Laporan Studi Pustaka (KPM 403) ANALISIS GENDER TENAGA KERJA WANITA DALAM PARTISIPASI EKONOMI RUMAH TANGGA MUTIARA IRFARINDA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 ii PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa laporan studi pustaka yang berjudul “Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi Ekonomi Rumah Tangga” benarbenar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir laporan studi pustaka. Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan Saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Desember 2014 Mutiara Irfarinda NIM. I34110128 iii ABSTRAK MUTIARA IRFARINDA. Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi Ekonomi Rumah Tangga. Di bawah bimbingan Sumardjo. Budaya patriarki di sebagian besar wilayah Indonesia menyebabkan perempuan harus melakukan peran ganda, sehingga banyak perempuan pedesaan yang mengadu nasib dengan menjadi TKW. Penelitian ini didasarkan pada kenyataan, bahwa para TKW melakukan migrasi ke luar negeri dengan meninggalkan keluarganya. Partisipasi perempuan dalam membantu aspek ekonomi keluarga juga diperhitungkan dalam penelitian ini. Kajian ini dilakukan karena banyak ketidakadilan gender antara wanita dan laki-laki akibat dari latar belakang budaya Indonesia yang patriarki. Banyak faktor terkait yang mengakibatkan wanita tetap diperlakukan tidak adil walaupun sudah mampu memberikan kontribusi secara ekonomi untuk keluarganya dengan memilih untuk menjadi TKW. Studi pustaka ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis sejauh mana ketidakadilan gender yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Indonesia dan partisipasi mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga di pedesaan. Ketidakadilan yang dialami oleh para TKW ini bukan pada saat mereka berada di luar negeri, justru di Indonesia mereka mengalami ketidakadilan. Studi pustaka ini menggunakan metode literature review dengan meringkas dan mengkritisi sebelas jurnal, kemudian menganalisis dan menyintesis setiap temuan yang didapatkan dari jurnal penelitian terkait analisis gender. Kata kunci: ketidakadilan gender, tenaga kerja wanita, partisipasi wanita. ABSTRACT MUTIARA IRFARINDA. Gender Analysis of Women Workers in The Participation of Household Economy. Supervised by Sumardjo. Patriarchal culture in most parts of Indonesia caused the woman must perform a dual role, so many rural women who venture to become migrant worker. The study was based on the fact , that maids do overseas migration to leave her family . Women's participation in helping their family in economic aspects is being underlined in this study. The study was done because a lot of gender inequality between women and men as a result of Indonesian cultural background which hold onto patriarchy. Many related factors that lead to women continue to be treated unfairly, despite being able to contribute economically for the family by choosing to become migrant workers. This literature study aims to examine and analyze the extent to which gender inequalities experienced by Women Labor (TKW) in Indonesia and their participation in subsistence rural households. The injustice suffered by migrant workers is not happened when they are abroad, it happens even in Indonesia, they suffer injustice as well. This study literature uses the method of literature review to summarize and criticize eleven journals, then analyze and synthesize any findings obtained from related research journals in gender analysis. Key words: gender inequalities, women labor, women participation. iv ANALISIS GENDER TENAGA KERJA WANITA DALAM PARTISIPASI EKONOMI RUMAH TANGGA Oleh MUTIARA IRFARINDA I34110128 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa laporan studi pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Mutiara Irfarinda NIM : I34110128 Judul : Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi Ekonomi Rumah Tangga dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen Tanggal pengesahan: _______________________ vi PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi pustaka yang berjudul “Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi Ekonomi Rumah Tangga” ini dengan baik. Laporan studi pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan waktu selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan studi pustaka ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS selaku dosen Koordinator Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) yang telah memberikan arahan serta bimbingan terkait teknik penulisan laporan studi pustaka. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tersayang, Ibu Dewi Prasetyawati dan Bapak A. A. Ngurah Oka atas semangat dan doa yang tiada henti-hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan laporan studi pustaka ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM angkatan 48, khususnya untuk teman seperjuangan di saat suka dan duka (Irham, Ami, Lingga, Dhira, Amel, Kiki, Hafid, Cynda, Wenny, Novia, dan Pingkan) yang telah berkenan menjadi rekan bertukar pikiran dalam menyelesaikan laporan studi pustaka ini. Semoga laporan studi pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2014 Mutiara Irfarinda NIM. I34110128 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii ix PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................. Perumusan Masalah ....................................................................................... Tujuan Penulisan ........................................................................................... Metode Penulisan ......................................................................................... 1 2 2 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Laporan Penelitian Analisis Gender (Argyo Demartoto dan Atik Catur Budiati 2007) ......................................................................................... 2. Gender dan Keluarga Migran di Indonesia (Togiaratua Nainggolan 2006) ...................................................................................................... 3. Dampak Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Agnes Vera Yanti Sitorus 2013) ......................................... 4. Migrasi Internasional Perempuan, Penguasaan dan Kesetaraan Gender : Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat (Muhammad Zid 2012) .......................................................................... 5. Perkembangan Studi Perempuan, Kritik, dan Gagasan Sebuah Perspektif Untuk Studi Gender Ke Depan (A. A. I. N. Marhaeni 2008) .................. 6. Pemberdayaan Perempuan Bagi Tenaga Kerja Wanita di Desa Gempol Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang (Tika Santika, Nia Hoerniasih, dan Een Nurhasanah 2012) ...................................................................................................... 7. Peran Perempuan Dalam Perkembangan Ekonomi di Kampung TKI (Norfia Eka Praesti dan Novi Triana Hapsari 2013) .............................. 8. Rekonstruksi Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Konteks Sosial Budaya dan Agama (Mufidah Ch 2008) ................................................ 9. Konsep, Teori, dan Analisis Gender (Herien Puspitawati 2012) .......... 10. Partisipasi Perempuan dalam Implementasi Kebijakan Pengelolahan Program Keluarga dan Masyarakat Sejahtera (Glenda A. Bayoa 2008) ................................................................................................................. 11. Aspects of The Gender Inequality Issue In Knowledge Society Careers (Irimie S., Moraru R.I., Cioca L-I., Boatcă M-E 2014) ……………….. RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Ketidakadilan Perempuan Berbasis Gender ................................................ Migrasi Tenaga Kerja Internasional .............................................................. Partisipasi Perempuan TKW terhadap Ekonomi Keluarga ........................... SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi ................................ Usulan Kerangka Analisis Baru ..................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ Riwayat Hidup ..................................................................................................... 4 6 7 9 10 12 14 16 18 20 21 23 26 28 30 31 32 34 36 viii DAFTAR TABEL Tabel 1. Ketidakadilan Gender yang Dialami Perempuan .......................... Tabel 2. Contoh Ketidakadilan Gender ......................................................... Tabel 3. Negera Tujuan Migran Bekerja ...................................................... Tabel 4. Bentuk Kegiatan TKW berpartisipasi ............................................. 23 24 27 29 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Faktor yang Menyebabkan Perempuan Pedesaan Memilih untuk Menjadi TKW .................................................................. Gambar 2. Sektor Partisipasi Tenaga Kerja Wanita ...................................... 28 29 1 PENDAHULUAN Latar belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan penganut budaya patriarki, maka hampir seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya didominasi oleh kaum laki-laki. Perempuan yang memiliki peran dalam kehidupan telah menjadi “kelas kedua” pada kehidupan sosial, ekonomi politik dan budaya. Beberapa orang menganggap bahwa, tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut telah bekerja di luar rumah. Perkembangan studi perempuan atau studi gender di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan studi gender di berbagai negara. Konferensi Perempuan Sedunia tahun 1975 melahirkan perspektif Women in Development (WID) yang menuntut agar terdapat persamaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Keterlibatan perempuan di bidang ekonomi akan meningkatkan posisi ekonomi perempuan, sehingga mereka percaya status dan kedudukan perempuan akan meningkat di masyarakat. Menurut A. A. I. N. Marhaeni (2008) konsep WID adalah memfokuskan pada perubahan situasi, yang bertujuan untuk menarik dan menempatkan perempuan dalam arus pembangunan, karena perempuan merupakan sumber daya manusia yang melimpah, yang dapat menggerakkan roda pembangunan, asalkan kemampuan mereka ditingkatkan. Erat kaitannya dengan paradigma Women In Development (WID), diperkenalkan konsep Gender and Development (GAD) dimana studi tentang perempuan dihubungkan dengan laki-laki. Dengan perspektif gender wacana tentang perempuan sekaligus dihubungkan dengan laki-laki, dimana dominasi dan subordinasi laki-laki terhadap perempuan menjadi kajian utama. Gender and Development (GAD) menekankan pada redistribusi kekuasaan dalam relasi sosial perempuan dan laki-laki, dimana kekuasaan laki-laki di bidang ekonomi, sosial, dan budaya terus dipertanyakan. Dalam pendekatan ini dipandang bahwa yang menciptakan ketidakadilan antara lakilaki dan perempuan adalah struktur dan proses sosial politik. Ketidakadilan antara lakilaki dan perempuan terlihat pada akses dan kontrol terhadap sumber daya, kesempatan dan manfaat, serta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu pendekatan dalam GAD ini adalah masyarakat dan berbagai institusi mengubah cara berpikir dan praktek untuk mendukung persamaan kesempatan, pilihan, dan kesetaraan. Menurut Muhammad Zidd (2012) migrasi tenaga kerja internasional perempuan dari pedesaan Jawa Barat ke negara-negara penerima jasa Tenaga Kerja Wanita merupakan tindakan rasional individu untuk bisa keluar dari berbagai kesulitan hidup yang di alami rumahtangga miskin di pedesaan. Berbagai kesulitan tersebut antara lain: kurangnya lapangan kerja, rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan. Di pihak lain, terbukanya peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif mudah, dukungan keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik perempuan pedesaan untuk melakukan migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumahtangga (PRT). Beberapa faktor pendorong perempuan pedesaan menjadi Tenaga Kerja Wanita diantaranya, pendidikan yang rendah, rendahnya akses perempuan pada pekerjaan di sektor non pertanian, dan masih banyak faktor lain. 2 Menurut Mufidah (2008) Peran gender (gender role) diterima sebagai ketentuan sosial, bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang bersumber dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosialnya. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain : (1) marginalisasi perempuan, (2) penempatan perempuan pada subordinat, (3) stereotype perempuan, (4) kekerasan (violence) terhadap perempuan, dan (5) beban kerja tidak proposional. Perbedaan laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi. Dimana perempuan lebih ditekankan pada pekerjaan domestik untuk mengurusi rumah tangga, sedangkan laki-laki memiliki aspek pekerjan yang lebih luas. Asumsi inilah yang menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam keluarga, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut yang menyebabkan isu gender menjadi penting untuk diangkat, karena dampaknya pada ketidakadilan sosial yang menimpa perempuan. Berbagai temuan, konsep, dan asumsi tersebut telah mengantarkan maksud penulis untuk menganalisis ketidakadilan gender yang dialami oleh beberapa tenaga Kerja Wanita di Indonesia, yang akan dituangkan dalam penulisan laporan studi pustaka ini. Perumusan Masalah Perempuan sudah lama menjadi kaum “kelas kedua” di beberapa negara yang menganut budaya patriarki seperti di Indonesia. Maka dari itu, analisis gender yang tepat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan gender yang menimpa kaum perempuan khususnya Tenaga Kerja Wanita. Untuk itu, masalah yang akan diangkat dalam laporan studi pustaka ini adalah: (1) Mengapa di tempat asalnya, perempuan pedesaan yang menjadi TKW kerap mengalami ketidakadilan gender ? (2) Bagaimana ketidakadilan gender itu mempengaruhi partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga ? (3) Sejauh mana partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga ? Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, penulisan laporan studi pustaka ini bertujuan: (1) Menganalisis ketidakadilan gender perempuan pedesaan sehingga menjadi TKW. (2) Mengidentifikasi ketidakadilan gender yang mempengaruhi partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga. (3) Mengidentifikasi partisipasi ekonomi rumah tangga yang diberikan oleh TKW. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan laporan studi pustaka ini adalah metode studi literatur yakni dimulai dengan me-review, meringkas dan menganalisis sebelas jurnal yang didapatkan melalui internet; membuat rangkuman dan pembahasan; kemudian menyimpulkan konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan dalam laporan studi pustaka ini. Review jurnal bertujuan untuk mengidentifikasi ketidakadilan gender. Review jurnal dilakukan dengan cara membuat ringkasan pustaka pada masingmasing jurnal serta menganalisis dan mengkritisi seluruh aspek termasuk keterkaitan 3 antara variabel dengan hasil penelitian pada jurnal. Kemudian membuat rangkuman dan pembahasan jurnal yang dilakukan dengan menyintesis hasil dari konsep-konsep yang dibahas, yakni terkait dengan ketidakadilan gender yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita, dan diperkuat dengan buku teori yang dirujuk. Selanjutnya menyimpulkan konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan dari laporan studi pustaka ini, sehingga dapat memenuhi keseluruhan substansi yang diperlukan. 4 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi ISSN ANALISIS KEBUTUHAN GENDER (Kajian Mengenai Pembekalan TKW yang akan Dikirim Ke Luar Negeri dalam rangka Penyusunan Kebijakan Responsif Gender di Kabupaten Karanganyar) : 2007 : Laporan:Penelitian : Elektronik : Argyo Demartoto dan Atik Catur Budiati : Surakarta : Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sebelas Maret : Asian : Social Sience : Vol. : 9, No. 5 : http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/penelitia : n- kajian- wanita.pdf : 1911-2017 : : Ringkasan: Meskipun UUD 1945 telah menjamin bahwa setiap warga Negara mempunyai kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan yang layak, namun pada kenyataannya masih terdapat kesenjangan gender di bidang tersebut. Perempuan masih tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki dalam memperoleh peluang pekerjaan. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya kaum perempuan di Indonesia mencari alternatif pekerja untuk memenuhi kebutuhannya, dan salah satunya adalah menjadi tenaga kerja di luar negeri. Dalam rangka penempatan tenaga kerja ke luar negeri, setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan bekal, baik berupa ketrampilan bekerja maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan penempatan (instansi pemerintah maupun swasta). Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan produktifitas, dan kesejahteraan tenaga kerja. Setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan dan meningkatkan kompetensi kerja tersebut melalui pelatihan kerja sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya. Dihubungkan dengan konsep gender, perbedaan gender sering menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities), terutama terhadap kaum perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan masyarakat, kultur, maupun negara. Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara lain : (a) Marginalisasi Marginalisasi adalah proses peminggiran atau penyingkiran terhadap suatu kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu. (b) Subordinasi Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu (perempuan) pada posisi yang tidak penting. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional sehingga kaum perempuan tidak cakap dalam memimpin. 5 (c) Stereotipe Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan. (d) Kekerasan Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. (e) Beban Kerja Ganda perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya. bahwa bias gender menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang bersifat ganda. Dikaitkan dengan peran pemerintah, pemerintah belum berperan secara optimal dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kerja perempuan diluar negeri. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat penyelewengan terhadap tenaga kerja perempuan Indonesia diluar negeri menjadi besar karena faktor control terhadap kondisi tenaga kerja yang dikirim dan penanganan pemerintah maupun dari pihak pengirim (PJTKI) yang masih sangat kurang dan terbatas. Mengenai perjanjian kerja dengan pihak agen atau majikan, keterlibatan tenaga kerja masih sangat kurang terutama dalam kerja sama dengan calon majikan. Calon tenaga kerja biasanya langsung dikirim ke pengguna melalui agen dimana sebelumnya agen terlebih dahulu mengadakan perjanjian dengan pengguna (calon majikan). Hal ini menyebabkan calon tenaga kerja tersebut tidak bisa mengetahui secara pasti calon majikannya itu seperti apa, baik sifat maupun perilaku calon majikannya. Artinya calon tenaga kerja tidak bisa memilih majikan yang sesuai dengannya. Hal tersebut masih menunjukkan bahwa tenaga kerja wanita masih berada pada posisi marginal dan peran mereka tidak dapat terlepas dari sistem hierarki gender sehingga perbedaan-perbedaan peran dalam suatu sistem pada gilirannya menciptakan ketimpangan gender yang akan membatasi gerak maju tenaga kerja wanita. Analisis: Dalam pelaksanaan kegiatan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Khusus untuk tenaga kerja wanita belum ada yang mengaturnya secara lebih rinci kecuali mengenai peraturan dan syarat pelaksanaan penempatan tenaga kerja dan tujuannya. Belum ada kebijakan atau undang-undang yang secara khusus mengatur hakhak tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri pada sektor rumah tangga seperti perlindungan hukum, penyelesaian masalah ketenagakerjaan meskipun mereka sudah mendapatkan jaminan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan perumusan kembali tujuan pelaksanaan penempatan tenaga kerja wanita ke luar negeri agar menjadi tujuan kebijakan ketenakerjaan yang responsif gender dalam penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Jadi pada dasarnya jaminan itu diberikan kepada tenaga kerja untuk melindungi tenaga kerja, baik dari segi hukum, keselamatan maupun kesejahteraan tenaga kerja. Disamping itu juga sebagai upaya untuk mengurangi tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari majikan, agen, maupun penyalur (PJTKI). Namun pada kenyataannya upaya tersebut belum sepenuhnya menunjukkan penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian tersebut. 6 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/Doi ISSN : GENDER DAN KELUARGA MIGRAN DI INDONESIA : 2006 : Laporan:Penelitian : Elektronik : Togiaratua Nainggolan : Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan : Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI : http://puslit.kemsos.go.id/peneliti/10/drs: togiaratua-nainggolan-msi#sthash.ASDaMPHy.dpbs : 2180-2491 : Ringkasan: Ketimpangan pendapatan negara maju dan negara dunia ketiga, kesalahan konsep pembangunan di Indonesia selama lebih dari 30 tahun dan secara khusus bagi TKW menyangkut masalah perempuan, yaitu masalah gender. Selain masalah gender, sadar atau tidak, langsung atau tidak langsung perubahan peta situasi keluarga pasca TKW dapat mempengaruhi tingkat keharmonisan keluarga buruh migran yang bersangkutan. Sebagai sebuah realita sosial kehadiran TKW banyak mendapat pujian sehubungan dengan prestasinya dalam bidang ekonomi dengan sumbangan devisa yang besar, sehingga TKW diberikan predikat sebagai pahlawan devisa bagi negara. Namun, pujian dan predikat pahlawan ini dapat dikatakan semu, karena prestasi ini hanya dinilai berdasarkan indikator ekonomi, sehingga terkesan meninabobokan masyarakat terhadap substansi persoalan yang sesungguhnya dan cenderung menutupi kelemahan pihak tertentu sebagai penyelenggara program ini. Program pengiriman TKW ke luar negeri terlalu didominasi motif pendekatan bisnis yang didefinisikan secara bebas sesuai dengan selera kepentingan kelompok kapitalis. Akibatnya, prinsip hitung-hitungan ekonomi selalu menjadi ukuran. Dalam prakteknya, bagi kaum kapitalis menjadi TKW adalah menjadi “produsen” sekaligus menjadi “konsumen” dengan ukuran-ukuran yang dikonstruksikan oleh kelompok pengusaha. Fenomena ini lebih sensitif lagi karena melibatkan perempuan yang berstatus istri dari seorang suami dan sekaligus ibu dari sejumlah anak. Bahkan secara politis adalah “ibu” dari sang masa depan bangsa. Hal yang harus menjadi catatan pertama adalah kepergian seorang ibu ke luar negeri tidak serta merta menyelesaikan masalah. Justru sebaliknya dapat memunculkan masalah baru dalam konteks keluarga yang senantiasa tetap dituntut menjalankan segala fungsinya, yang secara ideal harus dikendalikan oleh suami-istri. Secara bersamaan, meningkatnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, mengindikasikan peningkatan secara kuantitatif, dimana jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah semakin banyak, walau angka statistiknya belum dapat disebut secara pasti. Sementara pada sisi lain, ada peningkatan dalam “jumlah bidang pekerjaan” yang semula didominasi oleh laki-laki secara berangsur dimasuki bahkan didominasi oleh perempuan, walaupun secara kualitatif hal itu terjadi pada pekerjaan kasar sebagaimana yang dialami oleh TKW. Pemaknaan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi ini ditentukan oleh sistem nilai adat istiadat yang memberikan peluang sekaligus pembatasan berupa etika, tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Proses sosialisasi 7 perempuan mengarah pada terjadinya identifikasi pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat keperempuanannya. Terlihat bahwa perempuan ternyata banyak dilibatkan di sektor-sektor yang sudah terpola pada pekerjaan yang bersifat “menerima perintah”. Kecenderungan tersebut terefleksikan dalam konteks yang lebih luas, dimana pihak yang memerintah adalah laki-laki, dan pihak yang menerima perintah adalah perempuan. Selain itu, perempuan sebagai pihak yang menerima perintah, di dalam struktur kekuasaan berada di posisi yang lemah dan terlihat jelas dengan adanya hubungan–hubungan personal yang mempengaruhi ukuran-ukuran kedudukan dan kesempatan. Konstruksi gender ini menempatkan laki-laki pada ujung yang satu dan perempuan pada ujung yang yang lain di sebuah garis vertikal. Secara langsung konstruksi ini menegaskan posisi sub ordinat perempuan dan superioritas laki-laki. Analisis : Dalam prakteknya, bagi kaum kapitalis menjadi TKW adalah menjadi “produsen” sekaligus menjadi “konsumen” dengan ukuran-ukuran yang dikonstruksikan oleh kelompok pengusaha, dengan “memperlakukan manusia sebagai komoditas”. Sementara dalam prespektif negara, TKW menyangkut persoalan devisa. Adapun bagi keluarga, khususnya yang mempunyai status istri, TKW terkait fungsi dan tanggung jawab sosial istri terhadap suami dan atau anak. Kebanyakan program pengiriman TKW ke luar negeri terlalu didominasi “motif pendekatan bisnis” yang didefinisikan secara bebas sesuai dengan selera kepentingan kelompok kapitalis. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/Doi : : : : : : : DAMPAK KETIMPANGAN GENDER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA 2013 Tesis : Elektronik Agnes Vera Yanti Sitorus Bogor Sekolah Pasca Sarjana IPB http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/657 : 21 Ringkasan : Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di Indonesia, masih terdapat senjang (gap) antara capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Kualitas hidup manusia dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan dua jenis indikator yang sering digunakan dalam analisis capaian pembangunan negara dan wilayah. IPG dihitung berdasarkan kesetaraan distribusi komponen IPM pada penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio IPG terhadap IPM mendekati 100 mencerminkan mengecilnya kesenjangan kualitas hidup perempuan terhadap lakilaki. Kesetaraan gender akan terjadi jika IPM sama dengan IPG. Rasio perkembangan IPG dan IPM memperlihatkan bahwa IPG selalu menempati posisi lebih rendah dibanding IPM, sebagai petunjuk masih adanya kesenjangan gender. Beberapa fakta terdapatnya kesenjangan gender di Indonesia adalah ketimpangan kemampuan baca tulis antara laki-laki dan perempuan. Salah satu 8 penyebab ketimpangan ini adalah belum meratanya akses pendidikan dasar bagi perempuan terutama bagi keluarga dengan kemampuan ekonomi yang sangat terbatas atau keluarga miskin yang jumlahnya masih cukup besar (BPS 2011). Pada sisi dampak langsung ekonominya terukur melalui kontribusi angkatan kerja perempuan signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif. Semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi. Jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Jumlah angkatan kerja perempuan umumnya naik turun, sehingga peningkatannya dari tahun ke tahun cukup sedikit. Kesetaraan gender berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dari pendidikan dan ketenagakerjaan. Beberapa faktor yang menyebabkan jumlah angkatan kerja perempuan sedikit adalah faktor stereotype mengenai peran perempuan yang memiliki peran ganda, yaitu bekerja di sektor domestik dan sektor formal. Sedangkan lelaki ditempatkan sebagai pekerja nafkah dan pekerja publik. Dalam mewujudkan pembangunan yang responsif gender dimulai dengan peningkatan gender awareness melalui peningkatan pemahaman tentang isu gender dalam tupoksi sektor dan daerah, mengidentifikasi isu-isu strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (ketenagakerjaan). Pemantapan pembangunan yang responsif gender dapat dilakukan dengan mendorong tersusunnya programprogram keterpaduan sektor-sektor terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (ketenagakerjaan), mendorong lahirnya program-program daerah dan gender budgetting, mendorong lahirnya peraturan daerah dan sektor-sektor terkait dalam pemberdayaan perempuan sesuai prioritas masalah di lokal, dan menjamin keberlanjutan kesetaraan dan keadilan gender bagi kehidupan umat manusia yang berkualitas. Analisis : Analisis yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah masih adanya ketimpangan gender di pendidikan dan ketenagakerjaan. Peran pemerintah sangat diharapkan untuk turut serta dalam mengurangi ketimpangan gender yang masih terjadi di Indonesia diantaranya dengan cara mengupayakan peningkatan partisipasi perempuan baik dalam peran sosial maupun ekonomi. Pemerintah perlu menyiapkan upaya-upaya untuk menyerap tenaga kerja usia produktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika tidak, angka pengangguran akan meningkat dan dapat menyebabkan masalah sosial dalam masyarakat. Sebenarnya semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi. 9 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL/Doi : : : : : : : MIGRASI INTERNASIONAL PEREMPUAN, PENGUASAAN DAN KESETARAAN GENDER : Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat 2012 Disertasi: Elektronik Muhammad Zid Bogor Sekolah Pasca Sarjana IPB http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/612 : 41 Ringkasan : Migrasi tenaga kerja internasional perempuan dari pedesaan Jawa Barat ke negara-negara penerima jasa Tenaga Kerja Wanita merupakan tindakan rasional individu untuk bisa keluar dari berbagai kesulitan hidup yang di alami rumah tangga miskin di pedesaan. Berbagai kesulitan tersebut antara lain, kurangnya lapangan kerja, rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan. Di pihak lain, terbukanya peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif mudah, dukungan keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik perempuan pedesaan untuk melakukan migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Beberapa faktor pendorong perempuan pedesaan menjadi Tenaga Kerja Wanita diantaranya, pendidikan yang rendah, rendahnya akses perempuan pada pekerjaan di sektor non pertanian, dan masih banyak faktor lain. Kabupaten Karawang dan Purwakarta merupakan dua kabupaten bagian dari Propinsi Jawa Barat, secara geografis sangat strategis karena terletak di antara jalur jalan yang menghubungkan Ibu Kota Jakarta dengan Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat, sekaligus sebagai daerah penghasil beras nasional, sampai saat ini, pertanian sawah masih menjadi unggulan kabupaten Karawang. Namun sebagai akibat pembangunan kawasan industri, perumahan, beberapa wilayah mengalami konversi lahan pertanian kepada peruntukkan non pertanian yang semakin intensif. Berbagai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak dihadapi penduduk pedesaan di Kabupaten Karawang dan Purwakarta yang dialami sejak lama. Saat ini telah memperoleh alternatif jalan keluar yaitu menjadi tenaga kerja internasional di negara kawasan Asia Pasifik. Kesempatan yang terbuka lebar untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT) terbuka untuk perempuan berusia muda, baik yang masih berstatus gadis maupun sebagai ibu rumah tangga. Saat ini semakin banyak perempuan dari pedesaan Jawa Barat yang bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga di negaranegara Timur Tengah, khsususnya Negara Arab Saudi, dan kawasan Asia Pasifik, terutama Negara Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura. Terjadinya pergeseran migran ke luar negeri dari laki-laki kepada perempuan ini dikenal dengan istilah feminisasi migrasi. Data tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa saat ini migrasi tenaga perempuan yang bekerja di luar negeri lebih banyak jika dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Setelah mampu berperan dalam hal ekonomi rumah tangga, peran perempuan dalam pengambilan keputusan penting seperti merenovasi dan membangun rumah, pendidikan anggota keluarga, dan membeli lahan. Pembagian kerja dan pengambilan keputusan di dalam keluarga dan rumah tangga sudah mengarah 10 kesetaraan gender, suami mau terlibat dalam peran reproduktif-domestik, dan hal yang sebaliknya terjadi, perempuan mulai masuk kedalam peran-peran produktif-publik. Analisis : Nilai-nilai dan stereotipe yang selama ini dianut masyarakat Sunda terhadap posisi dan peran perempuan, secara perlahan-lahan mulai mengalami pergeseran. Semakin terbukanya lapangan pekerjaan bagi perempuan di luar sektor domestik, tidak lagi membuat perempuan bekerja pada sektor domestik dan rumah tangga. Saat ini sebagian besar tenaga kerja migran yang bekerja di luar negeri adalah perempuan. Melalui migrasi internasional, diharapkan dapat merubah kondisi ekonomi keluarga migran ke arah yang lebih baik. Menguatnya peran perempuan dalam berkontribusi di ekonomi keluarganya menyebabkan terbentuknya kesetaraan gender pada keluarga dan rumah tangga di pedesaan. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi : : : : : : : : : ISSN : PERKEMBANGAN STUDI PEREMPUAN, KRITIK, DAN GAGASAN SEBUAH PERSPEKTIF UNTUK STUDI GENDER KE DEPAN Desember 2008 Jurnal Berkala : Elektronik A. A. I. N. Marhaeni Denpasar Piramida E-Journal : Universitas Udayana Vol. : 4, No. 2 http://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article : view/2979 2252-603 : Ringkasan: Perkembangan studi perempuan atau studi gender di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan studi gender di berbagai negara. Perkembangan itu berkaitan erat dengan pelaksanaan konferensi perempuan yang dilaksanakan di berbagai negara yang dimotori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konferensi Perempuan Sedunia tahun 1975 melahirkan perspektif Women in Development (WID) yang menuntut agar terdapat persamaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Keterlibatan perempuan di bidang ekonomi akan meningkatkan posisi ekonomi perempuan, sehingga mereka percaya status dan kedudukan perempuan akan meningkat di masyarakat. Jadi konsep WID adalah memfokuskan pada perubahan situasi, yang bertujuan untuk menarik dan menempatkan perempuan dalam arus pembangunan, karena perempuan merupakan sumber daya manusia yang melimpah, yang dapat menggerakkan roda pembangunan, asalkan kemampuan mereka ditingkatkan. Untuk dapat mengakomodir perubahan situasi tersebut misalnya harus dilakukan peningkatan akses perempuan di bidang ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Erat kaitannya dengan paradigma Gender and Development diperkenalkan konsep gender, dimana studi tentang perempuan dihubungkan dengan laki-laki. Wacana perspektif gender tentang perempuan sekaligus dihubungkan dengan laki-laki, dimana 11 dominasi dan subordinasi laki-laki terhadap perempuan menjadi kajian utama. GAD menekankan pada redistribusi kekuasaan (power) dalam relasi social perempuan dan laki-laki, dimana kekuasaan laki-laki di bidang ekonomi, sosial, dan budaya terus digoyang dan dipertanyakan. Dalam pendekatan ini dipandang bahwa yang menciptakan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan adalah struktur dan proses sosial politik. Ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan terlihat pada akses dan kontrol terhadap sumber daya, kesempatan dan manfaat, serta dalam pengambilan keputusan (partisipasi dan representasi). Pendekatan dalam GAD ini adalah dengan cara, masyarakat dan berbagai institusi mengubah cara berpikir dan praktek untuk mendukung persamaan kesempatan, pilihan, dan kesetaraan. Selanjutnya adalah konsep pemberdayaan perempuan (Women’s Empowerment). Kebijakan pemberdayaan perempuan di Indonesia diarahkan secara bertahap dan berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis perempuan. Pemenuhan kebutuhan praktis meliputi kebutuhan perempuan agar dapat menjalankan peran-peran sosial untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, seperti perbaikan taraf kehidupan, perbaikan pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, pemberantasan buta aksara dan sebagainya. Sasaran program pemberdayaan perempuan (empowerment of women) diarahkan untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri perempuan yang memungkinkannya untuk memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki (equality), serta untuk memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama terhadap berbagai sumber daya pembangunan. Konsep gender lainnya adalah Pengarusutamaan Gender atau PUG pertama kali diperkenalkan saat konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perempuan IV di Beijing tahun 1995. Pengarusutamaan Gender (PUG) telah diadopsi secara resmi di Indonesia sejak tahun 2000 dengan keluarnya Instruksi Presiden atau Inpres No. 9 tahun 2000. Inpres ini merupakan suatu dasar hukum untuk pelaksanaan PUG yang merupakan suatu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam mengikuti kesepakatan internasional dan juga dari desakan masyarakat luas misalnya melalui para pakar atau pemerhati masalah gender agar pemerintah melakukan tindakan-tindakan nyata yang dalam usaha mempercepat keadilan dan kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Analisis : Jika dilihat kembali usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, hasil yang dicapai belumlah seperti yang diharapkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada hal-hal yang mungkin memerlukan perhatian yang lebih kritis, sehingga kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program-program perempuan dapat mencapai hasil seperti harapan. Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa sumbangan ekonomi perempuan dalam rumah tangga sangat menentukan otonomi yang dimiliki perempuan terutama di dalam memenuhi kebutuhannya sebagai perempuan. Jadi disini konsep bekerja bagi perempuan selama ini diukur dari jumlah uang atau barang atau jasa yang dapat dinilai dengan uang yang dibawa pulang oleh perempuan. Dengan memperhatikan heterogenitas perempuan di Indonesia baik dari segi budaya, sosial, maupun ekonomi, maka perlu dilakukan penilaian kebutuhan di tingkat individu, maupun di tingkat lembaga, yang dikenal dengan istilah melakukan need assessment, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan perempuan, dan lembaga-lembaga 12 atau institusi pelaksana di masing-masing wilayah, sehingga diharapkan kebijakan akan menjadi lebih tepat, dan direspon oleh perempuan. Studi gender selama ini pada umumnya hanya menekankan atau meriset perempuan yang dapat menyebabkan bias, maka ke depan agar diperoleh informasi yang seimbang mengenai apa yang dialami dan dirasakan oleh laki-laki baik di tempat kerja, rumah tangga, maupun di masyarakat, untuk itu perlu melibatkan responden laki-laki dalam studi gender. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi : : : ISSN : PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BAGI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA GEMPOL KECAMATAN JATISARI KABUPATEN KARAWANG Ed. Mar - Mei 2012 Jurnal : Elektronik Tika Santika, Nia Hoerniasih, Een Nurhasanah Karawang Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Singaperbangsa Karawang Majalah : Ilmiah Solusi Unsika Vol. : 10 No. 22 http://lppm.unsika.ac.id/content/pemberdayaan: perempuan-bagi-tenaga-kerja-wanita-tkw-didesa-gempol-kecamatan-jatisari 1412-86676 : Ringkasan : Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya patriarki. Hampir seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya didominasi oleh kaum laki-laki. Perempuan yang memiliki peran dalam kehidupan telah menjadi “kelas kedua” pada kehidupan sosial, ekonomi politik dan budaya. Beberapa orang menganggap bahwa, tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut telah bekerja di luar rumah. Ada batasan tentang hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan dalam menjalankan tugastugas rumah tangga. Perempuan kurang dapat mengembangkan diri, karena adanya pembagian tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang dapat diharapkan karena adanya idiologi tentang pembagian tugas secara seksual. Peran perempuan sebagai istri dari seorang suami didominasi oleh pekerjaan rumah tangga. Kesempatan bekerja di luar negri memberikan peluang lebih besar kepada perempuan dibanding laki-laki. Permintaan pembantu rumah tangga lebih banyak, tugas itu biasanya dikerjakan oleh perempuan. Bekerja sebagai tenaga kerja wanita di luar tidak terlepas dari pekerjaan rumah tangga. Selain sebagai istri, perempuan memiliki peran juga sebagai ibu. Tugas seorang ibu yang mengharuskan ia berada di rumah sebagai pengatur semua urusan rumah tangga menyebabkan perempuan kesulitan membagi waktu untuk bekerja di luar rumah. Kebanyakan perempuan yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai anak atau anak-anaknya dititipkan kepada keluarga atau suami. Kewajiban mencari nafkah diserahkan sepenuhnya kepada perempuan. Banyak perempuan yang bekerja di luar rumah sebagai pengganti tulang punggung keluarga, sedangkan perempuan yang bekerja tidak karena 13 tuntutan ekonomi memiliki kemampuan dan pendidikan. Sedangkan perempuan yang terpaksa bekerja di luar rumah jarang memiliki kemampuan dan pendidikan yang tinggi, seperti Tenaga Kerja Wanita (TKW). Tuntutan ekonomi dan keterbatan pendidikan serta keahlian diri mengakibatkan perempuan menjadi kelas dua dalam masyarakat. Kesempatan untuk mengembangkan diri dibatasi oleh peran perempuan itu sendiri sebagai istri dan ibu, selain dari batasan social masyarakat yang menganut budaya patriarki. Keterbatasan itu membuat pemerintah harus memiliki andil dalam pengembangan dan hak perempuan. Peningkatan peran perempuan dalam pembangunan bangsa diantaranya dengan meningkatkan kedudukan, peranan, kemampuan, kemadirian, dan ketahanan mental serta spritual perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan sebagai suatu kegiatan pengubahan berencana yang memiliki tujuan untuk merubahan perilaku (kognisi, afeksi dan ketrampilan) positif dari khalayak sasaran pembangunan yang diharapkan dan dirancang untuk dapat menghasilkan manfaatan bagi orang banyak, yaitu masyarakat secara keseluruhan. Analisis : Tidak sedikit perempuan pedesaan dengan keahlian terbatas yang bekerja di luar negeri, mengakibatkan rendahnya nilai upah yang dibayar. Kebanyakan perempuan yang bekerja di luar negeri pada usia produktif. Apabila pemerintah dengan maksimal memberdayakan perempuan dengan mengadakan kursus untuk keahlian seperti menjahit, memasak, dan sebagainya, secara gratis, maka mereka akan bisa mandiri secara ekonomi. Semua bentuk keterlibatan dan pelibatan perempuan Indonesia di dalam keseluruhan kehidupan perjuangan bangsa dan negara merupakan petunjuk bahwa kaum perempuan di Indonesia pada dasarnya sejak dulu sudah merupakan bagian dan pembangunan nasional, bangsa dan negara. Dengan demikian, pertumbuhan pembanguan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perempuan sebagai asset pembangunan dan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki keluhuran harkat dari martabat seperti halnya pria. 14 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi ISSN : : : : : : PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN EKONOMI DI KAMPUNG TKI 2008-2013 Laporan:Penelitian Elektronik Norfia Eka Praesti, Novi Triana Hapsari Nurhasanah Ponorogo IKIP PGRI Madiun Jurnal : Karya Ilmiah IKIP PGRI Madiun Vol. : 03, no. 02 http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/id/node/955 : 1411-8319 : Ringkasan: Konstruksi sosial mempengaruhi keyakinan serta budaya masyarakat tentang bagaimana seharusnya lelaki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan ketentuan sosial. Perempuan seringkali dipandang sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya sehingga tidak mengherankan apabila segala aspek kegiatan baik dalam bidang politik, ekonomi maupun bidang lainnya selalu didominasi oleh kaum laki-laki. Perbedaan fisik dan psikis antara laki-laki dan perempuan turut menentukan fungsinya masing-masing dalam masyarakat, pada akhirnya pembagian fungsi tersebut mengarah pada pembagian kerja yang seringkali lebih menguntungkan laki-laki karena laki-laki dianggap memiliki fisik yang kuat. Perempuan tertinggal di seluruh bidang kehidupan publik apabila dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan diidentikkan dengan semua kegiatan yang bersifat domestik. Sebuah kultur terkadang masih menempatkan wanita ke dalam posisi yang lebih rendah daripada pria. Sebagian besar masyarakat juga menganut pandangan umum bahwa jalan untuk menjadi maskulin atau feminin merupakan suatu yang alami akibat langsung dilahirkan secara biologis sebagai laki-laki atau perempuan. Masyarakat menciptakan perilaku pembagian ini untuk menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai keharusan, untuk membedakan antara lelaki dan perempuan. Sudut pandang yang demikian inilah yang menyebabkan keterlibatan wanita sangat minim sekali. Tuntutan hidup yang semakin tinggi membuat perempuan harus ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Kebutuhan yang mendesak mampu mendobrak tradisi dan pandangan gender yang telah tertanam kuat di masyarakat. Hal tersebut juga dirasakan oleh para perempuan desa, dengan bekal latar belakang pendidikan formal yang rendah lapangan kerja yang didapat hanya sektor informal yakni sebagai pembantu rumah tangga. Beban ekonomi yang menghimpit memaksa para perempuan yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga menjadi tenaga kerja di luar negeri. Perbandingan upah buruh yang sangat tinggi di Indonesia dan di luar negeri menjadikan profesi Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Selama ini yang menjadi penyebab utama kepergian para perempuan bekerja ke luar negeri adalah faktor ekonomi, tetapi kenyataan di masyarakat suami juga memiliki andil yang sangat besar dalam pengambilan keputusan yang menentukan keterlibatan wanita sebagai pencari nafkah yang lebih dominan. Posisi dan peran suami yang 15 seharusnya menjadi pencari nafkah primer dalam keluarga mulai tergantikan oleh keberadaan istri yang bekerja di luar negeri. Secara nominal pendapatan yang di peroleh oleh kedua pihak memang memiliki selisih yang sangat besar. Minimnya keterlibatan wanita dalam sektor pertanian berpijak pada satu asumsi bahwa pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga yang besar dan fisik yang kuat karena pekerjaan tersebut berkutat dengan tanah dan panas matahari. Apabila dirinci berdasarkan umur maka mayoritas buruh tani wanita di Desa Lembah ialah ibu-ibu rumah tangga dengan batas usia minimal 45 tahun. Para ibu muda lebih memilih mencari alternatif pekerjaan lain yang dirasa lebih ringan dan tidak terlalu menguras tenaga seperti menjadi TKW. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan hidup yang semakin tinggi membuat wanita harus ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Kebutuhan yang mendesak mampu mendobrak tradisi dan pandangan genderitas. Perlu adanya sebuah alternatif yang mampu memecahkan persoalaan ekonomi keluarga dan salah satu jalannya adalah menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Secara eksplisit di Indonesia telah terjadi ketimpangan yaitu antara jumlah tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang. Rendahnya penyerapan tenaga kerja bagi wanita menyebabkan para wanita berfikir untuk menjadi TKW ke luar negeri agar dapat membantu perekonomian keluarga. Setiap TKW memiliki alasan tersendiri yang melatarbelakangi keputusan mereka untuk bekerja ke luar negeri. Faktor pendorong tersebut beragam dari satu individu dengan individu yang lain, mulai dari faktor ekonomi maupun mencari pengalaman. Analisis: Adanya motivasi untuk mengubah nasib maupun adanya daya tarik upah yang relatif tinggi di luar negeri mengakibatkan banyak tenaga kerja (khususnya perempuan) rela menjadi tenaga kerja di luar negeri, bahkan perempuan yang sudah bersuami pun banyak yang menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Keputusan semacam ini diambil dengan harapan mampu membantu mencukupi kebutuhan keluarga yang selama ini masih kurang atau belum terpenuhi. Faktor kemiskinan menjadi faktor pendorong utama para perempuan menjadi TKW sebagai upaya mengatasi tekanan beban sosial ekonomi keluarga. Meskipun pekerjaan tersebut seringkali dipandang sebelah mata akan tetapi, pendapatan yang diperoleh mampu menunjang seluruh kebutuhan keluarga bahkan meningkatkan status sosial di masyarakat. Status sosial di masyarakat desa cenderung diukur dari segi materiil, seperi tempat tinggal, kendaraan, luas tanah dan hal-hal lainnya. Semakin tinggi kualitas perekonomian maka status sosial di masyarakat pun akan mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. 16 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi : : : : : : : : : ISSN : REKONSTRUKSI KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM KONTEKS SOSIAL BUDAYA DAN AGAMA 2008 Studi Analisi : Elektronik Mufidah Ch Nurhasanah Malang Egalita Jurnal : Kesetaraan dan Keadilan Gender Vol. : 1, No. 1 http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/egalita : /article/view/1910 1907-2791 : Ringkasan: Perbedaan manusia berdasar jenis kelamin (sex) dikenal sebagai sexual differentiation, pembedaan seksual. Sedang "gender" sebagai istilah adalah hasil atau akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin tersebut. Gender sebagai fenomena sosial berarti sebab akibat atau implikasi sosial (kemasyarakatan) yang muncul dalam masyarakat karena pembedaan yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat-akibat sosial ini bisa berupa pembagian kerja, sistem penggajian, proses sosialisasi dan sebagainya. Gender sebagai fenomena budaya berarti akibat-akibat atau implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi pemikiran) yang muncul dalam masyarakat karena adanya klasifikasi dualistis yang didasarkan pada perbedaan antara laki dan perempuan. Pembedaan laki-laki dan perempuan bukan merupakan masalah bagi kebanyakan orang, tetapi pembedaan ini menjadi masalah ketika menghasilkan ketidaksetaraan, dimana laki-laki memperoleh dan menikmati kedudukan yang lebih baik dan menguntungkan daripada perempuan. Jadi yang menjadi persoalan bukan hanya perbedaan laki-laki dan perempuan. Lebih jauh, pembedaan laki-laki dan perempuan telah menjadi landasan ketidaksetaraan tersebut, karena masyarakat memandang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Gender sebagai persoalan sosial-budaya adalah ketidaksetaraan gender yang menghasilkan pelbagai bentuk ketidakadilan dan penindasan berdasar jenis kelamin dan perempuan merupakan pihak yang lebih rentan sebagai korban. Semuanya ini merupakan kenyataan yang dibentuk oleh tatanan sosial, budaya dan sejarah, karena itu sebenarnya dapat dan perlu dirubah. Perubahan ini tentu saja tidak mudah, karena untuk dapat melakukannya diperlukan analisis serta penarikan kesimpulan yang tepat. Peran gender (gender role) tersebut kemudian diterima sebagai ketentuan sosial, bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang bersumber dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosialnya. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain : (1) marginalisasi perempuan, (2) penempatan perempuan pada subordinat, (3) stereotipe perempuan, (4) kekerasan (violence) terhadap perempuan, dan (5) beban kerja tidak proposional. Masalah sulitnya membangun kesetaraan dan keadilan gender baik melalui jalur struktural maupun kultural tidak lepas dari lima hal tersebut di atas (stereotype, subordinasi, marjinalisasi, beban berlipat dan kekerasan terhadap perempuan), yang terus menerus berlangsung karena terdapat legitimasi yang menjadi hambatan dalam membangun kesetaraan dan keadilan gender tersebut. Sumber legitimasi dimaksud 17 adalah: (1) Legitimasi sosial budaya, (2) Legitimasi interpretasi agama, dan (3) Peraturan perundang-undangan dan kebijakan dan program pembangunan yang masih bias gender. Dengan adanya ketimpangan gender seperti itu maka diperlukan keadilan gender (gender equality). Keadilan gender adalah suatu kondisi yang setara, selaras, seimbang, serasi, tanpa diskriminasi. Suatu kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mencapai hak-hak dasar dalam lingkup keluarga, masyarakat, negara dan dunia internasional. Kesamaan pemenuhan hak-hak dasar akan meningkatkan kualitas dan martabat kemanusiaan laki-laki dan perempuan secara adil. Kesetaran gender (gender equity) adalah suatu proses yang ditempuh untuk menghantarkan laki-laki dan perempuan secara dinamis untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun berbangsa dan bernegara. Untuk itu diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi secara kualitas maupun kemampuan bagi kelompok yang tertinggal baik perempuan maupun laki-laki melalui affirmative action. Untuk menuju kesetaraan dan keadilan gender diperlukan sosialisasi di tingkat personal agar memiliki sensitivitas gender, yakni suatu sikap dan perilaku yang tanggap dan peka terhadap adanya kesenjangan gender dengan memberi kesempatan dan peluang yang sama untuk mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Sosialisasi pada level institusional diperlukan untuk mewujudkan responsibilitas gender melalui produk hukum dan kebijakan yang ditetapkan berdasarkan analisis gender, misalnya menggunakan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dengan teknik Gender Analysis Pathway (GAP). Analisis: Dengan mengetahui kesenjangan dan ketimpangan serta latar belakang munculnya dapat dijadikan dasar arah pemberdayaan perempuan agar kesetaraan gender terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara pandang yang demikian, pemberdayaan perempuan tidak dilandasi oleh sikap atau keinginan untuk menciptakan persaingan yang tidak sehat, tetapi kompetisi yang berkeadilan yang diharapkan karena pada hakekatnya laki-laki dan perempuan potensial untuk sama-sama berusaha dan berprestasi baik mandiri maupun bekerja sama lintas gender. Untuk mewujudkan relasi gender yang berkeadilan sedapat mungkin menghilangkan kesenjangan hubungan dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan dengan memperhatikan kodrat, harkat, dan martabatnya. Lebih lanjut, diketahui pula latar belakang kondisi dan masalah yang menjadi penyebabnya dengan menggunakan teknik analisis gender. 18 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Alamat URL/Doi ISSN : : : : : : KONSEP, TEORI, DAN ANALISIS GENDER 2008 Studi Analisis : Elektronik Herien Puspitawati Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia - Institut Pertanian Bogor : IPB Press : Jurnal : Kesetaraan dan Keadilan Gender : http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/ : gender.pdf : 1907-2791 : Ringkasan: Kata “gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat. Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan perbedaan biologis dalam gender ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi. Penghapusan sistem patriarki atau struktur vertikal adalah tujuan utama dari semua gerakan feminisme, karena sistem ini yang dilegitimasi oleh model strukturalfungsionalis, memberikan keuntungan laki-laki daripada perempuan. Kesetaraan gender tidak akan pernah dicapai kalau sistem patriarkat ini masih terus berlaku. Oleh karena itu, ciri khas dari gerakan feminisme adalah ingin menghilangkan institusi keluarga, atau paling tidak mengadakan defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari pergerakan kaum feminisme adalah terciptanya kesetaraan gender, yang dimana kesetaraan gender itu 19 memberi kesempatan baik pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan. Oleh karena itu terbentuknya analisis gender adalah suatu metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan atau disparitas gender melalui penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender yaitu data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, peran, kontrol dan manfaat. Dengan demikian analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Syarat utama terlaksananya analisis gender adalah tersedianya data terpilah berdasarkan jenis kelamin. Data terpilah adalah nilai dari variabel variabel yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian. Data terdiri atas data kuantitatif (nilai variabel yang terukur, biasanya berupa numerik) dan data kualitatif (nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut atribut, biasanya berupa informasi). Analisis: Analisis gender merupakan alat dan tehnik yang tepat untuk mengetahui apakah ada permasalahan gender atau tidak dengan cara mengetahui disparitas gendernya. Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diindentifikasi dan dianalisis secara tepat sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta langkah-langkah pemecahan masalahnya. Analisis gender sangat penting khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencanaan serta para peneliti akademisi, karena dengan analisis gender diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan. Secara terinci analisis gender sangat penting manfaatnya, karena: (1) Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di daerah pada berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. (2) Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran secara garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai dengan kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh berbagai pihak. (3) Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya. 20 Judul : Tahun Jenis Pustaka : : Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi : : : : : : : ISSN : PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAHAN PROGRAM KELUARGA DAN MASYARAKAT SEJAHTERA 2008 Studi Analisi : Dalam Peraturan Daerah Propinsi Papua No.9 Elektronik GLENDA A. BAYOA Papua FISIP Unsrat Governance : Vol. : 5, No. 1 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governanc : e/article/ view/1526/1221 2088-2815 : Ringkasan: Perbedaan laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi. Dimana perempuan lebih ditekankan pada pekerjaan domestik untuk mengurusi rumah tangga, sedangkan laki-laki memiliki aspek pekerjan yang lebih luas. Asumsi inilah yang menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam keluarga, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut yang menyebabkan isu gender menjadi penting untuk diangkat, karena dampaknya pada ketidakadilan sosial yang menimpa perempuan. Misalnya dalam konteks masyarakat yang menganut sistem sosial dan budaya patriarkhi, kaum perempuan tidak mendapat hak-hak yang selayaknya. Perjuangan para aktivis Feminisme menghendaki terwujudnya keadilan sosial dengan menempatkan peran danposisi kaum perempuan sesuai dengan hak-haknya. Landasan para aktivis Feminisme menurut keadilan berdasarkan prinsip humanism universal, yaitu prinsip-prinsip kemanusiaan yang paling fundamental yang melampaui etnik,budaya dan agama. Isu kesetaraan gender mulai merebak di Indonesia pada tahun 1990-an.Secara perlahan-lahan, gerakan Feminisme menuntut kesetaraan kaum perempuan di Indonesia untuk mendapat hak-hak di bidang sosial dan budaya.Namun lambat laun, seiring dengan bergulirnya reformasi (1998), gerakan Feminisme mulai merambah wilayah politik. Sebab berdasarkan catatan sejarah bangsa Indonesia,partisipasi perempuan sangat minim di pentas politik. Padahal jumlah kaum peremuan lebih mendominasi dari kaum laki-laki di Indonesia. Wajar jika kaum perempuan menuntut kesetaraan di bidang poltik (kekuasaan). Cara laki-laki yang berkuasa dalam menerjemahkan program terhadap perempuan rawan salah sasaran. Sebab sudut pandang yang melekat pada lakilaki terhadap perempuan berbeda-beda. Sejak reformasi bergulir di Indonesia pendekatan partisipatif semakin popular dalam perencanaan dan pengelolaan masalah publik. Dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sudah seharusnya mengembangkan setiap daya yang ada melalui upaya-upaya pemberdayaan, salah satunya adalah mengoptimalkan potensi kaum perempuan menjadi sebuah energi khususnya dalam proses perumusan kebijakan publik. Di Indonesia peningkatan peranan dan partisipasi wanita diarahkan untuk mencapai kondisi kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam segala aspek peri kehidupan bermasyarakat kita. Kata sejajar dan bermitra merupakan sebuah kata yang menyiratkan persamaan hak saling menghormati dan bekerja sama. Disana 21 tidak ada dominasi, saling menguasai dan pemaksaan kehendak. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dalam segala sisi kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Pada dunia pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah, pada aspek peningkatan derajat kesehatan dan gizi, maupun peningkatan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, pada dasarnya, peningkatan peranan wanita dalam keluarga dan masyarakat diarahkan bagi terciptanya kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam membina keluarga maupun dalam peran aktif di masyarakat. Analisis : Upaya pemberdayaan masyarakat desa atau kampung tidak terlepas dari berbagai komponen masyarakat sebagai sebuah proses sosial termasuk kelompok masyarakat yang lahir karena sifat dasar manusia yang selalu ingin hidup bersama dengan sesama dan alam sekitarnya. Keinginan itu yang kemudian melalui kaum kelompok masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Diantara mereka ada hubungan timbal balik yang erat antara satu dengan yang lainya. Kelompok sosial di kampung yang tergolong teratur adalah kelompok yang keberadaanya telah lama dan mempunyai pola tertentu. Seperti kelompok tim penggerak PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) kelompok ini ada di seluruh desa atau kampung sebagai subsistem dari pemerintah secara struktural dari pusat daerah sampai ke kampungkampung. Dalam implementasi kebijakan, perempuan selalu dijadikan subjek, sehingga selalu diajak berpartisipasi memberikan masukan. Perempuan juga harus dilibatkan dalam penentuan program yang sesuai dengan kepribadiannya. Pendekatan kebijakan dari atas ke bawah dihilangkan dengan mengajak yang bawah sebagai bagian pengambil kebijakan yang di atas. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit : : : : : : Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL/Doi : : : ISSN : ASPECTS OF THE GENDER INEQUALITY ISSUE IN KNOWLEDGE SOCIETY CAREERS 2014 Jurnal : Elektronik Irimie S., Moraru R.I., Cioca L-I., Boatcă M-E Czestochowa Faculty of Management of Czestochowa University of Technology Polish : Journal of Management Studies 9: http://www.pjms.zim.pcz.pl/aspects-of-the: gender-inequality-issue-in-knowledge-societycareers.html 2081-7452 : Ringkasan: Sebuah fakta yang diakui adalah bahwa undang-undang nasional pada masingmasing negara, seperti serta hukum internasional yang menetapkan dengan jelas ilegalitas tindakan membayar wanita kurang dari seorang laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Meskipun demikian, perempuan berpenghasilan kurang dari laki-laki dan maju dengan lebih kesulitan dalam karir mereka, bahkan ketika mereka tidak memutuskan untuk menjadi ibu dan untuk memusatkan semua upaya mereka menuju kesuksesan profesional. Pemisahan secara profesional, sebagai bentuk ketidakadilan gender yang 22 terjadi dalam tenaga kerja pasar. Masalah utama dengan fenomena ini adalah pembayaran ketidaksetaraan gender, dengan kelemahan di kedua evolusi individu dan sosial. Potensi perempuan sebagai profesional adalah tidak digunakan pada tingkat tertinggi dan, dengan demikian, pembangunan ekonomi dan sosial tidak dalam kecepatan yang tepat. Pendapat umum mengenai kesetaraan gender dalam dunia kerja adalah bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, sehingga disukai oleh banyak negara, terutama oleh nasional dan internasional undang-undang. Namun, teori tersebut jelas bertentangan dengan kenyataan, terjadi perbedaan pendapatan di pasar tenaga kerja antara laki-laki dan perempuan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa segregasi profesional juga memiliki implikasi ekonomi yang mendalam. Di sisi lain terjadi situasi yang paradoks: meskipun wanita sudah merasa dirugikan baik secara profesional dan finansial, banyak orang yang sudah terintegrasi dan kontribusi dalam tenaga kerja pasar (perempuan, serta laki-laki), tetapi tidak ada yang menganggap kaum wanita telah didiskriminasi. Kesetaraan gender global masih sesuatu yg diinginkan baik untuk posisi manajerial dan semua pekerjaan lain dan sebutannya masing-masing. Kesimpulannya adalah salah satu yang paling sederhana: meskipun kebijakan legislasi dan kesetaraan dipimpin oleh pemerintah dan organisasi swasta, perempuan adalah satu-satunya yang menderita konsekuensi sehingga menghadapi dalam kesulitan dalam karir di level pemasukan, serta ketika datang untuk mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Nilai tambahan yang perlu dimasukan pada perempuan dalam masyarakat adalah pengetahuan yang berasal dari dalam kapasitas diri mereka sendiri untuk menjadi empatik, untuk menempatkan manusia di pusat organisasi dan untuk menemukan teknik motivasi terbaik untuk memenuhi tujuan. Ada negara-negara di mana situasi perempuan memiliki peran positif, terutama di kasus posisi manajemen puncak. Rusia, Selandia Baru dan Rumania adalah salah satu negara-negara dengan keterwakilan yang baik pada tingkat ini. Tingkat pengangguran tentang di Rumania, jumlah perempuan pengangguran lebih rendah dari jumlah pengangguran laki-laki. Jika majikan, bersama dengan lembaga-lembaga negara, akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk integrasi profesional yang lebih baik bagi perempuan dan untuk pekerjaan yang dibayar sama dengan laki-laki dan perempuan, sesuatu yang diinginkan kesetaraan gender di pasar tenaga kerja akan menjadi kenyataan dengan manfaat yang cukup besar (di tingkat individu dan masyarakat). Analisis Pustaka: Bias gender tampaknya menjadi penyebab utama pemisahan profesional dan tidak merata pendapatan antara laki-laki dan perempuan. Perbandingan antara negaranegara Eropa dan Amerika Serikat paling mencerminkan perbedaan dan penyebab isu ketidaksetaraan gender dalam pendidikan dan pasar tenaga kerja. Sehingga dalam menyoroti hal pengangguran sudah dianggap sebagai indikator kesetaraan gender dalam dunia kerja padahal tidak cukup hanya dari aspek pengangguran saja. Saat ini, prinsip kesetaraan tetap sesuatu yg diinginkan. Perempuan masih dirugikan dalam pasar tenaga kerja, dalam hal keuangan, serta sosial dan efek sampingnya secara profesional. Kontroversial ketidaksetaraan gender tidak ketinggalan bahkan di knowledge society. Perempuan menemui banyak kesulitan bahkan dalam bidang seperti Informasi Teknologi atau IT, dimana tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin pekerja. Meskipun pendekatan yang dilakukan secara nasional dan internasional, serta melalui lembaga independen yang berbeda dan organisasi, professional Pemisahan kerja lakilaki dan perempuan tetap harus disorot untuk ditangani sebagai salah satu perhatian global. 23 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Ketidakadilan Perempuan Berbasis Gender Sebagian besar daerah di Indonesia menganut budaya patriarki, yaitu budaya yang menjunjung tinggi garis keturunan laki-laki, dengan kata lain, budaya ini mengistimewakan kaum “adam” dan menjadikan perempuan sebagai kaum yang berada pada urutan kedua. Menurut hukum agama, laki-laki memang dianggap sebagai pemimpin dan kepala keluarga dalam suatu rumah tangga. Perempuan tidak seharusnya menyalahi kodratnya untuk berada lebih di atas daripada laki-laki. Para ahli antropologi banyak yang setuju akan hukum agama yang berlaku, tetapi banyak orang yang telah salah memaknai teori perempuan sebagai “kelas dua”, sehingga muncul yang dinamakan ketidakadilan gender. Darwin (2005) mengatakan bahwa budaya patriarki juga timbul di negara-negara barat termasuk Indonesia, pada masyarakat patriarki, nilainilai kultur yang berhubungan dengan perempuan menimbulkan ketidaksetaraan gender yang menempatkan posisi perempuan secara tidak adil. Menurut Zabrina (2009) dari Mediterranean Institute of Gender Studies, gender diartikan sebagai sebuah konsep yang merujuk pada perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, dapat berubah-ubah dan mempunyai perbedaan luas di dalam dan di tengah-tengah budaya. Berlawanan dengan karakteristik tegas secara biologis, gender merujuk pada tingkah laku dan harapan-harapan untuk mewujudkan sebuah image dari maskulinitas dan femininitas. Hal ini juga digunakan secara sosial, ekonomi dan politik untuk menganalisis peran masyarakat, tanggung jawab, kendala dan peluang. Tabel 1 Contoh ketidakadlian gender yang dialami oleh perempuan No. Ketidakadilan Contoh Sikap/Kegiatan Sebab Gender 1 Marginalisasi Mengganti pekerja perempuan Laki-laki dianggap lebih perempuan dengan mesin. berguna dibanding perempuan, kebijakan yang berlaku, budaya. 2 Subordinasi Memberikan fasilitas lebih Tafsir agama, perempuan kepada anak laki-laki, kebiasaan/tradisi, ilmu pendidikan anak laki-laki lebih pengetahuan. tinggi daripada anak perempuan. 3 Stereotipe Menganggap perempuan Tafsir agama, laki-laki perempuan lemah. makhluk yang lebih superior, budaya. 4 Beban kerja tidak Perempuan mengerjakan Perempuan dianggap proporsional pekerjaan reproduktif dan kurang berkontribusi domestic sekaligus. dalam pemenuhan ekonomi keluarga. 5 Kekerasan Pemukulan, pelecehan, dan Laki-laki dianggap terhadap kekerasan verbal lainnya. sebagai pemimpin dan 24 perempuan makhluk yang kuat. Sumber: Dermatoto dan Budiarti (2007) Mengutip pendapat Argyo Demartoto dan Atik Catur Budiati (2007:22-24) peran gender (gender role) tersebut kemudian diterima dalam kehidupan sosial bermasyarakat, bahkan diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang bersumber dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain : (1) Marginalisasi Perempuan Proses marginalisasi perempuan biasanya terjadi dalam aspek pekerjaan atau sejak munculnya revolusi industri, mulai terjadi industrialisasi secara global. Pekerjaan menggunakan tenaga kerja wanita mulai digantikan oleh mesin-mesin. Dalam skala kecil terlihat pada perempuan di pedesaan yang dahulu kala menggukana alu untuk menumbuk padi, sekarang di jaman modern ini alu sudah digantikan oleh mesin penggiling padi. Situasi inilah yang menyebabkan perempuan terpinggirkan. Dengan kata lain, marginalisasi sama dengan memiskinkan perempuan. Di contoh kehidupan social biasanya laki-laki mendapatkan hak yang lebih istimewa dibandingkan dengan perempuan, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. (2) Subordinasi Perempuan Subordinasi perempuan sama dengan menomorduakan perempuan. Ini terjadi karena perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tidak rasional, dan emosional. Hal tersebut membuat perempuan tidak mampu bersaing dengan laki-laki dalam hal pengambilan keputusan dan peran penting. (3) Stereotipe Perempuan Stereotipe adalah pelabelan suatu kelompokyang kebanyakan bermakna negative hanya karena salah satu factor yang menonjol dari anggota dari kelompok tersebut. Ini menimbulkan ketidakadilan bagi suatu kelompok yang sudah dicap tidak bagik. (4) Beban Kerja Tidak Proporsional Beban kerja tidak proporsional selau terjadi pada perempuan atau yang dikenal dengan peran ganda. Perempuan memang kodratnya untuk melakukan fungsi reproduktif seperti melahirkan, menyusui, mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga. Di sisi lain masih ada yang menganggap perempuan tidak berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga timbul peran ganda bagi perempuan. Perempuan melakukan pekerjaan reproduktif dan juga domestik untuk membantu suami mencari uang. (5) Kekerasan Terhadap Perempuan Kekerasan perempuan dapat terjadi baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Kekerasan terhadap perempuan biasanya dilakukan oleh laki-laki, hal tersebut muncul karena ada anggapan bahwa laki-laki lebih superiror dibandingkan dengan perempuan. Tabel 2 Definisi ketidakadilan gender berdasarkan jurnal tahun 2006-2014 No. Nama Penulis Definisi Kata Kunci 1 Argyo Demartoto Pekerjaan rumah tangga dan Membatasi gerak maju dan Atik Catur perempuan sering dipandang Tenaga Kerja Wanita. Budiati (2007) sebagai sesuatu yang rendah, sehingga tenaga kerja perempuan kesulitan 25 2 Togiaratua Nainggolan (2006) 3 Agnes Vera Yanti Sitorus (2013) 4 A. A. I. N. Marhaeni (2008) untuk lepas dari kontrol penuh majikan. Hal tersebut masih menunjukkan bahwa tenaga kerja wanita masih berada pada posisi marginal dan peran mereka tidak dapat terlepas dari system hierarki gender sehingga perbedaanperbedaan peran dalam suatu sistem pada gilirannya menciptakan ketimpangan gender yang akan membatasi gerak maju tenaga kerja wanita. Relasi gender menjadi perilaku spesifik yang diharapkan dan dijadikan standar yang diterapkan pada laki-laki dan perempuan, dimana penyimpangan subjek dari ketentuan ini akan mendapatkan sanksi sosial (penilaian negatif) masyarakat. Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di Indonesia, masih terdapat senjang antara capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan dan laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Pernyataan mengenai perempuan sebagai pencari nafkah tambahan, sudah tersirat adanya ketimpangan gender. Demikian juga pada pernyataan-pernyataan lainnya tersirat isu subordinasi (perempuan sebagai pendamping suami), maupun stereotype (perempuan sebagai pengelola rumah tangga serta perempuan sebagai penerus keturunan dan pendidik). Perilaku spesifik yang dijadikan standard, dimana penyimpangan dari ketentuan akan mendapat sanksi sosial. Kesenjangan antara pencapaian manfaat hasil embangunan anata lakilaki dan perempuan. Ketimpangan gender mengenai perempuan sebagai pencri nafkah tambahan. 26 5 6 Tika Santika, Nia Perempuan menjadi memiliki Hoerniasih, Een sedikit kesempatan dalam Nurhasanah (2012) bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Herien Puspitawati Laki-laki yang sangat diberi (2008) hak istimewa oleh budaya patriarki menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga. Hal inilah yang menjadikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam kepemilikian properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya kurang memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan. Kesempatan perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Laki-laki diberi hak istimewa dan menjadi sentral kekuasaan adalah penyebab dari ketidakadlian gender. Berdasarkan uraian Tabel 3, masing-masing peneliti mengemukakan konsep ketidakadilan gender, dari pendapat yang telah disebutkan diatas, maka dapat disintesiskan bahwa ketidakadilan gender/ketimpangan gender akibat dari budaya patriarki yang mengunggulkan laki-laki dan menjadikan perempuan sebagai kelas dua yang tidak boleh disetarakan dengan laki-laki. Hasil dari ketidakadilan gender adalah, laki-laki mendapatkan pendidikan yang lebih baik, memiliki akses dan kontrol yang lebih, dan memiliki hak-hak istimewa. Jika ketidakadilan gender ini dibiarkan berlanjut maka akan menimbulkan kekerasan pada perempuan, marginalisasi perempuan, subordinasi perempuan, dll. Migrasi Tenaga Kerja Internasional Migrasi merupakan perpindahan orang atau sekelompok orang dari tempat asal ke tempat lain yang menjadi tujuannya. Migrasi internasional berarti perpindahan orang dari negara asal ke negara tujuannya. Tenaga Kerja Wanita sangat erat kaitannya dengan migrasi internasional karena mereka memang bekerja ke negara orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara ekonomi. Menurut Muhammad Zid (2012) Secara sosiologis migrasi internasional bisa dimaknai sebagai salah satu tindakan rasional individu sebagai strategi dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapi rumah tangga masyarakat pedesaan. Dihadapkan kepada berbagai kesulitan hidup, setiap individu dan rumah tangga dari berbagai lapisan sosial akan memiliki strategi yang berbeda pula. Berlimpahnya kesempatan untuk bekerja di luar negeri terbuka untuk laki-laki dan perempuan seiring dengan banyaknya permintaan dari negara-negara maju dan kaya di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah, tetapi peluang pekerjaan paling besar adalah sebagai tenaga pembantu rumahtangga (PRT) yang diisi oleh perempuan muda, baik yang berstatus belum menikah maupun sudah menikah. Penelitian Muhammad Zid (2012) menyatakan bahwa bahwa migrasi internasional didominasi oleh kaum perempuan pedesaan atau apa yang dinamakan feminisasi migrasi, padahal selama ini perempuan seringkali dipersepsikan sebagai kaum yang lemah, tidak berdaya, bekerja pada ranah reproduktif-domestik, dan apabila bekerja pun seringkali dianggap sebagai pencari nafkah tambahan keluarga (the second 27 bread winner). Terlebih perempuan dari etnis Sunda yang selama ini dipersepsikan sebagai “pondok lengkahna; awewe kudu jiga dulang tinande”, yang secara harfiah berarti perempuan memiliki keterbatasan dalam melangkah atau bergerak jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan juga harus bersikap menerima pemberian dari laki-laki yang menjadi suaminya.Persepsi yang cenderung memarjinalkan perempuan tersebut saat ini sudah tidak tepat lagi, karena dalam tataran realita, banyak perempuan yang justru menjadi pencari nafkah utama (the bread winner), dan menjadi “penyelamat” ekonomi keluarga, salah satunya dengan cara menjadi migran internasional. Migrasi tenaga kerja internasional biasanya didominasi oleh perempuan karena permintaan pasar luar negeri yang lebih menginginkan perempuan sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Berbagai kesulitan hidup yang di alami rumah tangga miskin di pedesaan menyebabkan perempuan dari pedesaan berani mengadu nasib ke negara-negara penerima jasa Tenaga Kerja Wanita yang dianggap sebagai tindakan rasional individu. Menurut Muhammad Zid (2012), berbagai kesulitan tersebut antara lain; kurangnya lapangan kerja, rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan. Di pihak lain, terbukanya peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif mudah, dukungan keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik perempuan pedesaan untuk melakukan migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Beberapa faktor pendorong perempuan pedesaan menjadi Tenaga Kerja Wanita diantaranya, pendidikan yang rendah, rendahnya akses perempuan pada pekerjaan di sector non pertanian, dan masih banyak faktor lain. Tabel 3 Negara Tujuan Bekerja Migran Perempuan Asal Kab.Karawang dan Purwakarta Negara Tujuan Jumlah Persentase Malaysia 366 3,11 Singapura 90 0,76 Brunei Darussalam 1 0,008 Hongkong 33 0,28 Taiwan 125 1,06 Saudi Arabia 10.912 92,77 UEA 90 0,76 Kuwait 58 0,49 Bahrain 51 0,43 Qatar 29 0,24 Yordan 7 0,05 Jumlah 11.762 100 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka, 2007. BPS Jawa Barat 28 Pendapatan yang kurang mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga Terpengaruh oleh teman yang sudah lebih dulu menjadi TKW Gaya hidup yang ditawarkan setelah bekerja menjadi TKW di luar negeri Migrasi Internasional Tenaga Kerja Wanita Lowongan pekerjaan di Indonesia yang sangat sedikit Pendidikan rendah Persyaratan menjadi TKW cenderung mudah Gambar 1 Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan pedesaan memilih untuk menjadi TKW Partisipasi Perempuan TKW Terhadap Ekonomi Keluarga Isu tentang tenaga kerja wanita sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri banyak mengundang keprihatinan karena begitu banyak masalah. Hampir semua isu tersebut menempatkan perempuan sebagai pihak yang kalah. Menurut Mita Yesyca (2013) tradisi teori migrasi internasional selama ini bertumpu pada pendekatan ekonomi neoklasik, yakni model push-pull factors. Model ini berusaha menjelaskan penelaah tenaga kerja sebagai capital manusia yang netral gender. Akibatnya, model ini tidak dapat melihat wajah perempuan pada fenomena migrasi pekerja domestik migran internasional. Di sinilah perspektif gender berperan penting dalam mengupas system ekonomi politik internasional sehingga membuka dominasi maskulin yang menempatkan perempuan pada posisi kelas pekerja terbawah. Peran sosial perempuan dalam keluarga adalah untuk memelihara keluarganya. Peran sosial ini kemudian melahirkan beban untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan cara bekerja di luar rumah ketika mereka menyadari bahwa pekerjaan suami tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Terbatasnya keterampilan perempuan pedesaan membuat mereka bergantung pada kerja-kerja yang tidak bernilai ekonomi tinggi pula. Namun demikian, peran sosial mereka di dalam keluarga telah memposisikan diri sebagai aktor yang paling tepat untuk menjawab permintaan akan pekerja domestik migran di luar negeri. Menurut Vadlun (2010), Keadilan gender adalah suatu pembagian kerja dilakukan untuk berbagi tanggung jawab perempuan dan laki-laki di mana pembagian tugas yang baik tidak mengabaikan hak, baik perempuan maupun laki-laki tidak 29 menjadikan gender sebagai masalah misalnya perempuan mencari nafkah keluar negeri karena kesepakatan keduanya dan menguntungkan keduanya demi ketahanan keluarga. Yang menjadi masalah apabila salah satu pihak yang dirugikan. partisipasi ekonomi wanita ternyata tidak mengubah peran ideal wanita. Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Perempuan sudah mulai memiliki peran dalam menyumbang perekonomian keluarga, namun belum diikuti dengan angka penurunan kemiskinan, utk mempercepat penurunan angka kemiskinan perlu ada peningkatan upaya bersama pemerintah dan masyarakat serta pengusaha dalam pendampingan, kelembagaan masyarakat dan pengawasan. Tabel 4 bentuk kegiatan perempuan tkw telah berpartisipasi dalam keluarganya No. Aspek Jenis Kegiatan 1 Ekonomi Mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga, merenovasi rumah, membeli kebutuhan tersier untuk keluarga. 2 Sosial Meningkatkan status social di mata tetangga, turut serta dalam kegiatan lingkungan yang membutuhkan uang. 3 Politik Berperan penting dalam pengambilan keputusan keluarga. Sumber: Fadlia Vadlun (2010) Perempuan pedesaan yang memilih menjadi TKW memiliki motivasi yang kuat untuk bisa meningkatkan taraf hidup keluarganya. Selain faktor ekonomi, banyak faktor pendorong lain yang menyebabkan perempuan pedesaan memilih untuk menjadi TKW. Secara kasat mata memang faktor ekonomi adalah penyebab utama, karena semua ukuran perempuan pedesan telah berpatisipasi dalam suatu kegiatan adalah apabila mereka menghasilkan uang untuk dibawa pulang. Apalagi dalam hal ini, penghasilan wanita menjadi sumber utama bagi keluarga. Bagi wanita yang bekerja menjadi TKW (tenaga kerja wanita) pekerjaan urusan rumah tangga beralih ketangan suami. Jadi pembagian kerja (tugas) yang baik tidak megabaikan hak, baik perempuan maupun laki-laki tidak menjadikan masalah karena tugas atau peran menguntungkan kedua belah pihak. Tetapi jika isteri dengan mendapatkan uang hanya digunakan berfoya-foya, atau sebaliknya masing-masing tugas disalahgunakan maka akan mengancam kesejahteraan rumah tangganya. Gender akan menimbulkan masalah apabila salah satu dirugikan. Pihak yang mengalami kerugian itu disebut wanita mengalami ketertindasan atau tidak keadilan gender. Ekonomi: meningkatkan pendapatan keluarga Sosial: meningkatkan status social keluarga Politik: Turut serta dalam pengambilan keputusan keluarga Gambar 2 sektor partisipasi tenaga kerja wanita Partisipasi perempuan tenaga kerja wanita 30 SIMPULAN Hasil Analisis dan Sintesis Ketidakadilan gender masih terjadi pada perempuan pedesaan di beberapa sektor, di antaranya adalah sektor pendidikan dan ketenagakerjaan. Perempuan pedesaan yang menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) kerap mengalami ketidakadilan gender sebagian besar karena stereotipe yang melekat bahwa perempuan adalah makhluk “kelas dua”. Perempuan dianggap wajar untuk menjadi TKW selain berstatus sebagai seorang istri karena beban peran ganda yang dilabelkan pada perempuan. Arti peran ganda bagi perempuan adalah perempuan yang di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya. Konsep bekerja bagi perempuan selama ini diukur dari jumlah uang atau barang atau jasa yang dapat dibawa pulang oleh perempuan. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan gender adalah stereotipe, marginalisasi, subordinasi, peran ganda, dan kekerasan. Perempuan pedesaan memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita ke luar negeri karena terjadi ketidakadilan gender di tempat asalnya. Bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan pedesaan diantaranya, kurang tersedianya lapangan pekerjaan untuk perempuan pedesaan, tenaga perempuan tergantikan oleh mesin dalam bidang pertanian, dan peran ganda yang dibebankan pada perempuan pedesaan. Di sisi lain, keadaan ekonomi rumah tangga pedesaan yang di bawah rata-rata menyebabkan perempuan pedesaan semakin termotivasi untuk berpartisipasi dalam ekonomi rumah tangga. Keputusan semacam ini diambil dengan harapan mampu membantu mencukupi kebutuhan keluarga yang selama ini masih kurang atau belum terpenuhi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ketidakadilan gender sangat mempengaruhi partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga. Partisipasi ekonomi rumah tangga ternyata terutama berupa pemenuhan kebutuhan primer, yang terdiri dari sandang, pangan, dan papan. Setelah kebutuhan primer terpenuhi, pendidikan dan kesehatan menjadi hal yang diperhatikan juga. Selanjutnya, aspek yang diperhatikan oleh TKW adalah meningkatkan gaya hidup setelah menjadi lebih sejahtera, dan ingin memiliki status sosial yang lebih baik. Status sosial di masyarakat desa cenderung diukur dari segi materiil, seperi tempat tinggal, kendaraan, luas tanah dan hal-hal lainnya. Semakin tinggi kualitas perekonomian maka status sosial di masyarakat pun akan mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Konsep bekerja bagi perempuan di perdesaan selama ini diukur dari jumlah uang atau barang atau jasa yang dapat dinilai dengan uang yang dibawa pulang oleh perempuan. Menguatnya peran perempuan dalam berkontribusi di ekonomi rumah tangga menyebabkan terbentuknya kesetaraan gender pada keluarga dan rumah tangga di pedesaan. Semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi ternyata semakin tinggi. Kesetaraan gender berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 31 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi Berdasarkan hasil analisis pustaka, maka dipilih pertanyaan yang akan dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya, pertanyaan tersebut di antaranya: 1. Mengapa perempuan pedesaan yang menjadi TKW mengalami ketidakadilan gender di tempat asalnya ? 2. Bagaimanakah pengaruh ketidakadilan gender terhadap partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga di perdesaan ? 3. Sejauh mana partisipasi TKW terhadap ekonomi rumah tangga di perdesaan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya ? 32 Kerangka Berpikir Kerangka ini menunjukan keterkaitan antar variabel yang dijelaskan para penulis dalam pustakanya. Setelah melakukan analisis dan sintesis dari hasil penelitian yang terdapat pada sebelas jurnal dan beberapa buku rujukan, didapatkan suatu kerangka analisis baru yang menggambarkan awal mula perempuan pedesaan memilih melakukan migrasi internasional untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita dan kerap kali masih menjadi obyek ketidakadilan gender di tempat asalnya. Faktor pendorong perempuan pedesaan bermigrasi internasional di antaranya adalah, besarnya himpitan ekonomi, dorongan gaya hidup, status sosial, dan besarnya lowongan pekerjaan yang tersedia di luar negeri. Banyak perempuan pedesaan yang melakukan migrasi internasional, sehingga mereka menjadi mampu untuk berpartisipasi dalam ekonomi rumah tangga. Bentuk partisipasi ekonomi rumah tangga biasanya dimulai dari pemenuhan kebutuhan primer, yang terdiri dari, sandang, pangan, papan. Setelah itu, pendidikan anak menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Setelah kebutuhan primer dan pendidikan terpenuhi, mereka mulai memperhatikan kesehatan seluruh anggota keluarga. Perempuan pedesaan memiliki beberapa latar belakang yang menjadi pemicu mereka untuk bermigrasi ke luar Indonesia, diantaranya karena tingkat pendidikan rendah, usia menikah yang terlampau dini, dan banyaknya jumlah anak yang dimiliki. Tingkat pendidikan yang rendah di desa berkorelasi dengan pekerjaan yang mereka dapat. Pendidikan rendah maka pekerjaan yang didapat juga kurang layak, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Usia menikah yang terlampau dini mengakibatkan perempuan pedesaan belum cukup mapan untuk membiayai rumah tangganya, sehingga banyak yang hidup di bawah rata-rata dari kesejahteraan dan mengakibatkan himpitan ekonomi. Indonesia dengan budaya patriarkinya turut andil dalam mendorong perempuan pedesaan menjadi TKW. Banyak TKW yang kerap mengalami ketidakadilan gender bahkan di tempat asalnya sendiri, di antaranya karena, stereotype, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan peran ganda.Stereotipe terhadap perempuan yang ditimbulkan dari budaya patriarki menyebabkan perempuan mempunyai peran ganda, sehingga bentuk partisipasi perempuan kurang dihargai apabila tidak berperan dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, semakin besar dorongan perempuan pedesaan untuk melakukan migrasi internasional dengan menjadi TKW. Maka dihasilkan kerangka berpikir dengan variabel berikut: (1) Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW) (2) Y2. Partisipasi terhadap ekonomi rumah tangga (3) X1. Ketidakadilan gender (4) X2. Latar belakang perempuan pedesaan Keterhubungan antar variabel yaitu, saling mempengaruhi baik secara kualitatif maupun kuantitaif. (Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW)) mempengaruhi (Y2. Partisipasi terhadap ekonomi rumah tangga). (X1. Ketidakadilan gender) dan (X2. Latar belakang perempuan pedesaan) mempengaruhi (Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW)). 33 X1. Ketidakadilan Gender: - Strereotipe - Marginalisasi - Subordinasi - Kekerasan - Peran Ganda X2. Latar belakang perempuan pedesaan: - Tingkat pendidikan - Usia menikah - Jumlah anak Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW): - Besarnya himpitan ekonomi - Dorongan gaya hidup - Status sosial - Besarnya lowongan pekerjaan Y2. Partisipasi terhadap ekonomi rumah tangga: - Pemenuhan sandang - Pemenuhan pangan - Pemenuhan papan - Pemenuhan pendidikan anak - Pemenuhan Kesehatan keluarga Keterangan: : Mempengaruhi (kuantitatif) : Mempengaruhi (kualitatif) Gambar 3 Kerangka Berpikir 34 DAFTAR PUSTAKA Bayoa AG. 2008. Partisipasi Perempuan dalam Implementasi Kebijakan Pengelolahan Program Keluarga dan Masyarakat Sejahtera. [Internet]. [dikutip 20 September 2014]. Dapat diunduh dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php /governance/article/view/1526/1221 Darwin MM. 2005. Negara dan Perempuan – Reorientasi Kebijakan Publik. Yoyakarta: Media Wacana Yogyakarta. Demartoto A, Budiati AC. 2007. Laporan Penelitian Analisis Kebutuhan Gender (Kajian Mengenai Pembekalan TKW yang akan Dikirim Ke Luar Negeri dalam rangka Penyusunan Kebijakan Responsif Gender di Kabupaten Karanganyar) [Internet]. [dikutip 3 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari: http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/penelitian-kajian-wanita.pdf Hapsari TN, Praesti EN. 2013. Peran Perempuan Dalam Perkembangan Ekonomi di Kampung TKI. [Internet]. [dikutip 27 September 2014]. Dapat diunduh dari: http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/id/node/955 Irimie S, Moraru RI, Cioca L-I, Boatcă M-E. 2014. Aspects of The Gender Inequality Issue in Knowledge Society Careers. [Internet]. [dikutip 29 November 2014]; 9. Dapat diunduh dari: http://www.pjms.zim.pcz.pl/aspects-of-the-genderinequality- issue-in-knowledge-society-careers.html Marhaeni AAIN. 2008. Perkembangan Studi Perempuan, Kritik, dan Gagasan Sebuah Perspektif Untuk Studi Gender Ke Depan. [Internet]. [dikutip 1 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.fe.unud.ac.id/ep/?page_id=269 Mufida C. 2008. Rekonstruksi Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Konteks Sosial Budaya dan Agama . [Internet]. [dikutip 25 September 2014]. Dapat diunduh dari: http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/egalita/article/view/1910 Naingolan T. 2006. Gender dan Keluarga Migran di Indonesia. [Internet]. [dikutip 29 September 2014]. Dapat diunduh dari: http://puslit.kemsos.go.id/peneliti/10/drstogiaratua-nainggolan-m- si#sthash.ASDaMPHy.dpbs Puspitawati H. 2008. Konsep, Teori, dan Analisis Gender. [Internet]. [dikutip 25 September 2014]. Dapat diunduh dari:http://ikk.fema.ipb.ac.id /v2/images/karyailmiah/gender.pdf Santika T, Hoerniasih N, Nurhasanah E. 2012. Pemberdayaan Perempuan Bagi Tenaga Wanita di Desa Gempol Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang. [Internet]. [dikutip 1 Oktober 2014]; 10(22). Dapat dikutip dari: http://lppm.unsika.ac.id/content/ pemberdayaan-perempuan-bagi-tenaga-kerjawanita-tkw-di-desa-gempol-kecamatan-jatisari Sitorus AVY. 2013. Dampak Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia . [Internet]. [dikutip 2 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari: http://repository .ipb.ac.id/handle/123456789/65721 Soetjipto A, Trimayuni P. 2013.Gender dan Hubungan Internasional. Yogyakarta: Percetakan Jalasutra. Solikin NAR. 2013. Otoritas Negara dan Pahlawan Devisa Negara. Yogyakarta. STAIN Jember Press. Vadlun F. 2010. Migrasi Wanita dan Ketahanan Ekonomi Keluarga. [Internet]. [dikutip 29 November 2014]; 5(1): 78-86 Dapat diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=11217&val=759&title= Zabnina A. 2009. Glossary of Gender Related Term. Bosnia: Mediterranean Institute of Gender Studies [Internet]. [dikutip 20 November 2014]; 9. Dapat diunduh dari: 35 http://www.peacewomen.org/assets/file/AdvocacyEducationTools/genderglossary_ migs_aug2005.pdf Zid M. 2012. Migrasi Internasional Perempuan, Penguasaan dan Kesetaraan Gender : Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat [Internet]. [dikutip 2 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61241 36 Riwayat Hidup Penulis bernama lengkap Mutiara Irfarinda dilahirkan di Jakarta, 20 Juli 1993 dari pasangan A. A. Ngurah Oka Surya Putra dan S. Dewi Prasetyawati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis, mulai dari TK Islam Al-Fajar Bekasi (1998-1999), SD Islam Al-Fajar Bekasi (1999-2005), SMP Negeri 09 Bekasi (2005-2008), SMA Negeri 5 Bekasi (2008-2011). Selama menempuh pendidikan di SMA 5 Bekasi, penulis merupakan juara umum pelajaran Sejarah dan sejak duduk dibangku SMP penulis sering mengikuti lomba bahasa inggris. Penulis pernah menjuarai lomba news reading se-kota Bekasi pada tahun 2007, lomba speech se-SMPN 9 Bekasi pada tahun 2008, dan beberapa lomba lainnya. Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN tulis. Selain itu, penulis merupakan mahasiswi penerima Beasiswa Goodwill International dan aktif mengikuti presentasi paper tingkat internasional sejak di semester 3. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi dan kegiatan kepanitiaan juga. Salah satunya bergabung dalam unit kegiatan mahasiswa Gentra Kaheman dan kegiatan asrama Dormitory English Club pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Departemen Sosial Lingkungan dan menjadi ketua pelaksana FEMA Care and Share 2013. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai tutor bahasa inggris di bimbingan belajar Mafia Clubs di sekitar kampus IPB pada tahun 2012-2014. Penulis juga bergabung menjadi pemandu bersama Agroedutourism IPB yang dikelola oleh rektorat IPB. Penulis pernah menjadi LO untuk mendampingi mahasiswa asing yang mengikuti acara summer project dari unit kegiatan mahasiswa AIESEC.