Paper oleh : Karsudi Rinekso Soekmadi Hariadi Kartodiharjo FAKTA Kebijakan bidang kehutanan di Provinsi Papua berupa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Sektor Kehutanan menyumbang 5.14 % bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDBR) di Propinsi Papua (BPS Provinsi Papua 2008). Papua menjadi kepulauan yang miskin di Indonesia dengan IPM (2008) : 64.00 (BPS Provinsi Papua 2010). Kebijakan Sektor kehutanan belum optimal. Sebagian kawasan hutan yang ditetapkan tidak memiliki kelembagaan pengelola pada tingkat tapak (onsite). HPH hadir dengan konsekuensi logis dari struktur aturan main penguasaan hutan dan situasi interdependency para aktor dalam pengelolaan SDH saat ini ( Baplan 2006 c). Pembangunan KPH merupakan proses penguatan KPH mulai dari penetapan KPH oleh menteri kehutanan. Kinerja pembangunan KPH merupakan cerminan tingkat capaian pembangunan KPH (Baplan 2006c). Terdapat 2 prinsip yang harus dipenuhi oleh kinerja pembangunan KPH yaitu efektivitas pengelolaan dan efisiensi organisasi KPH ( Proses Pengelolaan KPH). Rendahnya kinerja pembentukan wilayah KPH. Perlu upaya pemberdayaan Stkeholders didalam mengatasi permasalahan lemahnya pemahaman dan peran dalam pemenuhan kriteria dan indikator pembentukan wilayah KPH. Stakeholders (kuadran I), sebagai kunci dalam pelaksanaan pemenuhan kriteria dan indikator pembentukan wiayah KPH. Stakeholders (kuadran II), stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan tinggi dan pengaruh rendah. Kegiatan ini merupakan penelitian oleh aktivis dan mahasiswa dari Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor mengenai model kelembagaan pembentukan wilayah KPH di Provinsi Papus METODE Penelitian dilaksanakan di: 1. Kota Jayapura, Provinsi Papua. 2. Kepulauan Yapen. Pengukuran tingkat kinerja pembentukan wilayah KPH dan perumusan organisasi pengelola KPH dengan alat Analytic Hierachy Process (AHP) yang diaplikasikan dengan perangkat lunak Expert Choise 2000. Hasil dan Pembahasan Propinsi Papua ditetapkan; 56 unit KPH 31 unit KPHP 25 unit KPHU Hasil Focus Group Discussion dengan Peserta Institusi Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, Badan Pengembangan SDA, Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan di Provinsi Papua yaitu mempresentasekan nilai kinerja sebesar 29,50% (level sedang). Dengan angka ini masih banyak kriteria dan indikator yang belum bekerja optimal, lalu apa sebabnya? Indikator Telah dilaksanakan Belum dilaksanakan Telah dilaksanakan dan belum optimal Pembentukan wilayah KPH • • • • • • • • Dukungan RTRW dalam perencanaan Tata hubungan kerja institutional program KPH Konvergensi program KPH Penyerahan dana Pendayagunaan potensi SDM Hibah kompetitif pembangunan KPH Pembentukan, penetapan, dan kemantapan kelembagaan KPH • • • Sosialisasi program KPH Pembentukan Tim Pokja KPH Penyerahan dana Pendayagunaan personil Stakeholders KW 1 KW 2 KW 3 KW 4 Key players Crowd Context setter Subject Kepentingan dan pengaruh tinggi Kepentingan tinggi dan pengaruh rendah Kepentingan rendan dan pengaruh tinggi Kepentingan dan pengaruh rendah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua dan Kepulauan Yapen (lihat grafik) - (lihat grafik) Konsep pengembangan model kelembagaan pembentukan wilayah KPH Hubungan antar stakeholders (koordinasi dan kerjasama) A Kondisi kelembagaan A A’ A’ A A’ Perilaku stakeholders A A’ Kapasitas stakeholders (pengetahuan dan peran) A A’ AA’ Kinerja kelembagaan : kondisi kelembagaan saat penelitian : kondisi kelembagaan saat dikembangkan : kinerja pembentukan wilayah KPH meningkat Optimalisasi pengelolaan ekowisata Perubahan yang perlu dilakukan stakeholders adalah peningkatan peran, koordinasi kerjasama dalam pelaksanaan KPH Kunci permasalahan adalah Lemahnya pemahaman stakeholders akan KPH, rendahnya peran stakeholders dan tidak ada hubungan yang efektif antar stakeholders. Dengan adanya KPH, Indonesia telah menyumbang emisi karbon yang cukup signifikan. Namun sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih memposisikan sumber daya hutan sebagai sumber daya pembangunan ekonomi. 3 2.5 2 1.5 1 0.5 Column2 Column1 Series 1 0 Souce: http://tabloidjubi.com/ Pembangunan KPH selama ini masih terbatas pada sebagian kawasan hutan yang menjadi areal kerja Perhutani (BUMN) di Pulau Jawa, yang sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, dan sebagian kawasan konservasi dalam bentuk unit-unit Taman Nasional. Diluar Jawa hingga tahun 1990 an, pernah terbentuk unit-unit KPH, namun karena kuatnya kecenderungan timber based management, KPH sebagai unit management tidak berkembang, bahkan dibubarkan, sehingga Dinas Kehutanan sebagai institusi pengurusan hutan (forest administration) kehilangan dasar pengurusan ditingkat tapak berupa institusi pengelolaan hutan dalam bentuk KPH. Problem Kurangnya pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan, padahal hutan di papua banyak dihuni masyarakat adat dimana masih kental akan hak ulayat dan local wisdom. Kesejahteraan dan pendidikan masyarakat kurang diperhatikan. Komunikasi antara KPH dengan masyarakat kurang terjalin. Masyarakat harus terlibat sebagai stakeholder TERIMA KASIH