MERETAS KEBEKUAN IJTIHAD DALAM KONSTRUKSI FIQIH SOSIAL Sakirman STAIN Jurai Siwo Metro Email : [email protected] Abstract: To rip up the static Ijtihad in the construction of social jurisprudence. Recently there are many growing issues to be solved in many sectors such economic, social and culture, within the contemporary Islamic law. Therefore it is important as mujtahid to be eye catching to see the current issues and to review the decission law in according to the need of the people. Ijtihad is one of methods to analyze the islamic law logically and rationally according to the social movement, trying to analyze and examine the law that should be developed in the society. And it is important to examine that ijtihad is allowed by the scholars. Ijtihad is a dynamic activity which is developing with the development of the human thought and activities. Though Ijtihad is done for the sake of people welfare but the Mujtahid should consider of deciding the law though two methods, Ijtihad Intiqa’ or Insya’i Ijtihad. When solving the issues one should aware of the ijtihad jam’i and maqasid syar’iyyah. And thus the ijtihad will be able to solve the problem in society. Keywords: Ijtihad, Society change. Abstrak: Meretas Kebekuan Ijtihad Dalam Konstruksi Fiqh Sosial. Banyak masalah kontemporer telah bertumbuhan dan diminta untuk menyelesaikannya. Masalah tersebut terdiri dari ekonomi, sosial, dan budaya, harus tampak oleh hukum Islam dan itu tidak berbagi pada masalah sosial yang selalu tumbuh atau perubahan. Sekarang, yang penting harus dipahami bahwa pembela iman (mujtahid) harus mempelajari dan melihat kembali banyak masalah hukum diputuskan dan tergantung pada kondisi dan kebutuhan. Ijtihad merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam bahwa logika dan rasional dalam perubahan sosial selalu mencoba untuk melakukan penelitian atau percobaan tentang hukum yang meningkat di masyarakat. Sehingga harus diuji bahwa nilai ijtihad dapat dibenarkan oleh ilmuwan dan obyektif, sampai ijtihad dapat tujuan untuk mencoba pada kenyataannya untuk melakukan hukum Islam rasional dan dapat dilakukan oleh masyarakat. Ini berarti bahwa ijtihad adalah aktivitas yang dinamis menurut pemikiran manusia tumbuh dan berkembang dengan waktu perubahan sosial. Meskipun ijtihad telah dilakukan oleh yang signifikan untuk perubahan sosial, mereka mujtahid harus melihat sesuatu yang kompatibel untuk menggunakan metode ijtihad sebagai ijtihad intiqā'ī atau insyā'ī ijtihad. Dan kemudian untuk mencari masalah baru diperlukan pengetahuan tentang berbicara masalah samping pengetahuan sebagai akan requisited sendiri yang harus melihat ijtihad mutlak kolektif (ijtihad jam`ī) dan maqāsid asy-syarī`ah yang begitu penting, sehingga hukum Islam dapat memberikan solusi bagi manusia. Kata kunci: Ijtihad, Perubahan Sosial secara Pendahuluan Masyarakat perubahan. senantiasa Perubahan mengalami masyarakat dapat langsung mengandung arti atau tidak perubahan langsung dalam 1 masyarakat. berupa perubahan tatanan sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain. Menurut para ahli linguistik, bahasa akan mengalami perubahan setiap 90 tahun. Perubahan dalam bahasa Lihat Harun Nasution, “Dasar Pemikiran Pembaharuan dalam Islam”, dalam M. Yunan Yusuf (ed.), Cita dan Citra Muhamadiyah (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hlm. 19 1 Sejarah mencatat bahwa ijtihad telah dilakukan dari masa ke masa. Pada awal Islam, lain-lainnya juga menuntut jawaban dari sudut pandang hukum Islam. ijtihad telah dilakukan dengan baik dan kreatif. Memang harus diakui bahwa ada Pada masa berikutnya, muncul sederetan beberapa masalah yang muncul sekarang ini, mujtahid kenamaan. Keadaan ini berlangsung secara kebetulan, mirip atau bahkan sama sampai masa keemasan Islam. Pada masa dengan masalah-masalah yang telah dibahas inilah telah dihasilkan pemikiran dan karya oleh para ahli fiqh terdahulu. Terhadap kasus yang Islam semacam ini, mujtahid sekarang berkewajiban berikutnya. Ilmu fiqh dan ushul fiqh termasuk untuk mempelajari dan meninjau kembali yang dihasilkan pada masa itu setelah diselingi masalah-masalah oleh masa beku kemudian bermunculan pula hukumnya kemudian menyesuaikan dengan para kondisi dan kebutuhan sekarang dengan cukup berharga pembaharu bagi dan umat mujtahid untuk yang telah menyelesaikan persoalan yang timbul pada memperhatikan masanya. Kalau masa lampau para mujtahid “mempertahankan yang lama yang baik, dan didambakan keberadaannya oleh umat Islam, mengambil yang baru yang lebih baik”.2 maka Sedangkan mengenai masalah-masalah yang sekarang keberadaannya sangat kaidah ditetapkan ushuliyah: diharapkan. Mujtahid sekarang harus mampu sama menyelesaikan masalah-masalah kontemporer menyelesaikannya dengan cara memahami setelah adanya perubahan masyarakat sebagai secara baik masalah yang dimaksud kemudian akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan membahasnya secara seksama, dengan tetap teknologi. merujuk Berbagai persoalan kontemporer telah sekali pada baru, jiwa mujtahid hukum Islam harus yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis. muncul ke permukaan dan dituntut untuk penyelesaiannya. Persoalan-persoalan tersebut A. Pengertian Ijtihad meliputi berbagai bidang kehidupan mulai dari Ijtihad adalah segala daya upaya yang ekonomi, sosial, budaya sampai masalah- dilakukan masalah rekayasa genetika dalam bidang ilmu menyelesaikan persolan-persoalan hukum yang kedokteran. Dalam bidang ekonomi, dijumpai dihadapi umat. Menjadi seorang mujtahid tentu beberapa kegiatan atau lembaga yang dahulu tidak tidak ada. Lembaga perbankan dengan segala keahlian-keahlian dalam memahami al-Qur’an, kaitannya dan lembaga asuransi dengan segala hadis, dan ilmu-ilmu lainnya secara maksimal. oleh mudah, seorang karena mujtahid ia dalam membutuhkan macamnya merupakan masalah yang harus Muhammad Iqbal mengatakan bahwa dilihat hukumnya dalam Islam. Dalam bidang pintu ijtihad senantiasa terbuka luas bagi siapa kedokteran dan rekayasa manusia, dijumpai saja yang ingin melakukan usaha yang tindakan-tindakan maksimal dalam menentukan dalil-dalil Islam medis yang sangat menakjubkan, seperti pencangkokan jaringan atau organ tubuh manusia, bayi tabung, dan 2 Munawir Syadzali, Pidato Pembukaan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-22, Malang, tanggal 12 Februari 1989 MIZANI Vol. 25, No.1, Februari 2015 yang mantap. Maka ijtihad harus senantiasa fatwa akan dapat menentukan hukum dalam dihidupkan untuk kehidupan manusia yang senantiasa berubah masyarakat dengan menghadapi dinamika membangkitkan dan secara terus menerus. Maka dalam menghadapi mendorong berpikir secara rasional dalam keadaan yang selalu berubah, jelas pikiran mengembangkan hukum-hukum Islam secara manusia juga akan berkembang terus bersama proporsional.3 dengan berjalannya hukum logika (ijtihad) Berkaca pada kemajuan zaman yang dihadapi saat ini, memang senantiasa membutuhkan kecermatan-kecermatan dalam antara lain dalam bentuk ijmā`, qiyās, istihsān, maslahah mursalah, istishāb, dan lain-lain. mensikapi kehidupan. Keilmuan dan teknologi Ijtihad sebagai metode penggalian informasi yang canggih menuntut untuk hukum Islam yang bersifat logis dan rasional berpikir dapat senantiasa mendasarkan mengakomodir situasi dan kondisi yang ada. melakukan penelitian Sehingga mampu terhadap hukum-hukum yang terjadi di tengah- permasalahan-permasalahan tengah masyarakat. Maka diperlukan pengujian secara rasional pemikiran mengangkat yang tersebut mengalami perubahan berdasarkan situasi dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan kondisi masyarakat. obyektif, sehingga ijtihad mengarah pada haji pada kendaraan zaman unta, dahulu seiring konkrit dalam ijtihad dapat menjalankan hukum-hukum Islam yang rasional dan dapat dengan dipakai oleh masyarakat. Ini berarti bahwa berkembangnya zaman dengan penguasaan ijtihad merupakan tindakan yang bersifat ilmu dan teknologi kendaraan telah berganti dinamis dengan pesawat terbang. Tentu hal itu pemikiran manusia dan perkembangan zaman. merupakan hasil olah otak manusia yang Karena dengan berijtihad akan berkembang senantiasa berkembang. Menghadapi kondisi ilmu-ilmu seperti ini para mujtahid tentu tidak tinggal pengetahuan diam, maka mereka melakukan ijtihad dan dalam al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw. melakukan perubahan serta dinamisasi sesuai Kemudian justru akan berkembang seluruh perubahan situasi, kondisi, dan pola pikir perangkat-perangkat mereka. dilakukan dengan cara melakukan diferensiasi Dengan namun menggunakan yang hasil eksperimental secara upaya agar atau untuk hukum Islam yang semakin hari semakin Sebagai contoh pelaksanaan ibadah mantap dirinya demikian, sesuai Islam dengan yang tentang perkembangan berangkat dari kenyataan-kenyataan hukum Islam yang perubahan dan spesialisasi, sehingga akan melahirkan pemikiran juga akan mengubah keadaan dan ilmu-ilmu baru. Artinya, di samping ilmu mengubah pola pikir manusia secara inheren. peribadatan maka akan beriringan muncul pula Adanya ijtihad yang berkembang menjadi ilmu-ilmu sosial untuk mengatur pergaulan hidup dan ilmu politik kenegaraan. 3 Idrus H. Alkaf, Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman (Jakarta: Ramadhani, 1988), hlm. 20 kehidupannya. Perubahan B. Pengertian Perubahan Sosial sosial juga bisa Istilah ‘perubahan’ (change) dalam berarti suatu restrukturisasi dalam cara-cara pengertian sehari-hari, sering diartikan dengan dasar di mana orang di dalam masyarakat longgar sebagai sesuatu yang ada tetapi terlibat sebelumnya tidak ada, atau hilangnya atau pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, terhapusnya sesuatu walaupun sebelumnya kehidupan keluarga, rekreasi, bahasa, dan ada. Namun, tidak semua perubahan adalah aktivitas-aktivitas lainnya. satu dengan lainnya mengenai perubahan sosial. Banyak perubahan dalam Tema definisi yang berulang dalam kehidupan yang cukup kecil dan dianggap tak literatur sosiologi terhadap perubahan sosial berarti (trivial), walaupun terkadang hal-hal menekankan perubahan (alterations) dalam yang kecil tersebut bila dikumpulkan akan struktur dan fungsi dari masyarakat dan menjadi berarti perubahan dalam hubungan sosial dari waktu (substantial). Dalam pengertian yang paling ke waktu. Tanpa penjelasan selanjutnya, hal konkrit, perubahan sosial berarti kebanyakan ini bukan konsep yang bisa membantu usaha orang untuk mencoba mengerti apa yang dimaksud hal yang terlibat besar dalam dan kegiatan-kegiatan kelompok dan hubungan-hubungan kelompok dengan perubahan. yang berbeda dengan apa yang telah mereka Perubahan sosial merupakan fakta lakukan atau apa yang telah orangtuanya sosial yang ada di masyarakat yang tak dapat lakukan sebelumnya. Masyarakat adalah suatu dipelajari dan dipahami hanya melalui kegiatan jaringan kompleks dari pola-pola hubungan di mental murni atau melalui proses mental yang mana semua orang berpartisipasi dengan disebut dengan pemikiran spekulatif. Untuk derajat memahaminya keterkaitannya masing-masing. Hubungan-hubungan ini berubah dan perilaku juga berubah Selanjutnya pada saat yang individu-individu sama. 4 diperlukan suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural sciences) dalam dihadapkan mempelajari obyek studi. Fakta sosial inilah dengan situasi baru yang harus mereka yang menjadi pokok persoalan penyelidikan respons. Situasi-situasi merefleksikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai faktor-faktor tertentu seperti teknologi, cara barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan baru untuk mencari penghasilan, perubahan ide. tempat domisili, dan inovasi baru, ide baru, penyelidikan serta nilai-nilai baru. Sehingga, perubahan pengetahuan.5 Norma hukum merupakan fakta sosial adalah perubahan bagaimana orang sosial seperti halnya arsitektur karena norma bekerja, membesarkan hukum adalah barang sesuatu yang berbentuk mendidik anak-anaknya, ini anak-anaknya, menata Barang sesuatu menjadi dari seluruh obyek ilmu dirinya material. Sedangkan fakta sosial yang lain sendiri, dan mencari arti yang lebih dari seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai 4 http://mjrsusi.wordpress.com/2007/12/14/huku m-dan-perubahan-sosial/. Diakses tanggal 25 Agustus 2015 5 George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm. 2 dan 16 MIZANI Vol. 25, No.1, Februari 2015 barang sesuatu, tidak dapat diraba dan adanya tentang rahasia-rahasia yang terkandung dalam hanya dalam kesadaran manusia. ajaran al-Qur’an dan hadis. Ijtihad juga akan Perubahan sosial dalam masyarakat memberikan rambu-rambu yang nyata tentang adalah suatu produk dengan berbagai faktor, adanya dan dalam banyak hal, hubungan antar faktor- tertentu yang terkandung dalam hukum Islam. faktor tersebut. Selain faktor hukum, ada beberapa seperti mekanisme faktor-faktor perubahan teknologi, struktural (structural ijtihad kadang-kadang mengalami perubahan- ideologi, perubahan yang mendasar disebabkan oleh strains). hal saling berhubungan. Kita harus berhati-hati tidak mengecilkan hikmah-hikmah Kemudian dapat dipahami juga bahwa beberapa hal, antara lain : 1. adanya arti perubahan kepentingan masyarakat; Semua mekanisme tersebut dalam kebanyakan untuk dan lainnya, kompetisi, konflik, ekonomi, politik, serta masalah sebab-sebab 2. adanya pengaruh adat istiadat dan `urf (kebudayaan); dan mengisolasikan salah satu dari faktor-faktor 3. faktor lingkungan, ruang, dan waktu; penyebab (causes) perubahan sosial ini. Harus 4. faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). diakui bahwa sangat menggoda dan sangat Faktor-faktor nyaman untuk memilih salah satu saja (single out) penggerak utama (prime mover), satu faktor, satu sebab, satu penjelasan, dan menggunakannya di berbagai situasi. Hal itu juga terjadi dalam perubahan hukum: adalah (cause-and-effect relationship) dalam pembuatan hukum-hukum baru, yang akan dibahas dalam bab ini, yaitu kita harus bersikap skeptis (skeptical) dan berhati-hati sering bersifat kondisional, artinya situasi dan kondisi masyarakat sangat mempengaruhi pola pikir para mujtahid itu sendiri. Berkenaan dengan keadaan seperti di atas, maka ijtihad pada masa sekarang ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: ijtihād intiqā’ī atau ijtihād tarjīhī, dan ijtihād insyā’ī atau ijtihād ibtidā’ī.6 1. Ijtihād Intiqā’ī atau Ijtihād Tarjīhī (cautious) mengenai penjelasan tentang satu faktor penyebab secara umum, dan khususnya perubahan sosial berskala besar. memberikan pertanda bahwa ijtihad para ahli (mujtahid) sangat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk menggambarkan hubungan sebab-dan-akibat tersebut Yang dimaksud dengan ijtihād intiqā’ī atau ijtihād tarjīhī adalah ijtihad yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memilih pendapat ahli fiqh terdahulu C. Metode Ijtihad Pembentukan hukum melalui ijtihad dilakukan dengan cara mengkaji unsur-unsur `illah yang terdapat dalam hukum Islam. mengenai masalah-masalah tertentu, sebagaimana tertulis dalam berbagai kitab fiqh, kemudian menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan dengan kondisi kita Dengan mempelajari`illah hukum Islam secara mendetail akan dapat mengetahui secara pasti 6 Pengelompokan ijtihad ini di kemukakan oleh Yūsuf al-Qardhāwi. sekarang.7 Kemungkinan besar pendapat ahli baru kemungkinan besar akan membawa fiqh terdahulu mengenai masalah tersebut kekeliruan. berbeda-beda. Dalam hal ini mujtahid Dalam ijtihād insyā’ī juga diperlukan muntaqi’ bertugas untuk mempertimbangkan pemahaman dan menyeleksi dalil-dalil dan argumentasi- penetapan hukum. Ada beberapa metode yang argumentasi dari setiap pendapat itu, kemudian telah dikemukakan oleh para ahli ushul fiqh memberikan preferensinya terhadap pendapat terdahulu. Di antara metode itu adalah qiyās, yang dianggap kuat dan dapat diterima. istihsān, maslahah mursalah, dan sadd Agaknya mujahid dalam tipe ini hampir sama az-zarī`ah. Di samping itu yang perlu dengan klasifikasi mendapat perhatian dari orang yang akan mujtahid yang dikemukakan oleh ahli ushul melakukan ijtihād insyā’ī adalah pengetahuan fiqh pada umumnya.8 tentang tujuan disyari’atkan hukum Islam ahl at-tarjīh dalam yang baik tentang metode (maqāsid asy-syarī`ah). 2. Ijtihād Insyā’ī atau Ijtihād Ibtidā’i Yang di maksud dengan ijtihād insyā’ī Al-Juwainī adalah ahli ushul fiqh adalah usaha untuk menetapkan kesimpulan pertama hukum mengenai peristiwa-peristiwa baru memahami maqāsid asy-syarī`ah dalam yang belum diselesaikan oleh para ahli fiqh menetapkan terdahulu. diperlukan menyatakan bahwa seseorang tidak dikatakan mengenai mampu menetapkan hukum dalam Islam, ditetapkan sebelum ia dapat memahami benar tujuan Dalam pemahaman yang kasus-kasus baru ijtihad ini menyeluruh yang akan hukumnya. Tanpa mengetahui secara baik apa dan bagaimana kasus yang baru itu, sulit bagi mujtahid munsyi’ untuk dapat menetapkan hukumnya dengan baik dan benar. Allah yang menekankan hukum. menetapkan Ia secara perintah-perintah larangan-larangan-Nya. Kerangka pentingnya tegas dan 9 berpikir al-Juwainī kemudian dikembangkan oleh muridnya, al- Jadi dalam menghadapi persoalan Gazzālī. Ia menjelaskan maksud syari’at dalam yang sama sekali baru diperlukan pengetahuan kaitannya dengan pembahasan al-munāsabah mengenai masalah yang sedang dibahas. al-mashlahiyyah dalam qiyas.10 Ia merinci Dalam hubungan ini, ijtihād jam`ī (ijtihad maslahat itu menjadi lima, yaitu: memelihara kolektif) agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. mutlak diperlukan. Karena keterbatasan pengetahuan seseorang disertai Ahli ushul fiqh berikutnya yang semakin ketatnya disiplin ilmu pada masa membahas secara khusus aspek utama sekarang ini maka ijtihād fardhī (ijtihad maqāshid asy-syarī`ah adalah `Izz ad-Dīn ibn individual) mengenai kasus yang sama sekali ‘Abd as-Salām dari kalangan mazhab Syāfi`ī. Adapun ahli ushul fiqh yang membahas teori Ibid., hlm. 115 Perangkat mujtahid berikut kriterianya masing-masing dapat dibaca dalam Abū Zahrah, Ushūl al-Fiqh (ttp.: Dār al-Fikr al-`Arabī, tt.), hlm. 396 7 8 Al-Juwainī, al-Burhān fī Ushūl al-Fiqh (ttp.: Dār al-Anshār, 1400), I: 295 10 Al-Gazzālī, Syifā al-Galīl fī Bayān asySyibh wa al-Mukhīl wa Masālik at-Ta`līl (Bagdad: Mathba`ah al-Irsyād, 1971), hlm. 159 9 MIZANI Vol. 25, No.1, Februari 2015 maqāshid asy-syarī`ah secara khusus, melaksanakan kewajiban sistematis, dan jelas adalah asy-Syāthibī, dari keagamaan yang masuk peringkat kalangan mazhab Malikī. primer, seperti salat lima waktu, Maka dengan melihat dari segi bahasa maqāshid asy-syarī`ah berarti maksud atau tujuan disyari’atkan hukum Islam. Karena itu, kalau salat diabaikan maka akan terancamlah eksistensi agama b. Memelihara agama dalam peringkat yang menjadi bahasan utama di dalamnya hajjiyyāt, yaitu melaksanakan adalah mengenai masalah hikmah dan `illah seperti salat jama` dan salat qashar ditetapkannya suatu hukum. Tujuan hukum bagi orang yang sedang bepergian. harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka Kalau mengembangkan pemikiran tentang hukum dilaksanakan maka dalam Islam secara umum dan menjawab mengancam eksistensi persoalan-persoalan hukum kontemporer yang melainkan hanya akan mempersulit kasusnya tidak diatur secara eksplisit di dalam bagi orang yang melakukannya. al-Qur’an dan hadis. Lebih dari itu, tujuan c. Memelihara agama dalam peringkat ketentuan ini tidak tidak akan harus diketahui dalam rangka mengetahui tahsīniyyāt, apakah suatu kasus masih dapat diterapkan petunjuk agama guna menjunjung berdasarkan satu ketentuan hukum, karena tinggi martabat manusia, sekaligus adanya perubahan struktur sosial, hukum melengkapi pelaksanaan terhadap tersebut Dalam Tuhan. Misalnya menutup aurat, menghadapi persoalan-persoalan kontemporer baik di dalam maupun di luar salat, perlu diteliti lebih dahulu hakikat dari masalah mebersihkan badan, pakaian, dan tersebut. Penelitian terhadap kasus yang akan tempat. Kegiatan ini erat kaitannya diterapkan hukumnya sama pentingnya dengan dengan akhlak yang terpuji. Kalau penelitian terhadap sumber hukum yang akan hal dijadikan dalilnya. dilakukan maka hal ini tidak akan tidak dapat diterapkan. ini yaitu agama, tidak mengikuti mungkin untuk Tujuan Allah mensyari’atkan hukum mengancam eksistensi agama dan Islam adalah untuk memelihara kemaslahatan juga tidak mempersulit bagi orang manusia yang melakukannya. sekaligus untuk menghindari mafsadah baik di dunia maupun di akhirat. 2. Memelihara jiwa (hifz an-nafs) Adapun pokok-pokok dalam maqāshid asy- Memelihara syarī`ah adalah: Adapun menjaga atau memelihara berdasarkan berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedakan 1. Memelihara agama (hifz ad-dīn) agama, jiwa kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat: menjadi tiga peringkat : a. Memelihara jiwa dalam peringkat dharūriyyāt seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan a. Memelihara agama dalam peringkat untuk mempertahankan dharūriyyāt, yaitu memelihara dan Kalau kebutuhan hidup. pokok ini diabaikan maka akan berakibat diri terancamnya eksistensi manusia. mendengarkan b. Memelihara jiwa dalam tingkat dari menghayal atau sesuatau yang berfaidah. Hal ini kaitannya erat hajjiyyāt seperti diperbolehkannya dengan berburu binatang untuk menikmati mengancam eksistensi akal secara makanan yang lezat dan halal. langsung. Kalau kegiatan ini diabaikan maka etika dan tidak 4. Memelihara keturunan (hifz an-nasl) tidak akan mengancam eksistensi Memelihara keturunan dilihat dari manusia, melainkan hanya akan segi mempersulit hidupnya. dibedakan menjadi tiga peringkat: c. Memelihara jiwa dalam peringkat akan tingkat kebutuhannya a. Memelihara keturunan dapat dalam tahsīniyyāt seperti ditetapkannya peringkat darūriyyāt yaitu seperti tata minum. disyari’atkan menikah dan dilarang Kegiatan ini hanya berhubungan berzina. Kalau hal ini diabaikan dengan kesopanan dan etika dan maka akan mengancam eksistensi sama sekali tidak akan mengancam keturunan. cara makan dan eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit kehidupan seseorang. 3. Memelihara akal (hifz al-`aql) kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu: peringkat hajjiyyāt seperti diharamkan meminum minuman keras, jika ini tidak diindahkan maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal. seperti menunutut ilmu seperti dan diberikan hak talak kepadanya. peringkat keturunan tahsīniyyāt dalam seperti disyariatkan khitābah atau walīmah dalam perkawinan. 5. Memelihara harta (hifz al-māl) Dilihat dari segi kepentingannya, memelihara b. Memelihara akal dalam peringkat hajjiyyāt dalam bagi suami pada waktu akad nikah c. Memelihara a. Memelihara akal dalam peringkat ketentuan keturunan ditetapkannya menyebutkan mahar Memelihara akal dilihat dari segi darūriyyāt b. Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga bagian : dianjurkan a. Memelihara harta dalam peringklat pengetahuan. dharūriyyāt seperti syari’at tentang Sekiranya hal itu dilakukan maka tata cara pemilikan harta dan tidak akan merusak akal tetapi akan larangan mengambil harta orang mempersulit diri seseorang dalam lain dengan cara yang tidak sah. kaitannya dengan pengembangan Apabila aturan itu dilanggar maka ilmu pengetahuan. berakibat terancamnya eksistensi c. Memelihara akal dalam peringkat tahsīniyyāt seperti menghindarkan harta. MIZANI Vol. 25, No.1, Februari 2015 b. Memelihara harta dalam peringkat mempunyai dampak langsung terhadap hajjiyyāt seperti syari’at tentang masyarakat. Dengan jual beli dengan tatacara salam. sistem wajib belajar yang memainkan peranan Apabila cara ini tidak dipakai, penting tidak langsung dalam perubahan maka dengan memperkuat operasi institusi-institusi tidak akan mengancam eksistensi harta, melainkan akan pendidikan, mempersulit memainkan orang yang memerlukan modal. gilirannya langsung akan dalam Ia menekankan bahwa hukum berinteraksi secara langsung dalam ketentuan banyak kasus dengan institusi-institusi sosial, tentang menghindarkan diri dari membentuk adanya hubungan langsung antara pengecohan atau penipuan, hal ini hukum dan perubahan sosial. Sebagai contoh, erat etika hukum yang diundangkan untuk melarang bermuamalah atau etika bisnis. Hal poligami mempunyai pengaruh besar secara ini juga akan berpengaruh pada sah langsung terhadap perubahan sosial, dengan atau tidaknya jual beli itu, sebab tujuan utamanya perubahan dalam pola-pola peringkat yang ketiga ini juga perilaku yang penting. Namun harus juga merupakan syarat akan adanya dipahami peringkat yang kedua dan yang absolut tapi relatif. Pada banyak kasus pertama. penekanannya lebih kepada dampak langsung Dengan seperti pada peranan perubahan sosial. c. Memelihara harta dalam peringkat tahsīniyyāt yang menggunakan ilustrasi kaitannya demikian dengan bahwa bahwa perbedaannya tidaklah hukum dan kurang pada dampak tidak langsung diciptakan untuk memelihara ketertiban dan terhadap perubahan sosial, yang dalam kasus kesejahteraan lainnya hal kebalikannya yang berlaku. masyarakat, sementara masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Oleh sebab itu, peranan seorang Untuk itu pengertian dan pelaksanaan hukum mujtahid dalam menggunakan metode ijtihad harus sesuai dengan keadaan yang ada. tersebut di atas sangat dominan. Meski nampak Artinya, asas dan prinsip hukum tidak berubah ada kelonggaran dalam menentukan hukum tetapi cara penerapannya harus disesuaikan suatu peristiwa tertentu, tetapi pada dasarnya dengan perkembangan masyarakat, perubahan mereka harus menggunakannya dengan tetap suasana, dan perubahan keperluan hidup. memperhatikan maqāshid asy-syarī`ah dari Singkatnya, penerapan hukum harus dapat peristiwa dimaksud. menegakkan kemaslahatan dan keadilan yang menjadi tujuan dari hukum Islam. Penutup Namun harus juga diketahui bahwa maqāshid asy-syarī`ah sebagai tujuan Ijtihad harus dihidupkan untuk menghadapi dinamika masyarakat dengan pemberlakuan hukum mempunyai peranan membangkitkan dalam perubahan sosial dengan membentuk secara berbagai institusi sosial, yang pada gilirannya hukum-hukum dan rasional mendorong dalam Islam berpikir mengembangkan secara proporsional dalam menghadapi perubahan sosial yang memperhatikan maqāshid asy-syarī`ah, terjadi dengan seketika, walaupun dengan laju sehingga dinamisasi hukum itu dapat terlihat, yang masyarakat tetapi selektifitas juga tetap harus dijaga, kontemporer, dan hal itu mempengaruhi sehingga hukum Islam akan memberikan kehidupan individu-individu dalam berbagai solusi bagi umatnya. berbeda-beda pada cara. Perubahan di dalam masyarakat adalah suatu produk dari berbagai faktor dan dalam Referensi banyak kasus adanya keterkaitan atas faktorfaktor tersebut. Selain hukum, ada sejumlah mekanisme tentang perubahan sosial. Semua mekanisme ini saling terkait, dan harus berhati-hati untuk tidak memberikan bobot yang sama kepada salah satu dari “penyebab“ ini. Meski telah terjadi perubahan sosial yang cukup signifikan, namun dalam melakukan ijtihad para mujtahid harus tetap memperhatikan keserasian penggunaan metode ijtihad baik ijtihād intiqā’ī maupun ijtihād insyā’ī. Kemudian dalam menghadapi persoalan yang sama sekali baru diperlukan al-Gazzālī, Syifā al-Galīl fī Bayān asy-Syibh wa al-Mukhīl wa Masālik at-Ta`līl, Bagdad: Mathba`ah al-Irsyād, 1971. al-Juwainī, al-Burhān fī Ushūl al-Fiqh, ttp.: Dār al-Anshār, 1400. http://mjrsusi.wordpress.com/2007/12/14/huku m-dan-perubahan-sosial/ Idrus H. Alkaf, Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman, Jakarta: Ramadhani, 1988. M. Yunan Yusuf (ed.), Cita dan Citra Muhamadiyah, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985. Munawir Syadzali, Pidato Pembukaan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke22, Malang, tanggal 12 Februari 1989. pengetahuan mengenai masalah yang sedang dibahas, di samping pengetahuan yang menjadi syarat ijtihad itu sendiri, yaitu dengan memperhatikan ijtihād jam`ī (ijtihad kolektif) yang mutlak diperlukan dengan tetap Ritzer, George, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: Rajawali Press, 1995 Zahrah, Abū, Ushūl al-Fiqh, ttp.: Dār al-Fikr al-`Arabī, tt.