilikan jaminan adalah dua hal yang
berbeda. Namun baginya, mendisiplinkan manajer adalah tugas wirausahawan, yang pada tahap
pertama menjadi tugas penyelenggara perusahaan dan nantinya menjadi tugas para ahli untuk
mengambil alih.
Saat manajemen dan pengambil resiko dilihat sebagai dua faktor produksi yang berbeda,
melihat pengambilan resiko dari sudut pandang teori portofolio bahwa pengambil keputusan
dapat menyebar kekayaannya pada berbagai perusahaan sehingga tidak akan terfokus hanya pada
satu perusahaan saja. Maka, model perusahaan, seperti yang terdapat pada Alchian-Demsetz dan
Jensen-Meckling, dimana kontrol manajemen menjadi tanggungjawab pengambilan resiko, tidak
serta merta menghilangkan problema insentif yang diciptakan oleh pemisahan dan kontrol
kepemilikan jaminan. Pendekatan Manne yang hampir serupa, dimana kontrol atas manajemen
menjadi tugas mekanisme pengambil alihan dari pihak luar, menawarkan sedikit kenyamanan.
Kelangsungan hidup dari korporasi besar dengan kepemilikan jaminan yang tersebar dijelaskan
lebih jelas dengan model dimana mendisiplinkan manajer bergantung pada pasar manajerial,
dengan bantuan dari kesatuan pengawasan internal dan eksternal yang berevolusi untuk
menstimulasi efisiensi korporat, dan pengambilalihan oleh pihak luar adalah alternatif terakhir.
Kelangsungan Pemisahan Kontrol dan Kepemilikan Jaminan: Detil
Paparan di atas adalah diskusi umum mengenai tekanan yang diberikan oleh pasar
manajerial untuk mendisiplinkan manajer. Kini saatnya melongok pada kondisi spesifik dimana
disipli oleh pasar manajerial dapat berdampak pada pemecahan problema insentif yang
diasosiasikan dengan pemisahan kontrol dan kepemilikan jaminan atas perusahaan.
Untuk dapat fokus pada problema tersebut, maka perlu dianalisis tentang situasi dimana
manajer juga merupakan pemegang sekuritas sehingga tidak akan ada masalah insetif. Saat
seorang manjer juga merangkap sebagai pemegang sekuritas, manajer akan menghabiskan
konsumsi atas tugas tersebut, melalui banyak cara, persyaratan, dan inkompetensi, hingga sampai
pada suatu titik menghasilkan kesetaraan yang adil sehingga dapat menyediakan dolar yang
digunakan sebagai investasi diluar perusahaan. Manajer diinduksi untuk segera membuat
keputusan spesifik karena ia terlibat konsumsi langsung atas pekerjaan tersebut. Maka, sebagai
manajer ia tidak dapat menghindari efek rangkapnya sebagai pemegang sekuritas.
Sebaliknya, jika manajer tidak lagi menjadi pemegang sekuritas, dengan kondisi tidak lagi terikat
sejumlah kontrak atas posisi tersebut, maka manajer tersebut mempunyai insentif lebih banyak
dari kontrak yang dimilikinya. Manajer melihat bahwa ia dapat mengambil keuntungan lebih
dengan mensyaratkan lebih dari kontrak yang diembannya. Hal ini tidak serta merta berarti
bahwa profit yang didapat manajer berasal dari faktor produksi lain. Deviasi tersebut akan
disatukan dalam kontrak ex ante basis; contohnya, penyesuaian gaji manajer.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut berbeda dengan ex post settling up. Terdapat
kerugian potensial dari pemisahan kontrol dan kepemilikan atas jaminan pada perusahaan. Juga
terdapat situasi dimana manajer diinduksi untuk mendapat banyak pekerjaan dibanding yang ia
suka, dan mendapat bayaran lebih atas pekerjaan tersebut.
Tiga kondisi umum yang menentukan revaluasi gaji yang ditentukan oleh pasar
kepegawaian manajerial dalam bentuk ex post settling up yang memecahkan problema insentif
manajerial. Kondisi pertama adalah talenta dan selera manajer atas konsumsi pekerjaan tersebut
tidak pasti, akan berubah seiring berjalannya waktu, dan harus dipengaruhi oleh pasar diluar
performanya pada posisi saat ini dan di masa lalu. Karena mengedepankan asumsi dimana
ketidakpastian menjadi wadah pasar manajerial, maka asumsi ini tidak mempunyai batasan yang
riil.
Asumsi kedua adalah pasaran manajerial menggunakan informasi terkini dan sejarah di
masa lalu untuk menentukan gaji potensial serta tugas dan kekuatan yang menyertainya.
Singkatnya, berbeda dengan sekian banyak literatur mengenai pemisahan kontrol dan
kepemilikan atas jaminan, efisiensi atau rasionalitas pemaparan ini berdasar pada pasar
manajerial. Sebagai pertahanan atas asumsi ini, terbujti atas problema yang dihadapi oleh pasar
manajerial dalam merevaluasi manajer pada perusahaan dengan berkaca pada masalah yang
dihadapi oleh pasar modal. Meski detil dari setiap proses tidak diketahui, namun bukti empiris
(Fama
1976,
chaps.
5
dan
6)
menyarankan
bahwa
pasar
modal
secara
umum
merasionaliasasikan nilai perusahaan dalam bentuk informasi ketidak pastian dan jauh dari
ketepatan. Hal tersebut tidak bermaksud bahwa informasi dalam pasar sama rasional dan efisien,
namun sebaliknya menjadi anggapan yang kuat atas hal tersebut.
Kunci terakhir bagi kontrol atas fungsi manajerial melalui perubahan gaji adalah
banyaknya gaji cukup untuk memecahkan maslaah mengenai insentif. Dalam bentuk yang
umum, kondisi yang terjadi menentukan banyaknya hasil yang di dapat. Susbstansi yang lebih
jelas dicantumkan oleh beberapa contoh spesifik sebagai berikut.
Contoh 1: Sumber daya yang bisa diperjualbelikan
Asumsikan manajer sumber daya manusia, potensi gaji di masa mendatang, dan aset yang
bisa diperjualbelikan. Asumsikan bahwa manajer mempunyai sudut pandang atas gaji di masa
depan yang akan diperolehnya, menyangkut kualitas sumber daya yang dapat berubah oleh
faktor lainnya, terutama oleh pemegang sekuritas, karena deviasi sang manajer terhadap kontrak.
Maka, selama manajer tersebut tidak terlalu berani mengambil resiko, maka revaluasi sumber
daya tersebut dalam bentuk ex post settlingup. Manajer tidak harus mejadi ex ante atas deviasi
kontrak mengingat proses revisi gaji bergantung pada insentif deviasimya.
Penting untuk mempertimbangkan mengapa manajer dapat berkesimpulan bahwa nilai
sumber daya yang diembannya berubah oleh kekayaan yang dimiliki faktor lainnya akibat
deviasi atas kontrak yang dijalaninya. Ingat bahwa implementasi pasar atas perubahan kekayaan
tersebut juga merupakan implementasi perbedaan atara produk ex post marginal dari manajer
tersebut dan produk marginal yang telah dikontrak untuk mengantar ex ante. Namun,
implementasi manapun dari produk marginal manager juga bersinggungan dengan talenta dan
usaha yang dilakukannya. Tanpa detail spesifik mengenai apa yang dibutuhkan pasar untuk
menjadi proses statistik yang mengatur evolusi manaher atas talenta dan seleranya untuk
mengemban suatu tugas, maka tak dapat dikatakan seberapa besar pasar akan mengatur gajinya
di masa mendatang untuk merefleksikan ukuran terhadap produk marginal. Berasumsi bahwa
pasar menggunakan informasi secara rasional, penyesuaian mendekati usaha untuk mewujudkan
pengukuran terkini atas noise, namun selama masih ada noise dalam proses tersebut, penyesuaian
tersebut tidak akan selesai.
Meski gaji selanjutnya di masa depan tidak disesuaikan dengan banyaknya implementasi
pada biaya deviasi yang tertera pad akontrak yang dimilikinya, seorang manajer dengan
pengalaman berlipat dapat berasumsi bahwa implikasi perubahan kekayaan di masa depan, yakni
nilai gaji yang berubah, adalah dalam jumlah yang sama besarnya dengan deviasi terhadap
kontrak. Dalma kasus ini, perubahan sebaya dengan kekayaan yang disesuaikan dengan gaji di
masa mendatang adalah bentuk dari ex post settling up yang berujung pada implementasi kontrak
secara penuh. Lebih jauh, revisi gaji akan memecahkan masalah potensial mengenai problema
insentif manajer meski ex post settling up tidak mengikutsertakan perusahaan yang
mempekerjakan manajer tersebut; maka, kenaikan atau penurunan gaji mengenai deviasi kontrak
dapat menjadi tawaran dari perusahaan lain.
Tentu saja perubahan kekayaan manajer dapat menimbulkan konsekuensi revisi gaji
selanjutnya tidak akan selalui ekuivalen dengan ex post settling up. Saat manajer tidak
mengharapkan bersaing dalam pasar manajerial dalam beberapa waktu, maka jumlah revisi gaji
yang akan terjadi di masa datang dapat menjadi lebih sedikit dibanding ex post settling up. Akan
ada situasi dimana perubahan kekayaan personal dari kontrak lebih besar dibanding kekayaan
yang didapat dari faktor lainnya. Karena banyak pembaca mengalami kesulitan mengenai poin
tersebut, maka sudah selayaknya pemahaman atas poin ini ditingkatkan.
Ahli ekonomi (terutama ahli ekonomi berusia muda) dengan mudah membayangkan
situasi dimana efek baik tidaknya artikel dalam sebuah buku pada nilai pasar sumber daya,
melalui pengukuhan atau rendahnya “reputasi”, adalah akibat dari efek perbedaan pada nilai
pasar atas pekerjaan spesifik terhadap penerbit manapun. Manajer dapat seringkali mempunyai
persepsi yang sama dengan implikasi performa yang nilai pasar atas sumber daya yang mereka
emban.
Contoh 2: Proses stohastic bagi produk manajerial
Contoh ex post setting up selanjutnya adalah melalui revisi gaji yang lebih formal
dibanding yang terpapar di atas. Asumsi spesifiknya adalah evolusi stohastic dari manajer yang
mengukur produk marginal dan tentang bagaimana pekerja manajerial menggunakan informasi
dari proses tersebut untuk menyesuaikan gaji manajer di masa depan-dalam hal jumlah yang
presisi, hasil performa sebelumnya ditinjau dari ex post settling up.
Asumsikan produk marginal manajer dalam periode tertentu (t) disusun atas dua term: (i)
nilai yang diharapkan, menyangkut talenta, usaha yang dilakukan selama (t), dsb.; dan (ii)
random noise. Random noise ini dapat berujung pada pengukuran yang salah, kesulitas terjal
untuk mengukur produk marginal secara akurat saat ada sebuah tim produksi, namun juga dapat
muncul terpisah dari fakta bahwa talenta dan usaha maksimal yang dikerahkan seringkali tidak
berujung dengan hasil yang maksimal jika mengingat berbagai konsekuensi yang ada. Lebih
jauh, karena evolusi talenta dan selera manajer yang penuh ketidakpastian, nilai yang diharapkan
dari produk marginal sendiri adalah proses yang stohastic. Secara spesifik, asumsi atas nilai yang
diharapkan (z), diikuti oleh langkah independen dari random noise (E), dalam pengukuran
produk marginal manajer (z,), maka pengukuran produk marginal,
adalah random walk ditambah white noise. Atas alasan simplisitas, juga dimunculkan asumsi
bahwa proses ini juga meliputi produk marginal manajer baik dalam kepegawaiannya saat ini
dan alternatif terbaik yang dimilikinya.
Karakteristik (parameter) evolusi produk marginal manajer bergantung pada variabel lain seperti
usaha dan penghasilan tambahan yang didapatkan, yang tidak secara kasat mata bisa di
observasi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengatur pasar kepegawaian manajerial sehingga
revisi gaji juga meliputi pemecahan problema insentif manajer yang dapat muncul dalam situasi
Z, pemisahan kontrol dan kepemilikan sekuritas dalam perusahaan.
Asumsikan pengambil resiko adalah netral terhada resiko dan pada satu periode pasar,
tingkat kepentingannya sama dengan 0. Juga asumsikan kontrak manajerial menyatakan bahwa
gaji manajer (t) adalah nilai produk marginal yang diharapkan (z), dengan pengambil resiko
menerima noise E , dalam pengukuran ex post atas produk marginal. Maka akan terlihat di
bawah ini optimalisasi pengambil resiko netral. Seorang manajer risk-averse mungkin saja akan
menjual sebagian resikonya atas nama ketidakpastian evolusi dari produk marginalnya pada
pengambil resiko, contohnya, melalui kontrak gaji jangka panjang.
Hindari isu ini dengan berasumsi bahwa, ekstremisme moral hazard dalam kontrak
jangka panjang (ingat bahwa (z)adalah bagian dari kontrol manager) dan biaya kontrak
meningkat, dalam kontrak simpel dimana gaji manajer ditentukan pada awal bagian periode
menjadi dominant, setidaknya bagi sebagian perusahaandan manajer. Jika asumsi mengenai
moral hazard (probelma insentif) masih eksis, maka dengan adanya manajer yang menghindari
resiko, pengambil resiko netral, dan periode kontrak yang jelas, kontrak yang menyatakan ex
ante bahwa manajer akan digaji dengan sejumlah nilai akan mendominasi, dimana manajer juga
membagi ex post deviation dari produk marginalnya dengan nilai yang diharapkan dari ex ante
Namun, kontrak yang menyatakan ex ante bahwa manajer akan dibayar dengan nilai yang
diharapkan atas produk marginalnya cenderung meninggalkan problem moral hazard yang
muncul ketika implementasi kontrak tidak diselesaikan dengan sempurna. Noise dalam produk
marginal manajer ditanggung oleh pengambil resiko. Saat produk marginal yang diharapkan dari
manajer sudah ditentukan, maka ia cenderung akan menerima penghasilan tambahan.
Mekanisme untuk implementasi ex post adalah, dibangun dalam bentuk model. Dengan
nilai yang diharapkan dari produk marginal manajer dalam satu waktu tertentu, penerapan
produk marginal (dan gaji) di masa yang akan datang ditentukan oleh noise deviasi dari
pengukuran produk marginal dari nilai yang diharapkan ex ante. Dalam skenario terkini, dimana
Z diasumsikan sebagai random walk, Muth (1960) menunjukkan bahwa nilai yang diharapkan
dari produk marginal berevolusi sesuai:
Dimana parameter
lebih dekat ke angka 0, lebh kecil dari varian term noise dalam
persamaan produk marginalyang diikuti oleh nilai marginal yang diharapkan.
Faktanya, proses dimana produk marginal yang akan datang disesuaikan dengan basis
deviasi yang lalu dari produk marginal dan nilai yang diharapkan berujung pada bentuk presisi
dari ex post settling up. Hal ini dapat dilihat dengan sangat jelas dalam menuliskan produk
marginal dalam bentuk inversi, dalam term produk marginal masa lampau dan noise di masa
kini. Bentuk inversi dari model, random walk yang melekat pada random noise adalah
Maka
Fakta yang menarik adalah, meski manajer dibayar sesuai dengan produk marginal yang
diharapkan dari ex ante, namun manajer tidak harus menghindari produk marginal ex post.
Contohnya, kita dapat menyimpulkan dari persamaan diatas bahwa
dan setara dengan
setara dengan
dan seterusnya. Akhirnya,
jumlah kontribusi dari z,-1 atas produk marginal yang diharapkan, maka gaji yang akan datang
adalah pasti z,- dengan kepentingan 0, maka berarti bahwa pengambil resiko cukup
memperbolehkan manajer untuk melancarkan produk marginal hingga periode berikutnya
dengan biaya kemungkinan meliputi transfer kekayaan. Sebagai konsekuensi, manajer tidak
mempunyai insentif untuk mengubur penghasilan tambahan dalam produk marginal dalam ex
post.
Karena pasar kepegawaian manajerial diasumsikan mengerti proses revisi gaji, dalam
kasus ini banyaknya jumlah presisi dari ex post settling up, maka insentif manajerial yang
potensial dalam pemisahan pengambilan resiko, akau kepemilikan sekuritas, telah terpecahkan.
Manajer dalan mengontrak dan mengomptimalisasi pekerjaan. Gaji ex ante tidak mencakup
kemudahan bagi insentif ex post untuk deviasi kontrak karena proses revisi gaji menteralkan
insentif. Ingat bahwa nilai dalam revisi gaji menentukan produk marginal dalam periode tertentu
juga pada masa yang akan datang, berapapun nilainya, produk marginal yang ditentukan adalah
dalam bentuk gaji yang akan datang. Maka, jelas bahwa klaim parameter yang digunakan pada
awal dikontrol oleh manajer, maka tidak menjadi wilayah pasar kepegawaian manajer.
Ada bukti kualifikasi tertentu yang berlaku. Proses melancarkan yang dijelaskan oleh
persamaan keempat mengandung beberapa angka term, dimana manajer mempunyai kehidupan
kerja yang sangat jelas. Untuk tujuan praktis, ex post settling up dicapai selama produk marginal
manajer ditentukan oleh gaji dan pekerjaannya di masa mendtaang. Ingvat bahwa nilai
mendekati 1.0 varians (noise) dalam produk marginal pada varians random walk ditentukan oleh
nilai yang diharapkan dengan produk marginal. Secara intuitif, varians dari term noise begitu
relatif terhadap perubahan pada nilai yang diharapkan, produk marginal yang diharapkan
mempunyai sinyal yang sedikit terhadap produk marginal terkini, yang dialokasikan secara
perlahan untuk produk marginal yang akan datang. Beberapa tambahan. Dengan analisis yang
telah dikualifikasi tadi, mari mengindikasikan beberapa cara untuk merubah model.
1. Model lebih rumit bagi Produk Marginal Manajer
Hal yang penting dalam menerapkan ex post settling up melalui revisi gaji adalah dengan
berdasar pada penerapan produk marginan saat diterapkan dalam model inversi, seperti yang
tercantum pada persamaan ketiga dan keempat, jumlah produk marginal di masa lampau adalah
1.0. kasus ini akan selalu terjadi saat produk marginal manajer menemui proses stohastic, namun
perubahan dari peiode ke periode dalam produk marginal menyangkut ARMA (mixed
autoregressive mocing average). Contoh dari persamaan kesatu hingga keempat adalah kasus
yang sangat spesial dimana produk marginal manager mengikuti random walk maka perbedaan
antara produk marginal tidak berubah, proses pemindahan secara pertama. Kasus umum ini
memungkinkan nilai yang diharapkan untuk mengikuti proses yang lebih rumit dimana properti
dari perbedaan produk marginal tidak dapat bergerak, maka produk marginal dan nilai yang
diharapak dapat diinversi menjadi
Dengan
Persamaan tersebut diatas dapat dilihat sebagai kondisi umum untuk menentukan presisi “ex post
settling up melalui proses revisi gaji saat gaji manajer sama dengan nilai yang diharapkan dari
produk marginalnya.
2. Pengambil Resiko Risk-Averse
Dalam kerangka kerja yang telah diringkas dalam persamaan kelima dan ketujuh, jika
manajer berpindah perusahaan, maka pengambil keputusan dari perusahaan terdahulunya
ditinggalkan dengan produk marginalnya yang belum terserap target. Tak dapat dipungkiri, cara
pengambil resiko menyadari bahwa perusahaanselanjutnya yang akan ditempatki manajer akan
menentukan gaji dengan melihat proses stohastic pada perusahaan yang terdahulu. Karena hasil
pada ex post settling up ada pada tanggung jawab manajer, maka tak dapat dihindari bahwa motif
berpindah perusahaan berhubungan dngan gaji masa yang akan datang yang dinilai melalui
performa terdahulu. Secara merata, manajer yang berpindah tempat tidak serta merta menambah
resiko atau menguranginya, yang berarti perpindahan tersebut hanyalah masalah pengambilan
resiko netral.
Namun, menarik untuk mengetahui bahwa analisis dapat berubah jika pengambil resiko
adalah risk-averse sehingga berpindah tempat tidak serta merta berasas pada kelalaian kerja.
Maka, sejenak dapat diketahui bahwa pengambil resiko menawarkan kontrak dimana jejak rekam
gaji manajer sama dengan produk marginal yang harus dicapainya, namun pada setiap periode
juga terdapat diskon pada gaji untuk membayar kompensasi pengambil resiko atas resiko ex post
settling up pada perusahaan sebagai konsekuensi atas perpindahan manajer selanjutnya di masa
yang akan datang. Pengaturan demikian dapat memuaskan pengambil resiko, tapi tidak akan
diterima oleh manajer. Selama produk marginal berevelousi sesuai dengan persamaan kelima
hingga ketujuh, manajer dan perusahaan dituntut untuk memenuhi ex post settling up. Maka,
penyesuaian resiko yang ada pada gaji untuk merefleksikan fakta bahwa settling up tidak serta
merta menyangkut perusahaan sebelumnya adalah kehilangan kompensasi yang akan dihindari
dengan segala cara.
Manajer yang dapat menghindari resiko diskon gaji dan mempertahankan kebebasan yang
absolut untuk berpindah perusahaan, dengan sendirinya menaruh resiko terhadap marginal
produknya; dalam hal penerimaan kontrak, dimana setiap akhir periode, produk marginal ex post
lebih dari nilai ex ante yang diharapkan, maka dari waktu ke waktu akan tercipta full ex settling
up atas perusahaan tersebut. Ada anggapan yang menentang optimalisasi full full ex post settling
updalam literatur optimalisasi kontrak yang membuat kita berpikir bagaimana caranya bekerja
dan optimal, dalam keadaan yang diawasi.
Setting Up berdasarkan Kontrak
Literatur tentang optimalisasi kontrak, contohnya, Harris dan Raviv (1978, 1979),
Holmstrom (1979) dan Shavell (1979), menyarankan saat ada noise dama produk marginal
manajer, dan saat deviasi dikur dengan nilai yang diharapkan dan tidak bisa dicapai dengan
usaha manajer, maka manajer risk-averse akan selalu memilih bagian yang tidak pasti dalam
mengevaluasi performa dengan pengambil resiko. Ia akan setuju pada sejumlah ex post settling
up, namun selalu dibawah 100% dari deviasi produk marginal yang diharapkan dari nilai ex ante.
Singkatnya, model kontrak menyarankan bahwa manajer harus bertahan hidup dengan problema
insentif yang muncul saat ada impelemntasi kontrak.
Literatur kontrak adalah yang paling cocok dengan model satu periode. Dalam model
tersebut, juga ada implementasi dimana revisi gaji diatur oleh pasar manajerial. Eksistensi bentuk
ex pos settling up ini dalam model multi periode akan mempengaruhi keinginan manajer untuk
bergabung dalam kontrak eksplisit dari ex post settling up.
Contohnya, dalam model yang diringkas oleh persamaan kelima hingga ketujuh, gaji
manajer dalam periode manapun adalah nilai produk marginal yang diharapkan, yang diterapkan
pada awal periode sehingga nilai yang akan muncul dialokasikan persis dnegan nilai yang
diharapkan. Secara ekuivalen, proses revisi gaji yang dijelaskan persamaan tersebut, pasar
manajerial berlauk sebagai penenang. Ia mengetengahkan porsi yang teoat untuk membayar
manajer dalam bentuk dividen pada sumber daya yang diembannya sesuai dengan produk
marginal, and secara implisit menyediakan pengaturan peminjaman yang memungkinkan
manajer untuk menyebarkan produk marginal ke periode sekanjutnya dengan jalan produk
marginal akan berkontribusi pada produk marginal di masa yang akan datang.
Melihat dari perspektif diatas, manajer dapat dengan mudah meneken kontrak atas
produk marginal sebagai gaji mereka dan menggunakan sumber daya untuk memperlancar
produk marginal tersebut dalam periode yang akan datang. Karena aset yang sama (sumber daya)
juga dilibatkan, maka manajer harus mampu untuk menerapkan transaksi tersebut di pasar modal
dalam konterks yang sama dengan pasar manajerial. Keuntungannya adalah, ia dapat meneken
kontrak ex post settling up dari periode ke periode (sesuai dengan produk marginal), yang berarti
ia dapat menghindari resiko dalma diskon gaji yang bisa terjadi saat ia dibayar dengan nilai yang
diharapkan dari produk marginal yang dicapainya dengan kemungkinan perpindahan ke
perusahaanlainnya.
Penting untuk mengenal pasar modal seperti yang dipaparkan memungkin manager untuk
average out random noise dalam mengukur produk marginalnya. Maka, saat ia dibayar sesuai
dengan produk marginal dan dengan proses seperti persamaan kelima hingga ketujuh, maka hal
tersebut akan teralokasikan pada produk marginal di masa depan. Secara langsung, memecahkan
problema insentif dengan menerapkan full ex post settling up. Alokasi produk marginal ke masa
yang anak datang muncul karena produk marginal saat ini mempunyai proyeksi produk marginal
di masa yang akan datang. Dalam persamaan kelima hingga ketujuh terlihat jelas proses produk
manager dengan sangat lancar dan optimal. Manajer dapat meraih hasil yang sama dengan
meneken kontrak untuk dibayar dengan mengukur produk marginal dan menggunakan pasar
modal untuk memperlancar produk marginal yang diperolehnya. Kekuatan pasar modal ini
mengurangi ancaman dalam full contractual full ex post settling up dalam kehilangan yang
terjadi pada satu periode yang mendominadi literatur kontrak.
Kesimpulan
Model yang diringkas oleh persamaan kelima hingga ketujuh adalah satu skenario
spesifik dalam proses revisi gaji yang ditekankan oleh pasar manajerial dalam hal full full ex post
settling up menyangkut performa terkahirnya. Poin umum yang penting dalam setiap skenario
adalah berat dari revisi gaji setidaknya ekuivalen dengan full full ex post settling up, problema
insentif manajerial –problem yang biasanya beratribusi dengan pemisahan kontrol dan
kepemilikan sekuritas—telah terpecahkan.
Tidak ada klaim yang dibuat proses revisi yang berujung pada full ex post settling up
sebagai bagian dari manajer. Ada beberapa situasi yang membuat gaji di masa yang akan datang
berubah, namun tidak cukup untuk menyeimbangkan pendapatan seperti yang termuat dalam
kontrak. Di sisi lain, batasan presisi full full ex post settling up bukanlah batasan teratas
mmengenai proses revisi gaji. Ada situasi dimana manajer melihat bahwa nilai perubahan
sumber daya berubah karena beberapa faktor lainnya, dan terutama karena peran pemegang
sekuritas, dan deviasi terkini dari kontrak yang diembannya.
Sebagai tambahan atas proses revisi gaji yang ditekankan pada ex post settling up dalam
situasi tertentu, tentu saja merupakan isu empirik. Namun dapat dikatakan bahwa fenomena
umum yang menjadi dasar bertahnnya sebuah korporasi besar yang modern, adalah dengan
penyebaran kepemilikan sekuritas serta pemisahan kepemilihan dan kontrol atas jaminan,
sebagai bentuk dari kelangsungan sebuah organisasi ekonomi.
A Test of the Agency Theory of Managerial Ownership,
Corporate Leverage, and Corporate Dividends
Claire E. Crutchley and Robert S. Hansen
I.
Agency theory
Agency theory dikenal akibat banyak pemegang saham biasa dan portfolio yang
terdiversifikasi secara baik, para pemilik perusahaan tersebut mendelegasikan finansial dan
pembuatan keputusan kepada manajer korporasi/perusahaan. Para stockholders peduli tentang
pendiversifikasian resiko perusahaan, sementara para manajer mempunyai kecenderungan untuk
mengejar kepentingan mereka sendiri dimana yang mungkin dapat memancing konflik dengan
para pemegang saham. Konflik ini dapat meningkat dan menyebabkan agency costs. Sebagai
contoh, manajer mungkin mengkonsumsi secara berlebihan dan menaruhnya sebagai beban
shareholder, mereka mungkin mengambil keputusan pendek untuk kepentingan mereka sendiri
yang meyebabkan para shareholder mengalami kerugian, dan juga mungkin mereka mengambil
keputusan operasional dimana keputusan itu memperkecil kemungkinan timbulnya resiko untuk
mereka walaupun hal itu merupakan keuntungan stockholders apabila mereka mengambil
corporate risk tersebut.
Agency theory menyarankan beberapa cara untuk mengurangi agency costs. Ada tiga dari
beberapa cara tersebut relevan dengan studi ini. Cara pertama dimana agency costs dapat
dikurangi adalah dengan meningkatkan jumlah saham kepemilikan yang dimiliki oleh para
manajer di dalam perusahaan, dan lebih baik apabila kepentingan manajer tersebut beriringan
dengan kepentingan stockholders. (Jensen dan Meckling). Dalam kasus yang ekstrem seperti
100% kepemilikan dimiliki oleh manajer, maka agency costs dapat dikurangi hingga nol / tidak
ada sama sekali. Bagaimanapun, pada saat manajer meningkatkan tingkat kepemilikan mereka di
dalam perusahaan, kesejahteraan personal mereka menjadi semakin lebih sedikit terdiversifikasi.
Contohnya, untuk mencapai 100% kepemilikan dalam suatu perusahaan yang besar, biaya
diversifikasi seorang manajer akan menjadi tidak terkendali, semenjak mereka mungkin
menggunakan peminjaman yang tidak terkendali untuk membiayai biaya mereka. Walaupun
demikian, dengan mengunakan metode meningkatkan saham kepemilikan perusahaan untuk
mengkontrol agency costs sebarnya costless. Sebagai manajer, kesejahteraan mereka akan
semakin sedikit terdiversifikasi, tetapi mereka akan semakin mendapatkan kompensasi.
Cara kedua untuk mengurangi agency costs adalah dengan meningkatkan dividen.
Membayar dividen yang lebih besar akan meningkatkan bahwa modal eksternal harus
ditingkatkan. Saat modal baru tumbuh, manajer akan dimonitori oleh Securities and Exchange
Commision, investment banker dan provider dari pemilik baru. Monitoring ini menginduksikan
manajer untuk menahan pekerjaan meraka untuk berkerja lebih beriringan dengan kepentingan
stockholders. Bagaimanapun, penggunaan dari hal dividen tersebut tidaklah costless. Saat modal
eksternal meningkat untuk membayar dividen tersebut, biaya substantial costs akan dibayarkan
kepada investment bankers.
Cara ketiga untuk menangani atau mengurangi agency costs adalah dengan menggunakan
pembiayaan utang. Menggunakan lebih banyak utang akan mengurangi total equity financial,
dilakukan untuk mengurangi terjadinya konflik antara manajer dengan stockholders.
Bagaimanapun, pembiayaan utang memperkenalkan konflik kepentingan antara stockholders
dengan kreditor yang menyebakan timbulnya debt agency costs. Salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh bondholders adalah stockholders mungkin mencari untuk menyita kekayaan
atau kesejahteraa mereka dengan cara meningkatkan resiko mereka melalui resiko keputusan
investasi perusahaan, atau mungkin melalui pelemahan prioritas yang tidak diantisipasi. Myers
(25) mengemukakan konflik lainnya akan timbul apabila perusahaan mempunyai kebijakan
kebebasan berinvestasi. Saat manajer mempunyai kebebasan yang berlebihan pada tindakan
investasi, mereka mungkin akan melakukan investasi dimana keuntungan utamanya adalah untuk
meningkatkan kekayaan bondholders dibandingkan dengan kekayaan stockholders. Lain lagi
lebih mudah dimengerti apabila debt agency costs termasuk bankruptcy cost dan biaya itu terjadi
saat bondholders meminta perlindungan kontraktual.
Ekuitas dan debt agency costs mengurangi nilai perusahaan. Untuk mengurangi biayabiaya tersebut, manajer dapat memilih salah satu kebijakan finansial yang paling mahal.
Perdagangan antara benefit dan biaya dari personal stock ownership dengan benefit dan biaya
dari pembiayaan utang dan dengan benefit dan biaya dari pembayaran dividen. Dalam hal ini,
manajemen mengadopsi kebijakan campuran yang mempunyai hubungan yang unik terhadap
masing-masing kebijakan benefir dan costs perusahaan.
II.
Testing Agency Theory
A. Bukti Sebelumnya
Bukti sebelumnya konsisten dengan agency theory datang dari penelitian dari kebijakan
dividend dan leverage. Penelitian ini menggunakan 3 karakteristik dimana dilaporkan pada
penelitian tersebut untuk memberikan dampak tingkatan dari leverage dan dividen. Tiga
penelitian karakteristik – alat ukur/pengukuran dari volatilitas laba, investasi bebas dan floatation
cost – akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan ini.
Penunjukkan 1 melaporkan bahwa dampak dari ketiga karakteristik perusahaan terdapat
dalam total leverage dan kebijakan pembayaran dividen. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Bradley, jarrel. And kim (40. Friend and lang (11) and long and malitz. Ditemukan dua hal.
Pertama, perusahaan dengan laba yang lebih besar mempunyai total leverage yang lebih kecil.
Hasil ini konsisten dengan kesimpulan bahwa volatilitas laba yang lebih besar meningkatkan
bankruptcy cost, dimana terdapat penaikan debt agency costs, dengan demikian akan mendikte
kurangnya utang.
Penemuan penting kedua ditemukan pada penelitian leverage bahwa perusahaan dengan
iklan yang lebih besar dan beban research and development (R&D) menggunakan lebih sedikit
pembiayaan utang. Terdapat dua penjelasan mengenai hasil ini. Agency theory menjelaskan
bahwa advertising dan Research and Development adalah proxy untuk kesempatan kebebasan
investasi.
Dengan demikian, dalam mendukung argumen Myers, perusahaan dengan tingkat
investasi discretionary lebih tinggi memiliki debt agency costs yang lebih besar dan dengan
demikian menggunakan leverage kurang. Namun, seperti BJK [4] menunjukkan, iklan dan
pengeluaran R & D dapat dibebankan untuk keperluan pajak ketika mereka terjadi, yang
mengurangi manfaat pajak dari pembiayaan hutang dan, karenanya, akan menyebabkan leverage
kurang. Jadi, sementara focus penelitian ini adalah pada keabsahan teori keagenan, itu jelas
bahwa iklan dan R & D mengambil pengaruh lain.
Hal penting ketiga yang dapat ditemukan dalam studi kebijakan dividen , bahwa
perusahaan dapat memperkirakan equity flotation cost yang lebih tinggi dengan membayar
dividen yang lebih rendah. Karena terlalu sulit untuk mengukur expected flotation cost,
sebagaimana HKS [14] telah menemukan pengukuran tentang permasalahan flotation cost.
peneliti menjelaskan tentang manfaaat dari kebijakan dividen perusahaan dan mengukur equity
flotation cost yang diharapkan dengan dua metode. Metode pertama menggunakan pengukuran
langsung - rata-rata historis perhitungan biaya saham yang secara aktual dibayar sebagai utilitas
perusahaan. Seperti yang dilaporkan HKS, pengukuran ini sudah dapat digunakan untuk utilitas,
sejak utilitas menerbitkan saham secara berkala. Pada metode kedua, peneliti menggunakan dua
variabel sebagai proksi untuk flotation cost – tingkat pengembalian dari saham biasa perusahaan
dikombinasikan dengan standar deviasi yang digunakan sebagai pengukuran dari ukuran
perusahaan (firm size). Pemikiran rasional dari penggunaan proksi ini adalah disaat perusahaan
dengan saham biasa (common stock) yang lebih berisiko membayar upah/biaya underwriter yang
lebih tinggi, namun perusahaan yang lebih besar membayar beberapa dolar lebih rendah biaya
underwriter dikarenakan perbedaan skala ekonomi dalam perhitungannya. Diantara kedua
metode langsung dan proksi flotation cost, HKS menemukan bahwa flotation cost yang lebih
tinggi berpengaruh terhadap dividen yang lebih rendah. Hasil yang sama juga seperti yang
dlaporkan oleh Rozzef [28], yang meneliti perusahaan industry. Karena perusahaan sektor
industry menjual saham relatif lebih berkala (lebih sering), pengukuran langsung flotation cost
tidak dapat digunakan dan Rozeff menggunakan juga flotation cost variabel proksi.
Karena exhibit 1 studi fokus kepada antara leverage dan juga dividend policy tetapi tidak
keduanya, menimbulkan terdapat beberapa pertanyaan dalam studi ini. Sebagai contoh,
bagaimana flotation cost yang tinggi dapat mempengaruhi penggunaan leverage perusahaan
untuk mengontrol biaya kegenan ? Apakaha volatilitas laba yang lebih besar mempengaruhi
penggunaan kebijakan dividen perusahaan untuk mengontrol biaya keagenan ? dan bagaimana
manajer mengubah kebijakan dividen jika perusahaan mereka memiliki biaya iklan dan R&D
yang lebih besar ? Bagaimana mengubah karaktersitik ini dalam mempengaruhi manajer dalam
penggunaan kepemilikan saham untuk mengontrol biaya keagenan ?
B. The Five Firm-Specific Characteristics
Exhibit 1 menyebutkan tiga karakteristik penting perusahaan yang akan dipertimbangkan
dalam menguji teori keagenan: volatilitas laba, biaya iklan dan R&D, dan flotation cost. Terdapat
dua karakteristik tambahan yang dipertimbangkan disini: pengukuran pemisahan kerugian dari
manager dalam memegang/memiliki saham biasa perusahaan dan ukuran perusahaan. Karena
kelima karakteristik tidak dapat digunakan, alasan pengukuran proksi diapat dipakai. Pada
deskripsi sebelumnya mengenai pengukuran dari karakteristik-karakteristik ini, perusahaan dapat
di tuliskan dengan subscript I, dan tahun dengan t (jadi pada saat t=1 tahun berakhir 1981 dan
t=5 tahun berakhir 1985) dan hasilnya berupa angka-angka hasil perhitungan secara annual.
Earnings Volatility and Advertising-R&D Expenses
Volatilitas laba dapat diukur dengan menggunakan deviasi standar dari tingkat
pengembalian asset (ROA) selama periode tahun 1972-1985 dan dirumus kan dalam
EARNVOL.
Untuk mengukur tingkat diskresi investasi perusahaan, BJK [4] melakukan pengukuran
dari ekspenditur untuk pengiklanan disertakan dengan penelitian dan pengembangannya, semua
dividen dari penjualan, dan dirumuskan dengan ADV+R&D yang digunakan.
Diversification Loss and Firm Scale
Dua variabel proksi digunakan untuk menggambarkan kerugian diversifikasi manajer
yang dihasilkan dari meningkatkan kepemilikan saham mereka dalam perusahaan. Pertama,
lanjutan dari diversifikasi saham biasa dan dilakukan pengukuran dengan rasio dari risiko saham
premium perusahaan dipisahkan dari total risiko saham. Intitusi pada proxy ini terlihat pada
Exhibit 2, yang despicts terhadap profil resiko pengembalian dari perusahaan h, I, dan j, serta
portfolio pasar, M, dalam bentuk tradisional, CAPM, pada pembingkaian pengembalian resiko.
Jika seorang manajer pada perusahaan I memegang portfolio yang hanya melibatkan pada saham
biasa perusahaan dan asset bebas resiko, yang merupakan pengembalian dari Rf dan i. Kemudian
kerugian diversifikasi manager merupakan penuruan kesejahteraan dari pemilik/pemegang
portfolio tersebut, hal ini jarang terjadi pada pemegang asset bebas resiko dan pemegang
portfolio pasar M. Semenjak kesejahteraan manajer tidak lagi bisa ditelaah, pengukuran proxy
merupakan suatu cara untuk menyadarkan bahwa kesejahteraan manajer meningkat pada tahapan
lebih sebagai pengaturan kesempatan diversifikasi portfolio perusahaan. Dalam sebagian bentuk,
kemiringan dari diversifikasi garis opportunity (i.e. DIVERSEi), merupakan kekurangan dari
kerugian diversifikasi manajer atas penanaman dana (dollar) yang ditarik untuk keseimbangan
perusahaan. Oleh karena itu, kerugian diversifikasi dari perusahaan j merupakan suatu
kekurangan dan suatu yang lebih besar bagi perusahaan h, begitupula dengan perusahaan i.
Bentuk diversifikasi kedua dari variabel proxy mencerminkan biaya likuiditas manajer
yang memegang sebagian persentase keseimbangan kendali pada perusahaan. Dibawah asumsi
bahwa skala keberadaan ekonomi dalam fungsi manajemen (oleh karena itu ukuran manajemen
tim tidak meningkat secara proporsional terhadap ukuran perusahaan), biaya likuiditas untuk
memegang fix persentase dari peningkatan perusahaan dengan ukuran perusahaan. Kemudian,
perusahaan yang lebih besar, yang kokoh pada biaya diversifikasi untuk menjaga proporsi
kepemilikan perusahaan. Rata-rata 5 tahun yang ditunjukkan oleh pembukuan (book value)
terhadap keseluruhanf total asset perusahaan, dalam jutaan dollar, dapat digunakan untuk
mengukur besarnya perusahaan.
Ukuran perusahaan memiliki dampak lain atas tiga kebijakan keuangan, dan hal tersebut
akan dibicarakan dibawah ini.
Flotation Cost
Untuk menguji efek dari biaya flotasi dalam tiga kebijakan keuangan, rata-rata sejarah
biaya flotasi perusahaan merupakan suatu ukuran yang lebih disukai. Hal ini dikarenakan
kebanyakan dari perusahaan sebagai contoh tidak mempunyai saham yang diterbitkan dalam
periode waktu yang singkat, maka metode kedua dari variabel proxy bisa digunakan. Kedua
proxy ini merupakan ukuran untuk mengetahui pengembalian standar deviasi dari saham biasa
perusahaan dan ukuran perusahaan. Pengembalian standar deviasi yang dituliskan dengan
TDERTi, standar deviasi dalam ukuran bulanan dari saham biasa perusahaan dari tahun 19771985, (diukur dengan ai sebagai catatan diatas). Secara umum, penarikan modal perusahaan akan
meningkat namun tidak bisa diukur. Hal ini dikarenakan ukuran atas penawaran keseimbangan
sangat berhubungan kuat terhadap ukuran perusahaan, variabel FIRMSIZE juga merupakan
perwakilan dari pemproxian atau penawaran ukuran.
C. The Three Financial Policy Variables Managerial Common Stock Ownership
Manajemen’ persentase kepemilikan saham biasa dapat diukur sebagai persentase ratarata lima tahun dari saham biasa yang dimiliki langsung oleh petugas dan direktur dan
dinotasikan OWNERSHIP.
Corporate Leverage Rasio leverage luar, dilambangkan dengan leverage, diukur sebagai
lima tahun rata-rata rasio leverage luar. Rasio leverage adalah pengukuran langsung dari
pengukuran leverage dari model Jensen dan Meckling- rasio dari utang luar ke pembiayaan luar.
Pengukuran leverage ini berbeda dari total leverage dan oleh karena itu, pengukuran mengenai
total leverage berbeda dengan yang digunakan dalam studi yang ada.
III.
A.
Analisis Empiris
Model Test
Pembahasan di atas agency cost menjelaskan bahwa manajer memilih untuk
mengkombinasi kepemilikan saham dari manajer, leverage luar, dan pembagian dividen
untuk meminimalkan agency cost. Ketiga kebijakan, oleh karena itu, bersama-sama
ditentukan oleh dampak dari semua lima karakteristik. Metode yang digunakan di sini
adalah untuk memeriksa tiga bentuk persamaan regresi, di mana masing-masing dari tiga
keputusan kebijakan secara terpisah kemunduran pada semua lima karakteristik
perusahaan yang spesifik. Hal ini menunjukkan model berikut
B.
Hipotesis
Bukti 3 laporan efek yang diharapkan dari masing-masing karakteristik perusahaan
terhadap kebijakan keuangan masing-masing, menurut agency teory. Tiga hasil
mencerminkan temuan orang lain sebelumnya seperti yang dilaporkan dalam Lampiran 1.
Jika temuan dari penelitian ini adalah untuk mengkonfirmasi orang-orang dari Lampiran
1, lebih besar pendapatan volatilitas harus dikaitkan dengan leverage kurang; lebih
banyak iklan dan biaya R & D seharusnya dikaitkan dengan leverage kurang; dan dividen
yang lebih rendah harus digunakan oleh perusahaan-perusahaan mengharapkan untuk
membayar floating cost yang lebih tinggi . Pertimbangkan sekarang tanda-tanda.
(I)
DIVERSE Ingatlah bahwa hubungan dasar model lembaga adalah bahwa manajer
akan memegang common stock yang kurang biaya diversifikasi dari saham itu. Lebih
lanjut, jika manajer membuat keputusan kebijakan untuk menemukan tradeoff terbaik
manfaat dan biaya, maka sebagai diversifikasi penurunan biaya manajer juga akan
kurang mengandalkan leverage dan kebijakan dividen untuk mengendalikan biaya
agency cost, setiap hal lainnya menjadi sama. Dengan demikian, diverse harus
memiliki dampak positif pada kepemilikan dan efek negatif yang pada levrage dan
dividen.
(II)
EARNVOL Sebagai studi Lampiran 1 menunjukkan, peningkatan pendapatan
diharapkan meningkatkan volatilitas bankruptcy cost (hutang agency cost) sehingga
pengurangan hutang digunakan untuk mengontrol agency cost ekuitas. Selain itu, jika
manajer memilih kebijakan untuk mempertahan tradeoff terbaik dari keuntungan dan
biaya sebagai meningkatkan volatilitas, maka manajer tidak hanya harus mengurangi
leverage, tetapi mereka juga harus mengandalkan lebih banyak pada kepemilikan
ekuitas dan dividen. Dengan demikian, earnvol harus memiliki dampak negatif pada
levergae dan efek positif pada kedua kepemilikan dan dividen.
(III)
STDRET Untuk perusahaan menghadapi lebih besar biaya flotation yang
diharapkan, dalam hal ekuitas mereka lebih berisiko (STDRET lebih besar), agency
cost menjelaskan bahwa manajer harus menggunakan dikurangi dividen, dan bahwa
mereka harus lebih mengandalkan kepemilikan ekuitas dan leverage untuk
mengurangi badan biaya. Dengan demikian, STDRET harus memiliki dampak
negatif yang pada dividen dan berdampak positif pada kedua kepemilikan dan leverage.
(IV)
ADV + R & D Sampai-sampai iklan dan R & D biaya mendaftarkan kehadiran
peluang investasi diskresi, lebih dari biaya proxy akan untuk biaya utang yang lebih
besar agen. Badan teori menunjukkan bahwa manajer dari perusahaan-perusahaan
harus mengurangi leverage dan meningkatkan baik kepemilikan manajerial dan
dividen. Namun, iklan dan R & D biaya juga dapat mendaftar fakta bahwa
perusahaan adalah perusahaan yang berkembang nilai sahamnya, yang dicirikan oleh
kedua iklan yang lebih besar dan biaya R & D dan dividen yang lebih rendah. Untuk
perusahaan-perusahaan ini, biaya membayar dividen lebih tinggi, karena kebutuhan
modal lebih besar, sehingga dividen dikurangi. Jadi, sebagai iklan dan R & D biaya
lebih besar, Dividend dapat naik atau turun. Berdasarkan temuan dari studi
sebelumnya, ADV + R & D harus memiliki dampak negatif pada leverage.
Pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa ADV + R & D harus memiliki
dampak positif pada kepemilikan dan dampak ambigu pada dividen.
(V)
FIRMSIZE Perusahaan yang lebih besar membebankan biaya diversifikasi
likuiditas yang lebih besar berbasis pada manajer. Perusahaan yang lebih besar
dikenakan biaya yang lebih rendah per dolar flotasi (lihat Hansen [12, 13]). Jadi, untuk
mengendalikan biaya ekuitas agen, manajer dari perusahaan besar harus menggunakan
pemilikan yang kurang (karena biaya likuiditas) dan harus menggunakan dividen lebih
(karena biaya flotasi berkurang). Selanjutnya, ACM [1] melaporkan bahwa (marjinal)
biaya administrasi kebangkrutan, maka komponen lain hutang agency cost, lebih
rendah untuk perusahaan besar. Dengan demikian, perusahaan besar harus
menggunakan lebih maksimal. FIRMSIZE demikian diharapkan memiliki efek negatif
pada kepemilikan dan berdampak positif pada kedua leverage dan dividen.
C.
Sampel
Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh sebagai berikut:
(i) Hanya perusahaan industri dengan lima tahun data lengkap untuk variabelvariabel, seperti yang dilaporkan pada file Industri Tahunan Compustat, 19811985 diikutsertakan
(ii) Perusahaan mengembalikan kurang lengkap pada file CRSP bulanan dari 19771985 dikecualikan, dan
(iii) Perusahaan hanya hadir dalam Spektrum VI, setidaknya tiga dari tahun 19811985, akan disertakan.
Bagan 4 laporan nilai mean dari tiga variabel kebijakan oleh ukuran perusahaan.
Secara umum, dengan meningkatnya ukuran perusahaan, manajemen penurunan
kepemilikan saham, di luar leverage meningkat, seperti halnya dividen. Hal ini
menunjukkan bahwa, untuk mengendalikan biaya agensi, manajer dari perusahaanperusahaan kecil cenderung lebih mengandalkan kepemilikan, sedangkan manajer
perusahaan besar lebih mengandalkan leverage dan dividen.
Bagan 5 laporan berarti nilai untuk karakteristik lima perusahaan serta korelasi
matriks. Ada hubungan sedikit di antara lima karakteristik, saran beberapa masalah
dengan multikolinearitas, seperti hasil dibawah.
D. Hasil
(I)
DIVERSIFIKASI. Semakin beragam common stock mempengaruhi kepemilikan
saham manajer secara positif, dan secara negatif mempengaruhi leverage luar, dan efek
negatif dividen. Dalam semua kasus dampak secara statistik signifikan, dan semua
hubungan adalah seperti yang diprediksi. Ketiga hasil konsisten memberikan bukti
baru kosisten dengan Jensen dan model Meckling. Mereka konsisten dengan
kesimpulan bahwa untuk mengurangi biaya keagenan ketika saham biasa perusahaan
lebih penyelam-sified, manajer memegang saham ekuitas lebih besar, kurang
mengandalkan leverage, dan kurang mengandalkan dividen.
(II)
Peningkatan laba EARNVOL volatilitas memiliki dampak negatif yang di leverage,
yang menegaskan temuan dari studi yang dilaporkan dalam Lampiran 1. Hasil
penelitian ini memperpanjang temuan ini: Laba volatilitas dampak baik kepemilikan
manajerial dan dividen yang positif dan signifikan. Temuan ini konsisten dengan
kesimpulan bahwa ketika resiko kebangkrutan lebih besar, manajer tidak hanya
mengurangi leverage, tetapi bahwa mereka sangat mengandalkan kepemilikan ekuitas
dan atas dividen untuk mengendalikan biaya agensi.
(III) STDRET proxy dengan premi resiko floating risk memiliki dampak signifikan negatif
terhadap dividen, membenarkan temuan dari studi yang dilaporkan dalam Lampiran 1.
Ketika para manajer dapat mengharapkan biaya flotasi lebih tinggi karena risiko,
mereka kurang bergantung atas dividen untuk mengurangi kemungkinan harus
menanggung biaya lebih besar. Hasil Lampiran 6 juga menunjukkan bahwa manajer
lebih mengandalkan usia tuas luar-dan lebih pada kepemilikan manajerial jika biaya
flotasi lebih besar. Hasil ini konsisten dengan model badan; sebagai manajer kurang
mengandalkan dividen untuk menghindari biaya ekuitas pembiayaan yang lebih tinggi,
mereka lebih mengandalkan kepemilikan dan leverage.
(IV) ADV + R & D Perusahaan dicirikan oleh besar iklan dan R & D anggaran kurang
mengandalkan pada pembiayaan utang, yang menegaskan hasil yang dilaporkan dalam
Lampiran 1. Ingat bahwa temuan ini konsisten dengan argumen Myers ', bahwa
kebijaksanaan lebih atas kebijakan investasi meningkatkan utang perusahaan biaya
agensi. Hasil 6 Bukti lebih lanjut menunjukkan bahwa manajer tidak hanya
menggunakan sedikit utang, tetapi mereka kurang mengandalkan dividen untuk
mengendalikan biaya agensi, ketika ADV + R & D adalah besar. Hasil ini konsisten
dengan kesimpulan bahwa karena pertumbuhan-saham yang lebih tinggi cenderung
untuk membayar dividen yang lebih rendah, kebutuhan dana internal oleh perusahaanperusahaan mendominasi pertumbuhan benefit dari dividen yang lebih tinggi.
Pengaruh ADV + R & D pada kepemilikan tidak signifikan. Satu kemungkinan
penjelasan konsep adalah bahwa perusahaan dengan lebih tinggi ADV + R & D
membebankan biaya diversifikasi yang lebih besar pada-Gers mana mereka, tetapi
kami tidak memiliki bantalan bukti penjelasan ini.
(V) FIRMSIZE lebih besar perusahaan yang dicirikan oleh kepemilikan manajerial yang
lebih rendah, meningkatkan leverage, dan pembayaran dividen di-kusut. Hasil ini
konsisten dengan efek biaya diversifikasi. Dalam perusahaan besar, biaya likuiditas
mengurangi efektivitas kepemilikan manajerial untuk mengendalikan agency cost,
sehingga dalam manajer perusahaan lebih mengandalkan leverage dan dividen. Hasil
ini juga konsisten dengan [1] hasil ACM bahwa biaya kebangkrutan kurang untuk
perusahaan besar. Akhirnya, efek skala ini konsisten dengan pandangan bahwa karena
biaya tidak tetap lebih kecil untuk perusahaan besar, mereka dapat secara ekonomis
lebih mengandalkan dividen.
E. Pemeriksaan lanjutan.
Cek Hasil regresi dilaporkan dalam Lampiran 6 pada dasarnya bebas dari
multikolinearitas yang serius antar variabel independen. Untuk menguji untuk
multicollinearity, faktor inflasi varians (VIFs) dihitung sebagai VIFq = 1 / (1 - q),
dimana q adalah koefisien korelasi yang diperoleh dari kemunduran variabel
independen, q, pada semua variabel independen yang tersisa dalam model. varians
faktor inflasi yang dilaporkan dalam Lampiran 6 semua dekat dengan satu,
menunjukkan tidak adanya multicollinearity serius.
Hasilnya juga tidak terpengaruh oleh pencantuman dalam sample dari beberapa
dividen telah nol, atau tidak ada hutang jangka panjang, selama masa studi. Ada 55
perusahaan dalam sampel yang di leverage nol atau nol kategori dividen. Saat ini 55
perusahaan dikeluarkan dari sampel, hasil yang terjadi saat yang hampir sama dengan
yang dilaporkan dalam Ex-hibit 6.
IV. Penutup
Komentar Temuan ini mendukung penjelasan tentang agency cost bagaimana
manajer perusahaan menentukan kepemilikan common stock mereka, tingkatan hutang
perusahaan, dan keuntungan perusahaan. Beberapa temuan mengkonfirmasi temuan yang
dilaporkan dalam studi sebelumnya. Juga melaporkan sejumlah temuan baru yang
mendukung agency cost. Signifikansi khusus adalah menemukan bahwa kepemilikan
common stock dari manajer berhubungan dengan tingkat diversifikasi saham biasa. Hasil
ini merupakan bukti baru mendukung kondisi dari model Jensen dan Meckling . Melalui
pemeriksaan tentang bagaimana lima karakteristik dampak bersama-sama pada ketiga
keputusan, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa manajer pengganti antara tingkat
tiga kebijakan, mengambil keuntungan dari pertukaran manfaat-biaya antara kebijakan
dengan cara yang mengurangi agency cost. Temuan ini karena itu umumnya konsisten
dengan kesimpulan bahwa kepemilikan, leverage, dan dividen yang dipilih bersama-sama
oleh para manajer untuk mengendalikan agency cost.
Download